Apa yang terjadi pada bahasa dan komunik

Apa yang terjadi pada bahasa dan komunikasi setelah terjadi kerusakan di
dalam otak?
1. PENDAHULUAN
Secara neurobiologis, otak manusia terdiri atas miliaran sel saraf atau neuron yang
menyebar ke keseluruhan otak manusia. Seperti yang dikemukakan oleh seorang neurolog,
Gerald Edelman, pemenang hadiah nobel, dibutuhkan lebih dari 32 juta tahun untuk menghitung
semua sinaps di dalam otak manusia dengan kecepatan satu sinaps perdetik. Jika dipusatkan
perhatian pada kemungkinan jumlah hubungan saraf di dalam otak, maka didapati jumlah yang
sangat menakjubkan yaitu 10 diikuti sejuta angka nol. Setiap saraf otak itu saling berhubungan
dan berkomunikasi melalui satu hubungan atau lebih (Restak, 2004: 5).
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek
faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka
manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan
saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Menurut saya, otak dan bahasa sebagai sumber komunikasi. Keduanya mempunyai
kaitan yang erat dalam proses komunikasi. Tidak ada satu peristiwa komunikasi pun yang tidak
melibatkan otak dan bahasa. Apabila terjadi kerusakan pada otak, berbagai gangguan akan
terjadi. Gangguan-gangguan tersebut tentu saja berkaitan dengan bahasa dan komunikasi, seperti
gangguan berbahasa, gangguan berbicara, dan gangguan komunikasi.
Untuk mengetahui kaitan fungsi otak terhadap bahasa dan komunikasi, pada makalah ini
akan dijelaskan mengenai Otak, Bahasa, Komunikasi, Hubungan Otak dengan Bahasa dan

Komunikasi, Pengaruh Kerusakan Otak terhadap Bahasa dan Komunikasi, dan Hal-hal yang
Terjadi pada Bahasa dan Komunikasi setelah Terjadi Kerusakan Di Dalam Otak.

2. PEMBAHASAN
2.1 Otak

Tubuh manusia dibentuk oleh sel-sel. Begitu juga dengan otak.

Otak (serebrum dan serebelum) adalah salah satu komponen dalam sistim susunan saraf manusia.
Komponen lainnya adalah sumsum tulang belakang atau medula spinalis dan saraf tepi. Otak
berada di dalam ruang tengkorak; medula spinalis berada di dalam ruang tulang belakang;
sedangkan saraf tepi (saraf spinalis dan saraf otak) sebagian
berada di luar tengkorak (Kusumoputro, 1981). Otak manusia mulai dibentuk pada saat bayi
masih di dalam kandungan, tepatnya pada minggu ketiga setelah bertemunya sperma dengan sel
telur. Pada saat bayi dilahirkan sudah mempunyai kira-kira 100 miliar sel otak. Sel-sel otak
tersebut masih belum terhubung dalam satu jaringan antara satu dengan yang lainnya.
Jaringan yang akan dibentuk oleh sel-sel otak inilah bagian yang sangat penting.
Pembentukan sel-sel otak ini akan dipengaruhi oleh bagaimana bayi tersebut terhubung langsung
dengan dunia. Bayi belajar dari ekspresi wajah yang ditunjukkan kepadanya; bayi mendengar
bagaimana orang di sekelilingnya bicara, menyanyikan lagu atau membacakan buku kepadanya;

bayi merasakan bagaimana seseorang menyentuhnya. Sentuhan ini adalah hal yang paling
penting, karena dengan sentuhan ini akan memberikan rangsangan kepada bayi supaya otaknya
menghasilkan hormon-hormon yang penting untuk pertumbuhannya.
Hubungan antar sel-sel otak dibentuk dengan adanya saling kirim-dan-terima signal.
Signal yang berupa getaran aliran listrik ini mengalir dari sel satu ke sel lainnya, dan dengan
bantuan zat kimia seperti serotonin, terbentuklah hubungan antara sel-sel otak tersebut.
Rangsangan yang terus-menerus diberikan melalui bentuk kegiatan berulang-ulang, akan
semakin memperkuat hubungan antar sel-sel otak. Satu sel otak mampu membuat 15.000
hubungan dengan sel otak lain. Hubungan yang sangat rumit inilah membentuk jaringan antar
sel-sel otak.
Sejak bayi lahir, jaringan ini akan dibentuk dengan cepat sekali, dan pada usia anak
mencapai 3 tahun, otak anak akan membuat kira-kira 1000 triliun hubungan, di mana jumlah ini

adalah 2 kali lipat dari jumlah hubungan jaringan otak orang dewasa. Hubungan otak yang
densitas/kerapatannya sangat tinggi ini akan tetap dipertahankan hingga berusia 10 tahun.
Setelah anak menginjak usia 11 tahun, hubungan antar sel-sel otak tersebut akan
diseleksi secara alami, di mana hubungan yang sering digunakan akan semakin diperkuat dan
menjadi permanen, sedangkan hubungan yang tidak pernah digunakan akan diputus/dibuang. Di
sinilah pentingnya pengalaman pada usia awal/dini. Sebagai contoh, anak yang jarang diajak
bicara atau dibacakan buku, nantinya bayi akan mengalami kesulitan dalam perkembangan

bahasanya, karena sel-sel otak yang mengendalikan fungsi bahasa tidak dipergunakan dengan
baik, sehingga hubungan antar selnya diputus.
Perkembangan hubungan antar sel-sel otak tentunya tidak terjadi sekaligus, tetapi
berurutan berdasarkan prioritas pertumbuhan bayi tersebut. Artinya, kemampuan yang harus
dipunyai bayi untuk bertahan hidup pada usia tertentu akan dibentuk terlebih dahulu daripada
kemampuan lain yang diperlukan nanti. Misalnya, selama masa kehamilan, sel-sel otak akan
membentuk ”cortex” (bagian otak yang digunakan untuk berpikir) pada tempatnya dan pada
waktu yang tepat. Waktu ini disebut sebagai ”waktu utama” atau ”periode peka”. Kegagalan
pembentukan bagian ini akan berakibat pada terganggunya perkembangan (atau bahkan tidak
terbentuknya) bagian tersebut, sehingga bayi akan lahir dalam keadaan cacat mental. Kegagalan
pembentukan bagian penting ini dapat terjadi akibat dari ibu yang suka minum minuman keras,
merokok atau obat-obatan terlarang, atau akibat dari infeksi toxoplasma, dan sebagainya.
Periode peka perkembangan otak terjadi pada saat bayi belum lahir dan sesudah lahir.
Panjang periode peka tersebut bisa lama, dan bisa juga sangat pendek. Dr. Montessori telah
banyak melakukan penelitian tentang periode peka pada perkembangan anak, jauh sebelum para
ahli syaraf mengetahui tentang cara kerja bagian otak. Ternyata, periode peka yang ditemukan
oleh Dr. Montessori itu berhubungan erat dengan periode di mana jaringan otak yang
mengendalikan fungsi tubuh itu sedang tumbuh dan berkembang.
Menurut Dr. Montessori, periode peka yang penting dalam perkembangan anak adalah:



Periode penyerapan secara total, perkenalan dan pengalaman indera dan gerakan senso-motorik
(0 – 3 tahun)



Perkembangan kemampuan bahasa (1,5 – 3 tahun)



Perkembangan koordinasi antara mata dengan otot tangan. Anak mulai memperhatikan bendabenda kecil (1,5 – 4 tahun)



Menyenangi ketertiban dan keteraturan (2,5 – 3,5 tahun)



Perkembangan penyempurnaan gerakan. Anak mulai memperhatikan hal-hal yang nyata,
menyadari tentang urutan waktu dan ruang (2–4 tahun)

Penyempurnaan penggunaan seluruh indera (2,5 – 6 tahun)
Peka terhadap pengaruh orang dewasa (3– 6 tahun)
Mulai senang menulis (3,5 – 4,5 tahun)
Mulai senang membaca (4,5– 5,5 tahun)
Indera menjadi lebih peka (4 – 4,5 tahun)







Munculnya periode peka ini bisa berlainan pada tiap anak, tergantung pada faktor
keturunan dan terlebih lagi pada stimulasi yang diterimanya. Pada periode peka ini, akan lebih
mudah mengajarkan hal-hal yang sedang peka itu daripada setelah periode peka ini berakhir.
Hubungan dengan anak akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya anak menerima stimulasi.
Pada akhirnya menentukan bagaimana jaringan otak anak akan terbentuk. Para ahli telah
menemukan bahwa dengan memberikan kehangatan dan kasih sayang, serta memberikan respons
dengan cepat, anda akan memperkuat sistem biologis yang membantu anak mengendalikan
emosinya, sehingga mampu beradaptasi dengan lebih baik apabila anak mengalami stres.

Dari hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip perkembangan otak
adalah sebagai berikut:
 Dunia luar atau lingkungan mempengaruhi bentuk jaringan otak.
 Dunia luar yang dialami oleh anak melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan
rasa, akan mampu memerintahkan otak untuk membuat dan merubah bentuk hubungan jaringan.
 Otak bekerja dengan prinsip: ”digunakan atau dibuang”.
 Hubungan dengan orang lain pada awal kehidupan anak menjadi sumber utama dalam
perkembangan otak, terutama bagian otak yang mengendalikan emosi dan sosial.
Setiap saraf yang ada dalam otak mempunyai tanggung jawab dan fungsi masingmasing. Misalnya, kegiatan membaca mengaktifkan area oksipital dan frontal. Mendengarkan
musik dengan mata terpejam mengaktifkan area temporal, frontal dan serebelum. Di samping itu,
secara garis besar, otak manusia terbagi atas kerja otak belahan otak kanan, tetapi aktivitas kerja
kedua otak tersebut tidak terpisah. Aktivitas kedua otak itu saling menyatu dan juga saling
membangun. Seperti yang diketahui bahwa metode pembelajaran konvensional yang pada
umumnya digunakan oleh pendidik dalam belajar bahasa cenderung menekankan pada pola kerja
otak kiri, seperti latihan yang menitikberatkan pada rangsangan dengar (otak kiri) berupa latihan-

latihan, pengulangan, kurang melibatkan proses pemecahan suatu masalah. Sementara itu,
dengan kemajuan teknologi, anak-anak sekarang terfokus pada acara yang disiarkan televisi,
sehingga yang lebih banyak melakukan aktivitas adalah belahan otak kanan. Oleh karena itu,
masalah pembelajaran menjadi tidak efektif.

Menurut Menyuk (dalam Abdul Chaer, 2003: 116), otak seorang bayi ketika baru
dilahirkan beratnya hanyalah kira-kira 40 % dari berat otak orang dewasa; sedangkan makhluk
primata lain seperti kera dan simpanse adalah 70 % dari otak dewasanya. Slobin (dalam Abdul
Chaer, 2003: 116) menyatakan bahwa dari perbandingan tersebut tampak bahwa manusia kiranya
telah dikodratkan secara biologis untuk mengembangkan otak dan kemampuannya secara cepat.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama otak itu telah berkembang menuju kesempurnaanya.
Sebaliknya, makhluk primata lain seperti kera dan simpanse, yang ketika lahir telah memiliki 70
% dari otaknya itu dan tentunya yang telah dapat berbuat banyak sejak lahir, hanya memerlukan
tambahan sedikit, yaitu sekitar 30 %. Sewaktu dewasa manusia mempunyai otak seberat 1350
gram, sedangkan simpanse dewasa hanya 450 gram. Lenneberg menyatakan memang ada
manusia kerdil (termasuk nanochepalic) yang berat otaknya hanya 450 gram waktu dewasa,
tetapi masih dapat berbicara seperti manusia lainnya, sedangkan makhluk lain tidak (dalam
Abdul Chaer, 2003: 116).
Perbedaan otak manusia dan otak makhluk lain, seperti kera dan simpanse, bukan hanya
terletak pada beratnya saja, melainkan juga pada struktur dan fungsinya. Pada otak manusia ada
bagian-bagian yang dapat disebut manusiawi, seperti bagian-bagian yang berkenaan dengan
ujaran. Sebaliknya, pada otak makhluk lain, banyak bagian yang berhubungan dengan insting;
sedangkan pada manusia tidak banyak. Ini berarti bahwa perbuatan manusia bukan hanya karena
insting (Abdul Chaer, 2003: 116).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa otak manusia memiliki

struktur yang lebih kompleks sehingga secara biologis lebih cepat untuk mengembangkan
kemampuannya. Salah satu kelebihan otak manusia daripada makhluk lain adalah otak manusia
mampu berpikir untuk menciptakan berbagai hal yang baru karena dari otak manusia akan
melahirkan akal yang tentu tidak dimiliki makhluk lain. Selain itu, otak manusia memiliki sisi
manusiawi yang mengontrol setiap prilaku manusia dari perkara yang menyerupai makhluk lain.
2.1.1 Fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri

De Porter (2004: 36) mengungkapkan bahwa proses berpikir otak kiri bersifat logis,
sekuensial, linear, dan rasional. Otak kiri berdasarkan realitas mampu melakukan penafsiran
abstrak dan simbolis. Cara berpikir sesuai untuk tugas-tugas teratur, ekspresi verbal, menulis,
membaca, asosiasi audiotorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Untuk
belahan otak kanan cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara
berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan
dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaaan (merasakan kehadiran suatu benda atau
orang, kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas
dan visualisasi (Restak, 2004).
Otak kiri berkaitan dengan akademik maka otak kanan berfungsi dalam hal perbedaan,
angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Merupakan pusat otak yang dominan untuk
berbahasa lisan dan tulisan. Berperan dalam proses berpikir yang logis, analitis, linier dan
bertindak rasional. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (shortterm memory). Bila terjadi

kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan
matematika. Otak kanan berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau
ruang, emosi, musik dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (longterm memory). Bila
terjadi kerusakan otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak
yang terganggu adalah kemampuan visual dan emosi. Para ahli banyak yang mengatakan otak
kiri sebagai pengendali IQ (Intelligence Quotient), sementara otak kanan memegang peranan
penting bagi perkembangan EQ (Freed, 1997)
Selanjutnya, Restak (2004: 97) juga mengemukakan bahwa otak kiri berfungsi
menjelaskan sesuatu secara verbal atau tulisan. Belahan otak kiri cenderung memecah segala
sesuatu ke dalam bagian-bagian dan lebih mengenali perbedaan dari pada menemukan kesamaan
ciri. Di samping itu menurut Restak, belahan otak kiri memproses dunia dengan cara yang linear
dan runut. Sebalinya, belahan otak kanan kurang mengandalkan kata-kata dan bahasa, belahan
otak kanan lebih bisa melihat gambar secara keseluruhan dengan memperhatikan dan
menggabungkan menjadi sebuah gambaran umum. Belahan otak kanan terlibat dalam proses
penyetaraan yang melibatkan banyak operasi sekaligus. Hal yang sama tentang fungsi otak kiri
juga dikemukakan oleh Maksan (1993:55) bahwa tugas-tugas kebahasaan dikoordinasikan oleh
otak kiri.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulakan bahwa yang berhubungan
dengan bahasa adalah tanggung jawab dari belahan otak kiri, sedangkan otak kanan tidak

berhubungan dengan bahasa tetapi berhubungan denga emosi. Kerusakan pada otak kiri
menyebabkan gangguan dalam berbicara, berbahasa dan matematika. Kerusakan pada otak kanan
seperti stroke atau tumor otak, menyebabkan fungsi otak terganggu yaitu terganggunya
kemampuan visual dan emosi.
2.1.2 Bagaimana Kedua Belahan Otak Bekerja?
Setiap belahan otak, baik otak kiri maupun otak kanan pada hakikatnya mempunyai
mempunyai tanggung jawab dan fungsi masing-masing. Misalnya, Otak kiri berkaitan dengan
akademik, seperti perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika, sedangkan otak
kanan berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik
dan warna. Namun, aktivitas kerja kedua otak tersebut tidak terpisah. Aktivitas kedua otak saling
menyatu dan membangun (Restak, 2004:97).
Menurut Restak (2004:97), orang 'berotak kiri' dominan cenderung sangat realistis,
faktual, sistematis dan sistemik. Mereka adalah penagih data dan fakta dalam percakapan
dengan hampir setiap orang. Mereka tidak suka mengumbar kata-kata yang dirasa tidak
merepresentasikan apa yang mereka maksudkan. Mereka lebih mengedepankan logika dan rasio.
Oleh karenanya, mereka sangatlah rasional dan logis dalam memaparkan pandangannya dan
mengharapkan balasan sebanding. Mereka adalah para ilmuwan, akuntan, arsitek, dokter, peneliti
ilmu-ilmu alam, ahli geolologi, fisika dan sejenisnya.
Sementara itu, orang 'berotak kanan' lebih mengedepankan interaksi sosial penuh
persahabatan. Mereka adalah pembicara ulung dengan sederet referensi memukau. Murah

senyum, berani tampil beda. Memiliki banyak gagasan dan sejuta pesona. Mereka adalah para
pemasar sejati, pembicara publik, penjual, penyanyi, penyair, penjual obat dan sejenisnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa belahan otak kiri
bertanggung jawab terhadap pengolahan bahasa dan mengutarakan konsep-konsep yang ada
dalam persepsi seseorang. Namun, semua merupakan hasil dari penggeneralisasian yang
dilakukan oleh belahan otak kanan.

2.2 Bahasa
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat
dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu, memahami bahasa akan memungkinkan
peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia
berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi
simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai
tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan
olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Materi bahasa bisa dipahami melalui Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh
Yudibrata bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori
bahasa; tidak demikian halnya dengan siswa sebagai pembelajar bahasa, (1998: 2). Siswa sebagai
organisme dengan segala prilakunya termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika belajar
bahasa tidak bisa dipahami oleh linguistik, tetapi hanya bisa dipahami melalui ilmu lain yang
berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas dasar hal tersebut muncullah disiplin ilmu yang baru
yang disebut Psikolinguistik atau disebut juga dengan istilah Psikologi Bahasa.
Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa
menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat,
memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menjadi
peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan
pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistim
lambang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Anak-anak yang
lahir dengan alat artikulasi dan auditori yang normal akan dapat mendengar kata-kata melalui
telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu. Untuk dapat berbahasa
diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti, daerah Broca (gudang tempat
menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada
daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkanterjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia.
2.3 Komunikasi
Komunikasi pada hahekatnya adalah proses penyampaian pesan dari pengirim kepada
penerima. Hubungan komunikasi antara pengirim dan penerima, dibangun berdasarkan

penyusunan kode atau simbol bahasa oleh pengirim (chiffrement) dan pembongkaran kode atau
simbol bahasa oleh penerima (dechiffrement) (Rusdiarti, 2003: 35).
Tujuan utama komunikasi adalah menyampaikan informasi secara tepat dan cepat
melalui bicara, tulisan dan gerakan isyarat. Seorang anak yang mempunyai kelainan
berkomunikasi akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi dengan lingkungannya.
Komunikasi dengan orang lain tersebut melalui bicara, dimana isi pikiran, perasaan dan emosi
dikemukakan dengan simbul verbal atau akustik.
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk
berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari
sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan
beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di
otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi
dari mulut serta rongga hidung. Terdapat dua hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris
dan motoris.
Mengingat kenyataan bahwa dalam berkomunikasi kita dihadapkan oleh varian
penerima yang sangat beragam, maka keberhasilan komunikasi akan sangat ditentukan oleh
bagaimana cara menyampaikan pesan. Tidak jarang dalam kenyataan sehari-hari kita dapati
bahwa komunikasi yang kita lakukan tidak berhasil akibat ketidaktepatan berkomunikasi yang
kita lakukan. Wardhaugh dalam bukunya An Introduction to Sociolinguistics (1986) menjelaskan
bahwa ketika orang akan mulai berbicara paling tidak ada tiga hal yang mesti diperhatikan agar
komunikasinya berlangsung efektif. Pertama, apa yang akan dibicarakan. Kedua, dengan siapa
dia akan bicara, dan ketiga, bagaimana cara membicarakannya. Dalam hal ini terkait dengan
pemilihan ragam bahasanya, jenis kalimat, kosa kata, bahkan tinggi rendahnya suara saat
berbicara. Keputusan mengenai mana yang akan dipakai sangat tergantung pada sejauh mana
hubungan sosial dengan lawan bicara.
Menurut Burke (dalam Eriyanto, 2000) dalam berkomunikasi manusia cenderung
memilih kata-kata tertentu untuk mencapai tujuannya. Pemilihan kata-kata tersebut bersifat
strategis. Dengan demikian, kata yang diucapkan, simbol yang diberikan, dan intonasi
pembicaraan tidaklah semata-mata sebagai ekspresi pribadi atau cara berkomunikasi, tetapi
dipakai dengan sengaja untuk maksud tertentu.
Sistem komunikasi ke otak pada manusia ada 3 macam:

1. Visual atau penglihatan
2. Auditorial atau pendengaran
3. Kinestetik, meliputi gerak dan rasa
Orang yang tipenya penglihatan, biasanya memiliki ciri-ciri warna bajunya kelihatan
bagus, dandanannya rapi, di kamarnya penuh dengan hiasan, kalau memilih mobil sangat
memperhatikan warnanya dan lain-lain. Bahasa yang dipakai biasanya mengarah kepada mata.
Misalnya, kelihatannya, tampaknya dan lain-lain. Biasanya cara berbicara yang cepat. Jika
memberikan perintah, deskripsi pekerjaannya tidak jelas. Orang yang memiliki tipe pendengaran,
akan lebih mementingkan hal-hal yang berkaitan dengan telinga, sering bernyanyi-nyanyi, nada
bicara naik-turun dan lambat. Orang yang memiliki tipe kinestetik, biasanya akan sangat
mementingkan rasa.
Otak sebagai sumber komunikasi peradaban minimal terdapat dua alasan mengapa otak
sangatlah penting bagi manusia. Pertama, secara biologis otak adalah pusat semua aktivitas
tubuh, baik itu kegiatan disadari maupun tidak disadari. Oleh karenanya, otak selalu diklaim
sebagai Central Prosesor Unit (CPU), sistem komputerisasi tubuh manusia. Kedua, secara
simbolis, otak diposisikan pada bagian tubuh paling atas dan menempati posisi paling tinggi dari
semua organ tubuh. Otak memproduksi pikiran. Pikiran manusia senantiasa abadi meskipun
manusia dan otaknya telah tiada. Di samping itu, otak manusia memiliki daya tampung yang
cukup banyak. Kelebihan lain dari otak manusia adalah memiliki letak (peta) yang begitu
kompleks dan multifungsi sehingga dengan fungsinya masing-masing otak dapat dibedakan,
misalnya, ada otak depan, otak belakang, otak kanan, otak kiri, kulit otak, dan sebagainya.
Bagian-bagian dari otak tersebut di atas, dalam dunia keseharian memiliki peran dan
fungsi masing-masing. Otak kanan, misalnya, banyak digunakan untuk segala sesuatu yang
bersifat seni dan perasaan, emosi, serta lainnya. Sementara itu, segala sesuatu yang bersifat
matematis, objektif, dan rasional lebih banyak menggunakan fungsi otak kiri.
2.4 Hubungan Otak dengan Bahasa dan Komunikasi
Otak memegang peranan yang sangat penting dalam berbahasa dan berkomunikasi.
Saraf-saraf tertentu dalam otak berkaitan dengan fungsi berbahasa baik lisan maupun tulisan. Ini
dapat dibuktikan bahwa terdapat gangguan berbahasa bagi orang yang mengalami kerusakan

otak atau kecelakaan yang mengenai kepala, selain itu juga dilakukan eksperimen terhadap sarafsaraf di otak bagi orang yang sehat.
Saraf-saraf dalam otak berkaitan dengan fungsi berbahasa adalah daerah broca, daerah
Wernicke, dan daerah korteks ujaran superior atau daerah motorsuplementer. Berdasarkan tiga
daerah saraf tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat bagian-bagian tertentu pada saraf-saraf di
otak kiri manusia yang mempengaruhi manusia untuk menghasilkan ujaran untuk berbahasa dan
berkomunikasi dengan sesama.
Dalam kaitan otak dengan bahasa dan komunikasi ini, otak manusia terbagi atas dua
bagian yaitu belahan otak kiri yang bersifat kebahasaan dan belahan otak kanan yang
berhubungan dengan nonkebahasaan. Otak kanan yang bukan berfungsi sebagai kebahasaan,
tetapi belahan otak kanan ini mempunyai hubungan dengan bagaimana otak kiri melahirkan
bahasa.
Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat
reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat
ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer
dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat. Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah
area 41 dan 42 disebut area Wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39
broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala
sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa
ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.
Eksistensi hubungan antara otak dan bahasa telah dikenal dalam waktu yang sangat
lama. Orang Mesir kuno telah merekam laporan-laporan mengenai kepala yang terluka yang
menyebabkan hilangnya fungsi bicara, yang selanjutnya fenomena ini dikenal dengan afasia.
Seperti telah kita ketahui bahwa otak berperan dalam performansi dan kompetensi kebahasaan.
Perkembangan kemampuan produksi bahasa anak tergantung pada kematangan mekanisme
kortikal (berkaitan dengan daerah-daerah otak) yang mengontrol sistem motor bicara.
Mekanisme atau fungsi kortikal ini meliputi isi pikiran manusia, ingatan atau memori, emosi,
persepsi, organisasi gerak dan aksi, dan juga fungsi bicara (bahasa). Kita juga mengetahui bahwa
otak harus menyediakan pengorganisasian waktu bagi sistem produksi bahasa, dan ini
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam keterlibatan otak dengan bahasa.

Sejak orang Mesir kuno pertama kali menemukan afasia, kita telah mempelajari banyak
hal tentang otak dan bahasa. Meskipun kita telah menerima banyak fakta, hubungan antara
keduanya masih kita abaikan.
2.4.1 Struktur Otak dan Bahasa
Dalam diskusi mengenai otak dan bahasa, orang sering mendengarkan pernyataan bahwa
manusia mempunyai otak yang luas, berat tubuh yang relatif, dibandingkan dengan makhluk
lain. Kenyataan ini kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan mengapa manusia yang
memiliki bahasa; hanya mereka yang mempunyai otak cukup besar yang mencakup bahasa yang
kompleks.
2.4.2 Lokalisasi Fungsi-fungsi Bahasa: Lateralisasi
Lateralisasi dapat diartikan sebagai pembagian tugas pada bagian (hemisfer)
otak. Pembagian tugas yang dimaksud adalah tugas hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Kedua
hemisfer otak ini mempunyai peranan yang berbeda bagi fungsi kortikal. Fungsi bicara-bahasa
dipusatkan pada hemisfer kiri. Hemisfer kiri ini disebut juga hemisfer dominan bagi bahasa, dan
korteksnya dinamakan korteks bahasa. Hemisfer kiri ini memiliki bentuk yang berbeda dengan
hemisfer kanan. Bentuknya lebih besar, lebih panjang, dan lebih berat daripada hemisfer kanan
(Abdul Chaer, 2003: 120). Hemisfer kiri mempunyai arti penting bagi bicara-bahasa, juga
berperan untuk memori yang bersifat verbal (verbal memory). Sebaliknya hemisfer kanan
penting untuk fungsi emosi, lagu isyarat (gesture), baik emosional maupun verbal. Tanpa
hemisfer kanan pembicaraan seseorang akan menjadi monoton, tak ada prosodi (kesenyapan),
tak ada lagu kalimat; tanpa menampakkan adanya emosi; dan tanpa disertai isyarat-isyarat
bahasa (Abdul Chaer, 2003: 120).
Pada waktu manusia dilahirkan, belum ada pembagian tugas antara kedua hemisfer
(hemisfer kanan dan hemisfer kiri). Akan tetapi, menjelang anak mencapai umur sekitar 12 tahun
terjadilah pembagian fungsi yang dinamakan Lateralisasi. Pada mulanya dinyatakan bahwa
hemisfer kiri ditugasi terutama untuk mengelola ikhwal bahasa, sedangkan hemisfer kanan untuk
hal-hal lain. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa hemisfer kanan pun ikut bertanggung
jawab akan penggunaan bahasa.
Ada beberapa pendekatan untuk mempelajari Lateralisasi. Tes yang diperkenalkan oleh
pakar bernama Wada dan Rasmussen (1960). Dalam tes ini obat sodium amysal diinjeksikan ke

dalam sistem peredaran salah satu belahan otak. Belahan otak yang mendapatkan obat ini akan
menjadi lumpuh untuk sementara. Jika hemisfer (belahan/bagian) otak kanan yang dilumpuhkan
dengan sodium amysal ini, maka anggota-anggota badan sebelah kiri tidak berfungsi sama sekali.
Namun, fungsi bahasa tidak terganggu sama sekali, dan orang yang diteliti ini dapat bercakapcakap dengan normal seperti biasa. Apabila hemisfer kiri yang diberi sodium amysal, maka
anggota badan sebelah kanan akan menjadi lumpuh, termasuk fungsi bahasa. Jadi, hasil tes ini
membuktikan bahwa pusat bahasa berada pada hemisfer kiri. Tetapi teknik semacam ini sangat
sulit dan banyak risikonya untuk diterapkan, sehingga jarang digunakan.
2.4.3 Sifat Dasar Hemisfer Dominan-Kiri
Pandangan lama memang mengatakan bahwa ikhwal kebahasaan itu ditangani oleh
hemisfer kiri, dan sampai sekarang pandangan itu masih juga banyak dianut orang dan banyak
pula benarnya. Dari hasil operasi yang dinamakan hemispherectomy – operasi di mana satu
hemisfer diambil dalam rangka mencegah epilepsy – terbukti juga bahwa bila hemisfer kiri yang
diambil, maka kemampuan berbahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, jika yang
diambil hemisfer kanan, orang tersebut masih dapat berbahasa, meskipun tidak sempurna
(Soenjono Dardjowidjojo, 2003: 212).
Meskipun kasus-kasus di atas mendukung peran hemisfer kiri sebagai hemisfer bahasa,
dari penelitian-penelitian mutakhir didapati bahwa pandangan ini tidak seluruhnya benar.
Hemisfer kanan pun ikut berperan dalam masalah bahasa. Hemisfer kanan berkaitan dengan
gerak, ekspresi, dan sebagainya yang dapat membantu menyatakan maksud dalam
menyampaikan bahasa.
2.4.4 Lokalisasi
Teori lokalisasi berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah
Broca dan Wernicke.
2.5 Pengaruh Kerusakan Otak terhadap Bahasa dan Komunikasi
Otak bertindak sebagai ”pusat komando” untuk bahasa dan komunikasi, mengendalikan
komponen baik fisik dan mental berbicara. Kedua belahan otak diperkirakan berkontribusi pada
pengolahan dan pemahaman bahasa: otak kiri memproses arti linguistik prosodi (atau, irama,
stres, dan intonasi berbicara terhubung), sedangkan belahan kanan proses emosi yang

disampaikan oleh prosodi. Studi anak-anak telah menunjukkan bahwa jika seorang anak
memiliki kerusakan otak kiri, anak dapat mengembangkan bahasa di belahan kanan, bukan.
Semakin muda anak, semakin baik pemulihan. Jadi, meskipun "alam" adalah kecenderungan
untuk bahasa untuk mengembangkan di sebelah kiri, otak manusia mampu beradaptasi dengan
keadaan yang sulit, jika kerusakan terjadi cukup dini.
Dalam pembicara (kanan), otak mengontrol semua aspek mental dan fisik dari
berbicara. Kedengarannya mulai sebagai napas dikeluarkan dari paru-paru. Pada perjalanannya
ke mulut, udara bergetar karena dipaksa melalui pita suara. Mulut, hidung dan lidah
memodifikasi ini udara bergetar untuk membentuk gelombang suara. Ekspresi wajah dan gerak
tubuh juga memainkan peran dalam komunikasi. Dalam pendengar (kiri), gelombang suara
masukkan telinga dan kemudian dianalisis menjadi kata-kata oleh otak. Gambar Kredit: Zina
Deretsky, National Science Foundation
Wilayah bahasa pertama dalam belahan kiri untuk ditemukan sebenarnya adalah
wilayah Broca, yaitu setelah Paul Broca, yang menemukan daerah itu selama belajar pasien
dengan afasia, gangguan bahasa. Area Broca tidak hanya menangani keluar mendapatkan bahasa
dalam arti motor, meskipun. Tampaknya menjadi lebih umum terlibat dalam kemampuan untuk
proses tata bahasa sendiri, setidaknya aspek yang lebih kompleks dari tata bahasa.
2.6 Hal-hal yang Terjadi pada Bahasa dan Komunikasi setelah Terjadi Kerusakan Di Dalam
Otak
2.6.1 Gangguan Berbicara
a. Berbicara Serampangan
Berbicara serampangan ini karena kerusakan di serebelum atau bisa juga terjadi sehabis
terkena kelumpuhan ringan sebelah badan. Berbicara serampangan atau sembrono adalah
berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan menelan sejumlah
suku kata, sehingga yang diucapkan sukar dipahami (Chaer, 2002: 150). Akibat berbicara
serampangan tersebut, maka bahasa yang digunakan sulit dipahami sehingga komunikasi tidak
terjalin dengan baik.
b. Berbicara Propulsif
Berbicara propulsif biasanya terdapat pada penderita Parkinson. Hal ini terjadi akibat
kerusakan otak yang menyebabkan otot gemetar, kaku, dan lemah. Pada waktu berbicara,

artikulasi sangat terganggu karena elastisitas otot lidah, otot wajah, dan pita suara, sebagian
lenyap, volume suara kecil, monoton, tersendat-sendat, kemudian terus-menerus, dan akhirnya
tersendat-sendat kembali (Chaer, 2002: 150). Akibat berbicara propulsif ini, bahasa apapun yang
digunakan pembicara akan sangat sulit dipahami pendengar sehingga sulit melakukan
komunikasi dengan orang lain.
c.

Berbicara Gagap
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya gagap adalah adanya kerusakan pada
belahan otak (hemisfer) yang dominan. Berbicara gagap adalah berbicara yang kacau karena
sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata
berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Gagap
atau stuttering, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara berupa pengulangan bunyi atau suku
kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai pengucapan kata (Chaer, 2002: 153).
Akibat berbicara gagap, komunikasi akan berlangsung lama dan menguji kesabaran mitra tutur
untuk mendengar dan memahami bahasa yang diucapkan tersebut.

d. Keterlambatan Bicara
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan
gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini
biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi
makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas
usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh
sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi
atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena
keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan
sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan
keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara
akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan
penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal

seperti anak lainnya. Akibat keterlambatan bicara ini, anak akan lambat pula menguasai bahasa
pertamanya dan akan sangat sulit berkomunikasi lisan.
e.

Artikulasi Kata yang Kurang Jelas
Fungsi otak kiri antara lain untuk kemampuan berbicara. Dr. Paul Broca mengatakan
apabila ada luka atau sakit pada bagian depan (anterior) otak kiri manusia akan mengakibatkan
artikulasi kata yang kurang jelas, bunyi-bunyi ujar yang kurang baik lafalnya, kalimat yang tidak
gramatikal, dan ketidaklancaran dalam berbicara. Akibatnya, bahasa yang diucapkan sulit
dipahami dan mengganggu lancarnya komunikasi dan interaksi sosial.

f.

Dislogia
Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh kemampuan
kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya kesalahan pengucapan
yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati perbedaan bunyi-bunyi benda terutama
bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya tadi dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya
kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau kata pada waktu
mengucapkan kalimat. Akibatnya, akan terjadi salah tanggap atau inferensi yang tidak tepat oleh
pendengar.

g. Disartria
Disartria diartikan jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya karena adanya
kerusakan susunan syaraf pusat seperti kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan
koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara.
2.6.2

Gangguan Berbahasa

a. Afasia
Afasia adalah istilah umum yang digunakan untuk mengacu pada gangguan berbicara
karena kerusakan otak. Penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, tersumbatnya
pembuluh darah, atau kurangnya oksigen pada otak dinamakan stroke. Gangguan bicara yang
disebabkan oleh stroke dinamakan afasia (aphasia) (Soenjono Dardjowidjojo, 2003:214).
Kerusakan dapat berasal dari dalam otak misalnya perdarahan bagian otak atau karena tumor;

atau dari luar misalnya luka di kepala. Gejala-gejala penderita afasia sangat bervariasi dari pasien
satu dengan pasien yang lain, baik dalam hal jenis dan kerumitannya.
Afasia adalah gangguan fungsi bicara pada seseorang akibat kelainan otak. Orang yang
menderita afasia tidak mampu mengerti maupun menggunakan bahasa lisan. Penyakit afasia
biasanya berkembang cepat sebagai akibat dari luka pada kepala atau stroke, tetapi juga dapat
berkembang secara lambat karena tumor otak, infeksi, atau dementia. Evaluasi medis dari
penyakit ini dapat dilaksanakan oleh ahli penyakit saraf hingga ahli patologi bahasa.


Afasia: Gejala-gejala dan Sumber
Hal umum untuk menandai gejala-gejala afasia yaitu dalam hal cara pengungkapan,
bahwa mereka menunjukkan aspek-aspek bervariasi dalam produksi bahasa. Beberapa penderita
afasia menghasilkan sedikit bahasa, menunjukkan kesulitan-kesulitan dalam mendeskripsikan
atau mendiskusikan sesuatu, yang seharusnya mereka ketahui dengan baik. Bahasa-bahasa atau
ujaran mereka sering tidak lancar, produksi bahasanya lambat, dengan banyak berhenti dan
dengan usaha-usaha yang sungguh berat. Mereka sering membuat kesalahan pengucapan,
mengganti bunyi-bunyi dengan bunyi yang tidak sesuai, kadang-kadang dengan pola yang tidak
sesuai.
Ada pula penderita afasia yang lancar dalam berbicara, dan bentuk sintaksinya juga cukup
baik. Hanya saja, kalimat-kalimatnya sukar dimengerti karena banyak kata yang tidak cocok
maknanya dengan kata-kata lain sebelum dan sesudahnya. Hal ini disebabkan karena penderita
afasia ini sering keliru dalam memilih kata, misalnya kata fair digantikan dengan
kata chair, carrot dengan cabbage, dan seterusnya. Ada pula penderita afasia yang mengalami
gangguan dalam komprehensif lisan. Dia tidak mudah dapat memahami apa yang kita katakan.
Selain itu masih banyak gejala lainnya.



Afasia dan Otak
Masalah-masalah yang berkaitan dengan afasia adalah masalah-masalah yang berkaitan
dengan otak. Afasia merupakan penyakit bertutur yang diakibatkan oleh kerusakan atau penyakit
pada otak. Afasia menyangkut hubungan di antara bagian-bagian otak yang rusak dengan
komponen-komponen bahasa yang normal. Afasia dapat berpengaruh terhadap fungsi dan
produksi bahasa secara alamiah menjadi tidak normal. Dapat dikatakan bahwa kerusakan bahasa

disebabkan oleh kerusakan otak. Apabila hubungan ini diketahui maka pengobatan atau
penanganannya pun akan lebih mudah dilakukan.


Afasia: Usia Permulaan dan Prognosis (Perkiraan)
Karakteristik klinis dari afasia bergantung pada penyebab dan lokalisasi kerusakan di otak
seperti pada orang dewasa, tetapi gambaran klinisnya berubah bergantung pada usia berapa
kerusakan itu terjadi. Hal ini disebabkan oleh peralihan fungsi bahasa dari hemisfer kiri ke
hemisfer kanan, sehingga terjadi perbaikan fungsi bahasa pada anak. Namun, hal ini ditemukan
apabila kerusakan terjadi sebelum anak berusia 6 tahun. Apabila kerusakan terjadi setelah usia 6
tahun, maka terjadi reorganisasi intrahemisferik (di dalam bagian otak).
Pada anak dengan kerusakan pada hemisfer kiri yang terjadi pada umur lebih dini
memperoleh skor IQ verbal lebih baik dan skor performansinya lebih buruk daripada bila
kerusakan padahemisfer kiri terjadi pada umur lebih tua. Kriteria ini berbeda dari anak dengan
disfasia (keterlambatan atau kegagalan dalam memperoleh bahasa) perkembangan di mana skor
IQ verbalnya lebih rendah daripada skor performansinya (Soenjono Dardjowidjojo,1991: 144).

b. Afasia Motorik
Afasia motorik disebabkan oleh kerusakan pada lapisan permukaan (lesikortikal) daerah
Broca atau pada lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) daerah Broca atau juga di daerah
otak antara daerah broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal) (Chaer, 2002: 157).
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun pikiran,
perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara
lisan tidak lancar, terputus-putus dan sering ucapannya tidak dimengerti orang lain. Apabila
bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini mengerti dan
dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya untuk mengekspresikannya
mengalami kesulitan. Jenis afasia ini juga dialami dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini
disebut dengan disgraphia (agraphia). Afasia motorik terbagi tiga, yaitu:
 Afasia Motorik Kortikal
Afasia Motorik Kortikal berarti hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran
dengan menggunakan perkataaan. Penderita masih mengerti bahasa lisan dan bahasa tulis.
Namun, ekspresi verbal tidak bisa sama sekali; bahasa tulis dan bahasa isyarat masih bisa
dilakukan.

 Afasia Motorik Subkortikal
Penderita Afasia Motorik Subkortikal tidak dapat mengeluarkan isi pikiran menggunakan
perkataan; masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Pengertian bahasa verbal
dan visual tidak terganggu, dan ekspresi visual pun normal.
 Afasia Motorik Transkortikal
Afasia Motorik Transkortikal terjadi karena terganggunya hubungan antara daerah Broca
dan Wernicke. Hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Penderita
Afasia Motorik Transkortikal dapat mengutarakan perkataan singkat dan tepat;

masih

menggunakan perkataan penggantinya.
c.

Afasia Sensorik
Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan pada lesikortikal di
daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan. Kerusakan di daerah ini menyebabkan
kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis (Chaer, 2002: 158). Kelainan ini ditandai
dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya . Bicara spontan
biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks
komunikasi. Namun, penderita masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami
oleh dirinya sendiri maupun orang lain.

d. Afasia Broca
Afasia terdiri atas afasia broca, yaitu penderita yang apabila berbicara terbata-bata dan
sulit mengeluarkan kata-kata. Afassia Broca berarti kerusakan daerah bahasa atau pusat bahasa
yang mengendalikan baik artikulasi maupun peran yang unik dalam pembentukan kata dan
kalimat, karena daerah Broca berhubungan dengan unsur struktur dan organisasi bahasa. Oleh
karena itu, area Broca pada otak bertanggung jawab untuk kaidah artikulasi yang menciptakan
pola bunyi, untuk kaidah morfologi dan sintaksis, antara lain dalam membentuk kata dan frasa.
e.

Afasia Wernicke
Area bahasa kedua yang ditemukan disebut area Wernicke, setelah Carl Wernicke,
seorang ahli saraf Jerman yang menemukan daerah itu selama belajar pasien yang memiliki
gejala serupa dengan pasien Area Broca tetapi kerusakan pada bagian berbeda dari otak mereka.

Afasia Wernicke adalah istilah untuk gangguan yang terjadi pada kerusakan ke daerah pasien
Wernicke.
Afasia wernicke, yaitu penderita yang kacau menerima pesan. Afasia kedua ini tidak
mengalami kesulitan berbicara, namun cenderung memakai bahasa yang secara semantis tidak
koheren. Afasia Wernicke yang berhubungan dengan kerusakan area Wernicke pada otak. Area
Wernicke adalah pusat bahasa yang bertanggung jawab untuk memproduksi makna, seperti
interpretasi kata selama pemahaman makna dan pemilihan kata selama menghasilkan produksi
ujaran.
Afasia Wernicke tidak hanya mempengaruhi pemahaman pidato. Orang dengan Afasia
Wernicke juga mengalami kesulitan mengingat nama benda, sering kali merespons dengan katakata yang terdengar serupa, atau nama-nama benda yang terkait, seolah-olah mereka mempunyai
waktu yang sulit mengingat asosiasi kata.
f.

Afasia Konduksi
Afasia

konduksi merupakan

kerusakan

pada arcuate

fasciculus,

berdampak

pada transmisi informasi dari daerah Wernicke ke daerah Broca. Gejala kerusakan ini, pertama
karena informasi leksikal dari daerah Wernicke tidak dapat dipindahkan ke daerah Broca,
sehingga ujarannya secara semantis tidak padu (tidak koheren). Demikian pula, karena informasi
kategori morfem terikat (afiks) dan kategori leksikal tidak dapat dipindahkan ke daerah
Wernicke, pemahaman bahasa menjadi rusak.
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa.
Pada ucapan kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami
kesulitan.
g. Afasia Auditory
Untuk afasia auditory, penderita tidak mampu memberikan makna apa yang didengarnya.
h. Afasia Amnestic
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-simbol
yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi
yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi maka
diganti dengan kata duduk.

i.

Alexia dan Agrafia
Alexia dan Agrafia adalah

kerusakan

pada angular

gyrus

mengganggu

asosiasi

pencitraan pola visual dengan bentuk pendengaran, karena itu mengganggu kemampuan baca
dan tulis. Kerusakan baca disebut alexia, sedangkan kehilangan kemampuan tulis disebut agrafia.
Kedua kerusakan bahasa tersebut biasanya saling melengkapi. Alexia terjadi dengan sendirinya.
Penderita alexic mungkin bisa menulis, tapi tidak bisa membaca apa yang dia tulis. Kerusakan
angular gyrus tidak memengaruhi pandangan. Penderita alexia dan agrafia masih bisa melihat
dengan normal.
j.

Kelainan Sentral (Otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidaksanggupan untuk menggabungkan
kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia
sering menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia
sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.

2.6.3 Gangguan Berpikir
a. Pikun (Demensia)
Penyebab pikun adalah karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk
menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak. Orang yang pikun menyebabkan kurangnya
berpikir. Ekspresi verbalnya diwarnai dengan kesukaran menemukan kata-kata yang tepat.
Kalimat seringkali diulang-ulang. Pembicaraan seringkali terputus (Chaer, 2002: 159). Oleh
karena itu, pikun menyebabkan bahasa yang disampaikan oleh penderitanya akan bertele-tele dan
membingungkan siapa saja yang berkomunikasi dengannya.
b. Sisofernik
Sisofernik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir (Chaer, 2002: 160).
Penderita sisofernik dapat berbicara terus menerus. Ocehannya hanya merupakan ulangan curah
verbal semula dengan tambahan sedikit atau dikurangi beberapa kalimat. Para penderita dapat
mengucapakan word-salad dengan lancar, dengan volume yang cukup, ataupun lemah sekali.
Irama serta intonasinya menghasilkan curah verbal yang melodis.
Pikiran dan tuturan merupakan satu kesatuan dalam proses berbahasa. Kadangkala
kemampuan otak dalam menghasilkan kalimat dalam berbahasa secara umum disamaratakan.
Sehingga orang hanya melihat dan mengamati bagaimana pola kalimat yang dihasilkannya saja,

sementara proses dalam menghasilkan kalimat tersebut dalam otak jarang disinggung. Proses
pemerolehan bahasa tidak terlepas dari peranan otak yang dimiliki manusia. Kerusakan atau
kelemahan otak dapat disebabkan oleh banyak faktor yang pada umumnya terjadi pada waktu
lahir sampai dengan masa pubertas.
k. Autis
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada
periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau penyakit pada ibu tentunya sangat
berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak, termasuk resiko terjadinya autisme.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24