laporan praktikum titrasi iodometrik Indonesia
Laporan Praktikum
Kimia Analitik II
“Titrasi Iodometrik”
Tanggal Percobaan:
Senin, 05-April-2014
Disusun Oleh:
Aida Nadia
(1112016200068)
Kelompok 3 Kloter 1:
Fahmi Herdiansyah
Yeni Setiartini
Huda Rahmawati
Rizky Harysetiawan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
I.
Abstrak
Telah dilakukan praktikum mengenai titrasi iodometrik. Tujuan dari percobaan kali
ini adalah untuk menentukan kadar CuSO4 dengan metode iodometrik, akan tetapi sebelum
dilakukannya hal pertama yang dilakukan adalah pembakuan terhadap natrium tiosulfat
terlebih dahulu. Titrasi iodometrik ini disebut juga titrasi tidak langsung karena iodin harus
dibebaskan dahulu menjadi
, untuk melakukan titrasi ini dilakukan dengan dua langkah.
Langkah pertama yaitu membakukan larutan natrium tiosulfat hal ini dilakukan untuk
menentukan molaritas natrium tiosulfat tersebut. Langkah kedua adalah penentuan kadar
CuSO4. Dari kedua langkah ini maka didapatlah hasil, yaitu molaritas dari larutan natrium
tiosulfat adalah 0,068 M dan kadar CuSO 4 1,0846 gram dan kadar Cu dalam larutan CuSO4
yang di titrasi yaitu 1,59 % .
Kata kunci : titrasi, iodometrik, kadar CuSO4
II. Pendahuluan
Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Keraton, 2010).
Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida. Perak merkurium(I),
merkurium (II), tembaga (I), dan timbel iodida adalah garam-garamnya yang paling sedikit
larut.
Reaksi-reaksi
ini
dapat
dipelajari
dengan
larutan
kalium
iodida,
KI
0,1M.(Shevla,1985 : 350)
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas
dalam analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi
yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks. Banyak dari
reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk digunakan dalam analisa titrimetrik, dan
penerapan-penerapannya cukup banyak (Underwood, 2002 : 287).
Sistem redoks iodin (triiodida)-iodida3,
+ 2e
3I-
Mempunyai potensial standar sebesar +0,54 V. Karena itu iodin adalah sebuah agen
pengoksidasi yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa serium(IV),
dan kalium dikromat. Di lain pihak, ion iodida adalah agen pereduksi yang termasuk kuat,
lebih kuat, sebagai contoh daripada ion Fe(II). Dalam proses-proses analitis, iodin
dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi (iodimetri), dan ion iodida dipergunakan
sebagai sebuah agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja
substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin.
Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Namun demikian,
banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion
iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup banyak. Kelebihan dari ion iodida
ditambahkan kedalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin,
yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.(Underwood, 2002 : 296).
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134mol/liter pada 250C) namun larut cukup
banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks
triodida dengan iodida,
I2 + Idengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 250C. suatu kelebihan kalium iodida
ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian iodin.
Biasanya sekitar 3 sampai 4% berat KI ditambahkan kedalam larutan 0,1 N, dan botol yang
mengandung larutan ini disumbat dengan baik.(Underwood,2002 : 296)
Larutan-larutan iodin standar dapat buat melalui penimbangan langsung iodin murni
dan pengenceran dalam sebuah labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan
ditambahkan ke dalam sebuah larutan KI yang terkonsentrasi, yang ditimbang secara akurat
sebelum dan sesudah penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut
distandardisasi terhadap sebuah standar primer, As2O3 paling sering dipergunakan
(Underwood, 2002 : 296-297).
Indikator kanji: warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin
dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform, dan
terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun
demikian, suatu larutan (penyebaran kolodial) dari kanji lebih umum dipergunakan, karena
warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif
untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun
ada pemikiran bahwa molekul-molekul iodin tertahan di permukaan
-amylose, suatu
konstituen dari kanji. Larutan-larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh bakteri,
dan biasanya sebuah substansi, seperti asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet
(Underwood, 2002 : 297).
Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan kalium
iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi
membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya
dipergunakan sebagai titrannya (Underwood, 2002 : 298).
Penentuan-penentuan iodometrik: ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam
kimia analisis. Penentuan iodometrik tembaga banyak dipergunakan baik untuk bijih
maupun paduannya. Metoda ini memberikan hasil-hasil yang sempurna dan lebih cepat
daripada penentuan elektrolitik tembaga. Metoda klasik dari Winkler adalah sebuah metoda
sensitif untuk menentukan oksigen yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air
ditambahkan sejumlah berlebih garam mangan(II), natrium iodida, dan natrium hidroksida
(Underwood, 2002 : 299).
III. Material dan Metode Kerja
A. Material
Alat:
Gelas ukur
Batang pengaduk
Pipet tetes
Neraca analitik
Labu erlenmeyer
Statif dan klem
Buret
Corong gelas
Gelas kimia
Bahan:
Larutan I2 0,1M
Indikator amilum
Larutan Na2S2O3
Larutan CuSO4
Larutan H2SO4
Padatan KI
B. Metode Kerja
A. Pembakuan Natriium Tiosulfat
1. Ambil larutan I2 0,1M sebanyak 15 ml dan masukkan ke dalam labu erlenmeyer
2. Tambahkan dengan indikator amilum sebanyak 1 ml
3. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat titik akhir titrasi sampai larutan tidak
berwarna.
B. Penentuan Kadar CuSO4 dengan metode iodometri
1. Ambil larutan CuSO4 sebanyak 25 ml dan masukkan kedalam labu erlenmeyer
2. Tambahkan dengan larutan H2SO4 2M sebanyak 5 ml
3. Timbang padatan KI sebanyak 0,5 gram dan masukkan kedalam labu
erlenmeyer yang sudah berisi larutan CuSO4 dan H2SO4 , setelah dicampurkan
maka larutan akan berwarna kuning
4. Tambahkan kanji (amilum) setetes demi tetes sampai berwarna ungu
5. Titrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna ungu tersebut hilang.
III. Hasil Praktikum dan Pembahasan
A. Hasil Praktikum
Data pengamatan
Pembakuan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
Larutan I2 0,1M
- Volume 15 ml
- Larutan berwarna coklat
Indikator amilum
Larutan I2 0,1M + Indikator amilum
-
Volume 1 ml
-
Larutan berwarna putih keruh
Larutan tetap berwarna coklat
Larutan I2 0,1M + Indikator amilum di Titik akhir titrasi pada saat larutan
titrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
sudah tidak berwarna yaitu dengan
volume
natrium
tiosulfat
yang
digunakan adalah 22 ml.
Penentuan Kadar CuSO4
Larutan CuSO4
-
Volume 25 ml
-
Larutan berwarna biru muda
-
Volume 5 ml
-
Larutan tak berwarna
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4
-
Larutan berwarna biru muda
Padatan KI
-
Massa 0,5 gram
-
Padatan berupa Kristal putih
-
Larutan berwarna kuning langsat
Larutan kanji (amilum)
-
Larutan putih keruh
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4 +
-
Larutan berwarna ungu
Padatan KI + setetes demi tetes Larutan
-
Volume kanji (amilum) 100 tetes
Larutan H2SO4 2M
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4 +
Padatan KI
kanji (amilum)
= (5 ml)
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4 +
-
Warna ungu pada larutan hilang
Padatan KI + setetes demi tetes Larutan
-
Volume titrasi dengan natrium
kanji (amilum) + larutan natrium tiosulfat
tiosulfat adalah 10 ml
Persamaan Reaksi
I2 + I-
→
2Na2S2O3+ I2 → 2NaI+Na2S4O6
2Cu2+ + 4I- →
2CuI(s) + I2
Perhitungan
A. Pembakuan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
M Na2S2O3 x V Na2S2O3
= M I2 x V I2
M Na2S2O3 x 22 ml
= 0,1 M x 15 ml
M Na2S2O3
= 0,068 M
B. Penentuan Kadar CuSO4
M CuSO4 x V CuSO4
= M Na2S2O3 x V Na2S2O3
M CuSO4 x 25 ml
= 0,068 M x 10 ml
M CuSO4
= 0,0272 M
W CuSO4
= 0,10846 gram
Be Cu
=
W Cu2+
=
=
W Cu2+ = 1,7272 mg = 0,0017272 g
% kadar Cu
=
% kadar Cu = 1,59 %
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan akan melakukan titrasi iodometrik (titrasi
tidak langsung). Pada percobaan kali ini betujuan untuk menentukan kadar Cu dengan
metode titrasi tak langsung iodometrik, pada proses ini dilakukan 2 langkah percobaan.
Pertama yang dilakukan adalah membakukan larutan natriun tiosulfat dengan Iodin (I2).
Dalam buku underwood (2002) dijelaskan bahwa iodin adalah standar paling jelas
namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan
penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari agen
pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida, sebuah proses
iodometrik.
Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat.Banyaknya volume Natrium tiosulfat yang digunakan sebagai
titran setara dengan banyaknya sampel. Pada percobaan kali ini Titik akhir titrasi untuk
langkah pembakuan natrium tiosulfat yaitu pada saat larutan sudah tidak berwarna yaitu
dengan volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah 22 ml. Sehingga didapatlah
konsentrasi dari natrium tiosulfat yaitu sebesar 0,068M.
Pada percobaan langkah penentuan kadar Cu dengna metode iodometrik.
Tembaga murni dapat dipergunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan
disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk menentukan
tembaga. Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan dari
endapan tembaga(I) iodida dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang
benar. Kalium tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir dicapai untuk
menyingkirkan iodin yang diadsorpsi (Underwood, 2002 : 299). Pada titrasi iodometri
perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena
dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida
dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi
tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Pada percobaan
ditambahkan H2SO4 yang berfungsi untuk menjaga PH menjadi asam itu sebabnya
menurut Syarif Hamdani (2012) dijelaskan pula, adanya konsentrasi asam yang kuat
dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang
lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari
larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amilum. Amilum atau yang biasa
disebut larutan kanji ini digunakan karena warna biru gelap dari kompleks ion kanji
dengan iodida digunakan sebagai tes yang amat sensitive untuk iodin. Pada percobaan
kali ini titik akhir penitrasian untuk langkah proses penentuan kadar Cu dengan metode
iodometrik yaitu ketika warna ungu pada larutan hilang dengan volume titrasi dengan natrium
tiosulfat sebanyak 10 ml. Dari percobaan titrasi ini dihasilkan Persen kadar Cu2+ sebesar
0,0017272 gram atau 1,59 % dalam larutan CuSO4 sebesar 0,10846 gram.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Iodometri adalah suatu metode titrasi secara tidak langsung dimana iodin harus
dibebaskan dahulu menjadi
.
2. Titrasi yang dilakukan menggunakan indikator amilum (kanji).
3. Hasil titik akhir titrasi pada proses pembakuan larutan natrium sulfat yaitu ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna larutan menjadi tidak berwarna.
4. Hasil titik akhir titrasi pada proses penentuan kadar CuSO 4 yaitu ditunjukkan dengan
hilangnya warna ungu pada larutan.
5. Hasil titrasi pada proses pembakuan natrium tiosulfat yaitu volume natrium tiosulfat
yang digunakan sebesar 22 ml.
6. Molaritas natrium tiosulfat yaitu sebesar 0,068 M.
7. Hasil titrasi pada proses penentuan kadar CuSO4 yaitu volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebesar 10 ml.
8. Persentase kadar Cu2+ sebesar 0,0017272 gram atau 1,59 % dalam larutan CuSO4
sebesar 0,10846 gram.
V. Referensi
JR., R.A. DAY dan UNDERWOOD,A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I Edisi ke
Lima. Jakarta: PT.Kalman Media Pusaka.
Keraton, S. 2010. Laporan Iodometri. http://www.scribd.com/doc/39391217/LAPORANIODOMETRI#download . Diakses pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 13.10 WIB.
Kimia Analitik II
“Titrasi Iodometrik”
Tanggal Percobaan:
Senin, 05-April-2014
Disusun Oleh:
Aida Nadia
(1112016200068)
Kelompok 3 Kloter 1:
Fahmi Herdiansyah
Yeni Setiartini
Huda Rahmawati
Rizky Harysetiawan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
I.
Abstrak
Telah dilakukan praktikum mengenai titrasi iodometrik. Tujuan dari percobaan kali
ini adalah untuk menentukan kadar CuSO4 dengan metode iodometrik, akan tetapi sebelum
dilakukannya hal pertama yang dilakukan adalah pembakuan terhadap natrium tiosulfat
terlebih dahulu. Titrasi iodometrik ini disebut juga titrasi tidak langsung karena iodin harus
dibebaskan dahulu menjadi
, untuk melakukan titrasi ini dilakukan dengan dua langkah.
Langkah pertama yaitu membakukan larutan natrium tiosulfat hal ini dilakukan untuk
menentukan molaritas natrium tiosulfat tersebut. Langkah kedua adalah penentuan kadar
CuSO4. Dari kedua langkah ini maka didapatlah hasil, yaitu molaritas dari larutan natrium
tiosulfat adalah 0,068 M dan kadar CuSO 4 1,0846 gram dan kadar Cu dalam larutan CuSO4
yang di titrasi yaitu 1,59 % .
Kata kunci : titrasi, iodometrik, kadar CuSO4
II. Pendahuluan
Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Keraton, 2010).
Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida. Perak merkurium(I),
merkurium (II), tembaga (I), dan timbel iodida adalah garam-garamnya yang paling sedikit
larut.
Reaksi-reaksi
ini
dapat
dipelajari
dengan
larutan
kalium
iodida,
KI
0,1M.(Shevla,1985 : 350)
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas
dalam analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi
yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks. Banyak dari
reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk digunakan dalam analisa titrimetrik, dan
penerapan-penerapannya cukup banyak (Underwood, 2002 : 287).
Sistem redoks iodin (triiodida)-iodida3,
+ 2e
3I-
Mempunyai potensial standar sebesar +0,54 V. Karena itu iodin adalah sebuah agen
pengoksidasi yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa serium(IV),
dan kalium dikromat. Di lain pihak, ion iodida adalah agen pereduksi yang termasuk kuat,
lebih kuat, sebagai contoh daripada ion Fe(II). Dalam proses-proses analitis, iodin
dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi (iodimetri), dan ion iodida dipergunakan
sebagai sebuah agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja
substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin.
Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Namun demikian,
banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion
iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup banyak. Kelebihan dari ion iodida
ditambahkan kedalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin,
yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.(Underwood, 2002 : 296).
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134mol/liter pada 250C) namun larut cukup
banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks
triodida dengan iodida,
I2 + Idengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 250C. suatu kelebihan kalium iodida
ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian iodin.
Biasanya sekitar 3 sampai 4% berat KI ditambahkan kedalam larutan 0,1 N, dan botol yang
mengandung larutan ini disumbat dengan baik.(Underwood,2002 : 296)
Larutan-larutan iodin standar dapat buat melalui penimbangan langsung iodin murni
dan pengenceran dalam sebuah labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan
ditambahkan ke dalam sebuah larutan KI yang terkonsentrasi, yang ditimbang secara akurat
sebelum dan sesudah penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut
distandardisasi terhadap sebuah standar primer, As2O3 paling sering dipergunakan
(Underwood, 2002 : 296-297).
Indikator kanji: warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin
dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform, dan
terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun
demikian, suatu larutan (penyebaran kolodial) dari kanji lebih umum dipergunakan, karena
warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif
untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun
ada pemikiran bahwa molekul-molekul iodin tertahan di permukaan
-amylose, suatu
konstituen dari kanji. Larutan-larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh bakteri,
dan biasanya sebuah substansi, seperti asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet
(Underwood, 2002 : 297).
Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan kalium
iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi
membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya
dipergunakan sebagai titrannya (Underwood, 2002 : 298).
Penentuan-penentuan iodometrik: ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam
kimia analisis. Penentuan iodometrik tembaga banyak dipergunakan baik untuk bijih
maupun paduannya. Metoda ini memberikan hasil-hasil yang sempurna dan lebih cepat
daripada penentuan elektrolitik tembaga. Metoda klasik dari Winkler adalah sebuah metoda
sensitif untuk menentukan oksigen yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air
ditambahkan sejumlah berlebih garam mangan(II), natrium iodida, dan natrium hidroksida
(Underwood, 2002 : 299).
III. Material dan Metode Kerja
A. Material
Alat:
Gelas ukur
Batang pengaduk
Pipet tetes
Neraca analitik
Labu erlenmeyer
Statif dan klem
Buret
Corong gelas
Gelas kimia
Bahan:
Larutan I2 0,1M
Indikator amilum
Larutan Na2S2O3
Larutan CuSO4
Larutan H2SO4
Padatan KI
B. Metode Kerja
A. Pembakuan Natriium Tiosulfat
1. Ambil larutan I2 0,1M sebanyak 15 ml dan masukkan ke dalam labu erlenmeyer
2. Tambahkan dengan indikator amilum sebanyak 1 ml
3. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat titik akhir titrasi sampai larutan tidak
berwarna.
B. Penentuan Kadar CuSO4 dengan metode iodometri
1. Ambil larutan CuSO4 sebanyak 25 ml dan masukkan kedalam labu erlenmeyer
2. Tambahkan dengan larutan H2SO4 2M sebanyak 5 ml
3. Timbang padatan KI sebanyak 0,5 gram dan masukkan kedalam labu
erlenmeyer yang sudah berisi larutan CuSO4 dan H2SO4 , setelah dicampurkan
maka larutan akan berwarna kuning
4. Tambahkan kanji (amilum) setetes demi tetes sampai berwarna ungu
5. Titrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna ungu tersebut hilang.
III. Hasil Praktikum dan Pembahasan
A. Hasil Praktikum
Data pengamatan
Pembakuan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
Larutan I2 0,1M
- Volume 15 ml
- Larutan berwarna coklat
Indikator amilum
Larutan I2 0,1M + Indikator amilum
-
Volume 1 ml
-
Larutan berwarna putih keruh
Larutan tetap berwarna coklat
Larutan I2 0,1M + Indikator amilum di Titik akhir titrasi pada saat larutan
titrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
sudah tidak berwarna yaitu dengan
volume
natrium
tiosulfat
yang
digunakan adalah 22 ml.
Penentuan Kadar CuSO4
Larutan CuSO4
-
Volume 25 ml
-
Larutan berwarna biru muda
-
Volume 5 ml
-
Larutan tak berwarna
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4
-
Larutan berwarna biru muda
Padatan KI
-
Massa 0,5 gram
-
Padatan berupa Kristal putih
-
Larutan berwarna kuning langsat
Larutan kanji (amilum)
-
Larutan putih keruh
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4 +
-
Larutan berwarna ungu
Padatan KI + setetes demi tetes Larutan
-
Volume kanji (amilum) 100 tetes
Larutan H2SO4 2M
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4 +
Padatan KI
kanji (amilum)
= (5 ml)
Larutan CuSO4 + Larutan H2SO4 +
-
Warna ungu pada larutan hilang
Padatan KI + setetes demi tetes Larutan
-
Volume titrasi dengan natrium
kanji (amilum) + larutan natrium tiosulfat
tiosulfat adalah 10 ml
Persamaan Reaksi
I2 + I-
→
2Na2S2O3+ I2 → 2NaI+Na2S4O6
2Cu2+ + 4I- →
2CuI(s) + I2
Perhitungan
A. Pembakuan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
M Na2S2O3 x V Na2S2O3
= M I2 x V I2
M Na2S2O3 x 22 ml
= 0,1 M x 15 ml
M Na2S2O3
= 0,068 M
B. Penentuan Kadar CuSO4
M CuSO4 x V CuSO4
= M Na2S2O3 x V Na2S2O3
M CuSO4 x 25 ml
= 0,068 M x 10 ml
M CuSO4
= 0,0272 M
W CuSO4
= 0,10846 gram
Be Cu
=
W Cu2+
=
=
W Cu2+ = 1,7272 mg = 0,0017272 g
% kadar Cu
=
% kadar Cu = 1,59 %
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan akan melakukan titrasi iodometrik (titrasi
tidak langsung). Pada percobaan kali ini betujuan untuk menentukan kadar Cu dengan
metode titrasi tak langsung iodometrik, pada proses ini dilakukan 2 langkah percobaan.
Pertama yang dilakukan adalah membakukan larutan natriun tiosulfat dengan Iodin (I2).
Dalam buku underwood (2002) dijelaskan bahwa iodin adalah standar paling jelas
namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan
penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari agen
pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida, sebuah proses
iodometrik.
Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat.Banyaknya volume Natrium tiosulfat yang digunakan sebagai
titran setara dengan banyaknya sampel. Pada percobaan kali ini Titik akhir titrasi untuk
langkah pembakuan natrium tiosulfat yaitu pada saat larutan sudah tidak berwarna yaitu
dengan volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah 22 ml. Sehingga didapatlah
konsentrasi dari natrium tiosulfat yaitu sebesar 0,068M.
Pada percobaan langkah penentuan kadar Cu dengna metode iodometrik.
Tembaga murni dapat dipergunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan
disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk menentukan
tembaga. Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan dari
endapan tembaga(I) iodida dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang
benar. Kalium tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir dicapai untuk
menyingkirkan iodin yang diadsorpsi (Underwood, 2002 : 299). Pada titrasi iodometri
perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena
dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida
dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi
tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Pada percobaan
ditambahkan H2SO4 yang berfungsi untuk menjaga PH menjadi asam itu sebabnya
menurut Syarif Hamdani (2012) dijelaskan pula, adanya konsentrasi asam yang kuat
dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang
lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari
larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amilum. Amilum atau yang biasa
disebut larutan kanji ini digunakan karena warna biru gelap dari kompleks ion kanji
dengan iodida digunakan sebagai tes yang amat sensitive untuk iodin. Pada percobaan
kali ini titik akhir penitrasian untuk langkah proses penentuan kadar Cu dengan metode
iodometrik yaitu ketika warna ungu pada larutan hilang dengan volume titrasi dengan natrium
tiosulfat sebanyak 10 ml. Dari percobaan titrasi ini dihasilkan Persen kadar Cu2+ sebesar
0,0017272 gram atau 1,59 % dalam larutan CuSO4 sebesar 0,10846 gram.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Iodometri adalah suatu metode titrasi secara tidak langsung dimana iodin harus
dibebaskan dahulu menjadi
.
2. Titrasi yang dilakukan menggunakan indikator amilum (kanji).
3. Hasil titik akhir titrasi pada proses pembakuan larutan natrium sulfat yaitu ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna larutan menjadi tidak berwarna.
4. Hasil titik akhir titrasi pada proses penentuan kadar CuSO 4 yaitu ditunjukkan dengan
hilangnya warna ungu pada larutan.
5. Hasil titrasi pada proses pembakuan natrium tiosulfat yaitu volume natrium tiosulfat
yang digunakan sebesar 22 ml.
6. Molaritas natrium tiosulfat yaitu sebesar 0,068 M.
7. Hasil titrasi pada proses penentuan kadar CuSO4 yaitu volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebesar 10 ml.
8. Persentase kadar Cu2+ sebesar 0,0017272 gram atau 1,59 % dalam larutan CuSO4
sebesar 0,10846 gram.
V. Referensi
JR., R.A. DAY dan UNDERWOOD,A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I Edisi ke
Lima. Jakarta: PT.Kalman Media Pusaka.
Keraton, S. 2010. Laporan Iodometri. http://www.scribd.com/doc/39391217/LAPORANIODOMETRI#download . Diakses pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 13.10 WIB.