BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Pengertian Strategi

  Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan. Konotasi ini berlaku selama perang yang kemudian berkembang menjadi manajemen ketentaraan dalam rangka mengelola, mengkoordinasikan komando yang jelas (Dirgantoro, 2001: 5).

  Strategi adalah serangkaian komitmen dan tindakan yang terintegrasi dan terkoordinasi yang di rancang untuk mengeksploitasi kompetensi inti (core competence) dan mendapatkan keunggulan kompetitif (Jatmiko, 2004: 134). Kompetensi inti merupakan sumber daya yang menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan atas pesaingnya.

  Strategi adalah aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Selain itu, strategi mempengaruhi perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya untuk lima tahun ke depan dan karenanya berorientasi ke masa yang akan dating, strategi mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional serta perlu mempertimbangkan faktor eksternal maupun internal yang dihadapi perusahaan (David, 2009: 19).

  2.2. Buruh

  Secara definitif “Buruh” dapat diartikan sebagai orang yang bekerja dibawah perintah orang lain, dengan menerima upah karena telah melakukan pekerjaan di perusahaan, dengan sekaligus mengesampingkan persoalan dengan pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukan, di bawah pimpinan orang lain, dan mengesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja. Perumusan Hukum Perburuhan yang disebutkan di atas tidaklah meliputi para pegawai negeri. Meskipun secara yuridis teknis pegawai negeri adalah juga buruh yaitu orang yang bekerja pada pihak lain yaitu Negara dengan menerima upah (gaji) namun secara yuridis politis terhadap, mereka telah di perlakukan peraturan-peraturan tersendiri bagi mereka, di antaranya:

a) Undang-Undang No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

  b) Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1967 tentang Peraturan gaji Pegawai negeri Sipil Republik Indonesia tahun 1968.

  Menurut prakteknya, pekerja itu dapat dibagi sebagai berikut:

A. Pekerja Anak

  Anak ialah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun ke bawah dan tidak boleh menjalankan pekerjaan. Akan tetapi kenyataannya banyak anak menjalankan pekerjaan di sektor nonformal seperti: pedagang asongan, tukang semir, pemulung, penjual koran dan bekerja di perusahaan tertentu. Anak yang terpaksa bekerja adalah anak berumur 14 tahun, karena alasan sosial ekonomi bekerja untuk menambah penghasilan keluarga dan untuk dirinya sendiri.

  Ketentuan yang harus dipenuhi pengusaha yang mempekerjakan anak yang terpaksa bekerja sebagai berikut: a. Tidak boleh mempekerjakan lebih dari 4 jam sehari

  b. Tidak mempekerjakan pada malam hari c. Memberikan upah sesuai dengan peraturan pengupahan yang berlaku. d. Memelihara daftar nama, umur dan tanggal lahir, tanggal mulai bekerja dan jenis pekerjaan yang dilakukan.

  B. Pekerja Muda

  Orang muda adalah laki-laki maupun perempuan yang berumur 14 tahun hingga di bawah 18 tahun. Pekerja muda dapat menjadi pekerja, akan tetapi tidak dapat melakukan pekerjaan pada malam hari dan juga tidak boleh bekerja pada tempat yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya.

  C. Pekerja Wanita

  Pekerja wanita tidak dibenarkan menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya, demikian juga di tempat yang menurut sifat, tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesehatannya.

  D. Pekerja Dewasa

  Pekerja dewasa adalah laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 tahun sampai 55 tahun. Pekerja dewasa ini sudah dapat mandiri membuat perjanjian kerja dengan pengusaha yang mempekerjakannya, dan dia telah cakap secara hukum untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri. Artinya cukup bertindak sebagai subjek hukum dia tidaklah memerlukan bantuan orang lain (Darwin Print, 1994:35)

  Secara yuridis buruh adalah memang bebas, oleh karena itu prinsip Negara kita adalah bahwa tidak seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba.

  Secara sosiologis adalah tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup selain dari pada tenaganya itu, ia terpaksa bekerja pada orang lain.

  Perusahaan pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja yang harus dipenuhi oleh buruh.

  Proses yang biasanya dilakukan karena dianggap pekerjaan paling mudah dan tidak memerlukan tenaga besar, termasuk kategori buruh harian. Buruh harian adalah pekerja yang perhitungan upahnya berdasarkan jumlah hari ia bekerja. Selanjutnya adalah buruh pada proses yang termasuk ke dalam kategori buruh borongan. Buruh borongan adalah pekerja yang perhitungan upahnya berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan masing-masing. Proses yang kedua bisa dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki, tetapi pada umumnya adalah perempuan.

  Sedangkan perbandingan antara buruh perempuan dan laki-laki biasanya berimbang (Anne, 2003: 140).

  Dengan demikian segala sesuatu mengenai hubungan antara buruh dengan majikan itu diserahkan kepada kebijakan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan. Oleh karena itulah Pemerintah mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang bertujuan melindungi pihak yang lemah (Pranomo, 1998: 4).

  Antara pengertian buruh dan majikan dengan istilah pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja dan pengusaha terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut:

  1. Pekerja ialah tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja yang biasanya disebut “buruh bebas” misalnya :dokter yang membuka praktek, pengacara, petani yang menggarap sawahnya sendiri. Buruh bebas ini dapat dinamakan swa pekerja.

  2. Karyawan ialah setiap orang melakukan karya (pekerjaan): karyawan buruh, karyawan pengusaha, karyawan Angkatan Bersenjata dan lain-lain.

  3. Pengusaha ialah tiap orang yang melakukan suatu usaha (entrepreneur) 4.

  Majikan ialah seorang pengusaha dalam hubungan dengan buruh. Menurut Undang-undang tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, majikan ialah orang atau badan hukum yang memperkerjakan buruh dengan memberikan upah.

5. Buruh ialah orang atau badan hukum yang memperkerjakan buruh dengan member upah.

  Hubungan kerja ialah barang siapa bekerja pada majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian antara buruh dengan majikan dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.

  Kebanyakan kondisi di tempat buruh bekerja ditentukan oleh kekuatan dan pengaruh buruh di pasar tenaga kerja. Apabila persediaan tenaga kerja lebih besar daripada permintaan (demand) akan tenaga kerja, harga tenaga kerja menjadi murah/rendah. Maka supaya tidak merosot harus diadakan keseimbangan.

  Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti Serikat Buruh (labour

  Union) :

  “Pada dasarnya antara pekerja dan pengusaha bukanlah dua kekuatan yang memiliki perbedaan kepentingan sehingga harus saling memenangkan dengan suatu kekuatan. Tetapi justru sebaliknya, mereka saling membutuhkan dan bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan bersama. Salah satu perwujudan dari upaya itu adalah dibentuknya suatu organisasi para pekerja, yaitu serikat buruh.

  Serikat buruh merupakan serikat atau asosiasi untuk jangka waktu yang panjang dan berlangsung terus menerus dibentuk dan diselenggarakan dengan tujuan memajukan/mengembangkan kerja sama dan tanggung-jawab bersama baik antara para pekerja maupun antara pekerja dengan pengusaha. Jadi tujuannya dapat bersifat intern maupun ekstern. Intern, dalam rangka memajukan dan mengembangkan kerja sama dan tanggung-jawab para anggota serikat buruh. Ekstern, dalam hubungannya dengan kerja sama dan tanggung-jawab terhadap pengusaha maupun lingkungan lainnya.

2.3. Mempertahankan Hidup

  Kemauan dan kemampuan manusia untuk dalam lingkungan dan sekitarnya sebenarnya merupakan hal yang manusiawi sebagai penjelmaan dari daya piker mahluk yang sempurna. Hal seperti ini tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Pengertian mempertahankan hidup di sini adalah kemampuan seseorang untuk dapat bertahan hidup dari keadaan yang kurang menguntungkan di sekelilingnya.

  Timbulnya keinginan mempertahankan hidup adalah karena adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Faktor kesulitan antara lain : 1)

  Keadaan alam (cuaca, keadaan lingkungan) 2)

  Keadaan mahluk lain di sekitar kita 3)

  Keadaan diri sendiri “Semangat untuk tetap hidup”, dengan semangat inilah yang akan tumbuh kekuatan pantang menyerah dalam keadaan sesulit apapun. Motivasi inilah yang akan selalu menumbuhkan harapan dengan disertai sifat-sifat positif dan juga keberanian. Kepercayaan diri merupakan tenaga potensial yang harus tetap dijaga. Dengan kepercayaan diri akan timbul kekuatan untuk melaksanakan segala sesuatu dengan penuh keyakinan.

  Dalam mempertahankan hidup, belajar dari pengalaman sanagtlah berharga. Hampir seluruh materi pengajaran adalah kumpulan pengalaman. Pengalaman ini benar-benar sangat berharga baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Tidak ada yang membantah bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Selain itu dalam memperluas pengetahuan tentang mempertahankan hidup, tentu saja ada baiknya banyak belajar dari penduduk setempat tentang pengalaman, pengetahuan dan kebiasaannya (Adiyuwono, 1996: 9).

2.4. Pengupahan

2.4.1. Defenisi Upah, Kedudukan dan Fungsi

  Yang dimaksud dengan upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya (PP Nomor 8 Tahun 1981).

  Kedudukan dan fungsi upah adalah sebagai hak bagi para pekerja dan kewajiban bagi perusahaan yang merupakan sarana untuk memelihara dan meningkatkan kebutuhan hidup manusia, ditetapkan atas dasar nilai-nilai tugas seseorang pekerja dengan memperhatikan keseimbangan prestasi, kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan.

  Terdapat dua pandangan teori upah yang bisa diperbandingkan berkaitan dengan penelitian ini. Pertama, teori upah dalam perspektif Neo-klasik, disebut juga teori upah kompetitif dan kedua, teori upah nonkompetitif. Teori upah nonkompetitif berasal dari dua asumsi. Pertama, karena dipercaya ada hubungan antara upah yang makin tinggi dengan laba yang makin tinggi, atau asumsi kedua, karena ada perilaku tidak memaksimisasi (Fields dan Wolff, 1995: 107). Dalam perspektif nonkompetitif, ekonomi umumnya memilih asumsi yang pertama dan merumuskan teori upah alternatif, misalnya teori upah efisiensi, model ancaman serikat pekerja, atau model keseimbangan dengan pengangguran. Teori upah efisiensi merupakan salah satu landasan mikro ekonomi kelompok Post Keynesian. Teori ini member landasan bahwa akan selalu ada pengangguran terpaksa (involuntaryunemployment) dan adanya industry fixed effect yang menyebabkan ketegaran upah, karena baik industry yang berupah tinggi maupun yang brupah rendah ternyata tidak melakukan penyesuaian, tetapi cenderung mempertahankannya.

  Bukti-bukti adanya perbedaan upah antar industri diawali oleh Slichter (Slichter, 1950: 83), yang menunjukan bahwa selama 20-30 tahun struktur upah antar industri relatif tidak berubah. Penelitian Slichter diulangi oleh Allen (Allen, 1995: 307), dengan memperpanjang jarak waktu pengamatan korelasi struktur upah tersebut sampai 100 tahun.

  Sejalan dengan temuan-temuan empiric itu, berkembang pula teori-teori yang berusaha menjelaskan fenomena perbedaan upah antarindustri tersebut. Salah satu penjelasan mengapa industry bersedia memberikan upah di atas harga yang seharusnya berlaku adalah terjadinya semacam bagi rente (rents sharing hypothesis) antara pengusaha dan pekerja. Pengusaha memberikan upah lebih tinggi daripada harga yang berlaku dan pekerja memberikan upaya (effort)lebih baik. Akibatnya, produktifitas dan output akan meningkat.

  Tingkat upah di dalam setiap pasar tenaga kerja ditentukan kekuatan ekonomi yang berlawanan dari buruh dan majikan. Apabila buruh meningkatkan kekuatan ekonominya dengan cara bertindak bersama-sama melalui serikat-serikat buruhnya sebagai bargaining agent, maka mereka dapat meningkatkan upah mereka.

  Baik karyawan maupun majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Dalam batas-batas harga tersebut tingkat upah ditentukan kekuatan economic bargaining kedua belah pihak. Buruh individual yang berkekuatan lemah harus menerima tingkat upah yang terendah. Sebaliknya serikat buruh dapat menggunakan kekuatan ekonominya yang lebih besar untuk menuntut tingkat upah yang lebih tinggi.

  2.4.2. Status Pekerja dan Sistem Pengupahan

  Pada dasarnya sistem pengupahan dapat ditetapkan menurut waktu atau berdasakan upah potongan atau borongan atau kombinasi-kombinasinya. Dengan demikian jelas sistem pengupahan tidak boleh dikaitkan dengan status atau kedudukan pekerja.

  Mekanisme penetapan upah pada dasarnya ditentukan melalui : a. Perjanjian kerja b.

  Peraturan perusahaan c. Kesepakatan kerja bersama

  d. Apabila ada perselisihan ditetapkan melalui P4 Daerah atau P4 Pusat

  2.4.3. Upah Minimum

  Adapun fungsi upah minimum adalah: A. Sebagai jaringan pengamanan B. Untuk menangkat taraf hidup dan martabat golongan penerima upah terendah C. Untuk pemerataan pendapatan dalam upaya mewujudkan keadilan sosial dalam penetapan upah minimum perlu diperhatikan berbagai hal, seperti : a.

  Kemampuan perusahaan b.

  Keadaan perekonomian daerah atau nasional c. Tingkat pengupahan di sektor atau nasional d. Tingkat pengupahan di sektor atau sub sector sejenis di suatu wilayah atau wilayah yang berdekatan

2.5. Kesejahteraan Sosial

2.5.1. Definisi Kesejahteraan Sosial

  Kesejahteraan sosial sering diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan umum. Namun ada baiknya jika kata tersebut dipilah, yaitu kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah sejahtera artinya aman, sentosa, makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan, keselamatan, ketentrataman, kesenangan hidup, dan kemakmuran. Di dalam kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, dan sosial tertentu saja.

  Menurut Walter A. Friedlander, kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.

  Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

  PBB mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu -individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.

  Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial, keuangan, kesehatan, dan rekreasi semua individu dalam masyarakat. Kesejahteraan sosial berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpe memandang status sosial setiap individu. Ketika institusi lain dalam masyarakat, seperti ekonomi pasar atau keluarga, pada suatu waktu gagal memenuhi kebutuhan dasar individu atau kelompok masyarakat, maka dibutuhkan bentuk pelayanan sosial untuk membantu mereka. Istilah kesejahteraan sosial telah lama dikenal di Indonesia, bahkan konsep kesejahteraan sosial telah ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda walaupun substansinya tetap sama dan mencakup tiga konsepsi, yaitu:

  1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.

  2. Institusi, bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

  3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera. Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat kehidupan (levels of living), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment), kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human development).

  Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik secara fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, dan kehidupan spiritual agar terwujud kehidupan yang layak dan bermartabat.

2.6. Regulasi dan Kontrol terhadap Relasi Kerja Subkontrak

  Hubungan sub kontrak diatur didalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana dalam pasal 64 ditegaskan, “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa buruh yang dibuat secara tertulis”. Dengan demikian, pada pola relasi yang terbentur dalam kasus, sub kontraktor adalah “pemborong pekerjaan” dan sekaligus juga dapat dikategorikan sebagai agen penyedia buruh murah.

  Selain dikategorikan sebagai hubungan pemborongan-pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja, relasi antara principal dan subkontraktor dalam kasus dapat disebut juga sebagai hubungan kerja atau hubungan buruh-majikan. Relasi kerja, menurut KUHPa buku III bab 7A, didefinisikan sebagai hubungan orang yang bekerja pada pihak lain yang menerima upah dari pihak lain itu.

  Hal lain dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang harus mendapat perhatian sehubungan dengan “relasi buruh-majikan informal” adalah pasal 63 ayat (1) dan (2). Isi pasal ini membolehkan perjanjian paruh waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, dan memberikan alternatif bagi pengusaha, termasuk pengusaha besar untuk membuat surat pengangkatan bagi buruh sebagai pengganti surat perjanjian kerja. Surat pengangkatan ini akan sangat merugikan buruh karena: pertama, didalamnya tidak tercantum secara tegas hak dan kewajiban bagi pengusaha maupun buruh. Surat pengangkatan hanya menegaskan identitas buruh, jenis pekerjaan, dan besar upah ketika pertama kali mulai bekerja.

  Regulasi yang memandang usaha-usaha kecil subkontraktor sebagai usaha kecil independen mungkin harus ditinjau kembali karena berimplikasi terhadap kelangsungan relasi antara principal dan subkontraktol. Maksudnya adalah relasi ini hanya di pandang sebagai “kerjasama yang setara” antara dua pengusaha independen. Jika hal ini terus berlangsung, maka kaum buruh dalam pabrik subkontraktor “yang berlandaskan relasi informal” akan terus berada dalam kondisi “ada” (exist).

  Pola relasi sosial dan produksi yang terbangun dalam hubungan informal ini memberikan jaminan secara sosial-ekonomi bagi para buruh dan subkontraktor untuk tetap memperoleh pekerjaan, dengan berbagai aturan atau kedisiplinan yang relatif lebih longgar dibandingkan dengan hubungan formal pada usaha-usaha besar. Oleh karena itu, kondisi yang di pandang timpang dari sudut pandang ekonomi, dalam hal pertukaran sumber daya dan distribusi keuntungan, justru di pandang sebagai hal yang wajar dan tidak bisa diubah oleh buruh. Kondisi timpang tersebut dianggap setara dengan jaminan ekonomi yang mereka terima dari subkontraktor. Hal ini yang menyebabkan ketidak puasan buruh tidak pernah pecah menjadi perselisihan terbuka.

  Kestabilan hubungan antara subkontraktor dan buruh-buruhnya berdasarkan pada hubungan ketergantungan sosial-ekonomi satu dan lainnya. Hubungan dianatara mereka berdasarkan pada kewajiban dan interaksi timbale-balik. Dimensi hubungan kekuasaan (power relation) yang terkandung dalam relasi buruh-majikan dapat dikategorikan sebagai hubungan patron-client.

  Majikan sebagai patron memberikan jaminan sosial-ekonomi dan buruh sebagai client memberikan pengabdian. Mengacu pada scott, apabila client dapat membatalkan hubungan dengan patron-nya, maka hubungan kekuasaan diantara keduanya relatif berimbang. Hal ini terjadi pada buruh yang bukan kerabat.

  Sebaliknya, bagi buruh yang memiliki ikatan kekerabatan sulit untuk memutuskan hubungan tersebut. Artinya, hubungan kekuasaan antara subkontraktor dengan buruh yang memiliki hubungan kekerabatan relatif tidak berimbang. Kemudian juga, tradisi hubungan patron-client dalam kerangka relasi buruh-majikan di dalam struktur desentralisasi produksi, merupakan kondisi yang justru menguatkan mekanisme.

  Meskipun demikian, kedekatan hubungan antar buruh seperti ini merupakan modal sosial untuk kelangsungan hidup buruh tersebut. Komunitas sebagai social

  

savety net selalu menjadi andalan individu maupun kelompok miskin. Ada berbagai

  istilah untuk menunjukkan jaminan sosial-ekonomi jenis ini, yaitu coping strategies, coping mechanism, dan jaminan sosial informal/tradisional.

  Untuk kepentingan praktis, ruang lingkup strategi dan mekanisme bertahan secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok (Cook, dkk: 2003) yakni :

  1. Penilaian terhadap strategi produksi yaitu penilaian yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan sumber sarana sehingga bisa meningkatkan pendapatan para buruh dalam meningkatkan kesejahteraannhya.

  2. Penilaian terhadap strategi konsumsi yaitu penilaian yang lebih dititikberatkan pada pengurangan pengeluaran untuk konsumsi secara kualitas dan kuantitas, apakah sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan atau tidak.

  3. Penilaian terhadap strategi relasi/jaringan yaitu penilaian terhadap pengembangan jaringan sosial yang dekat atau sumber daya eksternal, yaitu komunitas-komunitas yang terdiri dari kerabat, teman dan tetangga serta organisasi non-pemerintah dan organisasi pemerintah.

  4. Penilaian terhadap pengaruh (impact), yaitu penilaian yang mencakup dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu strategi.

  Semua konsep ruang lingkup strategi dan mekanisme bertahan yang telah dipaparkan diatas bertujuan untuk menghadapi kesulitan ekonomi buruh di Indonesia.

2.7. Peranan Pemerintah dalam Mengatur Ketenagakerjaan Pemerintah

  Pemerintah turut berperan dalam mengatur masalah Perburuan/Ketenagakerjaan. Mahalan peran itu sedemikian besar yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja.

  Peran itu meliputi : 1. Pengawas Ketenagakerjaan

  Bidang Pengawas Ketenagakerjaan bertugas untuk mengawasi kemungkinan terjadinya pelanggaran ketentuan-ketentuan normative, peraturan Ketenagakerjaan.

  Oleh karena itu bidang ini sekaligus menjadi atas terjadinya pelanggaran- pelanggaran tersebut yang berdimensi pidana.

  2. Syarat-syarat dalam hubungan kerja Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi juga berperan menentukan syarat-syarat kerja dan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Untuk itu Kementrian Tenag Kerja dan Transmigrasi bertugas mengawasi perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, peraturan perusahaan yang dibuat, dan lain-lain.

  3. Penyediaan dan penggunaan Tenaga Kerja Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga berfungsi untuk menyediakan Tenaga Kerja yang diperlukan oelh suatu perusahaan.

4. Pengembangan dan perluasan kerja 5.

  Pembinaan keahlian dan kejuruan Tenaga Kerja Misalnya dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Balai Latihan Kerja 6.

  Pembinaan norma-norma Kesehatan Kerja 7. Penyelesaian perselisihan perburuhan 8. Pengusutan/Penyidikan atas pelanggaran peraturan ketenagakerjaan

  (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi)

2.7.1. Pengaturan Waktu Kerja

  Undang-undang No. 12/19 tahun 1984 mengatur waktu kerja bagi para buruh selama tujuh (7) jam sehari atau sekitar 40 dalam satu minggu. Dalam hal pekerjaan itu berbahaya bagi kesehatannya atau keselamatan buruh,maka waktu kerja itu tidak boleh lebih dari enam (6) jam sehari atau 35 jam dalam seminggu. Akan tetapi dalam prakteknya ketentuan ini belum berjalan sebagaimana mestinya, karena masih ada perusahaan yang mempekerjakan buruh/pekerjanya lebih dari tujuh (7) jam sehari.

  Undang-undang No. 12 tahun 1984 juga mengatur, bahwa setelah menjalankan pekerjaan selama empat (4) jam terus menerus, kepada buruh harus diadakan waktu istirahat sedikit-sedikitnya setengah jam lamanya. Waktu istirahat ini tidak termasuk jam kerja. Dan dalam satu (1) minggu buruh maksimum hanya bekerja selama enam (6) hari kerja. Dalam prakteknya adakalanya pengaturan waktu istirahat ini diatur secara bergilir, sehingga jalannya perusahaan dapat berlangsung terus.

2.7.2. Outsoursing Outsoursing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber.

  Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsoursing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B.

  Pola perjanjian kerja dalam bentuk outsoursing secara umum adalah ada beberapa pekerjaan kemudian diserahkan ke perusahaan lain yang telah berdandan hukum, dimana perusahaan yang satu tidak berhubungan secara langsung dengan pekerja tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau pengerah tenaga kerja.

  Pendapat lain menyebutkan bahwa outsoursing adalah pemberian pekerjaan dari satu pihak kepada pihak lainnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :

  1. Mengerahkan dalam bentuk pekerjaan. Misalnya : PT. Panamas sebagai pemberi kerja, menyerahkan pekerjaannya kepada PT. Putra untuk melaksanakan pekerjaan pengantongan pupuk.

  2. Pemberian pekerjaan oleh pihak I dalam bentuk jasa tenaga kerja. Misalnya : PT. Sampoerna yang menyediakan jasa tenaga kerja yang ahli untuk dapat bekerja di PT. Musim Mas.

  Model outsoursing dapat dibandingkan dengan bentuk perjanjian pemborongan bangunan walaupun sesungguhnya tidak sama. Perjanjian pemborongan bangunan dapat disamakan dengan sistem kontrak biasa sedangkan outsoursing sendiri bukanlah suatu kontrak. Buruh dalam perjanjian pemborongan bangunan dapat disamakan dengan pekerja harian lepas seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR : PER. 06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas adalah pekerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan dapat berubah-ubah dalam hal waktu maupun volume pekerjaan dengan menerima upah yang didasarkan atas kehadiran pekerja secara harian.

  Perjanjian pemborongan bangunan akan berakhir anatara pengusaha dengan pekerja apabila obyek perjanjian telah selesai dikerjakan. Misalnya pembangunan jembatan, dalam hal jembatan telah selesai maka masa bekerjanya pun menjadi berakhir kecuali jembatan tersebut belum selesai dikerjakan. Sedangkan dalam outsoursing masa bekerja akan berakhir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan antara pengusaha dengan perusahaan penyediaan jasa tenaga kerja.

  Upah yang diperoleh oleh pekerja outsoursing biasanya dalam bentuk Upah Minimum Provinsi (UMP). Walaupun ada kenaikan upah setiap tahun, hal tersebut dikarenakan adanya perubahan peraturan daerah tentang UMP untuk penyesesuain saja.

  Kehendak untuk mendapatkan upah yang layak, jauh dari harapan pekerja outsoursing. Untuk pekerja tetap saja belum tentu mendapat upah yang layak. Namun paling tidak ada kreteria dalam penentuan skal upah, misalnya melalui penjenjangan upah.

  Demikian juga terhadap tabungan pensiuan tidak mungkin akan didapatkan oleh pekerja outsoursing, walaupun mereka selalu memperpanjang perjanjian dari waktu ke waktu. Oleh karena itu perlu ada ketegasan dalam peraturan perundang- undangan bahwa setelah kontrak pertama atau kedua berakhir, pekerja outsoursing harus diangkat menjadi pekerja tetap pada perusahaan tersebut.

2.8. Kerangka Pemikiran

  Krisis ekonomi dan keuangan pada tahun 1997 ternyata merupakan awal dari krisis multidimensi yang gelombangnya sangat panjang dan berdampak luas, sehingga mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat terus melambung. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi krisi tersebut, namun tidak membuahkan hasil yang maksimum. Dalam kondisi belum pulihnya perekonomian nasional, pada tahun 2008 perekonomian dunia dilanda krisis global yang berawal dari Amerika Serikat, dimana terjadi penurunan daya beli masyarakat yang pada gilirannya menurunkan produksi sektor industry yang berimbas pada kebijakan PHK serta posisi tawar buruh yang demikian rendah sebagai akibat ketidak seimbangan antara penawaran dengan permintaan tenaga kerja.

  Penetapan upah minimum yang rendah dan kemungkinan perusahaan tempat buruh bekerja tidak melaksanakan ketetapan upah minimum menjadikan buruh dan keluarganya mengalami kesulitan dalam mempertahankan hidup. Hal ini terjadi karena rendahnya upah juga diikuti oleh laju inflasi yang cukup tinggi, sehingga keluarga buruh menghadapi masalah ketidak seimbangan antara upah yang menjadi sumber utama pendapatan keluarga dengan biaya hidup yang semakin tinggi.

  Kondisi khusus terjadi pada buruh yang bekerja di PT. Putera Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar, dimana kebijakan upah minimum disesuaikan dengan ketetapan upah minimum yang berlaku di Kota Pematang Siantar, sementara di PT. Putera Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar terletak dalam kawasan Kota Pematang Siantar. Namun demikian buruh dan keluarganya senantiasa melakukan upaya untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah kesulitan yang ada melalui berbagai strategi tertentu, baik strategi yang terkait dengan produksi, konsumsi maupun dengan menggunakan relasi atau jaringan yang ada, baik keluarga, organisasi non Pemerintah maupun organisasi Pemerintah sehingga mendapatkan akses terhadap pelayanan sosial maupun pemberdayaan masyarakat miskin. Dengan menerapkan strategi tersebut buruh dan keluarganya dapat bertahan hidup, dalam arti terpenuhinya kebutuhan pokok, pendapatan keluarga bertambah, terpenuhinya pendidikan untuk anak, jaminan pemeliharaan kesehatan dan hari tua dan memiliki tempat tinggal dan fasilitas rumah yang layak.

  Kondisi ekonomi buruh dan keluarganya yang sulit dan strategi yang diterapkan dalam mempertahankan hidup sehingga tercapai kondisi kehidupan tertentu sebagai mana telah dipaparkan di atas dan dapat digambarkan secara skematis dalam bentuk bagan alir pikiran sebagai berikut :

Gambar 2.1 Bagan Alir Pikiran

  

Krisis Ekonomi

Kesulitan Ekonomi

Keluarga Buruh

  Strategi Mempertahankan Hidup:  Strategi Produksi  Strategi Konsumsi

   Relasi/Jaringan:

  o Kerabat, Tetangga, Rekan kerja o Organisasi non Pemerintah o Organisasi Pemerintah

   Pendapatan keluarga bertambah  Terpenuhinya kebutuhan pokok  Terpenuhinya pendidikan anak  Jaminan pemeliharaan kesehatan dan hari tua  Memeliki tempat tinggal dan fasilitas rumah yang layak

2.9. Defenisi Konsep

  Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 3). Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna dari konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut definisi konsep. Secara sederhana definisi diartikan sebagai batasan arti (Siagian, 2011: 138).

  Penelitian yang dimaksud untuk mengetahui upaya buruh di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar dalam memepertahankan hidupnya, oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka penulis merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang dipergunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian.

  Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

  1. Strategi diartikan sebagai suatu rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran atau tujuan khusus. Strategi di sini adalah suatu cara yang dilakukan manusia untuk menghadapi masalah dan tantangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga keluarga nya

  2. Buruh adalah orang yang bekerja di bawah perintah orang lain, dengan menerima upah karna melakukan pekerjaan di perusahaan, dengan sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain

  3. Mempertahankan hidup adalah usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan, papan dan kesehatan

  4. Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang, yang di tetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.

2.10. Defenisi Operasional

  Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dari konsep- konsep yang mengambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi,2009:120).

  Defenisi operasional sering disebut sebagai proses opersasionalisasi konsep, yang berarti menjadi konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep sudah bersifat dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian,2011:141).

  Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

  1. Variabel Bebas (independent Variable) Variabel bebas (x) adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut sebagai variabel terikat.

  Tanpa variabel ini maka variabel berubah sehingga akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain atau bahkan sama sekali tidak ada yang muncul (Nawawi,1995 :57). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategi atau upaya buruh dalam mempertahankan hidup, meliputi : a.

  Strategi produksi, yang dilihat dari aktivitas rumah tangga dalam memperoleh pendapatan tambahan seperti melalui perluasan anggota keluarga yang terlibat dalam aktivitas ekonomi dalam upaya menambah pendapatan keluarga.

  b.

  Strategi konsumsi, yang dilihat dari segi perilaku konsumsi, seperti pemeilihan bahan, kuantitas, kualitas (termasuk merek) bahan-bahan konsumsi rumah tangga, baik pangan, pendidikan anak, maupun sandang.

  c.

  Strategi relasi atau jaringan dilihat dari penggunaan jaringan yang ada, baik jaringan kerabat, tetangga , rekan kerja, organisasi non pemerintah maupun organisasi pemerintah dalam rangka memperoleh akses terhadap kebijakan atau program yang diperuntukkan dalam membantu atau pemberdayaan masyarakat miskin.

  2. Variabel Terikat Variabel terikat (Y) adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1995 :57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan buruh dalam mempertahankan hidup melalui upaya yang dilakukannya, meliputi :

1. Pendapatan bertambah 2.

  Terpenuhinya kebutuhan pokok 3. Penididikan untuk anak

  4. Jaminan kesehatan dan hari tua 5.

  Memiliki tempat tinggal dan fasilitas perumahan yang layak

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015

0 4 8

I. KETERANGAN WAWANCARA - Pemilihan Anti Nyamuk Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pendapatan dan Perilaku serta Keluhan Kesehatan pada Keluarga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pemilihan Anti Nyamuk Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pendapatan dan Perilaku serta Keluhan Kesehatan pada Keluarga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015

0 0 28

BAB II KEBIJAKAN POLITIK PANGAN SBY-BOEDIONO 2009-2014 A.Sejarah Perkembangan Kebijakan Politik Pangan di Indonesia - Analisis Kebijakan Politik Pangan SBY-Boediono Tahun 2009-2014

0 0 46

BAB I Pendahuluan A. Latar belakang - Analisis Kebijakan Politik Pangan SBY-Boediono Tahun 2009-2014

0 0 23

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Singkat Labuhan Batu - Peningkatan Kualitas Perempuan di Parlemen (Studi Kasus : Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2014-2019)

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Peningkatan Kualitas Perempuan di Parlemen (Studi Kasus : Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2014-2019)

0 0 37

II.1 Sistem Informasi - Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 18

Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 9

Pertanyaan Kuisioner STRATEGI BURUH DALAM MEMPERTAHANKAN HIDUP (Studi kasus di PT.Putera Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari

0 0 12