BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat tumbuhan - Penggunaan Ekstrak Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Sebagai Pewarna Dalam Sediaan Lipstik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat tumbuhan
Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing (Averrhoa). Diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Amerika tropik.
Tanaman ini tumbuh baik di negara asalnya sedangkan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang-kadang tumbuh secara liar di ladang atau tepi hutan. Fisiologi tanaman ini secara umum adalah pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m diatas permukaan laut (Lathifah, 2008).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, yang cenderung mengarah ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun, pucuk daun berwarna coklat muda. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo, panjangnya 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka buah berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya berair banyak dan rasanya asam. Kulit buahnya berkilap dan tipis. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Perbanyakan dengan biji dan cangkok (Lathifah, 2008).
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi di Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara, belimbing wuluh diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua) Ordo : Geraniales (suku belimbing-belimbingan) Famili : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoa bilimbi Linnaeus Nama Lokal : Belimbing wuluh
2.1.4 Kandungan kimia
Kandungan kimia bunga belimbing wuluh antara lain saponin, polifenol, dan flavonoid.
Saponin adalah senyawa penurun tegangan permukaan yang kuat yang menimbulkan busa bila dikocok dalam air. Sifat saponin menyerupai sabun.
Saponin bekerja sebagai antimikroba dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri lisis.
Polifenol bekerja melalui penghambatan enzim mikroorganisme oleh bagian senyawa yang teroksidasi, kemungkinan melalui reaksi dengan gugus sulfhidril atau melalui interaksi yang non spesifik dengan protein mikroorganisme. Selain itu polifenol juga dapat menyebabkan denaturasi protein bakteri.
Flavonoid berefek antimikroba melalui kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein yang dapat larut serta dengan dinding sel bakteri (Anonim, 2004).
2.2 Antosianin
Antosianin terdapat dalam semua tumbuhan tingkat tinggi, banyak ditemukan dalam bunga dan buah, tetapi ada juga yang ditemukan dalam daun, batang, dan akar. Bagi tumbuhan, antosianin memiliki banyak fungsi yang berbeda, misalnya sebagai antioksidan dan pelindung untuk melawan sinar UV.
Antosianin bergantung pada stuktur dan keasaman. Sebagian besar antosianin berwarna merah pada kondisi asam dan berubah menjadi biru pada kondisi basa.
Selain itu, warna antosianin juga terpengaruh oleh suhu, oksigen, dan sinar UV (Anonim, 2011).
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar merupakan penyebab hampir semua warna merah jambu, merah, ungu, dan biru dalam daun bunga, daun, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hodroksil atau dengan metilisasi atau glikosilasi (Harborne, 1987).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
2. Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara panas
1. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
o
temperatur 40-50 C.
3. Sokletasi Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
o temperatur 90 C selama 15 menit.
5. Dekoktasi Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
o temperatur 90 C selama 30 menit.
Ekstraksi antosianin umumnya menggunakan metode maserasi yaitu proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan. Sedangkan remaserasi adalah pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
2.4 Bibir Kulit bibir memiliki ciri tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis.
Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu basah. Sangat jarang terdapat kelenjar lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak, sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah berpenetrasi ke stratum germinativum.
Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjol stratum germinativum, dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan pewarna bibir (Ditjen POM, 1985).
2.5 Kosmetik
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi, dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan secara umum membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.5.1 Kosmetik dekoratif
Kekhasan kosmetik dekoratif (make up) adalah semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi.
Persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah warna yang menarik, bau yang harum dan menyenangkan, tidak lengket, tidak menyebabkan kulit tampak berkilau, dan tidak merusak atau mengganggu kulit, bibir, kuku, dan adeneksa lainnya.
Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):
1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pewarna pipi, eye shadow, dan lain-lain.
2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut.
Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetik dekoratif dapat dibagi menjadi (Wasitaatmadja, 1997):
1. Kosmetik rias kulit (wajah)
2. Kosmetik rias bibir
3. Kosmetik rias rambut
4. Kosmetik rias mata
5. Kosmetik rias kuku
2.6 Lipstik
Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Hakikat fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).
Adapun Persyaratan untuk lipstik adalah sebagai berikut (Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Melapisi bibir secara mencukupi
b. Dapat bertahan ( tidak mudah luntur)
c. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket
d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
f. Memberikan warna yang merata pada bibir
g. Penampilan menarik, baik warna, bau, maupun bentuknya
h. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik.
2.6.1 Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi
a. Cera alba (Malam putih) Cera alba adalah hasil pemurnian dan pengentalan malam kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera Linne (familia apidae).
Pemeriannya berupa padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Kelarutannya tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Larut sempurna dalam o
kloroform, eter, minyak lemak, dan minyak atsiri. Suhu leburnya antara 62 C
o
hingga 64 C. khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1995). Digunakan untuk memberikan srtuktur batang yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat (Balsam, 1972).
b. Vaselin alba Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Pemeriannya yaitu berupa massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap walaupun zat telah dileburkan. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), tetapi
o o
larut dalam kloroform dan eter. Suhu leburnya antara 38 C hingga 56
C. Khasiat umumnya digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1979).
c. Lanolin Lanolin adalah adeps lanae yang mengandung air 25% dan digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit yang mudah dipakai. Lanolin secara luas digunakan dalam formulasi kosmetik dan berbagai sediaan topikal lanolin dapat mengalami auto-oksidasi selama proses penyimpanan. Untuk menghambat proses ini, dibutuhkan penambahan butil hidroksitoluen sebagai antioksidan (Rowe, et al., 2009).
d. Setil alkohol Dalam pembuatan kosmetik, cetil alcohol digunakan karena emolien, menyerap air, dan bersifat sebagai pengemulsi. Hal ini dapat meningkatkan stabilitas, meningkatkan tekstur dan meningkatkan konsistensi (Rowe, et al., 2009). Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu. Suhu
o o leburnya yaitu antara 45 C hingga 50 C (Ditjen POM, 1995).
e. Oleum ricini (Minyak jarak) Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis dan agak pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam etanol mutlak, dan dalam asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979). Minyak yang digunakan dalam lipstik harus memberikan kelembutan, kilauan, dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher, 2000).
f. Carnauba wax Carnauba wax digunakan sebagai bahan pelapis dalam sediaan farmasi, dan sebagai bahan pengeras kosmetika, khususnya pada lipstik dan maskara, dan juga digunakan pada beberapa produk makanan karena sifatnya yang tidak toksik dan
o o
tidak menimbulkan iritasi. Suhu leburnya antara 81 C hingga 86
C. Pemeriannya yaitu serbuk agak kasar atau serpihan, berwarna coklat muda sampai kuning pucat, berbau khas lemah, dan tidak tengik. Kelarutannya tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena P hangat, larut dalam kloroform P hangat dan dalam toluen P, sukar larut dalam etanol (95%) (Ditjen POM, 1979).
g. Propilen glikol Propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, dan berasa manis. Propilen glikol diketahui sebagai material non-toksik telah digunakan secara luas dalam formulasi farmasetik dan kosmetik sebagai humektan, penawet, dan pelarut (Rowe, et al., 2009). h. Titanium dioksida Berupa serbuk putih non higroskopis, amorf, tidak berbau, dan tidak berasa. Walaupun ukuran partikel rata-rata dari serbuk titanium dioksida kurang dari 1 milimikron, titanium dioksida komersial umumnya terdapat sebagai partikel agregat yang mencapai diameter 100 milimikron. Titanium dioksida telah digunakan secara luas dalam kosmetik, makanan, dan dalam formulasi sedian oral dan topikal sebagai pigmen putih. Titanium dioksida praktis tidak larut dalam pelarut organik, asam nitrat, asam klorida, dan air (Rowe, et al., 2009). i. Butil hidroksitoluen
Butil hidroksitoluen digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik, dan makanan. Biasanya digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi lemak dan minyak menjadi tengik, dan juga untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. Konsentrasi butil hidroksitoluen yang digunakan untuk formulasi sediaan topikal adalah 0,0075-0,1 (Rowe, et al., 2009). Pemeriannya hablur padat, putih, bau khas, lemah. Tidak larut dalam air dan propilen glikol, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter (Ditjen POM, 1995). j. Oleum rosae (Minyak mawar)
Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar Rosa gallica L., Rosa damascena Miller, Rosa alba L., dan varietas Rosa lainnya. Pemeriannya yaitu berupa cairan tidak berwarna atau
o
kuning, bau menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25 C kental, dan jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan mudah melebur. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform dan berat jenisnya yaitu antara 0,848 sampai 0,863 (Ditjen POM, 1979). Digunakan untuk memberikan bau yang menyenangkan, menutupi bau dari lemak yang digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi bau yang mungkin timbul selama penyimpanan dan penggunaan lipstik (Balsam, 1972). k. Metil paraben
Pemeriannya yaitu berupa hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam minyak, propilen glikol, dan dalam gliserol. Suhu
o o
leburnya antara 125 C hingga 128
C. Khasiatnya adalah sebagai zat tambahan (zat pengawet) (Ditjen POM, 1995). l. Zat-zat pewarna (Coloring agent)
Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutan dalam minyak. Pelarut terbaik di dalam eosin adalah castor oil (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.6.2 Evaluasi lipstik
Beberapa cara evaluasi lipstik adalah sebagai berikut:
a. Penetapan suhu lebur lipstik Penetapan suhu lebur lipstik dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Ada dua metode yang biasanya digunakan yaitu metode melting point dan metode
drop point. Metode melting point menggunakan pipa kapiler sedangkan drop point menggunakan pelat tipis. Syarat lipstik melebur pada metode pipa kapiler
adalah 60°C atau lebih, sedangkan untuk metode drop point adalah di atas 50°C.
Penetapan suhu lebur lipstik dilakukan untuk mengetahui pada suhu berapa lipstik akan meleleh dalam wadahnya sehingga minyak akan keluar. Suhu tersebut menunjukkan batas suhu penyimpanan lipstik yang selanjutnya berguna dalam proses pembentukan, pengemasan, dan pengangkutan lisptik (Lauffer, 1985).
b. Breaking point atau kekuatan lipstik
Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan.
Secara otomatis evaluasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan lilin dalam lipstik atau sediaan lain (Lauffer, 1985).
Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi, digantungkan beban yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban ditambah secara berangsur-angsur dengan nilai yang spesifik pada interval waktu 30 detik dan berat dimana lipstik patah merupakan nilai breaking point (Vishwakarma, et al., 2011).
c. Stabilitas sediaan Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari ke-30 (Vishwakarma, et al., 2011).
d. Uji oles Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).
e. Uji iritasi Uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak.
Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder. Tanda-tanda yang ditimbulkan kedua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak kulit kemerahan, gatal-gatal, dan bengkak. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal.
Panel uji tempel meliputi manusia sehat dan penderita. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel.
Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang telinga (Ditjen POM, 1985). f. Uji kesukaan Uji kesukaan (Hedonic Test) adalah pengujian terhadap kesan subyektif yang sifatnya suka atau tidak suka terhadap suatu produk. Pelaksanaan uji ini memerlukan dua pihak yang bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana. Panel adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan uji melalui proses penginderaan. Orangnya disebut panelis. Panel terbagi dua, yaitu panel terlatih dan tidak terlatih. Jumlah panel uji kesukaan makin besar semakin baik, sebaiknya jumlah itu melebihi 20 orang. Jumlah lebih besar tentu akan menghasilkan kesimpulan yang dapat diandalkan (Soekarto, 1981).
Kriteria panelis: 1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi.
2. Panelis yang digunakan adalah panelis yang diambil secara acak. Jumlah anggota penelis semakin besar semakin baik.
3. Berbadan sehat.
4. Tidak dalam keadaan tertekan.
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik.