Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas Grobogan Dengan Pemberian Asam Askorbat Pada Tanah Salin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Sharma (1993) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Class

: Dicotyledoneae

Ordo


: Polypetales

Famili

: Papilionaceae

Genus

: Glycine

Spesies

: Glycine max (L.) Merill
Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar

tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada
akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang
mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian
dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150cm).
Menyemak berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas (Rubatzky
dan Yamaguchi, 1998). Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah
fase menjadi kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan
menjadi dua. Bagian batang dibawah keping biji yang belum lepas disebut
hypokotil, sedangkan bagian di atas keping biji disebut epycotil. Batang kedelai
tersebut berwarna ungu atau hijau (Andrianto dan Indarto, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Terdapat empat tipe daun yang berbeda yaitu kotiledon atau daun biji,
daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana
berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 12 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun
berikutnya daun bertiga (trifollit), namun adakalanya terbentuk daun berempat
atau daun berlima (Hidayat dalam Somaatmadja dkk, 1985).
Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang
tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Papilionaceae
lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah
pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang
yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas

(Poehlman and Sleper, 1995).
Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang
menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun
berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain
itu, warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan
biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus
cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam atau
berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Semua varietas kedelai mempunyai bulu pada batang, cabang, daun dan
polong-polongnya. Lebat atau tidaknya bulu serta kasar atau halusnya bulu
tergantung dari varietas masing-masing. Begitu pula warna bulu berbeda-beda,
ada yang berwarna coklat dan ada pula yang berwarna putih kehijauan (Andrianto
dan Indarto, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis
dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok

bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar
100-400 mm/bulan (Sugeno, 2008).
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah beriklim tropis dan
subtropis. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering
lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab. Tanaman
kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan 100-400
mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil yang opimal, tanaman kedelai
membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki
tanaman kedelai antara 21-340C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan
tanaman kedelai adalah 23-270C. Pada proses perkecambahan benih kedelai,
diperlukan suhu yang cocok (http://warintek.ristek.go.idpertanian/kedelai.pdf,
2008).
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi
sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis.

Pada

periode kering tanaman sering mendapatkan cekaman kekeringan, karena kurang
suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbsi air

oleh tanaman. Apabila cekaman kekeringan berkepanjangan maka tanaman akan
mati. Cekaman kekeringan mempengaruhi pembukaan stomata, makin tinggi
tegangan air akan mengurangi pembukaan stomata. Cekaman kekeringan yang

Universitas Sumatera Utara

terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian polong, akan
menurunkan produksi.

Kekeringan dapat juga menurunkan bobot biji, sebab

bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan dalam musim tanam.
Balittan Malang (1990) melaporkan bahwa pemberian air yang intensif akan
berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10 hari selama
musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha diban dibandingkan
pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur
hanya 1.47 ton/ha (Agung dan Rahayu, 2004).
Tanah
Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai
agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan

liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung
bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung
cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal darinase dan
aerase tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol,
grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah
yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang bagus.
Kecuali kalau diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang
cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).
Untuk pertumbuhan kedelai yang optimal, tanah perlu mengandung unsur
hara yang cukup gembur dan bebas dari gulma. Tingkat keasaman (pH) tanah:
6,0-6,8 merupakan keadaan optimal untuk pertumbuhan kedelai dan pertumbuhan
bakteri Rhizobium. Pada tanah dengan pH 5,5 kedelai masih memberikan hasil

Universitas Sumatera Utara

dan pemberian kapur sebanyak 2-3 ton/Ha pada tanah yang ber-pH 5,5 pada
umumnya dapat menaikkan hasil (Departemen Pertanian, 1990).
Salinitas
Salinitas, proses ini terjadi di daerah kering dan panas merupakan gerakan

garam dari profil tanah bawah (sub soil) ke bagian atas (top soil). Pada bagian atas
terjadi penguapan yang intensif (suasana panas dan kering), sehingga
menyebabkan larutan garam bergerak secara kapilaritas ke atas, menguap, dan
meninggalkan endapan garam dipermukaan tanah. Apabila proses ini berlangsung
terus menerus sepanjang tahun, maka terbentuk tanah garam (saline soil). Di
Indonesia proses ini tidak berlangsung sepanjang tahun, hanya terdapat di daerah
panas dan kering. Pada musim kemarau terjadi salinisasi, sebaliknya pada musim
hujan terjadi desilinisasi. Pengurangan kadar garam dipermukaan tanah terjadi
karena curah hujan yang turun kemudian melindi ke bawah. Proses salinisasi
hanya terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas
diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Lima
tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin
hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi.
Tingkat salinitas
Non Salin
Rendah
Sedang
Tinggi

Sangat Tinggi

Konduktivitas
mmhos cm-1
0-2
2-4
4-8
8-16
>16

Pengaruh terhadap tanaman
Dapat diabaikan
Tanaman yang peka terganggu
Kebanyakan tanaman terganggu
Tanaman yang toleran terganggu
Hanya beberapa jenis tanaman
toleran yang dapat tumbuh

Universitas Sumatera Utara


Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika kapasitas tukar kation
(KTK) atau muatan negative koloid-koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang
mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut
yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl)
(Hanafiah, 2005).
Tanah-tanah salin dan sodik, yang kini disebut Aridisol, adalah tanahtanah daerah iklim kering dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm
(20 in.) per tahun. Jumlah H2O yang berasal dari presipitasi tidak cukup untuk
menetralkan jumlah H2O yang hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi.
Sewaktu air luapan ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah. Proses
penimbunan garam mudah larut dalam tanah ini disebut salinisasi. Garam-garam
tersebut terutama adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3, dan/atau MgCO3. Dulu tanahtanah yang terbentuk disebut tanah salin, tanah alkali putih, atau solonchak.
Mereka termasuk tipe tanah zonal. Salinisasi dapat juga terjadi secara setempat
dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanah-tanah yang
direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah didaerah pantai yang dipengaruhi oleh
pasang surut (Tan, 2004).
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman

dengan efek yang


menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein dan penambahan
biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidak
menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan yang
tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah
dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal

Universitas Sumatera Utara

seperti daun mongering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul
karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial
larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air (Sipayung, 2003).
Garam-garam yang menimbulkan stress tanaman antara lain NaCl, NaSO4,
CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang larut dalam air. Dalam larutan tanah garam-garam ini
mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Sipayung (2003) tanah salin
memiliki pH < 8,5 dengan daya hantar listrik >4mmhos/cm. Nilai daya hantar
listrik (DHL) mencerminkan kadar garam yang terlarut. Peningkatan konsentrasi
garam yang terlarut akan menaikkan nilai DHL larutan yang diukur dengan
menggunakan elektroda platina.
Garam-garam atau Na+ yang apat dipertukarkan akan mempengaruhi sifatsifat tanah jika terdapat dalam keadaan yang berlebihan dalam tanah. Kekurangan
unsur Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi produksi.

Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan meningkatkan
tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan unsur-unsur hara yan
berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk ke akar berkurang
sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air dalam tanaman
(Sipayung 2003).
Dalam proses fisiologi tanaman Na+ dan Cl- di duga mempengaruhi
pengikatan air oleh tanaman, sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap
kekeringan. Sedangkan Cl diperlukan pada reaksi fotosintesis yang berkaitan
dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah
akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang
memperburuk pertukaran gas, serta dispersi koloid tanah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sipayung (2003), salinitas akan mempengaruhi sifat fisik dan
kimia tanah yaitu : 1) tekanan osmotik yang meningkat, 2) peningkatan potensi
ionisasi, 3) infiltrasi tanah menjadi buruk, 4) kerusakan dan terganggunya struktur
tanah, 5) permeabilitas tanah yang buruk, 6) penurunan konduktivitas. Salinitas
atau konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi akan menimbulkan stress
dan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan tanaman. Salinitas dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dengan dua cara yaitu :
a. Dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh sehingga pertumbuhan
tanaman terganggu.
b. Dengan membatasi jumlah suplai hasil-hasil metabolisme esensial bagi
pertumbuhan sel melalui pembentukan tyloses.
Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air
dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotic.
Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman,
terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Beberapa tanaman peka terhadap kegaraman
(10 dS.m-1) seperti kapas, bayam,
dan kurma (Noor,2004).
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang
menghambat

pembesaran

dan

pembelahan

sel,

produksi

protein,

serta

penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam
umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi
pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah
pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan
gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi
menyebabkan menurunnya potensi larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air
(Sipayung, 2003).
Menurut Phang, et al (2008), tingginya konsentrasi garam menyebabkan
gangguan pada seluruh siklus hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada
berbagai

varietas

kedelai

bervariasi

menurut

tingkat

pertumbuhan.

Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada konsentrasi garam rendah.
Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan menurunkan persentase
perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan penurunan persentase
perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitive dibandingkan varietas
toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi,
diantaranya :
1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah
cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji
2. Penurunan kualitas biji
3. Penurunan kandungan protein biji
4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai
5. Nodulasi kedelai
6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen
7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar

Universitas Sumatera Utara

Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua
bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan fisiologi. Mekanisme
toleransi yang paling jelas adalah dengan adaptasi morfologi (Sipayung, 2003).
Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman
dan tipe salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak
spesies tanaman. Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4. Dengan
adaptasi struktural ini kondisi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan
kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada
lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan
tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan keseimbangan dengan
mempertahankan kemampuan menyerap air (Sipayung, 2003).
Berbagai cekaman abiotik menyebabkan kelebihan spesies oksigen reakif
(ROS) pada tanaman yang sangat reaktif dan beracun yang menyebabkan
kerusakan protein, lipid, karbohidrat dan DNA yang akhirnya mengakibatkan
stress oksidatif. ROS terdiri dari radikal bebas (O2), radikal superoksida (OH),
radikal hidroksil (HO2), radikal perhydroxy dan non radikal (H2O2). ROS juga
mempengaruhi ekspresi sejumlah gen, oleh karena itu ROS mengontrol banyak
proses seperti pertumbuhan, siklus sel, penuaan sel, respon stress abiotik,
pertahanan pathogen, dan pertumbuhan (Gill and Tuteja, 2010).
Karena stress garam dapat mengakibatkan stress oksidatif melalui
peningkatan ROS yang sangat reaktif dan menyebabkan kerusakan sel, salah satu
metode biokimia yang dianjurkan adalah askorbat yang bertindak sebagai
antioksidan dengan pembilasan hydrogen peroksida (kloroplas tidak memiliki
katalase) saat pembentukannya (Miyake and Asada, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Asam Askorbat (Vitamin C)
Vitamin adalah senyawa-senyawa organic tertentu yang diperlukan dalam
jumlah kecil dalam tubuh tetapi esensial untuk reaksi metabolism dalam sel,
penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal, serta memelihara kesehatan.
Vitamin C (asam askorbat) merupakan vitamin yang dapat disintesis oleh
tumbuhan tetapi tidak dapat disintesis oleh manusia, kera, dan sebagian mamalia
lainnya (Poedjiadi, 1994).
Vitamin C mempunyai rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk murni
merupakan Kristal putih, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-1920C. Vitamin
C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam
dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan karena
adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin
lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. Dasam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10 persen aktivitas
vitamin C. Biasanya D-asam askorbat ditambahkan ke dalam bahan pangan
sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber vitamin C (Andarwulan dan Koswara,
1992).
Vitamin C disebut juga asam askorbat (ascorbic acid), merupakan vitamin
yang paling sederhana strukturnya, mudah berubah akibat oksidasi tetapi amat
berguna bagi manusia. Struktur kimia vitamin C terdiri atas rantai 6 atom karbon
yang keberadaannya tidak stabil karena mudah bereaksi dengan oksigen di udara
menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin C stabil keadaannya jika berupa Kristal
(murni). Menyimpan vitamin C dalam keadaan terbuka atau dalam ruangan yang

Universitas Sumatera Utara

lembab akan menyebabkan terdegradasi menjadi zat lainnya sehingga hilang
potensi vitamin C-nya (Kusnawidjaja, 1987).
Winarno (1992), vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak,
sangat larut dalam air, serta mudah teroksidasi. Proses oksidasi tersebut dipercepat
oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalisis tembaga dan besi.
Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada
suhu rendah. Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam
proses selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam
mengaktifkan aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai.
Menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas
serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004).

Gambar 1 : Struktur kimia asam askorbat
Metabolisme Vitamin C pada Tanaman
Vitamin C (asam askorbat) pada tumbuhan banyak terdapat di kloroplas,
karena asam ini berfungsi sebagai senyawa antara dalam metabolisme
karbohidrat. Bioseintesis asam askorbat membutuhkan D_glukosa. Biosintesis
asam askorbat dalam tumbuhan menurut Smirnoff (1996) adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2 : Skema pembentukan asam askorbat
(sumber : http://eprints.undip.ac.id)
Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh dari
luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH,
oksigen, enzim, katalisator logam, konsentrasi awal asam askorbat baik dalam
larutan, serta perbandingan asam askorbat dan asam dehidroaskorbat (Muchtadi
dkk, 1993).
Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat
dimana reaksi yang terjadi bersifat reversible (bolak-balik). Asam L-askorbat dan
asam L-dehidroaskorbat mempunyai 100% aktivitas vitamin C, sedangkan 2,3
asam diketogulonat sudah tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi.
Peranan Asam Askorbat Pada Tanaman
Askorbat memilki sifat antioksidan yang baik dalam mendeteksi spesies
oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif, serta mendaur ulang αtokoferol yang teroksidasi. Singkatnya, sistem in vitro telah menunjukkan
askorbat sebagai pendeteksi superoksida, hidroksil, hidrofilik peroksil, thiyl, dan

Universitas Sumatera Utara

radikal nitroksida sebaik asam hipoklorit dan hidrogen peroksida. Hal ini telah
dikemukakan secara rinci sebelumnya. Fungsi lain askorbat adalah dalam
metabolisme besi dengan mempertahankan besi pada tingkat reduksi askorbat
sehingga memicu penyerapan besi. Selain itu askorbat juga memobilisasi besi dari
deposit feritin (Drevan, 2011).
Hasil penelitian Basra et al. (2006) menunjukkan bahwa priming mampu
meningkatkan vigor benih padi, priming dengan asam askorbat dan asam salsilat
mampu meningkatkan keseragaman perkecambahan, mempercepat waktu
terjadinya perkecambahan, menurunkan T50, meningkatkan panjang radikula dan
plumula serta meningkatkan bobot basah dan bobot kering bibit.
Hasil penelitian Shaddad et al. (1989) menunjukkan bahwa perendaman
benih Lupinus termis dan Vicia faba dalam larutan asam askorbat 50 ppm selama
4 jam sebelum tanam mampu meningkatkan persentase perkecambahan, panjang
kecambah, bobot kering kecambah, kandungan karbohidrat, protein, dan asam
amino serta mengurangi efek merugikan yang ditimbulkan oleh kondisi cekaman
garam.
El-Zawahry dan Hamada (1994) menggunakan tiga senyawa yaitu asam
askorbat, pyridoxine dan thiamin dengan konsentrasi masing-masing 50 dan 100
ppm selama 5 jam sebagai perakuan pra tanam pada benih terong (Solanum
melongena) kultivar Black Balady, hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan
dengan ketiganya mampu meningkatkan bobot segar dan bobot kering tanaman,
mengurangi efek inhibitor nematode pada tanaman terinfeksi dan mengurangi
total asam amino bebas pada organ yang berbeda dari tanaman terinfeksi ataupun

Universitas Sumatera Utara

yang sehat, thiamin dan pyridoxin mampu mengurangi jumlah nematode tetapi
tidak dengan asam askorbat.
Hasil penelitian Basra et al. (2006) menunjukkan bahwa priming benih
padi kultivar KS-282 dan Super Basmati dengan asam askorbat dan asam salsilat
10 dan 20 ppm selama 48 jam mampu meningkatkan vigor bibit, keseragaman dan
keserempakan tumbuh, menurunkan waktu untuk memulai perkecambahan dan
T50, meningkatkan panjang plumula dan radikula serta meningkatkan bobot segar
dan bobot kering bibit. Priming dengan asam askorbat 10 ppm selama 24 jam juga
mampu meningkatkan kinerja, pertumbuhan dan produksi benih padi Super
Basmati yang ditanam dengan system tebar langsung (Farooq et al, 2006) dan
yang ditanam melalui persemaian (Farooq et al., 2007).
Hasil penelitian Dolatabadian dan Modarressanavy (2008) menunjukkan
bahwa perlakuan pra tanam dengan asam askorbat dan pyridoxine terhadap benih
Helianthus annus L., dan Brassica napus L., mampu meningkatkan daya
berkecambah, mencegah kerusakan protein dan peroksidasi lemak.
Perlakuan asam askorbat dan α-tokoferol mampu meningkatkan vigor
benih bunga matahari (suherman, 2005). Perlakuan asam salsilat 50 ppm dan asam
askorbat 50 ppm sebagai perlakuan pra tanam pada benih gandum (Triticum
aestivum L.) cv. Ugab-2000 mampu meningkatkan vigor kecambah, bobot segar
dan bobot kering kecambah normal pada kondisi optimum ataupun kondisi
cekaman garam. Perlakuan ini juga mengurangi dampak negatif dari konsentrasi
garam yang tinggi (Afzal et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52