2.1 Tentang Transistor Bipolar - BAB 2 PABasic

BAB 2
Dasar Penguat Daya
Dalam bab ini kita akan melihat rancangan penguat daya dasar secara lengkap.
Beberapa informasi tentang transistor akan dibahas dulu, diikuti dengan analisa
sederhana rangkaian fungsional yang tidk dapat diabaikan untuk membangun
rangkaian penguat lengkap. Ini akan memberikan landasan untuk analisa lengkap
penguat dasar yang mengikutinya.

2.1 Tentang Transistor Bipolar
Bati Arus
Jika arus kecil dimasukkan (source) ke basis transistor NPN, arus yang cukup
besar mengalir pada kolektor. Perbandingan dua arus ini adalah bati arus, umumnya
disebut beta () atau hfe. Hal ini juga berlaku untuk transistor PNP, jika arus kecil ditarik
(sink) dari basis, arus yang cukup besar mengalir pada kolektor.
Bati arus transistor sinyal kecil tipikal berkisar 50 hingga 200. Untuk transistor
keluaran,  berkisar 20 hingga 100. Beta dapat sedikit bervariasi dari transistor ke
transistor dan sedikit dipengaruhi arus kolektor dan tegangan kolektor.
Karena  transistor dapat sedikit berbeda, rangkaian biasanya dirancang
sedemikian sehingga operasinya tidak dipengaruhi nilai  transistornya. Sebaliknya,
rangkaian dirancang sedemikian sehingga ia bekerja baik untuk nilai  minimum dan
lebih baik ketika  sangat tinggi. Karena terkadang  sangat tinggi, biasanya menjadi

praktek yang buruk untuk merancang rangkaian yang tak pantas jika  menjadi sangat
tinggi (it is usually bad practice to design a circuit that would misbehave if  became
very high). Transkonduktansi (gm) transistor secara nyata merupakan parameter
rancangan yang lebih dapat diprediksi dan penting (as long as  is high enough not to
matter much, selama  cukup tinggi tidak menjadi masalah banyak). Transkonduktansi
transistor adalah perbandingan perubahan arus kolektor sebagai tanggapan terhadap
perubahan tegangan basis-emiter, dalam satuan siemens (S, amp per volt)
gm = Ic / Vbe
Karakteristik arus kolektor disajikan pada Gambar 2.1 memberi ilustrasi perilaku
bati arus transistor. Kurva tersebut memperlihatkan bagaimana arus kolektor meningkat
karena peningkatan tegangan kolektor-emiter (V ce), dengan arus basis sebagai
parameter. Kemiringan keatas masing-masing kurva dengan peningkatan V ce
mengungkapkan sedikit ketergantungan  pada tegangan kolektor-emiter. Spasi kurva
untuk nilai arus basis yang berbeda mengungkapkan bati arus. Perhatikan bahwa spasi
ini cenderung meningkat terhadap peningkatan V ce, ini juga mengungkapkan
ketergantungan bati arus terhadap V ce. The spacing of the curves may be larger
or smaller between diferent pairs of curves. This illustrates the dependence
of current gain on collector current. The transistor shown has  of about 50.

IB = 500u

400u
300u
200u
100u

Gambar 2.1

Beta can be a strong function of current when current is high; it can
decrease quickly with increases in current. This is referred to as beta droop
and can be a source of distortion in power amplifers. A typical power
transistor may start with a  of 70 at a collector current of 1 A and have its 
fall to 20 or less by the time Ic reaches 10 A. This
is especially important when the amplifer is called on to drive low load
impedances. This is sobering (cenderung menjadikan serius) in light of
(considering) the current requirements illustrated in Table 1.3.

Tegangan Basis-Emiter
BJT memerlukan tegangan panjar maju tertentu pada sambungan basis-emiter
untuk mulai mulai mengalirkan arus kolektor. Tegangan turn-on ini biasanya disebut
Vbe. Untuk transistor silikon, Vbe biasanya antara 0,5 hingga 0,7 V. Nilai V be

sebenarnya bergantung pda rancangan devais transistor dan besarnya arus
kolektor (Ic).
Tegangan basis-emiter meningkat sekitar 60 mV untuk setiap dekade kenaikan arus
kolektor. Ini mencerminkan hubungan logaritmis Vbe terhadap Ic. Untuk 2N5551,
sebagai contoh, Vbe = 600 mV pada 100 A dan meningkat menjadi 720 mV pada 10
mA. Ini bersesuaian dengan kenaikan 120 mV (720 mV – 600 mV) dalam dua
dekade (100:1) kenaikan pada arus kolektor (10 mA – 100 A  10 mA).
Arus kolektor kecil sebenarnya mulai mengalir pada nilai panjar maju yang kecil
(Vbe). Bahwasanya, arus kolektor meningkat secara eksponensial terhadap V be.
Itulah mengapa sepertinya ada tegangan turn-on yang cukup baik didefnisikan
ketika arus kolektor diplot terhadap Vbe pada koordinat linier. Ini menjadi garis lurus
ketika log arus kolektor diplot terhadap V be. Beberapa rangkaian, seperti multiplier,
memanfaatkan besarnya ketergantungan logaritmik dari Vbe pada arus kolektor.
Ambil jalan lain, arus kolektor meningkat secara eksponensial terhadap tegangan
basis-emiter, dan kita memiliki pendekatan:

IC  IS e

Vbe / VT 


dimana, tegangan VT disebut tegangan thermal. Disini VT berkisar 26 mV pada
temperatur ruang dan ia sebanding dengan temperatur absolut. Ini memainkan
peran ketergantungan temperatur dari Vbe. Bagaimanapun, sebab utama
ketergantungan temperatur dari Vbe adalah peningkatan pesat temperatur dari arus
saturasi IS. Hal ini pada akhirnya menghasilkan koefsien temperatur negatif dari V be
sekitar -2,2 mV/C.
Penyajian tegangan basis-emiter sebagi fungsi arus kolektor,

Vbe  VT ln IC / IS 
dimana ln(IC/IS) adalah logaritmis natural dari perbandingan I C/IS. Nilai Vbe disini
adalah tegangan basis-emiter intrinsik, dimana beberapa tegangan jatuh pada
resistansi basis dan resistansi emiter tidak dilibatkan.
Tegangan basis-emiter untuk arus kolektor tertentu secara khas menurun sebesar
sekitar 2,2 mV untuk setiap kenaikan derajat Celcius pada temperatur. Ini berarti
bahwa ketika transisitor dipanjar dengan nilai V be tetap, arus kolektor akan
meningkat sebagai fungsi peningkatan temperatur. Selagi arus kolektor meningkat,
hamburan daya dan pemanasan transistor juga; ini akan membawa peningkatan
temperatur berikutnya dan terkadang disebut thermal runaway. Ini secara prinsip
adalah umpanbalik positif dalam sistem umpanbalik lokal.


Vbe transistor daya mulai muncul pada tegangan yang lebih kecil pada arus kolektor
kecil sekitar 100 mA, tetapi mungkin meningkat secara substansial pada 1 V atau
lebih pada rentang arus dalam kisaran 1 hingga 10 A. Pada arus dibawah 1 A, V be
khas mengikuti aturan logaritmis, peningkatan sekitar 60 mV per dekade dari
peningkatan arus kolektor. Sebagai contoh, V be bisa meningkat dari 550 mV dapa
150 mA menjadi 630 mV pada 1 A. Ini bahkan lebih dari 60 mV per dekade.
Diatas sekitar 1 A, Vbe lawan Ic untuk transistor daya sering mulai berperilaku linier
seperti resistansi. Dalam contoh yang sama, V be mungkin meningkat menjadi sekitar
1,6 V pada 1 A. Ini akan sesuai dengan adanya resistansi seri sekitar 0,1  pada
emiter. Hambatan emiter aktual yang secara fsika belum tentu dari peningkatan
Vbe. Tegangan jatuh melintas resistansi basis RB yang disebabkan arus basis sering
menjadi lebih berarti. Tegangan jatuh ini akan sama dengan R B(IC/). Sumbangan
efektif resistansi RB yang terlihat dari emiter adalah R B/. Resistansi basis dibagi
dengan  sering menjadi sumber dominan perilaku ini.
Pertimbangkan transistor daya beroperasi pada I C = 10 A dan memiliki resistansi
basis 4 , suatu  pengoperasian 50, dan resistansi emiter 20 m. arus basis akan
menjadi 200 mA dan jatuh tegangan melintas resistansi basis akan menjadi 0,8 V.
Jatuh tegangan melintas resistansi emiter akan menjadi 0,2 V. penambahan Vbe
intrinsik mungkin 660 mV, tegangan basis-emiter menjadi 1,66 V. dengan demikian
mudah unutk melihat bagaimana Vbe yang agak tinggi dapat terjadi untuk transistor

daya pada arus operasi besar.

Gummel Plot
Jika log dari arus kolektor diplot sebagai fungsi V be, hasilnya adalah kurva yang
sangat nyata.
Simulasi

DC Analysis:
 Sweep variabel : V2

(V1 = VCE konstan)

 Range 0.2 to 0.95 step 0.01
 Auto range scale
 Y expression: IC(Q1), IB(Q1), and IC/IB on log scale
 X expression V2

Skala linier
variasi VBE


skala vertikal logaritmis

Warna hijau: Ic/Ib dengan

variasi ib
Seperti disebutkan di atas, idealnya ia adalah garis lurus. Diagram menjadi lebih
berguna dan mendalam jika arus basis diplot pada sumbu yang sama. Ini disebut
plot Gummel (Gummel plot). The magic lies in

2.2 Circuit Building Block
Tahap Emiter Sekutu
Vout = -gmRL = -RL/re’ di mana gm = ic/vbe dengan 
menyatakan perubahan kecil.
iC = IsevBE/nVT  Vout
Pendekatan kurva dengan EXCEL ada di fle:
DistorsiEksponensial.xlsx.
Meskipun trendline polinomial tepat namun deret Taylor
lebih baik karena harga koefsiensnya dapat kita prediksi.
Model BC547 dari MC9: Is = 7,89E-15 dan n = 1 pada T = 300K
Gambar 2.5a


diperoleh VT = 26 mV. Tegangan bias vBE = 0,65 V dan vBE = 5 mV
diperoleh

Trendline:
y = 2832,x6 - 10651x5 + 16717x4 - 14014x3 + 6618,x2 1669,x + 175,6
Taylor:
y = 1,0524e-5 + 4,0477e-4(vBE – VBIAS) + 7,784e-3(vBE –
VBIAS)2 +
9,9795e-2(vBE – VBIAS)3

Menggunakan Persamaan (18-6) dari buku Millman maka arus i C adalah:
ic = G1ib + G2ib2
di mana G1 =- 1669

Is
7.89E-15
B1
3.15E-13


n
9.68E-01
B2
6.30E-12

k
1.38E-23
B3
8.40E-11

q
1.60E-19

tegangan keluaran tahap CE adalah perkalian arus kolektor dengan R L, dengan
mengacu rangkaian ekivalen diperoleh
vout = -iCRL
Jika x dalam deret adalah vBE dan y adalah iC maka Vout akan mengalami
penyimpangan dari Vin.