Pengenalan Mikroskop Pembuatan Preparat alga

LAPORAN PROYEK SAINS TUMBUHAN (BI-2204)
PENDAHULUAN
“Pengenalan Mikroskop, Pembuatan Preparat Segar, Pengamatan Aliran
Sitoplasma, Zat Ergastik Pati dan Kristal, Pembuatan Larutan Sukrosa, dan
Plasmolisi”
Tanggal Praktikum : 27 Januari 2016
Tanggal Pengumpulan : 03 Februari 2016
Disusun oleh:
Hany Husnul Chotimah
10614025
Kelompok 4

Asisten:
Azarine Rahmawati Gandira
10612039

PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Tumbuhan merupakan organisme multiseluler yang dapat menyerap air
dan senyawa organik melalui akar kemudian melakukan fotosintesis
menghasilkan senyawa-senyawa organik. Tumbuhan juga memiliki berbagai
sistem dalam tubuhnya untuk menjalankan fungsi hidup. Sistem yang terjadi
dalam tubuh tumbuhan dilaksanakan oleh berbagai komponen yang terdapat
dalam sel. Sel memiliki konsentrasi optimum untuk memfasilitasi fungsi
hidupnya. Jika konsentrasi lingkungan sekitar sel lebih rendah, maka sel akan
menjadi turgid, sedangkan jika konsentrasi lingkungan sel lebih tinggi maka
sel akan mengalami plasmolisis. Pada sel tumbuhan terdapat suatu parameter
yang dapat menyatakan bahwa sel tumbuhan tersebut benar-benar hidup, yaitu
aliran sitoplasma tumbuhan (Taiz and Zeigher, 2002).
Suatu sel hidup harus memiliki protoplas, yaitu bagian sel yang berada di
dalam dinding sel. Protoplas dibedakan atas komponen protoplasma dan nonprotoplasma. Komponen protoplasma terdiri atas membran sel, inti sel, dan

sitoplasma (terdiri dari organel-organel hidup). Komponen non-protoplasma
disebut sebagai zat ergastik. Zat ergastik pada tumbuhan dapat berupa
karbohidrat (amilum), protein, lipid, dan kristal (Taiz and Zeigher, 2002).
Berdasarkan dua ciri sel hidup tersebut, diperlukan adanya pengamatan
terhadapan aktivitas protoplasma yang ditandai dengan adanya aliran
sitoplasma serta keberadaan zat ergastik pada suatu sel tumbuhan sehingga sel
tumbuhan tersebut dapat dinyatakan hidup. Oleh karena itu, pada praktikum
ini akan dilakukan pembuatan preparat segar dari sayatan berbagai sampel
tumbuhan dan pengamatan terhadap aliran sitoplasma, zat ergastik, serta sifat
plasmolisis dan reversibilitas sel tumbuhan.

1.2.

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Menentukan jenis-jenis aliran plasma yang teramati dari daun Hydrilla
verticillata dan rambut filamen bunga Rhoeo discolor.
2. Menetukan jenis-jenis zat ergastik yang teramati pada sayatan daun Ficus
elastica, batang suji (Pleomele angustifolia), kerokan umbi kentang, dan
tangkai daun Carica papaya.

3. Menentukan jenis-jenis sel sklerenkim pada kerokan tempurung kelapa
dan sayatan tumbuhan Sansevieria.
4. Menentukan sifat reversibilitas sel terhadap peristiwa plasmolisis.

1.3.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam praktikum ini diantaranya:
1. Hydrilla verticillata memiliki aliran sitoplasma sirkulasi sedangkan Rhoeo
discolor memiliki aliran sitoplasma rotasi.
2. Zat ergastik pada daun Ficus elastica berupa ca-okasalat, pada batang suji
berupa kristal rafida, pada tangkai daun Carica papaya berupa kristal
druses, dan pada kerokan umbi kentang berupa pati tunggal.
3. Jenis sel sklerenkim yang terdapat pada kerokan temperung kelapa adalah
sel batu atau sklereid dan pada Sansevieria berupa sel serat.
4. Sifat reversibilitas sel dapat diketahui setelah sel mengalami plasmolisis
dan dapat kembali ke keadaan semula.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1.

Jenis-Jenis Mikroskop dan Fungsinya
Mikroskop adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk melihat
benda yang ukurannya kecil atau struktur dari suatu material tertentu yang
tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata manusia. Prinsip kerja
mikroskop adalah dengan memfokuskan bayangan yang diperbesar dari suatu
spesimen dengan bantuan suatu lensa atau medan magnet tertentu. Ada dua
jenis mikroskop berdasarkan pada penampakan objek yang diamati yaitu
mikroskop dua dimensi (mikroskop cahaya) dan mikroskop tiga dimensi
(mikroskop stereo). Sedangkan berdasarkan sumber cahayanya mikroskop
dibedakan menjadi mikroskop cahaya dan mikroskop elektron (Respati, 2008).
Mikroskop cahaya atau compound light microscope adalah sebuah
mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya
matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop konvensional.
Mikroskop cahaya memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa objektif, lensa
okuler, dan kondensor. Fungsi dari mikroskop cahaya adalah untuk
mengamati suatu objek tanpa diwarnai, cahaya dari sumber akan menembus
spesimen secara langsung. Sedikit kontras dan struktur sel tidak dapat terlihat

secara detail (Bima, 2005).
Mikroskop stereo atau biasa disebut stereoskopik digunakan untuk
mengamati objek dengan penampang tiga dimensi. Kerja mikroskop stereo
melibatkan dua set sistem optik. Berbeda dengan mikroskop cahaya,
mikroskop stereo tidak memiliki kondensor dan diafragma. Terdapat dua
sumber cahaya, yaitu lampu atas dan lampu bawah. Perbesaran yang dapat
dilakukan oleh mikroskop stereo ini antara 4-10 kali (Bima, 2005).
Mikroskop elektron menggunakan magnet untuk memfokuskan sinar
elektron, seperti halnya lensa kaca pada mikroskop cahaya untuk meluruskan
sinar. Mikroskop ini menunjukkan bayangan dengan layar fluorescent atau

foto. Mikroskop elektron mempunyai pembesaran sampai 100 ribu kali.
Mikroskop elektron mempunyai tiga tipe, yaitu mikroskop elektron scanning
(SEM), mikroskop elektron transmisi (TEM), dan mikroskop krioelektron
(Bima, 2005).
2.2.

Teknik Pembuatan Sayatan Preparat Segar
Bentuk sel epidermis dan organel-organel sel pada sampel dapat diamati
dengan membuat preparat anatomi sayatan segar pada objek yang akan

digunakan. Pertama, objek yang akan diteliti disayat dengan sayatan yang
sangan tipis, kemudian sayatan tersebut diletakkan di atas kaca objek yang
telah diberi air ataupun reagen lain setelah itu ditutup perlahan dengan cover
glass dengan bantuan jarum jara (Alatlabor, 2016).
Pada prinsipnya ada tiga macam sayatan berdasarkan bidang pemotongan,
yaitu sayatan melintang (tegak lurus sumbu horizontal objek), sayatan
membujur (sejajar sumbu horizontal objek), dan sayatan tengah (sejajar atau
tegak lurus pada bagian tengah objek) (Abdul, 2005).

Gambar 2. 1 Pembuatan preparat segar
(Alatlabor, 2016)

2.3.

Osmosis dan Aliran Sitoplasma
Osmosis adalah peristiwa dimana air berdifusi menembus membran sel,
dengan kata lain, osmosis adalah ketika air berpindah dari larutan hipotonik ke
larutan hipertonik (Al, 2008). Di dalam sel tumbuhan terdapat aliran
sitoplasma yang akan menggerakkan plastida melewati beberapa vakuola
kesegala arah yang disebut dengan sirkulasi, aliran ini biasanya terdapat pada

sel tumbuhan yang masih muda, karena pada tumbuhan muda, sel-sel masih

dalam

tahapan

pertumbuhan

dan

perkembangan,

sehingga

masih

membutuhkan bahan-bahan organik untuk sintesis komponen-komponen sel.
Sedang aliran sitoplasma yang mengelilingi vakuola disebut aliran rotasi,
terjadi pada sel tua, karena sel tua tidak terlalu banyak membutuhkan senyawa
organik lagi, maka bahan organik tersebut dibawa ke vakuola untuk disimpan

sebagai cadangan makanan, jika suatu saat tumbuhan membutuhkannya,
misalnya dalam kondisi kekeringan atau kemarau (Taiz and Zeigher, 2002).
2.4.

Sklerenkim dan Zat Ergastik (Pati dan Kristal)
Jaringan sklerenkim merupakan jaringan sel yang mengalami penebalan di
seluruh bagian dinding selnya. Dinding selnya lebih kuat dibandingkan
jaringan kolenkim. Hal tersebut karena sel sklerenkim memiliki lignin.
Sklerenkim merupakan jaringan penguat atau pelindung mekanik. Jaringan ini
terdiri dari sel hidup atau sudah mati, bersifat elastis atau kenyal, dinding sel
merupakan dinding sekunder yang tersusun dari lignin yang tebal, sehingga
dapat membentuk noktah sederhana yang bercabang. Jaringan ini berasal dari
meristem primer atau dari parenkim. Sklerenkim terdiri dari serabut dan
sklereid. Sklereid berasal dari parenkim, bentuk sel pendek dengan ujung
tumpul atau runcing dapat sebagai idioblas atau berkelompok. Berdasarkan
bentuk dapat dibagi menjadi brakisklereid atau sel batu, bentuk isodiametris;
makrosklereid, berbentuk seperti batang;

osteosklereid,


seperti tulang;

asterosklereid, seperti bintang, dan trikosklereid (Ferdinand & Ariebowo,
2007).
Zat ergastik adalah zat-zat nonprotoplasmik (tak hidup) yang ada di dalam
sel-sel makhluk hidup khususnya pada sel tumbuhan. Zat ergastik terdiri dari
substansi yang bersifat cair maupun padat yang merupakan hasil dari
metabolisme sel. Adapun zat ergastik yang bersifat padat adalah amilum,
aleuron, kristal Ca-oksalat, kristal kersik, dan sistolit. Sedangkan yang bersifat
cair adalah karbohidrat, protein, dan lemak (Beck, 2010).
Amilum (pati) merupakan butir-butir tepung yang dapat disimpan sebagai
cadangan makanan. Pada setiap jenis tumbuhan, butir amilum mempunyai

bentuk dan susunan tertentu, namun pada umumnya berbentuk bundar atau
lonjong. Adanya perbedaan bentuk dan susunan butir amilum ini karena
adanya hilus (titik permulaan terbentuknya butir tepung) di setiap butir
tepung. Berdasarkan letak hilus, butir amilum dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: amilum yang konsentris (hilus terletak di tengah) dan eksentris (hilus
terletak di tepi). Sedang berdasarkan jumlah hilus dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu: monoadelph (hilus hanya satu), diadelph atau setengah majemuk

(hilus berjumlah dua yang masing-masing dikelilingi oleh lamela) dan
poliadelph/majemuk (hilus berjumlah banyak dan tiap hilus dikelilingi oleh
lamela) (Purnobasuki, 2011).
Kristal merupakan hasil tambahan yang terjadi pada berbagai proses
metabolisme. Yang paling sering ditemukan adalah kristal garam kalsium,
terutama Ca-oksalat (kalsium oksalat). Kristal Ca-oksalat merupakan hasil
akhir atau hasil sekresi dari suatu pertukaran zat yang terjadi di dalam
sitoplasma. Kristal ini terdapat di dalam plasma atau vakuola sel dan larut
dalam asam kuat (HCl dan H2SO4). Bentuk dari kristal Ca-oksalat bermacammacam, ada yang berupa kristal panjang, jika padat serta ditemukan sendirisendiri disebut stiloid yang berupa kristal tunggal besar dan ada juga yang
berbentuk prisma kecil seperti pasir, jarum atau rafida, bintang atau roset,
kristal majemuk dan terhimpun dalam kelompok bulat disebut drus; dan
sebagainya. Kristal dapat ditemukan dalam sel yang sama rupanya dengan sel
sekelilingnya, atau terdapat dalam sel yang khusus, berbeda dari sel lainnya
dan disebut idioblas (Purnobasuki, 2011).

BAB III
METODOLOGI

3.1.


Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada
tabel 3.1 berikut.
Tabel 3. 1 Alat dan Bahan Praktikum

Alat
Mikroskop
Kaca objek
Pinset
Brix refraktometer
Tabung reaksi

3.2.

Bahan
Air
Alkohol 95%
Kertas saring atau tissue
Bunga Rhoeo discolor
Daun Hydrilla verticillata
Umbi kentang
Larutan I2KI
Daun Ficus elastica
Batang suji (Pleomele angustifolia)
Tangkai daun Carica papaya
Larutan cuka
Tempurung kelapa
Anilin sulfat 2%
Etanol 96%
Tanaman Sansevieria
Larutan sukrosa
Kaca tutup
Akuades

Cara Kerja
 Pembuatan preparat segar
Pertama, kaca objek dan kaca tutup dibersihkan dengan sabun dan air serta
disterilisasikan dengan alkohol 95% lalu diberi setetes air atau reagen pada
kaca objek tersebut. Dibuat sayatan setipis mungkin dan disimpan di atas air
atau reagen pada kaca objek. Salah satu ujung kaca tutup diletakkan pada
kaca objek tanpa menyentuh air atau reagen yang mengandung spesimen.

Kaca tutup diletakkan sampai menyentuh spesimen dengan baik dan air atau
reagennya tersebar merata. Kelebihan air dapat dihilangkan dengan
menggunakan tissue pad salah satu ujung kaca objek.
 Pengamatan aliran sitoplasma, zat ergastik pati, dan kristal
Diambil satu helai rambut filamen bungan Rhoeo discolor, diletakkan diatas
kaca objek yang telah ditetesi air, kemudian tutup perlahan dengan kaca
tutup sampai airnya tersebar merata. Diamati aliran sitoplasma dan sel yang
terlihat.
Dibuat

penampang

permukaan

daun

Hydrilla

verticillata

dengan

menggunakan daun yang masih segar kemudian diletakkan di atas kaca
objek yang telah ditetesi air, ditutup dengan kaca tutup secara perlahan dan
diamati aliran sitoplasmanya di bawah mikroskop.
Dibuat kerokan umbi kentang, kemudian diletakkan di atas kaca objek yang
telah diberi reagen I2KI. Ditutup secara perlahan dengan kaca tutup, lalu
diamati struktur pati yang terlihat melalui mikroskop dan ditentukan jenis
patinya.
Dibuat penampang melintang daun Ficus elastica, batang suji, dan tangkai
daun Carica papaya, kemudian masing-masing diletakkan di atas kaca objek
yang telah diberi air. Ditutup secara perlahan dengan kaca tutup. Diamati
struktur dan bentuk kristal yang terlihat di bawah mikroskop.
Dibuat kerokan tempurung kelapa, kemudian diletakkan di atas kaca objek
yang telah ditetesi anilin sulfat 2% dalam etanol 96%, lalu ditutup dengan
kaca tutup. Diamati sel sklerenkimnya dan digambarkan strukturnya.
Dibuat sayatan epidermal peel dari tanaman Sansevieria, diletakkan pada
kaca objek yang telah ditetesi air, kemudian diamati sel-sel seratnya.
 Pembuatan larutan sukrosa
Dibuat larutan stok sukrosa dengan konsentrasi 30% sebanyak 20 ml.
Setelah itu, dilakukan pengenceran sampai konsentrasinya menjadi 20%,

10%, dan 5%. Lalu larutan-larutan tersebut diuji menggunakan Brix
refraktometer.
 Plasmolisis dan reversibilitas
Dibuat dua sayatan epidermal peel tanaman Rhoeo discolor. Sayatan
pertama diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi akuades sedangkan
sayatan kedua diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi larutan
sukrosa 5%. Kemudian dibandingkan hasilnya. Apabila plasmolisis terjadi,
sifat reversibilitas diuji dengan penambahan akuades pada sayatan dalam
larutan sukrosa 5%.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Pengamatan
4.1.1. Hasil Pengamatan dan Analisis Tahapan Meiosis
Tabel 4. 1 Hasil Pengamatan

Keterangan

Foto Hasil

Foto Literatur

Pengamatan



Daun Hydrilla

verticillata.


Perbesaran

40x10



Gambar 4.1 Daun
Hydrilla
(Dokumen pribadi, 2016)

(Beck, 2010)

Rambut

filamen bunga
Rhoeo discolor


Perbesaran

40x10


Gambar 4.2 Filamen
bunga Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

(Beck, 2010)

Kerokan umbi

kentang


Perbesaran

40x10

Gambar 4.3 kerokan
umbi kentang
(Dokumen pribadi, 2016)

(Purnobasuki, 2011)



Sayatan batang

suji


Perbesaran

40x10

Gambar 4.4 sayatan

(Purnobasuki, 2011)

batang suji
(Dokumen pribadi, 2016)



Daun Ficus

elastica sebelum
diberi cuka


Perbesaran

40x10

Gambar 4.5 Daun Ficus

(Purnobasuki, 2011)

elastica
(Dokumen pribadi, 2016)



Daun Ficus

elastica setelah
diberi cuka


Perbesaran

40x10

Gambar 4.6 Daun Ficus

(Purnobasuki, 2011)

elastica + cuka
(Dokumen pribadi, 2016)



Sayatan

tangkai daun Carica
papaya


Perbesaran

40x10

Gambar 4.7 sayatan
tangkai daun Carica
papaya
(Dokumen pribadi, 2016)

(Purnobasuki, 2011)



Kerokan

tempurung kelapa


Perbesaran

40x10

Gambar 4.8 kerokan

(Ferdinand & Ariebowo,

tempurung kelapa

2007)

(Dokumen pribadi, 2016)



Sayatan

Sansevieria


Perbesaran

40x10

Gambar 4.9 sayatan

(Ferdinand & Ariebowo,

Sansevieria

2007)

(Dokumen pribadi, 2016)



Epidermal

peel Rhoeo discolor
+ akuades


Perbesaran

40x10


Atas: awal



Bawah: setelah

Gambar 4.10 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

2 menit
Gambar 4.11 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)



Epidermal

peel Rhoeo discolor
+ sukrosa 5%


Perbesaran

40x10


Atas: awal

Gambar 4.12 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

(Al, 2008)



Bawah: setelah

2 menit

Gambar 4.13 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)



Epidermal

peel Rhoeo discolor
+ sukrosa 10%



Perbesaran

40x10



Atas: awal



Bawah: setelah

Gambar 4.14 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

2 menit
Gambar 4.15 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)



Epidermal

peel Rhoeo discolor
+ sukrosa 20%



Perbesaran

10x10



Atas: awal



Bawah: setelah

Gambar 4.16 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

2 menit
Gambar 4.17 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)



Epidermal

peel Rhoeo discolor
+ sukrosa 30%



Perbesaran

Gambar 4.18 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

10x10



Atas: awal



Bawah: setelah

2 menit
Gambar 4.19 Epidermal
peel Rhoeo discolor
(Dokumen pribadi, 2016)

4.1.2. Hasil Perhitungan Pengenceran
Pada pembuatan larutan dengan konsentrasi 20%, 10%, dan 5%
dilakukan dengan mengencerkan larutan stok berkonsentrasi 30%
sebanyak 2 ml untuk masing-masing pengencerannya.
 Pengenceran larutan 20%
Diketahui: M1 = 30%

M2= 20%

V1 = 2 ml
Ditanya: V akuades yang harus ditambahkan = ?
30× 2
Jawab: M 1 V 1=M 2 V 2 ↔ 30 ×2=20 × V 2 ↔ V 2= 20 =3 ml
V akuades =3−2=1 ml
 Pengenceran larutan 10%
Diketahui: M1 = 30%

M2= 10%

V1 = 2 ml
Ditanya: V akuades yang harus ditambahkan = ?
30× 2
Jawab: M 1 V 1=M 2 V 2 ↔ 30 ×2=10 × V 2 ↔ V 2= 10 =6 ml
V akuades =6−2=4 ml

 Pengenceran larutan 5%
Diketahui: M1 = 30%

M2= 5%

V1 = 2 ml
Ditanya: V akuades yang harus ditambahkan = ?
30× 2
Jawab: M 1 V 1=M 2 V 2 ↔ 30 ×2=5 × V 2 ↔ V 2= 5 =12ml
V akuades =12−2=10 ml
4.2.

Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan beberapa percobaan seperti pembuatan
preparat segar, pengamatan aliran sitoplasma, zat ergastik pati dan kristal,
pembuatan larutan sukrosa dan pengenceran, serta pengamatan terhadap
plasmolisis dan sifat reversibilitas sel tumbuhan.
Aliran sitoplasma dibedakan menjadi dua yaitu sirkulasi dan rotasi. Aliran
sitoplasma pada tumbuhan akan menggerakkan plastida melewati beberapa
vakuola ke segala arah yang disebut dengan sirkulasi, aliran ini biasanya
terdapat pada sel tumbuhan yang masih muda, karena pada tumbuhan muda
sel-sel masih dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangan, sehingga masih
membutuhkan bahan-bahan organik untuk sintesis komponen-komponen sel.
Sedangkan aliran sitoplasma yang mengelilingi vakuola disebut aliran rotasi,
terjadi pada sel tua karena sel tua tidak membutuhkan senyawa organik, maka
bahan organik tersebut dibawa ke vakuola untuk disimpan sebagai cadangan
makanan pada saat dibutuhkan seperti saat kemarau (Beck, 2010).
Pengamatan aliran sitoplasma dilakukan dengan menggunakan sampel
berupa sayatan daun Hydrilla verticillata dan rambut filamen bunga Rhoeo
discolor. Pada preparat sayatan daun Hydrilla verticillata tidak terlihat adanya
aliran sitoplasma, hal ini dikarenakan keadaan sampel sudah kering sehingga
memungkinkan sel-sel yang berada dalam sampel tersebut telah mati dan
aliran sitoplasma tidak terjadi, padahal jika keadaan sampel masih segar akan
terlihat aliran sitoplasma sirkulasi, yaitu aliran ke lebih dari satu arah.

Sedangkan pada rambut filamen bunga Rhoeo discolor aliran sitoplasma
teramati dengan sangat jelas dan merupakan jenis aliran rotasi dimana
sitoplasma mengalir ke satu arah (Beck, 2010).
Zat ergastik adalah zat-zat nonprotoplasmik (tak hidup) yang ada di sel-sel
makhluk hidup khususnya pada sel tumbuhan. Zat ergastik terdiri dari
substansi yang bersifat cair maupun padat yang merupakan hasil dari
metabolisme sel. Adapun benda ergastik yang bersifat padat adalah amilum,
aleuron, kristal Ca-oksalat, kristal kersik, kristal Ca-karbonat, dan sistolit.
Sedangkan yang bersifat cair adalah karbohidrat, protein, dan lemak (Beck,
2010). Pada praparat kerokan umbi kentang terlihat bahwa molekul patinya
adalah jenis pati tunggal, dimana molekul pati ini terlihat saling berpisah dan
tergolong pati sederhana. Pembuatan preparat kerokan umbi kentang ini
menggunakan reagen I2KI dimana reagen ini berfungsi sebagai pewarna atau
pemberi tanda bagi molekul pati yang ketika bereaksi dapat merubah warna
molekul pati menjadi biru kehitaman (Johnson, 1985) .
Pada preparat sayatan batang suji, kristal tidak teramati tetapi seharusnya
terlihat adanya kristal jenis rafida. Hal ini disebabkan karena sayatan masih
terlalu tebal dan preparat yang dibuat masih kurang baik. Preparat sayatan
daun Ficus diberi dua larutan yang berbeda. Pertama sayatan daun Ficus ini
ditetesi oleh akuades dan terlihat adanya kristal berbentuk druses, namun
kristal ini belum diketahui molekul penyusunnya. Kemudian sayatan daun
Ficus diberi larutan cuka untuk menentukan molekul penyusun tersebut.
Ternyata kristal tersebut meluruh sehingga dapat ditentukan bahwa kristal
tersebut merupakan kristal Ca-karbonat. Larutan cuka ini berfungsi sebagai
reagen yang dapat meluruhkan molekul karbonat dan menentukan apakah
suatu kristal termasuk kristal Ca-oksalat atau Ca-karbonat. Sedangkan pada
preparat sayatan tangkai daun Carica papaya terlihat adanya kristal druses
yang cukup jelas, yaitu berupa molekul berbentuk bulat dan cukup besar
(Johnson, 1985).
Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap sel-sel sklerenkim pada
tempurung kelapa dan tumbuhan Sansevieria. Pada pembuatan preparat

kerokan tempurung kelapa digunakan anilin sulfat 2% dalam etanol 96%
yang berfungsi untuk penebalan sudut-sudut dinding sel sehingga sel tidak
rusak dan bentuk aslinya dapat dipertahankan. Dari pengamatan, diketahui
bahwa jenis sel sklerenkim pada tempurung kelapa adalah sel sklereid. Sel
sklereid merupakan jenis sel mati yang bentuknya membulat dan mengalami
penebalan dinding sel. Sedangkan pada tumbuhan Sansevieria terdapat sel
serat yang berbentuk seperti pembuluh dan bagian ujungnya runcing (Beck,
2010).
Plasmolisis adalah peritiwa keluarnya air dari sel akibat sel dimasukkan ke
dalam larutan hipertonik dan menyebabkan sitoplasmanya menyusut dan
terlepas dari dinding sel pada tumbuhan (Campbell et al., 2002). Pada
pengamatan plasmolisis, digunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi 5%,
10%, 20%, dan 30% terhadap preparat epidermal peel Rhoeo discolor. Pada
konsentrasi sukrosa 5% dan 10% di waktu 2 menit pertama sel-sel belum
menunjukkan perbedaan dari kondisi awalnya. Sedangkan pada konsentrasi
sukrosa 20% dan 30% di waktu 2 menit pertama, sel-sel tampak mengalami
perubahan dari kondisi awalnya, dimana warna ungu sel pada bagian pinggir
mulai memudar dan warna ungu tersebut hanya terpusat dibagian tengah sel.
Perbedaan antara plasmolisis pada konsentrasi sukrosa 20% dan 30% adalah
pada konsentrasi 30% plasmolisis lebih cepat terjadi ditandai dengan warna
mayoritas sel yang berubah menjadi putih dan hanya menunjukkan warna
ungu yang sangat tipis.
Pada sampel epidermal peel Rhoeo discolor yang menggunakan akuades,
terlihat bahwa sel tidak mengalami plasmolisis, akan tetapi sel menjadi
berukuran lebih besar dan cenderung memadat, hal ini menunjukan terjadinya
turgiditas pada sel. Untuk sifat reversibilitas sel tidak teramati (Campbell et
al., 2002).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis aliran sitoplasma yang terdapat pada daun Hydrilla verticillata
adalah aliran sirkulasi, sedangkan pada rambut filamen bungan Rhoeo
discolor adalah aliran rotasi (sesuai hipotesis).
2. Zat ergastik yang terdapat pada daun Ficus elastica adalah kristal Cakarbonat, pada batang suji adalah kristal rafida, pada tangkai daun Carica
papaya adalah kristal druses, dan pada kerokan umbi kentang terdapat pati
tunggal (jenis kristal pada daun Ficus elastica kurang sesuai hipotesis).
3. Jenis sel sklerenkim yang terdapat pada kerokan tempurung kelapa adalah
sel sklereid atau sel batu dan pada Sansevieria berupa sel serat (sesuai
hipotesis).
4. Sifat reversibilitas sel epidermal peel tumbuhan Rhoeo discolor dalam
sukrosa tidak teramati sedangkan plasmolisis lebih cepat terjadi pada
larutan sukrosa dengan konsentrasi 20% dan 30%.

5.2.

Saran
Saran yang diajukan untuk praktikum ini adalah:
1. Sayatlah sampel dengan setipis mungkin agar sel-sel yang akan diamati
menjadi lebih terlihat dan waktu praktikum menjadi lebih efisien.
2. Jika objek sayatan terlalu tipis gunakan penahan seperti wortel, kentang
atau lainnya.
3. Dahulukan membuat preparat dari objek yang mudah kering (contoh: daun
Hydrilla)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Aryati. 2005. Bahan Ajar Biologi Umum. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.
Al, Suyitno. 2008. Osmosis & Penyerapan Zat pada Tumbuhan. Yogyakarta:
UNY.
Alat Labor. 2016. “Cara Membuat dan Mengamati Preparat Mikroskop”. [Online]
http://www.alatlabor.com/article/detail/39/cara-membuat-dan-mengamatipreparat-mikroskop diakses pada 01 Februari 2016.
Beck, C. B. 2010. An Introduction to Plant Structure and Development, Plant
Anatomy for The Twenty-First Century Second Edition. Cambridge:
Cambridge University Press.
Bima. 2005. “Mikroskop dan Penggunaannya”. [Online] http://bima.ipb.ac.id
diakses pada 29 Januari 2016.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Mitchell, L. G. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.
Jakarta: Erlangga.
Ferdinand, P. F. Dan M. Ariebowo. 2007. Praktis Belajar Biologi. Jakarta:
Visindo Media Persada.
Johnson. 1985. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM.
Purnobasuki, Hery. 2011. Inklusi Sel. Unair: Unair Press.
Respati. 2008. “Macam-Macam Mikroskop dan Cara Penggunaannya”.
Momentum 4(2) : 42-44.
Taiz, L. and Zeiger. E. 2002. Plant Physiology Third Edition. Sunderland
Massachusetts : Sinauer Associates, Inc. Publishers.