BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru

  1. Keluarga

  1.1 Definisi Keluarga Setiadi (2008) mendefinisikan keluarga dalam berbagai pendapat, antara lain berdasarkan UU No.10 tahun 1992 menyatakan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Depkes RI (1988) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan, dan keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti, 1994).

  1.2 Tipe Keluarga Setiadi (2008) membagian tipe keluarga berdasarkan konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan, antara lain :

  1.2.1. Secara Tradisional Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, antara lain sebagai berikut:

  7 a. Keluarga inti (nuclear family): keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

  b. Keluarga besar (extend family): keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek- nenek, paman-bibi).

  1.2.2. Secara modern Meningkatnya peran individe dan meningkatnya rasa individualisme maka pengelompokan keluarga secara modren dikelompokkan menjadi beberapa, antara lain sebagai berikut:

  a. Tradisional Nuclear: kluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

  b. Resconstituted Nuclear: pembentukan baru keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.

  c. Niddle Age/Aging Couple: suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier. d. Dyadic Nuclear: suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

  e. Singel Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

  f. Dual Carier: suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.

  g. Commuter Married: suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu. keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

  h. Singel Adult: wanita dan pria dewasa yang tinggal sendirian dengan tidak adanya keinginan untuk kawin. i. Three Generation: tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah. j. Institusional: anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. k. Comunal: suatu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas. l. Group marriage: satu perumahan sendiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak. m. Unimaried Parent and Child: ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi. n. Cohibing coiple: dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. o. Gay and lesbian family: keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

  1.3 Fungsi Keluarga Friedman et al., (2013) menyimpulkan ada lima fungsi keluarga, antara lain sebagai berikut:

  1.3.1. Fungsi Afektif (fungsi mempertahankan kepribadian) Fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting, Keluarga memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologi anggota keluarga. Loveland- Cherry (1996) menunjukkan bahwa afeksi di antara anggota keluarga menghasilkan suasana emosional pengasuhan, yang secara positif memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, rasa kompetensi pribadi dan meningkatkan perilaku kesehatan dan akibatnya sehat.

  1.3.2. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota yang produksi serta memberikan status pada anggota keluarga. Status sosial atau pemberian status adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Leslie & Korman (1989) anggota keluarga adalah fungsi universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

  1.3.3. Fungsi Perawatan Kesehatan Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi esensial dan dasar keluarga namun fungsi yang mengemban fokus sentral dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat.

  1.3.4. Fungsi Reproduksi Fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas antar-generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota baru untuk masyarakat (Leslie & Korman, 1989).

  1.3.5 Fungsi Ekonomi Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup, finansial, ruang, dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.

  1.4 Peran Keluarga Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang relatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seorang yang menempati posisi sosial yang diberikan (Friedman, et al., 2013). Peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori (Friedman, et al., 2013), antara lain sebagai berikut :

  1.4.1. Peran formal keluarga Satir (1967 dalam Friedman, et al., 2013) peran formal keluarga adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur peran keluarga (ayah-suami, dll).

  1.4.2. Peran informal keluarga Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga (Satir, 1967 dalam Friedman, et al., 2013). Peran informal atau tertutup lainnya yang dapat atau tidak dapat berperan pada stabilitas keluarga-beberapa diantaranya bersifat adaptif dan lainnya mengganggu kesejahteraan pokok keluarga (Benne, 1975; Satir, 1972; Vogel & Belt, 1960 dalam Friedman, et al., 2013), antara lain sebagai berikut: a. Pendorong: mememuji, menyetujui, dan menerima kontribusi orang lain.

  b. Penyelaras: menengahi perbedaan yang ada diantara anggota keluarga dengan melunakkan ketidaksepakatan.

  c. Inisiator-kontributor: menyarankan ide atau perubahan cara berkenaan dengan masalah atau tujuan kelompok pada kelompok. d. Negosiator: salah satu dari pihak yang berkonflik atau tidak setuju, menyerahkan posisinya, mengakui kesalahan, atau menawarkan melalui “jalan tengah”.

  e. Penghalang: menolak tanpa dan di luar alasan.

  f. Dominator: memperkuat superioritas dengan memanipulasi kelompok anggota tertentu, menunjukkan kekuasaan dan bertindak seakan-akan ia mengetahui segalanya.

  g. Penyalah: penghambat, pencari kesalahan dan iktator.

  h. Pengikut: menerima ide orang lain secara pasif sebagai pendengar dalam diskusi dan keputusan kelompok. i. Pencari pengakuan: mencoba dengan cara apapun yang mungkin untuk mencari perhatian terhadap diri dan keinginan, pencapaian, dan/atau masalahnya j. Martir: tidak menginginkan apapun untuk dirinya tetapi mengorbankan apapun untuk kebaikan anggota keluarga yang lain. k. Wajah tanpa ekspresi (Great Stone Face): orang yang memainkan peran ini menggurui secara terus menerus dan dengan tanpa menunjukkan emosi mengenai semua hal yang “benar” untuk dilakukan, persis seperti sebuah komputer. l. Sahabat: keluarga memperturutkan diri sendiri dan memperbolehkan perilaku anggota keluarga atau dirinya tanpa mempertimbangkan akibatnya m. Kambing hitam keluarga: peran ini merupakan anggota yang dikenal bermasalah dalam keluarga. Sebagai korban atau wadah ketegangan dan kemarahan terbuka dan tertutup keluarga, kambing hitam berfungsi sebagai katup pengaman. n. Pendamai: pengambil hati, selalu mencoba menyenangkan, berbicara atas nama kedua belah pihak. o. Pionir keluarga: keluarga menuju teriotori yang tidak diketahui, menuju ke pengalaman baru. p. Distraktor: menunjukkan perilaku mencari perhatian ia membantu keluarga menghindari atau mengabaikan masalah yang menimbulkan penderitaan atau kesulitan. q. Koordinator keluarga: mengatur dan merencanakan aktivitas keluarga. r. Perantara keluarga: penghubung. s. Penonton: peran penonton serupa dengan “pengikut” kecuali dalam beberapa kasus lebih pasif.

  Anggota keluarga belajar tentang peran informal mereka melalui model peran, mengisi “kekosongan” saat mereka ada dalam keluarga, penguat selektif yang didapatkan anak terhadap perilaku yang ditunjukkannya dalam keluarga.

  1.5 Peran Anggota Keluarga terhadap Lansia Maryam (2008) menyatakan bahwa setiap anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan perawatan terhadap lansia, adapun hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perannya terhadap lansia yaitu melakukan pembicaraan terarah, mempertahankan kehangatan keluarga, membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia, membantu dalam hal transportasi, membantu memenuhi sumber-sumber keuangan, memberi kasih sayang, menghormati dan menghargai, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian, jangan menganggapnya sebagai beban, memberikan kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasihatnya dalam peristiwa- peristiwa penting, mengajaknya dalam acara-acara keluarga, membantu mencukupi kebutuhannya, memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu mengukur keuangan, mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat, mencegah terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun diluar rumah, pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama, memberi perhatian yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut maka anak-anak kita kelak akan bersikap yang sama.

  2. Interaksi Sosial

  2.1 Definisi Interaksi Sosial Definisi interaksi sosial dalam Mubarak (2009) dengan berbagai pendapat, antara lain interaksi sosial adalah hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu-individu, individu dan kelompok, kelompok dan kelompok dalam bentuk kerja sama maupun persaingan atau pertikaian (Sitorus, 1999).Interaksi sosial adalah hubungan antar individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi yang lainnya, jadi terdapat hubungan saling timbal balik (Walgito, 2001).Interaksi sosial adalah hubungan antar sesama manusia dalam suatu lingkungan masyarakat yang menciptakan satu keterikatan kepentingan yang menciptakan status sosial atau hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan orang-perorangan antar kelompok-kelompok manusia maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.

  2.2 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial Mubarak (2009) menyatakan bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :

  2.2.1. Kontak Sosial Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh).

  Kontak artinya secara harafia adalah bersama-sama menyentuh sedangkan secara fisik kontak akan terjadi apabila ada hubungan badaniah, bukan berarti sebuah hubungan badaniah, karena orang dapat melakukan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya dengan berbicara dengan pihak lain tersebut. Syani (2002 dalam Basrowi, 2005) berpendapat bahwa kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat, konflik sosial pihak dengan pihak lain.

  Kontak tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara, sedangkan kontak langsung adalah suatu kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatapan muka dan berdialog antara kedua belah pihak tersebut.

  2.2.2. Komunikasi sosial Basrowi (2005) berpendapat, komunikasi adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari perilaku pihak lain. Soekanto (2002) berpendapat, komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang berwujud apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut) orang yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

  2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Mubarak (2009) mengelompokkan bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa :

  2.3.1 Proses-proses yang asosiatif Proses asosiatif merupakan proses interaksi sosial dimana setiap individu memiliki hubungan yang baik dan adanya kerjasama timbal balik dan menghasilkan pencapaian tujuan- tujuan bersama. Proses asosiatif terbagi menjadi 3 bagian yaitu kerja sama, akomodasi, dan asimilasi (Mubarak, 2009).

  a. Kerja sama (cooperation) Sunaryo (2004) berpendapat kerja sama adalah suatu usaha bersama antarorang perorang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pengetahuan yang cukup dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Kerja sama dibedakan menjadi kerja sama spontan (spontaneous cooperation) adalah kerja sama yang serta-merta, kerja sama langsung (indirected

  

cooperation ) merupakan hasil dari perintah atasan atau

  penguasa, kerja sama kontak (contractual cooperation) merupakan kerja sama atas dasar tertentu, dan kerja sama tradisional (tradisional cooperation) bentuk kerja sama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial. Bentuk kerja sama bila di lihat dari pelaksanaan kerja sama dapat berupa kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih (bergaining), kooptasi (coopotation) merupakan proses peneriman unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan, koalisi (coalition) merupakan kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama dan Joint-

  

vennture merupakan kerja sama dalam pengusahaan proyek-

proyek tertentu.

  b. Akomodasi (accomodation).

  Akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses.

  Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi dengan ada kaitannya dalam norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi yang menunjuk pada suatu proses yaitu menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan untuk mencapai kestabilan.

  Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu mengurangi pertentangan sebagai akibat perbedaan paham, mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu, memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah.Bentuk-bentuk akomodasi, antara lain : a. koersi (coercion): suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun psikologis (tidak langsung).

  b. Kompromi (compromise): suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

  c. Arbitrasi (arbitration):cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.

  d. Mediasi (mediation):hampir menyerupai arbitration , diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut. e. Konsiliasi (conciliation): suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.

  f. Toleransi (toleration), juga sering disebut sebagai tolerant-

  

participation : suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan

  yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan karena adanya watak orang perorangan atau kelompok- kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.

  g. Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.

  h. Adjudication: penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan. Hasil-hasil proses akomodasi dapat diuraikan dalam beberapa hal yaitu akomodasi dan integrasi masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindari masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru, menekan oposisi (suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu demi kerugian pihak lain), koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda, perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah, perubahan-perubahan dalam kedudukan, akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi.

  c. Asimilasi (assimilation).

  Asimilasi merupakan proses sosial dalam tingkat lanjut, ditandai dengan adanya berbagai usaha mengurangi setiap perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok- kelompok manusia juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan serta tujuan- tujuan bersama. Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah toleransi, kesempatan- kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi, sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya, sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat, persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan, perkawinan campuran (amalgamation) dan adanya musuh bersama di luar. Faktor-faktor umum yang dapat menjadi pengahalang terjadinya asimilasi adalah terisolir kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat, takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi, perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya, perbedaan warna kulit atau ciri-ciri fisik, perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok atau kebudayaan kelompok bersangkutan, golongan minoritas mengalami gangguan- gangguan dari golongan yang berkuasa dan perbedaan kepentingan yang kemudian ditambahkan dengan pertentangan- pertentangan pribadi.

  2.3.2 Proses- proses yang disosiatif Mubarak (2009) menyatakan proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.

  Proses-proses yang disosiatif dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut : a. Persaingan (competition)

  Persaingan merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di antaranya: a. Persaingan ekonomi: timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.

  b. Persaingan kebudayaan: menyangkut persaingan kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya.

  c. Persaingan kedudukan dan peranan: di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.

  d. Persaingan ras: perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaan- perbedaan dalam kebudayaan.

  Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi yaitu menyalurkan keinginan-keinginan atau kelompok yang bersifat kompetitif, sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan, serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing, alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif. b. Kontravensi (contravention).

  Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk-bentuk kontravensi ada empat, yaitu:

  a. bentuk umum: meliputi perbuatan-perbuatan, seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.

  b. Bentuk sederhana: seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat-surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian terhadap pihak lain.

  c. Bentuk intensif, mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak-pihak lain, mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat.

  d. Bentuk taksis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain seperti kampanye partai-partai politik dalam pemilihan umum.

  c. Pertentangan atau pertikaian (conflict).

  Pertentangan merupakan suatu bentuk proses sosial ditandai dengan adanya individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. Penyebab terjadinya pertentangan adalah adanya perbedaan kebudayaan, kepentingan, dan perubahan sosial. Pertentangan mempunyai bentuk-bentuk khusus yaitu pertentangan pribadi, pertentangan rasial (para pihak akan menyadari adanya perbedaan-perbedaan antara mereka yang sering sekali menimbulkan pertentangan), pertentangan antara kelas-kelas sosial, pertentangan politik, pertentangan yang bersifat internasional.

  2.4 Manfaat interaksi sosial pada lansia Manfaat interaksi sosial pada lansia adalah mengantisipasi masalah kesepian (Gunarsa, 2004), dan seseorang yang berpartisipasi secara aktif dalam berinteraksi sosial dengan baik seperti kontak mata dan mempunyai keterikatan emosional dengan teman dekat atau ikut serta dalam memberikan respon terhadap suatu situasi yang santai akan mempunyai fungsi kognitif yang baik. Sedangkan seseorang yang tidak mau berinteraksi sosial dengan baik dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sosial akan menimbulkan reaksi stres dimulai dengan meningkatnya produksi glukocorticoid dan ini berpengaruh terhadap hipotalamus dan secara perlahan akan mempengaruhi fungsi kognitifnya (Hesti et all, 2008).

  3. Lansia

  3.1 Definisi Lansia Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial yang memberikan pengaruh ke dalam seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatannya (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1 dalam Fatimah, 2010). Usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun ke atas (UU RI No. 4 tahun 1965 dalam Fatimah, 2010).

  3.2 Batasan Lansia Penggolongan lansia menurut WHO dikutip dari Ratna Suhartini dari UNAIR (2010) dalam Dwi &Fitrah (2010) mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahana (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

  3.3 Teori Proses Menua

  3.3.1. Teori Sosiologis

  a) Teori interaksi sosial.Teori menjelaskan hal yang menyebabkan lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal- hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar (Simmons, 1945 dalam Maryam, 2008). Kekuasaan dan prestise lansia berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. b) Teori penarikan diri.Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, keadaan ini mengakibakan interaksi sosial lansia menurun, baik secara kuantitas dan kualitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple lose) yaitu kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangnya komitmen (Nugroho, 2008).

  c) Teori aktivitas atau kegiatan.Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut-serta dalam kegiatan. Lanjut usia akan meraskan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin (Nugroho, 2008).

  d) Teori kepribadian berlanjut.Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada lansia sangat dipengaruhi oleh personalitas yang dimilikinya dan ada kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat meruapakan gambarannya kelak pada saat ia lanjut usia.

  3.3.2. Teori Psikologis Teori ini dipengaruhi oleh biologis dan sosiologi, salah satu teori yang ada yaitu teori perkembangan yang menyatakan bahwa setiap individu harus memperhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia dan sukses (Hanghurst, 1972 dalam Mubarak dkk, 2006).

  3.3.3. Teori Spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang kehidupan yang pada akhirnya memberikan kekuatan akan arti kehidupan sesorang, suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan (Maryam, 2008).

  3.4 Perubahan minat sosial lanjut usia Hurlock (1980) menyatakan bahwa dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak yang merasa menderita kerena jumlah kegiatan sosial yang dilakukannya semakin berkurang, hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan kemasyarakatan (social disengagement), yaitu suatu proses pengunduran diri secara timbal balik pada masa usia lanjut dari lingkungan. social disengagement pada usia lanjut sering diungkapkan dalam bentuk penyusutan sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan sumber yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kontak sosial dan menurunnya partisipasi sosial.

  Jenis kegiatan sosial mulai diberhentikan oleh lanjut usia bisa terjadi secara sukarela atau terpaksa. Pengunduran diri secara sukarela terjadi karena kegiatannya sudah tidak cocok dengan kebutuhan lansia. Minat terhadap diri sendiri meningkat, maka minat terhadap orang lain berkurang sampai minat sosial mereka dibatasi oleh kondisi keluarga yang ada sekarang. Pengunduran diri secara terpaksa dilakukan apabila lansia menginginkan dan memerlukan kontak semacam itu karena kondisi- kondisi tertentu yang sedikit terkontrol atau bahkan tidak sama sekali, misalnya banyak diantara mereka yang meninggal dunia, pindah jauh, atau karena kondisi fisik dan ekonominya tidak memungkinkan untuk melakukan sesuatu maka ini berarti bahwa lansia tidak dapat berhubungan dengan teman sejawat seperti dulu yang pernah dilakukan. (Hurlock, 1980).

  Sumber kontak sosial lansia yang dapat dimanfaatkan oleh orang usia lanjut untuk melakukan kontak sosial di masa tuanya, yang secara garis besar dibedakan menjadi persahabatan pribadi yang akrab dengan para anggota dari kelompok jenis kelamin yang sama (pria dengan pria atau wanita dengan wanita), kelompok persahabatan, kelompok atau perkumpulan formal. Kontak semacam ini menjadi tidak sering dilakukan karena timbulnya masalah yang berhubungan dengan transportasi dan kesehatan.Usia lanjut yang semakin tua bahkan menyempitnya sumber- sumber kontak sosial yang ada akan mengakibatkan ketergantungan lansia dalam persahabatan pada anggota keluarga (Hurlock, 1980).

  Pertambahan usia seseorang menyebabkan partisipasi sosial yang semakin berkurang dan cakupannya juga menyempit. Penyebab partisipasi lansia dalam kegiatan sosial menurun ada beberapa hal yang pertama kesehatan menurun, yang kedua tingkat keterlibatan dalam kegiatan sosial pada usia muda, hal ini sangat mempengaruhi partisipasinya pada usia lanjut. Seseorang yang aktif pada masa dewasa dan masa dini akan aktif pula pada masa usia setengah baya dan usia lanjut. Ketiga status sosial ekonomi sangat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat partisipasi dalam organisasi sosial dan kemasyarakatan.Umumnya anggota dari kelompok sosial yang lebih tinggi mendominasi kehidupan organisasi masyarakat dan menunjang organisasi tersebut. Anggota dari kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah tidak menjadi anggota organisasi seperti kelompok ekonomi tinggi pada masa muda, maka setelah tua akan ragu- ragu untuk menjadi anggota organisasi sosial dan kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi, dan memiliki teman yang lebih sedikit di luar keluarga dibanding kelompok menengah dan atas (Hurlock 1980).