4 BAB II GAMBARAN UMUM FUROSHIKI 2.1 Pengertian Furoshiki

  BAB II GAMBARAN UMUM FUROSHIKI

2.1 Pengertian Furoshiki

  Secara Harafiah furoshiki (風呂敷) adalah seni membungkus makanan atau benda yang dilakukan secara tradisional. Seni furoshiki diperkenalkan oleh mayarakat Jepang sejak tahun sebelum masehi. Furo yang berarti mandi dan shiki yang berarti membentangkan. Sebelum kata furoshiki menjadi popular dikalangan masyarakat Jepang masyarakat mengenal seni furoshiki dengan sebutan hirazutsumi (平包) yang berarti bungkusan yang dilipat.

  Sejak furoshiki menjadi populer banyak pedagang Jepang yang menggunakannya sebagai kain pelindung untuk barang-barang dagangan mereka agar barang dagangan tersebut dapat tetap terjaga dengan baik. Furoshiki juga berarti seni membungkus kain yang bukan hanya berguna untuk melindungi benda yang dibungkus agar terjaga dengan baik, namun furoshiki adalah suatu seni dimana para pengguna dapat berkreasi sekreatif mungkin tanpa melakukan pencemaran terhadap lingkungan dan tetap menjaga utuh budaya leluhur yang sesungguhnya sangat menguntungkan jika dipraktekkan sepenuhnya ke dalam kehidupan sekarang.

2.2 Sejarah Furoshiki

  Semua Negara memiliki berbagai macam seni dalam menggunakan kain, bahkan selembar kain yang digunakan untuk membungkus dan membawa barang- barang. Berbagai macam Negara tahu seni menggunakan selembar kain dengan baik dan fleksibel. Banyak foto-foto sejarah imigran Eropa yang melewati pulau Ellis dalam perjalanan mereka menuju Amerika, beberapa diantara mereka terlihat sedang menenteng barang bawaan dengan dibungkus oleh sepotong kain atau dibundel. Kain yang digunakan berbagai macam warna.

  Tidak hanya di Eropa, masyarakat Afrika sejak dulu kala sudah menggunakan sepotong kain panjang, hal ini bahkan masih sangat popular sampai masa sekarang. Suku Maya juga memiliki seni menggendong bayi dengan sepotong kain panjang, seni ini diperkenalkan oleh suku Maya. Di Jepang tidak hanya bayi, buah-buahan bahkan kue kecil pun dibungkus secara individual menggunakan potongan-potongan kain, hal ini menjadi sebuah apresiasi dan prestasi Jepang dalam berseni.

  Tidak heran jika Jepang membuat satu sebutan yang sudah mendunia mengenai seni membungkus dengan kain ini, orang Jepang menyebutnya

  

Furoshiki . Asal-usul Furoshiki bermula di periode kekuasaan Nara sekitar 710

  hingga 794 sebelum Masehi. Saat itu furoshiki disebut dengan Tsutsumi. Pada zaman kekuasaan Heian mereka menyebutkan dengan Karomo-Zutsumi dan digunakan untuk membungkus pakaian.

  Kemudian di Zaman Muromachi, Shogun Yoshimitsu Ashikaga membangun tempat pemandian yang besar (Ou-Yudono) dimana Daimyo dari seluruh penjuru Negara datang ke sana untuk mandi. Setelah mereka melepaskan pakaian mereka, mereka membungkusnya dengan kain sutra yang biasanya tertera simbol keluarga, ini sebagai penanda supaya kain milik mereka tidak tercampur dengan orang lain.

  Selain digunakan pada saat ingin pergi mandi, furoshiki juga dipakai pada saat itu untuk membungkus baju upacara pendeta terkenal dan juga dipakai untuk membungkus peralatan istana yang berharga. Namun waktu itu belum dikatakan

  Furoshiki melainkan tsutsumi (membungkus / membuntal). Kanji tsutsumi sendiri

  melambangkan perut ibu yang didalamnya terdapat bayi. Jadi tsutsumi bukan sekedar membungkus, tapi juga melindungi benda yang ada didalamnya. Dan kain

  

furoshiki pada waktu itu hanya digunakan untuk membungkus pakaian para

  bangsawan saja, mereka menyebutnya hira-zutsumi 2.3 Jenis Kain, Ukuran dan Bentuk benda dalam Seni Furoshiki.

  Kita tidak hanya dapat menjaga lingkungan dari pemanasan global atau

  globalwarming, tapi kita juga dapat berkarya dengan indah. Furoshiki merupakan

potongan kain berbentuk persegi yang digunakan untuk membungkus dan mirip

seperti karung. Sesungguhnya tidak ada ukuran yang diharuskan untuk

penggunaan kain furoshiki, ukuran kain tergantung objek yang akan dibungkus.

Begitu juga dengan jenis kain yang digunakan, Furoshiki dapat dibuat dari kain

sutra, katun, rayon, chiffon, dan banyak jenis kain lainnya, tapi kain yang

digunakan di Jepang biasanya terbuat dari bahan-bahan yang didaur ulang.

  Namun tidak terlepas dari apa yang akan dibungkus, jenis kain sangatlah harus diperhatikan, karena jika barang atau objek yang dibungkus memiliki massa

yang cukup berat, pilihlah kain yang memiliki serat kapas kuat dan tebal. Agar

ketika kita membawa furoshiki dalam perjalanan yang cukup lama, barang bawaan

tidak rusak. Dan pilihlah kain-kain yang dapat disimpul dengan mudah. Jika

dalam penggunaan kain furoshiki kita ingin mengisyarakat isi kain, maka pilihlah kain yang tipis yang dapat mengikuti bentuk objek.

  Syal-syal yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi

pilihan kain furoshiki yang siap dipakai. Di Jepang kain furoshiki dapat dijumpai

di berbagai kedai kelontong. Mereka membuat dengan ukuran, model dan kisaran

harga yang bervariasi. Furoshiki biasa didapatkan dari potongan-potongan kain

kimono dari toko-toko besar (seperti Toko Mitsukoshi atau Toko Yamakataya), tapi mereka menjualnya kembali di toko kimono yang lebih kecil.

  Kain Furoshiki berbentuk segi empat sama sisi dan terdapat 10 macam ukuran di Jepang. Mulai dari 50 cm x 50 cm, 95 cm x 95 cm, hingga 2 m lebih.

  Bahannya terbuat dari jenis katun, silk, crepe. Harga Furoshiki yang berukuran 45

  cm x 48 cm berkisar mulai dari 500 Yen ke atas, furoshiki yang berukuran 90 cm x 93 cm mulai dari 1500 Yen dan yang berukuran 105 cm x 108 cm seharga mulai 2000 Yen ke atas. Kisaran harga tergantung dari ukuran, bahan, model dan pabrik yang memproduksi barang.

  Kain yang digunakan biasanya dicorakkan pewarna menggunakan teknik

  

Shibori (tye-dye) namun materialnya bermacam macam termasuk sutera, nilon,

  kapas dan rayon. Corak kain ada berbagai macam, seperti kain yang digunakan umumnya bermotif burung bangau, motif Takara Zukushi ( motif gambar benda- benda) motif ikan koi, kipas, pohon cemara dan ombak yang dipercaya akan membawa berkah dan kebahagiaan bagi penggunanya.

  Untuk membuat sebuah kain furoshiki kita harus menyesuaikan dengan benda apa yang hendak kita bungkus, misalnya untuk membungkus CD, buku, sekotak coklat, botol sirup atau sekeranjang buah-buahan. Kain furoshiki Jepang biasanya memiliki corak tradisional Jepang.

  Adapun beberapa tehnik dasar dalam Furoshiki yaitu: 1.

  Hirazutsumi adalah cara membungkus yang sederhana.

  2. Otsukaizutsumi adalah cara yang paling sering dilakukan untuk membungkus benda yang berbentuk kotak.

  3. Binzutsumi adalah membungkus botol panjang.

  4. Kakushizutsumi adalah modifikasi dari teknik Otsukaizutumi.

  5. Makizutsumi adalah cara membungkus benda yang berbentuk silinder.

  6. Hikkakezutsumi adalah cara membungkus benda yang berbentuk kotak dengan keindahan-keindahan simpul.

  7. Suikaizutsumi adalah cara membungkus benda yang berbentuk bulat seperti semangka atau melon.

  Dalam seni furoshiki sendiri ada 2 jenis macam ikatan, yaitu : 2.

   Hitotsu musubi Hitotsu yang artinya ‘satu’ disini menjelaskan bahwa hanya satu bagian

  kain yang dibutuhkan untuk mengikat. Caranya adalah

  • Ambil satu ujung dari kain.
  • Pegang bagian bawah ujungnya dengan tangan kiri.
  • Pegang ujung kain dengan tangan kanan.
  • Putar ujung kain ke bawah, seperti membuat lingkaran.
  • Dan masukkan ujungnya ke lingkaran.

  2. Futatsu musubi Futatsu yang artinya ‘dua’ menjelaskan bahwa, dalam ikatan ini

  menggunakan dua simpul kain. Setelah selesai memasukkan objek yang akan dikemas ke dalam kain, ambil dua sisi kain dari sebelah kanan, ikat secara bersilang seperti hendak mengikat tali sepatu, begitu juga dengan sisi kiri. Ikatan pada kain ini akan menghasilkan dua gandengan seperti pada kantong plastik.

2.4 Perkembangan Furoshiki

  Perkembang fashion yang sangat kuat ternyata tidak dapat menyingkirkan pengguna furoshiki pada masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang sudah membudidayakan seni membungkus ini bagi generasi penerus mereka, bahkan anak-anak mereka yang lahir di jaman serba canggih seperti sekarang ini pun tetap diajarkan cara-cara membungkus dengan kain furoshiki. Penggunaan kain

  

furoshiki memberi dampak yang sangat positif pada masyarakat Jepang, selain

  dampak terhadap lingkungan yang sangat baik, mengurangi penggunaan kantung plastik, mengurangi pencemaran lingkungan, penggunaan kain furoshiki juga memberikan kreatifitas yang tinggi bagi masyarakat Jepang. Mereka menjadi lebih kreatif dan memiliki selera seni yang tinggi.

  Pada perkembangan berikutnya, Furoshiki juga digunakan saat pesta pernikahan sebagai pembuntal seserahan. Kain yang digunakan umumnya bermotif burung bangau, kipas, pohon cemara dan ombak yang dipercaya akan membawa berkah dan kebahagiaan bagi penggunanya.

  Masyarakat Jepang juga menyadari, sejak penggunaan kain furoshiki menjadi salah satu budaya yang dihidupkan kembali, biaya yang mereka keluarkan dalam kehidupan sehari-hari semakin sedikit, dengan kata lain furoshiki juga berarti sama dengan berhemat. Hal ini disebabkan oleh kain furoshiki yang sifatnya dapat dipakai secara berulang-ulang dalam jangka kurun waktu yang cukup lama. Pada dasarnya mengapa masyarakat Jepang menggunakan kain

  

furoshiki adalah, membawa barang-barang dalam keadaan terbuka ( tidak

  dibungkus ) adalah hal yang paling tidak disukai oleh masyarakat Jepang. Inilah yang menyebabkan timbulnya kreatifitas akan seni membungkus menggunakan kain furoshiki.

  Dewasa ini jika kita berkunjung ke Jepang, mencari toko yang menjual kain furoshiki tidaklah hal yang sulit. Berbeda dengan beberapa tahun belakangan ini, ketika furoshiki sudah dilupakan dan penggunaan kantung plastik serta tas kertas sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jepang, kain furoshiki sulit ditemukan lagi, tidak banyak toko yang menjualnya. Sangat berbeda dengan sekarang, toko- toko dipimggir jalan di Jepang pun bahkan sudah banyak menjadi grosir kain

  furoshiki.

  Peminat kain furoshiki tidak hanya orang Jepang saja, banyak warga Negara asing yang tinggal di Jepang, pelajar, mahasiswa, bahkan turis-turis asing yang berkunjung ke Jepang banyak mencari kain furoshiki. Mereka juga belajar bagaimana menggunakan kain ini. Corak kain yang unik dan warna-warna kain yang menarik menambah minat pembeli akan kain furoshiki . ini menyebabkan kain furoshiki mudah untuk ditemukan di pusat perbelanjaan di Jepang.

  Tidak hanya dalam tempat dan suasana tertentu, masyarakat Jepang suadah menggunakan kain furoshiki kemana pun mereka pergi, sehingga kita dapat melihat berbagai kalangan menggunakan kain ini dengan tujuan dan status sosial yang berbeda-beda pula. Kita dapat menjumpai orang-orang Jepang atau orang-orang asing yang tinggal di Jepang sedang menggunakan kain furoshiki di stasiun kereta api, pelabuhan, bandara udara ( airport ), di taman kota, di pusat perbelanjaan, di sekolah, di tempat kerja bahkan sampai kepada rumah ibadah.

  Masyarakat Jepang tetap menggalakan program ramah lingkungan ini demi alam mereka yang semakin hari sudah semakin memburuk. Kesadaran akan pemulihan lingkungan ini sudah dapat dikatakan kesadaran dalam waktu yang cukup cepat, dan tindakan untuk mengurangi limbah sampah pun benar-benar dilakukan. Pastilah lingkungan dan alam Jepang dapat segera di atasi dengan populernya furoshiki ditengah-tengah mereka.

  Tidak hanya di Jepang, di negri kita sendiri Indonesia juga sudah menggalakan program yang hampir menyerupai furoshiki. Banyak supermarket, boutique, toko-toko dan pusat perbelanjaan yang sudah menjual atau menggunakan tas kain yang sudah berulang kali didaur ulang sebagai pembungkus barang belanjaan yang diberikan kepada pelanggan. Sehingga para pelanggan atau konsumen dapat menngunakan tas kain tersebut dikemudian hari untuk berbagai macam hal yang sangat berguna.

  Proses daur ulang juga sudah menjadi satu perkembangan yang baik, namun penggunaan saputangan pengganti tissue adalah hal yang kelihatan kecil namun sangat berpengaruh. Sifat benda yang dapat dipakai secara berulang seperti kain inilah yang sangat dijunjung tinggi oleh leluhur masyarakat Jepang, dan mereka menjadikannya sebagai budaya turun temurun sampai sekarang.

  Mereka tidak hanya menggalakkannya di Negara sendiri, tapi Jepang juga mempromosikan furoshiki ke kancah dunia sebagai satu budaya yang dapat diacungi jempol. Inilah mengapa keadaan alam dan kebersihan kota-kota di Jepang sangat berbeda dengan negara-negara lainnya diseluruh dunia.

  Mereka menjaga keindahan kota, kebersihan kota, mengurangi limbah sampah dengan hal-hal yang memang sudah menjadi satu kebiasaan.

  Hal ini merupakan salah satu prestasi yang sangat baik dan patut untuk dicontoh oleh seluruh dunia dizaman yang berkembang seperti sekarang.