Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

DISKURSUS PANCASILA DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS
Tomy Michael1
Email: tomy@untag-sby.ac.id

Abstrak
Di dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN, suatu negara harus mampu menunjukkan
kekuatannya sebagai negara yang berdaulat. Tujuan ini untuk menciptakan keadilan
hukum karena keadilan hukum merupakan tujuan hukum tertinggi dalam suatu negara.
Berdasarkan itulah, hakikat Pancasila harus tercermin di setiap peraturan perundangundangan. Salah satunya, hakikat Pancasila dalam 38-2009. Penelitian menggunakan
penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
konseptua. Bahan hukum dikumpulkan melalui studi pustaka dan dokumen yaitu dengan

mengumpulkan bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan yang dikaji.
Kemudian bahan-bahan tersebut dipahami secara mendalam. Teknik analisa bahan
hukum yang digunakan adalah analisa deduktif. Kesimpulan yang diperoleh bahwa
keadilan dalam UU No. 38-2009 adalah keadilan yang artifisial karena
penyelenggaraan pos tidak menciptakan keadilan kepada masyarakat secara sama dan
semua pihak. Sebagai saran agar UU No. 38-2009 dapat berjalan lebih optimal lagi
yaitu dengan melakukan kerja sama pihak swasta untuk meningkatkan layanan pos
universal.
Kata kunci: Pancasila, pos, keadilan hukum.

Pendahuluan
Di dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN, suatu negara harus mampu
menunjukkan kekuatannya sebagai negara yang berdaulat. Adanya penyatuan batas
dengan negara lain, akan mengaburkan batas-batas sistem hukum dalam suatu negara.
Dengan demikian, salah satu cara termudah yaitu mengoptimalkan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan khususnya undang-undang sebelum Masyarakat
1

Tenaga edukatif Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.


1

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

Ekonomi ASEAN dilakukan. Tujuan ini untuk menciptakan keadilan hukum karena
keadilan hukum merupakan tujuan hukum tertinggi dalam suatu negara. Keadilan
hukum dapat dijelaskan dengan berbagai pemikiran tokoh ilmu hukum karena keadilan
hukum tidak dapat didefinisikan secara mutlak.
Keadilan hukum yang bersifat abstrak dapat dijelaskan juga melalui hakikat
Pancasila di Indonesia. Mengacu Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 122011) termaktub bahwa “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara”.
Dalam penjelasannya termaktub bahwa penempatan tersebut sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) alinea

keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Berdasarkan itulah, hakikat Pancasila harus tercermin di setiap peraturan
perundang-undangan. Salah satunya, hakikat Pancasila dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (UU No. 38-2009). Seiring
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat, keberadaan dan eksistensi
Pos Indonesia mutlak diperlukan dan diharapkan mampu menjawab segala tantangan
dalam pembangunan bidang hukum. Kebijakan pembentukan hukum dewasa ini
diarahkan untuk membentuk substansi hukum yang responsif dan mampu menjadi
sarana pembaharuan dan pembangunan yang mengabdi pada kepentingan nasional
dengan mewujudkan ketertiban, legitimasi dan keadilan.
Pos Indonesia yang memiliki visi “menjadi raksasa logistik pos dari Timur” dan
misi “menjadi aset yang berguna bagi bangsa dan negara; menjadi tempat berkarya yang
menyenangkan; menjadi pilihan terbaik bagi para pelanggan; senantiasa berjuang untuk
memberi yang lebih baik bagi bangsa, negara, pelanggan, karyawan, masyarakat serta

2

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu

Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

pemegang saham”, merupakan perpanjangan negara dalam menjalankan UU No. 382009 secara optimal.

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang memiliki arti pengkajian ilmu
hukum untuk memperoleh pengetahuan yang benar guna menjawab suatu masalah.2
Dengan penelitian hukum normatif, peneliti memiliki argumen bahwa mengunakan
hukum normatif karena penelitian hukum tergantung pada rumusan masalah berupa
pertanyaan penelitian “apakah Pos Indonesia telah melaksanakan UU No. 38-2009
sesuai kehendak Pancasila?”, maka penelitian hukum normatiflah yang paling tepat
untuk digunakan.3
Maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan
yakni peraturan tertulis yang dibentuk lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan

mengikat secara umum, dan pendekatan konseptual yakni pendekatan mengenai konsep
hukum yang berasal dari sistem hukum tertentu yang tidak bersifat universal.4 Bahan
hukum dikumpulkan melalui studi pustaka dan dokumen yaitu dengan mengumpulkan
bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan yang dikaji. Kemudian bahanbahan tersebut dipahami secara mendalam. Teknik analisa bahan hukum yang
digunakan adalah analisa deduktif. Analisa deduktif memiliki arti berpangkal dari
prinsip-prinsip dasar, kemudian peneliti menghadirkan objek yang hendak diteliti yaitu
menjelaskan hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus untuk
menarik suatu kesimpulan yang dapat memberikan jawaban ilmiah untuk permasalahan
hukum dalam penelitian ini.
2

Moh Fadli, (2012), Perkembangan Peraturan Delegasi Di Indonesia , Disertasi, Bandung: Universitas
Padjadjaran, hlm. 10.
3
Digest Epistema „‟Penelitian Hukum: Antara Yang Normatif Dan Empiris‟‟, 2015. Ditulis oleh Widodo
Dwi Putro dan Herlambang P. Wiratraman.
4
Peter Mahmud Marzuki, (2010), Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, hlm. 96-155.

3


Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

Hasil dan Pembahasan
Keadilan Hukum Dalam UU No. 38-2009
Keadilan tidak dapat diartikan secara konkrit dalam wujud kalimat karena
keadilan dapat bersifat ide atau ide yang dikonkritkan. Socrates dalam pemikirannya
menyatakan bahwa keadilan itu hanya dalam tataran ide. Keadilan tidak dapat
dijelaskan secara spesifik, keadilan kadang dipandang sebagai kebaikan individual dan
kadang dipandang sebagai kebaikan negara. Keadilan hukum memiliki perbedaaan
dengan keadilan atas agama karena keadilan agama secara umum hanyalah kebaikan
tetapi apabila keadilan agama yang sebenar-benarnya ditarik dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan maka keadilan agama memiliki kedudukan yang lebih

tinggi daripada keadilan hukum. Keadilan agama hanyalah berlaku bagi subjek hukum
yang memiliki keyakinan atas ajaran agama tersebut. Socrates menjelaskan negara
sebagai hasil dari keinginan seseorang yang pada akhirnya seseoang tersebut
mengumpulkan berbagai orang lainnya yang dikumpulkan dalam suatu tempat –
perkumpulan daripada penghuninya inilah yang disebut negara.5 Dari sinilah, suatu
keadilan dapat berasal. Keadilan adalah melakukan pekerjaan sendiri, bukan menjadi
orang yang selalu ikut campur dengan urusan orang lain maka melakukan pekerjaan
atau urusan diri sendiri dengan cara tertentu boleh dianggap sebagai keadilan.
Peneliti menolak keadilan yang dikehendaki oleh Socrates seperti yang tertulis
dalam beberapa literatur ilmu hukum umumnya yang memberikan definisi secara tegas
yaitu keadilan komutatif (perlakuan kepada seseorang tanpa melihat jasa-jasa yang telah
dilakukannya), keadilan distributif (perlakuan kepada seseorang sesuai ajsa-jasa yang
telah dilakukannya), keadilan kodrat alam (perlakuan kepada seseoang sesuai hukum
alam) dan keadilan konvensional (keadilan yang ditetapkan melalui sebuah kekuasaan
5

Plato, (2002), Republik, Yogyakarta: Bentang Budaya, hlm. 72.

4


Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

khusus). Keadilan tersebut sering kali disamakan dengan keadilan Aristoteles sedangkan
keadilan menurut Socrates tergantung teks yang dituju.
Dalam dialog lainnya, Socrates mengatakan bahwa keadilan adalah seni
pencurian akan tetapi demi praktisnya untuk hal yang baik bagi teman dan hal yang
buruk bagi lawan. Perhatikan juga karya A Setyo wibowo yang berfokus terhadap
kajian Platon, Sokrates mengisahkan tentang pendidikan yang diberikan kepada empat
pendidik kerajaan. Dimana masing-masing mewakili keutamaan kebijaksanaan,
keadilan, keugaharian dan keberanian. Pendidik yang paling bijak akan mengajarkan
tentang pekerjaan seorang raja; pendidik yang paling ugahari akan mendidik anak
supaya tidak membiarkan dirinya diperintah oleh jenis kenikmatan apapun supaya ia
terbiasa menjadi orang yang lepas bebas dan benar-benar memerintah sebagai raja.

Kewajiban mengikuti Kebenaran mengalahkan kehangatan eksklusif pertemanan dua
orang.6
Keadilan hukum tidak melihat apa yang menjadi teleologinya melainkan hakikat
yang dimilikinya. Di dalam landasan filosofis UU No. 38-2009 menyatakan “bahwa
negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945” dan landasan sosiologisnya menyatakan “bahwa pos merupakan sarana
komunikasi dan informasi yang mempunyai peran penting dan strategis dalam
mendukung

pelaksanaan

pembangunan,

mendukung

persatuan

dan


kesatuan,

mencerdaskan kehidupan bangsa, mendukung kegiatan ekonomi, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa”. Dari konsiderans tersebut, UU No. 38-2009 dirancang agar
komunikasi dan perolehan informasi sesuai dengan UUD NRI 1945. Hal ini memiliki

6

Lebih lanjut dalam A Setyo Wibowo, (2015), Platon: Lysis (Tentang Persahabatan), Yogyakarta:
Kanisius dan A Setyo Wibowo, (2015), Platon: Xarmides (Tentang Keugaharian), Yogyakarta: Kanisius.
Oleh karena itu, keadilan menurut Socrates adalah ide dan kemudian dijelaskan oleh Aristoteles menjadi
suatu yang nyata karena apabila keadilan hanya berupa ide adalah tidak adil.

5

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas

Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

perbedaan dengan landasan filosofis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14-2008) yang menyatakan
“bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan
nasional” dan landasan sosiologisnya menyatakan “bahwa hak memperoleh informasi
merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu
ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik”.
Mengacu pada Pasal 2 huruf b UU No. 38-2009, asas keadilan diartikan bahwa
penyelenggaraan pos memberi kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua
pihak dan yang hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara sama dan semua pihak.
Keadilan dalam pasal ini, adalah keadilan yang artifisial karena penyelenggaraan pos7
tidak menciptakan keadilan kepada masyarakat secara sama dan semua pihak. Mengacu
peraturan pelaksana UU No. 38-2009 yaitu Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2009 Tentang Pos (PP No. 15-2013) termaktub bahwa:
a.

Ketersediaan akses layanan adalah keterjangkauan layanan berupa ketersediaan dan
ketersebaran titik layanan.

b.

Keteraturan layanan adalah keteraturan dan kesinambungan penyediaan layanan
dari waktu ke waktu.

c.

Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan (skill and knwoledge)
seseorang yang dapat membawa pada kinerja yang lebih baik.

d.

Kecepatan dan keandalan adalah ukuran waktu tempuh kiriman yang tiba dengan
tepat kepada penerima kiriman.

7

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 38-2009, diartikan sebagai suatu badan usaha yang
menyelenggarakan pos. Lebih lanjut peneliti memberikan batasan badan usaha yang dimaksud adalah Pos
Indonesia. Pembatasan ini perlu dilakukan karena dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 38-2009, badan usaha
terdiri atas badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan koperasi.

6

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

e.

Keamanan dan kerahasiaan adalah keutuhan kiriman sampai di tangan penerima
dalam kondisi yang baik.

f.

Penanganan pengaduan, saran, dan masukan adalah pengelolaan pengaduan untuk
memberikan solusi atas pertanyaan, permintaan informasi, dan keluhan jika terjadi
penyimpangan pelayanan.

g.

Kepuasan pelanggan adalah situasi dan keadaan dimana pelanggan merasakan
bahwa kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi.

h.

Tarif layanan adalah biaya yang harus dibayar untuk memperoleh pelayanan.

Dari landasan filosofis UU No. 38-2009 dan hakikat Pasal 10 PP No. 15-2013 maka
keduanya tidak memliki kesinkronan.
UU No. 38-2009 tidak menciptakan keadilan tetapi PP No. 15-2013 menciptakan
keadilan. Dengan demikian keadilan hukum dalam UU No. 38-2009 belum memiliki
kesamaan prinsip dengan teleologi milik Aristoteles yaitu [these four causes are: the
material cause, or what a thing is made of; the formal causes, or the arrangement or
shape of a thing; the efficient cause, or how a thing is brought into being; and the final
cause, or the function or purpose of a thing. And it is this last type of cause, the “final

cause” that relates to ethics].8

Pancasila Dalam UU No. 38-2009
Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara maka mewajibkan
segala peraturan perundang-undangan di Indonesia mengacu pada pada kelima sila. Di
dalam perspektif negara hukum, keadilan hukum dalam Pancasila tidak dapat diartikan
secara mutlak karena apabila ada kemutlakan akan menimbulkan ketidakadilan.
Pancasila dapat dijadikan dalam tiga landasan yaitu:

8

DK London, (2011), The Philosophy Book, London: Dorling Kindersley Limited, hlm. 60-61.

7

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

a.

Landasan epistimologi yaitu Pancasila merupakan sumber pengetahuan yang
terdapat dalam diri bangsa Indonesia dan sumber pengetahuan tersebut bersinergi
dengan berbagai institusi-institusi yang berada di Indonesia. Institusi-institusi
tersebut harus dapat memaknai Pancasila sebagai suatu kebenaran yang utuh dan
harmonis.

b.

Landasan aksiologis lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan nilai
kerohanian

(kesucian,

kebaikan,

kebenaran,

dan

keindahan)

dan

tidak

mengesampingkan nilai materiil serta nilai vital. Nilai materiil sebagai nilai yang
bermanfaat bagi jasmani manusia seperti kenikmatan, kesehatan. Nilai vital sebagai
nilai yang bermanfaat bagi kegiatan manusia seperti motor, telepon genggam. Nilai
kerohanian sebagai nilai yang bermanfaat bagi rohani manusia. Nilai kerohanian
diklasifikasikan menjadi nilai kebenaran yang bersumber dari akal, nilai keindahan
yang bersumber dari perasaan, nilai kebaikan yang bersumber pada kehendak dan
nilai agama yang merupakan nilai kerohanian yang paling tinggi.9
c.

Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat hierarki
dan berbentuk piramidal adalah sebagai berikut: bahwa hakikat adanya Tuhan
adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima . Oleh karena itu
segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau
manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (Sila 1). Adapun manusia adalah sebagai
subjek pendukung pokok negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan,
negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia
(Sila 2). Negara adalah sebagai akibat adanya manusia bersatu (Sila 3).
Terbentuknya persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada
hakikatnya merupakan unsur negara, unsur wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah
sebagai totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (Sila 4). Keadilan

9

Darji Darmodiharjo dan Sidharta, (1995), Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 211.

8

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

pada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau
dengan lain perkataan keadilan sosial (Sila 5) yang pada hakikatnya sebagai tujuan
dari lembaga hidup bersama yang disebut negara.10
Selain itu, Pancasila sebagai dasar negara juga pada hakikatnya tercermin dalam
berbagai asas, di antaranya:
a.

Asas ketuhanan Yang Maha Esa: tercermin dalam tiga bidang ketatanegaraan
Indonesia (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif),

b.

Asas perikemanusiaan: asas yang mengakui dan memperlakukan manusia sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,

c.

Asas kebangsaan: setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama,

d.

Asas kedaulatan rakyat: menghendaki bahwa setiap tindakan negara harus
berdasarkan keinginan rakyat,

e.

Asas keadilan sosial: menghendaki bahwa tujuan negara adalah mewujudkan
keadilan sosial secara adil dan makmur.

Pancasila sebagai dasar negara juga dimaknai sebagai hukum dasar negara Indonesia
yang secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum dan
cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia. 11
Bersandar dari pemahaman demikian, Pancasila dalam UU No. 38-2009 hanya
tercermin dalam Pasal 15 UU No. 38-2009 yaitu12
1.

Pemerintah wajib menjamin terselenggaranya Layanan Pos Universal di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10

Notonagoro, (1975), Pancasila Secara Ilmiah Populer , Jakarta: Pantjuran Tudjuh, hlm. 52-57.
Soekarno, (2006), Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno , Yogyakarta: Media Presindo, hlm. 47.
12
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 38-2009, layanan pos universal adalah layanan pos jenis tertentu
yang wajib dijamin oleh pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke
tempat lain di dunia.

11

9

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

2.

Dalam menyelenggarakan Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah menugasi Penyelenggara Pos.

3.

Pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada semua Penyelenggara Pos
yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Layanan Pos Universal.

4.

Penyelenggara Pos wajib memberikan kontribusi dalam pembiayaan Layanan Pos
Universal.

5.

Wilayah Layanan Pos Universal yang disubsidi ditetapkan oleh Menteri.

6.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Layanan Pos Universal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal

ini

mencerminkan

hakikat

Pancasila

sebenarnya,

adanya

pertanggungjawaban negara dalam menciptakan layanan pos di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Mengacu sila kelima Pancasila dimana keadilan adalah
hak13 seluruh warga negara dan negara wajib memberikan keadilan tersebut sebagai
konsekuensi negara hukum. hal ini juga sejalan dengan negara hukum material
(kesejahteraan) yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan bagi segenap
bangsa.

Tugas

itu

diserahkan

kepada

pemerintah

sebagai

penyelenggaraan

pemerintahan.

13

Sebagai perbandingan, peneliti memasukkan pemikiran Jean Jacques Rousseau dimana dia awalnya
mengemukakan bahwa manusia adalah bebas tetapi tidak memiliki otoritas alami atas sesamanya.
Awalnya itu disebut sebagai bentuk tertua masyarakat yaitu keluarga. Anak terikat pada ayah selama
membutuhkannya, setelah bukan alami lagi melainkan ia melakukan kontrak sosial. Kontrak sosial ini
dapat juga disebut sebagai alienasi12 karena manusia yang bebas pada dasarnya tidak memiliki kebebasan
secara utuh. Sebagai ilustrasi seorang bayi yang baru lahir merupakan manusia bebas tetapi untuk
mencapai kebebasannya maka bayi tersebut membutuhkan ibunya agar cakupan gizinya terpenuhi melalui
makanan dan minuman. Alienasi lainnya dijelaskan Jean-Jacques Rousseau bahwa seorang majikan yang
memiliki budak maka sebenarnya majikan tersebut tidaklah bebas karena ia menyerahkan sebagian
dirinya untuk menggantungkan kepada budak tersebut sehingga menimbulkan konsekuensi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dimana ketika selama masyarakat dipaksa untuk menurut dan kalau
ia patuh, segalanya berjalan baik, lebih lanjut dalam Tomy Michael, Korelasi Alinea Keempat UndangUndang Dasar NRI Tahun 1945 Dengan Pemikiran Immanuel Kant, Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Fakultas Hukum Universitas Langsa – Aceh, Vol. 11 No. 2, Juli – Desember 2016 ISSN 1978-6395.

10

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian dari pembahasan penelitian ini, peneliti menyimpulkan
bahwa keadilan dalam UU No. 38-2009 adalah keadilan yang artifisial karena
penyelenggaraan pos tidak menciptakan keadilan kepada masyarakat secara sama dan
semua pihak. Sedangkan hakikat Pancasila telah tercermin dalam Pasal 15 UU No. 382009. Sebagai saran agar UU No. 38-2009 dapat berjalan lebih optimal lagi yaitu
dengan melakukan kerja sama pihak swasta untuk meningkatkan layanan pos universal.

Daftar Pustaka
A Setyo Wibowo, (2015), Platon: Lysis (Tentang Persahabatan), Yogyakarta: Kanisius.
A Setyo Wibowo, (2015), Platon: Xarmides (Tentang Keugaharian), Yogyakarta:
Kanisius.
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, (1995), Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Digest Epistema „‟Penelitian Hukum: Antara Yang Normatif Dan Empiris‟‟, 2015.
Ditulis oleh Widodo Dwi Putro dan Herlambang P. Wiratraman.
DK London, (2011), The Philosophy Book, London: Dorling Kindersley Limited.
Moh Fadli, (2012), Perkembangan Peraturan Delegasi Di Indonesia, Disertasi,
Bandung: Universitas Padjadjaran.
Notonagoro, (1975), Pancasila Secara Ilmiah Populer , Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
Peter Mahmud Marzuki, (2010), Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.
Plato, (2002), Republik, Yogyakarta: Bentang Budaya.
Soekarno, (2006), Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Yogyakarta: Media
Presindo.
Tomy Michael, Korelasi Alinea Keempat Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
Dengan Pemikiran Immanuel Kant, Jurnal Hukum Samudra Keadilan Fakultas
Hukum Universitas Langsa – Aceh, Vol. 11 No. 2, Juli – Desember 2016 ISSN
1978-6395.

11

Seminar Nasional Sinergitas Nilai Nilai Pancasila Terhadap Kurikulum Pendidikan Ilmu
Hukum Di Indonesia
Fakultas
Hukum
Universitas
Kanjuruhan Malang,
13 Mei 2017
SUDAH DIPAPARKAN

12