Pengaruh Penggunaan Serat Polypropelyne Dari Bahan Strapping-Band Terhadap Kemampuan

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT POLYPROPELYNE DARI BAHAN

STRAPPING-BAND TERHADAP KEMAMPUAN

MEKANIK PROPERTIS BETON TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

DISUSUN OLEH :

06 0404 128

EKA SAPUTRA PANCA DARMA

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul

Tugas akhir disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

“PENGARUH PENGGUNAAN

POLYPROPELYNE DARI BAHAN STRAPPING BAND TERHADAP

POLA RETAK BETON FIBER

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku pembimbing dan Ketua Jurusan Departemen Teknik Sipil yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

2. Bapak Ir. Sahrizal, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Tercinta Ayahanda Sabar Saut Silitongs dan Ibunda Derlina Br. Parapat (alm), terima kasih atas segala perhatian, dukungan, dan kasih sayang, serta doa yang tiada batas untuk saya.

5. Abangku dan kakakku terkasih, Kristanto Sugiono Silitonga, SH, Gustina Salim Juju Silitonga, Amd, Dessy Natalince Silitonga, SE, dan Ningsih


(3)

Wardani Silitonga, SS. terimakasih atas segala dukungan, nasehat serta doanya yang tiada henti kepada saya.

6. Istimewa buat Lisbet Sitorus, SE, terimakasih atas doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan selama ini.

7. Teman-teman stambuk 06 : Master, Nasib, Riki Malinton, Riki Malau, Ruspan, Sinar, Ivan, Rizakwale, Dion, Naldi, Sintong, Alboin, Vega. Terimakasih atas doa dan dukungannya.

8. Pada asisten beton Ari, terimaksih bantuan dan dukungannya.

Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna yang disebabkan oleh berbagai kekurangan dan keterbatasan saya serta minimnya referensi yang saya miliki. Untuk itu saya mengharapkan dan menerima saran maupun kritik demi perbaikan pada masa yang akan datang.

Medan, Februari 2012

06 0404 128


(4)

i

ABSTRAK

Beton mempunyai kelemahan yaitu mempunyai kuat tarik yang rendah dan bersifat getas (brittle) sehingga beton diberi tulangan baja untuk mengatasi tegangan tarik. Pada penelitian ini campuran beton diberi bahan tambah serat polypropelyne dari bahan daur ulang straping band . Dengan penambahan serat ini diharapkan diperoleh peningkatan kekuatan pada beton. Serat polypropelyne yang digunakan mempunyai lebar rata-rata 2,0 mm dengan rata-rata 40 mm untuk straping band polos, dan 60 mm untuk straping band berpola.

Pengujian beton meliputi kuat tekan, kuat tarik brequitte mortar, pola retak, dan kuat lentur. Untuk pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dilakukan terhadap benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 300 mm dan diameter 150 mm. Untuk pengujian kuat lentur dilakukan terhadap benda uji berbentuk balok dengan ukuran 150 mm × 150 mm × 750 mm. untuk pengujian kuat tarik brequitte mortar dengan ukuran 75 mm x 50 mm x 25 mm. untuk pengujian pola retak dengan ukuran 1000 mm x 1000 mm x 300 mm Serat yang digunakan dalam bentuk ujung berikat. Benda uji terdiri dari 12 silinder, 21 brequitte mortar, 2 pelat beton, dan 6 balok beton. Konsentrasi serat untuk masing-masing beton serat adalah 0 dan 1 % untuk serat polos meliputi tes kuat tekan, tes kuat tarik brequitte, dan pengamatan pola retak pelat serta 0 sampai 4 % untuk serat polos, meliputi tes kuat tarik( dari 0,1,2,3,dan 4% ), tes kuat tekan beton (0 dan 3%),dan tes kuat lentur balok (0 dan 3 %) .

Dari pengujian slump test dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi serat akan menurunkan workability dari campuran beton. Dan dari pengujian diperoleh kuat tekan berkurang dari beton normal, kuat tarik brequitte mortar bertambah dari mortar normal, kuat lentur bertambah dari beton normal, namun pada pengamatan pola retak penambahan konsentrasi dari serat tidak begitu berpengaruh. Hasil pengujian kuat tekan mengalami penurunan sebesar 1.56 % untuk serat polos dan 2.77 % untuk serat berpola, kuat tarik brequitte mortar brequitte optimal terdapat pada konsentrasi serat 3% untuk serat berpola sebesar 28.98 %, dan kuat lentur bertambah sebesar 4.12 %.

Kata kunci : beton mutu tinggi, limbah straping band, beton polypropylene, beton serat


(5)

(6)

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3

1.3Permasalahan... 3

1.4Pembatasan Masalah ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 6

1.6Tempat Penelitian... 6

1.7Sistematika Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton ... 7

2.1.1 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 11


(7)

ii

2.1.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 12

2.1.1.3 Pemisahan Air (Bleeding) ... 13

2.1.2 Prilaku Mekanik Beton ... 13

2.1.2.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) ... 13

2.1.2.2 Kuat Lentur ... 16

2.1.2.3 Modulus Elastisitas ... 17

2.1.2.4 Poisson’s Ratio ... 17

2.1.3 Perawatan Beton (Curing) ... 17

2.2 Bahan Penyusun Beton ... 23

2.2.1 Semen ... 23

2.2.1.1 Umum ... 23

2.2.1.2 Sejarah Semen ... 23

2.2.1.3 Bahan Penyusun Semen ... 24

2.2.1.4 Semen Portland ... 26

2.2.2 Agregat ... 28

2.2.2.1 Agregat Halus... 29

2.2.2.2 Agregat Kasar... 33

2.2.3 Air ... 35

2.3 Beton Fiber ... 38

2.3.1 Polypropelyne/ Straping Band ... 40

2.3.2 Serat Polypropelyne ... 45

2.3.3. Sifat Serat Polypropelyne ... 48

2.3.4. Sifat Serat Polypropelyne Dalam Beton Bertulang ... 50


(8)

iii

2.4 Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan ... 54

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 56

3.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton ... 58

3.2.1 Semen Portland ... 58

3.2.1.1 Sifat-Sifat Fisik Semen ... 58

3.2.2 Agregat ... 60

3.2.2.1 Agregat Halus... 60

3.2.2.2 Agregat Kasar... 62

3.2.3 Air ... 64

3.3 Perencanaan Bahan Penyusun Beton ... 65

3.3.1 Semen ... 65

3.3.2 Agregat Halus ... 66

3.3.3 Agregat Kasar ... 69

3.3.3 Polypropelyne ... 72

3.4 Perencanaan Campuran Beton ... 73

3.5 Pembuatan Benda Uji ... 73

3.6. Pengujian Kuat Tekan Beton ... 75

3.7 Pengujian Kuat Tarik Brequitte ... 77

3.8 Pengujian Kuat Lentur Balok Beton ... 79

3.9 Pengukuran Suhu Beton ... 80

3.10 Pengujian Pola Retak Pelat Beton ... 83


(9)

iv BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gradasi Agregat dan Modulus Kehalusan Butir ... 84

4.1.1 Agregat Halus ... 84

4.1.2 Agregat Kasar ... 86

4.2 Hasil Uji Berat Jenis Relatif dan Kapasitas Absorbsi ... 87

4.2.1 Agregat Halus ... 87

4.2.2 Agregat Kasar ... 87

4.3 Hasil Uji Berat Isi Kering ... 88

4.3.1 Agregat Halus ... 88

4.3.2 Agregat Kasar ... 88

4.4 Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur ... 89

4.4.1 Agregat Halus ... 89

4.4.2 Agregat kasar ... 89

4.5 Hasil Tes Untuk Pemakaian Serat Polypropelyne (Straping band Polos) ... 90

4.5.1 Nilai Slump ... 90

4.5.2 Kuat Tarik Brequitte ... 91

4.5.3 Pemeriksaan Suhu Beton Segar ... 92

4.5.4 Kuat Tekan beton ... 93

4.5.5 Hasil Pengamatan Retak Pada Pelat Beton Fiber ... 94

4.5.5.1 Pola Retak ... 94

4.5.5.2 Jumlah Pola Retak ... 102

4.5.5.3 Panjang Retak ... 103 4.6 Hasil Tes Untuk Pemakaian Serat Polypropelyne (Straping band


(10)

v

Berpola) ... 105

4.6.1 Nilai Slump ... 105

4.6.2 Kuat Tarik Brequitte ... 107

4.6.3 Pemeriksaan Suhu Beton Segar ... 109

4.6.4 Kuat Tekan beton ... 110

4.6.5 Kuat Lentur ... 111

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 98

5.2 Saran ... 99


(11)

vi

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HAL

Tabel 2.1. Komposisi Utama Semen Portland ... 36

Tabel 2.2. Batasan Gradasi untuk Agregat Halus ... 41

Tabel 2.3. Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 45

Tabel 2.4. Batas dan izin air untuk campuran beton ... 50

Tabel 2.5. Perbandingan Kekuatan Tekan Pada Berbagai Benda Uji ... 53

Tabel 2.6. Perbandingan Kekuatan Tekan Pada Berbagai Umur ... 53

Tabel 3.1. Berat Volume Fraction ... 70

Tabel 4.1. Nilai Slump terdapat persentase styrofoam ... 74

Tabel 4.2. Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Kuat Tekan Beton ... 75

Tabel 4.3. Nalai Kuat Tekan Volume Fraction 0% (Normal) ... 76

Tabel 4.4. Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Penyerapan Air ... 74

Tabel 4.5. Berat Kering dan Basah Volume Fraction 0% (Normal) ... 78

Tabel 4.6. Daya Serap Air Volume Fraction 0% (Normal) ... 79

Tabel 4.7. Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Volume Rongga Permeabel ... 81

Tabel 4.8. Berat Kering dan Berat Basah ST-0% (Normal) ... 81

Tabel 4.9. Nilai Volume Rongga Permeabel Volume Fraction 0% (Normal) .. 82

Tabel 4.10. Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Modulus Elastisitas ... 76

Tabel 4.11. Elastisitas Sampel 1 ST-0% ... 84

Tabel 4.12 Nilai Elastisitas Rata-rata ST-0% ... 85

Tabel 4.13. Nilai Rata-rata dari percobaan Flexure ... 89


(12)

vii Tabel 4.15. Berat Sampel Volume Fraction 0% (Normal) ... 93 Tabel 4.16. Berat Jenis Volume Fraction 0% (Normal) ... 94


(13)

viii DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HAL

Gambar 1.1. Benda Uji Silender ... 7

Gambar 1.2. Benda Uji Balok ... 7

Gambar 2.1. Kerucut Abrams ... 16

Gambar 2.2. Hubungan Antara Umur Beton Dan Kuat Tekan Beton ... 18

Gambar 2.3. Hubungan Antara Faktor Air Semen Dengan Kekuatan - Beton Selama Masa Perkembangannya ... 19

Gambar 2.4. Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar Untuk Berbagai Tipe Portland Semen ... 20

Gambar 2.5. Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton Pada Faktor Air Semen Sama ... 21

Gambar 2.6. Pengaruh Jenis Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton ... 21

Gambar 2.7. Kuat Desak (Tekan) Beton yang Dikeringkan dalam Udara di - Laboratorium Sesudah Perawatan Awal dengan Membasahinya .. 25

Gambar 2.8. Sistem Pembebanan dalam Flexure tes ... 26

Gambar 3.1. Alir Pembuatan Beton Normal ... 60

Gambar 3.2. Alir Pembuatan Beton Normal dengan Styrofoam ... 61

Gambar 4.1. Nilai Slump Terhadap Kadar Bahan Tambah Styrofoam ... 75

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Silinder Terhadap - Kadar Penambahan Styrofoam ... 77

Gambar 4.3. Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Penyerapan air ... 80 Gambar 4.4. Pengaruh Styrofoam Terhadap Volume Rongga Permeabel Beton 83


(14)

ix

Gambar 4.5. Hubungan Antara Tegangan-Regangan ST-0% ... 86

Gambar 4.6. Hubungan Antara Tegangan-Regangan ST-10% ... 86

Gambar 4.7. Hubungan Antara Tegangan-Regangan ST-15% ... 87

Gambar 4.8. Hubungan Antara Tegangan-Regangan ST-20% ... 87

Gambar 4.9. Hubungan Antara Tegangan-Regangan ST-25% ... 88

Gambar 4.10 Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Momen Patahan Balok ... 91

Gambar 4.11 Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Modulus Patahan ... 92

Gambar 4.12 Pengaruh Persentase Styrofoam Terhadap Tegangan Lentur .... 92


(15)

x

DAFTAR NOTASI

SSD : saturated surface dry n : jumlah sampel (buah) SD : simpangan baku

bm

σ : tegangan rata-rata cm2Kg

bk

σ : tegangan karakteristik  2cm Kg

F : beban yang diberikan (Ton) WA : water absorbsi

Mj : massa benda uji dalam keadaan jenuh (gr) Mb : massa benda uji dalam keadaan basah (gr) Mk : massa benda uji dalam keadaan kering (gr) Vb : volume benda uji (cm3

ε

) : regangan

L

∆ : perubahan panjang (cm) P : gaya yang diberikan (Ton) A : luas penampang (cm2 η

) : angka ekivalen

Ebaja : Elastisitas baja (2,1 x 105

σ

MPa) : tegangan  2

cm Kg

M : momen yang terjadi (Kg.cm) b : lebar balok (cm)


(16)

xi h : tinggi balok (cm)

w : momen tahanan (cm3

2 

 

cm Kg

) R : modulus patahan Pmax

c ρ

: beban maximum (Ton)

L : panjang bentang balok flexure (cm) : berat jenis beton 3

m Kg

s

m : massa sampel kering (gr) b

m : massa sampel setelah direndam (gr)

g m :

air ρ

massa sampel digantung di dalam air (gr) : Berat Isi air (0.997 gr/cm3)


(17)

xii LAMPIRAN

A. Mix Design Campuran Beton... B. Pemeriksaan Kekuatan Beton ... C. Pengolahan Data Hasil Percobaan ... D. Pemeriksaan Bahan ... E. Dokumentasi ... F. Jurnal Penelitian ...


(18)

i

ABSTRAK

Beton mempunyai kelemahan yaitu mempunyai kuat tarik yang rendah dan bersifat getas (brittle) sehingga beton diberi tulangan baja untuk mengatasi tegangan tarik. Pada penelitian ini campuran beton diberi bahan tambah serat polypropelyne dari bahan daur ulang straping band . Dengan penambahan serat ini diharapkan diperoleh peningkatan kekuatan pada beton. Serat polypropelyne yang digunakan mempunyai lebar rata-rata 2,0 mm dengan rata-rata 40 mm untuk straping band polos, dan 60 mm untuk straping band berpola.

Pengujian beton meliputi kuat tekan, kuat tarik brequitte mortar, pola retak, dan kuat lentur. Untuk pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dilakukan terhadap benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 300 mm dan diameter 150 mm. Untuk pengujian kuat lentur dilakukan terhadap benda uji berbentuk balok dengan ukuran 150 mm × 150 mm × 750 mm. untuk pengujian kuat tarik brequitte mortar dengan ukuran 75 mm x 50 mm x 25 mm. untuk pengujian pola retak dengan ukuran 1000 mm x 1000 mm x 300 mm Serat yang digunakan dalam bentuk ujung berikat. Benda uji terdiri dari 12 silinder, 21 brequitte mortar, 2 pelat beton, dan 6 balok beton. Konsentrasi serat untuk masing-masing beton serat adalah 0 dan 1 % untuk serat polos meliputi tes kuat tekan, tes kuat tarik brequitte, dan pengamatan pola retak pelat serta 0 sampai 4 % untuk serat polos, meliputi tes kuat tarik( dari 0,1,2,3,dan 4% ), tes kuat tekan beton (0 dan 3%),dan tes kuat lentur balok (0 dan 3 %) .

Dari pengujian slump test dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi serat akan menurunkan workability dari campuran beton. Dan dari pengujian diperoleh kuat tekan berkurang dari beton normal, kuat tarik brequitte mortar bertambah dari mortar normal, kuat lentur bertambah dari beton normal, namun pada pengamatan pola retak penambahan konsentrasi dari serat tidak begitu berpengaruh. Hasil pengujian kuat tekan mengalami penurunan sebesar 1.56 % untuk serat polos dan 2.77 % untuk serat berpola, kuat tarik brequitte mortar brequitte optimal terdapat pada konsentrasi serat 3% untuk serat berpola sebesar 28.98 %, dan kuat lentur bertambah sebesar 4.12 %.

Kata kunci : beton mutu tinggi, limbah straping band, beton polypropylene, beton serat


(19)

BAB I

1.1LATAR BELAKANG

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut bilamana dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen, yang berlangsung selama waktu yang panjang dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya. Beton yang sudah keras dapat dianggap sebagai batu tiruan dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir) dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).

Secara struktural beton mempunyai tegangan tekan cukup besar, sehingga sangat bermanfaat untuk struktur dengan gaya-gaya tekan dominan. Kelemahan struktur beton adalah kuat tariknya yang sangat rendah dan bersifat getas (brittle), sehingga untuk menahan gaya tarik beton diberi baja tulangan. Penambahan baja tulangan belum memberikan hasil yang benar-benar memuaskan. Retak-retak melintang halus masih sering timbul didekat baja yang mendukung gaya tarik.

Dalam perancangan struktur beton, tegangan tarik yang terjadi ditahan oleh baja tulangan, sedang beton tarik tidak diperhitungkan menahan tegangan-tegangan tarik yang terjadi karena beton akan segera retak jika mendapat tegangan tarik yang melampaui kuat tarik. Ditinjau dari dari segi keawetan struktur, retakan ini akan mengakibatkan korosi pada baja tulangan sehingga akan mengurangi luas tampang baja tulangan, meski dari tinjauan struktur retak ini belum membahayakan. Hal ini berarti merupakan suatu pemborosan, karena pada kenyataannya daerah beton tarik itu betul-betul ada dan juga harus dilaksanakan.

Dengan suatu perancangan khusus, kuat tarik beton ini dapat ditingkatkan sehingga mampu menahan tegangan tarik tanpa mengalami retakan. Salah satu cara adalah dengan penambahan serat-serat pada adukan beton sehingga retak-retak yang mungkin terjadi akibat


(20)

tegangan tarik pada daerah beton tarik akan ditahan oleh serat-serat tambahan ini, sehingga kuat tarik beton serat dapat lebih tinggi dibanding kuat tarik beton biasa.

Di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris, para peneliti telah berusaha memperbaiki sifat-sifat kurang baik dari beton tersebut dengan cara menambahkan serat atau fiber pada adukan beton. Pemikiran dasarnya adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan merata ke dalam beton segar secara acak (random) dan merata, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini, baik akibat panas hidrasi maupun pembebanan.

Berbagai jenis bahan fiber yang dapat dipakai untuk memperbaiki sifat beton adalah baja (steel), plastik (polypropylene), polymers, asbes dan carbon. Di Indonesia, konsep pemakaian fiber baja pada adukan beton untuk struktur bangunan teknik sipil belum banyak dikenal dan belum dipakai dalam praktek. Salah satu sebabnya adalah tidak tersedianya fiber polypropylene di Indonesia.

Strapping Band / Plastik Polypropylene dikenal sebagai pita atau tali yang biasa digunakan untuk mengikat barang atau boks. polypropylene sendiri dihasilkan dari styrene, yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dan molekul. Penggabungan acakbenzena men cegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sebagai hasilnya polyester mempunya bentuk yang tidak tetap, dalam berbagai bentuk seperti pita. polypropylenemerupakan bahan baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu dan mempunyai tensile tinggi .

Kemajuan teknologi dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, mengarahkan pembangunan infrastruktur pada penggunaan struktur dengan material ringan tetapi secara keselurahan tidak berdampak pada peningkatan biaya (Abdulah, 2005). Penggunaan material ringan sebagai bahan pembentuk struktur akan mengurangi berat total dari suatu bangunan, sehingga mengurangi bagian pendukung dan pondasi. Beton ringan merupakan salah satu material ringan pembentuk struktur. Penggunaan strapping band dalam beton fiber dapat dianggap sebagai pengait atau penghubung antara material di dalam beton.


(21)

1.2Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah kuat tarik beton, mengingat kuat

tarik beton sangat rendah. Kuat tarik yang sangat rendah berakibat beton mudah

retak, yang pada akhirnya mengurangi keawetan beton. Nilai kuat tarik

optimum dalam variabel diameter dan panjang fiber pada mutu beton tinggi.

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan fiber polypropylene e berdasarkan persentase polypropylene terhadap kuat tekan beton, kuat lentur beton dan kuat tarik mortar beton sehingga beton diharapkan dapat menahan pembebanan, menahan retak akibat tegangan tarik dan mengetahui kekuatan lentur balok yang diberi beban terpusat serta mengambil nilai optimal dari penambahan fiber polypropylene dengan mencari formulasi persentase jumlah polypropylene pada beton.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka akan dilakukan suatu penelitian pembuatan beton fiber dengan campuran agregat kasar, agregat halus dan strapping band . Dengan harapan akan dihasilkan beton dengan karakteristik yang baik, khususnya untuk mengetahui kuat lentur dan pola retak dari pelat beton. Walaupun kuat tarik beton tidak digunakan dalam perencanaan beton bertulang, tetapi kekuatan ini dibutuhkan untuk menjaga agar bagian struktur tetap dalam keadaan utuh, misalnya dinding pemisah yang menerima beban angin. Dinding tersebut harus mempunyai kekuatan tarik yang cukup untuk menahan beban tersebut agar tidak runtuh.

1.3PERMASALAHAN

Adapun permasalahan yang pada penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana pengaruh strapping band sebagai bahan pengisi sebagian pasir dalam pembuatan beton yang dintinjau sebagai komponen non-struktur. Dalam penelitian ini akan digunakan strapping band dengan volume fraction 0%, dan1%,. (perbandingan volume) terhadap semen.


(22)

1.4PEMBATASAN MASALAH

Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka dibuat batasan-batasan masalahnya yaitu :

a. Mutu beton yang direncanakan adalah K-400, pada umur 28 hari. b. Faktor air semen tetap sebesar 0,5.

c. styrofoam dengan volume fraction 0% dan 1%.

d. Semen mengunakan semen Padang Portland tipe I (1 zak =50 kg). e. Standar pengujian adalah ASTM.

f. Pengujian pola retak pada pelat beton dilakukan sampai umur benda uji 60 hari, dengan bentuk benda uji pelat beton tanpa tulangan (polos) yang berdimensi (100 x 100 x 30) cm.

1.0

0.3 1.0

g. Diameter lembaran strapping band yang digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 3x300 mm

j. Benda uji pelat beton diletakkan diruang terbuka tanpa perawatan, terkena panas dan hujan. k. Nilai ekonomis tidak dihitung.

No Benda Uji Variasi Beton Total Benda

BN-0% BP-1% Uji

1 Brequit beton 3 3 6

2 Beton fiber 1 1 2


(23)

Gambar 1.1Benda Uji Brequit

No Benda Uji

Variasi Beton Total Benda

BN-0%

BP-1% BP-2% BP-3% BP-4% Uji

1 Brequit beton 3 3 3 3 3 15

Tota l 15

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Dengan memanfaatkan strapping band yang merupakan limbah, dapat digunakan sebagai pengganti pasir untuk bahan bangunan, sehingga dapat mengurangi limbah dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengembangan dan pemanfaatan limbah.

1.6 TEMPAT PENELITIAN

Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Bahan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(24)

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB. I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB. II Tinjauan pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian. BAB. III Metodologi penelitian

Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan-bahan, pembuatan sampel uji, dan pengujian sampel.

BAB. IV Hasil dan pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.

BAB. V Kesimpulan dan saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran untuk lebih lanjut.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur jadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. Agregat mempunyai peran sebagai penguat , semen (matriks) mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah berperan sebagai pengikat dan air (mixer) sebagai media pencampur untuk menghomogenkan komposisi penyusun dan kontak luas permukaan. Beton digunakan sebagai material struktur karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain mudah untuk dicetak, tahan api, kuat terhadap tekan, dan dapat dicor di tempat. Disamping keuntungan, beton juga memiliki kelemahan, yaitu beton merupakan bahan yang getas dan mempunyai tegangan tarik yang rendah.

Beton tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan pengisinya (filler) adalah agregat halus (batu kecil atau pasir) dan agregat kasar. Pada beton proses penguatan ikatan antara agregat dari proses hidratasi semen, dalam proses reaksi tersebut akan terbentuk Calcium Silikat (CS fasa), Calsium aluminat (CA fasa) dan Calcium Alumina Silikat (CAS fasa). Proses penguatan atau pengerasan pada beton sangat tergantung pada perbandingan (ratio berat) air: strapping band, normalnya bervariasi dari 0,8 – 1,2. Beton dikualifikasikan menjadi dua golongan yaitu beton normal dan beton ringan. Beton normal tergolong beton yang memiliki densitas sekitar 2200 – 2400 kg/m3

Beton ringan berpori (aerated) adalah beton yang dibuat sehingga strukturnya banyak terdapat pori – pori, beton semacam ini diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO

dan kekuatannya tergantung komposisi campuran beton (mix design). Sedangkan untuk beton ringan adalah suatu beton yang memiliki densitas < 1800 kg/m3, begitu juga kekuatannya biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya (mix design). Jenis dari Betono ringan ada dua golongan yaitu : Beton ringan berpori (aerated concrete) dan Beton ringan non aerated.


(26)

katalis Al selama terjadi reaksi Hidratasi semen akan menimbulkan panas (reaksi eksotermal) sehingga timbul gelembung – gelembung H2O, CO2

Beton Strapping band dibuat dari campuran air, semen, pasir dan Strapping band yaitu pita plastik yang banyak digunakan untuk bahan pengikat pada pengepakkan barang-barang

dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam badan beton yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori – pori terbentuk dan Beton akan semakin ringan. Berbeda dengan Beton Non Aerated, pada beton ini agar menjadi ringan dalam pembuatannya ditambahkan agregat ringan. Banyak kemungkinan agregat ringan yang digunakan antara lain adalah batu apung (Pumice), perlit, serat sintesis/ alami, slag baja, dan lain – lain. Pembuatan beton ringan berpori (aerated concrete) tentunya jauh lebih mahal karena menggunakan bahan – bahan kimia tambahan, dan mekanisme pengontrolan reaksi cukup sulit.

Susunan beton secara umum, yaitu: 7-15 % PC, 16-21 % air, 25-30% pasir, dan 31-50% kerikil. Kekuatan beton terletak pada perbandingan jumlah semen dan air, rasio perbandingan air terhadap semen (W/C ratio) yang semakin kecil akan menambah kekuatan (compressive strength) beton. Kekuatan beton ditentukan oleh perbandingan air semen, selama campuran cukup plastis, dapat dikerjakan dan beton itu dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik”.

Sifat dan karakter mekanik beton secara umum

1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan kekuatan gaya tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.

2. Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena elastisitasnya yang rendah dari beton.

3. Konduktivitas termal beton relatif rendah

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan buangan non kimia) pada perbandingan tertentu.


(27)

Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang, dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).

Struktur beton dapat didefinisikan (ACI 318-89,1990:1-1) sebagai sebuah bangunan beton yang terletak diatas tanah yang menggunakan tulangan atau tidak menggunakan tulangan. Struktur beton sangat bergantung dengan komposisi dan kualitas bahan-bahan pencampur beton yang dibatasi dengan kemampuan daya tekan beton (in a state of compression) sesuai dengan perencanaannya. Hal ini juga bergantung dengan kemampuan daya dukung tanah (supported by soil) atau juga tergantung dengan kemampuan struktur yang lain atau struktur atasnya (vertical support).

Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahan-bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan. Luasnya pemakaian beton disebabkan karena terbuat dari bahan-bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga menjadikan beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan situasi pemakaian tertentu.

Jika ingin membuat beton yang baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton (beton segar/ fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras / hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/ awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil).

Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan


(28)

dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya).

Faktor – faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggulan- keunggulannya antara lain :

1. Kemudahan pengolahannya : yaitu dalam keadaan plastis, beton dapat diendapkan dan diisi dalam cetakan.

2. Material yang mudah didapat : Sebagian besar dari material- material pembentuknya, biasanya tersedia dilokasi dengan harga murah atau pada tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi konstruksi.

3. Kekuatan tekan tinggi : Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur.

4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihan.

5. Harganya relatif murah.

6. Mampu memikul beban yang berat.

7. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 8. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil

Kekurangan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton. 3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan


(29)

bangunan ataupun kontruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan dibutuhkan.

2.1.1 Beton segar (Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu : kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).

2.1.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workabilitas)

Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu : 1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan. 2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan. 5. Cara pemadatan dan alat pemadat.


(30)

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

2.1.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen. 2. Terlalu banyak air.

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang betul.


(31)

2.1.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecende rungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).

Bleeding dapat dikurangi dengan cara : 1. Memberi lebih banyak semen. 2. Menggunakan air sedikit mungkin. 3. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.1.2 Perilaku Mekanik Beton

Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dn klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.1.2.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c)

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton ynag dihasilkan.

Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan N/mm² atau MPa dan juga memakai satuan kg/cm². Kekuatan tekan beton merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Umumnya kuat tekan beton berkisar antara nilai 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan pada umur 28 hari berkisar 17-35 MPa, untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar


(32)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu : 1. Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.4). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Gambar 2.2 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)

2. Faktor air semen dan kepadatan

Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.


(33)

Umur / Waktu (Hari)

Gambar 2.3 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)

3. Jenis Semen

Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai mana tampak pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Tri Mulyono, 2003)

4. Jumlah Semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.6. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang


(34)

mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Gambar 2.5 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama (Kardiyono, 1998)

5. Sifat agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.7. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Gambar 2.6 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindess, 1981) 2.1.2.2 Kuat Lentur


(35)

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Kuat lentur beton dihitung berdasarkan rumus

z M Lt = σ

Dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z merupakan modulus penampang arah melintang. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847 (2002) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat tekannya adalah

fr = 0,7 f 'c Mpa.

2.1.2.3 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung (slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan 0,45 f’c pada kurva tegangan-regangan beton. Modulus elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis agregat, kelembaban benda uji beton, faktor air semen, umur beton dan temperaturnya. Secara umum, peningkatan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan modulus elastisitasnya. Menurut pasal 10.5 SNI-03 2847 (2002) hubungan antara nilai modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton adalah 4700 ' cE = f c .

2.1.2.4 Poisson’s Ratio

Poisson’s ratio merupakan perbandingan regangan arah lateral dengan regangan aksial akibat pembebanan aksial dalam kondisi batas elastis. Nilai poisson ratio beton normal berkisar antara 0,15 - 0,20. Namun demikian beberapa hasil penelitian mendapatkan nilai poisson ratio beton normal antara 0,10 – 0,30 (R.Park dan T.Paulay, 1975).

2.1.3 Pekerjaan Perawatan (Curing)

Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu pascapembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan beton dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan. Perawatan ini berupa


(36)

pencegahan atau mengurangi kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang ternyata masih diperlukan untuk kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan terganggu/terhenti dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan beton, terutama penurunan kuat tekan (Lubis, 1986; Mulyono, 2004; dan Amri, 2005).

Pengaruh Curing terhadap Kekuatan Beton

Dapat dinyatakan bahwa perkembangan yang baik dari kekuatan beton tidak hanya dipengaruhi keseluruhan semen terhidrasi, dan ini terbukti dalam praktik di lapangan. Kualitas beton juga tergantung kepada gel/space ratio dari pasta semen. Jika sekiranya ruang yang terisi air dalam beton segar lebih besar dari volume yang dapat diisi oleh produksi dari hidrasi, hidrasi yang lebih banyak akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi dan permeabilitas yang lebih rendah (Neville, 1982). Oleh sebab itu kehilangan air dari beton harus diproteksi, dan selanjutnya kehilangan air secara internal oleh pengeringan sendiri harus digantikan oleh air dari luar. Yaitu pemasukan air ke dalam beton harus difasilitasi sebaik mungkin, sehingga proses hidrasi yang terjadi pada pengikatan dan pengerasan beton sangat terbantu oleh pengadaan airnya. Meskipun pada keadaan normal, air tersedia dalam jumlah yang memadai untuk hidrasi penuh selama pencampuran, perlu adanya jaminan bahwa masih ada air yang tertahan atau jenuh untuk memungkinkan kelanjutan proses hidrasi itu sendiri. Penguapan dapat menyebabkan suatu kehilangan air yang cukup berarti sehingga mengakibatkan terhentinya proses hidrasi, dengan konsekuensi berkurangnya peningkatan kekuatan (Neville, 1982 dan Soroka, 1979).

Dapat ditambahkan juga, bahwa penguapan dapat menyebabkan penyusutan kering yang terlalu awal dan cepat, sehingga berakibat timbulnya tegangan tarik yang mungkin menyebabkan retak, kecuali bila beton telah mencapai kekuatan yang cukup untuk menahan tegangan ini. Oleh karena itu direncanakan suatu cara perawatan untuk mempertahankan beton supaya terus menerus berada dalam keadaan basah selama periode beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Hal ini termasuk pencegahan penguapan dengan pengadaan beberapa selimut pelindung yang sesuai maupun dengan membasahi permukaannya secara berulang-ulang. Sehari setelah pengecoran merupakan saat yang terpenting untuk periode sesudahnya. Oleh sebab


(37)

itu diperlukan perawatan dengan air sehingga untuk jangka panjang, kualitas beton, baik kekuatan maupun kekedapan airnya, dapat lebih baik. Perawatan dengan cara membasahi menghasilkan beton yang terbaik. Semakin erat pendekatan kondisi perawatan, semakin kuat beton yang dihasilkan. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3 (Murdock dan Brook, 1999).

Dalam menafsirkan hasil pengujian laboratorium, harus diperhitungkan bahwa bahan yang diuji umumnya kecil. Oleh karenanya sifat-sifat bahan ini sangat dipengaruhi oleh perubahan dari lapisan permukaannya. Karena umumnya lapisan permukaan mudah terpengaruh oleh kondisi perawatan. Hal ini dibuktikan oleh kerusakan tampang melintang yang tebal jauh lebih kecil daripada yang ditunjukkan oleh contoh bahan uji yang lebih kecil.

Gambar 2.7. Kuat Desak (Tekan) Beton yang Dikeringkan dalam Udara di Laboratorium Sesudah Perawatan Awal dengan Membasahinya (Murdock dan

Brook, 1999)

Penggenangan atau penyiraman secara terus menerus tidak selalu merupakan suatu cara yang praktis, dan akan lebih baik bila disokong dengan penerapan cara-cara lain. Proteksi terhadap penguapan air segera setelah pengecoran yaitu menyelimuti permukaan beton dengan lembaran polythene atau kertas bangunan merupakan cara yang paling efektif pada langkah-langkah berikutnya. Tetapi, karena


(38)

kurang baiknya daya insulasi bahan-bahan ini, mungkin diperlukan tambahan perlindungan untuk mengurangi pengaruh panas sinar matahari. Secara alternatif, Hessian (sejenis karung goni) yang basah dapat ditutupkan langsung pada permukaan, segera setelah beton cukup keras agar hessian tidak menyebabkan kerusakan atau melekat pada permukaan beton. Pasir basah, pada lapisan setebal 50 mm juga dapat digunakan untuk merawat permukaan horizontal yang luas. Baik hessian basah ataupun pasir basah jarang dikerjakan dengan baik, penyiraman atau pembasahan beton pada interval waktu tertentu siang dan malam hari sering terlupakan.

Menggunakan pasir basah mempunyai kelemahan karena akan menambah biaya sehubungan dibutuhkannya tenaga kerja tambahan untuk menempatkan dan mengambil kembali pasir itu (Lubis, 1986 dan 1995). Permukaan lantai akan mengering lebih cepat sehubungan dengan ketebalannya yang lebih tipis. Oleh karena itu harus diadakan sarana yang memadai untuk mencegah kekeringan dengan menyelimuti dengan kertas atau lembaran polythene yang kedap air. Lapisan tipis untuk perawatan beton, yang harus diterapkan sementara beton masih basah umumnya diterima sebagai suatu sarana yang memuaskan untuk perawatan beton. Meskipun bukan yang paling efisien, perawatan yang paling praktis dan ekonomis bentuknya ialah penggunaan senyawa kimia untuk perawatan beton dengan penyiraman terutama pada permukaan horizontal yang luas.

Sistem Perawatan Beton Lainnya

Perawatan beton yang dipercepat (accelerated curing):

Dengan kondisi curing normal, beton mengeras secara perlahan. Curing harus dipertahankan minimal 14 hari untuk mendapatkan kekuatan akhir yang mendekati kekuatan beton yang dirawat 28 hari. Dengan mengerasnya pasta beton, akan terbentuk penampang beton sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Lamanya pencapaian kekuatan beton yang direncanakan supaya dapat memikul beban menyebabkan pembongkaran bekisting dapat dilaksanakan setelah umur beton mencapai empat minggu (28 hari). Pencapaian kekuatan beton dalam waktu yang lebih singkat dapat dilakukan dengan menambah bahan tambahan untuk mempercepat pengerasan atau dengan menaikkan temperatur saat curing.


(39)

Mempersingkat waktu curing untuk mendapatkan kekuatan umur normal beton 28 hari mempunyai beberapa keuntungan:

− Pembangunan dapat dipercepat.

− Penggunaan cetakan atau bekisting dapat digunakan secara berulangulang dengan frekuensi yang tinggi, sehingga dapat menghemat biaya bekisting.

− Dapat mengurangi gudang penyimpanan beton yang telah mengeras, terutama pada produksi beton pracetak.

− Mempercepat produksi beton dan mempercepat pengantaran ke lapangan.

Selain keuntungan di atas, cara curing ini memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga perlu dipertimbangan dari segi ekonomisnya. Metode mempercepat perawatan beton dapat dilakukan dengan perawatan dengan uap panas. Ada 2 jenis perawatan dengan uap panas:

a. Perawatan dengan uap panas tekanan rendah. Pemeliharaan dengan cara ini adalah untuk mempercepat waktu pemeliharaan yang dapat dilakukan pada tekanan atmosfir dan temperatur di bawah 100°C dan dimaksudkan untuk menghasilkan siklus pekerjaan yang pendek pada industri komponen beton (beton prefab/pracetak).

b. Perawatan dengan uap panas tekanan tinggi. Metode ini sangat berbeda dengan metode pemeliharaan dengan uap bertekanan rendah dan bertekanan atmosfir. Metode ini digunakan bila diperlukan pekerjaan beton yang memerlukan persyaratan berikut:

− Diperlukan kekuatan awal tinggi dan kekuatan 28 hari dapat dicapai dalam waktu 24 jam.

− Diperlukan keawetan yang tinggi dengan ketahanan terhadap serangan sulfat atau bahan kimia lainnya, juga terhadap pengaruh pembekuan (cold storage) atau temperatur yang tinggi.

− Diperlukan beton dengan susut dan rangkak rendah.

Kedua jenis perawatan tersebut memerlukan biaya dan waktu perawatan yang tidak sama. Waktu perawatan dengan tekanan tinggi lebih cepat dari waktu perawatan dengan tekanan rendah.


(40)

Senyawa kimia untuk perawatan beton:

Senyawa kimia untuk perawatan dengan membentuk lapisan tipis adalah suatu cairan yang disemprotkan pada permukaan beton untuk menghambat penguapan air dari beton. Sebuah jenis penyemprot kebun yang dapat dipegang dengan tangan sesuai untuk pekerjaan ini. Hampir semua bahan-bahan kimia untuk perawatan beton yang tersedia di pasaran dan terbukti memuaskan pemakaiannya terdiri dari larutan sejenis damar. Setelah digunakan, larutan itu menguap dan meninggalkan permukaan beton. Lapisan resin (sejenis damar) tersebut tinggal dengan sempurna sekitar empat minggu. Selanjutnya lapisan ini menjadi getas dan mulai mengelupas akibat pengaruh sinar matahari dan cuaca. Pengujian di laboratorium dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa cara ini telah memberikan perawatan pada beton yang setara dengan membasahinya secara terus menerus selama 14 hari. Penggunaan curing compound biasanya dilakukan untuk permukaan beton yang vertikal dan terkena sinar matahari seperti kolom, balok dan dinding beton.

Pemeliharaan dengan sistem elektris:

Pemeliharaan dengan uap bila digunakan untuk komponen yang besar di lapangan tidak praktis untuk diterapkan. Untuk tujuan ini, sejumlah cara dengan sistem elektris telah dikembangkan oleh berbagai perusahaan. Namun metode ini kurang banyak digunakan di lapangan pekerjaan. Metode ini menggunakan resistor yang berfungsi menyalurkan arus listrik. Yang berfungsi sebagai resistor itu adalah campuran beton itu sendiri, tulangan atau benda-benda yang terdapat di dalam penampang beton. Di dalam pelaksanaannya ditemui kesukaran yang membuatnya hampir tidak mungkin untuk menyalurkan arus listrik pada keseluruhan bahan di lapangan. Hal ini disebabkan terbatasnya panjang penulangan dan besarnya penampang yang harus dialiri, dan hal yang sama juga terlihat bila menggunakan batang tulangan prategang sebagai resistor. Dari hasil pengamatan, kabel prategang lebih sesuai bila digunakan sebagai resistor. Oleh karena itu pemeliharaan elektrik memberikan hasil yang memuaskan bila menggunakan berkas kabel prategang (Neville, 1982).


(41)

2.2. Bahan Penyusun Beton 2.2.1 Semen

2.2.1.1 Umum

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat. Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1).Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.

2.2.1.2 Sejarah Semen

Mundurnya kerajaan Romawi beton tidak dipakai lagi. Baru sekitar 1760 di Inggris, J.Smeaton menemukan bahwa jika kapur yang mengandung lempung dibakar, bahan tersebut akan mengeras di dalam air. Jenis semen ini menyerupai dengan apa yang dibuat pada jaman Romawi. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh J.Parker pada masa yang sama yang lebih mengarah ke komersil, penggunaannya sekitar awal abad ke-19 di Inggris dan kemudian di Prancis. Karya konstruksi sipil pertama yakni jembatan pertama yang dibuat dengan beton tak bertulang dilakukan tahun 1816 di Souillac, Prancis. Nama semen portland diusulkan oleh Joseph Aspdin, 1824, karena bahan ini yaitu bahan campuran air, pasir dan batu-batuan yang bersifat pozolan dan berbentuk bubuk diolah pertama kali di pulau Portland dekat pantai Dorset, Inggris. Pertama kali semen portland diproduksi di


(42)

Amerika Serikat oleh David Saylor di kota Coplay Pennysilvania, 1875. Sejak saat itu semen portland berkembang dibuat sesuai kebutuhan.

Di Indonesia kita telah mempunyai banyak pabrik semen portland modern dengan mutu internasional. Pabrik semen ini menyebar di Sumatera, Jawa dan Sulawesi.

1) Sumatera, Semen Padang, di Padang yakni pabrik semen Indarung, dan semen Tiga Gajah yakni di pabrik semen Baturaja, Sumatera Selatan.

2) Jawa, Semen Gresik, Semen Cibinong, Semen Tiga Roda, Semen Nusantara. 3) Sulawesi, pabrik semen Tonasa.

2.2.1.3 Bahan Penyusun Semen

Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Semen merupakan hasil industri dari paduan bahan baku : batu gamping/kapur sebagi bahan utama, yaitu bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), dan lempung/tanah liat yaitu bahan alam yang mengandung senyawa: Siliki Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3

Fungsi utama dari semen adalah untukmengikat partikel agregat yang terpisah sehingga menjadi satu kesatuan. Bahan dasar pembentuk semen adalah :

) dan Magnesium Oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.

a. 3CaO.SiO2 (tricalcium silikat) disingkat C3 b. 2CaO.SiO

S (58% - 69%) 2 (dicalcium silikat) disingkat C2

c. 3CaO.Al

S (8% - 15%) 2O3 (tricalcium aluminate) disingkat C3

d. 4CaO.Al

A (2% - 15%)

2O3.Fe2O3 (tetracalcium alummoferrit) disingkat C4AF(6-14%) Faktor semen sangatlah mempengaruhi karakteristik campuran mortar. Kandungan semen hidraulis yang tinggi akan memberikan banyak keuntungan,


(43)

antara lain dapat membuat campuran mortar menjadi lebih kuat, lebih padat, lebih tahan air, lebih cepat mengeras, dan juga memberikan rekatan yang lebih baik. Kerugiannya adalah dengan cepatnya campuran mortar mengeras, maka dapat menyebabkan susut kering yang lebih tinggi pula. Mortar dengan kandungan hidrulik rendah akan lebih lemah dan mudah dalam pergerakan .

Sifat-sifat fisik semen yaitu : 1. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. 2. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

• Waktu ikat awal > 60 menit

• Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

4. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville, 1995).


(44)

Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak.

2.2.1.4 Semen Portland (Portland Cement)

Semen adalah bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air atau larutan garam. Contoh khas adalah semen portland. Untuk menghasilkan semen portland, bahan berkapur dan lempung dibakar sampai meleleh sebagian untuk membentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai.

Semen portland adalah material yang mengandung paling tidak 75 % kalsium silikat (3CaO.SiO2 dan 2CaO.SiO2), sisanya tidak kurang dari 5 % berupa Al silikat, Al feri silikat, dan MgO (Hanenara, 2005; Taylor, 2009). Ratio mole antara CaO terhadap SiO2 tidak kurang dari 2. Pada tabel 2.1, ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland.

Semen portland merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling kliner yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen portland dibuat dari serbuk halus kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Bahan baku utama dalam pembuatan semen portland adalah sebagai berikut :

• Kapur (CaO) – dari batu kapur (60 -65%)

• Silika (SiO2 • Alumina (Al

) – dari lempung (17 – 25%) 2O3) – dari lempung (3% – 8%) Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland

Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan % berat Tricalcium Silicate Dicalcium Silicate Tricalcium Aluminate Tetracalcium Aluminoferrite Gypsum 3CaO.SiO2 2CaO.SiO2 3CaO.Al2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3 CaSO4.H2O C3S C2S C3A C4AF CSH2 50 25 12 8 3,5


(45)

Sumber : Paul Nugraha, Antoni , 2007

Jika Ditinjau dari penggunaannya, semen Portland dapat dikelompokan sebagai berikut :

a. Jenis I (Normal portland cement)

Yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat – sifat khusus. Misalnya pembuatan trotoar dan lain-lain.

b. Jenis II (hifh – early – strength portland cement)

Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau acuannya segera perlu dilepas.

c. Jenis III (modifid portland cement)

Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat.jenis ini di gunakan untuk bangunan tebal seperti pilar dengan ukuran besar. Panas hidrasi yang sangat rendah dapat mengurangi terjadinya retak – retak pergeseran.

d. Jenis IV (low heat portland cement)

Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat . jenis ini di gunakan untuk bangunan beton massa seperti bendungan gravitasi – gravitasi besar.

e. Jenis V (Sulfate resisting portland cement)

Jenis ini merupakan jenis khusus maksudnya hanya pada penggunaan bangunan – bangunan yang kena sulfat, seperti ditanah yang kadar alkalinya tinggi. Pengerasan berjalan lebih lambat dari p[ada semen pordlan biasa. f. Portland Pozzolan Cement (PPC)

Semen portland pozzolan adalah campuran dari semen tipe I biasa dengan pozzolan.


(46)

2.2.2 Agregat

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

Agregat biasanya menempati 75% dari isi total beton, maka sifat-sifat dari agregat ini mempunyai pengaruh yang besar perilaku dari beton yang sudah mengeras. Sifat agregat bukan hanya mempengaruhi sifat beton, akan tetapi juga mempengruhi ketahanan (durability, daya tahan kemunduran mutu akibat siklus dari pembekuan pencairan). Agregat lebih murah dari pada semen, maka logis mempergunakannya dengan persentase yang setinggi mungkin.

Agregat di bagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Agregat halus (pasir alami dan buatan)

2. Agregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan – pecahan dari Bkast furnace)

Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari


(47)

sifat batuan induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan (hardness), kekuatan, stabilitas fisika dan kimia, struktur pori, warna dan lain-lain. Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel, tekstur dan absorbsi permukaan.

Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal:

1. Karena terhindar dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam hal pengikatan.

2. Porositas yang besar, porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan terhadap beban kejut.

Kekerasan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak dipengaruhi oleh lkatan antara butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat biasanya mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban uniaxial) yang lebih tinggi. Butir-butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat menghasilkan kekuatan beton yang dapat diandalkan. Kekerasan sedang mungkin justru lebih menguntungkan, karena dapat mengurangi konsentrasi tegangan yang terjadi, atau pembasahan dan pengeringan, atau pemanasan dan pendinginan dan dengan demikian membantu mengurangi kemungkinan terjadinya retakan dalam beton. Butiran yang lemah dan lunak perlu dibatasi nilai minimumnya jika ketahan terhadap abrasi yang kuat diperlukan. Modulus elastisitas agregat juga penting diketahui karena memberikan konstribusi dalam modulus elastisitas beton.

2.2.2.1 Agregat Halus

Agregat halus adalah pengisi yang berupa pasir, agregat yang terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. (Istimawan Dipohusodo,l999)

Pasir umumnya terdapat disungai-sungai yang besar. Akan tetapi sebaiknya pasir yang digunakan untuk bahan-bahan bangunan dipilih yang memenuhi syarat. Syarat-syarat untuk pasir adalah sebagai berikut:


(48)

2. Harus keras, berbentuk tajam, dan tidak mudah hancur dengan pengaruh perubahan cuaca atau iklim.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (persentase berat dalam keadan kering).

4. Bila mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasirnya harus dicuci. 5. Tidak boleh mengandung bahan organik, garam, minyak, dan sebagainya.

Pasir untuk pembuatan adukan harus memenuhi persyaratan diatas, selain pasir alam (dari sungai atau galian dalam tanah) terdapat pula pasir buatan yang dihasilkan dari batu yang dihaluskan dengan mesin pemecah batu, dari terak dapur tinggi yang dipecah-pecah dengan suatu proses. (Daryanto, 1994)

Spesifikasi dari Agregat halus

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah :

• Susunan Butiran ( Gradasi )

Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.2. Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9.5 mm (3/8 in) 100 4.76 mm (No. 4) 95 – 100 2.36 mm ( No.8) 80 – 100


(49)

1.19 mm (No.16) 50 – 85 0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60 0.300 mm (No.50) 10 – 30 0.150 mm (No.100) 2 - 10

• Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

• Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

• Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder.

• Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

• Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

 Jika dipakai Magnesium-Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.

• Berat Jenis dan Absorbsi

Pemeriksaan ini untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir. Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.


(50)

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

C

B

A

Kering

Jenis

Berat

+

=

500

C

B

SSD

Jenis

Berat

+

=

500

500

A

A

Absorbsi

C

A

B

A

Semu

Jenis

Berat

=

+

=

500

Dimana:

A = berat pasir dalam keadaan kering (gr) B = berat piknometer berisi air (gr)

C = berat piknometer berisi air dan pasir (gr)

• Berat Isi Pasir

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa Berat Isi dengan cara longgar harus >1125Kg/m3, dan cara rojok harus >1250Kg/m3. Dari hasil pemeriksaan akan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja. Dengan cara yang sama pada permeriksaan Berat Isi pasir maka diperoleh berat isi dari Strapping band.

Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton ringan ini adalah pasir yang lolos ayakan (Standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil 5mm. Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari percetakan hingga pengeringan. Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton ringan, tapi apabila kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan


(51)

kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (Filler). Pasir yang baik digunakan untuk pembuatan beton ringan berasal dari sungai dan untuk pasir dari laut harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan perkaratan dan masih mengandung tanah lempung yang dapat membuat beton menjadi retak-retak.

2.2.2.2 Agregat kasar

Yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat yang berukuran lebih besar dari 5 mm, sifat yang paling penting dari suatu agregat kasar adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia. Serta ketahanan terhadap penyusutan.

Jenis agregat kasar secara umum adalah sebagai berikut :

1. Batu pecah alami : Bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang digali, yang berasal dari gunung merapi.

2. Kerikil alami : kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.

3. Agregat kasar buatan : terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan untuk beton berbobot ringan. Biasanya hasil dari proses lain seperti dari blast -furnace dan lain-lain.

4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat : dengan adanya tuntutan yang spesifik pada zaman atom yang sekarang ini, juga untuk pelindung dari radaisi nuklir sebagai akibat banyaknya pembangkit atom an stasiun tenga nuklir, maka perlu ada beton yang melindungi dari sinar X, sinar gamma, dan neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis maupun syarat kemudahan pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat yang diklasifikasikan disini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :


(52)

1. Susunan butiran (gradasi)

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 3.2.

Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38,10 95 - 100 19,10 35 - 70

9,52 10 - 30

4,75 0 - 5

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan.

4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.


(53)

6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

7. Berat Jenis dan Absorbsi Kerikil

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat batu pecah dalam keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air, keadaan batu pecah kering dimana pori batu pecah berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering, dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

A A B Absorbsi C A A Semu Jenis Berat C B B SSD Jenis Berat C B A Kering Jenis Berat − = − = − = − = Dimana:

A = berat kerikil dalam keadaan kering (gr) B = berat agregat dalam SSD (gr)

C = berat agregat dalam air (gr)

2.2.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous. Selain itu


(54)

kelebihan air akan bersama-sama dengan semen bergerak kepermukaan dukan beton segar yang baru dituang (bleeding), kemudian menjadi buih dan membentuk lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi daya lekat antara lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Apabila ada kebocoran cetakan, air bersama-sama semen juga dapat keluar, sehingga terjadilah sarang-sarang kerikil.

Air di dalam campuran beton berfungsi untuk menghidrasi semen dan sangat menentukan workability dari pekerjaan semen. Kental atau encernya campuran ditentukan oleh banyaknya air yang terdapat dalam beton yang baru diaduk. Kandungan air dalam beton segar harus sesuai dengan yang ditetapkan dalam mix design dan kondisi lapangan sewaktu pembuatan beton. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan beton menjadi encer sedangkan kadar air yang rendah akan menyebabkan daya rekat campuran beton berkurang.

Air sangat diperlukan dalam pembuatan beton, beton tidak akan terbentuk tanpa adanya air sebagai campurannya. karena semen tidak akan bereaksi dan menjadi pasta apabila tidak ada air. Air selalu diperlukan dalam campuran beton, tidak saja untuk proses hidrasi semen, tapi juga mengubah semen menjadi pasta sehingga beton menjadi lecak dan mudah dikerjakan terutama pada saat penuangan beton dalam cetakan.

Air digunakan untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis pada saat pembuatan beton ringan. Air yang digunakan adalah air yang baik terhindar dari asam dan limbah. Air minum yang di kota relatif bebas dari bahan-bahan kimia atau bahan-bahan lainnya yang dapat merugikan beton ringan. Namun tidak demikian semua air yang dapat diminum itu baik digunakan untuk dipakai campuran beton ringan. Di beberapa daerah tertentu air minum mengandung banyak unsur-unsur kimia. Sebagai contoh air yang mengandung sedikit gula dan nitrat dapat digunakan untuk air minum. Demikian juga halnya, air hujan yang turun banyak mengandung gas-gas serta uap dari udara, karena udara terdiri dari komponen-komponen utama yaitu zat asam, oksigen, nitrogen, dan karbondioksida. Jadi air harus dipilih agar tidak mengandung kotoran-kotoran yang dapat mempengaruhi mutu dari beton ringan. Selain dari jumlah air, kualitas air juga harus dipertahankan. Karena kotoran yang ada di dalamnya dapat menyebabkan kekuatan beton dan daya tahannya


(55)

berkurang. Pengaruh pada beton diantaranya pada lamanya waktu ikatan awal adukan beton serta kekuatan betonnya setelah mengeras.

Air memiliki beberapa pengaruh terhadap kekuatan beton antara lain : 1. Air merupakan media pencampuran pada pembuatan pasta

2. Kekuatan dari pasta pengerasan semen ditentukan oleh perbandingan berat antara air dan faktor semen

3. Kandungan air yang tinggi menghalangi proses pengikatan, dan kandungan air yang rendah reaksi tidak selesai. Kandungan air yang tinggi dapat mengakibatkan

• Mudah mengerjakannya

• Kekuatan rendah

• Beton dapat menjadi berporos

Air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat, klorida, dan bahan lainnya yang dapat merusak beton, sebaiknya digunakan air yang dapat diminum

2. Air yang keruh sebelum digunakan diendapkan selama minimal 24 jam atau jika dapt dissaing terlebih dahulu.

Tabel. 2.4 Batas dan izin air untuk campuran beton. Komposisi Batas yang di izinkan

pH Bahan padat Bahan terlarut Bahan organik

Minyak Sulfat (SO3)

Chlor (Cl)

4,0 – 8.5 2000 ppm 2000 ppm 2000 ppm 2% berat semen

10000 ppm 10000 ppm


(56)

2.3.BETON FIBER

Salah satu bahan tambah beton ialah serat (fibre). Beton yang diberi bahan tambah serat disebut beton serat (fibre reinforced concrete). Karena ditambah serat, maka menjadi suatu bahan komposit yaitu beton dan serat. Serat dapat berupa asbestos, gelas / kaca, plastik, baja atau serat tumbuh-tumbuhan seperti rami, ijuk.

Menurut Tjokrodimulyo maksud utama penambahan serat kedalam beton adalah untuk menambah kuat tarik beton, mengingat kuat tarik beton sangat rendah. Kuat tarik yang sangat rendah berakibat beton mudah retak, yang pada akhirnya mengurangi keawetan beton. Dengan adanya serat, ternyata beton menjadi lebih tahan retak. Perlu diperhatikan bahwa pemberian serat tidak banyak menambah kuat tekan beton, namun hanya menambah daktilitas.

Dalam pemakainnya, hal yang menjadi pembatas adalah masalah ketersediaan, karena sampai saat ini ketersediaan serat polypropylene belum ada di produksi di Indonesia. Namun demikian karena kebutuhan, maka beton serat sudah sering dipakai pada :

• lapisan perkerasan jalan dan lapangan udara, untuk mengurangi retak dan mengurangi ketebalannya

spillway pada dam untuk mengurangi kerusakan akibat adanya cavitasi

Penggunaan serat pada adukan beton pada intinya memberikan pengaruh yang baik yaitu dapat memperbaiki sifat beton antara lain dapat meningkatkan daktilitas dan kuat lentur beton. Retak-retak yang membawa keruntuhan pada struktur beton biasanya dimulai dari retak rambut (micro crack).

Struktur sipil terbuat dari baja beton bertulang biasanya menderita dari korosi dari baja dengan garam, yang menghasilkan kegagalan dari struktur. Pemeliharaan dan perbaikan yang konstan diperlukan untuk meningkatkan siklus hidup dari struktur sipil.


(1)

4.6.4 Kuat Tekan Beton

Adapun data-data yang diperoleh :

No Jenis benda

uji Kadar serat(%)

Kuat tekan (kg/cm) Rata-rata Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

1 Silinder 0 411.23 409.23 411.11 410.52 2 Silinder 3 401.11 397.15 399.1 399.12

Tabel 4.26. Nilai Kuat Tekan Beton

4.6.5 Kuat Lentur

Perhitungan nilai kuat lentur pada pengujian flexture dengan benda uji balok dilakukan pada umur 28. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kuat lentur benda uji balok 15cm x 15cm x 75cm pada daerah patahan.

7.5 60


(2)

Data yang didapat:

No Variasi Balok

Berat Panjang Modulus Berat persatuan

Beban (Kg)

Reaksi Perletakan Momen Kuat Kuat Lentur

Sampel Benda Uji Penampang (Z) Panjang (qbs) Ra = Rb M Lentur

σ

b (Kg/cm²)

(Kg) (cm) cm³ (Kg/cm) (Kg) (Kg cm)

σ

b (Kg/cm²) Rata-rata

1

0%

37.8 75

562.5

0.504 2400 1218.9 23858.3 42.415

42.438

2 37.9 75 0.5053 2403 1220.45 23858.3 42.467

3 37.9 75 0.5053 2401 1219.45 23858.3 42.432

1

3%

37.7 75

562.5

0.5027 2501 1269.35 23858.3 44.211

44.187

2 37.7 75 0.5027 2500 1268.85 23858.3 44.193

3 37.8 75 0.504 2498 1267.9 23858.3 44.157


(3)

(4)

Gambar 4.16. Grafik Perbedaan Nilai Lentur Balok

Dari gambar 4.13 dapat dilihat semakin besar kadar persentase serat Polypropylene maka kuat lentur dari balok tersebut semakin besar.

pembahsan tes kedua

Hasil pengujian kuat lentur balok mengalami pertambahan sebesar 4.12 %, hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan, dimana terjadi pertambahan tarik dari beton tersebut.

41.500 42.000 42.500 43.000 43.500 44.000 44.500

42.438

44.187

Balok Penambahan 0 % Serat

Balok Penambahan 3 % Serat


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan pada beton fc’ k-400 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Beton dengan serat polypropeline bagus dalam hal tarik dan lentur, dan kurang terhadap kuat tekan dan pola retak

2. Kuat tekan berkurang 1.56 % untuk serat polos dari beton normal.

3. Kuat tekan berkurang 2.77 % untuk serat berpola dari beton normal

4. Kuat tarik mortar paling optimum pada serat polypropelyne 3 % sebesar 28.98 % dari

mortar normal

5. Penurunan suhu beton fiber segar tidak terlalu besar dari beton normal

6. Kuat lentur beton yang didapatkan pada beton fiber dengan serat berpola adalah 44. 187 kg/cm2 pada penambahan 3 % serat, dan 42. 438 kg/cm2 utuk kadar 0%, kuat lentur ini meningkat sebesar 4.12 %.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, T., Teknologi Beton, Edisi Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004. ,

Anonimus. 1980. Standar Industri Indonesia: Mutu dan Cara Uji Agregat Beton, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Anonimus. 1991. SK Standar Nasional Indonesia: Tata Cara Perhitungan Struktur

Beton Untuk Bangunan Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Anonimus. 2002. Standar Nasional Indonesia: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton

Untuk Bangunan Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Laboratorium Beton Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Forum Informasi Konstruksi.

Anonimus. 1990. Standar Industri Indonesia: Metode Pengujian Kuat Tekan Beton, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Mehta, P.K. 1986. Structure, Properties,and Material. Prentice Hall, New Jersey. Peraturan Beton Bertulang Indonesia, 1971, NI-2.

Murdock, L.J. and Brook, K.M., Bahan dan Praktek Beton, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999.

Nugraha, Paul. dan Antoni, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007. Mulyono, T., Teknologi Beton, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003.

Anonimus. 2008. Standar Nasional Indonesi: Cara Uji Berat Isi Beton Ringan