BAB II TANGGUNG JAWAB PIHAK BANK TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI NASABAH JIKA TERJADI KEHILANGAN ATAU KERUSAKAN BARANG YANG DISIMPAN DALAM SAFE DEPOSIT BOX DI PT. BANK PANIN CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI - Perlindungan Konsumen Atas Penyimpanan Barang Di S

  

BAB II

TANGGUNG JAWAB PIHAK BANK TERHADAP KERUGIAN YANG

DIALAMI NASABAH JIKA TERJADI KEHILANGAN ATAU KERUSAKAN

BARANG YANG DISIMPAN DALAM SAFE DEPOSIT BOX DI PT. BANK PANIN CABANG PEMBANTU TEBING TINGGI

Prinsip kehati-hatian bank dalam melaksanakan fasilitas Safe Deposit Box.

A. Pasal 2 UU No 7 tahun 1992 menetapkan bahwa Perbankan Indonesia dalam

  melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Melihat banyaknya terjadi pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian didalam perbankan nasional memperlihatkan bahwa pelaksanaan prinsip ini sangat diperlukan dalam menjalankan usaha perbankan itu sendiri. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bukan hanya menyangkut mengenai pemberian kredit, tetapi terdapat juga pelanggaran lain yang terjadi namun tidak mendapat perhatian khusus oleh pemerintah atau pengawas perbankan yaitu dalam pemberian jasa Safe Deposit Box kepada para nasabah.

  Dalam penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi ekonomi ini tersimpul dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dari penjelasaan ini ditegaskan kembali bahwa Perbankan Indonesia didalam menjalankan usahanya. Menurut Rochmat Soemitro “pembangunan di bidang ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi menentukan masyarakat harus memegang peran aktif dalam kegiatan pembangunan, memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha”. Salah satu bentuk wujud demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah dengan adanya beberapa prinsip yang hadir didunia perbankan.

  Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential

  

principle ), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah

   (know how costumer principle).

  1. Prinsip Kepercayaan (fiduciary relation principle) Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

  2. Prinsip Kehati-hatian (prudential principle) Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

44 Hukum Perbankan: Asas dan Prinsip Perbankan

  3. Prinsip Kerahasiaan (secrecy principle) Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A

  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutang Negara (UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.

  4. Prinsip Mengenal Nasabah (know how costumer principle) Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas

  

illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga

keuangan.

  Kehati-hatian yang berasal dari kata “hati-hati” (prudent) jika dikaitakan dengan fungsi pengawasan bank dan manajemen bank mempunyai kaitan yang erat.

  

Prudent dapat juga diterjemahkan dengan bijaksana, namun dalam dunia perbankan

   istilah itu dapat juga digunakan dengan hati-hati atau kehati-hatian (prudential).

  Jadi prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan

  

  padanya. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasas demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Maka berdasarkan hal ini, jelas bahwa dalam menjalankan usahanya, perbankan wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian.

  Selain didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, penegasan dalam menggunakan prinsip kehati-hatian ini juga diatur didalam Pasal 29 ayat (2), (3), (4) Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

  

  1992 tentang Perbankan yaitu: (2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. (3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha launnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan danannya kepada bank. (4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

46 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 29.

  Penegasan pasal-pasal tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan prinsip ini sangat penting dan bank wajib menjunjung penggunanya dalam melakukan fungsi bank itu sendiri, sehingga segala perbuatan dan kebijaksanaan yang harus dilakukan oleh pihak bank senantiasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

  Dalam judul Bab V Undang-Undang Perbankan yang terdiri dari Pasal 29 sampai dengan Pasal 37B, maka Pasal 29 merupakan pasal yang masuk dalam lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan prudent banking merupakan

  

  bagian dari pembinaan dan pengawasaan bank. Prinsip kehati-hatian (prudential

  

principle ) dalam sebuah perbankan dapat digunakan secara tidak langsung oleh bank

  demi menjaga kepentingan para nasabahnya yang dimana nasabah ini adalah bagian dari konsumen yang memakai jasa-jasa bank. Kebijakan dalam penggunaan prinsip merupakan upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang lebih mengarah untuk mencegahnya resiko kerugian yang dialami nasabah dalam kebijakan dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.

  Didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memang tidak memberikan pengertian dan penjelasan secara pasti mengenai prinsip kehati-hatian. Namun didalam Pasal 25 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 menegaskan 2 hal mengenai prinsip ini yaitu:

  1. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.

  2. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

  Ketegasan Bank Indonesia terhadap prinsip ini memperihatkan bahwa segala kegiatan usaha perbankan hendaknya dilakukan dengan penerapan prinsip ini. Fungsi perbankan dalam perekonomian suatu negara berpedoman pada ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Selain dalam menghimpun dan penyalur dana masyarakat, perbankan juga memiliki banyak bentuk jasa-jasa yang diberikan kepada masyarakat misalnya, penciptaan uang, mendukung kelancaran mekanisme pembayaran, mendukung kelancaran transaksi nasional, dan menyimpan barang- barang berharaga.

  Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box).

  Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa

  

deposit box . Bank memiliki beberapa keuntungan, jika terdapat nasabah yang

  memakai jasa safe deposit box tersebut, yaitu bank mendapat biaya sewa, adanya uang jaminan yang menginap dan yang lain adalah sebagai wujud pelayanan bank

   terhadap nasabah.

  Perlunya bank-bank memegang prinsip kehati-hatian dalam penyewaan safe

  

deposit box adalah untuk memastikan bahwa peran bank sebagai pihak pemilik safe

deposit box dan penyimpan safe deposit box tersebut tidak mengganggu operasional

  kegiatan usaha perbankan yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Jangan sampai fungsi bank tersebut dapat merusak citra bank sendiri atau bank justru memperoleh risiko- risiko baru yang tidak dapat dikontrol oleh bank tersebut. Selain dari pada itu, perlunya bank menerapkan prinsip kehati-hatian adalah untuk melindungi nasabah yang memakai produk bank tersebut.

  49

B. Perjanjian Penyimpanan Barang Safe Deposit Box Di PT. Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi.

  Berdasarkan Pasal 1313 BW suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

  Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan

  

  

  suatu hal. Maka dari pengertian ini, terdapat tiga unsur yang terkandung yaitu: 1.

  Perbuatan Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika dibarengi dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak.

  2. Satu orang atau lebih satu orang lain atau lebih Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadapan-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok dan pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

  3. Mengikatkan dirinya Didalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu ke pada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

  Syarat sahnya perjanjian tertuang didalam Pasal 1320 BW yaitu: 1.

  Adanya kesepakatan yang mengikatkan dirinya J.Satrio, menyatakan kata sepakat sebagai persesuian kehendak antara dua orang dimana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan.

  Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena 50 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 2001), hlm. 36. kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti

  

  pihak lain. Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kehilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawanya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut, adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.

  2. Cakap untuk membuat perikatan.

  Para pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian.

  Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan: a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang diaruh dibawah pengampuan c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.

  3. Suatu hal tertentu

  Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri biasa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan, jika tidak maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentuka hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4. Suatu sebab atau kausa yang halal

  Yang dimaksud dengan sebab atau kausa bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan

   bersama yang hendak dicapai oleh para pihak.

  Syarat pertama dan kedua menyangkut subjek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai objek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai objek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.

  Jika dikaji lebih dalam perjanjian memiliki banyak bentuk, maka para ahli melakukan pembagian jenis-jenis perjanjian jika dilihat dari sumber hukumnya,

  

  namanya, bentukya, aspek kewajibanya, maupun aspek laranganya: 1.

  Kontrak Menurut Sumbernya Kontrak berdasarkan sumbernya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Menurut Sudikno Mertokusumo menggolongkan

  

  perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya, membagi dalam lima macam, yaitu: a.

  Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan; b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya : peralihan hak milik; c.

  Perjanjian oblihatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban; d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara yang disebut dengan

  “bewijsovereenkomst”; dan e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan

  “publiekrechtelijk overeenkomst” 2. Kontrak Berdasarkan Namanya.

  Kontrak berdasarkan namanya tercantum didalam Pasal 1319 KUHPerdara dan Artikel 1355 BW, yang dimana berdasarkan Pasal tersebut dibagi menjadi dua macam kontrak yaitu kontrak Nominaat (bernama) dan kontrak Innominat (tidak bernama). Kontrak Nominat diatur didalam Pasal 1319 KUHPerdata.

  Salah satu bentuk kontrak nominat adalah sewa menyewa yang terdapat dalam

  Pasal 1548 sampai 1600 KUHPerdata. Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, 54 Adi Saputra, “Perjanjian Safe Deposit Box Ditinjau Dari Hukum Perdata Dan Hukum

  

Perlindungan Konsumen (Pada PT. Bank Sumatera Utara)”, Skripsi, Ilmu Hukum, Universitas

Sumatera Utara, 2006, hlm. 20. 55 Sudikno Mertokusumo, ”Mengenal Hukum (suatu pengantar)”, (Yogyakarta: Liberty), hlm.

  dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang terakhir (Pasal 1548 KUHPerdata). KUHPerdata tidak membatasi bentuk perjanjian sewa-menyewa yang dibuat oleh para pihak, maka perjanjian sewa menyewa dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan lisan.

  Didalam KUHPerdata terdapat Hak dan Kewajiban dari para pihak : 1.

  Hak dan Kewajiban dari pihak yang menyewakan: a.

  Menerima harga sewa yang telah ditentukan.

  b. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa Pasal 1550 ayat (1) KUHPerdata.

  c.

  Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud Pasal 1550 (2) KUHPerdata.

  d. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan Pasal 1550 (3) KUHPerdata.

  e.

  Melakukan pembetulan pada waktu yang sama Pasal 1551 KUHPerdata.

  f.

  Menanggung cacat dari barang yang disewakan Pasal 1552 KUHPerdata.

  2. Hak dan Kewajiban Penyewa: a.

  Menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik; b.

  Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, artinya kewajiban memakainya seakan barang itu kepunyaanya sendiri; c.

  Membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan Pasal 1560 KUHPerdata; d.

  Penyewa bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan pada barang yang disewakan selama waktu sewa, kecuali jika membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya Pasal 1564 KUHPerdata; e. Penyewa bertanggungjawab atas kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan pada barang sewa oleh mereka yang mengambil alih sewanya Pasal 1566

  KUHPerdata.

  Resiko atas musnahnya barang diluar kesalahan pada masa sewa, perjanjian sewa-menyewa itu batal demi hukum dan yang menanggung resiko atas musnahnya barang tersebut adalah pihak yang menyewakan (Pasal 1553 KUHPerdata). Artinya pihak yang menyewakan yang akan memperbaikinya dan menanggung segala kerugiannya. Jika barang yang disewakan hanya sebagian yang musnah, maka penyewa dapat memilih menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa atau akan meminta pembatalan perjanjian sewa-menyewa (Pasal 1553

56 KUHPerdata).

  Perjanjian sewa-menyewa safe deposit box sebagai produk perbankan secara umum mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.

  Pasal 6 butir (h) Undang-Undang Perbankan 1992 menyebutkan bahwa bank umum menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau surat berharga. Kemudian Undang-Undang Perbankan 1992 dirubah dengan diundangkannya Undang-Undang Perbankan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1992 tentang Perbankan. Perubahan tersebut tidak menyeluruh, namun hanya bagian-bagian tertentu saja. Dalam hal ini Pasal 6 butir (h) Undang-Undang Perbankan 1992 termasuk yang tidak dirubah sama sekali.

  Apabila diperhatikan ketentuan ini tidak memberikan ketegasan mengenai jenis perjanjian dari usaha perbankan yang dimaksud. Ketentuan Pasal 6 butir (h) Undang-Undang Perbankan 1992 merupakan perkembangan yang tergolong baru. Sebelumnya Pasal 23 ayat (8) Undang-Undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 menyebutkan bahwa bank umum menyewakan tempat menyimpan barang-barang berharga. Namun dengan adanya Undang-Undang Perbankan 1992, maka Undang-

   Undang Perbankan 1967 dicabut dan tidak berlaku lagi.

  Melihat Pasal yang berhubungan dengan safe deposit box didalam Undang- Undang Perbankan, jelas bahwa safe deposit box tidak diatur oleh undang-undang tersendiri atau suatu peraturan tersendiri. Sedangkan Undang-Undang Perbankan 57 Widodo, “Pelaksanaan Penyelenggaraan Safe Deposit Box Pada PT.Bank Rakyat Indonesia

  1998 sifatnya hanya sebagai dasar hukum penyelenggaraanya. Sehingga pelaksanaan

  

safe deposit box diserahkan sepenuhnya kepada bank umum penyelenggara yang

bersangkutan.

  Perjanjian Safe Deposit Box secara umum memiliki hubungan yang erat dengan ketentuan Bab VII Buku III KUHPerdata tentang perjanjian sewa-menyewa.

  Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.

  Sewa menyewa seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian lain pada umumnya adalah merupakan perjanjian konsensul, yang berarti bahwa perjanjian tersebut sudah dikatakan sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Oleh karena diserahkan si penyewa adalah bukan hak milik atas barang, melainkan hanya hak pakai dan pemungutan hasil dari barang tersebut, maka di Negeri Belanda semua ahli hukum berpendapat bahwa, yang dapat menyewakan barang tidak hanya pemilik barang melainkan semua orang yang berdasarkan atas suatu hak berkuasa untuk memindahkan pemakaian

   barang ke tangan orang lain. Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box yang dilakukan PT. Bank Panin, Tbk Cabang Pembantu Tebing Tinggi dengan nasabah berpedoman dan mengacu pada “Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box (SDB)”, yang dimana perjanjian tersebut dibuat standard sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa

  

safe deposit box merupakan perjanjian baku. Pada perjanjian sewa-menyewa safe

deposit box di PT. Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing memuat 12 (dua belas)

  Pasal yang dimana tiap-tiap Pasal terurai sebagai berikut:

   1.

  Pasal 1 berisi mengenai Fasilitas Sewa Menyewa Safe Deposit Box 2. Pasal 2 berisi mengenai Harga Sewa Menyewa 3. Pasal 3 berisi mengenai Jangka Waktu Sewa Menyewa 4. Pasal 4 berisi mengenai Uang Jaminan 5. Pasal 5 berisi mengenai Hak dan Kewajiban 6. Pasal 6 berisi mengenai Berakhirnya Perjanjian 7. Pasal 7 berisi mengenai Lain-lain 8. Pasal 8 berisi mengenai Kewajiban Penyewa Untuk Tunduk Kepada Segala Petunjuk dan Peraturan Bank 9. Pasal 9 berisi mengenai Pernyataan Penyewa 10. Pasal 10 berisi mengenai Pasal Tambahan 11. Pasal 11 berisi mengenai Pemberitahuan 12. Pasal 12 berisi mengenai Domisili Didalam KUHPerdata terdapat unsur-unsur perjanjian sewa-menyewa yang meliputi tiga hal yaitu:

1. Menyerahkan suatu barang untuk dinikmati 2.

  Selama waktu tertentu 3. Pembayaran suatu harga

  Dalam perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yang memenuhi unsur “Menyerahkan suatu barang dinikmati” yang terdapat dalam Pasal 1 Perjanjian Sewa-Menyewa Safe

  Deposit Box PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yaitu “ Fasilitas

Safe Deposit Box (SDB) adalah sebuat fasilitas yang disetujui untuk diberikan oleh

  Bank kepada Penyewa semata-mata untuk keperluan menyimpan dokumen, surat berharga, perhiasan, logam mulia, perhiasan, logam mulia, barang berharga lainnya berdasarkan ketentuan perjanjian ini” dan Pasal 2 “Penyewa dengan ini menerima naik pemberian Fasilitas Sewa Menyewa Safe Deposit Box diatas dari bank dengan

   diterimanya dua anak kunci Safe Deposit Box”.

  Selain unsur menyerahkan suatu barang dinikmati, dalam Perjanjian Sewa- Menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi juga memenuhi unsur “Selama Waktu Tertentu” yang terdapat dalam Pasal 3 Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box PT.Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yaitu “Perjanjian ini dibuat untuk jangka waktu…….tahun terhitung mulai tanggal…dan akan berakhir pada tanggal….dan akan diperpanjang secara otomatis untuk jangka waktu yang sama atau jangka waktu yang lain yang disepakati apabila telah dilakukan pembayaran harga sewa untuk jangka waktu tersebut. Dengan demikian Perjanjian ini tetap berlaku selama jangka waktu sewa masih diperpanjang

   dengan dibayarnya harga sewa sebagaimana mestinya”.

  Unsur lain dari perjanjian sewa-menyewa safe deposi box yang sesuai dengan unsur-unsur perjanjian sewa-menyewa berdasarkan KUHPerdata adalah “Pembayaran Suatu Harga” yang terdapat dalam Pasal 2 Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit

  

Box PT. Bank Panin Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi yaitu (1) ”Harga sewa

  yang harus dibayar oleh Penyewa kepada Bank adalah sebesar Rp…………(…………..) untuk masa …………….(…………….) tahun. Setiap pembayaran harga sewa akan diberikan tanda terima sendiri yang juga berlaku sebagai bukti penerimaan jumlah uang sewa tersebut” dan (2) “ Harga sewa dibayar lunas pada saat Surat Perjanjian ini ditandatangani dan harga sewa untuk jangka waktu selanjutnya harus dilunasi dimuka sebesar harga sewa yang berlaku pada saat perpanjangan. Uang sewa yang dibayar tidak dapat diminta kembali oleh Penyewa karena alasan apapun, tetapi apabila perjanjian ini dibatalkan oleh Bank, Bank akan mengembalikan sisa uang sewa untuk jangka waktu yang belum berjalan secara

   prorate ”.

  Namun didalam sewa-menyewa Safe Deposit Box pada PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi unsur-unsur perjanjian yang tertuang dalam bentuk salinan “Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box (SDB)” yaitu: 61 Pasal 3 Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box PT.Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi.

  1. Subjek dan Objek dalam “Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box (SDB)” di PT.Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing Tinggi yaitu Nasabah dan Bank sebagai Subjek dan Safe Deposit Box (SDB) sebagai Objek.

  2. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Pihak dalam “Perjanjian Sewa Menyewa

  

Safe Deposit Box (SDB)” di PT. Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing

Tinggi.

  Hal mengenai hak dan kewajiban yang terdapat didalam Perjanjian Sewa Safe

  

Deposit Box PT. Bank Panin, Tbk cabang pembantu Tebing Tinggi tertuang dalam

   Pasal 5 yaitu:

  1) Safe Deposit Box hanya dapat dibuka dengan dua macam anak kunci yang berbeda, satu macam anak kunci (master key) dipegang oleh bank dan dua macam anak kunci lainnya dipegang atau disimpan penyewa: a.

  Jika hendak membuka Safe Deposit Box, penyewa harus mengisi kartu Registrasi Ijin Membuka Safe Deposit Box” b. Bilamana Penyewa tidak dapat menutup Safe Deposit Box sendiri, maka

  Penyewa harus segera memberitahukan petugas Bank yang ditunjukan untuk menutupnya. Kerusakan-kerusakan yang disebabkan karena tidak dipenuhinya ketentuan ini menjadi tanggungjawab Penyewa. 2)

  Safe Deposit Box hanya boleh digunakan untuk meyimpan dokumen, surat berharga, perhiasan, logam mulia, atau barang berharga lainnya.

  a.

  Safe Deposit Box tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan senjata api, bahan peledak, bahan-bahan kimia berbentuk padat, cair maupun gas, dan barang-barang lainnya yang dilarang oleh undang-undang/ Pemerintah ataupun peraturan lain, yang diduga dapat membahayakan/merusak Safe Deposit Box, bangunan, barang-barang lain yang terdapat disekitarnya.

  b.

  Penyewa bertanggung jawab atas kerugian yang timbul sebagai akibat langsung/tidak langsung dari pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh Penyewa atau kuasanya. c.

  Jika dipandang perlu, atas permintaan Bank, penyewa wajib memperlihatkan isi Safe Deposit Box yang disewanya. 3)

  Bank tidak bertanggungjawab atas kondisi atau keadaan dari barang-barang isi

  

Safe Deposit Box atau atas kerusakan apapaun atau berubahnya isi Safe Deposit

Box yang disebabkan karena angin ribut, banjir, kebakaran, perang , gempa bumi,

  dan semua keadaan di luar kemampuan Bank untuk menguasai atau mengatasinya (force majeur). 4)

  Penyimpanan barang-barang ke dalam atau pengembalian dari Safe Deposit Box dapat dilakukan pada setiap hari kerja, yaitu: Senin-Jumat Pukul 09.00-16.00 dengan ketentuan setiap pengambilan/kunjungan ke dalam Safe Deposit Box maksimum 15 menit. 5)

  Dalam hal masa sewa telah habis sedangkan, a.

  Barang yang disimpan dalam Safe Deposi Box tidak/belum diambil dan; b. Uang sewa untuk masa sewa berikutnya atau perpanjangan sewa belum/tidak dibayar.

  Maka sejak saat berakhirnya masa sewa yang lama, Penyewa dikenakan denda yang besarnya ditentukan oleh pihak Bank. Dalam hal penyewa belum memenuhi kewajiban membayar harga sewa Safe

  Deposit Box , untuk masa berikutnya, Bank berhak menolak Penyewa atau

  kuasanya memasuki ruangan Safe Deposit Box untuk membuka Safe Deposit Box sampai harga sewa dimaksud dilunasi. 6)

  Pada saat a.

  Habisnya masa sewa dan perjanjian sewa menyewa tidak diperpanjang b.Atau bilamana perjanjian sewa-menyewa dibatalkan

  Penyewa wajib memberitahukan pengembalian Safe Deposit Box yang disewa kepada Bank. Sebaliknya jika perjanjian sewa-menyewa yang bersangkutan ingin diperpanjang maka Penyewa harus mengisi dan menandatangani formulir- formulir yang ditentuakan oleh Bank serta membayar uang sewa untuk priode perpanjangan. Bilamana terjadi hal-hal terebut dibawah ini, Penyewa harus segera memberitahukan secara tertulis kepada Bank/Petugas yang ditunjuk, yaitu: a.

  Penggantian nama Penyewa dan/atau alamat Penyewa b.Kejadian-Kejadian lain yang berhubungan dengan sewa menyewa Safe Deposit

  Box yang dapat mengakibatkan kerugian pada pihak Penyewa dan/atau pihak Bank.

3. Wanprestasi dan Akibat yang ditimbulkan dalam “Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box (SDB)” di PT. Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing Tinggi.

  Hal mengenai wanprestasi dan akibatnya tertuang dalam Pasal 5 butir (5)

  

  yaitu: Dalam hal masa sewa telah habis sedangkan, a.

  Barang yang disimpan dalam Safe Deposi Box tidak/belum diambil dan b. Uang sewa untuk masa sewa berikutnya atau perpanjangan sewa belum/tidak dibayar.

  Maka sejak saat berakhirnya masa sewa yang lama, Penyewa dikenakan denda yang besarnya ditentukan oleh pihak Bank. Dalam hal penyewa belum memenuhi kewajiban membayar harga sewa Safe Deposit Box, untuk masa berikutnya, Bank berhak menolak Penyewa atau kuasanya memasuki ruangan Safe Deposit Box untuk membuka Safe Deposit Box sampai harga sewa dimaksud dilunasi.

4. Berakhirnya Perjanjian ditimbulkan dalam “Perjanjian Sewa Menyewa Safe

  

Deposit Box (SDB)” di PT.Bank Panin Tbk, Cabang Pembantu Tebing Tinggi,

  

  tertuang dalam Pasal 6 yaitu: 1.

  Perjanjian Sewa-Menyewa ini berakhir apabila masa berlakunya telah berakhir dan; a.

  Penyewa tidak memperpanjang lagi b.

  Penyewa bermaksud memperpanjang akan tetapi Bank tidak menyetujuinya.

  2. Penyewa dapat menghentikan sewa-menyewa ini setiap saat tanpa hak menuntut kembali bagian dari harga sewa untuk jangka waktu yang belum lewat.

  3. Bank secara sepihak setiap saat berwenang untuk membatalkan dan/atau menghentikan Perjanjian Sewa-Menyewa Safe Deposit Box ini dalam hal: a.

  Penyewa melanggar ketentuan tentang jenis barang yang disimpan.

  b.

  Penyewa telah menyewakan ulang atau mengalihkan hak penggunaan Safe Deposit Box yang bersangkutan kepada pihak III.

  c.

  Penyewa atau Kuasanya tidak memenuhi salah satu kewajiban yang timbul dari perjanjian ini. Dalam hal ini, karena Penyewa berdasarkan hukum telah melalaikan kewajibannya, maka Penyewa diharuskan menganti biaya kerugian dan laba yang tidak dapat diterima oleh Bank akibat kelalaian 64 tersebut.

Pasal 5 butir (5) Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box PT.Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi.

  d.

  Bank karena sesuatu alasan semata-mata didasarkan atas pertimbangan pihak Bank sendiri, telah menetapkan bahwa Safe Deposit Box yang bersangkutan tidak dapat dipergunakan lagu. Dalam hal ini, Bank akan mengembalikan jumlah sewa untuk jangka waktu yang belum lewat.

  4. Dalam hal pelanggaran atas peraturan-peraturan/ketentuan-ketentuan sewa- menyewa ini oleh pihak penyewa atau dalam hal dideritanya kerugian oleh Bank dan/atau pihak lain, maka Bank berhak setiap saat membatalkan perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box dan menahan barang-barang dalam

  Safe Deposit Box sebagai jaminan untuk memenuhi semua tuntutan yang mungkin diajukan kepada Penyewa.

5. Bilamana Perjanjian Sewa-Menyewa ini menjadi batal/dinyatakan batal oleh

  Bank maka mengenai pembatalan mana Bank dan Penyewa dengan ini melepaskan ketentuan yang termasuk dalam pasal 1266 dan 1267 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku di negara Republik Indonesia, sehingga mengenai pembatalan atau mengenai batalnya Perjanjian ini tidak lagi diperlukan suatu pernyataan atau keputusan dari Pengadilan atau instansi manapun.

  Jika dicermati, maka klausul yang terdapat didalam Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box yang dibuat oleh PT. Bank Panin Tbk, cabang pembantu Tebing Tinggi tentu tidak menguntungkan nasabah sebagai konsumen bank tersebut.

  Keadaan ini terlihat dimana pelimpahan tanggunjawab dari pelaku usaha yang dengan kata lain adalah bank justru dilimpahkan kepada nasabah atau konsumen pengguna

  

safe deposit box . Misalnya dalam Pasal 7 butir (9) dikatakan bahwa “Bank tidak

  bertanggung jawab atas (a) kecurian, kehilangan atau rusaknya kunsi yang disebabkan oleh Penyewa dan (b) kebenaran dari bank-bank simpanan, perubahan dalam kualitas, hilang, rusak atau hal-hal lain”.

   Hal ini tidak sesuai dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang diharapkan oleh Undang-Undang Perbankan.

  Maka penting adanya suatu produk hukum yang dibuat oleh pemerintah untuk melindungi para nasabah yang memakai jasa safe deposit box tersebut. Sehingga tingkat kepercayaan kepada lembaga ini menjadi lebih kuat untuk menggunakan jasa perbankan di Indonesia.

  

C. Tanggungjawab Pihak Bank Atas Kerugian Yang Dialami Nasabah Jika

Terjadi Kehilangan Atau Kerusakan Barang Yang Disimpan Dalam Safe Deposit Box Di PT. Bank Panin Cabang Pembantu Tebing Tinggi

  Suatu tanggungjawab lahir karena adanya suatu hubungan hukum yang terikat antara satu pihak dengan pihak lain. Melihat dalam melakukan penyewan safe deposit

  

box , nasabah terikat dengan suatu bentuk perjanjian yang diberikan kepadanya oleh

  bank, maka perjanjian itu telah menimbulkan hubungan hukum antara nasabah dengan bank. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah dalam bentuk perjanjian

  Safe Deposi Box didasarkan pada pengaturan didalam KUHPerdata.

  Bank sebagai pihak pemberi sewa, selayaknya tunduk dengan peraturan hukum yang telah ada. Tanggungjawab bank terhadap barang yang dititipkan oleh nasabah sesuai dengan Pasal 1694 yaitu “Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lai, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya”,

  Pasal 1714 “Si penerima titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama itu telah diterimanya. Dengan demikian maka jumlah uang harus dikembalikan dalam mata uang yang sama, seperti yang dititipklan, baik mata uang-mata uang itu telah naik atau telah turun harganya”.

  Pasal 1715 “Si penerima titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaannya semula”. Pasal 1551 “ Pihak yang menyewakan diwajibkan menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan yang terpelihara segala-galanya”. Atas dasar pengaturan yang sesuai dengan Pasal-pasal KUHPerdata, bank yang sebagai penyedia jasa safe deposit box memiliki dua kedudukan yaitu sebagai pihak yang menyewakan safe deposit box dan sebagai penerima titipan barang-barang yang disimpan nasabahnya di dalam safe deposit box.

  Secara umum prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat dibedakan

  

  sebagai berikut:

   1.

  Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan: Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability

  

based on fault ) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan

  perdata. Dalam KUHPerdata, prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan dapat ditemui pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum secara perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Menurut ilmu hukum, seseorang dapat menuntut ganti rugi berdasarkan alasan perbuatan melawan hukum dapat dilakukan apabila memenuhi syarat: a.

  Adanya perbuatan melawan hukum; b. Ada kerugian c. Ada hubungan kausalitas atara kerugian dan perbuatan melawan hukum 67 Erna Widjajati, “Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Penyewa Save Deposit Box

  Berdasarkan Klausula Baku” , Jurnal Hukum, Vol.10. Nomor 1 Januari-Juni 2009 d.

  Adanya kesalahan Secara umum, asas tanggungjawab menurut Pasal 1365 KUHPerdata dapat diterima karena dianggap adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban.

  2. Prinsip tanggungjawab untuk selalu bertanggungjawab Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggungjawab (presumption

  

of liability principle ) sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jadi

  beban pembuktian ada pada si tergugat. Prinsip ini dianut dalam hukum pengangkutan.

   3.

  Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab: Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip tanggungjawab untuk selalu bertanggungjawab yang hanya dikenal dalam transaksi konsumen yang bersifat terbatas. Contoh penerapannya adalah pada hukum pengangkutan udara dimana kehilangan/kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan yang biasa dibawa dan diawasi oleh penumpang adalah tanggungjawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

  4. Prinsip tanggungjawab mutlak Prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggungjawab absolute yang berarti bahwa pelaku usaha selalu dianggap

  

  bertanggungjawab kepada konsumen tanpa adanya unsur kesalahan. Prinsip ini menentukan pula adanya pembebasan tanggungjawab si pelaku bila ternyata ada

  

force majeur . Prinsip ini, umum digunakan oleh pelaku usaha untuk merugikan

  konsumen karena rasionalisasi penggunaan prinsip ini adalah agar produsen atau pelaku usaha benar-benar bertanggungjawab terhadap kepentingan konsumen. Prinsip

  

  ini biasanya diterapkan karena: a.

  Konsumen tidak dalam posisi yang mengguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks; b.

  Diasumsikan produsen atau pelaku usah dapat lebih mengantisipasi jika sewaktu- waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi; c.

  Prinsip ini dapat memaksa produsen atau pelaku usaha untuk tidak berhati-hati.

   5.

  Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan prinsip yang sering dilakukan oleh pelaku usaha untuk mencantumkan klausul eksonerasi dalam perjanjian standart yang dibuatnya. Didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, klausula baku tidak boleh ditentukan sepihak oleh pelaku usaha, khususnya diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dan g Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jika ada pembatasan, maka harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang jelas.

  Maka dari keempat prinsip tanggungjawab dapat disimpulkan bahwa bank sebagai penyedia jasa safe deposit box harus tetap bertanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan apabila terjadi kehilangan barang-barang milik nasabah yang dititipkan di safe deposit box sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Hal ini 71 N.H.T.Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, dikarenakan, bank selaku penyedia safe deposit box seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjaga barang-barang milik nasabah yang disimpan di dalam

  

safe deposit box . Syarat seseorang dapat menuntut gugatan ganti rugi berdasarkan

  

  pasal 1365 KUHPerdata harus memenuhi persyaratan yaitu: 1. Adanya perbuatan melawan hukum 2. Adanya kerugian 3. Adanya hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum 4. Adanya kesalahan Namun, melihat bahwa perjanjian yang dipakai oleh nasabah dan bank adalah salah satu bentuk perjanjian baku, maka sulit bagi nasabah untuk mendapatkan tanggungjawab dari pihak bank, jika terjadi sesuatu atas benda yang ada didalam safe

  

deposit box . Didalam Pasal 1 butir (10) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

  yang dimaksud klausula baku adalah setiap aturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam bentuk suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

  Klausula baku merupakan suatu klausula yang telah disiapkan oleh pelaku

  usaha yang dimana isinya telah ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha, sehingga isinya tentu saja menguntungkan pelaku usaha sebagai pihak yang memiliki kedudukan yang kuat. Sedang konsumen yang memiliki kedudukan yang lebih

  

  lemah, hanya memiliki dua pilihan yaitu: 1.

  Apabila konsumen membutuhkan produk barang dan/jasa yang ditawarkan, maka setujuilah perjanjian dengan syarat-syarat baku yang telah ditentukan pelaku usaha.

  2. Apabila konsumen tidak menyetujui syarat-syarat baku yang ditawarkan oleh pelaku usaha tersebut, maka jangan membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang bersangkutan.

   Ciri-ciri klausula baku menurut G.H.Treitle adalah: 1.

  Perjanjian berbentuk tertulis. Bentuk perjanjian meliputi seluruh naskah perjanjian secara keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat- syarat baku.

  2. Format perjanjian distandarisasikan. Format perjanjian meliputi model, rumusan dan ukuran. Format ini dibakukan sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berubah blanko naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku.

  3. Syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pelaku usaha. Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak yang ditentukan sendiri secara sepihak oleh pelaku usaha atau organisasi pelaku usaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimonopoli oleh pihak pelaku usaha, maka akan cenderung menguntungkan pelaku usaha.

  4. Konsumen hanya bisa menerima atau menolak. Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang disodorkan, maka konsumen akan menyetuju perjanjian tersebut, yang berarti bahwa konsumen juga bersedia menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, beserta segala konsekuensi yang timbul yang diakibatkan oleh adanya perjanjian tersebut. Sebaliknya, apabila konsumen tidak setuju dengan syarta-syarat perjnajian yang ditawarkan tersebut, maka konsumen tidak dapat menegosiasikan syarat-syarat yang telah tercantum tersebut, atau dengan kata lain konsumen tersebut tidak akan menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

  5. Perjanjian baku cendrung menguntungkan pelaku usaha. Perjanjian baku dirancang secara sepihak oleh pelaku usaha, sehingga akan selalu menguntungkan pelaku usaha, terutama dalam hal-hal sebagai berikut: a.

  Efisiensi biaya, waktu dan tenaga. 74 75 Az Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 96-97.

  Ronald Honarto, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Analisis Klausula Baku Pada b.

  Praktis, karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blanko yang siap isi dan ditandatangani.

  c.

  Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam jumlah banyak.

  d.

  Penyelesaian cepat karena konsumen hanya menyetujui.

  e.

Dokumen yang terkait

PENGARUH HARGA DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RSU BUNDA THAMRIN MEDAN

1 1 14

BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Ringkas Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara - Pengaruh Komunikasi Dan Informasi Dalam Meningkatkan Aktivitas Kerja Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air 2.1.1 Defenisi Air - Penentuan Nilai pH dan Alkalinitas pada Air Filter HM. Yamin di Laboratorium PDAM Tirtanadi Medan

0 0 19

BAB III SISTEM PENGAWASAN INTERNAL GAJI PADA BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH SUMBAGUT - Sistem Pengawasan Internal Gaji Pada BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Sumbagut

0 0 14

BAB II BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH SUMBAGUT A. Sejarah Ringkas - Sistem Pengawasan Internal Gaji Pada BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Sumbagut

0 0 20

RENCANA JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI ISTRI MENJALANI AKTIVITAS SETELAH MASA NIFAS DI RUMAH BERSALIN MADINA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 No Kegiatan Waktu

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Suami A.1. Pengertian dukungan - Dukungan Suami Terhadap Kepercayaan Diri Istri Menjalani Aktivitas Setelah Masa Nifas di Rumah Bersalin Madina Kecamatan Medan Tembung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Dukungan Suami Terhadap Kepercayaan Diri Istri Menjalani Aktivitas Setelah Masa Nifas di Rumah Bersalin Madina Kecamatan Medan Tembung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

0 0 7

BAB II - Tinjauan Hukum Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah Dalam Kaitannya Dengan Bancassurance (Riset : Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Iskandar Muda)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

0 2 25