KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SIKEP GN KENDE
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SIKEP
YANG TERUSIK
Oleh : Stefanus Laksanto Utomo1
Kearifan lokal masyarakat Samin/Sikep di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo
Pati Jawa Tengah terusik ! , rencana perluasan penambangan pabrik semen ( PT
Semen Gresik Tbk ) di Pegunungan Kendeng. Pegunungan Kendeng adalah
pegunungan yang letaknya berbatasan Kabupaten Pati dan Kab Purwodadi disambut
dengan beberapa reaksi , banayak bertebaran spanduk yang berisi menerima
kehadiran pabrik karena janji untuk memperkerjakan masayarakat di kecamatan
Sukolilo.
Pegunungan Kendeng merupakan , sumber mata air ( lebih dari 15 mata air ) dan
beberapa sungai bawah tanah , juga hiasan stalaktit yang indah gua dibawah
pegunungan . Dengan tanaman jati yang dikelola oleh Perhutani merupakan daerah
resapan, untuk mengairi persawahan masyarakat Sikep di Ds Gadureo dan Ds Kasiyan
( Suara Merdeka , 10 April 2008 ).
Sedulur Sikep dengan kearifan lokal yang selalu menjaga keselarasan dan
keseimbangan dengan masayarakat dan alam yang senantiasa dipelihara melalui
tradisi lisan melalui keyakinan bertahun ( hampir 100 tahun sejak pendahulunya Samin
Surosentiko meninggal di Padang ) , melalui kejujuran nurani sedulur ( demikian masy
samin memandang orang lain adalah keluarga ) turut bersikap atas kehadiran
perusahaan yang akan mengelola gunung kendeng. Penulis ingat atas tulisan Harry
Benda “ Samin movement yang melawan pemerintah Belanda karena dipaksa
membayar pajak “, akankah hal ini berulang ?. Prinsip hidup masyarakat sikep/samin “
wong sikep sekolahe karo pacul “ ( orang sikep sekolahnya dengan cangkul ),
masayarakat sikep dilarang bisnis ( nilai yang terkandung bisnis cenderung curang ).
Masayarakat yang tekun dalam bertani , dan pantang melakukan bisnis , jika sawah
sebagai sumber penghidupan itu harus diambil untuk kepentingan pabrik , maka
sedulur Sikep akan mempertahankan , “ sawah itu untuk makan makan anak cucu
bagaimana masy sikep kalau tidak punya sawah?” ( Suara Merdeka 8 April 2008 ).
Kejujuran nurani sedulur Sikep sedang diuji dengan gemuruhnya pembangunan
ekonomi dan modernitas , masayarakat samin dengan kesederhanaan , keyakinan ,
serta menjaga kearifan sekarang berbenturan dengan kepentingan ekonomi yang
didukung birokrasi yang kuat . Kepentingan ekonomi dan kearifan lokal berbenturan
dengan keras pada suatu daerah kecil yang jauh dari keriaan . Pemimpin daerah ( yang
selama ini mengabaikan keberadaan masayarakat samin ) menjadi terkendala , dengan
munculnya sikap penolakkan secara gencar , hal ini perlu pertimbangan secara
mendalam, pembangunan bentuknya tidak harus modern dan maju secara ekonomi
dari angka-angka statistik semata , juga harus melihat nilai dan budaya masyarakat
yang dipelihara secara bertahun. Masayarakat Sikep yang filosofinya hidup dengan
bertani ( yang seharusnya dibina dan didukung program pemerintah yang sekarang
harus melipat gandakan hasil pangan ), malah dikesampingkan . Mereka tidak perlu
tanda pahlawan , mereka tidak perlu tanda jasa yang selalu menjaga kontinuitas dalam
bercocok tanam padi karena mensukseskan program negara agraris. Perlu ada langkah
strategis dan sikap yang arif dari pemimpin birokrat di pusat dan daerah . Mengapa
harus mengorbankan pegunungan kendeng dengan mengusik kesembangan alam
yang selama ini selalu memberikan penghidupan masyarakat sekitar termasuk sedulur
sikep .
Masih terngiang dengung konferensi negara-negara yang berkomitmen untuk
menjaga
pemanasan
berkomitmemn
untuk
global
baru-baru
melaksanakan
ini
di
program
Bali, perintahan SBY-JK juga
“Go
Green
“nya,
maka
patut
dipertanyakan ? , Marilah kita untuk memajukan pembangunan di negara ini dengan
tidak mengorbankan kejujuran nurani , kearifan lokal serta menjaga keseimbangan
alam ini .
1 Penulis adalah Peneliti pada LPSH-HILC dan Dekan pada FH Usahid Jakarta
YANG TERUSIK
Oleh : Stefanus Laksanto Utomo1
Kearifan lokal masyarakat Samin/Sikep di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo
Pati Jawa Tengah terusik ! , rencana perluasan penambangan pabrik semen ( PT
Semen Gresik Tbk ) di Pegunungan Kendeng. Pegunungan Kendeng adalah
pegunungan yang letaknya berbatasan Kabupaten Pati dan Kab Purwodadi disambut
dengan beberapa reaksi , banayak bertebaran spanduk yang berisi menerima
kehadiran pabrik karena janji untuk memperkerjakan masayarakat di kecamatan
Sukolilo.
Pegunungan Kendeng merupakan , sumber mata air ( lebih dari 15 mata air ) dan
beberapa sungai bawah tanah , juga hiasan stalaktit yang indah gua dibawah
pegunungan . Dengan tanaman jati yang dikelola oleh Perhutani merupakan daerah
resapan, untuk mengairi persawahan masyarakat Sikep di Ds Gadureo dan Ds Kasiyan
( Suara Merdeka , 10 April 2008 ).
Sedulur Sikep dengan kearifan lokal yang selalu menjaga keselarasan dan
keseimbangan dengan masayarakat dan alam yang senantiasa dipelihara melalui
tradisi lisan melalui keyakinan bertahun ( hampir 100 tahun sejak pendahulunya Samin
Surosentiko meninggal di Padang ) , melalui kejujuran nurani sedulur ( demikian masy
samin memandang orang lain adalah keluarga ) turut bersikap atas kehadiran
perusahaan yang akan mengelola gunung kendeng. Penulis ingat atas tulisan Harry
Benda “ Samin movement yang melawan pemerintah Belanda karena dipaksa
membayar pajak “, akankah hal ini berulang ?. Prinsip hidup masyarakat sikep/samin “
wong sikep sekolahe karo pacul “ ( orang sikep sekolahnya dengan cangkul ),
masayarakat sikep dilarang bisnis ( nilai yang terkandung bisnis cenderung curang ).
Masayarakat yang tekun dalam bertani , dan pantang melakukan bisnis , jika sawah
sebagai sumber penghidupan itu harus diambil untuk kepentingan pabrik , maka
sedulur Sikep akan mempertahankan , “ sawah itu untuk makan makan anak cucu
bagaimana masy sikep kalau tidak punya sawah?” ( Suara Merdeka 8 April 2008 ).
Kejujuran nurani sedulur Sikep sedang diuji dengan gemuruhnya pembangunan
ekonomi dan modernitas , masayarakat samin dengan kesederhanaan , keyakinan ,
serta menjaga kearifan sekarang berbenturan dengan kepentingan ekonomi yang
didukung birokrasi yang kuat . Kepentingan ekonomi dan kearifan lokal berbenturan
dengan keras pada suatu daerah kecil yang jauh dari keriaan . Pemimpin daerah ( yang
selama ini mengabaikan keberadaan masayarakat samin ) menjadi terkendala , dengan
munculnya sikap penolakkan secara gencar , hal ini perlu pertimbangan secara
mendalam, pembangunan bentuknya tidak harus modern dan maju secara ekonomi
dari angka-angka statistik semata , juga harus melihat nilai dan budaya masyarakat
yang dipelihara secara bertahun. Masayarakat Sikep yang filosofinya hidup dengan
bertani ( yang seharusnya dibina dan didukung program pemerintah yang sekarang
harus melipat gandakan hasil pangan ), malah dikesampingkan . Mereka tidak perlu
tanda pahlawan , mereka tidak perlu tanda jasa yang selalu menjaga kontinuitas dalam
bercocok tanam padi karena mensukseskan program negara agraris. Perlu ada langkah
strategis dan sikap yang arif dari pemimpin birokrat di pusat dan daerah . Mengapa
harus mengorbankan pegunungan kendeng dengan mengusik kesembangan alam
yang selama ini selalu memberikan penghidupan masyarakat sekitar termasuk sedulur
sikep .
Masih terngiang dengung konferensi negara-negara yang berkomitmen untuk
menjaga
pemanasan
berkomitmemn
untuk
global
baru-baru
melaksanakan
ini
di
program
Bali, perintahan SBY-JK juga
“Go
Green
“nya,
maka
patut
dipertanyakan ? , Marilah kita untuk memajukan pembangunan di negara ini dengan
tidak mengorbankan kejujuran nurani , kearifan lokal serta menjaga keseimbangan
alam ini .
1 Penulis adalah Peneliti pada LPSH-HILC dan Dekan pada FH Usahid Jakarta