Makalah Filsafat Dan Ilmu Q
Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI SAIN
Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu:
Prof. DR. H. Shonhadji sholeh, Dip. Is
Disusun Oleh :
HASAN BASRI
NIM : 11.6.8.0966
PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa, atas selesainya tugas Makalah yang berjudul “EPISTEMOLOGI SAIN”.
Makalah ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu pada Program Pascasarjana Jurusan Magister Pendidikan Islam Surabaya Tahun Akademik
2011/2012.
Dengan segala penuh kesadaran, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
penuh dengan banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga demi perbaikan, penulis masih
mengharapkan ada bimbingan, kritik, saran dan pengarahan, baik dari dosen pengampu maupun
rekan-rekan seperjuangan.
Dalam kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. H. Shonhadji sholeh, Dip. Is
2. Rekan-rekan seperjuangan
Demikianlah, tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik penulis harapkan. semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Amien.
Surabaya, 12 Pebruari 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I : PENDAHULUAN
a. Latar belakang Masalah ……………………………………
b. Rumusan Masalah …………………………………………
c. Tujuan Penulisan …………………………………………..
BAB II: PEMBAHASAN
a. Pengertian Epistemologi ……………………………………
b. Pengertian Sain ..……………………………………………
c. Objek Pengetahuan Sain ……………………………………
d. Cara memperoleh Pengetahuan Sain ………………………
1). Rasionalisme ……………………………………………
i
ii
iii
01
02
02
03
05
06
06
06
2). Empirisme ……………………………………………….
3). Posistivisme …………………………………………….
e. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain ……………………….
08
09
10
BAB III : PENUTUP
a. Kesimpulan …………………………………………………..
b. Saran ………………………………………………………….
11
11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau t idak
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan
manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada. sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban
bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.1[1] Lalu bagaimana kita menyusun
pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang dalam kajian filsafat disebut epistemologi, dan
landasannya disebut metode ilmiah. Epistemologi disebut juga dengan filsafat ilmu, merupakan
cabang filsafat yang mempelajari dan menentukan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi
berusaha membahas bagaimana ilmu didapatkan, bukan untuk apa atau mengenai apa.
Pengetahuan berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul
pertanyaan, bagaimana seseorang mengetahui kalau dirinya telah mencapai pengetahuan tentang
benda sebagaimana adanya? Untuk menjawab apakah manusia telah tahu dengan
pengetahuannya, maka epistemologi adalah jawabnya. Kepastian yang dicari oleh epitemologi
dalam mencari kebenaran apakah manusia sudah benar sesuai dengan tingkat pengetahuan
dimungkinkan oleh suatu keraguan. Dengan keraguan inilah akan memberi kesempatan kepada
epistemologi untuk menjawabnya.
Kebenaran sebuah ilmu pengetahuan dapat diuji melalui landasan epistemologi. Karena
penelaahan epistemology adalah rasional dan logis menurut kaidah keilmiahan. Titik tolaknya
adalah bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh melalu tata cara dan prosedur ilmiah sehingga
dapat diterima kebenarannya Meskipun demikian tidak semua orang dapat disamakan
persepsinya terhadap kebenaran sebuah ilmu pengetahuan itu. Karena manusia sebagai subjek
tentu tingkat penelaahannya berbeda satu sama lain. Jika ilmu pengetahuan itu dianggap rasional
menurut daya tangkap indra dan akalnya maka ia mempunyai nilai positif, tetapi sebaliknya jika
1[1] Jujun S Surlasumantri " Filsafat Ilmu , Sebuah pengantar poupuler"
PT.Penebar Swadaya, Jakarta , 2010 hlm;104
tidak dapat diterima oleh pemikirannya maka ilmu itu dianggap negatif. Dengan demikian
sebuah kebenaran dari ilmu pengetahuan itu bersifat relative.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan luasnya cakupan filsafat ilmu, maka masalah yang
dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah Pengertian:
a. Epistemologi ?
b. Sain ?
2. Apakah Objek Pengetahuan Sain ?
3. Bagaimanakah Cara Memperoleh Pengetahuan Sain ?
4. Apakah Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengertian Epistemologi dan Sain.
2.
Untuk mengetahui Objek Pengetahuan sain
3.
Untuk mengetahui cara memperoleh pengetahuan sain
4.
Untuk mengetahui ukuran kebenaran pengetahuan sain.
B A B II
PEMBAHASAN
A. Pengertia Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata bahasa yunani episteme yang berarti pengetahuan atau
kebenaran dan logos yang berarti kata, pikiran, ilmu atau teori. Karena itu secara etimologis,
epistemologi berarti ilmu atau teori tentang pengetahuan yang benar atau teori pengetahuan.2[2]
Istilah epistemology digunakan pertama kali oleh J,F. Feriere dengan maksud untuk
membedakan dua cabang filsafat yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum). Kalau
dalam metafisika pertanyaan pokok itu menyangkut yang ada atau adanya (being), maka
pertanyaan dasar dalam epistemology adalah apa yang saya ketahui.3[3]
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan
gagasan pengetahuan manusia. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan
disusun dari bahan yang diperoleh dan dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah, yaitu
suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistemik dan logis. Dalam
rumusan lain, epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari watak, batas dan
berlakunya ilmu pengetahuan.4[4]
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang
memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang
harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa?
Kriterianya apa saja? . Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemology berkisar
pada masalah :asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan
pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan
2[2] Konrad Kebung, P. hd, "Filsafat Ilmu Pengetahuan " PT. Pustakaraya,
Jakarta, 2011, hlm : 37
3[3] Ibid
4[4] Nina W Syam M.S, " Filsafat sebagai akar Ilmu Komunikasi " Remaja
Rosda Karya, Bandung, 2010, hlm :139
skeptisisme universal, serta bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari
konseptualisasi baru mengenai dunia.5[5]
Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu
pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batasbatas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan?
Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaanpertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan.
Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping
membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan
eksistensi manusia.
Dalam pembahasan lain bahwa Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang
pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika
minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Landasan epistemologisnya (menurut Wahyu dalam Filsafat Ilmu 2009 : slide 4 ) adalah titik
tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh
kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah. Adapun hal-hal yang hendak
diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
Hollingdale mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai “Teori mengenai asal
usul pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui”6[6]. Ia menegaskan, epistemologi
merupakan: “The theory of the nature of knowing and the means by which we know”. dalam Dr.
U. Maman Kh., M.Sc). Kata-kata “to know” (untuk mengetahui) dan “means” (alat-alat) menjadi
kata kunci dalam poses epistemologis. Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode
(teknik, instrumen dan prosedur) apa yang kita gunakan untuk mencapai pengetahuan yang
bersifat ilmiah? Inilah inti pembahasan yang menjadi perhatian epistemologi.
Jujun S Surlasumantri menjelaskan bahwa Epistemologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan; apakah sumber-sumber pengetahuan?
5[5] Ibid, hlm : 140
6[6] R.J. Hollingdale, Western Philosophy (London: Kahn & Averill, 1993) hal.
37
Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan
untuk mendapatkan pengetahuan ? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manusia.7[7]
B.
Pengertian Sain
Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latins cire yang berarti mengetahui.
Karena itu,science dapat diartikan “situasi atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan
(knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science
mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang
berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat
dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan”
berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi.”
Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi
lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik.
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan
benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan
sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi
konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat
dilakukan, baik terhadap benda- benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil
eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap
manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.
C. Objek Pengetahuan Sain
Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang
empiris. Jujun S Suriasumantri yang telah dikutip oleh Ahmad Tafsir mennyatakan bahwa objek
7[7] Jujun S Surlasumantri, op cit, hlm;119
kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang
dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.8[8]
Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-bukti yang harus ia
temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti yang empiris ini diperlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah dirumuskan dalam hepotesis.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tumbuhan, hewan, dan
manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tumbuhan, hewan dan manusia itu; semuanya
dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok
dan dikelompokkan dalam masing-masing cabang sain. Teori-teori yang berkelompok itulah
yang disebut struktur sain, baik cabang-cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain
tersebut.9[9]
D. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain
Untuk dapat memperoleh pengetahuan sain terdapat beberapa aliran sebagaimana
dibawah ini yaitu :
1). Rasionalisme
Rasionalisme adalah madhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber
dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas.
Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi
gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Ahmad tafsir menjelaskan bahwa Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya
diukur dengan akal pula.10[10] Konrad Kebung, menjelaskan bahwa Rasionalisme adalah aliran
berfikir yang berpendapat bahwa pengetahuan yang benar mengandalkan akal dan ini menjadi
dasar pengetahuan ilmiah. Mereka memandang rendah pengetahuan yang diperoleh melalui
8[8] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu. PT Remaja Rosda Karya, Bandung 2004, hlm
27
9[9] Ibid, hlm 28
10[10] Ahmad Tafsir, op cit hlm 30
indera bukan dalam arti menolak nilai pengalaman dan melihat pengalaman melulu sebagai
perangsang bagi akal atau pikiran. Kebenaran dan kesesatan ada dalam pikiran kita dan
bukannya pada barang yang dapat dicerap oleh indera kita. Beberapa tokoh penting rasionalisme
adalah : Plato, Descartes, Spinoza dan Leibniz. 11[11]
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern
yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan
era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia
menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan
manusia.
2). Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme
adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca
indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Bagi kaum filsup empiris, sumber pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman dan
pengamatan inderawi. Data dan fakta yang ditangkap oleh panca indera kita adalah sumber
pengetahuan. Semua ide yang benar datang dari fakta ini. Sebab itu semua pengetahuan manusia
bersifat empiris.12[12]
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
1.
Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
11[11] Konrad Kebung, op cit, hlm: 51-52
12[12] Ibid: 55
4.
Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data
inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5.
Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada
pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6.
Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.13[13]
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu
pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan
manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran
empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan
memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan
penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George
Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme.
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan
penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan.
3). Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran
sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian.
Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif,
digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu
pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.14[14]
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang
terukur. Terukur inilah sumbangan penting positivism.15[15]
13[13] http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme/ (diakses
tanggal 10 Pebruari 2012)
14[14] Ibid
15[15] Ahmad Tafsir op cit hlm: 32
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah
Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para
tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan
dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
Sementara menurut Ahmad Tafsir bahwa ketiga faham diatas saling berkaitan,
Rasionalisme atau berfikir logis tidak menjamin dapat memperoleh kebenaran yang disepakati.
Kalau begitu diperlukan hal lain yaitu Empirisme. Sementara itu Empirisme hanya menemukan
konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur. Jadi
diperlukan alat lain yaitu Positivisme. Kata positivism, ajukan logikanya, ajukan bukti
empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan alat lain. Alat lain
itu ialah Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang
benar lakukan langkah beriku: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan
bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris.16[16]
Metode ilmiah itu secara tekhnis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang
disebut Metode Riset. Metode riset menghasilkan model-model penelitian. Dengan
menggunakan Model penelitian tertentu kita mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah
yang kita warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang sain.17[17]
E.
Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain.
Ukuran kebenaran pengetahuan sain dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1). Uji logika, sebuah hepotesis bisa lolos apabila teori itu logis.
2). Uji Empiris, yaitu adakan eksperimen, ukuran kebenaran sains adalah benar jika dapat
ditemukan bukti empiris. Hipotesis yang terbukti maka menjadi teori kemudian didukung
bukti empiris maka teori itu menjadi hukum dan disebut aksioma.18[18]
16[16] Ibid , hlm: 33
17[17] Ibid
18[18] Ahmad tafsir, op cit, hlm 36
B A B III
PENUTUP
a.
Kesimpulan.
1. Pengertian Epistemologi Sain
a). Pengertian Epistimologi adalah : pembahasan mengenai metode yang digunakan
untuk mendapatkan pengetahuan atau Teori mengenai asal usul pengetahuan dan
merupakan alat untuk mengetahui.
b). Pengertian Sain adalah pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi,
kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar
atau prinsip dari apa yang dikaji.
Dengan demikian, sains yang berarti
“pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi indrawi.
2. Objek pengtahuan Sain adalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman
manusia. Yang dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.
3. Cara memperoleh pengetahuan sain adalah ada beberapa aliran yaitu : Rasionalisme,
Empirisme dan Positivisme.
4. Ukuran kebenaran pengetahuan sain dapat dilakukan dengan dua cara : yaitu:
1). Uji logika.
2). Uji Empiris, yaitu adakan eksperimen.
b.
Saran
a). Untuk guru/calon guru sebaiknya mendalami bidang ini dengan baik agar dapat
menggunakannya dalam pengembangan tugas di lembaga masing-masing
b). Saran dan masukkan sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini.
EPISTEMOLOGI SAIN
Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu:
Prof. DR. H. Shonhadji sholeh, Dip. Is
Disusun Oleh :
HASAN BASRI
NIM : 11.6.8.0966
PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa, atas selesainya tugas Makalah yang berjudul “EPISTEMOLOGI SAIN”.
Makalah ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu pada Program Pascasarjana Jurusan Magister Pendidikan Islam Surabaya Tahun Akademik
2011/2012.
Dengan segala penuh kesadaran, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
penuh dengan banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga demi perbaikan, penulis masih
mengharapkan ada bimbingan, kritik, saran dan pengarahan, baik dari dosen pengampu maupun
rekan-rekan seperjuangan.
Dalam kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. H. Shonhadji sholeh, Dip. Is
2. Rekan-rekan seperjuangan
Demikianlah, tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik penulis harapkan. semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Amien.
Surabaya, 12 Pebruari 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I : PENDAHULUAN
a. Latar belakang Masalah ……………………………………
b. Rumusan Masalah …………………………………………
c. Tujuan Penulisan …………………………………………..
BAB II: PEMBAHASAN
a. Pengertian Epistemologi ……………………………………
b. Pengertian Sain ..……………………………………………
c. Objek Pengetahuan Sain ……………………………………
d. Cara memperoleh Pengetahuan Sain ………………………
1). Rasionalisme ……………………………………………
i
ii
iii
01
02
02
03
05
06
06
06
2). Empirisme ……………………………………………….
3). Posistivisme …………………………………………….
e. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain ……………………….
08
09
10
BAB III : PENUTUP
a. Kesimpulan …………………………………………………..
b. Saran ………………………………………………………….
11
11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau t idak
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan
manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada. sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban
bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.1[1] Lalu bagaimana kita menyusun
pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang dalam kajian filsafat disebut epistemologi, dan
landasannya disebut metode ilmiah. Epistemologi disebut juga dengan filsafat ilmu, merupakan
cabang filsafat yang mempelajari dan menentukan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi
berusaha membahas bagaimana ilmu didapatkan, bukan untuk apa atau mengenai apa.
Pengetahuan berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul
pertanyaan, bagaimana seseorang mengetahui kalau dirinya telah mencapai pengetahuan tentang
benda sebagaimana adanya? Untuk menjawab apakah manusia telah tahu dengan
pengetahuannya, maka epistemologi adalah jawabnya. Kepastian yang dicari oleh epitemologi
dalam mencari kebenaran apakah manusia sudah benar sesuai dengan tingkat pengetahuan
dimungkinkan oleh suatu keraguan. Dengan keraguan inilah akan memberi kesempatan kepada
epistemologi untuk menjawabnya.
Kebenaran sebuah ilmu pengetahuan dapat diuji melalui landasan epistemologi. Karena
penelaahan epistemology adalah rasional dan logis menurut kaidah keilmiahan. Titik tolaknya
adalah bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh melalu tata cara dan prosedur ilmiah sehingga
dapat diterima kebenarannya Meskipun demikian tidak semua orang dapat disamakan
persepsinya terhadap kebenaran sebuah ilmu pengetahuan itu. Karena manusia sebagai subjek
tentu tingkat penelaahannya berbeda satu sama lain. Jika ilmu pengetahuan itu dianggap rasional
menurut daya tangkap indra dan akalnya maka ia mempunyai nilai positif, tetapi sebaliknya jika
1[1] Jujun S Surlasumantri " Filsafat Ilmu , Sebuah pengantar poupuler"
PT.Penebar Swadaya, Jakarta , 2010 hlm;104
tidak dapat diterima oleh pemikirannya maka ilmu itu dianggap negatif. Dengan demikian
sebuah kebenaran dari ilmu pengetahuan itu bersifat relative.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan luasnya cakupan filsafat ilmu, maka masalah yang
dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah Pengertian:
a. Epistemologi ?
b. Sain ?
2. Apakah Objek Pengetahuan Sain ?
3. Bagaimanakah Cara Memperoleh Pengetahuan Sain ?
4. Apakah Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengertian Epistemologi dan Sain.
2.
Untuk mengetahui Objek Pengetahuan sain
3.
Untuk mengetahui cara memperoleh pengetahuan sain
4.
Untuk mengetahui ukuran kebenaran pengetahuan sain.
B A B II
PEMBAHASAN
A. Pengertia Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata bahasa yunani episteme yang berarti pengetahuan atau
kebenaran dan logos yang berarti kata, pikiran, ilmu atau teori. Karena itu secara etimologis,
epistemologi berarti ilmu atau teori tentang pengetahuan yang benar atau teori pengetahuan.2[2]
Istilah epistemology digunakan pertama kali oleh J,F. Feriere dengan maksud untuk
membedakan dua cabang filsafat yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum). Kalau
dalam metafisika pertanyaan pokok itu menyangkut yang ada atau adanya (being), maka
pertanyaan dasar dalam epistemology adalah apa yang saya ketahui.3[3]
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan
gagasan pengetahuan manusia. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan
disusun dari bahan yang diperoleh dan dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah, yaitu
suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistemik dan logis. Dalam
rumusan lain, epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari watak, batas dan
berlakunya ilmu pengetahuan.4[4]
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang
memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang
harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa?
Kriterianya apa saja? . Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemology berkisar
pada masalah :asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan
pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan
2[2] Konrad Kebung, P. hd, "Filsafat Ilmu Pengetahuan " PT. Pustakaraya,
Jakarta, 2011, hlm : 37
3[3] Ibid
4[4] Nina W Syam M.S, " Filsafat sebagai akar Ilmu Komunikasi " Remaja
Rosda Karya, Bandung, 2010, hlm :139
skeptisisme universal, serta bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari
konseptualisasi baru mengenai dunia.5[5]
Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu
pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batasbatas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan?
Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaanpertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan.
Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping
membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan
eksistensi manusia.
Dalam pembahasan lain bahwa Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang
pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika
minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Landasan epistemologisnya (menurut Wahyu dalam Filsafat Ilmu 2009 : slide 4 ) adalah titik
tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh
kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah. Adapun hal-hal yang hendak
diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
Hollingdale mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai “Teori mengenai asal
usul pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui”6[6]. Ia menegaskan, epistemologi
merupakan: “The theory of the nature of knowing and the means by which we know”. dalam Dr.
U. Maman Kh., M.Sc). Kata-kata “to know” (untuk mengetahui) dan “means” (alat-alat) menjadi
kata kunci dalam poses epistemologis. Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode
(teknik, instrumen dan prosedur) apa yang kita gunakan untuk mencapai pengetahuan yang
bersifat ilmiah? Inilah inti pembahasan yang menjadi perhatian epistemologi.
Jujun S Surlasumantri menjelaskan bahwa Epistemologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan; apakah sumber-sumber pengetahuan?
5[5] Ibid, hlm : 140
6[6] R.J. Hollingdale, Western Philosophy (London: Kahn & Averill, 1993) hal.
37
Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan
untuk mendapatkan pengetahuan ? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manusia.7[7]
B.
Pengertian Sain
Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latins cire yang berarti mengetahui.
Karena itu,science dapat diartikan “situasi atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan
(knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science
mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang
berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat
dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan”
berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi.”
Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi
lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik.
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan
benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan
sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi
konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat
dilakukan, baik terhadap benda- benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil
eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap
manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.
C. Objek Pengetahuan Sain
Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang
empiris. Jujun S Suriasumantri yang telah dikutip oleh Ahmad Tafsir mennyatakan bahwa objek
7[7] Jujun S Surlasumantri, op cit, hlm;119
kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang
dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.8[8]
Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-bukti yang harus ia
temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti yang empiris ini diperlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah dirumuskan dalam hepotesis.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tumbuhan, hewan, dan
manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tumbuhan, hewan dan manusia itu; semuanya
dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok
dan dikelompokkan dalam masing-masing cabang sain. Teori-teori yang berkelompok itulah
yang disebut struktur sain, baik cabang-cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain
tersebut.9[9]
D. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain
Untuk dapat memperoleh pengetahuan sain terdapat beberapa aliran sebagaimana
dibawah ini yaitu :
1). Rasionalisme
Rasionalisme adalah madhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber
dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas.
Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi
gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Ahmad tafsir menjelaskan bahwa Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya
diukur dengan akal pula.10[10] Konrad Kebung, menjelaskan bahwa Rasionalisme adalah aliran
berfikir yang berpendapat bahwa pengetahuan yang benar mengandalkan akal dan ini menjadi
dasar pengetahuan ilmiah. Mereka memandang rendah pengetahuan yang diperoleh melalui
8[8] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu. PT Remaja Rosda Karya, Bandung 2004, hlm
27
9[9] Ibid, hlm 28
10[10] Ahmad Tafsir, op cit hlm 30
indera bukan dalam arti menolak nilai pengalaman dan melihat pengalaman melulu sebagai
perangsang bagi akal atau pikiran. Kebenaran dan kesesatan ada dalam pikiran kita dan
bukannya pada barang yang dapat dicerap oleh indera kita. Beberapa tokoh penting rasionalisme
adalah : Plato, Descartes, Spinoza dan Leibniz. 11[11]
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern
yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan
era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia
menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan
manusia.
2). Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme
adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca
indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Bagi kaum filsup empiris, sumber pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman dan
pengamatan inderawi. Data dan fakta yang ditangkap oleh panca indera kita adalah sumber
pengetahuan. Semua ide yang benar datang dari fakta ini. Sebab itu semua pengetahuan manusia
bersifat empiris.12[12]
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
1.
Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
11[11] Konrad Kebung, op cit, hlm: 51-52
12[12] Ibid: 55
4.
Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data
inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5.
Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada
pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6.
Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.13[13]
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu
pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan
manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran
empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan
memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan
penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George
Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme.
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan
penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan.
3). Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran
sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian.
Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif,
digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu
pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.14[14]
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang
terukur. Terukur inilah sumbangan penting positivism.15[15]
13[13] http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme/ (diakses
tanggal 10 Pebruari 2012)
14[14] Ibid
15[15] Ahmad Tafsir op cit hlm: 32
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah
Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para
tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan
dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
Sementara menurut Ahmad Tafsir bahwa ketiga faham diatas saling berkaitan,
Rasionalisme atau berfikir logis tidak menjamin dapat memperoleh kebenaran yang disepakati.
Kalau begitu diperlukan hal lain yaitu Empirisme. Sementara itu Empirisme hanya menemukan
konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur. Jadi
diperlukan alat lain yaitu Positivisme. Kata positivism, ajukan logikanya, ajukan bukti
empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan alat lain. Alat lain
itu ialah Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang
benar lakukan langkah beriku: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan
bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris.16[16]
Metode ilmiah itu secara tekhnis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang
disebut Metode Riset. Metode riset menghasilkan model-model penelitian. Dengan
menggunakan Model penelitian tertentu kita mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah
yang kita warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang sain.17[17]
E.
Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain.
Ukuran kebenaran pengetahuan sain dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1). Uji logika, sebuah hepotesis bisa lolos apabila teori itu logis.
2). Uji Empiris, yaitu adakan eksperimen, ukuran kebenaran sains adalah benar jika dapat
ditemukan bukti empiris. Hipotesis yang terbukti maka menjadi teori kemudian didukung
bukti empiris maka teori itu menjadi hukum dan disebut aksioma.18[18]
16[16] Ibid , hlm: 33
17[17] Ibid
18[18] Ahmad tafsir, op cit, hlm 36
B A B III
PENUTUP
a.
Kesimpulan.
1. Pengertian Epistemologi Sain
a). Pengertian Epistimologi adalah : pembahasan mengenai metode yang digunakan
untuk mendapatkan pengetahuan atau Teori mengenai asal usul pengetahuan dan
merupakan alat untuk mengetahui.
b). Pengertian Sain adalah pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi,
kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar
atau prinsip dari apa yang dikaji.
Dengan demikian, sains yang berarti
“pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi indrawi.
2. Objek pengtahuan Sain adalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman
manusia. Yang dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.
3. Cara memperoleh pengetahuan sain adalah ada beberapa aliran yaitu : Rasionalisme,
Empirisme dan Positivisme.
4. Ukuran kebenaran pengetahuan sain dapat dilakukan dengan dua cara : yaitu:
1). Uji logika.
2). Uji Empiris, yaitu adakan eksperimen.
b.
Saran
a). Untuk guru/calon guru sebaiknya mendalami bidang ini dengan baik agar dapat
menggunakannya dalam pengembangan tugas di lembaga masing-masing
b). Saran dan masukkan sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini.