PERAN INTERNATIONAL WOMEN S COMMISSION M

PERAN INTERNATIONAL WOMEN’S COMMISSION MELALUI
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
PERDAMAIAN ISRAEL - PALESTINA PERIODE 2005-2010
Oleh:
Puput Purbaningrum
NIM. 0811243044
Abstraksi

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana peran yang di lakukan oleh
International Woman's Commision melalui pemberdayaan perempuan dalam
mengupayakan perdamaian di konflik Israel-Palestina pada periode 2005-2010.
Dimana konflik Israel-Palestina telah banyak menimbulkan korban khususnya anakanak dan perempuan. Peran perempuan dalam upaya perwujudan perdamaian konflik
akan menjadi fokus kajian mengingat bahwa perempuan dianggap lemah dan tidak
mampu tanpa diberikan tempat untuk memberdayakan dan mengembangkan
kemampuannya. IWC melihat kecilnya peran perempuan dalam setiap upaya
perdamaian. Periode 2005-2010 merupakan periode dimana IWC banyak melakukan
upaya-upaya untuk memperjuangkan visi dan misinya terkait dengan memasukan
perempuan dalam setiap aspek upaya perdamaian Israel Palestina. Disini IWC
berusaha mengubah situasi dimana perempuan lebih aktif di keikutsertaan mereka
dalam berbagai hal yang terkait dengan perdamaian Israel-Palestina. Penulis
menganggap memang aksi yang dilakukan IWC kurang berpengaruh langsung bagi

kedua negara, tetapi setidaknya aksi tersebut mampu mempengaruhi sejumlah pihak
yang terlibat. IWC juga mampu menarik tanggapan positif dari pemerintah Palestina
dan Israel. Melalui konsep Institution and Procedure for Resolving International
Conflict dengan menjadikan IWC sebagai lembaga yang menjadi pihak ketiga antara
Israel – Palestina dalam melakukan pengupayaan perdamaian melalui negosiasi dan
mediasi, akan di jelaskan bagaimana jalannya politik dari IWC di periode 2005 –
2010.

1

I.

PENDAHULUAN
I.1 Latar Blakang
Isu peran perempuan dalam upaya perwujudan perdamaian konflik kemudian

menjadi fokus kajian mengingat bahwa perempuan selama ini selalu dianggap pihak
lemah yang harus dilindungi keberadaannya tanpa diberikan tempat untuk
memberdayakan dan mengembangkan kemampuan dirinya sendiri. Peran perempuan
hanya selalu menjadi pandangan kedua, perempuan dianggap tidak mampu

melindungi diri sendiri dan hanya menjadi korban perang yang digambarkan tidak
berdaya berperan sebagai yang harus dilindungi, kenyataannya perempuan
mengalami tekanan perang lebih dari yang dialami oleh laki-laki yang berperang.
Karena perempuan selalu dijadikan sebagai objek dan alat untuk mengalahkan lawan.
Salah satu konflik yang dapat menjelaskan bagaimana ketertindasan perempuan di
dalam nya adalah konflik Israel-Palestina.
Konflik perang berkepanjangan yang dialami kedua negara telah banyak
menimbulkan korban-korban jiwa termasuk perempuan. Konflik ini sudah menjadi
perhatian dunia, dimana konflik terlama yang terjadi setelah Perang Salib pada abad
dua belas. Bahkan Condoleeza Rice mantan Menlu AS pada Konferensi Timur
Tengah November 2008 lalu, menganggapnya sebagai “ pekerjaan yang cukup sulit
namun bukan berarti tidak dapat ditempuh dengan kerja keras dan pengorbanan”.
Semakin berkembangnya waktu konflik kedua Negara ini semakin menemui jalan

2

buntu ketika pada akhir tahun 2008 Israel menyerang Palestina. Secara mengejutkan
dunia Israel membombardir Jalur Gaza dan Tepi Barat di Palestina yang dianggapnya
sebagai reaksi atas serbuan roket Hamas ke wilayah Israel. Pada hari ke dua puluh
sejak dimulainya serangan pada 27 Desember 2008, korban jiwa dari Palestina

mencapai 1.025 jiwa. Lebih dari 300 korban tewas adalah rakyat sipil termasuk anakanak dan sekitar 90 orang adalah perempuan (Kawilarang, 2009). Dua pertiga dari
total keseluruhan korban tewas tersebut adalah warga sipil Palestina dengan jumlah
korban luka mendekati 5.000 orang. Menurut berita dari TV Al Jazeera pada saat itu
lebih dari 80.ribu warga Palestina meninggalkan rumah mereka ke daerah disekitar
Palestina yang di anggap aman dengan suasana para pengungsi yang trauma dan
putus asa.
Sebagai langkah mewujudkan peran perempuan dalam upaya menciptakan
perdamaian, hampir satu dekade yang lalu telah hadir Resolusi Dewan Keamanan
PBB (The United Nations Security Council Resolution (UNSCR)) 1325 yang
menekankan pentingnya perlindungan perempuan baik saat konflik maupun paska
konflik, maka penting bagi kita selain melaksanakan upaya perlindungan terhadap
perempuan juga harus mendukung upaya-upaya terkait promosi dan partisipasi dalam
upaya perdamaian. Terbukanya peluang lembaga non-negara yang berbasis gender
untuk menangani konflik sesuai dengan Resolusi PBB 1325 merupakan salah satu hal
positif dalam perkembangan penanganan konflik dan perwujudan perdamaian.
Sebagai lembaga institusi internasional yang memiliki fokus terhadap upaya
perdamaian Israel-Palestina, IWC (International Women’s Commission) menekankan

3


upaya-upaya yang membangun dan mendukung program secara politik antara
Palestina dan Israel berdasaran kejujuran, keadilan dan kesetaraan.
Dalam proses perdamaian ini kedua belah pihak telah melaksanakannya
dengan menyertakan perspektif gender, suara dan pengalaman perempuan, Benjamin
Netanyahu telah mengumumkan akan meningkatkan peran perempuan dalam
decisionmaking Israel serta HAMAS yang telah meningkatkan kader perempuannya
guna mendukung partisipasi perempuan dalam upaya perdamaian. IWC (International
Women’s Commision) yang lahir pada 25 July 2005 di Istanbul dalam Charter of
Principles-nya yang bertujuan untuk menekankan peran penting dari perempuan
untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina secara damai berdasarkan
kedaulatan masing-masing negara yang ditanda tangani pada 4 Juni 1967
(Morgantini, 2007). Dalam keanggotaannya IWC terdiri dari aktivis-aktivis feminis
Palestina, Israel dan international yang peduli terhadap konflik Israel-Palestina dan
berkeinginan untuk menciptakan perdamaian berlandaskan rasa saling menghormati.
Garis besar pergerakan IWC yang berlandaskan Resolusi 1325, menekankan
bahwa harus ada representasi yang dapat mewakili kepentingan perempuan dan citacita perempuan dalam pembuatan kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini merupakan
salah satu alternative pilihan dalam perundingan perdamaian melalui dialog sebagai
salah satu upaya mewujudkan perdamaian. Seperti yang tercakup dalam beberapa
tujuan yang ingin diraih IWC (Morgantini, 2007). Beberapa tujuan yang ingin di raih
IWC antara lain, memastikan partisipasi aktif dari berbagai elemen kewanitaan baik

itu dari masyarakat dalam pembuatan kebijakan atas Israel-Palestina termasuk

4

negosiasi, dan menjamin keseimbangan gender dalam resolusi konflik sesuai dengan
perspektif dan pengalaman perempuan. Sebagai lembaga institusi internasional yang
bergerak dibidang sosial, IWC terus membuat upaya-upaya sesuai capaian yang ingin
diraihnya yaitu, mengadvokasi dasar-dasar antar kebijakan dan keputusan kebijakan
dalam level nasional dan internasional, mencari partisipasi aktif dari perempuan
dalam segala level baik formal mauapun non formal yang terkait dengan proses ini,
serta menggabungkan rekomendasi mereka dengan pengalaman dan keahlian
international women, spesialis, aktivis perdamaian seluruh dunia dalam resolusi
konflik (Morgantini, 2007).
Perempuan dan konflik tidak akan pernah dapat dipisahkan, mereka menjadi
satu kesatuan karena akan selalu ada keterlibatan perempuan di dalam nya. Entah
keterlibatan dalam segi ikut serta memperjuangkan perlawanan, atau keterlibatan
sebagai korban dalam tidak kejahatan perang. Kerugian yang di alami oleh
perempuan baik berupa material dan psikologis perempuan akibat kehilangan suami,
anak, ataupun karena kekerasan perang membuat posisi perempuan harus mendapat
porsi yang sama dengan laki-laki dalam mencapai keputusan yang dapat mewakili

kepentingan perempuan sebagai pemegang Hak Asasi Manusia. Apabila peran
perempuan dalam perundingan perdamaian tidak diperhatikan maka kita lebih tidak
adil lagi jika tidak membandingkannya pada dua mantan Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat yaitu Madelaine Albright yang menganjurkan penggunaan kekuatan
bersenjata dalam ekspansi NATO di Eropa Timur dan Condoleeza Rice yang
mendukung invasi Amerika Serikat pada tahun 2003 yang jelas-jelas mengepung

5

perempuan dalam konflik bersenjata (Goldstein, 2007).
Dalam rentetan agenda IWC upaya perwujudan perdamaian kedua negara
tersebut telah berjalan sejak Juli 2005 yang mana IWC membuat dasar pijakan yang
berlandaskan semangat Resolusi 1325. Pada November di tahun 2005 kedua negara
merespon dengan baik proposal yang diajukan oleh IWC, President Mahmoud Abbas
mendukung implementasi Resolusi 1325 di saat yang bersamaan pula Knesset Israel
mulai membahas agar dapat diratifikasi. Selain daripada itu, IWC dalam upayanya
menekankan kedua pihak untuk terlebih dahulu menekankan transparansi,
akuntabilitas dan menghormati aturan yang telah disepakati dalam proses perdamaian
kedua belah pihak. Peran IWC dalam permasalahan ini sukup penting lembaga ini
menaungi


aktivis-aktivis

yang

mendukung

perempuan

dalam

mewujudkan

perdamaian di Israel-Palestina sesuai dengan Charter of Principle International
Women’s Commission (Morgantini, 2007).
Peran IWC sendiri bertujuan memfasilitasi perempuan untuk dapat terlibat
aktif dalam upaya penciptaan perdamaian merupakan sikap memahami bahwa
sesungguhnya dalam penyelesaian konflik tidak hanya terletak pada pihak-pihak yang
terkait namun juga pihak-pihak yang menjadi korban. Di samping itu juga perhatian
secara khusus terhadap upaya menciptakan perdamaian sudah seharusnya tidak lagi

menjadi monopoli pihak-pihak pemerintah namun bisa dilakukan oleh lembagalembaga swadaya masyarakat yang dalam tulisan ini berfokus pada International
Women’s Commission dan bagaimana perannya sebagai pihak ketiga dalam konflik
Israel – Palestina.

6

II.

KERANGKA KONSEPTUAL
II.1 Institutions and procedures for resolving international conflicts
Perlu dipahami bahwa suatu konflik yang pelik akan cukup sulit untuk

penyelesaianya. Didalam konsep ini akan menjelaskan bagaimana sebuah lembaga
atau institusi membantu pengupayaan penyelesaian suatu konflik. Ada tiga prosedur
yang diperlukan suatu lembaga atau institusi untuk mengatur perundingan dan
resolusi sebuah konflik melalui institusi (Holsti, 1992) yaitu Negosiasi bilateral dan
multilateral, Mediasi, serta ajudikasi. Konsep ini dapat membantu

dalam


menjelaskan tentang peran International Women Commision dalam upaya perdamaian
nya di Israel Palestina. Melihat peran yang di lakukan IWC dapat di jelaskan melalui
dua prosedur dari ketiga prosedur diatas. Yaitu negosiasi dan Mediasi. Sehingga
untuk lebih jelasnya terbentuklah definisi konsep dan definisi operasional dalam
masing-masing penjelasan kedua prosedur tersebut :
Penjelasan prosedur pertama tentang negosiasi bilateral dan multilateral.
adalah dimana setiap pihak langsung ikut terlibat dalam perundingan. Dijelaskan
bahwa negosiasi ini secara langsung di ikuti oleh setiap pihak yang bersangkutan.
Dimana antara setiap pihak dari daerah konflik bertemu dan bernegosiasi. Biasanya
penawaran dari diplomat masing-masing pihak akan sama sehingga akan kuat satu
sama lain untuk memepertahankan tawaran (Holsti, 1992). Cukup sulit untuk
menemukan titik terangnya dan pada akhirnya akan di butuhkan pihak ketiga dari

7

pihak luar sebagai pemecahan masalah dan dapat membuat keputusan tawaran yang
lebih baik dikarenakan partai ketiga tidak memihak di salah satu pihak pertama dan
kedua.
Sebenarnya hal yang diperlukan dalam negoisasi, meskipun tidak cukup,
kondisi yang baik untuk keberhasilan negosiasi apapun, bagaimanapun juga, hal itu

merupakan sebuah kepentingan bersama dari pihak lawan untuk menghindari suatu
kekerasan. Apa bila tidak ada sebuah persetujuan untuk kepentingan bersama, maka
tidak akan ada kompromi untuk proses tawar menawar (Holsti, 1992). Jika negosiasi
dilakukan ketika seperti kepentingan bersama tidak ada, tujuannya bisa mengacu
untuk menipu lawan, atau dianggap sebagai suatu permainan, atau bisa juga untuk
membuat propaganda. Hal seperti ini tidak boleh diasumsikan, oleh karena itu, bahwa
semua negosiasi memiliki tujuan mencapai beberapa kesepakatan. Seperti pada
Negosiasi terlihat jelas bahwa peran IWC masuk kedalam negosisai multirateral.
Dalam negosiasi multirateral ini IWC masuk menjadi pihak ketiga dalam konflik
Israel Palestina. banyak kegiatan agenda IWC yang menjadi penengah dalam konflik
tersebut.
Kemudian penjelasan kedua mengenai mediasi yaitu, dimana pihak ketiga
dengan tidak ada ketertarikan langsung terhadap area yang berkonflik di bawah
pertentangan pendapat di dalam proses perdamaian. dimana salah satu konsekuensi
konflik internasional berpotensinya “spill-over” dari sebuah kejahatan antara dua atau
lebih dari dua pihak didalam satu wilayah teritorial (Holsti, 1992). Kita bisa
membayangkan bahwa beberapa ribu tahun yang lalu, distribusi populasi manusia

8


masih sangat jarang dimana konflik kekerasan antara dua suku, masyarakat pedesaan,
atau kota memiliki sedikit pengaruh dari daerah sekitarnya. Bukti antropologis dan
sejarah menunjukkan, bagaimanapun juga, bahkan dalam sistem politik primitif,
mediasi yang di lakukan oleh partai ketiga biasanya dilakukan untuk menengahi suatu
konflik dan mengantisipasi masuknya partai lain ke dalam konflik.
Penting dimasukan peran mediasi bagi suatu konflik yang berlarut agar tetap
tenang dan dapat menyelesaikannya dengan damai dan itu merupakan tugas seorang
mediator. Perlu di ketahui bahwa tugas dari seorang mediator itu sangatlah kompleks,
dan inisiatif strategi penawaran mediator mengambil dari berbagai macam cara dari
kasus ke kasus. Dalam konsep ini dijelaskan salah satunya cara mediasi oleh Oran
Young (Direktur Institut Studi Arktik, dan sebagai Ajun Profesor Ilmu Politik di
University of Troms di Norwegia). Beliau mengatur beberapa peran dan fungsi
dimana mediasi bermain dalam membantu memecahkan krisis dan konflik. Ada dua
macam (Holsti, 1992) :
1. Tindakan yang diambil adalah untuk membantu lawan memulai atau
melanjutkan pembicaraan bilateral, serta untuk membantu mengimplementasikan
perjanjian yang sudah tercapai. Di sini, pihak ketiga tidak terlibat dalam perundingan
penting.
A."Good Offices": Hal ini mengacu pada prosedur dimana pihak ketiga bertindak
sebagai penyalur komunikasi antara lawan, lewat pesan antara mereka. di samping
itu, pihak ketiga dapat mengusulkan lokasi untuk sesi diplomatik formal dan
mendesak antagonis untuk memulai diskusi resmi.

9

B. Data Source: Peran ini melibatkan menyediakan lawan dengan informasi yang
relevan dari suatu karakter tidak terdistorsi.
C. Interposition: Tindakan ini, digambarkan dengan pengiriman cepat dari kekuatan
negara-negara bersatu ke timur tengah setelah arab - israel perang pada tahun 1973,
dirancang untuk menempatkan basis militer antara kekuatan pihak-pihak yang sudah
menggunakan kekerasan dan mengawasi penarikan bermusuhan memaksa dari daerah
yang diperebutkan.
D. Supervision : Layanan ini muncul setelah para pihak sebagai konflik telah
merundingkan gencatan senjata awal. Pihak ketiga kemudian menentukan garis
gencatan senjata, kebijakan mereka, menangani pelanggaran sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan, dan kadang-kadang mengelola wilayah yang diperebutkan. Sejarah
panjang Organisasi Pengawas Gencatan Senjata Amerika di Timur Tengah adalah
salah satu contohnya.
2. Penawaran oleh pihak ketiga selama negosiasi antara dua atau lebih pihak
yang berselisih. Fungsinya layanan juga mungkin terlibat, tetapi dalam situasi ini,
tugas utama dari pihak ketiga adalah untuk menggabungkan, "unsur-unsur penjaga
aturan dan mediator.
A. Persuasion : Persuasi melibatkan upaya untuk menjaga negosiasi berjalan dan
untuk membujuk lawan untuk membuat kemajuan. untuk contoh, sekretaris jenderal
PBB dan stafnya sering membuat dirinya avaible selama krisis untuk menunjukkan
kepada pihak konsekuensi berbahaya dari tindakan ruam dan untuk menekankan
kepentingan umum dan tumpang tindih lawan.

10

B. Enunciation: Tugas ini melibatkan klarifikasi isu seputar konflik. menurut young,
mediator mengucapkan pemahaman mereka tentang isu-isu yang terlibat dan
menyarankan pronciples dasar, prosedur, atau mekanisme yang mungkin digunakan
dalam bargainin formal. mereka juga dapat bekerja pada kedua belah pihak untuk
mendapatkan pemahaman umum setidaknya beberapa isu kritis.
C. Elaboration and Initiation : Dalam hal ini, mediator terlibat aktif dalam
perundingan dengan membantu untuk merumuskan kepentingan bersama dan
membuat, atas inisiatif mereka sendiri, proposal substantif untuk menyelesaikan
konflik. jika tidak ada single sebelumnya daerah masalah atau fokus, mediator dapat
membuatnya dengan kekuasaan mereka untuk membuat saran dramatis. jika mereka
berhasil memulai proposal sebagai dasar untuk diskusi, mereka kemudian harus terus
fokus negosiasi sekitar proposal ini daripada membiarkan liga Bangsa dan upaya
PBB di pemukiman pasific telah didirikan prosedur untuk perundingan bilateral,
organisasi ini juga telah menguraikan prinsip-prinsip yang mendasari kesepakatan
akhir (misalnya, resolusi Dewan Keamanan tahun 1967 menguraikan prinsip-prinsip
perdamaian antara Israel dan negara Arab) atau proposal perdamaian dimulai pada
pertemuan pribadi yang melibatkan mediator.
D. Participation: mediator di sini benar-benar menjadi salah satu partai utama untuk
tawar-menawar. Tidak hanya menunjukkan bidang minat kebersamaan, memecah
stereotip dan citra berdasarkan informasi palsu, dan memulai rencana atau
mengajukan proposal, tetapi mereka akan membuat upaya untuk mendapatkan pihak
untuk menyetujui proposal mereka. Pada saat ini ada tiga cara dalam tawar menawar

11

dan, dalam beberapa kasus, mediator hampir mendominasi negosiasi. PBB menjadi
mediasi gencatan senjata Palestina tahun 1948, solusi dari masalah Irian barat, dan
cerita panjang dan bingung dari pihak ketiga Kongo yang terlibat yang aktif tdalam
perundingan dan memberikan tekanan yang cukup pada protagonis untuk menerima
proposal PBB.
Dan pada Mediasi, peran IWC lebih mampu di jelaskan pergerakan dalam
pengupayaan perdamaian di Israel – Palestina pada Mediasi persuasion, Mediasi
enunciation, Mediasi Elaboration, Mediasi Participation. Menarik contoh-contoh
beberapa mediasi yang dilakukan oleh ainternasional salah satunya yaitu
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang juga turut campur dalam konflik Israel-Palestina
dengan mengikuti berbagai macam prosedur mediasi, salah satunya dengan adanya
UNSCR (United Nation Security Council) yang menjadi sebuah pedoman atau
sebagai surat mandat bagi PBB yang menjadi salah satu bentuk prosedur mediasi
untuk menangani kasus Israel dan Palestina ini. PBB memiliki organisasi bergender
perempuan yaitu, UN Women yang beranggotakan dominan perempuan dan
mempunyai sebuah tujuan yakni, mengupayakan hak-hak perempuan didaerah
konflik internasional. Dari organisasi PBB ini lahirlah UNIFEM yang merupakan sub
dari UN Women, dan IWC sendiri merupakan salah satu organisasi bentukan dari
UNIFEM itu sendiri.
Penjelasan prosedur yang ketiga yaitu ajudikasi, dimana pihak ketiga yang
bebas menentukan tempat tinggal melewati beberapa keputusan. Dalam prosedur
yang ketiga ini mulai mengambil tindakan dimana partai ketiga sudah mengangkat

12

konflik antara partai pertama dan kedua masuk dalam sebuah pengadilan
internasional. Dan lebih mempunyai kekuasaan mengatur jalan nya proses penentuan
penawaran Prosedur paling akhir dalam pencapaian sebuah institusi resolusi konflik
internasional adalah dengan mengadakannya sebuah ajudikasi dan arbitrasi. Dalam
prosedur ketiga ini tidak terlalu terlihat bawa IWC dapat di jelaskan dalam pengertian
dan beberapa penjelasan nya.
Dari penjelasan panjang tentang konsep, bahwa International Women
Commision lebih mengarah ke aspek prosedur negosiasi dan mediasi. Dalam unsurunsurnya pun IWC tidak memenuhi ke segala aspek. Seperti pada Negosiasi terlihat
jelas bahwa peran IWC masuk kedalam negosisai multirateral. Dalam negosiasi
multirateral ini IWC masuk menjadi pihak ketiga dalam konflik Israel Palestina.
banyak kegiatan agenda IWC yang menjadi penengah dalam konflik tersebut. Dan
pada Mediasi, peran IWC lebih mampu di jelaskan pergerakan dalam pengupayaan
perdamaian di Israel – Palestina pada Mediasi persuasion, Mediasi enunciation,
Mediasi Elaboration, Mediasi Participation.

13

III.

PEMBAHASAN
III.1 International Women’s Commission
"The IWC is an important place of struggle that brings together
Palestinian and Israeli women to end the Israeli occupation and to reach a
peaceful settlement. The IWC uses political analysis and position papers and
at the formal international level to reach the White House and the European
Union. We are focusing on two issues: the right of return and the inclusion of
women in negotiations. Another contribution of the IWC is to create a space
for

feminist

political

analysis

and

networking

with

international

organizations" (Tuma, Nazareth 2009).

International Women’s Commission atau Komisi Perempuan Internasional
untuk Perdamaian Israel-Palestina yang Adil dan Berkelanjutan didirikan sebagai
badan organisasi internasional yang sebagian anggotanya terdiri dari Palestina, tokoh
perempuan Israel dan Internasional. IWC berkomitmen untuk dapat memajukan
perdamaian yang adil dan berkelanjutan antara Israel dan Palestina. International
Women Commisiion adalah salah satu lembaga institusi internacional yang bergerak
atas dasar semangat resolusi 1325 yang mengingatkan pentingnya dimasukkannya
perempuan dalam usaha dan upaya perdamaian konflik di dunia. IWC bergerak atas
dasar kemanusiaan dan pemuliaan terhadap hak asasi manusia. Dalam kasus
penelitian ini IWC telah berfokus pada kasus Israel-Palestina dimana IWC berusaha
untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan (UN Women, 2010). IWC

14

menekankan bahwa pendekatan yang harus berbau ketegasan dengan militer adalah
batu sandungan besar dalam proses perdamaian tersebut.
Dipandu oleh Piagam prinsip politik yang diadopsi pada pertemuan
pendiriannya di Istanbul 2005 IWC yang menekankan pemenuhan semua resolusi
PBB yang relevan dengan konflik, termasuk Dewan Keamanan PBB, dan inti dari
kerja IWC menganggap perannya sebagai unit dalam memperkenalkan perspektif hak
perempuan untuk analisis politik arus utama dan tindakan politik, yang sering tidak
ikut menyertakan diri dari upaya negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung.
Anggota IWC terlibat pada tingkat politik tertinggi di dalam dan di luar negeri,
tergambar pada suara dan wawasan perempuan yang mengalami dampak dari konflik
dalam kehidupan sehari-hari mereka (UN Women, 2010). Dalam hal ini akan lebih
dijelaskan bagaimana implikasi peran IWC terkait pemberdayaan perempuan untuk
pengupayaan perdamaian di konflik Israel-Palestina. Sebagai lembaga yang memiliki
fokus terhadap upaya perdamaiana Israel-Palestina, IWC menekankan upaya-upaya
yang membangun guna mendukung program secara politik antara Palestina dan Israel
berdasaran kejujuran, keadilan dan kesetaraan. Serta akan dijelaskan pula berbagai
peran dan kegiatan serta upaya-upaya yang dilakukan oleh IWC demi mewujudkan
peran pemberdayaan perempuan dalam terwujudnya perdamaian di Israel-Palestina
dari kurun waktu 2005-2010.

15

Banyak Negara yang sejak dulu terkenal sebagai Negara agresif melakukan
perang untuk mendapatkan keinginannya. Israel dalam kasus ini, menggunakan caracara kekerasan dan banyak ancaman untuk melakukan pendudukan di wilayah
Palestina. Akar masalah ini memang muncul sejak jaman kolonial Inggris yang
membagi wilayahnya tanpa menghormati hak. Dalam pandangan K.J. Holsti sumber
dan penyebab perang pada abad ke 20 bukan lagi tentang permasalahan kebijakan
luar negeri, keamanan, kehormatan namun perang tersebut berkaitan tentang status
negara bagian, pemerintahan dan peran serta status bangsa dan komunitas di dalam
negara (Holsti, 1996).

Sebagai konflik sosial yang berkepanjangan, konflik Israel-Palestina menurut
Azar

(1991)

memiliki

faktor

kritis

yang

merepresentasikan

perjuangan

berkepanjangan yang seringkali penuh kekerasan oleh kelompok komunal untuk
keperluan dasar seperti keamanan, pengakuan dan penerimaan, akses yang adil bagi
institusi politk dan partisipasi ekonomi. Masalah tersebut merupakan bias dari
pemahaman tradisional tentang kenegaraan, yang mengaburkan dinamika dalam
konflik ini, kelalaian negara untuk melindungi hak-hak warga negara yang seringkali
membuat konflik ini berjalan terus menerus. Azar kemudian menyimpulkan bahwa
peran negara (sebagaiman juga hubungannya dengan negara lain ) dapat memuaskan
atau mengecewakan kebutuhan dasar komunal, dan karenanya dapat mencegah atau
justru menimbulkan konflik (Azar, 1991).
Selama 60 tahun, laki-laki dari berbagai pihak seperti politisi, jurnalis, dan

16

lain-lain telah menulis cerita tentang perebutan kekuasaan ini secara terus-menerus
sejak konflik ini muncul. Rudal, bom bunuh diri, kamp pengungsi, dan sensor adalah
material-material telah mengambil peran penting dalam pertempuran atas wilayah dan
kesalahan sejarah. Tetapi, suara perempuan di kedua sisi belum terdengar. Namun, di
balik itu, perempuan berfungsi sebagai perekat budaya dan sebagai penyembuh.
Mereka adalah pendidik, dokter, politisi, seniman, dan pemimpin organisasi.
Perempuan dari masing-masing pihak telah ditempa pengalaman diri mereka
sendiri dari keadaan yang mereka alami. Mereka tahu apa yang dibutuhkan di
lapangan, dan bekerja secara kreatif dan dapat menjadi kuat mental atau fisik. Mereka
memahami nilai pengampunan untuk sebuah kemajuan. Mereka juga dididik,
mengartikulasikan, dan bekerja secara profesional . Meskipun dengan adanya semua
ini, pada kenyataan nya masih sedikit perempuan telah meningkatkan kemampuan
diri yang tinggi untuk terlibat dalam proses negosiasi perdamaian.
Pada

akhirnya

muncul

sebuah

tokoh

perempuan

yaitu

Hillary

Clintonmengatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam perundingan perdamaian
adalah suatu keharusan. Hillary Clinton melengkapi pernyataannya bahwa Resolsui
PBB 1325 menginginkan terbukanya peluang perempuan untuk dapat berpartisipasi
aktif dalam perundingan perdamaian. Becheir, Sekjen UN Women menambahkan
juga bahwa peranan perempuan dalam perdamaian telah banyak mengalami
peningkatan tercatat bahwa sudah banyak pasukan perdamaian di daerah-daerah
konflik yang merupakan perempuan.
Berbekal pengalaman pribadi, Clinton harus mendorong dilibatkannya

17

perempuan dan masyarakat sipil dalam proses perdamaian Timur Tengah dengan:
meminta dimasukkannya agenda negosiasi dari masyarakat sipil dan perempuan;
mengadakan konsultasi publik dengan organisasi-organisasi perempuan dan
masyarakat sipil untuk mendengar perspektif mereka tentang isu-isu pokok;
menciptakan mekanisme konsultasi formal bagi kelompok-kelompok masyarakat
sipil untuk memberi masukan secara tidak langsung pada negosiasi; menunjuk para
penasihat jender atau penghubung masyarakat sipil untuk membantu delegasi resmi;
dan menawarkan pada tim negosiasi tambahan kursi dalam perundingan jika
perempuan hendak diikutkan. Prospek tersebut semakin meningkat ketika Hamas
sebagai kelompok yang sangat berpengaruh dalam perjalanan perundingan
perdamaian di Palestina membuka peluang besar bagi perempuan sebagai kadernya
dan bukan tidak mungkin nanti akan menjadi negosiator perundingan perdamaian
kedua Negara tersebut.
Dalam semangat Resolusi 1325 untuk memajukan peran perempuan dalam
resolusi konflik sangat penting untuk memahami perempuan. Dalam beberapa kasus
perempuan lebih jarang untuk menggunakan kekerasan dan pasukan untuk
memecahkan masalah koflik Terbukanya peluang lembaga non negara yang berbasis
gender untuk menangani konflik sesuai dengan Resolusi PBB 1325 merupakan salah
satu hal positif dalam perkembangan penanganan konflik dan perwujudan
perdamaian. Sebagai NGO yang memiliki fokus terhadap upaya perdamaiana IsraelPalestina, IWC menekankan upaya-upaya yang membangun guna mendukung
program secara politik antara Palestina dan Israel berdasaran kejujuran, keadilan dan

18

kesetaraan. Menyertakan suara dan pengalaman perempuan dalam proses perdamaian
telah dilaksanakan kedua belah pihak, Benjamin Netanyahu selaku anggota IWC
telah mengumumkan akan meningkatkan peran perempuan dalam decisionmaking
Israel serta HAMAS yang telah meningkatkan kader perempuannya guna mendukung
partisipasi perempuan dalam upaya perdamaian. Berikut berbagai upayaIWC yang di
jelaskan melalui konsep yang sudah di tentukan sehingga mamapu mengetahui
bagaimana perpolitikan IWC sebagai pihak ketiga anatara Israel dan Palestina demi
mewujudkan peran pemberdayaan perempuan dalam terwujudnya perdamaian di
Israel-Palestina dari kurun waktu 2005-2010.

III.2 Negosiasi dan Mediasi International Women’s Commission dalam Upaya
Perdamaian pada Konflik Israel-Palestina Periode 2005-2010

Pada akhirnya Dengan digunakan suatu konsep Institutions and Procedures
for Resolving International Conflicts.Akan mampu menjelaskan bagaimana peran
serta aksi perpolitikan yang di lakukan oleh IWC sebagai pihak ketiga dalam konflik
Israel dan Plaestina melalui pemberdayaan perempuan dalam pengupayaan
perdamaian di Israel-Palestina. Terdapat beberapa peran yang dilakukan IWC terkait
konflik Israel-Palestina melalai negosiasi dan mediasi. Berikut berbagai fungsi dan
perannya. Pertama, IWC bertindak dalam negosiasi multirateral, dimana IWC
menyelenggarakan acara-acara Internasional terkait perdamian di Irak-Palestina dan

19

merekomendasi pembentukan mekanisme konsultasi yang memungkinkan bagi
masyarakat sipil dan perempuan Israel-Palestina terkait perdamaian. Sehingga
terbentuklah komunikasi yang baik bagi kedua belah pihak yang akhirnya dapat
menciptakan peluang perdamaian.

Kedua, IWC bertindak dalam Mediasi. Dalam hal ini ada beberapa bentuk
mediasi yang di lakukan oleh IWC antara lain : Mediasi Persuasion, dalam bentuk
mediasi ini IWC mencari beberapa aktor penting individu, organisasi, atau Negara
yang bersangkutan, dan berusaha memproduksi atau merubah struktur dan
menyebarluaskan serta membawa pengaruh ke ruang publik terkait aksi perdamaian
Israel-Palestina, melalui beberapa organisasi atau agen yang mendukung. Dengan
keikutsertaan IWC pada seminar Tingkat Tinggi IWC yang berada di Madrid bersama
dengan Resolusi 1325, Presidensi Spanyol Dewan Uni Eropa, perwakilan Israel dan
Palestina, dan UNIFEM.

Mediasi Enunciation, dalam mediasi ini IWC melakukan agendanya
menyerukan kepada para pemimpin Israel, Palestina dan masyarakat internasional,
sesuai dengan Resolusi DK PBB 1325, pada tangal 13 Mei 2007, untuk memasukkan
perempuan ke negosiasi dan mempertimbangkan perspektif untuk menjamin
tercapainya perdamaian substantif, komprehensif, dan abadi.

Mediasi Elaboration and Initiation, dalam mediasi ini IWC pengajukan
proposal perdamaian kepada Israel dan Plaestina. Dalam rentetan agenda IWC upaya

20

perwujudan perdamaian kedua negara tersebut telah berjalan sejak Juli 2005 yang
mana IWC membuat dasar pijakan yang berlandaskan semangat Resolusi 1325. Pada
November di tahun 2005 kedua negara merespon dengan baik proposal perdamaian
yang diajukan oleh IWC.

Mediasi Participation, dimana IWC dengan kemampuan yang dimiliki
mampu mempengaruhi ruang publik, sehingga pemerintahan ikut mendukung aksi
terkait upaya perdamain Israel-Palestina dan IWC mampu membuat strategi nasional
untuk melawan kekerasan gender di Israel-Palestina.

Dengan melihat beberapa peran negosiasi dan mediasi yang di lakukan oleh
IWC diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran IWC sebagai pihak ketiga dalam
pengupayaan perdamaian melalui pemberdayaan perempuan berpengaruh atas
berjalan nya tawar menawar antara Palestina dan Israel. Tingginya kritikan terhadap
rendahnya pemerintah dan regulasi global mengenai hak dan kewajiban perempuan di
wilayah konflik merupakan pemicu tingginya juga upaya dari perempuan baik yang
bergabung dengan lembaga maupun tidak. IWC sebagai lembaga yang fokus dalam
isu Israel-Palestina menekankan bahwa isu perempuan dalam konflik dan keamanan
adalah penting. Dan oleh sebab itu, perspektiv dan suara perempuan harus menjadi
salah satu faktor yang penting dalam upaya mewujudkan perdamaian tersebut.

21

VI. KESIMPULAN

Satu

dekade setelah

terbitnya

resolusi

PBB

UNSCR

1325,

yang

memungkinkan perempuan untuk memiliki hak dalam konflik maupun pasca konflik
membawa pengaruh baru dalam upaya melaksanakan perdamaian. Peran negara yang
tidak meninggalkan konsep tradisionalnya meninggalkan tradisi yang kaku sehingga
membuat perundingan perdamaian selalu buntu. Era baru dengan hadirnya aktor non
negara yang dapat berperan aktif dalam proses perdamaian merupakan buah-buah
dari resolusi tersebut. Sebagai lembaga yang memiliki fokus terhadap upaya
perdamaiana Israel-Palestina, IWC menekankan upaya-upaya yang membangun guna
mendukung program secara politik antara Palestina dan Israel berdasaran kejujuran,
keadilan dan kesetaraan.
Dengan digunakan suatu konsep Institutions and Procedures for Resolving
International Conflicts, akan mampu menjelaskan bagaimana peran serta aksi
perpolitikan yang di lakukan oleh IWC sebagai pihak ketiga dalam konflik Israel dan
Plaestina melalui pemberdayaan perempuan dalam pengupayaan perdamaian di
Israel-Palestina. Terdapat tiga prosedur yang di jelaskan di dalamnya yang membantu
memberi gambaran bagaimanakah peran IWC sebagai suatu lembaga interasional.
Prosedur yang pertama yaitu negosiasi bilateral dan multilateral. Negosiasi bilateral
adalah negosiasi yang dilakukan oleh kedua belah piak yang bersangkutan dalam
kasus ini adalah pihak Israel dan pihak Palestina. Sedangkan negosiasi multilateral
adalah, negosiasi yang mengikutsertakan pihak ketiga yaitu IWC sebagai negosiator

22

antara Israel dan Palestina. Terdapat beberapa peran yang dilakukan IWC terkait
konflik

Israel



Palestina

melalui

negosiasi

multirateral,

dimana

IWC

menyelenggarakan acara-acara Internasional terkait perdamian di Irak-Palestina dan
merekomendasi pembentukan mekanisme konsultasi yang memungkinkan bagi
masyarakat sipil dan perempuan terkait perdamaian di Israel-Palestina. Seperti pada
saat IWC mengadakan sebuah acara internasional di Yerusalem pada 13-14 Mei 2007
yang berjudul: A Place at the Table: Perempuan dan Resolusi Konflik PalestinaIsrael. Acara ini akan mempertemukan para tokoh Palestina, Israel dan anggota
internasional

IWC,

bersama

dengan

wakil-wakil

dari

organisasi-organisasi

masyarakat sipil, aktivis politik dan anggota publik yang lebih luas di Palestina dan
Israel.
Prosedur yang kedua yaitu Mediasi, mediasi adalah dimana pihak ketiga
dengan tidak ada ketertarikan langsung terhadap area yang berkonflik di bawah
pertentangan pendapat di dalam proses perdamaian. Dan ada beberapa macam yang
di jelaskan tentang mediasi. Dan masuk ke dalam pergerakan dari IWC bertindak
dalam Mediasi, dalam hal ini ada beberapa mendiasi yang di lakukan oleh IWC
antara lain :

Mediasi Persuasion, dalam bentuk mediasi ini IWC mencari beberapa aktor
penting individu, organisasi, atau Negara yang bersangkutan, dan berusaha
memproduksi atau merubah struktur dan menyebarluaskan serta membawa pengaruh
ke ruang publik terkait aksi perdamaian Israel-Palestina, melalui beberapa organisasi

23

atau agen yang mendukung. Dengan keikusertaan IWC pada seminar Tingkat Tinggi
IWC yang berada di Madrid bersama dengan Resolusi 1325, Presidensi Spanyol
Dewan Uni Eropa, perwakilan Israel dan Palestina, dan UNIFEM.

Mediasi Enunciation, dalam mediasi ini IWC melakukan agendanya
menyerukan kepada para pemimpin Israel, Palestina dan masyarakat internasional,
sesuai dengan Resolusi DK PBB 1325, pada tangal 13 Mei 2007, untuk memasukkan
perempuan ke negosiasi dan mempertimbangkan perspektif untuk menjamin
tercapainya perdamaian substantif, komprehensif, dan abadi.

Mediasi Elaboration and Initiation, dalam mediasi ini IWC pengajukan
proposal perdamaian kepada Israel dan Plaestina. Dalam rentetan agenda IWC upaya
perwujudan perdamaian kedua negara tersebut telah berjalan sejak Juli 2005 yang
mana IWC membuat dasar pijakan yang berlandaskan semangat Resolusi 1325. Pada
November di tahun 2005 kedua negara merespon dengan baik proposal perdamaian
yang diajukan oleh IWC.

Mediasi Participation, dimana IWC dengan kemampuan yang dimiliki
mampu mempengaruhi ruang publik, sehingga pemerintahan ikut mendukung aksi
terkait upaya perdamain Israel-Palestina dan IWC mampu membuat strategi nasional
untuk melawan kekerasan gender di Israel-Palestina. Terbukti dengan pencapaian
penting dari kementerian urusan perempuan, IWC dan Presiden Abbas telah
menandatangani dan ratifikasi CEDAW sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

24

Dasar Palestina diproses setelah proposal perdamaian yang di ajukan IWC diterima
oleh pemerinta Palestina.

Dengan melihat beberapa peran negosiasi dan mediasi yang di lakukan oleh
IWC diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran IWC sebagai pihak ketiga dalam
pengupayaan perdamaian melalui pemberdayaan perempuan ikut berpengaruh atas
berjalan nya tawar menawar antara Palestina adan Israel. Tingginya kritikan terhadap
rendahnya pemerintah dan regulasi global mengenai hak dan kewajiban perempuan di
wilayah konflik merupakan pemicu tingginya juga upaya dari perempuan baik yang
bergabung dengan lembaga maupun tidak. IWC sebagai lembaga yang fokus dalam
isu Israel-Palestina menekankan bahwa isu perempuan dalam konflik dan keamanan
adalah penting. Dan oleh sebab itu, perspektiv dan suara perempuan harus menjadi
salah satu faktor yang penting dalam upaya mewujudkan perdamaian tersebut.

Melihat peran IWC terhadap pemberdayaan perempuan dalam pengupayaan
perdamaian di konflik Israel-Palestina, dalam aktivitasnya selalu menempatkan
perempuan agar mampu menjadi agen perdamaian dan salah satu decisionmaking
dalam perumusan kebijakan kedua negara. Upaya yang dilakukan IWC selalu di
dukung oleh banyak pihak luar atau pihak internasional. Pencapaian IWC sudah
mampu dikatakan mempengaruhi kedua negara yang berkonflik dengan adanya
pembuktian seperti terlibatnya presiden Palestina yang telah menandatangani dan
ratifikasi CEDAW sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Palestina. Dan

25

tentunya meningkatkan beberapa aktor perwakilan perempuan di Israel. Adapun
memang aksi yang dilakukan IWC kurang berpengaruh langsung bagi kedua negara,
setidaknya aksi tersebut mampu mempengaruhi sejumlah pihak yang terlibat. Serta
mampu menarik tanggapan positif dari pemerintah Palestina dan Israel dan
berpeluang dalam perwujudan perdamaian.

26

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Azar, Edward E. (1991). The analysis and management of protracted social conflict,
in The Psychodynamics of International Relationships. Lexington: Lexington
Books.
Chenoy, Anuradha Mitra and Achin Vanaik. Promoting Peace, Security and Conflict
Resolution: Gender Balance in Decisionmaking. Dalam e-book Gender, Peace
and Conflict (Inger Skjelsbaek and Dan Smith)
Goldstein, Joshua S. dan Jon C (2005). Pevehouse dalam International relations edisi
ke 7. 2007 pada halaman 115.
Holsti, K.J. (1996). The State, War and the State of War. Cambridge: Cambridge
University Press.
Kumpulainen, Heidi Marja Kaarina. (2008). Bat Shalom and Jerusalem center for
Women as Organizations. Dalam e-book KEEPING ALIVE THE SYMBOL
A Case Study of the Israeli and Palestinian Women of the Jerusalem Link.
Irlandia: University of Helsinski.
Mas’oed,Mochtar (1994). ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL; Disiplin dan
Metodologi. LP3ES. Jakarta.
Holsti, K.J. (1992). International Politics a Framework for analisys sixth edition.
Prentice-Hall International Edition.
E-source
Alami, Atiqah Nur. (2010). Gender dalam Praktek Ekonomi Politik Internasional dan
Keamanan
Global
(Bagian
2
dari
3
tulisan).
Tersedia
di
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/en/columns/181-gender-dalam praktekekonomi-politik-internasional-dan-keamanan-global-bagian-2-dari-3-tulisandi akses pada tanggal 23 Juli 2012.
Al-Kassim, Mohammad. (2010). Middle East: Israel and Palestinian Women
Together for Peace. Tersedia di www.visionews.net. Diakses dari
http://www.visionews.net/middle-east-israel-and-palestinian-women-togetherfor-peace/ pada tanggal 6 Maret 2013.
Gimon, Charles A. (1996-2001). 1940 to 1945: Perang Dunia II (the Second World
War). Tersedia di http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah07.shtml di akses
pada tanggal 17 Juli 2012.

27

International Women’s Commission. (2007). IWC international event: Promoting
inclusive peacemaking. Tersedia di www.daniella.ben-attar.com. Diakses dari
http://www.daniella.benattar.com/downloads/IWC%20Conference%20Summary.pdf pada tanggal 5
Maret 2013.
Jews For Justice in the Middle East. (2000). The Origin of the Palestine-Israel
Conflict. Tersedia di www.ifamericansknew.org. Diakses dari
http://www.ifamericansknew.org/download/origin_booklet.pdf pada tanggal
19 Maret 2013.
Kawilarang, Renne R.A. (2009). Jumlah Korban Tewas Kini Lebih dari 1000 Jiwa.
Tersedia
di
http://dunia.vivanews.com/news/read/22045jumlah_korban_tewas_kini_lebih
_dari_1000_jiwa diakses pada tanggal 18 Juli 2012.
Kevorkian, Nadera Shalhoub. (2010). The United Nations Security Council
Resolution 1325 Implementation in Palestine and Israel 2000-2009. Tersedia
di
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:i_RZRM_KIIAJ:www.kirkens
nodhjelp.no/Documents/Kirkens%2520N%25C3%25B8dhjelp/Geografiske%
2520filer/Midt%25C3%25B8sten/UNSCR-1325_Implementation-in-Israeland-Palestine-2000-2009.doc+UNSCR-1325_Implementation-in-Israel-andPalestine-20002009&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESh0Lci7gYZRPxwTJvwTy1KOc
AojrS3VekWtRX287UrPr1-0zZXa4Yw-i3aFKZNlRTpYZFGbrO2FDExbaXv6mDnyteI7_4OiL2gFziEsImnygKQL_QYku25XAZB
Pig8edKTBUmx&sig=AHIEtbQoj3ZdzB91WqRLG1orni3EYp2vKQ diakses
pada tanggal 19 Maret 2013.
Koppell, Carla., Miller, Rebecca. (2010). Proses Perdamaian Israel-Palestina harus
Melibatkan Perempuan. Tersedia di hminews.com. Diakses dari
http://hminews.com/news/proses-perdamaian-israel-palestina-harusmelibatkan-perempuan/ pada tanggal 2 April 2011.
Krause, Suzanne. (2009). Women for Women, Bantuan bagi Perempuan Sorban
Perang. Tersedia di http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4921038,00.html
diakses pada tanggal 19 Juli 2012.
Memoire, Aide. (2010). A Colloquium supported by the Government of Spain during
its Presidency of the EU co-sponsored with UNIFEM and the International
Women’s Commission for a Just and Sustainable Palestinian-Israeli Peace

28

(IWC). Tersedia di unispal.un.org Diakses dari
http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/BDB76830578DFB0C8525773700685
943 pada tanggal 5 Maret 2013.
Morgantini, Luisa. (2007). Charter of Principles. Tersedia di
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:m2DMOAITK9sJ:luisamorgan
tini.net/files/04-Dossier-IWC_english.doc+04-DossierIWC_english&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjZTiQCibHeSSpXTonUZxyV6UjiYYqtrA1UwXRxqOlV6tR1rMnHgkSXrpwNN
O1aaWFVzDkd5viztuSf7Ysn7BhinAtnepbja8DE__0m_nNiOzbTcmIacKq6wV7OQdeZZO-Ts&sig=AHIEtbTg36tJNcSAigWpct9MgfbdG_VNlA diakses pada tanggal 12
November 2012.
Pambudy, Nunuk M. (2011). Memutus Rantai Impunitas. Tersedia di
http://regional.kompas.com/read/2011/01/21/03363727/Memutus.Rantai.Impu
nitas diakses pada tanggal 19 Juli 2012
UN women. (2010). Coordinator: International Women's Commission For a Just and
Sustainable Israeli-Palestinan Peace. Tersedia di www.undp.org. Diakses dari
https://jobs.undp.org/cj_view_job.cfm?cur_job_id=19138 pada tanggal 12
Desember 2012.
Winkler, Heinrich August. (Oktober 2012). 1914–1918: Perang Dunia Pertama.
Tersedia di http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/geschichte/maincontent-03/1914-1918-perang-dunia-pertama.html diakses pada tanggal 17
Juli 2012.
Yahya,

Harin
(2001).
Dibalik
Perang
Dunia.
Tersedia
di
http://www.dibalikperangdunia.com/index2.html diakses pada tanggal 17 Juli
2012.

_________. (2010). Proses Perdamaian Israel-Palestina harus
MelibatkanPerempuan. Tersedia di www.inclusivesecurity.org. diakses dari
http://hminews.com/news/proses-perdamaian-israel-palestina-harumelibatkanperempuan/ pada tanggal 23 Juli 2012.

29