BAB I PENDAHULUAN - Hubungan Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Firm Performance, Studi Kasus pada BUMN (2008-2011)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Pasar modal, sebagai tempat bertemunya lenders dan borrowers untuk melakukan permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, telah mampu menjalankan tugas perekonomiannya sebagai alternatif pendanaan perusahaan selain perbankan. Keterbatasan pinjaman yang diberikan pihak perbankan membuat perusahaan melakukan penjualan saham di pasar modal demi mewujudkan struktur modal perusahaan yang kuat.

  Struktur modal yang baik akan meningkatkan minat para investor untuk menanamkan modal di perusahaan yang bersangkutan, hal ini tentu saja akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Menurut Kusuma (2008 : 1) “pertumbuhan perusahaan memungkinkan terjadinya pemupukan tabungan yang progresif, penambahan modal dan diversifikasi produk.” Pertumbuhan perusahaan yang fluktuatif menyebabkan perusahaan kadang mengalami masa pertumbuhan yang pesat dan ada kalanya justru mengalami penurunan. Pertumbuhan perusahaan menjadi harapan bagi perusahaan sendiri dan para investor serta kreditor. Perusahaan yang berada pada kondisi bertumbuh tentu saja akan meningkatkan peluang berinvestasi. Pertumbuhan perusahaan akan meningkatkan peluang investasi yang baik di masa yang akan datang. Dari pertumbuhan perusahaan diharapkan dapat memberikan aspek positif terhadap peluang investasi. Karena semakin besar peluang dalam berinvestasi, semakin besar juga peluang perusahaan untuk bertumbuh.

  Untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi dimasa depan, investor memerlukan berbagai macam informasi mengenai kinerja dan kondisi perusahaan. Para peneliti akuntansi dan keuangan memiliki pandangan yang beragam tentang penilaian kinerja perusahaan. Ada yang beranggapan bahwa kinerja suatu perusahaan itu tercermin di laporan keuangan, sebagian lagi beranggapan bahwa kinerja perusahaan itu justru tercermin di nilai investasi yang akan dikeluarkan di masa mendatang. Laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan akan menjadi acuan bagi investor untuk mengambil keputusan berinvestasi. Karena informasi yang disajikan merupakan alat dalam menilai posisi keuangan perusahaan dan pencapaian-pencapaian perusahaan. Namun menurut Gumanti dan Puspitasari (2005) kinerja perusahaan tidak selalu tercermin dari laporan keuangan yang disajikan perusahaan, namun tercermin dari nilai investasi yang akan dikeluarkan dimasa mendatang. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang menunjukkan laba yang telah diperoleh perusahaan pada satu periode.

  Menurut Skousen, Stice, Stice (2009 : 9) “tujuan keseluruhan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan.” Perusahaan sendiri harus mampu menyediakan laporan keuangan yang sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya, karena laporan tersebut digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan.

  Laporan keuangan harus dilaporkan atas dasar akrual, dimana transaksi dan peristiwa yang terjadi diakui pada saat terjadi bukan pada saat kas dibayar atau diterima, serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Penyusunan laporan keuangan dengan dasar akrual akan memberikan informasi yang lebih akurat. Adriani (2011) menyatakan bahwa laba yang diukur atas dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahaan dibandingkan arus kas operasi karena dasar akrual mengurangi masalah waktu dan mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek. Laporan keuangan yang dilaporkan atas dasar akrual akan memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba atau earning

  

management dalam menaikkan atau menurunkan angka dalam laporan laba

  rugi. Copeland, 1968 (dalam Utami, 2003) mendefenisikan manajemen laba sebagai, “some ability to increase or decrease reported net income at will” dengan kata lain manajemen laba merupakan tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggug jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang. Menurut Sulistyanto (2002 : 1),“manajemen laba seolah-olah telah menjadi budaya perusahaan (corporate cultural) yang dipraktekkan semua perusahaan di dunia.” Tindakan rekayasa manajerial ini tentu saja menghancurkan tatanan ekonomi serta moral.

  Manajemen laba timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer sebagai agent memiliki tanggung jawab dalam hal mengoptimalkan keuntungan para pemegang saham (principal), namun disisi lain manajer sendiri memiliki tujuan untuk mensejahterakan mereka, hal ini membawa manajer dalam melakukan tindakan manajemen laba untuk menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja perusahaan. Tindakan manajemen laba ini menunjukkan bahwa manajer bertindak oportunitis, yaitu mengambil keuntungan pribadi.

  Laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan mampu meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan.

  Jika ternyata ada kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajer hal ini tentu saja akan menyebabkan rendahnya kualitas laba. Jika laba yang dilaporkan sesuai dengan fakta yang terjadi, maka laba dapat dikatakan berkualitas tinggi karena dapat digunakan oleh users dalam mengambil keputusan. Laba yang berkualitas adalah laba yang memiliki karakteristik relevan, reliabilitas, dan komparabilitas.Menurut Subramanyam (2010 : 109), “laba merupakan informasi perusahaan yang paling diminati dalam pasar uang” sehingga dapat dilihat bahwa laba dapat menjadisalah satu ukuran kinerja perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap kandungan informasi laba, bahwa melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan komisaris dapat mempengaruhi manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Adriani, 2011).

  Istilah investment opportunit set (IOS)pertama sekali diperkenalkan oleh Myers, 1977 (dalam Syakhroza, 2007) dalam kaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Myers, IOS memberikan petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan sebagai tujuan utama tergantung pada pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang. IOS merupakan suatu kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan net present value positif. Dari beberapa penelitian terdahulu,

  IOS lebih banyak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

  IOS bukan merupakan pertumbuhan riil yang dicapai perusahaan saat ini, namun kesempatan pertumbuhan perusahaan dimasa mendatang. Pengukuran dimasa mendatang ini membuat IOS diukur dari investasi perusahaan di

  

research dan development dan aktiva tetap. Pengukuran IOS dapat diukur

  dengan faktor tunggal atau kombinasi beberapa faktor. Sebagian besar IOS dihitung dengan menggunakan ukuran data-data pasar modal, seperti harga saham, dan market value of equity sebagai proksi dari IOS. Smith dan Watss, 1992 (dalam Syakhroza, 2007) menyatakan bahwa IOS membutuhkan pembuatan keputusan dalam lingkungan yang tidak pasti dan konsekuensinya tindakan manajerial menjadi tidak unobservable yang dapat menyebabkan prinsipal tidak mengetahui apakah manajer telah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak.

  Kinerja perusahaan (firm performance) dapat diukur dengan rasio keuangan dari neraca dan laporan keuangan, return dan perubahan stock

  market , atau Tobin’s q yang mana mengkombinasikan nilai pasar dengan nilai

  akuntansi. Pengukuran kinerja perusahaan lebih ditekankan pada hipotesa biaya. Penelitian lain menyatakan bahwa pengukuran kinerja perusahaan yang lebih cocok adalah dengan menguji teori biaya keagenan (agency cost theory) karena dapat mengendalikan pengaruh harga pasar lokal dan faktor eksternal lainnya. Disamping itu, teori biaya keagenan ini juga dapat mengendalikan benchmark bagi kinerja perusahaan jika biaya keagenan diminimalisasikan.

  Efesiensi laba digunakan untuk menilai kinerja perusahaan karena dari besarnya laba dapat diketahui seberapa baik manajer dalam meningkatkan pendapatan dan meminimalisasikan biaya. Kinerja perusahaan di mata investor akan tercermin dari harga saham yang ditetapkan, karena kebijakan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen dapat dilihat dari harga saham di pasar modal. Namun, harga saham di pasar modal tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan nilai fundamental perusahaan karena banyak faktor yang mempengaruhi harga saham.

  Berdasarkan teori tentang penilaian, harga saham dapat dihitung dengan mendiskontokan arus kas yang diterima oleh investor dimasa mendatang. Arus kas dapat berupa dividen, sedangkan dividen jika perusahaan memiliki keuntungan. Sehingga secara tidak langsung ukuran keuntungan perusahaandapat dijadikan proksi nilai perusahaan dimasa mendatang (Syakhroza, 2007).

  Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat dinilai kesehatannya dari target kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan BUMN tersebut.

  Menurut Syakhroza (2007), tingkat kesehatan perusahaan dapat dipasang sebagai salah satu bentuk target kinerja yang harus dicapai oleh manajemen BUMN. Meskipun tingkat kesehatan tidak mempengaruhi gaji dan bonus, namun tingkat kesehatan merupakan salah satu bentuk kinerja yang akan diperhatikan. Semakin tinggi kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan maka semakin bagus kinerja perusahaan. Kebijakan-kebijakan yang dijalankan, terutama kebijakan dividen dan pendanaan, banyak dihubungkan dengan IOS. Jika perusahaan memiliki IOS maka tingkat dividen cenderung dikurangi, karena perusahaan membutuhkan sumber dana internal yang lebih tinggi. Penelitian kinerja perusahaan di BUMN sendiri dimaksudkan untuk memberikan informasi tambahan demi peningkatan pengetahuan. Di tahun 2012 BUMN yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 16 perusahaan.

1.2.Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah investment opportunity set berpengaruh terhadap firm

  performance pada BUMN yang sudah go public ? 2.

  Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap firm performance? 3. Apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadapfirm

  performance ?

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1.

  Untuk menganalisis pengaruh investment opportunity set terhadap firm performance di perusahaan BUMN.

  2. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadapfirm performance .

  3. Untuk menganalisis pengaruh komposisi dewan komisaris terhadapfirm performance.

1.3.2. Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.

  Bagi peneliti, dapat menambah wawasan mengenai manajemen laba, terutama di perusahaan BUMN.

  2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian- penelitian selanjutnya terutama di bidang Akuntansi Ekonomi.

  3. Bagi praktisi, dapat memberi masukan dalam pengambilan keputusan investasi, khususnya di perusahaan BUMN.