5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  2.1.1 Sistematika tumbuhan

  Sistematika tumbuhan alpukat sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranuculales Suku : Lauraceae Marga : Persea Jenis : Persea americana Mill.

  2.1.2 Nama daerah

  Apuket, alpuket, jambu wolanda (Sunda), apokat, avokat, alpokat (Jawa), apokat, alopkat, avokat, advokat (Sumatra) (Yuniarti, 2008).

  2.1.3 Morfologi tumbuhan alpukat

  Pohon buah ini berasal dari Amerika tengah, tumbuh liar di hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun, dan di pekarangan yang lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Pohon kecil, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting berambut halus.

  Daun tunggal, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit ujung dan pangkal yang runcing. Tepi rata kadang agak menggulung keatas, betulang menyirip, daun muda warnanya kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnaya hijau dan gundul. Bunganya majemuk, buahnya buah buni, bentuk bola dan bulat telur, warnanya hijau atau hijau kekuningan, daging buah jika sudah masak lunak, warnaya hijau kekuningan. Biji bulat seperti bola, keping biji putih kemerahan. Buah alpukat yang masak dagingnya lunak, berlemak biasanya dimakan sebagai es campur atau dibuat jus. Minyaknya digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik (Yuniarti, 2008).

  2.1.4 Kandungan kimia

  Buah dan daun buah alpukat mengandung saponin, alkaloida, flavonoida dan tanin. daun alpukat mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persiit (Yuniarti, 2008).

  2.1.5 Manfaat tumbuhan

  Pemanfaatan daging buah untuk mengatasi sariawan dan melembabkan kepala, nyeri saraf, nyeri lambung, saluran nafas membengkak dan menstrusasi tidak teratur. Biji alpukat berkhasiat untuk sakit gigi dan kencing manis (DM) (Yuniarti, 2008).

2.2 Ekstraksi

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan suatu pelarut.

  Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Senyawa aktif yang terkandung pada simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM RI, 2000).

  Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM RI, 1995).

  Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara:

  A. Cara dingin

  1. Maserasi Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia yang menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

  2. Perkolasi penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

  B. Cara panas

  1. Refluks Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

  2. Sokhletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  3. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar) yaitu secara umum

  o

  dilakukan pada temperatur 40-50 C.

  4. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

  o

  (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98

  C)

  5. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dengan temperatur sampai titik didih air.

  6. Destilasi uap Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Ditjen POM RI, 2000).

2.3 Nano Partikel

  Nano partikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel- partikel padat dengan ukuran dalam rentang 10-1000 nm. Tujuan utama dalam merancang nano partikel sebagai sistem pemberian adalah untuk mengontrol ukuran partikel, sifat-sifat permukaan dan pelepasan bahan aktif secara farmakologik untuk mencapai tempat tindakan spesifik obat pada laju dan aturan dosis optimal secara terapeutik (Mohanraj dan Chen, 2006).

2.3.1 Ukuran nano partikel

  Menentukan ukuran nano partikel dalam sudut pandang yang ada, tabel 1 membandingkan ukuran dari berbagai objek, karena ukuran yang dapat dibandingkan dari komponen pada sel manusia, maka nano partikel adalah hal yang menarik dalam pemberian obat. Alam dalam membuat sistem biologi sistem biologi menggunakan skala nanometer secara luas.

Tabel 2.1 Ukuran tipikal dari berbagai objek

  Objek Ukuran nm Atom karbon 0,1 Atom karbon DNA heliks ganda

  3 Ribosom

  10 Virus 100 Bakteri 1.000 Sel darah merah 5.000 Rambut manusia 50.000 Resolusi mata tanpa alat bantu 100.000

  Seseorang berpindah-pindah tangan dengan sifat dalam penanganan penyakit, maka seseorang membutuhkan skala yang sama, apakah itu dengan memperbaiki gen yang salah, menghambat perkembangan genome virus, membunuh sel kanker, memperbaiki metabolisme selular, atau mencegah keriput atau tanda-tanda penuaan yang lain. Seseorang tidak dapat menggunakan lengan manusia untuk memijat kaki semut yang terluka. Kesesuaian ukuran sangat penting dalam mempengaruhi biokimia tubuh (Gupta dan Kompella, 2006).

  Satuan dasar dari proses biologi ini adalah sel dan reaksi biokimia yang ada di dalamnya. Kemajuan nano partikel maka sekarang ini dimungkinkan untuk secara selektif mempengaruhi proses selular tertentu pada skala alamiahnya (Gupta dan Kompella, 2006).

2.3.2 Keuntungan nano partikel

  Keuntungan menggunakan nano partikel sebagai sistem pemberian obat adalah sebagai berikut:

  1. Ukuran partikel dan sifat-sifat permukaan dari nano partikel bisa dengan mudah parenteral.

  2. Sistem mengontrol dan mempertahankan pelepasan obat selama transportasi dan lokasi, mengubah distribusi organ obat dan pembersihan obat selanjutnya untuk mencapai peningkatan efikasi terapi obat dan penurunan efek samping.

  3. Pelepasan terkontrol dan sifat-sifat degradasi partikel bisa dengan mudah dimodulasikan dengan pemilihan unsur-unsur matriks. Pemuatan obat relatif tinggi dan obat bisa dimasukkan ke dalam sistem tanpa adanya reaksi kimia.

  4. Sistem ini bisa digunakan untuk berbagai rute pemberian yang meliputi oral, nasal, parenteral, intra-okuler dan lain-lain.

  Keuntungan ini, nano partikel mempunyai keterbatasan. Ukurannya yang kecil dan luas permukaannya yang besar bisa menyebabkan penggabungan partikel-partikel, yang menjadikan penanganan fisik nano partikel sulit dalam bentuk cair dan kering. Ukuran partikel kecil dan luas permukaan yang besar mudah menghasilkan pemuatan obat terbatas. Nano partikel juga dapat menawarkan sifat magnetik dan optik yang unik dengan relevansi dalam pengobatan traget, diagnostik misalnya, bahan feromagnetik kehilangan ada magnetisasi pada partikel ukuran kurang dari 20 nm karena kehilangan domain magnetik, tapi masih merespon medan magnet. Partikel tersebut dapat diarahkan ke tumor dan lokal dipanaskan oleh radiasi elektromagnetik berdenyut, sehingga perforasi membran sel tumor dan pemberian obat ditingkatkan karena permukaan plasmon resonansi, warna nanopartikel perubahan dengan ukuran partikel yang dapat berguna dalam aplikasi diagnostik dan pencitraan (Gupta dan Kompella, 2006).

  Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar, karenanya sebagian besar obat terkait akan berada di dekat permukaan partikel, yang menghasilkan pelepasan obat dengan cepat (Mohanraj dan Chen, 2006).

Tabel 2.2 Permukaan molekul pada partikel

  No. Ukuran partikel (nm) Molekul permukaan (%)

  1 1 100.00

  2

  10

  27.10 3 100 2.97 4 1.000 0.30 5 10.000

  0.03 Ukuran kecil, nano partikel memperlihatkan sifat-sifat yang menarik, menjadikannya sesuai dengan berbagai aplikasi pemberian obat. Jumlah molekul yang ada pada permukaan partikel meningkat seiring dengan berkurangnya ukuran partikel.

  Nano partikel dapat memperlihatkan adhesi yang kuat karena luas kontak yang terus meningkat untuk gaya tarik van der Waals. Misalnya, Lamprecht mengamati perbedaan asupan/adhesi dari partikel polystyrene terhadap mukosa kolonik yang meradang dengan deposisi 5.2%, 9.1% dan 14.5% masing-masing untuk partikel 10 µm, 10000 – nm dan 100-nm (Gupta dan Kompella, 2006).

Tabel 2.3 Kecepatan pengendapan partikel

  Kecepatan pengendapan No. Ukuran partikel (nm)

  (nm/detik)

  1 1 0.00043

  2 10 0.043 3 100 4.30 4 1.000 430

  5 10.000 43.005 Partikel yang berukuran di bawah 1000 nm tidak akan mengendap semata hanya karena gerakan brownian. Ini menekankan sifat yang penting bagi nano partikel yang dapat dengan mudah disimpan dan dipertahankan meskipun memiliki kepadatan yang tinggi. Mikropartikel yang lebih besar mudah mengendap dari suspensi karena gravitasi, maka suspensi tersebut harus diberi label “kocok dahulu sebelum digunakan”. Suspensi mikropartikel tidak dapat digunakan untuk injeksi. Untuk nano partikel, gaya tarik gravitasi tidak terlalu kuat dibandingkan dengan gerakan termal acak dari partikel. Oleh karena itu, suspensi nano partikel tidak mengendap yang kemudian memberikan waktu yang lebih lama karena nano partikel dapat memperlihatkan adhesi yang kuat karena luas kontak yang terus meningkat untuk gaya tarik van der Waals (Gupta dan Kompella, 2006).

2.4 Kromatografi

2.4.1 Pengertian kromatografi

  Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam- macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu rasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan

  4

  menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO ). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang

  Dewasa ini kromatografi merupakan metode pemisahan yang paling banyak digunakan untuk tujuan kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Pemisahan dengan kromatografi dilakukan dengan memodifikasi langsung beberapa sifat umum molekul seperti kelarutan, adsorptibilitas dan volatilitas (Gritter, dkk., 1991).

  Penyelidikan tentang kromatografi, kendor untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930an dan permulaan tahun 1940an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas (Day dan Underwood, 1980).

  Kromatografi komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap. Pada kromatografi kertas naik, kertasnya digantungkan dari ujung atas lemari sehingga tercelup di dalam solven didasar dan solven merangkak ke atas kertas oleh daya kapilaritas. Pada bentuk turun, kertas dipasang dengan erat dalam sebuah baki solven di bagian atas lemari dan solven bergerak ke bawah oleh daya kapiler dibantu dengan gaya gravitasi. Setelah bagian muka solven selesai bergerak hampir sepanjang kertas, maka pita diambil, dikeringkan dan diteliti. tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda, untuk membentuk sederet noda-noda yang terpisah. Apabila senyawa berwarna, tentu saja noda- nodanya dapat terlihat (Day dan Underwood, 1980).

  Harga Rf dapat mengukur kecepatan bergeraknya zona realtif terhadap garis depan pengembang. Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:

  Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona Rf =

  Jarak (cm) dari garis awal ke garis depan pelarut Pengukuran itu dilakukan dengan mengukur jarak dari titik pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan pusat rapatan tiap zona. Nilai Rf harus sama baik pada descending maupun ascending. Nilai Rf akan menunjukkan identitas suatu zat yang dicari, contohnya asam amino dan intensitas zona itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi dengan membandingkan dengan noda-noda standar (Khopkar, 1990).

  Kromatografi bergantung pada pembagian ulang molekul-molekul campuran antara dua fase atau lebih. Tipe-tipe kromatografi absorpsi, kromatografi partisi cairan dan pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah partisi gas, partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya komatografi kolom), kromatografi kertas dan lapisan tipis (Svehla, 1979).

  Distribusi dapat terjadi antara fase cair yang terserap secara stasioner dan zat alir bergerak yang kontak secara karib dengan fase cair itu. Kromatografi partisi cairan, fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang diserap pada suatu pendukung, sedangkan dalam kromatografi lapisan tipis 1994).

2.4.2 Kromatografi lapis tipis

  Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan (Abdul dan Gholib, 2012).

  Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan (Gritter, dkk., 1991).

  a.

  Fase diam (Lapisan penyerap) Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel ekslusi dan siklodekstrin (Rohman, 2009).

  Fase gerak (Pelarut pengembang) Fase gerak yang digunakan pada KLT dapat dipilih dari pustaka-pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba. Biasanya fase gerak yang digunakan berisi dua campuran pelarut organik dan pelarut yag digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi sehingga dapat memberikan pemisahan yang baik.

  Biasanya untuk memisahkan sterol digunakan campuran pelarut Kloroform-aseton (Abdul dan Gholib, 2012).

2.4.3 Keuntungan kromatografi

  Keuntungan penggunaan kromatografi antara lain waktunya singkat, cukup efektif dan dapat melakukan pemisahan yang tidak mungkin dilakukan dengan metode lain (Nur, dkk., 1987). Disamping itu pengoperasiannya mudah dan sederhana, serta hanya membutuhkan cuplikan yang sedikit. Menurut Gritter dkk. (1991), beberapa metode kromatografi yang banyak digunakan adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Kolom (KK), Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas (KG).

  Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali diperkenalkan oleh Stahl pada tahun 1956 dengan cara menambahkan 2-5% perekat Paris (CaSO

  4 ) kedalam

  silika gel dan kemudian merekatkan silika gel tersebut pada suatu plat gelas (Pomeranz dan Meloan, 1994).

  Pomeranz dan Meloan (1994), menyatakan beberapa keuntungan KLT antara lain cepat digunakan, peralatan sederhana dan mudah disiapkan, tidak memerlukan keahlian khusus dan banyak parameter percobaan yang mudah divariasikan untuk mendapatkan efek-efek pemisahan. Prinsip-prinsip KLT yang utama adalah adsorben, pengembangan dan deteksi (Heftman, 1976). Sedangkan pengembangan dan visualisasi. Christie (1982) menyatakan bahwa silika gel adalah adsorben yang paling umum biasanya mengandung kalsium sulfat yang berfungsi sebagai pengikat untuk meningkatkan daya adhesi lapisan pada plat.

  Pengembangan dilakukan dalam suatu bejana yang telah dijenuhkan dengan pelarut dan kejenuhan dipertahankan selama pengembangan. Larutan pengembang dapat berupa satu atau lebih campuran pelarut yang ditentukan lewat percobaan. Menurut Ault (1976) jika senyawa yang terdapat didalam sampel sudah berwarna maka dapat diamati secara langsung, tetapi jika tidak berwarna maka pengamatan dapat dilakukan menggunakan sinar ultraviolet, uap iodium atau penyemprotan dengan pereaksi khusus yang bereaksi akan dengan komponen dalam sampel (Ault, 1976).