ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DIABETES MELITT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DIABETES MELITTUS
Click to edit Master title
style
• Click to edit Master text styles
– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth level
W IW IN MART.DOC
22
Click to edit Master title
style
• Click to edit Master text styles
– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth level
W IW IN MART.DOC
23
I.
Anatomi fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari
duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah
50 μ, sedangkan yang terbesar 300 μ, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 μ. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah
mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta
tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino
dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal
dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada
pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat.
Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas
dan sel lemak.
Fungsi hormon insulin:
- Menurunkan kadar gula darah keseluruhan
- Meningkatkan asupan dan penggunaan glukosa oleh adiposa dan sel-sel otot
- Meningkatkan glikogenesis
- Meningkatkan lipogenesis
- Meningkatkan penggabungan asam amino menjadi p[rotein
Metabolisme insulin nomal
Orang dengan metabolisme normal, mampu mempertahankan kadar GD 70 – 120 mg/dl Æ dalam
kondisi asupan yang berbeda Æ kadar GD dapat meningkat 120 – 140 mg/dl setelah makan, keadaan
ini akan segera normal dengan cepat atas pengaruh insulin.
Rata-rata insulin dihasilkan 40 – 50 unit perhari,
• Kelebihan glukosa darah terutama disimpan sebagai gula hati (glikogenesis) dan gula otot, sedang
yang lain diubah menjadi lemak dalam jaringan adiposa dan digunakan untuk energi
• Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan puasa yang berasal dari glikogenolisis
dan glukoneogenesis
• Normalisasi glukosa darah juga diatur oleh hormon-hormon (glukagon, ephinephrin, GH, kortisol, )
Definisi DM
Penyakit metabolik kronik akibat adanya defisiensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai
adanya hiperglikemi pada post prandial dan/puasa, glukosuria, dan dapat disertai adanya peningkatan
pemecahan protein, ketosis, dan asidosis ( Bondy PK, 1974)
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM.
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas
insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan
infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan
sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat
kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
III. Klasifikasi
A.
Klasifikasi DM menurut WHO (1985)
1. IDDM / DM tipe I / DM tergantung insulin
Destruksi sel beta, umumnya menjurus defisiensi insulin absolut Æ autoimun, idiopatik
2. NIDDM / DM tipe II / Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
• Lebih sering pada dewasa, kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat
hiperglikemi selama stress
• Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
3. Diabetes tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
• penyakit pankreas, penyakit hormonal, karena obat atau bahan kimia lain.
4. Gestational Diabetes Mellitus ( GDM)
B.
Klasifikasi DM (PERKENI, 1998)
Sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1998.
Klasifikasi Etiologis DM (ADA 1998) :
1) Diabetes Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus defisiensi insulin absolut) : autoimun,
idiopatik
2) Diabetes tipe 2
Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3) Diabetes tipe lain:
a. Defek genetik fungsi sel beta:
- Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
- DNA Mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d.
e.
f.
g.
h.
- Pankreatitis
- Tumor/pankreatektomi
- Pankreatopati fibrokalkulus
Endokrinopati:
- Akromegali
- Sidrom chusing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
Karena obat/zat kimia
- Vacor, pentamidin, asam nikotinat
- Glukokortikoid, hormon tiroid
- Tiazid, dilantin, interferon alfa dll.
Infeksi
- Rubella kongenital, Cyto Megalovirus (CMV)
Sebab imunologi yang jarang
- antibodi anti insulin
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
- Sindrom Down, sindrom klinefelter, sindrom turner, dll
4) Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Patofisiologi
Insulin defisiensi
↑ Hepatic glucosa production
Katabolisme protein
Hiperglikemi
Glukoneogenesis
Diresis osmotok (poliuri)
Na ↓, K ↓
Dehidrasi
(hipotensi, takikardi)
Shock
Lipolisis
↑. Gliserol
↑ FFA
Ketogenesis
Ketonuria
Ketonemia
Asidosis metabolik
(↓ pH, ↓ HCO3, nausea, vomiting,
pernafasan kusmaul, pernafasan
bau aseton)
Patobiologi
Insulin defisiensi
↑ Hepatic glucosa production
↑ Katabolisme protein
↑ Lipolisis
Pembuluh darah: angiopati
Hiperglikemi
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Mikroangiopati
Diuretik osmotic
Retinopati diabetik
Resiko gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Resiko injuri (trauma fisik)
Kriteria DM ( 1998)
Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, penurunan BB yang tidak jelas sebabnya) plus:
1)
GDA (plasma vena) > 200 mg/dl atau
2)
GDP (plasma vena) > 126 mg/dl atau
3)
Kadar Glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO.
Diagnosa DM (1993)
1) Diagnosis DM apabila:
Terdapat gejala DM: Poliuri, polidipsi, penurunan BB
Salah satu dari : GDP > 120 mg/dl, 2 j PP > 200 mg/dl , atau GDA > 200 mg/dl.
2) Diagnosa DM apabila:
Tidak terdapat gejala DM tetapi terdapat 2 hasil dari : GDP >120 mg/dl, 2 jPP > 200 mg/dl atau GDA
> 200 mg/dl
3) Diagnosis Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) apabila: GDP < 120 mg/dl dan 2 j PP antara 140 –
200 mg/dl
4) Untuk kasus meragukan dengan hasil: GDP < 120 mg/dl, dan 2 j PP > 200 mg/dl, maka ulangi
pemeriksaan sekali lagi, dengan persiapan minimal 3 hari dengan diit KH > 150 gr/hr dengan
kegiatan fisik seperti biasa, kemungkinan hasil adalah:
a. DM apabila hasilnya sama atau tetap, yaitu GDP < 120 mg/dl, dan 2 j PP > 200 mg/dl
b. TGT apabila hasil sesuai dengan kriteria 3
Dasar pengelolaan DM
1. Pengelolaan DM : Pentalogi
a. Diit Diabetes
Terdapat 13 macam diit Diabetes di RSUD dr. Soetomo sampai th. 2001: Diet B, Diet B
puasa, Diet B1, Diet B1 puasa, Diet B2, Diet B3, Diet Be, Diet M, Diet M puasa, Diet G, Diet
KV, Diet GL, Diet H
Status Gizi
Parameter : BBR ( Berat Badan Relatif )
BBR % =
BB
X 100%
TB - 100
BBR
≤ 90 %
≥ 90 – 100 %
≥ 110 %
≥ 120 %
Status Gizi
BB kurang
BB normal
BB lebih
Obesitas
Kebutuhan kalori/sehari
40 – 60 kal / kg BB
30 kal / kg BB
20 kal / kg BB
15 kal / kg BB
b. Lat. Fisik ( OR)
Semua penderita DM diajurkan latihan ringan teratur setiap hari pada saat 1 atau 1 ½ jam sesudah
makan, termasuk penderita yang dirawat di Rumah sakit ( Bed Exercise ). Misalnya makan pagi
jam 07.00, makan siang jam 12.30, makan malam jam 18.30. maka latihan fisik harus dilaksanakan
berturut – turut jam 08.30, 13.30, 19.30. Latihan Fisik ( LF ) ini disebut LF Primer.
LF sekunder untuk penderita DM, terutama DM dengan obesitas. Selain LF Primer sesudah
makan, juga dianjurkan LF sekunder agak berat setiap hari, pagi dan sore ( dengan tujuan
menurunkan berat badan ) sebelum mandi pagi dan sore. Hal ini dilaksanakan sebelum mandi pagi
dan sore agar penderita tidak lupa.
Olah raga pada DM harus memenuhi (CRIPE)
C ontinuous /lat. Kontinyu: berkesinambungan, dilakukan terus menerus mis: jogging 30 mt,
berarti selama 30 mt jogging tanpa istirahat
R ythmical / lat. Ritmis : olah raga yang berirama, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, con: jl. Kaki, jogging, lari, berenang , bersepeda.
I ntensity / lat. Lat interval : selang-seling gerak cepat dan lambat, misal: jalan cepat diselingi jalan
lambat.
P rogressive / lat. Progresif : lat dari yang ringan ke berat secara bertahap
E ndurance / lat. Daya tahan : untuk memperbnaiki sistem kardiovaskuler
c. Penyuluhan kesehatan masyarakat (edukasi)
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes :
1.
Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya kecemasan.
2.
Sampaikan informasi secara bertahap jangan berikan beberapa hal sekaligus.
3.
Mulailah dengan hal yang sederhan baru kemudian dengan hal yang lebih komplek.
4.
Gunakan alat bantu dengan dengar-pandang ( Audio-visual AID).
5.
Utamakanlah pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukan simulasi.
6.
Berikan pengobatan yang sederhana agar kepatuhan mudah dicapai.
7.
Usahakanlah kompromi dan negosiasi, jangan paksakan tujuan
8.
Berikanlah motivasi dan penghargaan dan diskusikanlah hasil laboratorium.
Proses edukasi ini sebaiknya terdiri dari topik – topik berikut ini .
1.
Patofisiologi DM
2.
Pengelolaan Nutris dan diet.
3.
Intervensi Frmakologik
4.
Aktifitas dan olah raga
5.
Pemantauan mandiri kadar glukosa darah
6.
Pencegahan dan pengelolaan komplikasi akut dan kronik.
7.
Penyesuaian Psikososial
8.
Ketrampilan mengatasi masalah
9.
Pengelolaan stress
10. Penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
dapat dilaksanakan melalui :
• Perorangan ( antara dokter dengan pendertita ); bila tidak ada waktu, ber “ PKM”lah waktu
memeriksa ataupun menulis resep.
• Penyuluhan melalui TV
• Kaset video : Penjelasan tentang DM, komplikasinya, terapi termasuk peragaan macam –
macam diit dengan berbagai jenis kandungan kalorinya.
• Diskusi kelompok ( = Disko )
• Poster
• Leaflet
• Dan lain - lain
d. Obat Hipoglikemik: OHO dan insulin
Sulfonilurea: obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan pada pasien dengan berat badan lebih. Pada pasien usia lanjut obat
golongan Sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari. Diminum ½ jam sebelum
makan, con. Glbenclamid
Biguanid ( Metformin) :
Obat golongan ini mempunyai efek utama :
1) Mengurangi produksi glukosa hati
2) Memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini dianjurkan dipakai sebagai obat
tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia ( misalnya
pasien dengan penyakit Serebro Cardiovaskular ). Obat Biguanid dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah
makan.
Inhibitor Glukosidase Alfa ( Acarbase )
Obat golongan ini mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar glukosa darah puasa yang masih normal. Dimulai dengan
dosis 2 kali 50 mg setelah suapan pertama waktu makan. Dosis dapat dinaikan menjadi 3 kali 100
mg. Pasien yang menggunakan acarbase jangka panjang perlu pemantauan faal ginjal dan hati
secara serial
Insulin
Indikasi : DM tipe I, Koma Diabetik
DM tipe II pada keadaan tertentu:
DM gagal dg. Obat oral, DM hamil, DM + selulitis /gangren/infeksi lain, DM kurus, DM
patah tulang, DM + peny. Liver, DM + operasi, DM + TB Paru, DM + Kanker
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikan
sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan Sulfonilurea atau Metformin sampai
dosis maximal ternyata sasaran glukosa darah belum tercapai perlu dipikirkan kombinasi 2
kelompok obat hipoglikemi oral yang berbeda. Kombinasi OHO dosis kecil dapat pula digunakan
efek samping masing-masing kelompok obat. Dapat pula diberikan kombinasi ketiga kelompok
OHO bila belum juga mencapai sasaran yang diinginkan. Kalau dengan dosis OHO maximal baik
sendiri-sendiri maupun secara kombinasi sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan adanya
kegagalan pemakaian OHO, pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin.
e. Cangkok pankreas
Komplikasi DM
1. Koma hipoglikemi
2. Koma ketoasidosis diabetik
3. Koma hiperosmolar non ketotik
Pencegahan komplikasi DM
10 petunjuk hidup sehat: Guloh – sisar
G : Gula (batasi gula)
Untuk menjaga kualitas Pembuluh darah
U : Urat
Usahakan < 6 mg/dl Æ diit rendah purin
L : Lemak
O : Obesitas (jaga BB/ BBR < 110 %)
Mempermudah terjadinya PJK dan GPDO
H : Hipertensi ( hindari asin-asin)
Usahakan tensi < 140 / 90 mmHg
S : Sigaret
Merokok dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas
I : Inaktifitas ( olah raga teratur )
Untuk meningkatkan kualitas PD, dan memperbaiki metabolisme
S : Stress (tidur cukup : 6 j / hari)
Stress akan merangsang sekresi hormon-hormon kontra insulin Æ aktifitas simpatis meningkat
akibatnya mempercepat timbulnya aterosklerosis
A : Alkohol
Dapat meningkatkan kadar trigliserida
R : Reguler check up
Komplikasi DM
Pembuluh darah = angiopati
Mikroangiopati
Retinopati DM
Syaraf = neuropati
Makroangiopati
Otak = stroke
Otonom
perifer
kesemutan
jantung
Makro
Mikro Æ kardiomiopati
Koroner
Dekompensasi kordis
IMA
Gangren Diabetik
b. Gangren Kaki Diabetik
Gangren adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh obstruksi dari pembuluh darah yang
memberikan makanan pada jaringan tersebut.
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan
semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi.
Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan
faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri
pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah
ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki
menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki
seperti “callus “.
Derajat I
: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari
pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai
kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik.
Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor resiko:
• Riwayat keluarga tentang penyakit
• Obesitas
• Riwayat pankreatitis kronis
• Riwayat melahirkan anak > 4 kg
• Riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid, kontrasepsi oral)
2. Kaji terhadap manifestasi DM
• Poliuri (akibat dari diuresis osmotic bila ambang ginjal terhadap rearbsorbsi glukosa
dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal)
• Polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi dari poliuria)
• Polifagia ( disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dari perubahan sintesis
protein dan lemak)
• Penurunan BB (akibat dari katabolisme protein dan lemak)
• Pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot.
Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
3. Pemeriksaan Diagnostik
• Tes Toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dl. Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah yang meningkat
dibawah kondisi stress
• GDP normal/diatas normal
• Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi
5. Kaji perasaan pasien tentang kondisi
Diagnosa Keperawatan
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosa, dan
kebutuhan pengobatan
Tujuan:
• mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
• Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala pada proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan
faktor penyebab
• Dengan benar melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional tindakan
• Melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi:
1). Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada saat
diperlukan
2). Bekerja dengan pasien utnuk menata tujuan belajar yang diharapkan
2) Pilihlah berbagai strategi belajar, mis: peragakan teknik ketrampilan yang diperlukan dan minta
pasien untuk melakukannya sendiri, gabungkan ketrampilan baru ini kedalam rutinitas di Rumah
Sakit
3) Diskusikan topik-topik penting, seperti:
• Berapa kadar glukosa normal dan bagaimana hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula
darah pasien, tipe DM yang diderita oleh pasien, hubungan antara kekurangan insulin dengan
kadar gula darah yang tinggi
• Komplikasi penyakit akut maupun kronis yang bisa terjadi
4) Peragakan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stick, dan beri kesempatan
agar pasien memperagakan ulang
5) Diskusikan tentang encana diet
6) Review regimen pengobatan meliputi awitan, puncak, dan durasi insulin yang diresepkan, dengan
pasien atau keluarga
7) Buat jadwal latiahan/aktivitas yang teratur dan identifikasikan hal-hal yang berhubungan de3ngan
penggunaan insulin
8) Instruksikan pemeriksaan rutin pada kaki dan perawatan kaki, menghindari sepatu yang ketat,
perawatan kuku.
9) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien yang telah mengalami
DM tipe 1 selama 5 tahun atau lebih
2. Resiko kurangnya volume cairan b.d poliuri dan dehidrasi
Tujuan:
• intake dan output cairan seimbang
• Tanda-tanda vital stabil
• Turgor kulit baik
• Elektrolit dalam batas normal
• Glukosa darah dalam batas niormal
Intervensi:
1) Berikan cairan oral sesuai kebutuhan
2) Monitor intake dan out put
3) Monitor tanda dan gejala dehidrasi nadi perifer, capillary refill, turgor kulit, membran mukosa ,dll
4) Monitor tanda vital
5) Berikan cairan Normal Saline tanpa dektrose (b/p)
6) Catat muntah, mual, dan udema
7) Monitor laboratorium: hematokrit, BUN, Kreatinin
8) Pasang kateter (b/p)
3. Kurangnya nutrisi b.d ketidak seimbangan insulin, makanan , dan aktifitas fisik
Tujuan:
• Mempertahankan BB yang stabil atau peningkatan BB yang ditentukan
• Menentukan tipe makanan kecil dan memakannya hanya bila diperlukan sebelum melakukan
latihan
Intervensi:
1) Bantu pasien untuk memilih menu harian berdasarkan program diet yang ditentukan
2) Kaji pola masukan diet dan status nutrisi
3) Jelaskan tentang program diit yang diberikan
4) Berkan pengganti makanan untuk makanan yang tidak dimakan saat makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman saat makan
6) Tekankan pentingnya makan dan makan makanan kecil secara teratur
7) Timbang BB
8) Auskultasi bising usus, mual dan muntah
9) Memberikan insulin sesuai dengan program terapi
4. Resiko injuri berhubungan dengan neuropathy, retinopathy dan vascular insufficiency
Tujuan:
• Tidak terjadi injuri / trauma fisik
Intervensi:
1) Lakukan pemeriksaan terhadap kulit klien secara rutin
2) Monitor perubahan dalam sensasi, nyeri atau kelelahan otot
3) Monitor perubahan visual
4) Monitor sirkulasi perifer
5) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang terjadinya tanda-tanda komplikasi
6) Jelaskan pada klien agar segera melapor bila mengalami tanda-tanda komplikasi
Click to edit Master title
style
• Click to edit Master text styles
– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth level
W IW IN MART.DOC
22
Click to edit Master title
style
• Click to edit Master text styles
– Second level
• Third level
– Fourth level
» Fifth level
W IW IN MART.DOC
23
I.
Anatomi fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari
duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah
50 μ, sedangkan yang terbesar 300 μ, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 μ. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah
mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta
tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino
dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal
dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada
pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat.
Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas
dan sel lemak.
Fungsi hormon insulin:
- Menurunkan kadar gula darah keseluruhan
- Meningkatkan asupan dan penggunaan glukosa oleh adiposa dan sel-sel otot
- Meningkatkan glikogenesis
- Meningkatkan lipogenesis
- Meningkatkan penggabungan asam amino menjadi p[rotein
Metabolisme insulin nomal
Orang dengan metabolisme normal, mampu mempertahankan kadar GD 70 – 120 mg/dl Æ dalam
kondisi asupan yang berbeda Æ kadar GD dapat meningkat 120 – 140 mg/dl setelah makan, keadaan
ini akan segera normal dengan cepat atas pengaruh insulin.
Rata-rata insulin dihasilkan 40 – 50 unit perhari,
• Kelebihan glukosa darah terutama disimpan sebagai gula hati (glikogenesis) dan gula otot, sedang
yang lain diubah menjadi lemak dalam jaringan adiposa dan digunakan untuk energi
• Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan puasa yang berasal dari glikogenolisis
dan glukoneogenesis
• Normalisasi glukosa darah juga diatur oleh hormon-hormon (glukagon, ephinephrin, GH, kortisol, )
Definisi DM
Penyakit metabolik kronik akibat adanya defisiensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai
adanya hiperglikemi pada post prandial dan/puasa, glukosuria, dan dapat disertai adanya peningkatan
pemecahan protein, ketosis, dan asidosis ( Bondy PK, 1974)
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Etiologi
DM mempunyai etiologi yang heterogen, determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM.
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas
insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan
infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan
sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat
kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
III. Klasifikasi
A.
Klasifikasi DM menurut WHO (1985)
1. IDDM / DM tipe I / DM tergantung insulin
Destruksi sel beta, umumnya menjurus defisiensi insulin absolut Æ autoimun, idiopatik
2. NIDDM / DM tipe II / Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
• Lebih sering pada dewasa, kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat
hiperglikemi selama stress
• Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
3. Diabetes tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
• penyakit pankreas, penyakit hormonal, karena obat atau bahan kimia lain.
4. Gestational Diabetes Mellitus ( GDM)
B.
Klasifikasi DM (PERKENI, 1998)
Sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1998.
Klasifikasi Etiologis DM (ADA 1998) :
1) Diabetes Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus defisiensi insulin absolut) : autoimun,
idiopatik
2) Diabetes tipe 2
Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3) Diabetes tipe lain:
a. Defek genetik fungsi sel beta:
- Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
- DNA Mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d.
e.
f.
g.
h.
- Pankreatitis
- Tumor/pankreatektomi
- Pankreatopati fibrokalkulus
Endokrinopati:
- Akromegali
- Sidrom chusing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
Karena obat/zat kimia
- Vacor, pentamidin, asam nikotinat
- Glukokortikoid, hormon tiroid
- Tiazid, dilantin, interferon alfa dll.
Infeksi
- Rubella kongenital, Cyto Megalovirus (CMV)
Sebab imunologi yang jarang
- antibodi anti insulin
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
- Sindrom Down, sindrom klinefelter, sindrom turner, dll
4) Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Patofisiologi
Insulin defisiensi
↑ Hepatic glucosa production
Katabolisme protein
Hiperglikemi
Glukoneogenesis
Diresis osmotok (poliuri)
Na ↓, K ↓
Dehidrasi
(hipotensi, takikardi)
Shock
Lipolisis
↑. Gliserol
↑ FFA
Ketogenesis
Ketonuria
Ketonemia
Asidosis metabolik
(↓ pH, ↓ HCO3, nausea, vomiting,
pernafasan kusmaul, pernafasan
bau aseton)
Patobiologi
Insulin defisiensi
↑ Hepatic glucosa production
↑ Katabolisme protein
↑ Lipolisis
Pembuluh darah: angiopati
Hiperglikemi
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Mikroangiopati
Diuretik osmotic
Retinopati diabetik
Resiko gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Resiko injuri (trauma fisik)
Kriteria DM ( 1998)
Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, penurunan BB yang tidak jelas sebabnya) plus:
1)
GDA (plasma vena) > 200 mg/dl atau
2)
GDP (plasma vena) > 126 mg/dl atau
3)
Kadar Glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO.
Diagnosa DM (1993)
1) Diagnosis DM apabila:
Terdapat gejala DM: Poliuri, polidipsi, penurunan BB
Salah satu dari : GDP > 120 mg/dl, 2 j PP > 200 mg/dl , atau GDA > 200 mg/dl.
2) Diagnosa DM apabila:
Tidak terdapat gejala DM tetapi terdapat 2 hasil dari : GDP >120 mg/dl, 2 jPP > 200 mg/dl atau GDA
> 200 mg/dl
3) Diagnosis Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) apabila: GDP < 120 mg/dl dan 2 j PP antara 140 –
200 mg/dl
4) Untuk kasus meragukan dengan hasil: GDP < 120 mg/dl, dan 2 j PP > 200 mg/dl, maka ulangi
pemeriksaan sekali lagi, dengan persiapan minimal 3 hari dengan diit KH > 150 gr/hr dengan
kegiatan fisik seperti biasa, kemungkinan hasil adalah:
a. DM apabila hasilnya sama atau tetap, yaitu GDP < 120 mg/dl, dan 2 j PP > 200 mg/dl
b. TGT apabila hasil sesuai dengan kriteria 3
Dasar pengelolaan DM
1. Pengelolaan DM : Pentalogi
a. Diit Diabetes
Terdapat 13 macam diit Diabetes di RSUD dr. Soetomo sampai th. 2001: Diet B, Diet B
puasa, Diet B1, Diet B1 puasa, Diet B2, Diet B3, Diet Be, Diet M, Diet M puasa, Diet G, Diet
KV, Diet GL, Diet H
Status Gizi
Parameter : BBR ( Berat Badan Relatif )
BBR % =
BB
X 100%
TB - 100
BBR
≤ 90 %
≥ 90 – 100 %
≥ 110 %
≥ 120 %
Status Gizi
BB kurang
BB normal
BB lebih
Obesitas
Kebutuhan kalori/sehari
40 – 60 kal / kg BB
30 kal / kg BB
20 kal / kg BB
15 kal / kg BB
b. Lat. Fisik ( OR)
Semua penderita DM diajurkan latihan ringan teratur setiap hari pada saat 1 atau 1 ½ jam sesudah
makan, termasuk penderita yang dirawat di Rumah sakit ( Bed Exercise ). Misalnya makan pagi
jam 07.00, makan siang jam 12.30, makan malam jam 18.30. maka latihan fisik harus dilaksanakan
berturut – turut jam 08.30, 13.30, 19.30. Latihan Fisik ( LF ) ini disebut LF Primer.
LF sekunder untuk penderita DM, terutama DM dengan obesitas. Selain LF Primer sesudah
makan, juga dianjurkan LF sekunder agak berat setiap hari, pagi dan sore ( dengan tujuan
menurunkan berat badan ) sebelum mandi pagi dan sore. Hal ini dilaksanakan sebelum mandi pagi
dan sore agar penderita tidak lupa.
Olah raga pada DM harus memenuhi (CRIPE)
C ontinuous /lat. Kontinyu: berkesinambungan, dilakukan terus menerus mis: jogging 30 mt,
berarti selama 30 mt jogging tanpa istirahat
R ythmical / lat. Ritmis : olah raga yang berirama, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, con: jl. Kaki, jogging, lari, berenang , bersepeda.
I ntensity / lat. Lat interval : selang-seling gerak cepat dan lambat, misal: jalan cepat diselingi jalan
lambat.
P rogressive / lat. Progresif : lat dari yang ringan ke berat secara bertahap
E ndurance / lat. Daya tahan : untuk memperbnaiki sistem kardiovaskuler
c. Penyuluhan kesehatan masyarakat (edukasi)
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes :
1.
Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya kecemasan.
2.
Sampaikan informasi secara bertahap jangan berikan beberapa hal sekaligus.
3.
Mulailah dengan hal yang sederhan baru kemudian dengan hal yang lebih komplek.
4.
Gunakan alat bantu dengan dengar-pandang ( Audio-visual AID).
5.
Utamakanlah pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukan simulasi.
6.
Berikan pengobatan yang sederhana agar kepatuhan mudah dicapai.
7.
Usahakanlah kompromi dan negosiasi, jangan paksakan tujuan
8.
Berikanlah motivasi dan penghargaan dan diskusikanlah hasil laboratorium.
Proses edukasi ini sebaiknya terdiri dari topik – topik berikut ini .
1.
Patofisiologi DM
2.
Pengelolaan Nutris dan diet.
3.
Intervensi Frmakologik
4.
Aktifitas dan olah raga
5.
Pemantauan mandiri kadar glukosa darah
6.
Pencegahan dan pengelolaan komplikasi akut dan kronik.
7.
Penyesuaian Psikososial
8.
Ketrampilan mengatasi masalah
9.
Pengelolaan stress
10. Penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
dapat dilaksanakan melalui :
• Perorangan ( antara dokter dengan pendertita ); bila tidak ada waktu, ber “ PKM”lah waktu
memeriksa ataupun menulis resep.
• Penyuluhan melalui TV
• Kaset video : Penjelasan tentang DM, komplikasinya, terapi termasuk peragaan macam –
macam diit dengan berbagai jenis kandungan kalorinya.
• Diskusi kelompok ( = Disko )
• Poster
• Leaflet
• Dan lain - lain
d. Obat Hipoglikemik: OHO dan insulin
Sulfonilurea: obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan pada pasien dengan berat badan lebih. Pada pasien usia lanjut obat
golongan Sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari. Diminum ½ jam sebelum
makan, con. Glbenclamid
Biguanid ( Metformin) :
Obat golongan ini mempunyai efek utama :
1) Mengurangi produksi glukosa hati
2) Memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini dianjurkan dipakai sebagai obat
tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia ( misalnya
pasien dengan penyakit Serebro Cardiovaskular ). Obat Biguanid dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah
makan.
Inhibitor Glukosidase Alfa ( Acarbase )
Obat golongan ini mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar glukosa darah puasa yang masih normal. Dimulai dengan
dosis 2 kali 50 mg setelah suapan pertama waktu makan. Dosis dapat dinaikan menjadi 3 kali 100
mg. Pasien yang menggunakan acarbase jangka panjang perlu pemantauan faal ginjal dan hati
secara serial
Insulin
Indikasi : DM tipe I, Koma Diabetik
DM tipe II pada keadaan tertentu:
DM gagal dg. Obat oral, DM hamil, DM + selulitis /gangren/infeksi lain, DM kurus, DM
patah tulang, DM + peny. Liver, DM + operasi, DM + TB Paru, DM + Kanker
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikan
sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan Sulfonilurea atau Metformin sampai
dosis maximal ternyata sasaran glukosa darah belum tercapai perlu dipikirkan kombinasi 2
kelompok obat hipoglikemi oral yang berbeda. Kombinasi OHO dosis kecil dapat pula digunakan
efek samping masing-masing kelompok obat. Dapat pula diberikan kombinasi ketiga kelompok
OHO bila belum juga mencapai sasaran yang diinginkan. Kalau dengan dosis OHO maximal baik
sendiri-sendiri maupun secara kombinasi sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan adanya
kegagalan pemakaian OHO, pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin.
e. Cangkok pankreas
Komplikasi DM
1. Koma hipoglikemi
2. Koma ketoasidosis diabetik
3. Koma hiperosmolar non ketotik
Pencegahan komplikasi DM
10 petunjuk hidup sehat: Guloh – sisar
G : Gula (batasi gula)
Untuk menjaga kualitas Pembuluh darah
U : Urat
Usahakan < 6 mg/dl Æ diit rendah purin
L : Lemak
O : Obesitas (jaga BB/ BBR < 110 %)
Mempermudah terjadinya PJK dan GPDO
H : Hipertensi ( hindari asin-asin)
Usahakan tensi < 140 / 90 mmHg
S : Sigaret
Merokok dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas
I : Inaktifitas ( olah raga teratur )
Untuk meningkatkan kualitas PD, dan memperbaiki metabolisme
S : Stress (tidur cukup : 6 j / hari)
Stress akan merangsang sekresi hormon-hormon kontra insulin Æ aktifitas simpatis meningkat
akibatnya mempercepat timbulnya aterosklerosis
A : Alkohol
Dapat meningkatkan kadar trigliserida
R : Reguler check up
Komplikasi DM
Pembuluh darah = angiopati
Mikroangiopati
Retinopati DM
Syaraf = neuropati
Makroangiopati
Otak = stroke
Otonom
perifer
kesemutan
jantung
Makro
Mikro Æ kardiomiopati
Koroner
Dekompensasi kordis
IMA
Gangren Diabetik
b. Gangren Kaki Diabetik
Gangren adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh obstruksi dari pembuluh darah yang
memberikan makanan pada jaringan tersebut.
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan
semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi.
Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan
faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri
pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah
ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki
menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0
: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki
seperti “callus “.
Derajat I
: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari
pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai
kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik.
Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor resiko:
• Riwayat keluarga tentang penyakit
• Obesitas
• Riwayat pankreatitis kronis
• Riwayat melahirkan anak > 4 kg
• Riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid, kontrasepsi oral)
2. Kaji terhadap manifestasi DM
• Poliuri (akibat dari diuresis osmotic bila ambang ginjal terhadap rearbsorbsi glukosa
dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal)
• Polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi dari poliuria)
• Polifagia ( disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dari perubahan sintesis
protein dan lemak)
• Penurunan BB (akibat dari katabolisme protein dan lemak)
• Pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot.
Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
3. Pemeriksaan Diagnostik
• Tes Toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dl. Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah yang meningkat
dibawah kondisi stress
• GDP normal/diatas normal
• Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi
5. Kaji perasaan pasien tentang kondisi
Diagnosa Keperawatan
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosa, dan
kebutuhan pengobatan
Tujuan:
• mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
• Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala pada proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan
faktor penyebab
• Dengan benar melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional tindakan
• Melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi:
1). Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada saat
diperlukan
2). Bekerja dengan pasien utnuk menata tujuan belajar yang diharapkan
2) Pilihlah berbagai strategi belajar, mis: peragakan teknik ketrampilan yang diperlukan dan minta
pasien untuk melakukannya sendiri, gabungkan ketrampilan baru ini kedalam rutinitas di Rumah
Sakit
3) Diskusikan topik-topik penting, seperti:
• Berapa kadar glukosa normal dan bagaimana hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula
darah pasien, tipe DM yang diderita oleh pasien, hubungan antara kekurangan insulin dengan
kadar gula darah yang tinggi
• Komplikasi penyakit akut maupun kronis yang bisa terjadi
4) Peragakan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stick, dan beri kesempatan
agar pasien memperagakan ulang
5) Diskusikan tentang encana diet
6) Review regimen pengobatan meliputi awitan, puncak, dan durasi insulin yang diresepkan, dengan
pasien atau keluarga
7) Buat jadwal latiahan/aktivitas yang teratur dan identifikasikan hal-hal yang berhubungan de3ngan
penggunaan insulin
8) Instruksikan pemeriksaan rutin pada kaki dan perawatan kaki, menghindari sepatu yang ketat,
perawatan kuku.
9) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien yang telah mengalami
DM tipe 1 selama 5 tahun atau lebih
2. Resiko kurangnya volume cairan b.d poliuri dan dehidrasi
Tujuan:
• intake dan output cairan seimbang
• Tanda-tanda vital stabil
• Turgor kulit baik
• Elektrolit dalam batas normal
• Glukosa darah dalam batas niormal
Intervensi:
1) Berikan cairan oral sesuai kebutuhan
2) Monitor intake dan out put
3) Monitor tanda dan gejala dehidrasi nadi perifer, capillary refill, turgor kulit, membran mukosa ,dll
4) Monitor tanda vital
5) Berikan cairan Normal Saline tanpa dektrose (b/p)
6) Catat muntah, mual, dan udema
7) Monitor laboratorium: hematokrit, BUN, Kreatinin
8) Pasang kateter (b/p)
3. Kurangnya nutrisi b.d ketidak seimbangan insulin, makanan , dan aktifitas fisik
Tujuan:
• Mempertahankan BB yang stabil atau peningkatan BB yang ditentukan
• Menentukan tipe makanan kecil dan memakannya hanya bila diperlukan sebelum melakukan
latihan
Intervensi:
1) Bantu pasien untuk memilih menu harian berdasarkan program diet yang ditentukan
2) Kaji pola masukan diet dan status nutrisi
3) Jelaskan tentang program diit yang diberikan
4) Berkan pengganti makanan untuk makanan yang tidak dimakan saat makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman saat makan
6) Tekankan pentingnya makan dan makan makanan kecil secara teratur
7) Timbang BB
8) Auskultasi bising usus, mual dan muntah
9) Memberikan insulin sesuai dengan program terapi
4. Resiko injuri berhubungan dengan neuropathy, retinopathy dan vascular insufficiency
Tujuan:
• Tidak terjadi injuri / trauma fisik
Intervensi:
1) Lakukan pemeriksaan terhadap kulit klien secara rutin
2) Monitor perubahan dalam sensasi, nyeri atau kelelahan otot
3) Monitor perubahan visual
4) Monitor sirkulasi perifer
5) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang terjadinya tanda-tanda komplikasi
6) Jelaskan pada klien agar segera melapor bila mengalami tanda-tanda komplikasi