Hubungan antara Kemampuan Kognitif denga

Hubungan antara Kemampuan Kognitif dengan Ketepatan
Respons Individu pada Kuesioner
Wahyu Widhiarso
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (2012)
Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur Yogyakarta
Abstrak
Penelitian ini menguji hipotesis bahwa kemampuan kognitif individu memprediksi keakuratan
respons individu terhadap instrumen pengukuran yang diberikan kepada mereka. Sebanyak 2934
siswa SMA diminta mengisi dua jenis kuesioner yaitu skala harga diri dan skala ketahanan pribadi. Keakuratan respons siswa ketika melengkapi kuesioner diidentifikasi dengan indeks ketepatan
personal yang membagi respons individu menjadi dua jenis, yaitu respons yang akurat dan tidak
akurat. Indeks ini kemudian dikorelasikan dengan kemampuan kognitif mereka yang diukur dengan
menggunakan Tes Struktur Intelegensi (IST). Hasil analisis dengan menggunakan regresi logistik
menunjukkan bahwa kemampuan kognitif berperan terhadap keakuratan individu dalam merespons
kuesioner yang diberikan kepada mereka baik pada pengukuran harga diri dan ketahanan pribadi.

Kuesioner banyak dipakai dalam bidang pendidikan untuk mengukur atributatribut psikologi individu yang terlibat dalam pendidikan, misalnya guru atau siswa.
Sejumlah butir berupa pernyataan di dalam kuesioner diberikan kepada mereka untuk direspons secara mandiri. Banyak peneliti yang menggunakan kuesioner untuk
penelitian yang mereka lakukan. Misalnya penelitian mengenai harga diri siswa ,
motivasi belajar dan regulasi belajar diri .
Kuesioner memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan teknik pengukuran
lainnya. Stimulus kuesioner adalah pernyataan yang bersifat tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur . Dikatakan bersifat tidak langsung karena

stimulus tersebut adalah indikator yang merupakan penjabaran atribut psikologis
yang diukur. Stimulus tersebut mengungkap sampel indikator perilaku dari populasinya. Respons terhadap satu butir baru mengungkap sebagian indikator perilaku
dari atribut ukur saja sehingga kesimpulan akhir baru dapat dicapai apabila semua
butir telah dijawab oleh responden. Untuk merespons pernyataan di dalam kuesioner
sejumlah asumsi perlu dipenuhi agar skor yang dihasilkan benar-benar menggambarkan kondisi responden. Asumsi tersebut adalah responden sangat mengetahui
tentang dirinya sendiri, memberikan respons yang jujur serta apa yang diintepretasikan responden tentang pernyataan yang terdapat pada kuesioner sama dengan apa
yang dimaksud oleh peneliti . Oleh karena itu ketika memberikan kuesioner kepada
siswa, peneliti telah memahami dan memenuhi asumsi tersebut.
Permasalahan yang sering muncul dalam penggunaan kuesioner adalah keakuratan
skor yang dihasilkan. Pelibatan responden yang biasanya adalah siswa yang masih
anak-anak atau remaja, yang notabene memiliki kemampuan kognitif yang masih
berkembang, menyebabkan skor yang dihasilkan rentan tidak akurat. Sejumlah ahli
menjelaskan bahwa ketika merespon butir pernyataan, responden melakukan beberapa proses kognitif. Misalnya menalar, mengintrospeksi dan merefleksi . Muatan atau
isi butir dipahami dengan proses penalaran, kesamaan kondisi yang ditulis pada butir
dengan kondisi responden dilakukan dengan introspeksi sedangkan refleksi diperlukan
untuk memberikan respons pada alternatif jawaban yang tersedia. Kegagalan dalam
melakukan tiga kegiatan kognitif ini menyebabkan responden memberikan respons
yang bias, yaitu respons yang tidak mewakili kondisi responden sebenarnya.
Paparan di muka didukung oleh Schaeffer dan Presser yang menjelaskan adanya
proses kognitif responden ketika melengkapi kuesioner. Dijelaskan lebih lanjut bahwa

meskipun ada berbagai tahap dalam melengkapi kuesioner, hampir setiap proses
tersebut meliputi tahap memahami pertanyaan, mengambil informasi yang sesuai,
mengembangkan respons, dan melaporkan respons sesuai format yang ditetapkan.
1

Sementara itu Schweizer dan Koch menekankan pada kemampuan verbal responden.
Kemampuan verbal diperlukan untuk memahami setiap konsep dan logika pernyataan
dalam butir. Penalaran umum yang didefinisikan sebagai pemecahan masalah yang
diberikan dengan menggunakan pemikiran logis dan praktis sangat diperlukan untuk
menafsirkan dan memahami butir pernyataan .
Selama ini kajian mengenai keakuratan respons dari responden kurang dieksplorasi lebih lanjut. Hasil penelitian mengeksplorasi eror pengukuran selama ini banyak
yang berfokus pada sisi instrumen dibanding individu . Ketika instrumen sudah
dipersiapkan dengan matang dan dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas yang
memuaskan, pengambilan data mulai dilakukan. Eror pengukuran tidak lagi dipertimbangkan karena diberikan kepada responden dipilih secara acak. Prosedur ini
didasari bahwa pengambilan secara acak akan mereduksi peranan variabel-variabel
ekstra yang dapat menurunkan keakuratan pengukuran . Namun fakta di lapangan banyak peneliti yang mengambil sampel penelitian tanpa menggunakan teknik
pengambilan sampel secara acak karena dirasa lebih efisien. Hal ini menyebabkan
variabel-variabel ekstra tidak tersebar secara acak dan memiliki variasi yang sistematis sehingga berpotensi menurunkan keakuratan pengukuran.
Dengan adanya perkembangan teori pengukuran yang sangat cepat, keakuratan
skor dari responden tersebut memungkinkan untuk diidentifikasi. Di sisi lain, responden yang kurang akurat dalam memberikan respons terhadap butir kuesioner dapat

dideteksi . Standar yang dipakai adalah model pengukuran yang telah diuji kesesuaiannya dengan data yang ada. Pola respons yang tidak sesuai dengan model dianggap respons yang tidak akurat. Dari paparan sebelumnya telah diulas bahwa faktor
kemampuan kognitif individu secara teoritik berperan terhadap ketidakakuratan respons ini. Oleh karena itu individu yang memiliki kemampuan kognitif yang berada
pada kategori rendah dihipotesiskan cenderung memberikan respons yang tidak akurat dibanding dengan yang berada pada kategori tinggi.
Salah satu indeks yang dapat mengidentifikasi ketidakakuratan respons responden
adalah indeks ketepatan personal (person fit). Indeks ini menunjukkan seberapa jauh
responden mampu memberikan respons yang sesuai dengan model yang ditetapkan.
Sejumlah ahli telah mengembangkan berbagai macam indeks ketepatan personal .
Dari semua indeks yang dikembangkan tersebut indeks yang paling stabil adalah indeks yang menggunakan pendekatan teori respons butir. Oleh karena itu, penelitian
ini mengaplikasikan indeks tersebut untuk mengidentifikasi ketepatan respons ketika
menjawab kuesioner yang kemudian dikorelasikan dengan skor kemampuan kognitif.
Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan positif antara indeks ketepatan
personal dengan kemampuan kognitif individu. Individu yang memiliki tingkat kognitif pada kategori tinggi memiliki indeks ketepatan pengukuran yang lebih tinggi dan
juga sebaliknya.

Metode
Responden
Responden penelitian penelitian ini adalah mahasiswa siswa SMA yang diambil dari
lima belas kota di Indonesia yang terbagi dalam tiga wilayah Indonesia (timur, tengah
dan barat). Jumlah responden adalah 3000 orang yang dipilih dengan menggunakan
teknik pengambilan sample purposif (non acak). Dari jumlah tersebut, data dari 2934

orang responden dapat dianalisis. Proporsi responden yang berjenis kelamin laki-laki
adalah 37 persen sedangkan perempuan 63 persen. Responden yang tidak lengkap
dalam memberikan respons pada butir alat ukur tidak dilibatkan dalam analisis.

Instrumen
1. Kemampuan Kognitif.. Kemampuan kognitif adalah ukuran menggunakan Tes
Struktur Inteligensi (IST). IST mengungkap kecerdasan yang terkait dengn kemampuan kognitif yang dikembangkan oleh Rudolf Amthauer pertama di tahun 1953 dan
revisi pada tahun 1970 dengan banyak edisi dan terjemahan . IST memuat sepuluh
2

subtes kemampuan kognitif antara lain pengetahuan umum, sinonim, hubungan kata,
pengertian kata, aritmatika, deret angka, potongan gambar, kemampuan ruang dan
memori. Reliabilitas pengukuran belah dua tes untuk tes secara keseluruhan adalah
sebesar 0,97 sedangkan reliabilitas pengukuran pada tiap faktornya bergerak antara
0,86 hingga 0,96. Reliabilitas pengukuran tes ini dalam bentuk paralel adalah sebesar
0,95 .
2. Harga Diri. Harga diri diukur oleh Skala Harga Diri yang diadaptasi dari
Self Esteem Inventory (SEI) . SEI adalah skala pelaporan diri yang terdiri dari 25
pernyataan mengukur empat domain harga diri: rumah-keluarga, teman sebaya, sekolah/akademik, dan harga diri umum. Butir pernyataan skala ini disajikan dalam
format skala Likert dengan empat kategori respons yaitu sangat tidak setuju hingga

sangat setuju. Coopersmith (1981) menjelaskan dukungan yang kuat untuk keandalan
dan validitas mengukur. Keandalan data umumnya baik , yang bervariasi dalam studi
yang berbeda antara 0.80 dan 0.92 . Skala ini pada versi Bahasa Indonesia menunjukkan nilai koefisien reliabilitas pengukuran yang kurang lebih setara , yaitu sebesar
0.82.
3. Ketahanan Pribadi. Ketahanan pribadi diukur dengan 40 butir Skala Ketahanan Pribadi yang diadaptasi oleh Hadjam dkk. (2004) dari skala yang dikembangkan oleh Maddi dan Kobasa (1984). Skala ini memuat pelaporan mandiri yang
terdiri dari tiga komponen yaitu komitmen, kontrol, dan tantangan. Skala ini menggunakan model Likert dengan empat kategori dari sangat setuju hingga sangat tidak
setuju. Hadjam dkk. mengevaluasi properti psikometris skala ini dan menghasilkan
reliabilitas konsistensi internal (alpha) yang memadai yaitu sebesar sebesar 0,946

Teknik Analisis Data
Prosedur analisis data pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Pertama mengidentifikasi indeks ketepatan pengukuran melalui pemodelah Rasch, yaitu model kredit
parsial dari Masters . Program bantu yang dipakai untuk menganalisis adalah WINMIRA 2001 . Langkah selanjutnya adalah dengan mengkorelasikan antara ketepatan
personal tersebut dengan skor yang didapatkan dari pengukuran kemampuan kognitif.
Program yang dipakai untuk menguji korelasi ini adalah SPSS 13.

Hasil
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif skor hasil pengukuran pada ketiga variabel penelitian dapat dilihat
pada Tabel 1. Distribusi hipotetik didapatkan dari butir skala sedangkan distribusi
empirik didapatkan dari skor responden. Sebagai contoh, subtes-1 IST terdiri dari 20

butir dengan skor butir 0 dan 1. Maka skor mininal yang dapat dicapai responden
adalah 0 sedangkan skor minimal yang dapat dicapai adalah 20. Dengan demikian
rerata distribusi hipotetiknya adalah 20/2=10. Dari perbandingan antara statistik
hipotetik dan empirik dapat diketahui bahwa kemampuan responden pada berbagai
variabel bervariasi. Misalnya pada skor IST pada subtes sinonim, pengertian kata
dan aritmatika rerata empirik lebih tinggi dibanding rerata hipotetiknya, namun pada
subtes yang lain rerata empirik lebih rendah.

Korelasi antara Kemampuan Kognitif dan Indeks Ketepatan
Personal
Secara umum, hipotesis penelitian ini didukung dengan data karena terdapat hubungan yang signifikan antara skor IST total dan ketepatan personal pada pengukuran harga diri (r=0.134; p