Agama Dan Problem Kependudukan pdf
Publikasi: NU Online
Tanggal: 23 February 2016
Agama Dan Problem Kependudukan
Amanah Nurish*
Tulisan ringan ini bermaksud untuk memaparkan fenomena mengenai isu
kependudukan yang dilekatkan dengan mitos sekaligus konstruksi agama. Dalam
sejarah peradaban manusia, faktor sumber daya alam dan agraria senantiasa menjadi
sumber utama dalam konflik antar golongan, suku, negara, dan bangsa. Nilai-nilai
utama dalam kekuasaan memang tidak lepas dari dua unsur penting; yakni sumber
daya alam dan agraria. Pengaruh utama penyebab perang dan konflik di dunia dalam
memperebutkan wilayah kekuasaan dan sumber energi yang ada di perut bumi secara
tidak sengaja mengorbankan dua golongan umat manusia; kaum perempuan dan anakanak.
Pascarevolusi industri, gaya hidup manusia bergeser dari cara hidup
tradisional menjadi modern. Manusia lebih menggantungkan keberhasilan inovasi dan
teknologi, termasuk pemanfaatan kemajuan teknologi kontrasepsi (Sachs, 2005). Di
tengah arus modernisasi, jumlah manusia mengalami ledakan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Konsumsi energi, pangan, kesehatan, dan tempat tinggal menjadi
semakin terbatas sehingga angka kemiskinan di dunia kian bertambah. Kemiskinan
adalah penyebab utama dari kondisi ketidakmerataan ekonomi, sumber daya energi,
dan lapangan pekerjaan pada populasi, yang biasanya diukur dari proporsi rumah
tangga dengan penghasilan di bawah garis kemiskinan (Mason, 2005). Di Indonesia
sendiri angka kelahiran dan ledakan penduduk menjadi salah satu kekhawatiran yang
tak kunjung ada jawaban.
Ledakan penduduk yang makin tak terkontrol selain menyebabkan masalah
sosial dan ekonomi juga menyebabkan kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup.
Perebutan wilayah dan sumber daya alam yang konon memicu politik dunia tidak
stabil sehingga terjadi konflik antar negara. Penekanan jumlah penduduk yang terus
menerus diupayakan melalui program Millennium Declaration hingga disepakatinya
indikator kependudukan dalam sasaran pembangunan global Millenium Development
Golas (MDGs) masih menjadi pijakan yang cukup serius terutama di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Regenerasi Atas Nama Agama
Peran Nahdlatul Ulama (NU) di masa orde baru sempat menjadi salah satu
pilar penting dalam mensukseskan program pembangunan Keluarga Berencana
Nasional (KBN) di tingkat Fatayat-Muslimat yang dialokasikan melalui wadah
LKKNU. Selain organisasi NU, peran organisasi Muhammadiyah dalam program
KBN juga memiliki keterlibatan yang cukup penting untuk dicatat. Melalui lembaga
Majelis Pembina Kesehatan (MPK) Muhammadiyah didirikanlah klinik-klinik
kesehatan dan rumah sakit untuk menyediakan pelayanan KB sekaligus pelayanan
kesehatan reproduksi bagi kaum perempuan (Widyantoro, 2003). Namun organisasiorganisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah dalam mendukung program KB
mengalami fluktuasi. Peran MPK dan LKKNU yang bekerja sebagai lembaga
advokasi perencanaan keluarga-yang zaman orde baru pemberdayaannya didukung
oleh pemerintah, kini peran lembaga-lembaga tersebut mengalami kemandulan dan
kemunduran.
Fatwa dari beberapa kelompok Islam radikal menyikapi KB sebagai suatu
larangan dan diharamkan. Tentunya, menurut saya ini sungguh ancaman yang serius.
Mengenai hukum KB menurut Syaikh Abdul Aziz Bin Baz adalah berdasarkan hasil
Haiah Kibaril Ulama yakni organisasi ulama di Saudi yang telah memutuskan bahwa
mengkonsumsi alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan tidak diperbolehkan dan
bersifat haram. Dalam penjelasannya, kenapa KB itu diharamkan karena Allah
mensyariatkan untuk hamba-Nya untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak
jumlah umat.
Kelompok-kelompok radikal yang menganggap KB sebagai produk barat
memegang teguh sebuah hadis yang berbunyi “Nikahilah wanita yang banyak anak
lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat
dengan umat-umat yang lain di hari kita” (Abu Daud 1/320, Nasa’i 2/71, Ibnu Hibban
No. 1229, Hakim 2/62). Interpretasi terhadap surat Al Isra yang berbunyi “Dan Kami
jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (Al-Isra: 6) dipandang sebagai pedoman
dalam memperbanyak keturunan. Persoalan kependudukan tidak hanya menyangkut
masalah negara, melainkan juga melibatkan persoalan gender, ideologi dan agama
yang turut bermain di dalamnya.
Tingginya angka ledakan penduduk di Indonesia tidak hanya menjadi
tanggung jawab dan kesadaran pemerintah saja, melainkan juga menjadi tanggung
jawab dari semua elemen masyarakat. Jumlah penduduk yang kian hari kian
bertambah tidak hanya menyebabkan terjadinya krisis pangan dan energi sebagai
penopang kehidupan manusia, namun juga menyebabkan terjadinya krisis ekologi,
oksigen, dan udara sehat yang akan dihirup oleh manusia-terutama di perkotaan.
Kritik tajam atas masalah kependudukan di Indonesia pernah diungkapkan Prof
Muhajir Darwin dari Pusat Studi Kependudukan (PSKK) Universitas Gadjah Mada,
yang dengan tegas berpendapat bahwa isu-isu mengenai KB sudah tidak menjadi hal
penting lagi semenjak runtuhnya rezim orde baru.
Problem kependudukan di Indonesia tidak sepenuhnya berada di tangan
negara saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai individu
dan masyarakat. Jika pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahunnya meningkat
antara 3,4 juta – 3,5 juta, maka jumlah angka kelahiran di Indonesia berkisar kurang
lebih 9.589 bayi setiap harinya. Artinya, dengan laju pertumbuhan penduduk yang
semakin tahun semakin meningkat, maka menurut laporan BKKBN tahun 2012
menjelaskan bahwa tantangan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia adalah masalah
ketahanan pangan, dengan rasionalitas sebagai berikut: (1) Alih fungsi lahan pertanian
akibat tingginya urbanisasi (2) Perubahan iklim sehingga mempengaruhi kemampuan
produksi dan stok pangan, gejolak penawaran dan permintaan pangan, serta gejolak
dan ketidakpastian harga pangan (3) 27% penduduk rawan pangan (4) Masih
tingginya prevalensi gizi buruk.
Keberhasilan pembangunan di suatu negara tidak hanya bergantung pada
jumlah sumber daya alam yang tersedia, namun bergantung pada kualitas penduduk.
Melalui beberapa wawancara yang saya lakukan dengan kelompok organisasi
keagamaan kelompok radikal menunjukkan indikator bahwa persoalan ledakan
penduduk di Indonesia tidak menjadi soal asalkan pemerintah dan negara bisa
mengatur sumber daya alam, sehingga seberapapun jumlah penduduk di negeri ini
tidak jadi masalah.
Ledakan populasi yang makin hari makin meningkat memiliki implikasi
persoalan kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, kerusakan lingkungan, krisis
energi, dsb. Menurut saya hal ini menjadi penting untuk direnungkan karena dogma
agama mempunyai potensi untuk membesarkan populasinya masing-masing demi
alasan regenerasi umat. Masih relevankah anekdot “banyak anak banyak rejeki” di era
kapitalisme global seperti sekarang ini?
*Warga Nahdliyin dan peneliti di bidang sosial keagamaan masyarakat Asia
Tenggara. Saat ini sedang bekerja sebagai konsultan tim USAID-Washington untuk
program Agama, Perdamaian, dan Lingkungan.
Artikel ini bisa didownload di: http://www.nu.or.id/post/read/65972/agama-danproblem-kependudukan
Tanggal: 23 February 2016
Agama Dan Problem Kependudukan
Amanah Nurish*
Tulisan ringan ini bermaksud untuk memaparkan fenomena mengenai isu
kependudukan yang dilekatkan dengan mitos sekaligus konstruksi agama. Dalam
sejarah peradaban manusia, faktor sumber daya alam dan agraria senantiasa menjadi
sumber utama dalam konflik antar golongan, suku, negara, dan bangsa. Nilai-nilai
utama dalam kekuasaan memang tidak lepas dari dua unsur penting; yakni sumber
daya alam dan agraria. Pengaruh utama penyebab perang dan konflik di dunia dalam
memperebutkan wilayah kekuasaan dan sumber energi yang ada di perut bumi secara
tidak sengaja mengorbankan dua golongan umat manusia; kaum perempuan dan anakanak.
Pascarevolusi industri, gaya hidup manusia bergeser dari cara hidup
tradisional menjadi modern. Manusia lebih menggantungkan keberhasilan inovasi dan
teknologi, termasuk pemanfaatan kemajuan teknologi kontrasepsi (Sachs, 2005). Di
tengah arus modernisasi, jumlah manusia mengalami ledakan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Konsumsi energi, pangan, kesehatan, dan tempat tinggal menjadi
semakin terbatas sehingga angka kemiskinan di dunia kian bertambah. Kemiskinan
adalah penyebab utama dari kondisi ketidakmerataan ekonomi, sumber daya energi,
dan lapangan pekerjaan pada populasi, yang biasanya diukur dari proporsi rumah
tangga dengan penghasilan di bawah garis kemiskinan (Mason, 2005). Di Indonesia
sendiri angka kelahiran dan ledakan penduduk menjadi salah satu kekhawatiran yang
tak kunjung ada jawaban.
Ledakan penduduk yang makin tak terkontrol selain menyebabkan masalah
sosial dan ekonomi juga menyebabkan kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup.
Perebutan wilayah dan sumber daya alam yang konon memicu politik dunia tidak
stabil sehingga terjadi konflik antar negara. Penekanan jumlah penduduk yang terus
menerus diupayakan melalui program Millennium Declaration hingga disepakatinya
indikator kependudukan dalam sasaran pembangunan global Millenium Development
Golas (MDGs) masih menjadi pijakan yang cukup serius terutama di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
Regenerasi Atas Nama Agama
Peran Nahdlatul Ulama (NU) di masa orde baru sempat menjadi salah satu
pilar penting dalam mensukseskan program pembangunan Keluarga Berencana
Nasional (KBN) di tingkat Fatayat-Muslimat yang dialokasikan melalui wadah
LKKNU. Selain organisasi NU, peran organisasi Muhammadiyah dalam program
KBN juga memiliki keterlibatan yang cukup penting untuk dicatat. Melalui lembaga
Majelis Pembina Kesehatan (MPK) Muhammadiyah didirikanlah klinik-klinik
kesehatan dan rumah sakit untuk menyediakan pelayanan KB sekaligus pelayanan
kesehatan reproduksi bagi kaum perempuan (Widyantoro, 2003). Namun organisasiorganisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah dalam mendukung program KB
mengalami fluktuasi. Peran MPK dan LKKNU yang bekerja sebagai lembaga
advokasi perencanaan keluarga-yang zaman orde baru pemberdayaannya didukung
oleh pemerintah, kini peran lembaga-lembaga tersebut mengalami kemandulan dan
kemunduran.
Fatwa dari beberapa kelompok Islam radikal menyikapi KB sebagai suatu
larangan dan diharamkan. Tentunya, menurut saya ini sungguh ancaman yang serius.
Mengenai hukum KB menurut Syaikh Abdul Aziz Bin Baz adalah berdasarkan hasil
Haiah Kibaril Ulama yakni organisasi ulama di Saudi yang telah memutuskan bahwa
mengkonsumsi alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan tidak diperbolehkan dan
bersifat haram. Dalam penjelasannya, kenapa KB itu diharamkan karena Allah
mensyariatkan untuk hamba-Nya untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak
jumlah umat.
Kelompok-kelompok radikal yang menganggap KB sebagai produk barat
memegang teguh sebuah hadis yang berbunyi “Nikahilah wanita yang banyak anak
lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat
dengan umat-umat yang lain di hari kita” (Abu Daud 1/320, Nasa’i 2/71, Ibnu Hibban
No. 1229, Hakim 2/62). Interpretasi terhadap surat Al Isra yang berbunyi “Dan Kami
jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (Al-Isra: 6) dipandang sebagai pedoman
dalam memperbanyak keturunan. Persoalan kependudukan tidak hanya menyangkut
masalah negara, melainkan juga melibatkan persoalan gender, ideologi dan agama
yang turut bermain di dalamnya.
Tingginya angka ledakan penduduk di Indonesia tidak hanya menjadi
tanggung jawab dan kesadaran pemerintah saja, melainkan juga menjadi tanggung
jawab dari semua elemen masyarakat. Jumlah penduduk yang kian hari kian
bertambah tidak hanya menyebabkan terjadinya krisis pangan dan energi sebagai
penopang kehidupan manusia, namun juga menyebabkan terjadinya krisis ekologi,
oksigen, dan udara sehat yang akan dihirup oleh manusia-terutama di perkotaan.
Kritik tajam atas masalah kependudukan di Indonesia pernah diungkapkan Prof
Muhajir Darwin dari Pusat Studi Kependudukan (PSKK) Universitas Gadjah Mada,
yang dengan tegas berpendapat bahwa isu-isu mengenai KB sudah tidak menjadi hal
penting lagi semenjak runtuhnya rezim orde baru.
Problem kependudukan di Indonesia tidak sepenuhnya berada di tangan
negara saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai individu
dan masyarakat. Jika pertumbuhan penduduk rata-rata setiap tahunnya meningkat
antara 3,4 juta – 3,5 juta, maka jumlah angka kelahiran di Indonesia berkisar kurang
lebih 9.589 bayi setiap harinya. Artinya, dengan laju pertumbuhan penduduk yang
semakin tahun semakin meningkat, maka menurut laporan BKKBN tahun 2012
menjelaskan bahwa tantangan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia adalah masalah
ketahanan pangan, dengan rasionalitas sebagai berikut: (1) Alih fungsi lahan pertanian
akibat tingginya urbanisasi (2) Perubahan iklim sehingga mempengaruhi kemampuan
produksi dan stok pangan, gejolak penawaran dan permintaan pangan, serta gejolak
dan ketidakpastian harga pangan (3) 27% penduduk rawan pangan (4) Masih
tingginya prevalensi gizi buruk.
Keberhasilan pembangunan di suatu negara tidak hanya bergantung pada
jumlah sumber daya alam yang tersedia, namun bergantung pada kualitas penduduk.
Melalui beberapa wawancara yang saya lakukan dengan kelompok organisasi
keagamaan kelompok radikal menunjukkan indikator bahwa persoalan ledakan
penduduk di Indonesia tidak menjadi soal asalkan pemerintah dan negara bisa
mengatur sumber daya alam, sehingga seberapapun jumlah penduduk di negeri ini
tidak jadi masalah.
Ledakan populasi yang makin hari makin meningkat memiliki implikasi
persoalan kriminalitas, kemiskinan, pengangguran, kerusakan lingkungan, krisis
energi, dsb. Menurut saya hal ini menjadi penting untuk direnungkan karena dogma
agama mempunyai potensi untuk membesarkan populasinya masing-masing demi
alasan regenerasi umat. Masih relevankah anekdot “banyak anak banyak rejeki” di era
kapitalisme global seperti sekarang ini?
*Warga Nahdliyin dan peneliti di bidang sosial keagamaan masyarakat Asia
Tenggara. Saat ini sedang bekerja sebagai konsultan tim USAID-Washington untuk
program Agama, Perdamaian, dan Lingkungan.
Artikel ini bisa didownload di: http://www.nu.or.id/post/read/65972/agama-danproblem-kependudukan