TINDAK PIDANA PEMILU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 CRIMINAL ACTS RELATED TO GENERAL ELECTIONS PURSUANT TO LAW NUMBER 10 YEAR 2008

TINDAK PIDANA PEMILU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 CRIMINAL ACTS RELATED TO GENERAL ELECTIONS PURSUANT TO LAW NUMBER 10 YEAR 2008

Moch. Ali Bachri

Fakultas Hukum Universitas Mataram Email: alibachri@yahoo.com

Naskah diterima : 13/05/2013; direvisi : 10/06/2013; disetujui : 17/07/2013

A bstrAct

The existence of criminal acts regulation in a Law surely purposed to the obedience of the people to the norms available in the law. However if it took a massive portion, the criminal acts regulation of a Law may potentially raise problem. The Law concerning general election of DPR, DPD and DPRD members consisting of 320 Articles and 52 Articles regulates criminal acts violation. Whereas the Law concerning the election of President and Vice President consisting of 262 contains only 58 Articles related to criminal acts. By percentage, the calculation of the number of articles regulating the criminal acts in the Law of general election of the members of DPR, DPD DPRD is around 16 percent and in the Law concerning on the election of president and vice president is around 22 percent. Therefore it is necessary to pay more attention on the urgency of considering the acts classification that is stated as criminal and its implications to the criminal Law enforcement in practical field. Keywords: Criminal acts, General Election, Dispute Settlement

A bStrAk

Keberadaan ketentuan pidana dalam suatu undang-undang tentunya terkandung maksud yaitu agar norma-norma tersebut dipatuhi. Namun demikian, jika ketentuan pidana suatu undang-undang menempati porsi yang sangat besar tentunya dapat memunculkan pertanyaan tersendiri. Undang-undang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, terdiri dari 320 Pasal ternyata 52 Pasal memuat ketentuan pidana, sedangkan Undang-undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang terdiri dari 262 Pasal memuat ketentuan pidana 58 Pasal. Secara prosentase, jumlah Pasal yang memuat tentang ketentuan pidana dalam Undang- undang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mencapai 16 persen, sedangkan Undang- undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mencapai 22 persen. Dengan demikian satu hal yang patut dicermati, terutama dari sisi urgensi penentuan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana dan implikasinya bagi penegakan hukum pidana pada tataran praktis.

Keywords: Tindak Pidana, Pemilahan Umum, Penyelesaian Sengketa.

PENDAHULUAN

kali saja, melainkan lebih dari itu, yakni dua kali atau bahkan tiga kali. Pada pemilihan

t Ahun 2009 meruPAkAn moment yang umum yang pertama rakyat memilih amat penting bagi keberlangsungan demo-

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), krasi di Indonesia, karena pada tahun ini

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta diselenggarakan pesta demokrasi yang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), terjadi setiap lima tahun sekali, yakni Pemi-

baik itu DPRD Provinsi maupun DPRD lihan Umum (PEMILU). Pemilihan umum

Kabupaten/Kota. Sedangkan pada pemilihan ini tidak hanya diselenggarakan untuk satu

umum selanjutnya rakyat memilih Presiden

Kajian Hukum dan Keadilan 290 IUS

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............ dan Wakil Presiden secara langsung. Tidak

Keberadaan ketentuan pidana di dalam tertutup kemungkinan Pemilihan Umum suatu undang-undang dapat dipahami, Presiden dan Wakil Presiden ini dapat karena di dalamnya terkandung maksud berlangsung hingga dua kali (dua putaran) agar norma-norma yang ada di dalam seperti yang terjadi pada lima tahun yang undang-undang tersebut dipatuhi. Namun lalu, hal ini dilakukan manakala masing- demikian, jika suatu undang-undang, masing pasangan calon Presiden dan keberadaan ketentuan pidananya menem- Wakil Presiden belum mendapatkan suara pati porsi yang demikian besar tentu nya lebih dari lima puluh persen dari jumlah dapat memunculkan pertanyaan tersendiri. suara pemilih atau belum mendapatkan Jika dilakukan telaah yang lebih mendalam dua puluh persen suara di setiap provinsi terhadap ketentuan pidana yang ada pada yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Undang-undang Pemilu Anggota DPR, provinsi di Indonesia.

DPD dan DPRD maupun Undang-undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka,

Guna mendasari penyelenggaraan pemi- keberadaan ketentuan pidana di kedua

lihan umum, sejumlah undang-undang undang-undang tersebut menempati porsi telah diberlakukan, yakni Undang-undang yang amat besar. Undang-undang Pemilu

Nomor 10 Tahun 2008, Tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD, dengan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, jumlah Pasalnya yang mencapai 320 Pasal

Dewan Perwakilan Daerah serta Dewan ternyata di dalamnya memuat 52 Pasal yang

Per wakilan Rakyat Daerah, Undang- mengatur tentang ketentuan pidana, yakni

undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pasal 260 sampai dengan Pasal 311.

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-undang Nomor 22 Tahun

Sedangkan Undang-undang Pemilu Pre- 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan siden dan Wakil Presiden yang jumlah Umum, serta Undang-undang Nomor 2 Pasalnya mencapai 262 Pasal, di dalamnya Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

me muat 58 Pasal ketentuan pidana yakni Pasal 202 sampai dengan Pasal 259. Secara

Dua dari empat undang-undang sebagai- prosentase, jumlah Pasal yang memuat mana tersebut di atas, telah dilengkapi tentang ketentuan pidana dalam Undang-

dengan ketentuan pidana, yakni Undang- undang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan

undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang DPRD angkanya mencapai 16 persen, se- Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD, dang kan yang memuat tentang ketentuan

serta Undang-undang Nomor 42 Tahun pidana dalam Undang-undang Pemilu

2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Wakil Presiden mencapai 22

Presiden. Keberadaan sejumlah ketentuan

persen.

pidana tersebut diharapkan mampu meng- antisipasi berbagai praktik kecurangan

Jika dibandingkan dengan undang-un- yang terjadi selama penyelenggaraan dang sebelumnya, jumlah Pasal yang me- pemilu, seperti misalnya praktek politik nyangkut ketentuan pidana di dalam Un- uang, kampanye di luar jadwal, praktik- dang-undang Pemilu Anggota DPR, DPD, praktik penggelembungan suara dan lain dan DPRD yang berlaku saat ini, jauh lebih sebagainya. Praktik-praktik tersebut di- banyak. Undang-undang Nomor 12 Tahun khawa tirkan dapat menodai pelaksanaan 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD pemilu itu sendiri, sehingga timbul kesan dan DPRD hanya memuat 5 Pasal menge-

bahwa pemilu yang terselenggara, penuh nai ketentuan pidana. Begitu pula Undang- dengan kecurangan serta tidak berlangsung undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang secara jujur dan adil.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang Kajian Hukum dan Keadilan IUS 291

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 memuat 5 Pasal terkait dengan ketentu- tidak perlu diatur dalam Hukum Pidana.

an pidana. Banyaknya ketentuan pidana Tujuan Hukum Pidana tidak lain hanyalah yang diatur dalam undang-undang pemilu perlindungan masyarakat. 3 Fungsi Hukum baik itu undang-undang pemilu anggota Pidana yang demikian disebut juga dengan DPR, DPD, dan DPRD maupun undang- “Ultimatum Remedium” (obat terakhir). undang pemilu Presiden dan Wakil Pres- Artinya, apabila tidak diperlukan sekali, iden merupakan satu hal yang patut dicer- hendaknya jangan menggunakan pidana mati, terutama dari sisi urgensi penentuan sebagai sarana. Maka suatu aturan hukum perbuatan-perbuatan yang dapat di pidana, pidana hendaknya dicabut bila tidak ada relevansinya dengan aspek Hukum Pidana manfaatnya. Fungsi yang diemban oleh serta implikasinya bagi penegakan ketentu- Hukum Pidana yang demikian disebut juga an Hukum Pidana itu sendiri pada tataran fungsi yang subsider .4 praktis.

Untuk mengkaji persoalan di atas maka

Adapun permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini menggunakan pendeka- dalam tulisan ini yaitu mengenai “bentuk- tan perundang-undangan (Statute Ap- bentuk sengketa Pemilu dan proses penyele- proach ) dan pendekatan perbandingan saian sengketa Pemilu sebagaimana diatur hukum. Pendekatan perundang-undangan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun dilakukan untuk meneliti aturan perun- 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota dang-undangan yang mengatur mengenai DPR, DPD, dan DPRD ”.

penyelenggaraan pemilihan umum yakni Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008.

Di antara berbagai bidang hukum, maka Sedangkan pendekatan perbandingan di-

Hukum Pidana dipandang sebagai hukum lakukan untuk melihat bagaimana antara

yang memiliki sanksi yang paling keras. satu hukum yang mengatur ketentuan yang Oleh sebab itu sebagian sarjana mengatakan serupa namun tidak searah dengan hukum

bahwa Hukum Pidana merupakan hukum lainnya, sehingga nantinya akan ditemukan

sanksi istimewa (bijzondere sanctierecht). 1

sebuah titik temu baik kesamaan maupun Dengan kedudukan yang demikian, maka perbedaan yang akan sangat membantu Hukum Pidana pada dasarnya memperkuat

dalam proses analisis.

sanksi yang sudah ada pada bidang hukum lainnya seperti Hukum Perdata, Tata

Pengumpulan bahan hukum dalam pe- N egara dan Administrasi. Bilamana sanksi nelitian library research adalah teknik do- yang ada pada bidang hukum lainnya terse- kumenter, yaitu dikumpulkan dari telaah but kurang dapat memaksa, maka pemerin- arsip atau studi pustaka seperti, buku- tah perlu membuat sanksi yang lebih keras buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, dan memaksa dengan membuat Hukum koran atau karya para pakar. Selain itu,

Pidana. 2 wawancara juga merupakan salah satu dari teknik pengumpulan bahan hukum yang

Sebaliknya, bilamana berbagai persoalan menunjang teknik dokumenter dalam

yang ada dalam masyarakat sudah dapat penelitian ini serta berfungsi untuk mem-

diselesaikan melalui hukum lainnya, maka peroleh bahan hukum yang mendukung

1 E Utrecht, Hukum Pidana I, (Surabaya : Tinta Mas

penelitian jika diperlukan.

, 1985), hlm. 65. Di samping itu terdapat pandangan lain yang menyebutkan hukum pidana mempunyai sanksi negatif yang hendaknya beru ditrapkan apabila sarana (upaya) lainnya sudah tidak memadai, dan dikatakan pula hukum pidana itu mempunyai fungsi yang subsid- ert. Lihat, Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1977,

3 Muladi dan Barda Nawawi A, Teori dan Kebijakan hlm.30

Pidana , (Bandung : Alumni, 1992), hlm.157. 2 Ibid, hlm.66

4 Soedarto, Op.cit, hlm. 32

292 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............

PEMBAHASAN

4. Profesi Media cetak/elektronik, pelaksana pengadaan barang, distributor;

A. Bentuk Sengketa Pemilu Yang Diatur Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun

5. Pemantau dalam negeri maupun asing; 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

6. Masyarakat Pemilih, pelaksana survei/ DPR, DPD dan DPRD

hitungan cepat, dan umum yang disebut Terjadinya pelanggaran Pemilu seperti

sebagai “setiap orang”. dalam pelaksanaan Pemilu 2009 sudah ti-

Meski banyak sekali bentuk pelang garan dak terhindarkan. Pelanggaran dapat terjadi

yang dapat terjadi dalam pemilu, tetapi se- karena adanya unsur kesengajaan maupun

cara garis besar UU Pemilu membaginya karena kelalaian. Pelanggaran pemilu dapat

berdasarkan kategori jenis pelanggaran pe- dilakukan oleh banyak pihak bahkan dapat

milu menjadi:

dikatakan semua orang memiliki potensi untuk menjadi pelaku pelanggaran pemilu. (1)Pelanggaran administrasi pemilu; Sebagai upaya antisipasi, Undang-Undang

10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemi-

perbuatan yang termasuk dalam pelang- lu) mengaturnya pada setiap tahapan dalam

garan administrasi adalah pelanggaran ter- bentuk kewajiban, dan larangan dengan

hadap ketentuan UU Pemilu yang tidak tambahan ancaman atau sanksi.

termasuk dalam ketentuan pidana pemilu dan ketentuan

Potensi pelaku pelanggaran pemilu dalam UU pemilu antara lain : 5 lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengan demikian, maka semua jenis

1. Penyelenggara Pemilu yang meliputi ang- pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan gota KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/

sebagai tindak pidana, termasuk dalam Kota, anggota Bawaslu, Panwaslu Propinsi,

kategori pelanggaran administrasi. Bebe- Panwaslu Kabupaten Kota, Panwas Ke-

rapa contoh pelanggaran admini stratif camatan, jajaran sekretariat dan petugas

tersebut misalnya; tidak meme nuhi syarat- pelaksana lapangan lainnya

syarat untuk menjadi pe serta pemilu, me- nggunakan fasilitas pemerintah, tempat

2. Peserta pemilu yaitu pengurus partai poli- ibadah dan tempat pen didikan untuk

tik, calon anggota DPR, DPD, DPRD, tim berkampanye, tidak melaporkan rekening

kampanye 1. Penyelenggara Pemilu yang awal dana kam panye, pemantau pemilu meliputi anggota KPU, KPU Propinsi, KPU melanggar kewajiban dan larangan.

Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, Pan- waslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten Kota,

(2)Pelanggaran pidana pemilu; dan Panwas Kecamatan, jajaran sekretariat dan petugas pelaksana lapangan lainnya.

Pasal 252 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

3. Pejabat tertentu seperti PNS, anggota TNI, Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengatur anggota Polri, pengurus BUMN/BUMD,

tentang tindak pidana pemilu sebagai Gubernur/pimpinan Bank Indonesia,

pelanggaran pemilu yang mengandung Perangkat Desa, dan badan lain-lain yang

unsur pidana. Pelanggaran ini merupakan anggarannya bersumber dari keuangan

tindakan yang dalam UU Pemilu diancam negara;

dengan sanksi pidana. Dari 51 Pasal

5 Abdul Fickar Hajar, Penegakan Hukum Tindak Pi-

yang mengatur tindak pidana pemilu,

dana Pemilu , diakses dari situs : http://fickar15.blogspot.

sebagian besar (40 Pasal) mengancam

com/2008/06/penegakan-hukum-tindak-pidana-pemilu. html, tanggal 05 April 2012, hlm. 2.

penyelenggara pemilu tingkat pusat Kajian Hukum dan Keadilan IUS 293

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 (KPU) sampai dengan ketingkat Desa,

hanya 11 ketentuan yang tidak langsung ditujukan kepada penyelengara pemilu, bahkan berdasarkan ketentuan Pasal 311 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 penyelenggara pemilu ditambah hukumannya 1/3 dalam melakukan tindak pidana yang ditujukan pada subjek lain selain penyelenggara pemilu. Beberapa contoh tindak pidana pemilu antara lain adalah sengaja menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain memberikan hak suara dan mengubah hasil suara. Seperti tindak pidana pada umumnya, maka proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang ada yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

(3)Perselisihan hasil pemilu.

Pengertian perselisihan hasil pemilu menurut Pasal 258 UU Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu. Sesuai dengan amanat Konstitusi yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perselisihan mengenai hasil perolehan suara diselesaikan melalui peradilan konstitusi di MK. Satu jenis pelanggaran yang menurut Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu menjadi salah satu kewenangan Panwaslu Kabupaten/Kota untuk me- nye lesai kan nya

adalah

pelanggaran pemilu yang bersifat sengketa. Sengketa adalah perbenturan dua kepentingan dan kewajiban hukum, atau antara ke- wajiban hukum dengan kewajiban hukum (konflik) yang dalam konteks pemilu dapat terjadi antara peserta

dengan penyelenggara maupun antara peserta dengan peserta. Pada pemilu 2004, tata cara penyelesaian terhadap jenis pelanggaran ini diatur dalam satu Pasal tersendiri (Pasal129 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003). Terhadap seng- keta pemilu ini yaitu perselisihan pemilu selain yang menyangkut perolehan hasil suara, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tidak mengatur mekanisme penyelesaiannya.

Sengketa juga dapat terjadi antara KPU dengan peserta pemilu atau pihak lain yang timbul akibat dikeluarkannya suatu Peraturan dan Keputusan KPU. Kebijakan tersebut, karena menyangkut banyak pihak, dapat dinilai merugikan kepentingan pihak lain seperti peserta pemilu (parpol dan perorangan), media/ pers, lembaga pemantau, pemilih maupun masyarakat. Berbeda dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003, yang me negaskan bahwa Keputusan KPU ber sifat final dan mengikat, dalam UU KPU dan Undang-Undang Pemilu tidak ada ketentuan yang menegaskan bahwa Keputusan KPU bersifat final dan mengikat. Dengan demikian Kepu- tusan KPU yang dianggap merugikan terbuka kemungkinan untuk diubah. Persoalannya, Undang-Undang Pemilu juga tidak memberikan “ruang khusus” untuk menyelesaikan ketidakpuasan ter- sebut. Contoh kasus yang nyata ada adalah sengketa antara calon peserta pemilu dengan KPU menyangkut Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu.

Keputusan KPU tersebut dianggap merugikan salah satu atau beberapa calon peserta pemilu. Demikian juga sengketa antara partai politik peserta pemilu dengan anggota atau orang lain mengenai pendaftaran calon legislatif. Pencalonan oleh partai politik tertentu dianggap ti-

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............ dak sesuai dengan atau tanpa seizin yang

supaya tidak memakai hak pilihnya, bersangkutan.

atau supaya memakai hak itu menurut cara yang tertentu ,diancam dengan

Dalam KUHP Indonesia yang merupak- pidana penjara paling lama sembilan

an kitab undang-undang warisan dari masa bulan atau pidana denda paling ban- penjajahan Belanda terdapat lima Pasal yak empat ribu lima ratus rupiah.

yang mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pe-

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada milu. Lima Pasal yang terdapat dalam Bab

pemilih, yang dengan menerima pem-

IV Buku Kedua KUHP mengenai tindak berian atau janji, mau disuap supaya pidana ”Kejahatan terhadap Melakukan

memakai atau tidak memakai haknya Kewajiban dan Hak Kenegaraan”, adalah

seperti di atas”.

Pasal 148, 149, 150, 151, 152 KUHP. Per- Pasal 149 ini mengatur bahwa

buatan-perbuatan yang dilarang menurut dikenakan tindak pidana bagi seseorang

Pasal-Pasal tersebut adalah sebagai berikut: yang melakukan penyuapan sehingga

B. Merintangi orang menjalankan haknya orang menggunakan hak pilihnya dalam memilih

menurut cara tertentu atau sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya pada

Pasal 148 KUHP menyatakan : saat pemilu. Hukuman untuk tindak “Barang siapa pada waktu diadakan

pidana ini adalah paling lama sembilan pemilihan berdasarkan aturan-aturan

bulan atau denda paling banyak empat umum ,dengan kekerasan atau ancaman

ribu lima ratus rupiah. Hal ini berlaku kekerasan dengan sengaja merintangi se-

bagi orang yang menerima suap. Pemilu seorang memakai hak pilihnya dengan

2009 yang lalu, kita banyak menemukan bebas dan tidak terganggu ,diancam den-

kasus-kasus yang bermotif ”money politic” gan pidana penjara paling lama satu

yang sebenarnya bisa dikenakan Pasal tahun empat bulan“

ini, misalnya pemberian uang, sembako- sembako, sumbangan dan sebagainya

Berdasarkan Pasal 148 KUHP ini ses- agar memilih Partai A, B dan sebagainya. eorang akan dinyatakan melakukan per-

Namun, seperti diketahui, sangat sedikit buatan pidana apabila merintangi orang

sekali kasus-kasus yang bisa diperoses lain dalam memberikan hak pilihnya pada

secara pidana.

waktu dilaksanakannya pemilihan umum. Perintangan ini dapat dilakukan dengan

2. Perbuatan Tipu Muslihat kekerasan atau ancaman, bisa juga dengan

Pasal 150 KUHP menyatakan : intimidasi sehingga orang tidak memberi-

kan suaranya pada saat pemilu. Hukuman ”Barang siapa pada waktu diadakan untuk tindak pidana ini paling lama adalah

pemilihan berdasarkan aturan-aturan satu tahun empat bulan penjara.

umum, melakukan tipu muslihat sehing-

ga suara orang pemilih menjadi tidak

1. Penyuapan berharga atau menyebabkan orang lain Pasal 149 KUHP menyatakan :

daripada yang dimaksud oleh pemilih itu menjadi terpilih, diancam dengan pidana

(1)“Barang siapa waktu diadakan pe- penjara paling lama sembilan tahun”. milihan berdasarkan aturan-aturan umum ,dengan memberi atau men-

Pasal 150 KUHP ini mengatur bahwa janjikan sesuatu ,menyuap seseorang

barangsiapa yang melakukan tipu muslihat agar suara tidak berharga, misalnya pada

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 295

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 kasus-kasus pemilu 2009 banyak sekali

nama Erikson. Saat diinterogasi, Cahyadi kertas-kertas suara yang sudah dipilih

mengaku aksinya tersebut atas suruhan dinyatakan rusak sehingga tidak bisa

Ramhot yang juga menantu salah seorang dihitung. Selanjutnya Pasal ini juga

caleg nomor 1 dari Partai Pariot Pancasila, mengatur bahwa termasuk tindak pidana

Posman Siahaan. Mendengar pengakuan apabila menyebabkan orang lain daripada

Cahyadi, warga sekitar TPS tersebut, sem- yang dimaksud oleh pemilih itu menjadi

pat emosional. Petugas Panwaslu pun sem- terpilih, diancam dengan pidana penjara

pat mengamankan Simon Siahaan anak paling lama sembilan tahun. Pada kasus-

dari caleg tersebut karena pada saat ke- kasus Pemilu 2009 beberapa ditemukakan

jadian ada disekitar lokasi. adanya surat suara yang sangat berlebih

Menurut ketua Panwaslu Jakarta yang dikhawatirkan sudah dicontreng

Utara Amir Rudianata, masalah tersebut yang bertujuan untuk memenangkan tidak bisa diselesaikan di tempat, sehingga calon tertentu.

ketiganya perlu dibawa ke Panwaslu Kodya

3. Mengaku sebagai orang lain. Jakarta Utara. “Saat itu warga emosional, kami takut terjadi apa-apa. Namun Pan-

Pasal 151 KUHP menyatakan : waslu kemudian hanya menyerahkan Ca- ”Barangsiapa dengan sengaja memakai

hyadi karena yang bersangkutan jelas-jelas nama orang lain untuk ikut dalam pem-

dan tertangkap tangan melakukan pen- lihan berdasarkan aturan-aturan umum,

coblosan dengan kartu atas nama diancam dengan pidana penjara paling

orang lain. Dari tersangka, diperoleh lama satu tahun empat bulan”.

barang bukti sebuah kartu pemilih atas nama orang lain dan sebotol cairan bahan

Pasal 151 KUHP ini mengatur bahwa pemutih yang diduga untuk menghilan- merupakan tindak pidana bagi orang yang

gkan bekas tinta di tangan Cahyadi. Di sengaja memakai nama orang lain untuk

kantong saku tersangka juga ditemukan ikut dalam pemilihan, dengan pidana pen-

sebuah stiker gambar caleg Partai Patriot jara paling lama satu tahun empat bulan.

Pancasila Posman Siahaan. Dari keteran- Pada pemilu 2009, ada beberapa kasus

gan warga, Cahyadi adalah salah satu dari yang dapat dikenakan tindak pidana ini,

sekitar 50 orang bayaran yang disebar ke misalnya kasus yang terjadi pada Cahyadi

sejumlah TPS untuk mencoblos nama salah seorang dari tiga orang yang pada

salah satu caleg partai tertentu. Namun, hari pencoblosan, diamankan Panwaslu

pihak Panwaslu mengaku masih menyeli- Jakarta Utara, karena mencoblos den-

diki kebenaran masalah ini. Sedangkan gan kartu milik orang lain. Mereka telah

terhadap dua orang lainnya, Panwaslu ditetapkan Polres Metro Jakarta Utara seb-

melepaskan mereka .6

agai tersangka karena melanggar Pasal 139 Undang-undang Pemilu Nomor 12 Tahun

4. Menggagalkan Pemungutan suara yang 2003.

telah dilakukan atau melakukan tipu muslihat

Mereka yang ditangkap adalah Ca- hyadi, Ramhot Rumihar Butar-butar dan

Pasal 152 KUHP menyatakan : Simon Siahaan, diamankan petugas Pan-

“Barang siapa pada waktu diadakan waslu Jakarta Utara, Senin siang. Cahyadi

tertangkap tangan saat mencoblos di TPS

6 06 Kelurahan Sungai Bambu, Tanjung Memakai Kartu Orang Lain ditangkap, diakses

dari situs http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/

Priok dengan menggunakan kartu atas 2004/04/06/brk,20040406-17,id.html, tanggal 05 April

296 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............ pemilihan berdasarkan aturan-aturan

pemilih terbesar diberbagai tempat yang umum dengan sengaja menggagalkan

sulit, seperti buruh-buruh di perkebunan pemungutan suara yang telah diadakan

pedalaman. 7

atau melakukan tipu muslihat yang me- Secara umum KUHP (lex generalis)

nyebabkan putusan pemungutan suara telah mengaturnya dalam Pasal 148 sampai itu lain dari yang seharusnya diperoleh dengan Pasal 153 KUHP, yang antara lain berdasarkan kartu-kartu pemungutan su-

mengatur : 8

ara yang masuk secara sah atau berdasar- kan suara-suara yang dikeluarkan secara

Berdasarkan Pasal tersebut di atas, sah ,diancam dengan pidana penjara pal-

maka dapat diuraikan bahwa Pasal ini ter- ing lama satu tahun empat bulan.“

diri dari 2 (dua) unsur, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif

Pasal 152 ini mengatur bahwa barang siapa yang menggagalkan pemungutan

a. Dengan kekerasan/ancaman sengaja suara yang telah dilakukan atau melakukan

merintangi orang menggunakan hak tipu muslihat yang menyebabkan putusan

pilih;

pemungutan suara itu lain dari yang

b. Menjanjikan/menyuap orang supaya seharusnya, dipidana dengan pidana tidak menggunakan hak pilih; penjara paling lama satu tahun empat

bulan. Pasal ini juga banyak terjadi pada

c. Menerima janji / menerima suap; Pemilu 2004 yang lalu. Pada Pemilu 2004

d. Melakukan tipu muslihat agar suara yang lalu, ditengarai ada paku tersembunyi

pemilih tak berharga atau menye- di tengah-tengah bantal pencoblosan

babkan beralihnya hak pilih kepada sehingga begitu surat suara mau ditusuk

orang lain;

ternyata sudah tertusuk lebih dahulu. Bila pemilih mencoblos yang kiri atau kanan

e. Memakai nama orang lain supaya maka kartu itu akan termasuk kategori

dapat memilih;

rusak atau tidak sah. Kemudian ada lagi

f. Menggagalkan pemungutan suara penyalahgunaan kartu AB. Seringkali

atau melakukan tipu muslihat agar terjadi pada waktu pemindahan berkas

hasil pemilihan lain dari yang seha- daftar pemilih yang menggunakan kartu

rusnya.

AB, nama pemilih di tempat pertama Berdasarkan Pasal tersebut di atas, mendaftar tidak dicoret sehingga namanya maka dapat diuraikan bahwa Pasal ini masih tercantum. Dengan demikian hal terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu unsur itu dimanfaatkan oleh yang bersangkutan subjektif dan unsur objektif. Unsur atau petugas TPS setempat atau orang subjektif adalah adanya orang perorang lain untuk suara Golkar. atau kelompok yang dengan sengaja

Jadi satu orang memberikan suara dua melakukan perbuatan. Perbuatan yang tempat berbeda atau lebih. Selanjutnya

dimaksud adalah merupakan unsur masalah sisa surat suara. Sangat boleh jadi

objektif dari Pasal ini, yaitu bertujuan sisa surat suara ditusuki oleh petugas TPS

untuk menghalangi orang memberikan untuk kepentingan Golkar. Hal itu pernah

haknya dalam pemilu atau menyebabkan terjadi di kantor perwakilan Indonesia di

7 Kinabalu, Malaysia. Pemilihannya hanya Titik-Titik Rawan Kecurangan dalam Pemilu, diak-

ses dari situs : diakses dari situs : http://gsj.tripod.com/

berjumlah 1,2 juta tetapi jumlah suaranya pantau5.htm, tanggal 05 April 2012. lebih dari itu. Padahal untuk mencapai

8 Pasal 148 KUHP, lihat R. Soesilo, Kitab Undang-

100 persen suara saja sulit karena para Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, Bogor, 1996,

hlm. 128.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 297

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 suara pemilih tak berharga atau

laan dari pelaksanaan kejahatan tersebut menyebabkan beralihnya hak pilih kepada

sehingga sudah dapat dipandang sebagai orang lain, dengan melakukan:

“percobaan” dari kejahatan dalam Pasal ini.

1. Tindakan kekerasan/ancaman. Dimuatnya ketentuan pidana yang

2. Memberikan janji/melakukan pe- berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan

nyuapan. umum di dalam KUHP adalah menarik,

3. Menerima janji/menerima suap. karena ketika Wetbook van Strafrecht mulai

4. Melakukan tipu muslihat. berlaku di tahun 1917, Pasal-Pasal tersebut sudah ada, padahal Indonesia masih dijajah

Pasal 148 sampai dengan Pasal 153 oleh Belanda sehingga pemilihan umum merupakan Pasal-Pasal yang bersumber belum ada. Tampaknya ketentuan WvS dari KUHP, yang pada umumnya menja- Belanda diambil begitu saja untuk Hindia min agar supaya setiap warga negera dapat Belanda. Di negeri Belanda, pemilihan menentukan pilihannya dengan bebas ter- umum memang sudah dilaksanakan hadap wakil-wakil untuk duduk dalam pada masa itu. Di negara yang memiliki Dewan Pemerintahan/Dewan Perwakilan sistem bicameral itu, Konstitusi 1815 Rakyat dan agar Pemilu dapat dilakukan menentukan adanya pemilihan langsung dengan bersih, jujur dan bebas dari segala

yang dilakukan untuk memilih Second macam kecurangan Chamber . Sementara the Chamber dipilih

Selanjutnya di dalam KUHP dijelas- secara tidak langsung. Adapun di Indonesia kan pula bahwa Pemilihan Umum ang-

sendiri meskipun di masa penjajahan gota Badan Permusyawartan/Perwakilan

Belanda sudah ada wakil-wakil bangsa Rakyat dengan khusus diatur dalam UU

Indonesia di lembaga perwakilan saat No. 1969 No. 15 (LN. 1969 No. 58 Tahun

itu (Volksraad), khususnya sejak tahun 1980) dan UU No. 1 Tahun 1985.

1918 sampai dengan tahun 1942, namun pemilihan masih dilakukan oleh pemilih

KUHP memberikan penjelasan bah-

yang sangat terbatas. 10

wa penyuapan itu harus dilakukan den- gan “pemberian” atau “perjanjian” yang

Bila berbicara tentang Pemilu tanggal berupa apa saja. Kemudian yang dihukum

9 April 2009 yang lalu, maka akan ada 2 menurut Pasal ini bukan saja orang yang

(dua) peristiwa menarik yang berkaitan menyuap, akan tetapi juga orang mener-

dengan penyelenggaraan pemilihan ima suap itu, misalnya A berkata pada B,

umum tersebut. Pertama diajukannya jika kamu memilih tanda gambar partai

judicial review terhadap Undang-Undang

X, maka saya akan memberikan uang Rp. Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan 50,-. Apabila Pemilih (B) menerima pem-

Umum Anggota DPR, DPRD I, DPRD II berian atau perjanjian itu, dan ia memilih

dan DPD oleh beberapa anggota Dewan apa yang di kehendaki oleh A, maka A dan

Perwakilan Daerah (DPD) di Mahkamah

B kedua-duanya dihukum. Seorang dari konstitusi. Kedua, terjadinya pendaftaran partai politik yang menganjurkan supaya

peserta pemilihan umum partai politik memilih partainya dengan tidak memakai

dengan kepengurusan ganda. Kedua pemberian atau perjanjian suatu apa itu

peristiwa itu berkaitan erat dengan aspek tidak diancam hukuman. Menurut yuris-

penegakan hukum, baik dalam artian prudensi , maka menawarkan suatu pembe-

penegakan aturan oleh institusi pelaksana rian atau perjanjian itu merupakan permu-

10 Herberth Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indone- sia , Topo Santoso, dalam Tindak Pidana Pemilu, (Jakar-

9 Ibid.

ta, Sinar Grafika, 2006), hlm. 13

298 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............ pemilihan umum maupun penegakkan

pada mekanisme hukum acara pidana bi- hukum dalam pengertian timbulnya asa. Problemnya adalah dapatkah tindak

sengketa yang harus diputuskan oleh pidana pemilu yang bernuansa harus dis- kekuasan peradilan, termasuk didalamnya

elesaikan cepat penyelesaiannya didasar- Mahkamah Konstitusi. Pada peristiwa uji

kan pada hukum acara dalam keadan nor- materi terhadap Undang-undang Nomor

mal. Atau sejauh mana Undang-Undang

10 Tahun 2008 sesungguhnya telah Nomor 10 Tahun 2008 mengakomodir terjadi silang sengketa antara regulator

kepentingan ketepatan pemilu yang ter- dengan warga negara yang merasa hak

jadwal ketat dalam penegakan hukum konstitusionalnya dirugikan dalam hal

terhadap tindak pidana pemilu. ini berkisar pada permasalahan ketentuan

Tindak Pidana Pemilihan Umum persyaratan menjadi anggota DPD yang

berdasarkan ketentuan Undang-Undang tidak membatasi hanya pada penduduk Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan yang bertempat tinggal di suatu provinsi

Umum Angota DPR, DPD dan DPRD saja, sehingga substansi pengertian

didefenisikan sebagai pelanggaran ter- “perwakilan daerah” harus orang yang hadap ketentuan pidana Pemilu yang bertempat tinggal di daerah yang ber-

diatur dalam undang-undang ini yang sangkutan sebagaimana diamanatkan

penyelesaiannya melalui pengadilan pada UUD 45 tidak terpenuhi, ketentuan itu

peradilan umum, sedangkan pelanggaran dianggap telah menjadi norma sendiri

yang bersifat administratif diselesaikan yang justru bertentangan dengan norma

melalui KPU dan Badan Pengawas Pemilu dasarnya. 11

serta aparat di bawahnya. Dalam konteks Komisi Pemilihan Umum dalam me-

pengaturan tindak pidana, sesungguhnya nentukan kepengurusan partai yang sah

UU Pemilu merupakan undang-undang menjadi peserta pemilihan umum bagi

khusus (lex specialis) karena mengatur partai yang berpengurus ganda, akan

tindak pidana yang diatur dalam UU mendasarkan pada kepengurusan yang

Pemilu. Pemilu 2009 dinyatakan sebagai tercatat pada partai yang sudah berstatus

Pemilu dengan masalah terbanyak. badan hukum di Departemen Hukum dan

Masalah-masalah tersebut membuat hasil HAM. Dalam konteks partai berpengu-

dari pemilu tanggal 9 April 2009 yang rus ganda Departemen Hukum dan HAM

lalu banyak diragukan legitimasinya. dalam mencatat kepengurusan yang sah

Persoalan yang mencuat banyak yang sebagai badan hukum akan mengacu ke-

berkaitan dengan tindak pidana pemilu. pada putusan pengadilan. 12 Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Pemilu

Dua peristiwa tersebut mengindika- Legislatif sudah banyak diatur tentang

sikan bahwa penyelengaran pemilihan penyelesaian sengketa pidana dalam

umum sebagai peristiwa politik tidak pemilu, antara lain money politics, indikasi mungkin dilepaskan dari persoalan-per- penggelembungan suara, jual beli suara,

soalan penegakan hukum, begitu banyak dan masih banyak lagi yang lainnya.

ketentuan dalam perundangan pemilihan Tercatat sudah mencapai angka ratusan umum yang mengatur tindak pidana pe- pelanggaran pidana dalam pemilu kali

milu yang penegakannya harus didasarkan ini. Hal ini mengejutkan, karena tentu

dapat mengurangi kredibilitas dari para

11

Abdul Fickar Hajar, Op.cit, hlm. 4. 12 Pidana Pemilu Capai 138 Kasus, diakses dari si-

peserta pemilu terutama yang mendapat

tus: http://www.tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009_ berita_mutakhir/2009/04/13/brk,20090413-170126,id. html, tanggal 5 Aporil 2012

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 299

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 suara besar. Sebab itulah perlu dicarikan

solusinya. 13

Jika di petakan persoalan tindak pidana pemilu ini, sebenarnya Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 sudah mengakomodasi banyak hal bila terjadi tindak pidana. Artinya, dengan menggunakan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2008 sudah bisa menjerat banyak tindak pidana yang terjadi dengan upaya pidana (penal). Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tidak mencantumkan tentang tujuan dan pedoman pemidanaan untuk tindak pidana pemilu ini, tapi UU ini tetap diharapkan bisa berfungsi sebegaimana mestinya, yakni memberikan keadilan pada masyarakat. Pentingnya tujuan dan pedoman pemidanaan ini, menurut Barda Nawawi Arief yakni sebagai pemberi arah agar digunakannya sarana penal ini dapat bermanfaat dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, serta memberikan landasan filosofis mengapa dan bagaimana pidana itu diberikan.

Beberapa jenis tindak pidana yang disinyalemen banyak terjadi antara lain adalah money politics (politik uang). Dalam Pasal 286 Undang-undang Nomor

10 Tahun 2008 disebut sebagai tindakan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah. Pidananya adalah penjara selama minimal

12 bulan dan maksimal 36 bulan dan denda minimal 6 juta rupiah dan maksimal 36 juta rupiah. Mestinya pidana yang diberikan bukan penjara, melainkan kurungan. Hal ini terkait sebutan dalam Undang- undang Nomor 10 Tahun 2008 bahwa tindak pidana pemilu adalah pelanggaran. Sedangkan pembagian dalam KUHP

13 Ibid .

sebagai induk dari peraturan pidana yang lain menyatakan bahwa tindak pidana yang termasuk kategori pelanggaran pidananya adalah kurungan. Sedangkan pidana penjara adalah untuk tindak pidana yang masuk dalam kategori kejahatan. 14

Dikhawatirkan hal inilah yang mem- buat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 sebagai aturan normatif dari pe- nyelenggaran pemilu menjadi fungsinya terhambat karena tidak bersinergi dengan KUHP sebagai induk dari peraturan pidana yang lainnya. Keadaan ini menimbulkan kesan bahwa pembuat UU pemilu hen- dak memberikan aturan yang sulit diop- erasionalkan dalam pelaksanaan pemilu ini. Mestinya ketentuan pidana dalam UU Pemilu ini tetap mengacu pada KUHP seb- agai ketentuan induk. Yakni membedakan antara kejahatan dan pelanggaran, serta memberikan jenis sanksi pidana yang ber- beda pula dengan pidana penjara untuk kejahatan dan pidana kurungan untuk pelanggaran. Kondisi UU yang seperti ini akan menjadi persoalan saat terjadi hal-hal lain dalam proses pemilu ini, mis- alnya percobaan, atau perbarengan, dll., Karena tidak bisa serta merta mengacu pada KUHP.

Inilah masalah yuridis dalam bentuk tindak pidana yang ada dalam Undang- undang Nomor 10 Tahun 2008. Pasal lain yang mengatur pidana lainnya adalah Pasal 288 yang menyatakan bahwa: Tindakan sengaja yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang. Pasal 288 ini memberikan sanksi pidana paling singkat 12 bulan dan maksimal 36 bulan penjara dan denda paling sedikit

14 Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu, diakses dari situs : http://nurhidayatsardini.dagdigdug.

com/2009/05/23/penanganan-pelanggaran-tindak- pidana-pemilu/, tanggal 06 April 2012

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............

12 juta rupiah dan paling banyak 36 juta Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 rupiah.

ini banyak mengandung kelemahan. Jadi, dalam kebijakan Hukum Pidana yang

Bila memperhatikan sanksinya saja, akan ditegakkan nantinya jelas akan

dengan membandingkan Pasal 286 menimbulkan kesimpangsiuran, atau

dan 288, dalam Undang-undang Nomor bahkan akan terjadi in efisiensi dalam

10 Tahun 2008 ini terlihat tidak jelas aturan yang ada. Sebab itulah penting

pola pemidanaannya. Pola pemidanaan untuk mereformulasi UU Pemilu ini agar

ini menurut Barda Nawawi Arief lebih baik dan kebijakan Hukum Pidana

dipedomani agar ketentuan pidana yang dapat efektif sehingga pelaksanaan pemilu

sudah ditetapkan jelas bentuknya dan ke depan akan lebih baik. 15

memberikan koridor yang sama untuk jenis pidana yang sama pula. Pola Begitu ketatnya Undang-undang pemidanaan ini hendaknya menjadi

Nomor 10 Tahun 2008 mengatur prihal pedoman bagi lembaga legislatif sebagai

tindak pidana Pemilu, hal ini terlihat pembuat UU agar dapat merumuskan

dari terjadinya kriminalisasi terhadap ketentuan pidana dengan lebih baik.

hampir seluruh perbuatan/tindakan Mestinya jika melihat pola pemidanaan

dalam setiap tahapan pelaksanan Pemilu Pasal 286 yang memberikan penjara 12

yang menghambat terlaksananya Pemilu. dan 36 bulan serta denda 6 dan 36 juta

Tidak hanya ketat dibandingkan dengan rupiah, dengan pola yang sama mestinya

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 berpola 12 dan 36 bulan penjara dan 6 dan

yang hanya mengatur 31 Pasal tentang

36 juta rupiah juga. Hal ini menunjukan tindak pidana Pemilu, Undang-undang bahwa pembuat Undang-undang Nomor

Nomor 10 Tahun 2008 ini mengaturnya

10 Tahun 2008 ini tidak mempunyai sampai sejumlah 51 Pasal. konsep yang baik dalam membuat UU

Dari 51 Pasal yang mengatur tindak tersebut.

pidana pemilu, sebagian besar (40 Pasal) Dalam Pasal 260 UU ini diatur

mengancam penyelenggara pemilu tingkat tentang setiap orang yang dengan sengaja

pusat (KPU) sampai dengan ketingkat menyebabkan orang lain kehilangan

Desa, hanya 11 ke tentuan yang tidak hak pilihnya, dipidana penjara paling

langsung dituju kan kepada penyelengara singkat 12 bulan dan paling lama 24

pemilu, bah kan berdasarkan ketentuan bulan dan denda paling sedikit 12 juta

Pasal 311 Undang-undang Nomor 10 Ta- rupiah dan paling banyak 24 juta. Ini

hun 2008 penyelenggara pemilu ditambah adalah masalah yang paling banyak

hu kuman nya 1/3 dalam melakukan tin- terjadi dalam pelaksanaan pemilu kali

dak pidana yang ditujukan pada subjek ini. Namun ada permasalahan dalam

lain selain penyelenggara pemilu. Dengan rumusan ketentuan tersebut, yakni

demikian keseluruhan ketentuan/ Pasal tidak diaturnya bila yang menyebabkan

tindak pidana pemilu dapat di jatuh- kehilangan hak pilih masyarakat adalah

kan terhadap penyelenggara pemilu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri.

tingkat pusat (KPU) sampai ke tingkat desa Tentu ini menjadi masalah yuridis di

(PPS). Subjek lain yang dapat dikenai tin- mana tidak ada pertanggungjawaban

dak pidana Pemilu antara lain: setiap orang terhadap KPU bila ternyata terbukti KPU yang menyebabkan masyarakat 15 Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Meka- nisme Penyelesaian Pelanggaran Pemilu kehilangan hak pilihnya. Ketiga Pasal , Position Paper,

Berdasarkan Hasil Kajian Konsorsium Reformasi Hu-

tersebut saja banyak menunjukan bahwa kum Nasional Dengan dukungan Yayasan TIFA, Jakar-

ta, Desember 2008, hlm. 3-4

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 301

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 (umum), Pelaksana Kampanye (orang par-

verifikasi adninistratif calon DPR, tai atau event organizer), Pejabat Negara

DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabu- (seperti Ketua/Wakil ketua/Ketua Muda/

paten/Kota;

Hakim agung pada Mahkamah Agung,

c) Tahapan Masa Kampanye; Ketua/Wakil ketua, Hakim Mahkamah

Konstitusi, hakim pada semua badan pera-

1) Kampanye di luar jadwal waktu yang dilan, Ketua / Anggota BPK, Gubernur/

dtentukan;

Deputi Gubernur BI, serta Pejabat Badan

2) Melanggar larangan isi kampanye Usaha Milik negara), PNS/TNI/POLRI,

(mempersoalkan dasar negara/UUD Lembaga-lembaga Survei baik perorangan

45, disintegrasi, menghasut aga- maupun institusi, Perusahaan Percetakan,

ma, ketertiban umum, kekerasan, dan Badan Pengawas Pemilu.

merusak dan menggunakan fasilitas Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan

pemerintah); tahapan pelaksanaan Pemilu antara lain 16 3) Larangan kampanye bagi pejabat negara Hakim, BPK dan BI, PNS/

a) Tahapan pemutahiran data dan penyusu-

TNI Polri;

nan daftar pemilih

4) Menyuap untuk memilih peserta ter-

1) Sengaja menyebabkan orang kehilan- tentu atau tidak memilih (golput);

gan hak pilih;

5) Menerima suap;

2) Pemalsuan identitas diri sendiri/ orang lain dalam daftar pemilih;

6) Menerima sumbangan kampanye dari pihak asing, tidak jelas identitas,

3) Menghalangi orang mendaftar se-

pemerintah;

bagai pemilih;

7) Mengacaukan kampanye;

4) Panitia Pemilihan Suara /PPLN tidak memperbaiki daftar pemilih;

8) Lalai atau sengaja menyebabkan ter- ganggunya tahapan pemilu;

5) Merugikan WNI dalam proses reka- pitulasi daftar pemilih tetap;

9) Keterangan tidak benar laporan

Dana Kampanye;

b) Pendaftaran peserta Pemilu/ Penetapan Peserta Pemilu/ Penetapan jumlah Kursi/

d) Tahapan masa Tenang; pencalonan DPR, DPD, DPRD;

1) Orang/lembaga survei dilarang men-

1) Perbuatan curang memperoleh gumumkan hasil survei pada masa dukungan pencalonan DPD;

tenang;

2) Membuat dan menggunakan do-

e) Tahap pemungutan dan Penghitungan kumen palsu untuk menjadi calon

Suara;

1) KPU sengaja mencetak surat suara DPRD Kabupaten/Kota;

angota DPR, DPD, DPRD Provinsi,

melebihi jumlah yang ditentukan

3) Penyelenggara Pemilu yang tidak

(Pasal l 145);

menindak lanjuti temuan Bawaslu

2) Perusahaan pencetak suara men- dalam verifikasi partai politik;

cetak melebihi jumlah yang ditetap-

4) Penyelenggara Pemilu yang tidak kan dalam Pasal 146 ayat (1); menindak lanjuti temuan Bawaslu

3) Perusahaan pencetak tidak menjaga dalam verifikasi partai politik dan

kerahasiaan, keamanan dan keutu-

16 Ibid , hlm. 6

han surat suara;

302 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Moch. Ali Bachri | Tindak Pidana Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008............

4) Menjanjikan atau menyuap/mem-

6) KPPS sengaja tidak memberikan sali- beri uang agar tidak memilih atau

nan berita acara pemungutan suara, memilih peserta pemilu tertentu;

sertifikat hasil penghitungan suara;

5) Dengan kekerasan menghalangi

7) KPPS/KPPSLN tidak menjaga, men- orang menggunakan hak pilihnya;

gamankan keutuhan kotak suara;

6) Sengaja melakukan perbuatan yang

8) Pengawas Pemilu lapangan yang ti- menyebabkan suara pemilih tak ber-

dak mengawasi penyerahan kotak nilai;

suara tersegel;

7) Mengaku orang lain pada saat pe-

9) PPS yang tidak mengumumkan hasil mungutan suara;

perhitungan suara;

8) Memberikan suara lebih dari satu

10) KPU tidak menetapkan perolehan kali di satu atau lebih TPS;

hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD;

9) Sengaja mengagalkan pemungutan suara;

11)Orang/lembaga survei perhitungan (quickcount) yang mengumumkan

10)Majikan/atasan yang tidak mem- hasil perhitungan cepat pada hari/

berikan kesempatan pekerja mem- berikan suaranya;

tanggal pemungutan suara; 12)Orang/lembaga survei perhitungan

11)Merusak hasil pemungutan suara; cepat (quickcount) yang tidak mengu-

12)KPPS tidak memberikan surat suara mumkan bahwa hasil perhitungan- pengganti surat suara yang rusak;

nya bukan merupakan hasil pemilu 13)Memberitahu pilihan pemilih kepa-

resmi;

13) Bawaslu/Panwaslu yang tidak me- 14)KPU tidak menetapkan pilihan su-

da orang lain;

nin dak lanjuti temuan/laporan pela- ara ulang;

ng garan Pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU) dalam

15)KPPS tidak melaksanakan ketetapan setiap tahapan penyelenggaraan pe- KPU untuk melakukan pungutan su-

milu.

ara ulang; Tindak Pidana Pemilihan Umum

f) Penetapan Hasil pemilu berdasarkan ketentuan Undang-undang

1) Lalai menyebabkan rusak/hilangnya Nomor 10 Tahun 2008, didefenisikan hasil pemungutan suara;

sebagai pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam undang-

2) Mengubah Berita Acara hasil pemun- undang ini yang penyelesaiannya melalui gutan suara; pengadilan pada peradilan umum,

3) KPU karena kelalaiannya menye- sedangkan pelanggaran yang bersifat babkan hilangnya/berubahnya berita

administratif diselesaikan melalui KPU acara hasil rekapitulasi;

dan Badan Pengawas Pemilu serta aparat

4) Sengaja merusak/mengganggu/men- di bawahnya. Dalam konteks pengaturan distorsi sistim informasi perhitungan

tindak pidana, sesungguhnya UU Pemilu suara;

merupakan Undang-undang khusus (lex specialis ) karena mengatur tindak pidana

5) KPPS sengaja tidak membuat/ yang diatur dalam UU Pemilu. menandatangani berita acara perole-

han suarapeserta pemilu; Kajian Hukum dan Keadilan IUS 303

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 2 | Agustus 2013 | hlm, 290~311 Secara umum KUHP (lex generalis)

juga telah mengaturnya dalam Pasal 148 sampai dengan Pasal 153 KUHP. Begitu ketatnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 mengatur perihal tindak pidana Pemilu. Hal ini terlihat dari terjadinya kriminalisasi terhadap ham- pir seluruh perbuatan/tindakan dalam setiap tahapan pelaksanan Pemilu yang menghambat terlaksananya Pemilu. Tidak hanya ketat, dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 yang hanya mengatur 31 Pasal tentang tindak pidana Pemilu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 ini mengaturnya sampai sejumlah 51 Pasal. Dari 51 Pasal yang mengatur tindak pidana Pemilu, sebagian besar (40 Pasal) mengancam penyelenggara Pemilu tingkat pusat (KPU) sampai dengan tingkat Desa (PPS). Hanya 11 ketentuan yang tidak langsung ditujukan kepada penyelengara Pemilu, bahkan berdasarkan ketentuan Pasal 311 UU Nomor 10 Tahun 2008, penyelenggara Pemilu ditambah hukumannya 1/3 dalam melakukan tindak pidana yang ditujukan pada subjek lain selain penyelenggara Pemilu. Subjek lain yang dapat dikenai tindak pidana Pemilu antara lain: setiap orang (umum), Pelaksana Kampanye (orang partai atau event organizer), Pejabat Negara (seperti Ketua/Wakil Ketua/ Ketua Muda/Hakim Agung tindakan dalam setiap tahapan pelaksanan Pemilu yang menghambat terlaksananya Pemilu. Tidak hanya ketat, dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 yang hanya mengatur 31 Pasal tentang tindak pidana Pemilu, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 ini mengaturnya sampai sejumlah 51 Pasal.

Dari 51 Pasal yang mengatur tindak pidana Pemilu, sebagian besar (40 Pasal) mengancam penyelenggara Pemilu tingkat pusat (KPU) sampai dengan tingkat Desa (PPS). Hanya 11 ketentuan yang tidak langsung ditujukan kepada penyelengara

Pemilu, bahkan berdasarkan ketentuan Pasal 311 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008, penyelenggara Pemilu ditambah hukumannya 1/3 dalam melakukan tindak pidana yang ditujukan pada subjek lain selain penyelenggara Pemilu. Subjek lain yang dapat dikenai tindak pidana Pemilu antara lain: setiap orang (umum), Pelaksana Kampanye (orang partai atau event organizer), Pejabat Negara (seperti Ketua/Wakil Ketua/Ketua Muda/Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Ketua/Wakil Ketua, Hakim Mahkamah Konstitusi, hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Anggota BPK, Gubernur/Deputi Gubernur BI, serta Pejabat Badan Usaha Milik Negara), PNS/TNI/POLRI, Lembaga-lembaga Survei baik perorangan maupun institusi, Perusahaan Percetakan, dan Badan Pengawas Pemilu. 17

Pada tingkat laporan di Bawaslu/ Panwaslu, laporan dari masyarakat, pemantau atau peserta Pemilu, paling lama 3 (tiga) hari sejak kejadian perkara; laporan ditindak lanjuti paling lama

Dokumen yang terkait

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

ANALISIS PROSES PENYUSUNAN PLAN OF ACTION (POA) PADA TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2007

6 120 23

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN KORBAN ANAK (Putusan Nomor 24/Pid.Sus/A/2012/PN.Pso)

7 78 16

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN OLEH OKNUM POLISI DALAM PUTUSAN NOMOR 136/PID.B/2012/PN.MR (PUTUSAN NOMOR 136/PID.B/2012/PN.MR)

3 64 17

AN ANALYSIS OF LANGUAGE CONTENT IN THE SYLLABUS FOR ESP COURSE USING ESP APPROACH THE SECRETARY AND MANAGEMENT PROGRAM BUSINESS TRAINING CENTER (BTC) JEMBER IN ACADEMIC YEAR OF 2000 2001

3 95 76

A DESCRIPTIVE STUDY ON THE TENTH YEAR STUDENTS’ RECOUNT TEXT WRITING ABILITY AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

5 197 17

THE EFFECT OF USING ENGLISH SONGS ON THE FIFTH YEAR STUDENT’S VOCABULARY ACHIEVEMENT OF SDN KASIYAN TIMUR 03 PUGER, JEMBER

4 68 15

ERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS DAN TABEL SITEPU PADA PASIEN USIA 8-10 TAHUN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS JEMBER

2 124 18