PETROGRAFI BATUAN ANDESIT GUNUNG JERING

PETROGRAFI BATUAN ANDESIT GUNUNG JERING, DESA
SUMBERAGUNG, KECAMATAN MOYUDAN, KABUPATEN SLEMAN,
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Irdan Syafaat1
1

Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Jl. Babarsari Cturtunggal, Depok,Sleman Yogyakarta 55281 INDONESIA
1

irdansyafaat25@gmail.com

Intisari — Indonesia, gunung api dan hasil kegiatannya yang berupa batuan gunung api tersebar melimpah baik
di darat maupun di laut. Pada Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, juga terdapat sebaran dari batuan beku intrusi yang membentuk perbukitan kecil, yang
diduga merupakan sisa atau bekas gunung api purba. Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi satuan
perbukitan denudasional dan satuan bergelombang lemah fluvial. Stratigrafi daerah penelitian dari yang tertua
kemuda dapat diurutkan mulai dari tuf tersilika, intrusi Andesit porfiri, intrusi Dasit terubah illite – smektite ,
intrusi Basal dan endapan produk gunung merapi. Dari data petrografi pada intrusi Andesit porfiri dapat
disimpulkan merupakan intrusi dangkal (epizonal intrusion) dengan kedalaman ± 1 km, kehadirannya cenderung
diskordant (memotong batuan disekitarnya), dengan suhu tubuh batuan ± 450°c dimana pada tahap awal mineral

terbentuk secara perlahan pada tubuh magma yang lebih dalam ( ≥ 1 km),dan proses fraksinasi Kristal berlangsung
sehingga terbentuk mineral – mineral yang berukuran besar yang bertindak sebagai fenokris, kemudian seiring
bergeraknya magma naik ke permukaan juga terbentuk mineral – mineral dengan ukuran yang lebih kecil pada
kedalaman yang lebih dangkal yang kemudian bertindak sebagai masa dasar Kristal. Hadirnya beberapa mineral
opak pada sayatan tipis mengindikasikan adanya proses – proses Alterasi baik kerena proses pelapukan ataupun
karena proses hydrothermal pada intrusi Andesit porfiri.
Kata kunci — Petrografi, Batuan intrusi, Andesit, Godean
Abstract — Indonesia, volcanoes and the results of its activities in the form of volcanic rocks spread abundant
both on land and at sea. In Sumberagung Village, Moyudan Sub-district, Sleman Regency, Special Province of
Yogyakarta, there is also a spreading of intrusive rock forming small hills, which are thought to be the remains or
former ancient volcanoes. Geomorphology of the research area is divided into denudational hills and fluvial weak
corrugated units. Stratigraphy research areas of the oldest of youth can be sorted starting from the tuffeous silica,
Andesite porphyry intrusion, Dasit illite - smektite intrusion, Basal intrusion and sediment of mountain products
of Merapi. From petrographic data on porphyry Andesite intrusion can be summed up as a shallow intrusion
(epizonal intrusion) with a depth of ± 1 km, its presence tends to be discordant, with rock body temperature ± 450

° c where in the early stages the minerals form slowly on the magma body which is deeper (≥ 1 km), and the
crystalline fractionation process takes place to form large minerals that act as phenochris, then as magma moves
up the surface also form minerals of smaller size at shallower depths then acting as the base of the Crystal. The
presence of some opaque minerals on thin incisions indicates the existence of Alteration processes either because

of weathering processes or due to hydrothermal processes in porphyry Andesite intrusion.
Keywords — Petrographic, Intrusif rock, Andesite, Godean

PENDAHULUAN1
Indonesia, gunung api dan hasil kegiatannya
yang berupa batuan gunung api tersebar melimpah
baik di darat maupun di laut. Berdasarkan umur
geologi, kegiatan gunung api di Indonesia paling

tidak sudah dimulai sejak Zaman Kapur Atas
(Martodjojo, 2003) atau sekitar 76 juta tahun yang
lalu (Ngkoimani, 2005) hingga masa kini. Namun
sejauh ini para ahli kebumian masih sangat sedikit
Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

1

yang tertarik untuk mempelajari ilmu gunung api
atau vulkanologi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari
pengaruh pendidikan dasar geologi yang

diperolehnya serta atmosfer penelitian yang masih
kurang mendukung (Bronto, 2003a; Bronto drr.,
2004a). Sehingga, meskipun wilayah Indonesia
mempunyai banyak gunung api dan batuannya
tersebar luas, sementara tidak banyak ahli geologi
yang mendalaminya, maka dapat dikatakan bahwa
kita tidak menjadi pakar di daerahnya sendiri.
Padahal, apabila lingkungan geologi (gunung api)
dapat benar-benar dipahami, maka hal itu akan
menjadi modal dasar untuk memanfaatkan potensi
sumber
daya
alam
yang
ada
ataupun
penanggulangan terhadap bencana yang mungkin
ditimbulkannya.
Pada Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan,
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, juga terdapat sebaran dari batuan beku
intrusi yang membentuk perbukitan kecil, yang
diduga merupakan sisa atau bekas gunung api purba.
Lokasi penelitian berada di Desa
Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang
terletak 15 km dari kota Yogyakarta, Perjalanan ini
dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan
roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh
kurang lebih 40 menit.

Gambar 1. Lokasi penelitian yang berada pada desa
Sumberagung, kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

GEOLOGI REGIONAL2
Perbukitan godean dan sekitarnya termasuk
bagian dari pegunungan kulonprogo (Rahardjo dkk.,
1977). Bentang alam pegunungan kulonprogo
membentuk struktur kubah agak lonjong (oblong

dome) (van Bemmelen, 1949). Sumbu panjang kubah
kulonprogo itu berarah utara tumurlaut- selatan
baratdaya sepanjang 32 kilometer dan sumbu
pendeknya berarh barat baratlaut- timut timur
tenggara sepanjang 15 – 20 kilometer.

Gambar 2 Fisiografi pegunungan Kulon Progo dan sekitarnya
(van Bemmelen, 1949 dalam Budiadi, 2008 dengan modifikasi).

Perbukitan Godean tersusun oleh batuan
yang dikelompokkan ke dalam Formasi Nanggulan,
Formasi Andesit Tua, dan batuan terobosan andesit
serta diorit. Sementara itu bentang alam dataran di
sekelilingnya tersusun oleh endapan alluvium
Gunung api Merapi Muda. Sebagai bagian dari
Formasi Nanggulan, (Bakar 1995) melaporkan
adanya batupasir lanauan yang terletak di lereng
timur Gunung Wungkal. Batuan ini dalam keadaan
segar berwarna putih kekuningan, sedang yang lapuk
kuning kecoklatan, bertekstur klastika, berstruktur

berlapis, ukuran butir pasir halus sampai lanau,
dengan komposisi mineral lempung, kuarsa, dan
mineral opak. Fosil foraminifera plangton yang
ditemukannya dalam spesies
Globigerina
yeguaensis
dan
Globorotalia
increbescens.
Berdasarkan kompilasi Blow (1969) dan Postuma
(1971) fosil tersebut berumur Eosen Tengah (P13)
sampai Oligosen Tengah (P19).
Formasi Andesit Tua diwakili oleh litologi
berupa breksi gunungapi, aliran lava andesit dan tuf.
Kelompok batuan ini kemudian diterobos oleh ndesit
dan dasit (Bakar, 1995) serta diorite hornblende
(Wartono dkk., 1977) yang membentuk bukit-bukit
di daerah Godean. Tubuh intrusi andesit dijumpai
sebagai penyusun Gunung Berjo, Gunung Wijil, dan
Gunung Butak. Batuan beku tersebut berwarna segar

Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

2

abu-abu, sedang yang lapuk kuning kecoklatan,
tekstur holokristalin porfiritik, fenokris plagioklas
andesine (55 %), piroksen (18-25 %), kuarsa (6-8 %),
klorit (12-18 %) dan mineral opak ( 2 %).
Berdasarkan klasifikasi Travis (1955) batuan beku
tersebut dinamakan andesit piroksen. Dasit
ditemukan sebagai penyusun Gunung Wungkal di
Godean. Singkapan segar dijumpai pada lereng timur
bagian utara Gunung Wungkal. Dalam keadaan segar
dasit itu berwarna abu-abu cerah, sedang yang lapuk
kuning kecoklatan, bertekstur porfiritik dan struktur
massif. Berdasarkan hasil pengamatan petrografi
tekstur holokristalin porfiritik afanitik. Mineral
sulung terdiri atas plagioklas jenis andesine ( 30 – 38
%): sanidin (25 – 27 %): kuarsa ( 20 – 22 %): mineral
ubahan klorit ( 13 – 20 %): karbonat ( 2 %) dan

mineral opak ( 1 – 2 %), mengacu pada klasifikasi
Travis, 1955 disebut dasit porfiri. Kemudian
didasarkan atas dijumpainya xenolith fragmen
andesit di dalam dasit, maka disimpulkan bahwa
umur dasit ini lebih muda daripada andesit.
Endapan Gunung api Merapi Muda terdiri
dari tuf, abu, breksi, aglomerat dan leleran lava tak
terpisahkan. Hasil rombakannya membentuk
material lepas di lereng bagian bawah dan dataran
yang meluas ke sebelah selatan berupa endapan
alluvium.

Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian.

HASIL PENELITIAN4
Geologi Gunung Jering dan Sekitarnya
Geomorfologi Gunung Jering berupa
Perbukitan denudasional dengan luasan ± 40 % dari
keseluruhan daerah penelitian, Perbukitan tersebut
membentang dengan arah baratlaut – tenggara

dengan beda tinggi dengan dataran di sekitarnya 34
meter, berlereng terjal dengan sudut lereng ± 51° dan
elevasi ± 200 meter di atas permukaan laut
sementara sekelilingnya berupa dataran bergelobang
lemah fluvial, mempunyai ketinggian lebih kurang
120 meter di atas permukaan laut, dengan luasan ±
60% dari keseluruhan daerah penelitian. Gunung
Jering dan sekitarnya tersusun atas litologi dengan
urutan dari yang paling tua ke muda yaitu Tuf
tersilika, Andesit porfiri, Dasit terubah illitesmektite, dan Basal.

Gambar 3. Peta geologi regional daerah godean dan sekitarnya,
dengan kotak merah sebagai area fokus penelitian (Peta geologi
regional lembar Yogyakarta, Rahardjo, dkk., 1977).

METODE PENELITIAN3
Dalam menjawab permasalahan yang ada,
penelitian ini menggunakan metode penelitian
geologi gunung api yang secara umum dibagi
menjadi tiga metode yaitu metode pengambilan

contoh batuan dilapangan, metode analisis contoh
batuan di laboratorium dan metode analisis di studio.
Kerangka pikir yang dikembangkan untuk
menyelesaikan permasalahan dapat dilihat pada
gambar 4.

Gambar 5. Peta geologi gunung Jering dan sekitarnya.

Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

3

Gambar 6. Penampang peta geologi G. Jerinng dan sekitarnya

Tuf tersilika menunjukkan kenampakan
lapangan berwarna merah kecoklatan, dengan ukuran
buitr berupa abu, telah terubah atau tersilikakan
dengan jurus dan kemiringin N242°E/22°. Batuan ini
diperkirakan menjadi batuan atap atau roof pendant
dari pada batuan intrusi yang terdapat pada daerah

penelitian. batuan ini tersingkap pada lereng sisi
timur dan utara dari gunung Jering.

Dasit Terubah illit - smektit menunjukkan
kenampakan lapangan berwarna abu – abu cerah
hingga putih, bertekstur porfiritik dengan fenokris
berupa mineral kuarsa, yang tertanam dalam masa
dasar berupa mineral - mineral sekunder (Illit dan
smektite ) yang afanit. Satuan batuan ini menerobos
Satuan Batuan Tuf Tersilika, yang dibuktikan
dengan adanya efek bakar pada satuan tuf tersilika
yang kontak dengan batuan intrusi serta hadirnya
xenolith dari pada batuan tuf tersilika di dalam
batuan intrusi dasit terubah illite - smektite.

Gambar 9. Kenampakan singakapan batuan intrusi dasit
terubah illit – smektite pada lereng sisi utara dari g. Gede,
koordinat X 0420524 – Y 9144144 (a),. Kenampakan contoh
setangan batuan intrusi dasit terubah illite – smektite (b) mineral
kuarsa hadir sebagai fenokris (Q) yang tertanam dalam masa
dasar mineral mineral sekunder berupa mineral illite (i) dan
smektite (s).
Gambar 7. Singkapan tuf tersilika pada lereng sisi utara dari g.
Jering (a) koordinat X 0420686 – Y 9144111. Singakapan tuf
tersilika pada lereng sisi timur dari g. Jering (b), koordinat X
420533 – Y 9144144.

Andesit porfiri di lapangan berwarna lapuk
putih kekuningan dengan warna segar abu – abu
cerah, bertekstur porfiri dengan fenokris terdiri atas
mineral plagioklas berukuran 1 – 5 mm, dengan
kelimpahan 20 – 30 % dan mineral amfibol
berukuran 0.5 – 1 mm, dengan kelimapahan 5 – 10
%. Kedua fenokris tersebut tertanam dalam masa
dasar yang afanit. Dijumpai adanya struktur
speroidal weathering. Litologi ini tersingkap pada
lereng sisi timur, utara, dan selatan dari gunung
Jering.

Gambar 8. Kenampakan singkapan Andesit porfiri pada lereng
sisi timur dari G. Jering, koordinat X 0420429 – Y 9144403 (a).
Kanampakan contoh setangan Andesit porfiri (b).

Gambar 10. Kenampakan batas kontak antara tuf tersilika (TT)
dengan dasit terubah (DT) yang ditandai dengan adanya
kenampakan efek bakar (EB) pada batas kontak, koordinat X
0420529 – Y 9144213 (a). Kenampakan hadirnya xenolith dari
pada tuf tersilika pada tubuh batuan dasit terubah, koordinat X
0420566 – Y 9144094 (b).

Basal secara kenampakan lapangan berwarna
lapuk coklat tua dengan warna segar abu – abu sangat
gelap, bertekstur afanitik, strktur pejal. dijumpai
adanya struktur speroidal weathering. Satuan ini
memiliki dimensi kira – kira 50 meter, dan
menerobos Dasit Terubah illit - smektit (Gambar
11).
Endapan Gunung api Merapi Muda terdiri
dari tuf, abu, breksi, aglomerat dan leleran lava tak
terpisahkan. Hasil rombakannya membentuk
material lepas di lereng bagian bawah dan dataran
yang meluas ke sebelah selatan berupa endapan
alluvium.
Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

4

Gambar 11. Kenampakan singkapan Basal (IB)
yang
menerobos Dasit terubah illite – smektite , koordinat X 0420522
– Y 9144052 (a). Kenampakan contoh setangan batuan Basal (b).

Petrografi batuan Andesit porfiri
Lokasi pengambilan sample untuk analisis
petrografi berada bada lereng sisi timur dari gunung
Jering dengan koordinat X 0420464, Y 9144339
yaitu pada batuan andesit porfiri dengan
kenampakan megaskopis yaitu berwarna lapuk putih
kekuningan dengan warna segar abu – abu cerah,
bertekstur porfiri dengan fenokris terdiri atas mineral
plagioklas berukuran 1 – 5 mm, dengan kelimpahan
20 – 30 % dan mineral amfibol.

Gambar .13. Kenampakan tekstur Oscillatory zoning pada
mineral plagioklas pada posisi XPL (gambar kiri), dan
kenampakan zooming tekstur Oscillatory zoning (garis merah,
gambar kanan).

Kenampakan tekstur corona atau reaksi tepi
terlihat pada tepian dari mineral plagioklas jenis
andesine dan juga mineral sanidin yang saling
tumbuh. Diameter tekstur corona ± 0,1 mm. Ingklusi

terlihat pada tengah tengah mineral plagioklas
jenis andesine dan juga pada mineral sanidin,
dimana mineral yang meng iklusi berupa
mineral spinel yang berukuran ± 0,1 mm, pada
posisi ppl nampak berwarna bening, dan pda
posisi XPL berwarna gelap, memiliki relief
sedang dengan bentuk subhedral hingga
anhedral.

Gambar 12. Kenampakan megaskopis contoh setangan dari
batuan intrusi Andesit porfiri.

Pada pengamatan secara mikroskopis di
bawah mikroskop menunjukkan beberapa tekstur
yang dijumpai diantaranya yaitu :
Tekstur Porfiritik (firik) Berupa adanya
kenampakan mineral – mineral besar berukran 0.1
mm hingga 1 mm yang terdiri dari mineral sanidin,
plagioklas, hornblende, biotit, dan mineral aksesoris
berupa magnetit, yang tertanam dalam masa dasar
kristal dengan ukuran yang lebih halus.
Tekstur zoning berosilasi atau Oscillatory
Zoning, terlihat pada mineral plagioklas jenis
andesine (kotak kuning) dengan ukuran ± 2 mm,
sebagai fenokris yang saling tumbuh dengan mineral
sanidin.

Gambar 14. Kenampakan tekstur corona pada posisi PPL (kiri)
dan Kenampakan tekstur ingklusi mineral spinel pada andesine
dan sanidin pada posisi XPL (kanan).

Mineral – mineral yang dijumpai dari hasil
pengamatan mikroskopis adalah sebagai berikut :
Plagioklas
Feldspar ( Andesin An 44
(Ca0,9Na1,2)2Al2Si3O8)
Kehadiran mineral plagioklas cukup
melimpah pada sayatan batuan dengan keterdapatan
mencapai 45 % baik sebagai fenokris dengan ukuran
2 hingga 4 mm maupun sebagai masa dasar dengan
ukuran ≤ 0.1 mm. umumnya berbentuk subhedral
prismatik. Plagioklas pada sayatan tidak berwarna
hingga putih dan memiliki relief yang rendah pada
umumnya, tidak memiliki pleokroisme, serta
memiliki kembaran jenis albit.
Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

5

Hornblende (Ca2(Mg,Fe,Al)5(OH)2[(Si,Al)4O11]2))
Kehadiran mineral hornblende pada sayatan
batuan mencapai 20 % dari total seluruh mineral, dan
hadir sebagai fenokris dengan warna coklat
kehijauan dengan bias rangkap sedang ornde ke dua,
bentuk mineral secara umum subhedral prismatic,
dengan ukuran yang bervariasi mulai dari 0,3 mm
hingga 1 mm, relief sedang dengan pleokroisme yang
kuat, indeks bias mineral > n balsam dengan belahan
berupa garis lurus satu arah yang diduga tersayat
sejajar dengan sumbu c dari mineral.
Biotit K2(Mg,Fe)6Si3O10(OH)2
Mineral Biotit hadir dalam
jumlah
persentase 15 % hadir sebagai fenokris dengan
ukuran ± 0,5 hingga 1,5 mm dengan bentuk secara
umum subhedral memiliki warna coklat kekuningan,
coklat kemerahan, , relief sedang dengan
Pleokroisme yang kuat, indeks bias mineral > n
balsam, belahan sempurna 1(satu) arah. Memiliki
birefringence kuat, coklat kekuningan orde kedua,
maupun hadir sebagai masa dasar dalam ukuran
Kristal yang lebih halus yaitu ≤ 0,1 mm, dengan
betuk yang tidak teratur sehingga sangat sulit untuk
diamati.
Sanidin ((K,Na)AlSi3O8)
Persentase kehadiran mineral ini sekitar 10
% dan hadir sebagai fenokris dengan ukuran yang
beragam mulai dari 0,3 mm hingga 2 mm, dengan
bentuk Kristal secara umur subherdal prismatik, tak
berwarna hingga berwarna putih, dengan relief yang
rendah hingga sedang, dan memiliki kembaran jenis
kalsbar, dan sudut pemadaman yang parallel.
Magnetit (Fe2O4)
Merupakan mineral aksesoris yang dijumpai
memiliki warna yang gelap, (kedap cahaya) dengan
relief yang tinggi, dengan bentuk anhedral, tidak
memiliki pleokroisme, dengan kelimpahan sebesar 8
%.
Spinel MgAl2O4
Mineral ini ditemukan sebagai ingklusi di
dalam fenokris mineral plagioklas jenis andesine
dan juga sanidin yang saling tumbuh, mineral ini
teramati pada posisi PPL tidak berwarna hingga
putih dan pada posisi XPL berwarna gelap, dengan
bentuk yang subhedral hingga anhedral dengan
ukuran rata – rata 0,1 mm . mineral ini hadir dalam
persentase 2 %.

Gambar 15. Kenampakan mineral – mineral yang teramati,
pada posisi XPL. Mineral sanidin (1), plagioklas jenis andesine
(2), hornblende (3), biotit (4), magnetit (5), dan mineral spinel
(6).
PEMBAHASAN5

Secara umum batuan yang menyusun daerah
penelitian merupakan batuan asal gunung api berupa
batuan intrusi yang terdiri dari batuan intrusi Andesit
porfiri, batuan intrusi dasit terubah illite –
smektite,dan batuan intrusi basal, serta batuan
piroklastika berupa tuf tersilika yang keseluruhanya
secara umum berumur tersier, yang kemudian
dilingkupi oleh endapan material produk gunung
merapi berumur kuarter.
Dari hasil pengamatan petrografi pada
batuan intrusi andesit porfiri ditemukan beberapa
tekstur khsus yang dapat menceritakan petrogenesa
dari batuan intrusi andesit porfiri seperti tekstur
porfiri (firik) merupakan tekstur khusus pada batuan
beku yang terbentuk akibat adanya perbedaan
ukuran kristal mineral yang menyusun suatu batuan
beku. Dalam tekstur khusus ini dikenal 2 terminologi
yaitu fenokris (mineral dengan ukuran lebih besar)
dan masa dasar (penyusun batuan dengan ukuran
lebih kecil). Tekstur ini terbentuk akibat adanya
kristalisasi magma yang terjadi padadua kondisi
berbeda. Fenokris akan cenderung terbentuk terlebi
dahulu ketika magma masih mengalami pendinginan
relatif lambat,lalu saat magma bergerak naik, suhu
sekitar membuat magma mendingin lebih cepat
sehingga akan terbentuk kristal berukuran relatif
lebih kecil dari pada kristal yang terbentuk terlebih
dahulu. Tekstur Zoning adalah fitur dari kristal di
mana adanya zona pertumbuhan yang berbeda, dari
kristal memiliki komposisi yang berbeda. Zonasi
kimia
menelusuri
garis
kristal
selama
pertumbuhannya. Zonasi kimia hanya terjadi pada
Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

6

mineral milik solusi seri padat yang mengkristal
dengan komposisi yang berbeda pada temperatur
yang berbeda (dan / atau tekanan). Hal ini juga
menunjukkan ketidakseimbangan karena untuk zona
kimia harus dipertahankan difusi kimia harus cukup
terhambat untuk mencegah homogenisasi komposisi
kristal. Biasanya zonasi kimia menunjukkan tingkat
pendinginan yang lebih tinggi. Zonasi berosilasi
adalah bentuk zonasi kimia di mana zona kimia
berosilasi secara rutin melalui kristal. Zona kimia
berulang
pada jarak yang teratur di zonasi
osilasi,. Zonasi kimia menunjukkan pengulangan
dengan spasi yang tidak teratur, kadang-kadang
dibedakan dengan beberapa zonasi jangka. Zonasi
osilasi biasanya terjadi karena pertumbuhan kristal
dalam arus konveksi dalam tubuh magma sehingga
sirkulasi menyebabkan perubahan dalam suhu dan
dan tekanan, yang berarti adanya proses fraksinasi
kristal yang berlangsung pada tubuh magma.

kurang dari 1 km. Kehadirannya cenderung
diskordant (memotong batuan disekitarnya), dengan
suhu tubuh batuan ± 450°c (gambar 5.18), dimana
awal nya mineral terbentuk secara perlahan pada
tubuh magma yang lebih dalam ( ≥ 1 km),dan proses
fraksinasi kristal (gambar 5.17) berlangsung
sehingga terbentuk mineral – mineral yang
berukuran besar yang bertindak sebagai fenokris,
kemudian seiring bergeraknya magma naik ke
permukaan juga terbentuk mineral – mineral dengan
ukuran yang lebih kecil pada kedalaman yang lebih
dangkal yang kemudian bertindak sebagai masa
dasar Kristal.

Gambar 17. Ilustrasi proses fraksinasi kristalisasi pada dapur
magma (Tarbuck & Lutgens, 2004).

KESIMPULAN6
Gambar 16. (a) Proporsi relatif dari meleleh ke kristal pada
setiap tahap kristalisasi dapat dihitung dengan menggunakan
Peraturan Lever. (b) kristalisasi pecahan dalam system
yang sama. (Robin gill, 1994).

Tekstur corona sering timbul karena reaksi
antara kristal host dan bahan sekitarnya untuk
menghasilkan fase mantling, namun, beberapa
tekstur korona juga timbul dengan pertumbuhan
epitaxial melibatkan nukleasi fase mantling pada
kristal tanpa reaksi. Bukti untuk reaksi di tekstur
corona termasuk embayments atau pembulatan dari
kristal host, atau rims berlapis-lapis yang terdiri dari
beberapa tahapan muncul secara berurutan dengan
jarak dari kristal.
Berdasarkan data yang diperoleh baik berasal
secara petrologi maupun secara petrografi, pada
daerah penelitian merupakan batuan – batuan intrusi
dangkal atau epizonal intrusion yang menurut
Buddington (1959) memiliki kisaran kedalaman

Dari data petrologi secara megaskopis
disimpulkan bahwa batuan penyusun daerah
penelitian merupakan batuan – batuan produk
gunung api. Yaitu tuf tersilika, intrusi Andesit
porfiri, intrusi Dasit terubah illite – smektite , intrusi
Basal dan endapan produk gunung merapi.
Stratigrafi daerah penelitian dari yang tertua kemuda
dapat diurutkan mulai dari tuf tersilika, intrusi
Andesit porfiri, intrusi Dasit terubah illite – smektite,
intrusi Basal dan endapan produk gunung merapi.
Dari data petrografi pada intrusi Andesit porfiri dapat
disimpulkan merupakan intrusi dangkal dengan
kedalaman ± 1 km. Hadirnya beberapa mineral opak
pada sayatan tipis mengindikasikan adanya proses –
proses Alterasi baik kerena proses pelapukan
ataupun karena proses hydrothermal pada intrusi
Andesit porfiri.

Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

7

DAFTAR PUSTAKA7
Asikin, S., 1982, Geologi Struktur Indonesia, Lab.
Geologi Dinamis – Geologi ITB,
Bandung.
Borisova, A.Y., Martel, C., Gouy, S., Pratomo, I.,
Sumarti, S., Toutain, J., Bindeman, I.N.,
Parseval, P., Metaxian, J.P., Surono,
2013, Highly explosive 2010 Merapi
eruption: Evidence for shallow-level
crustal assimilation and hybrid fluid ,
Journal of Volcanology and Geothermal
Research 261 (2013) 193–208.
Bronto, dkk., 2014, Longsoran Raksasa Gunung Api
Merapi Yogyakarta- Jawa Tengah, Jurnal
Geologi Sumberdaya Mineral, Vol. 15
No.4 November 2014: 165-183.
Bronto, S., 2013, Geologi Gunung Api Purba , Badan
Geologi, Bandung.
Gill, R., 2010, Igneous Rocks and Processes A
Partical
Guide,
WILLEYBLACKWELL Ltd, Publication, UK,
ISBN : 978-1-4443-3065-6.
Hartono, G., 2009, Petrologi Batuan Beku dan
Gunung Api, 104h, Unpad Press,
Bandung.
Hartono, G., 2010, Petrologi Batuan Beku dan
Gunung Api, UNPAD Press. Bandung,
ISBN: 978-602-8743-07-5. 116 hal.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D.,
1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta ,
skala 1:100.000, Direktorat P3G,
Bandung.
Raymond,
A.,
1995,
Igneous
Petrology,
Wm.C.Brown Communications Inc,
USA, ISBN : 0-697-23691-9. 255 hal.

Seminar Tipe 1A | STTNAS 2016

8

Dokumen yang terkait

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG BROMO SEBAGAI FILLER UNTUK CAMPURAN LASTON DITINJAU DARI KARAKTERISTIK MARSHALL

0 34 12

ANALISIS KAPASITAS SAMBUNGAN BALOK – KOLOM DENGAN SISTEM PLATCON PRECAST 07 TERHADAP GAYA GEMPA BERDASARKAN SNI 1726 : 2012 (STUDI KASUS : RUSUNAWA WONOSARI, GUNUNG KIDUL, DIY)

0 22 16

GERAKAN LASKAR HIJAU DALAM UPAYA PELESTARIAN HUTAN GUNUNG LEMONGAN KLAKAH LUMAJANG

1 18 156

INVENTARISASI ORCHIDALES DI GUNUNG PESAWARAN TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDURRAHMAN BANDAR LAMPUNG (Sebagai Bahan Pengayaan Materi Keanekaragaman Hayati SMA Kelas X Semester 1)

5 51 80

PENGGUNAAN MEDIA PETA TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GUNUNG REJO KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 15 52

EFFECT OF LAND AND APPLICATION SYSTEM TOWARD BAGASSE MULCH SOIL RESPIRATION OF THE LAND CROPPING CANE (Saccharum officinarum L.) PT GUNUNG MADU PLANTATIONS (GMP) PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTA

0 18 42

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL PADA IBU-IBU PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLANT DI KELURAHAN SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

1 32 68

KEBERADAAN BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI GUNUNG BETUNG TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

7 36 44

KARAKTERISASI BATUAN CARBONATE, CLAY, SANDSTONE PADA RESERVOAR MIGAS MENGGUNAKAN METODE PETROFISIKA, NUKLIR, DAN GEOKIMIA DI LAPANGAN NVL

2 40 68

VARIASI KOMPOSISI GRADASI BATUAN TERHADAP KARAKTERISTIK BETON ASPAL DENGAN UJI MARSHALL

0 0 12