Kata Kunci: Hak Atas Pendidikan; HAM; Jus Cogens Abstract - HUMAN RIGHTS CATEGORIZED JUS COGENS AND IT’S RELATION TO THE RIGHT OF EDUCATIO

TALREV

Volume 2 Issue 1, June 2017: pp. 69-91. Copyright ©2017 TALREV.
Faculty of Law Tadulako University, Palu, Central Sulawesi, Indonesia.
ISSN: 2527-2977 | e-ISSN: 2527-2985.
Open acces at: http://jurnal.untad.ac.id/index.php/TLR

HAK ASASI MANUSIA BERKATEGORI JUS COGENS
DAN KAITANNYA DENGAN HAK ATAS PENDIDIKAN
HUMAN RIGHTS CATEGORIZED JUS COGENS
AND IT’S RELATION TO THE RIGHT OF EDUCATION
Virgayani Fattah
Faculty Of Law Airlangga University
JL. Dharmawangsa Dalam Selatan, Airlangga, Gubeng, Surabaya, East Java, Indonesia
Telp./Fax: +62-623- 15023151 Email: [email protected]
Submitted: Jun 05, 2017; Reviewed: Jun 12, 2017; Accepted: Jun 29, 2017

Abstrak
Jus cogens sebagai suatu norma hukum internasional umum yang diterima dan
diakui oleh masyarakat interasional secara keseluruhan dengan karakteristik
utama adalah sifat non derogable rights. Hak atas pendidikan merupakan HAM

yang fundamental, sehingga keberadaannya tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun berdasarkan manfaat dan arti penting pendidikan bagi anak. Kebijakan
pendidikan nasional belum sepenuhnya selaras dengan instrument HAM internasional menyebabkan pembangunan bidang pendidikan belum sepenuhnya berbasis
HAM. Pemerintah berkewajiban memenuhi hak atas pendidikan terutama berkaitan dengan anggaran untuk membangun dan memperbaiki gedung-gedung sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, sebagaimana diatur dalam
Instrumen HAM Internasional, khususnya Kovenan Hak Ekosob. Arti penting hak
atas pendidikan sebagai kendaraan utama untuk mengangkat dan memberdayakan anak-anak dari kemiskinan, sebagai sarana untuk berpartisipasi secara aktif
dan total dalam pembangunan komunitas sosialnya dan sebagai jalan ampuh
menuju keadaban manusia itu sendiri.
Kata Kunci: Hak Atas Pendidikan; HAM; Jus Cogens
Abstract
Jus cogens as a norm of general international law accepted and recognized by the international community as a whole with the main characteristics is the nature of non derogable rights.The right to education is a fundamental human right, so that its existence
can’t be reduced under any circumstances based on the importance and importance of
education for children.The national education policy is not yet fully aligned with the
international human rights instruments causing the development of education sector not
yet fully based on human rights.The Government is obliged to fulfill the right to education primarily in relation to the budget for building and repairing school buildings and
improving the quality of education in Indonesia, as set out in the International Human
Rights Instrument, in particular the Covenant on Ecosystem Rights.The importance of
the right to education as the primary vehicle for lifting and empowering children from
poverty, as a means to participate actively and totally in the development of its social
community and as a powerful road to humanity.


□ 69

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

Keywords: Education Right; Human Right; Jus Cogens
PENDAHULUAN
Konsep

didasarkan

gens, yaitu aturan-aturan dasar yang

atas penerimaan nilai-nilai fundamental

timbul karena adanya kepentingan ber-

dan superior dalam sistem dan dalam

sama dalam masyarakat internasional,


beberapa hal

gagasan

timbul untuk tujuan-tujuan kemanusiaan

tentang ketertiban umum dan kebijakan

dan harus sesuai atau selaras dengan

umum dalam tatanan hukum domestik.

Piagam PBB. 2

jus

cogens

mirip


dengan

Hal ini juga mencerminkan pengaruh

Sekalipun tidak menggunakan ka-

pemikiran hukum alam. Kaidah jus co-

ta-kata jus cogens, Mac Nair mene-

gensbukanlah aturan yang baru dalam

gaskan adanya ketentuan-ketentuan hu-

hukum internasional.

kum kebiasaan internasional yang bera-

Menurut Schwarzenberger, untuk


da dalam suatu kategori hukum yang

membentuk jus cogens, suatu aturan

lebih

hukum

memiliki

tidak dapat dikesampingkan atau diubah

sifat-sifat yang universal atau asas-asas

oleh negara-negara yang membuat per-

yang fundamental, misalnya asas-asas

janjian. Dengan kata lain bahwa jus


yang bersangkutan harus mempunyai

cogens dapat lahir dari hukum kebia-

arti penting luar biasa (exceptionally

saan internasional yang bermaksud un-

significant) dalam hukum internasional

tuk melindungi kepentingan umum ma-

di samping arti penting istimewa diban-

syarakat internasional. 3

internasional

harus


dingkan dengan asas-asas lainnya. Selain itu, asas

tinggi,

ketentuan-ketentuan

itu

Rozakis memberikan arti norma

tersebut merupakan ba-

jus cogens sebagai suatu norma hukum

gian esensial daripada sistem hukum

internasional umum yang diterima dan

internasional yang ada atau mempunyai


diakui oleh masyarakat interasional se-

karakteristik yang merupakan refleksi

cara keseluruhan. Norma hukum inter-

1

nasional umum diartikan sebagai suatu

mengemukakan 3 (tiga)

norma yang diterapkan kepada sebagian

ciri aturan yang dapat menjadi jus co-

besar negara-negara karena telah dite-

dari hukum internasional yang berlaku.

Verdross

1

George Zwanzerberger, International Law,
Steven and Sons, London, 1960 dalam
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni, Bandung,
2013, hlm. 171

2

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Bina Cipta, Bandung, 1986 dalam Ibid., hlm. 176
3
Ibid.

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

rima sebagai suatu hal yang mengikat

dalam memberikan formulasi yang te-


dan terhadap norma tersebut tidak bo-

pat apa yang dimaksud dengan jus co-

leh dilanggar.

4

Selanjutnya,

gens.

Brownlie 5 mengakui bahwa perjanjian yang bertentangan dengan kebia-

alasan mengapa jus cogens ini tidak
diberikan secara definitif, yaitu :

saan atau prinsip umum yang merupa-


“The mention of some
treaties void for conflict with a
rule of jus cogens (even with
the most cereful drafting), lead
to misunderstanding as to the
position concerning rather not
mentioned in the article. If the
Commission were to attempt to
draw up (even on a selective
basis), a list of rules of international law which are to be
regarded as having the of jus
cogens, it might itself engange
in a prolonged study of matters
which fall outside scope of the
present article.”

kan bagian dari jus cogens adalah batal

demi

hukum

atau

dapat

kan. 6Akehurst berpendapat bahwa suatu
perjanjian yang batal karena bertentangan dengan jus cogens hendaknya dikembalikan pada praktik negara-negara
berdasarkan kebiasaan setempat yang
memang tidak diatur oleh konvensi karena

konvensi

hanya

mengkodifikasi

hukum perjanjian saja. 7
The International Law Commission
(ILC) sebagai badan yang ditugaskan
untuk mengkodifikasi hukum perjanjian
internasional telah mendapat kesulitan
4

Christos Rozakis, The Concep of Jus Cogens in the Law of Treaties, (North Holland Publishing Company, 1976) dalam Ibid. h. 169-170
5
Brownlie memberikan beberapa contoh
aturan-aturan yang bertentangan dengan jus
cogens, misalnya perang agresi, pelanggaran
terhadap hukum genosida, perdagangan perbudakan, pembajakan,
kejahatan-kejahatan
yang bertentangan dengan kemanusiaan, pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hak menentukan nasib sendiri.
6
I Brownlie, Principles of public international law, (4th ed, Oxford : Clarendon
Press, 1990), P. 4 dalam Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, 2011, hlm. 60
7
Michael Akehurst, A Modern Introduction
to International Law, (George Allen and
Lewin 1983) 46 dalam Yudha Bhakti
Ardhiwisastra, Op. Cit., hlm. 170

ILC memberikan

Dari pandangan ILC tersebut dapat

ditarik

beberapa

hal

yang me-

nyangkut beberapa pengertian jus cogens, yaitu bahwa jus cogens merupakan aturan-aturan dasar hukum internasional umum yang dapat ditafsirkan
sebagai

public

policy

(ketertiban

umum) dalam pengertian hukum nasional.
Beberapa prinsip hukum kebiasaan internasional telah mencapai kekuatan sebagai peremptory norm yang
tidak bisa dilanggar atau dirubah kecuali oleh norma dengan kekuatan serupa. Norma-norma ini dikatakan mendapatkan kekuatan mereka

dari peneri-

□ 71

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

maan secara universal misalnya pelang-

antara pihak-pihak yang terlibat dalam

garan terhadap apartheid, kejahatan ter-

perjanjian tersebut. Keadaan lain dima-

hadap kemanusiaan, kejahatan perang,

na sebuah peraturan akan mengambil

pembajakan, genosida, perbudakan dan

alih peraturan perjanjian internasional

penyiksaan. Sebuah norma peremptory,

ketika aturan tersebut memiliki status

disebut

merupakan

khusus jus cogens. 9Jelas bahwa hanya

prinsip dasar hukum internasional yang

aturan yang berdasarkan kebiasaan atau

dianggap

perjanjian yang dapat membentuk fon-

juga

jus

telah

cogens

diterima

dikomunitas

internasional negara secara menyeluruh.
Tidak

seperti hukum

umumnya

yang

dasi norma jus cogens.
Secara historis, kemunculan HAM

perjanjian pada

mensyaratkan

secara

adalah proses pembelaan kepada ma-

tradisional adanya treaty dan memung-

syarakat

kinkan perubahan kewajiban antar ne-

wenangan yang dilakukan oleh negara

gara melalui perjanjian, norma peremp-

dan juga karena tidak seimbangnya po-

tory tidak bisa dilanggar oleh negara

sisi negara dengan masyarakat. Negara

manapun. Dibawah Vienna Convention

selalu menjadi pihak yang kuat karena

on the Law and Treaties, perjanjian

mempunyai wewenang dan kekuasaan

apapun yang berlawanan dengan norma

sedangkan masyarakat dalam posisi le-

peremptory tidak sah dan dianggap ti-

mah

dak ada. Treaty memungkinkan mun-

mempunyai wewenang apapun, apalagi

culnya norma peremptory, namun trea-

kekuasaan. Wewenang

ty itu sendiri bukanlah norma peremp-

yang melekat pada negara itulah yang

tory. 8

menyebabkan
Aturan-aturan

yang

diciptakan

atas

atau

tindakan

dilemahkan

sewenang-

karena
dan

tidak

kekuasaan

diposisikannya

negara

sebagai pemangku kewajiban. 10
Berdasarkan

melalui perjanjian akan diutamakan jika
instrument semacam itu ada. Juga di-

negara sebagai

mungkinkan, meskipun jarang terjadi,

(rights

bearer).

HAM

internasional

pemangku
Kewajiban

kewajiban
tersebut

bagi sebuah perjanjian untuk dimodifikasi oleh praktik-praktik yang muncul

8

Rhona K.M. Smith, dkk., Hukum Hak
Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia-PUSHAM
UII, Yogyakarta, 2010, hlm. 61

9

Ibid., h. 59
Enny Soeprapto, Rudi M. Rizky dan Eko
Riyadi, Hak Asasi Manusia Kelompok Rentan dan Mekanisme Perlindungannya, kumpulan tulisan
dalam buku
Vulnerable
Groups : Kajian dan Mekanisme Perlindungannya, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2012,
hlm. 27
10

□ 72

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

adalah kewajiban untuk menghormati

melakukan

tindakan-tindakan

lainnya.

(to respect), kewajiban untuk melin-

Inilah yang disebut dengan kewajiban

dung (to protect) dan kewajiban untuk

berbuat (obligation of conduct). 13

memenuhi (to fulfill). Kewajiban meme-

Berdasarkan Prinsip-Prinsip Maas-

nuhi (to Fulfill) HAM mengacu pada

tricht (Maastricht Principles) yang di-

kewajiban

untuk mengambil

rumuskan oleh ahli-ahli hukum interna-

langkah-langkah legislatif, administratif,

sional tentang Tanggung Jawab Negara

judisial dan kebijakan praktis untuk

berdasarkan Kovenan Hak Ekosob, me-

memastikan hak-hak yang menjadi ke-

nolak pemisahan tanggung jawab nega-

wajibannya

hingga

ra terhadap apa yang disebut sebagai

pencapaian maksimal. 11 Kewajiban me-

obligation of conductdi satu sisi dan

menuhi 12 (to fulfill) merupakan kewaji-

obligation of result di sisi lain. Dalam

ban positif yang mengharuskan negara

konteks

untuk menempuh langkah-langkah bagi

kebijakan

pemenuhan HAM.

hak-hak ekosob harus dapat menunjuk-

negara

dapat

terpenuhi

tanggung
negara

jawab,
dalam

kebijakanmemajukan

Selain ketiga kewajiban tersebut

kan terpenuhinya kedua bentuk kewaji-

diatas, negara juga mempunyai kewaji-

ban tersebut. Ketika negara merancang

ban mengenai tindakan (obligation of

kebijakan, harus sudah menimbang ha-

conduct) dan kewajiban mengenai hasil

silnya apakah dapat menjamin terpenu-

(obligation of result). Dalam rangka

hinya hak tersebut. Negara juga harus

memenuhi

menyediakan

kewajiban

mencapai

hasil

sarana

dan

mekanisme

(obligation of result), negara dituntut

yang memberi akses kepada rakyat un-

untuk membuat suatu kebijakan atau

tuk menuntut apabila hak-hak tersebut

program. Kebijakan atau program ter-

tidak terpenuhi. 14

sebut dikatakan sebagai komitmen untuk mencapai hasil dan dalam rangka
mencapai hasil sebagaimana dimaksud,
negara

wajib

melakukan

tindakan-

tindakan tertentu sekaligus tidak boleh

11

Ibid., hlm. 21-23
Kewajiban turunan dari kewajiban memenuhi (to fulfill) adalah mempromosikan (to
promote) dan memfasilitasi (to facilitate).
12

Berdirinya

Perserikatan

Bangsa-

Bangsa (PBB) pada tahun 1945 meru13

Y. Sari Murti, W., Anak, dalam kumpulan tulisan buku Vulnerable Groups : Kajian dan Mekanisme Perlindungannya, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2012, hlm. 151-152
14
Ifdhal Kasim, Pelanggaran Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Impunitas yang
Tersembunyi, Prolog dalam buku Majda El
Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. xxxxxxi

□ 73

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

pakan saat yang paling penting terha-

tentang

dap eksistensi HAM. Dibentuknya PBB

perlindungan HAM yaitu Kovenan In-

juga merefleksikan komitmen dari se-

ternasional tentang Hak-hak Sipil dan

jumlah besar negara menyangkut HAM.

Politik (International Covenant on Civil

Hal tersebut terlihat dari ketentuan-

dan Political Rights) serta

Kovenan

ketentuan mengenai HAM yang terkan-

Internasional

Ekonomi,

dung di dalam Piagam PBB. Sejalan

Sosial dan Budaya 16 (International Co-

dengan terbentuknya PBB, HAM se-

venant on Economic, Social and Cul-

makin mendapatkan perhatian yang be-

tural Rights/ICESCR).Kovenan Ekosob

sar. Hal ini terbukti dari adanya man-

sebagai salah satu instrument pokok

dat yang diberikan oleh The Economic

HAM internasional juga mengatur ten-

and Social Council (ECOSOC) kepada

tang Hak

Komisi HAM PBB agar menyusun se-

HAM, hak atas pendidikan memberikan

macam dokumen HAM. Dokumen ter-

arti

sebut berisi dafta hak-hak yang terma-

HAM secara luas. Penegasan ini pent-

suk kategori HAM. Dokumen tersebut

ing artinya bagi

dikenal

kesadaran kolektif terhadap pemenuhan

Hak

sebagai

Asasi

Deklarasi

Universal

Manusia (DUHAM)

atau

mekanisme

penting

pengawasan

tentang

Atas

Hak

Pendidikan.

bagi

upaya

dan

Sebagai

pemenuhan

upaya membangun

hak atas pendidikan.
Hak atas pendidikan mewajibkan

The Universal Declaration of Human
Rights (UDHR) yang disetujui oleh Ma-

negara

jelis Umum PBB pada tahun 1948.

yang memadai. Contoh dari kewajiban

Deklarasi tersebut merupakan tonggak

terhadap hak atas pendidikan, adalah

sejarah bagi perkembangan HAM di

dengan mengalokasikan anggaran pen-

dunia. 15

didikan, membuat program pendidikan

Pada tahun 1966 dihasilkan perjanjian
15

internasional

yang

mengatur

Andrey Sujatmoko, Sejarah, Teori, Prinsip dan Kontroversi HAM, Materi yang disampaikan pada acara ”Training Metode
Pendekatan Pengajaran, Penelitian, Penulisan
Disertasi dan Pencarian Bahan Hukum
HAM Bagi Dosen-Dosen Hukum HAM”,
yang diselenggarakan oleh PUSHAM UII
Yogyakarta bekerjasama dengan Norwegian
Centre for Human Right (NCHR) Universitas Oslo-Norwegia, Yogyakarta, tanggal 1213 Maret 2009 , h. 14

menyiapkan sistem pendidikan

guru atau membangun gedung-gedung
sekolah. 17

Beberapa

mendasar dalam

problem

yang

pemenuhan hak atas

pendidikan di Indonesia adalah menge16

Kovenan tersebut dirancang oleh Komisi
Hak Asasi Manusia, Badan bawahan Dewan
Ekonomi dan Sosial namun pengukuhan dan
penerimaannya dilakukan oleh Majelis
Umum PBB.
17
Y. Sari Murti, Op. Cit., h. 151

□ 74

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

menetapkan hukum yang berlaku bagi

“Mahkamah yang berfungsi
memutuskan berbagai sengketa
yang diajukan kepadanya sesuai
dengan
hukum
internasional,
akan memberlakukan : (a) konvensi internasional, baik umum
atau khusus yang menetapkan
aturan yang secara tegas diakui
oleh negara-negara terkait ; (b)
kebiasaan internasional sebagai
bukti praktek umum yang diterima sebagai hukum ; (c) prinsip-prinsip hukum umum yang
diakui oleh bangsa-bangsa beradab ; (d) tunduk pada ketentuan
Pasal 59, keputusan pengadilan
dan pendapat para ahli yang diakui kepakarannya (teaching of
the mosthighly qualified publicists) merupakan sumber tambahan hukum internasional”. 19

suatu peristiwa atau situasi tertentu.

Urutan penyebutan sumber hukum

Pada garis besarnya, sumber tersebut

dalam Pasal 38 ayat (1) di atas tidak

dapat dikategorikan dalam 5 (lima) ben-

menggambarkan urutan pentingnya mas-

tuk, yaitu : 1. Kebiasaan Internasional ;

ing-masing sumber hukum itu sebagai

2. Traktat ; 3. Keputusan pengadilan

sumber hukum formal karena persoalan

atau badan-badan arbitrasi ; 4. Karya-

tersebut tidak sama sekali diatur oleh

karya hukum ; 5. Keputusan atau kete-

Pasal 38. Satu-satunya klasifikasi yang

tapan organ-organ/lembaga internasion-

dapat kita adakan ialah bahwa sumber

al. 18

hukum formal itu di bagi atas 2 (dua)

nai legislasi dan kebijakan, termasuk di
dalamnya
yang

adalah

sangat

erat

masalah

anggaran

kaitannya

dengan

pembangunan pembangunan dan perbaikan

gedung-gedung

sekolah

serta

mutu pendidikan.
Jus Cogens Berdasarkan Hukum Internasional
J.G.

Starke menguraikan bahwa

sumber-sumber materil hukum internasional dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh
para ahli hukum internasional untuk

Pasal 38 ayat (1)

Statuta Mah-

golongan, yaitu sumber hukum utama

kamah Internasional senantiasa menjadi
rujukan

pembahasan

sumber-sumber

hukum internasional dan diakui secara
luas sebagai pernyataan paling otoritatif
dan lengkap, menyatakan bahwa :
18

Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2001,
hlm. 8

19

Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional
tersebut, tidak
memasukkan
keputusankeputusan badan arbitrasi sebagai sumber
hukum internasional karena dalam prakteknya, penyelesaian sengketa mengenai badan
arbitrasi hanya merupakan pilihan hukum
dan kesepakatan para pihak pada perjanjian.

□ 75

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

atau primer dan sumber hukum tambahan atau subsidier.
Pasal

38

20

Konsep jus cogens diduga telah
ada sejak zaman Romawi. Pasca pe-

ini

hanya

rang dunia kedua, pengadilan Nuren-

merupakan petunjuk bagi hakim un-

berg dalam berbagai putusannya me-

tuk mempertimbangkan

nyatakan bahwa : . . . the individual

sumber hukum yang

sifatnya

macam-macam
dapat

diguna-

has a legal obligation to disregars

kannya. Selain itu, daftar sumber hu-

immoral

kum

dalam

selanjutnya menetapkan kembali hierar-

Pasal 38 Statuta Mahkamah Interna-

ki norma hukum untuk mengatur kon-

sional

suatu

flik antara hukum internasional dengan

hierarki. Hukum internasional tidaklah

hukum nasional yang pertama kali per-

sejelas hukum nasional dalam mengu-

nah diusulkan oleh aliran hukum alam

rutkan daftarotoritas konstitusionalnya,21

di abad 17-18, sejak pengadilan Nu-

namun terdapat sebuah prinsip yang

renberg

menyatakan bahwa sebuah aturan khu-

mengakui tegas adanya konsepjus co-

sus berlaku mengatasi aturan umum

gens sebagai sumber utama (primary

seperti

yang

tidaklah

tercantum

menunjukkan

law.

itulah

Pengadilan

hukum

Nurenberg

internasional

(lex specialis derogatlegi generali) se-

source) dari norma-norma hukum

hingga misalnya terdapat sebuah per-

yang mengatur hubungan internasion-

janjian di antara sejumlah negara seba-

al. 23

gai lex specialis akan diprioritaskan di

Selanjutnya

pada

tahun

1953,

atas aturan umum perjanjian atau hu-

Hirsch Lauterpacht 24 mencoba menge-

kum

diantara negar-negara

nalkan konsep jus cogens dalam suatu

yang samameskipun tidak demikian,jika

diskusi yang diselenggarakan oleh Ko-

aturan umum tersebut tergolong dalam

misi Hukum Internasional. Hirsch me-

kebiasaan

jus cogens.

22

nyatakan bahwa perjanjian yang dila-

20

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Putra A. Bardin, Bandung, 1999, hlm. 83
21
Pellet menyatakan bahwa sementara tidak
ada hierarki formal di antara berbagai konvensi, adat dan prinsip umum, Mahkamah
Internasional menggunakan semua itu secara
tertib dan telah menyusun semacam susunan
yang bersifat saling melengkapi diantara
sumber-sumber hukum tersebut.
22
Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, (diterjemahkan oleh Derta Sri Wido-

watie, Imam Baehaqi dan M. Khozim),
Nusa Media, Bandung, 2013, h. 103
23
Adam C. Belski, Mark Merva & Naomi
Roth-Arriaza, Implied Waiver Under THE
FSIA : A Proposed Exeption to Immunity
for Violation of Premptory Norms of International Law, (California Law Review 1989)
h. 10 dalam Sefriani, Op. Cit., hlm. 66-67
24
Ibid.

□ 76

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

hirkan dari penggunaan kekerasan melanggar “international public policy”.

25

Pada tahun 1969, konsep jus co-

atau kuat atau

jus cogens, perjanjian

manapun

bertentangan

yang

dengan

jus cogens, akan menjadi batal dan
berlaku lagi. 29 Pasal 71 akibat-

gens diinkorporasikan dalam Konvensi

tidak

Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian.

akibat

Pasal 53 26 mengatur tentang perjanjian

suatu perjanjian yang disebabkan ber-

yang batal karena bertentangan dengan

tentangan dengan jus cogens. Dalam

jus cogens

27

dan batasan jus cogens.

yang

timbul karena batalnya

hal suatu perjanjian batal karena ber-

Pasal ini memberikan batasan tentang

tentangan dengan

apa yang dimaksud dengan norma da-

pihak

sar hukum internasional umum itu, yai-

akibat-akibat yang bertentangan dengan

tu sebagai suatu norma yang diterima

jus cogens dan selanjutnya akan me-

dan diakui oleh masyarakat internasion-

nyesuaikan atau menyelaraskan hubun-

al

gan timbal balik mereka agar sesuai

secara keseluruhan

sebagai

suatu

norma yang tidak boleh dilanggar dan

sejauh

jus cogens, para
mungkin

mencegah

dengan jus cogens.

hanya dapat diubah oleh suatu norma

Meskipun konsep modern jus co-

dasar hukum internasional umum yang

gens dikemukakan oleh hukum perjan-

baru, yang mempunyai sifat yang sa-

jian, secara umum dapat dikatakan jus

ma. 28

cogens
Pasal 64 mengatur bahwa apabila

diterapkan

untuk

membatasi

perjanjian. Perjanjian yang melanggar

lahirnya suatu kaidah hukum interna-

jus cogens

sional baru

Namun demikian, dalam praktik pe-

25

yang

sifatnya

memaksa

UN Doc. A/CN.4/63, [1953] 2 Y.B.I.L.C
90 at 147
26
Pasal 53 Konvensi Wina menyatakan
bahwa sebuah perjanjian yang bertentangan
dengan aturan jus cogens yang ada, adalah
batal ab initio
27
Yang dapat menilai bahwa suatu ketentuan atau aturan adalah bertentangan atau
termasuk jus cogens akhirnya diserahkan
kepada praktik negara-negara dan yurisprudensi Mahkamah Internasional, namun ternyata bahwa dalam yurisprudensi mahkamah
belum ada yang secara tegas menyatakan
sebagai bertentangan atau termasuk jus cogens, yang ada adalah pendapat tersendiri
dari beberapa hakim mahkamah.
28
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Op. Cit.,
hlm. 166

adalah

null and

void.

langgaran jus cogens lebih sering muncul sebagai akibat dari tindakan sepihak negara. Oleh karena para ahli hukum sepakat bahwa norma jus cogens
tidak hanya diterapkan dalam kerangka
perjanjian internasional saja tetapi juga
pada setiap tindakan atau aksi negara29

Ketentuan pada Pasal 64 dan ketentuan
pada Pasal 53 harus diartikan bersamaan,
baca Sunaryati Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perdata Internasional, Bina Cipta,
Bandung, 1976, hlm. 117

□ 77

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

negara. 30Jus cogens juga
dalam

terefleksikan

perjanjian-perjanjian multilateral

modern,

dan

juga direfleksikan

hukum

kebiasaan

serta

oleh

perjanjian-

perjanjian lama. 31

negara. Penegakan HAM

dapat

maju

melalui norma jus cogens, untuk menghalangi “impunitas” dari kedaulatan negara. 33Jus

cogens

mutlak

membatasi

kebebasan negara dalam melaksanakan

Sebagaimana pernah digagas ali-

kedaulatannya. Jus cogens memiliki oto-

ran hukum alam, jus cogens mengikat

ritas lebih besar dibanding sumber hu-

negara tanpa mempedulikan kehendak

kum

negara berdaulat yang bersangkutan ka-

penyiksaan atau pelanggaran HAM be-

rena jus cogens adalah superior dalam

rat lainnya memiliki derajat yang lebih

hierarki terhadap hukum positif atau

tinggi dalam hierarki internasional.

hukum lain yang lahir atas perjuangan

Meskipun ruang lingkup jus

negara. Yang terpenting dari jus co-

gens masih sering diperdebatkan dan

gens adalah :

bagaimana suatu norma mencapai jus

“Jus cogens, however is a
set of peremptory norms which
does not depend on the consent
of any individual state for its
validity. The very axistence of
jus cogens limits state sovereignty in the sense that the
general will of the international
community of state takes precedence over the individual wills
of states to order their relation.
Thus, the concept that a sovereign is subject to no restrains
exept those imposed by its own
will is inconsistent with the definition of jus cogens as peremtory law. 32
Demikianlah,
pada

akhirnya

prinsip

jus cogens

membatasi

kedaulatan

internasional

cogens

masih

lainnya.

bersifat

Larangan

co-

kontroversial,

akan tetapi beberapa norma telah menjadi jus cogens seperti genosida, diskriminasi rasial, agresi, penyiksaan dan
perbudakan.

Ada

yang

mengaitkan

dengan kebiasaan bahkan ketentuan dalam traktat itu sendiri tetapi adapula
yang mendasarkan pada prinsip-prinsip
hukum umum. 34

33

30
31

Sefriani,Op. Cit., hlm. 68-69
Ibid., hlm. 77
32
Turpel & Sands, Peremptory Interntional
Law and Sovereignty, ( 3 CONN. J. INT’L.,
L., 1988) 364-365 dalam Sefriani, Op. Cit.,
hlm. 72

Predrag Zenovic, Human Rights enforcement via peremptory normsa- a challenge to
state sovereignty, Riga Graduate School of
Law (RGSL) Research Papers No. 6, 2012,
hlm. 24
34
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar,
Hukum Internasional kontemporer, Refika
Aditama, Bandung, 2006, hlm. 74

□ 78

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

Hak Asasi Manusia Sebagai Jus Co-

atau

mendirikan

gens

seperti courts,

interpretive

tribunals,

organs

commission,

Karakteristik utama dari jus co-

committees yang memberikan klarifikasi

gens adalah sifat non derogable rights

lebih jauh norma-norma yang bersang-

dalam norma tersebut. Bukanlah hal

kutan,

yang mudah untuk menetapkan apakah

yang jauh lebih kuat lagi adalah tidak

ketentuan-ketentuan

diizinkannya

yang

ada

dalam

juga kepatuhannya. Selain
negara

peserta

itu,
untuk

suatu perjanjian merefleksikan jus co-

mengundurkan diri dari perjanjian itu

gens atau tidak, mengingat

sendiri yang dapat merusak keberlang-

perjanjian

lebih dikenal sebagai contracts of pri-

sungan

vate law daripada suatu genuine nor-

negara pada perjanjian-perjanjian terse-

mative

Perjanjian

instruments.

tidak

perjanjian

aspek

persetujuan

but. 36
Prinsip kewajiban positif negara 37

menciptakan hak dan kewajiban pada
persetujuannya.

timbul sebagai konsekuensi logis dari

Dengan demikian, dewasa ini konsep

adanya ketentuan menurut hukum HAM

tersebut sudah mengalami pengikisan

internasional

dengan munculnya perjanjian-perjanjian

pihak

humaniter dan HAM yang tidak men-

bearer) sedangkan negara berposisi se-

gizinkan suspension or denunciation.

bagai pemegang kewajiban (duty bear-

Dalam hukum internasional kontempor-

er) terhadap HAM, yaitu kewajiban

er, proses pembuatan perjanjian multi-

untuk melindungi (protect), menghor-

lateral adalah legislative in objective,

mati (respect) dan memenuhi (to ful-

hanya cara atau metodenya saja yang

fill) HAM setiap individu. Bahkan me-

bersifat kontraktual. 35

nurut hukum internasional, kewajiban-

pihak

ketiga

tanpa

Perjanjian-perjanjian

HAM

bisa

bahwa

individu

yang memegang HAM

adalah
(right

kewajiban tersebut merupakan kewaji-

merefleksikan jus cogens karena di-

ban

adopsi olehmayoritas negara-negara se-

omnes(obligation erga omnes) atau ke-

yang

bersifat

erga

cara luas. Alasan lain yangmendukung
the pedigree of jus cogens norms pada
perjanjian-perjanjian HAM adalah banyaknya
35

perjanjian

yang

Sefriani, Op. Cit., hlm. 75-76

membentuk

36

Ibid., hlm. 77
Kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban yang lahir dari perjanjian-perjanjian internasional hak asasi manusia, maupun dari
hukum kebiasaan internasional (international
customary law) khususnya norma-norma hukum kebiasaan internasional yang memiliki
sifat jus cogens.

37

□ 79

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

wajiban bagi seluruh negara jika me-

HAM. DUHAM tidak mempunyai ke-

nyangkut

yang

kuatan mengikat menurut hukum inter-

berkategori sebagai Jus Cogens (pe-

nasional, seperti halnya suatu perjanjian

norma-norma

HAM

larangan

internasional yang ditandatangani dan

untuk melakukan perbudakan, genocide

diratifikasi oleh beberapa negara. Wa-

dan penyiksaan. 38

laupun demikian, DUHAM mempunyai

remptory

norms),

misalnya

Kewajiban erga omnes 39 (obliga-

kekuatan yang besar. Asas-asas yang

tion erga omnes), meskipun sering di-

termuat dalam DUHAM mengenai hak-

pandang sama dengan jus cogens na-

hak asasi manusia telah mengilhami

mun

erga

dan dimuat dalam undang-undang dasar

omnes berbeda dengan norma jus co-

banyak negara di dunia, terutama nega-

gens, di mana kewajiban erga omnes

ra-negara yang beru merdeka atau telah

dapat dicabut

(derogable) dalam bebe-

mengilhami

rapa situasi

namun demikian, tidak

undang yang

sesungguhnya

kewajiban

dikeluarkannya

undang-

mempunyai tujuan yang

semua kewajiban erga omnes dapat

serupa di beberapa negara, dimana ja-

memperoleh status sebagai jus cogens.

minan hak asasi manusia ini memberi-

Seluruh ketentuan dalam Kovenan Hak

kan bantuan dan dorongan moral yang

Sipol dan Kovenan Hak Ekosob, me-

tidak sedikit kepada pihak-pihak yang

nimbulkan kewajiban erga omnes, na-

memperjuangkan

mun tidak semua ketentuan dalam ke-

manusia tersebut.

jaminan

hak

asasi

41

Lung Chu Chen berpendapat bah-

dua kovenan tersebut merupakan jus
persetujuan khu-

wa ketentuan-ketentuan yang mengatur

sus lagi dari masyarakat internasional

HAM, terutama yang terdapat dalam

keseluruhan untuk mendapatkan status

deklarasi sudah dapat digolongkan se-

cogens karena perlu

tersebut.

40

bagai jus cogens yang berarti bahwa
Kovenan

ketentuan itu hanya dapat diubah atau

Sipol merupakan penjabaran dari DU-

ditiadakan oleh ketentuan yang juga

Kovenan

38

Ekosob

dan

Andrey Sujatmko, Hukum HAM dan
Hukum Humaniter, Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta, 2015, hlm. 12
39
Obligation erga omnes memiliki otoritas
lebih besar dibandingkan customary international legal norms sebab customary international legal norms hanya mensyaratkan penerimaan dari negara-negara.
40
Sefriani, Op. Cit., hlm. 83

berstatus jus cogens. 42

41

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Putra A. Bardin, Bandung, 1999, hlm. 110
42
Andrey Sujatmko, Op. Cit., hlm. 18

□ 80

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

Jus cogens
dari

mewakili the public
internasional,

origin, prohibition of imprisonment for

bahwa norma-norma dan nilai-nilai ter-

civil debt, prohibition of crime against

tentu memperoleh perlindungan absout.

humanity, right to legal personhood,

Demikianlah substansi jus cogens be-

freedom of conscience, and the right

lum memperoleh penetapan atau kepas-

to self determination. Regional jus co-

tian. Tanpa consensus berkaitan dengan

gens norm include the following, free-

hak-hak

kesulitan

dom from arbitrary detention, rights of

yang melekat dalam mengidentifikasi

the family, right to a name, rights of

norm, jelaslah bahwa be-

the child, right to nationality and right

lum ada pemahaman umum mengenai

to participate in government. Dari se-

hierarki HAM. Budaya, ekonomi, poli-

luruh hak-hak yang disebutkan tersebut,

tik yang bias mempengaruhi persepsi

sebagian besar diarahkan langsung pada

negara-negara mengenai hak-hak yang

HAM dan sebagian besar didasarkan

fundamental

pada

order

masyarakat

lour, sex, language, religion or social

fundamental

peremptory

tersebut,

dan

akhirnya

tidak

HAM.

Meskipun beberapa

hak

memungkinkan tercapai suatu pemaha-

tumpang

man

menunjukkan bahwa mayoritas norma

umum.

Ketiadaan

pemahaman

menjadikan sulitnya menetapkan para-

tindih

namun

hal

tersebut

jus cogens adalah saling berkaitan. 44

meter jus cogens sehingga sulit pula
menetapkan standar untuk membedakan
antara hak-hak yang fundamental (fun-

Hak Atas Pendidikan Sebagai Hak
Asasi Manusia
Hukum HAM Internasionalmenga-

damental rights), hak-hak yang biasa
(ordinary rights) serta jus cogens. 43
Beberapa norma yang merefleksikan jus cogens, adalah prohibition of
aggression, right to life, right to humane treatment, prohibition of criminal
ex pose facto laws, prohibition of genocide, prohibition of war crimes, pro-

kui hak atas pendidikan sebagai HAM
yang mendasar bagi setiap orang pendidikan
mencapai

43

Sefriani,Op. Cit., hlm. 73

pengembangan

tiap

orang

kepribadian,

kemampuan serta memungkinkan untuk
berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat.
Bagi

hibition of slavery, prohibition of discrimination on the basic of race, co-

memungkinkan

masyarakat

internasional,

pemenuhan hak atas pendidikan me-

44

Ibid., hlm. 77

□ 81

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

nempati prioritas utama dalam mengo-

pendidikan HAM sebagai bagian dari

kohkan eksistensi diri sebagai manusia.

HAM.

pendidikan

Van Beuren berargumentasi bah-

memberikan arti pe 45nting bagi upaya

wa DUHAM, Kovenan Hak Sipol Ko-

pemenuhan HAM secara luas. Penega-

venan Hak Ekosob dan Konvensi Hak

san ini penting artinya bagi upaya

Anak

membangun kesadaran kolektif terhadap

umum 48 bahwa hak atas pendidikan

pemenuhan hak atas pendidikan. Coo-

merupakan HAM fundamental yang ek-

mans 46 mengatakan hak atas pendidikan

sistensinya tidak dapat dikurangi dalam

adalah hak yang memberdayakan (em-

keadaanapapun

powerment rights).

rights). 49 Komite Hak Ekosob mene-

Sebagai

HAM,

hak atas

1989

mengambil

(non

pendekatan

derogable

Hak atas pendidikan secara efek-

kankan arti penting hak atas pendidi-

memberikan secara langsung bagi

kan sebagai kendaraan utama untuk

penikmat dan pemenuhan hak-hak lain-

mengangkat dan memberdayakan anak-

nya. Bagi Coomans, pemenuhan terha-

anak dari kemiskinan, sebagai sarana

dap hak atas pendidikan adalah peme-

untuk

nuhan bagi jati diri dan martabat ma-

total

nusia.Sejalan dengan hal tersebut, Manf-

sosialnya dan sebagai jalan ampuh me-

rek Nowak 47 menegaskan “Education is

nuju keadaban manusia itu sendiri. 50

tif,

tentang

pentingnya

pendidikan

pembangunan

komunitas

takan dengan tegas, bahwa :

dan

“(1). Everyone has the
rights to education. Education
shall be free, at least in the
elementary
and
fundamental
stages. Elementary education
shall becompulsory. Technical
and professional education shall
be made generally available and

45

Hak-Hak Masyarakat Adat Yang Berlaku Pedoman Untuk Konvensi ILO No. 169,
2010, hlm. 150
46
Coomans, The Core Contentof the Right
to Education, dalam Brand and Russel
(ed), Exploring the Core Content of SosioEconomic Rights : South African and International Perspectives (Pretoria : Protea
Book House, 2002) P. 160, dalam Majda
El Muhtaj, Op. Cit., hlm.167
47
Manfrek Nowak, The Right to Education,
dalam Osborjn Eide, et, al. (ed) Economic,
Social and Cultural Rights, A Textbook
(Boston : Martinus Nijhoff Publisher, 1995)
P. 189-190 dalam Ibid.

dalam

DUHAM dalam Pasal 26 menya-

a precondition for the exercise of human rights”. Nowak mengingatkan kita

berpartisipasi secara aktif dan

48

Pendekatan umum ini didasarkan arti
penting pendidikan serta pada konsep pendidikan itu sendiri.
49
Deny Slamet Pribadi, “Kajian Hak Asasi
Manusia Untuk Meningkatkan Pemenuhan
Hak Anak Atas Pendidikan”, Jurnal Risalah
Hukum Fakultas Hukum Ummul,
Vol. 3
No.1, 2007, hlm. 46
50
Ibid., hlm. 47

□ 82

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

higher education shall be equally accessible to all on the basis
of merit ;
(2). Education shall be directed to the full development of
the human personality and to
the strengthening of respect for
human rights and fundamental
freedom. It shall promote understanding, tolerance and friendship among all nation, racial or
religious group and hal further
the activities of the United Nations for the maintenance of
peace ;
(3). Parents
have prior
right to schoose of kind education that shall be given to their
children.”
(1). Setiap orang berhak
memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma,
setidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan terendah harus
diwajibkan. Pendidikan teknik
dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang
dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang
sama oleh semua orang, berdasarkan kecerdasan ;
(2) Pendidikan harus ditujukan kepada perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta
untuk mempertebal penghargaan
kepada hak asasi manusia dan
kebebasan yang mendasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan
persahabatan di antara semua
bangsa, kelompok ras maupun
agama, serta harus memajukan
kegiatan PBB dalam memelihara
perdamaian ;
(3). Orang tua mempunyai
hak utama dalam memilih jenis

pendidikan yang akan diberikan
kepada anak-anak mereka.
Syed memberikan komentar terhadap Pasal 26 DUHAM tersebut, bahwa sebagai sebuah rezim, hak atas
pendidikan merupakan
bangunan sistem

satu

kesatuan

hukum HAM inter-

nasional. Dalam rangka memajukan hak
atas pendidikan, negara wajib memajukan nilai-nilai HAM dalam kurikulum
pendidikan yang selaras dengan konstruksi HAM universal. 51
DUHAM menegaskan arti penting
dari substansi pendidikan itu sendiri,
yaitu pendidikan membantu anak untuk
mengenali dirinya sendiri, bakat serta
kemampuannya dalam interaksi sosial
dimana

mereka

berada.

Selain

DU-

HAM, Pasal 13 Kovenan Ekosob juga
mengafirmasi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah cerdas dalam
pemenuhan hak atas pendidikan. Akses
terhadap keseluruhan jenjang pendidikan harus menjadi perhatian pemerintah.
Pemenuhan hak

atas pendidikan

dasar yang tersedia, terjangkau, bermutu,

non-diskriminatif,

telah

menjadi

komitmen bersama dalam bentuk Penyelenggaraan Pendidikan Untuk Semua
(education for all) yang telah dideklarasikan
51

bersama

dalam

Konferensi

Majda El Muhtaj, Op. Cit., hlm. 165

□ 83

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

UNESCO,

Konferensi

Dunia

tentang

aman, lebih sehat, lebih sejahtera den-

Pendidikan Untuk Semua (World Con-

gan lingkungan hidup yang lebih baik

ference on Education for All) di Jom-

dan serentak dengan memberi iuran

tien, Thailand pada Tanggal 5-9 Maret

pada kemajuan sosial, ekonomi dan

1990 : “Deklarasi Dunia tentang Pendi-

budaya, toleransi dan kerjasama antar

dikan Untuk Semua : Memenuhi Kebu-

bangsa.”

tuhan Belajar Dasar” memberikan ko-

Dalam Aksi Nasional HAM Un-

mitmen bagi pemenuhan hak atas pen-

tuk Pendidikan Bagi Anak Pasca Rati-

didikan

partisipasi perempuan,

fikasi Kovenan Hak Ekosob dapat di-

non-diskriminasi, pendidikan bagi ma-

ketahui beberapa hal, yaitu : a. Hak

syarakat dengan kemampuan yang ber-

asasi manusia merupakan suatu konsep

beda

multidisipliner

dasar,

(diffable-different ability), masya-

pendekatan

sehingga

memerlukan

pemenuhan,

perlindungan

rakat di pengungsian, situasi konflik,

dan pemajuan serta konprehensif yang

perang dan lain-lainnya. 52

melibatkan semua elemen ; b. Hak anak

Selanjutnya, Deklarasi Dunia ten-

atas pendidikan merupakan HAM yang

tang “Pendidikan Untuk Semua” Me-

fundamental

menuhi Kebutuhan Belajar Dasar, oeh

tidak dapat dikurangi dalam keadaan

UNESCO di Dakar pada bulan April

apapun berdasarkan manfaat dan arti

2000 telah menghasilkan Dakar Decla-

penting pendidikan bagi anak dalam

ration on Education for All. Deklarasi

korelasinya

tersebut menyatakan bahwa “ Pendidi-

dan sosial ; c. Indonesia terikat untuk

kan

melaksanakan ketentuan Kovenan Hak

adalah

hak dasar

(fundamental)

sehingga

sebagai

keberadaannya

mahluk

individu

semua orang, wanita dan pria semua

Ekosob

usia di seluruh dunia ; memahami bah-

Faith), khususnya dalam melaksanakan

wa pendidikan dapat membantu men-

tiga kewajiban utama yaitu kewajiban

jamin terbentuknya dunia yang lebih

pencapaian hasil (obligation of result),

dengan

itikad

baik

(good

kewajiban melaksanakan kemauan da52

Komnas HAM bekerjasama dengan Lingkar Studi Agama dan Kebangsaan (eLSAK)
dan Lembaga Pengkajian dan Pengabdian
Masyarakat Demokratis (LPPMD) Universitas Padjadjaran, Pendidikan Untuk Semua :
Advokasi Terhadap Kebijakan Pendidikan
Nasional, Komnas HAM, Jakarta, 2005,
hlm. 3

lam konvensi (obligation of conduct)
dan kewajiban pelaksanaan kewajibankewajiban tersebut secara transparan di
dalam

pengambilan

keputusan

yang

□ 84

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

menyangkut hak anak atas pendidikan

2.

(obligation transparent assessment of

Kewajiban

progress) ;

eksklusivitas

d. Indikator pemanfaatan

Accessibility (keterjangkauan) : untuk

menghapuskan

pendidikan

berdasarkan

dan penggunaan sumber daya maksimal

pelarangan terhadap diskriminasi (su-

yang tersedia (maximum available re-

ku, warna kulit, jenis kelamin, baha-

sources) terhadap pemenuhan hak anak

sa, agama, opini, asal, status ekono-

atas pendidikan harus diarahkan pada

mi, kelahiran, status sosial, status mi-

asas ketersediaan (availability) ; asas

noritas atau penduduk asli, berkemam-

kesempatan

puan

memperoleh/keterjangkauan

(accessibility) ; asas penerimaan (acceptability)

dan

asas

penyesuaian

kurang) ; - Kewajiban

menghapus
rasial

diskriminasi

dengan

untuk

jender

menjamin

dan

pemberian

(adaptability) berdasarkan kondisi nega-

kesempatan yang sama dalam peme-

ra senyatanya. 53

nuhan HAM, daripada hanya secara

Pemanfaatan

dan

penggunaan

formal melarang diskriminasi.

sumber daya maksimal yang tersedia

3.

Acceptability

(maximum available resources) terhadap

-

Kewajiban

pemenuhan hak atas pendidikan harus

standar minimum pendidikan termasuk

diarahkan pada 4 (empat) indikator, yai-

bahasa

tu :

mengajar dan untuk menjamin pene-

1.

Availability

(ketersediaan) :

-

(keberterimaan) :
untuk

pengantar,

menetapkan

materi,

metode

rapannya pada semua lembaga pendi-

Kewajiban untuk menjamin wajib be-

dikan ;-

lajar dan pendidikan tanpa biaya bagi

katkan mutu pendidikan dengan men-

seluruh anak usia sekolah bagi suatu

jamin bahwa seluruh sistem pendidi-

negara,

kan sejalan dengan HAM.

usia

sampai

minimum

sekurang-kurangnya
untuk

diperbolehkan

4.

Kewajiban untuk mening-

Adaptability(Kebersesuaian) :

-

bekerja ; - Kewajiban untuk menghar-

Kewajiban untuk merencanakan dan

gai kebebasan orang tua untuk me-

mengimplementasikan pendidikan bagi

nentukan

anak yang tidak mengikuti sekolah

anaknya

pendidikan
dengan

bagi

anak-

mempertimbangkan

minat anak yang bersangkutan.

formal, (misalnya,

pendidikan bagi

anak dipengungsian atau pengasingan,
pendidikan bagi anak-anak yang kehi-

53

Hasil Temu Konsultasi Diseminasi Aksi
Nasional HAM Bidang Pendidikan, Surabaya, 1-3 Juni 2006

langan kebebasannya atau pendidikan

□ 85

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

bagi pekerja anak).-

Dalam rumusan Pembukaan Un-

Kewajiban

untuk menyesuaikan pendidikan den-

dang-Undang Dasar 1945 yang men-

gan minat utama setiap anak, khusus-

gamanatkan bahwa salah satu tugas ne-

nya

kelainan

gara adalah mencerdaskan kehidupan

atau anak minoritas dan penduduk as-

bangsa. Pendidikan pendidikan merupa-

li. 54

kan salah satu media untuk mencer-

bagi

mereka

dengan

Empat indikator tersebut di atas

daskan

bangsa yang dirumuskan seca-

merupakan kewajiban hukum pemerin-

ra jelas dalam Pasal 31 Amandemen

tah terhadap berbagai perjanjian inter-

UUD

nasional dan juga indikator tersebut

setiap warga negara berhak dan wajib

sebagai alat untuk mengukur sejauh

mengikuti pendidikan dasar dan peme-

mana negara telah memenuhi hak atas

rintah wajib membiayainya, pemerintah

pendidikan warganya.

mengusahakan

1945,yang

dan

menyatakan

bahwa

menyelenggarakan

Hukum HAM internasional juga

suatu sistem pendidikan nasional yang

mendefinisikan pendidikan wajib dan

meningkatkan keimanan dan ketakwaan

gratis sebagai kewajiban negara, impli-

serta akhlak mulia dalam rangka men-

kasinya adalah pendidikan haruslah se-

cerdaskan kehidupan bangsa yang di-

bagai pelayanan publik yang gratis,

atur dengan undang-undang, selain itu

meskipun

negara memprioritaskan anggaran pendi-

mengizinkan

pendidikan

swasta untuk para orang tua yang men-

dikan

sekurang-kurangnya

20%

dari

ginginkan dan menyanggupinya, dengan

anggaran pendapatan dan belanja nega-

catatan bahwa sebagian besar sekolah

ra serta dari anggaran pendapatan dan

swasta menarik bayaran untuk pelaya-

belanja daerah untuk memenuhi kebu-

nan yang mereka berikan. 55

tuhan penyelenggaraan pendidikan nasional serta dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa

54

55

Katarina Tomasevski, Pendidikan Berbasis
Hak Asasi - Penyederhanaan Persyaratan
Hak Asasi Manusia Gobal, Proyek kerjasama antara Pelapor Khusus PBB tentang
Hak Atas Pendidikan dan Biro Pendidikan
Wilayah Asia Pasifik UNESCO, Biro Pendidikan Wilayah Asia Pasifik UNESCO,
Bangkok, h. 8-9, lihat juga dalam Darmaningtyas dan Heranisty Nasution, “Pemenuhan Hak-Hak Atas Pendidikan”, Jurnal
HAM, Vol.8, Tahun 2012, h. 79
Katarina Tomasevski, Op. Cit., hlm. 63

untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia,
dapat

memajukan

ilmu

pendidikan
pengetahuan

dan teknologi.
Pasal 31 UUD Tahun 1945 dipertegas lagi dengan Undang-Undang No.

□ 86

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

20 tentang Sistim Pendidikan Nasional

jian materi UU Sisdiknas, khusus Pasal

tahun 2003, Pasal 49

49 tentang Anggaran Pendidikan. 57

ayat (1) yang

Menurut

menyatakan bahwa “Dana pendidikan

Putusan

MK

tersebut,

selain gaji pendidik dan biaya pendidi-

mengecualikan gaji pendidik di dalam

kan kedinasan alokasi minimal 20%

persentase anggaran pendidikan diang-

dari APBN pada sektor pendidikan dan

gap bertentangan dengan Pasal 31 ayat

minimal 20% dari APBD”. Ayat (2)

(4) UUD Tahun 1945 sehingga angga-

menayatakan bahwa “Gaji guru dan

ran pendidikan di setiap daerah atau

dosen yang diangkat oleh pemerintah

secara nasional lebih dari 20% dari

dialokasikan dalam APBN”.

APBN/APBD, namun 70% dari angga-

Tahun 2007, rumusan Pasal 31

ran tersebut dipergunakan untuk mem-

ayat (4) UUD Tahun 1945 yang telah

bayar gaji guru dan dosen serta untuk

diamandemen dan Pasal 49 UU Sisdik-

membiayai pendidikan kedinasan. Ang-

nas terdistorsi oleh Putusan Mahkamah

garan pendidikan tersebut dinilai tidak

Konstitusi

cukup untuk

(MK)

Nomor

24/PUU-

membiayai

operasional

VV/2007 yang di dalamnya mengama-

pendidikan.

Konsekuensinya

natkan bahwa anggaran 20% itu terma-

membebankan biaya pendidikan kepada

suk gaji pendidik dan pendidikan kedi-

murid-murid. Realitas tersebut bertetan-

nasan sebagai bagian dari komponen

tangan dengan Pasal 26 DUHAM yang

pendidikan yang harus dimasukkan da-

telah

lam penyusunan anggaran dan belanja

pendidikan dasar itu gratis 58, Pasal 13

pendidikan pada APBN dan APBD.

ayat (2)

Putusan tersebut sebagai jawaban ter-

Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas.

disebutkan

sebelumnya

adalah

bahwa

Kovenan Hak Ekosob dan

hadap permohonan gugatan yang diaju-

Perubahan fundamental justru ter-

kan oleh Dra. Hj. Rahmatiah Abbas,

jadi pasca Putusan MK No. 13/PUU-

guru dari Kabupaten Wajo, Sulawesi

VI/2008 59.

Selatan dan Prof. Dr. Badryah Rifai,

ketentuan Pasal 31 ayat (4) UUD ta-

Putusan

ini

mengafirmasi

Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin – Makassar 56, tentang pengu-

56

Alasan pemohon mengajukan gugatan
adalah karena telah merugikan hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya.

57

Darmaningtyas dan Heranisty, Op. Cit.,
hlm. 77-78
58
Ibid.
59
Permohonan uji materil ini diajukan oleh
29 (dua puluh Sembilan) orang yang sebagian besar merupakan pengurus PGRI, diantaranya Prof. Dr. H. Muhammad Surya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PGRI.

□ 87

Tadulako Law Review | Vol. 2 Issue 1, June 2017

hun 1945. Alokasi anggaran sebesar

ruang kelas secara keseluruhan adalah

20% ditetapkan sebagai ambang batas

1.048.5 ribu. 61

konstitusional anggaran pendidikan da-

Data jumlah Siswa Sekolah Me-

lam struktur APBN. Dalam putusannya,

nengah Pertama (SMP) di Indonesia

MK menyatakan bahwa dalam Undang-

10.01

Undang

No. 16 tahun 2008 tentang

yang 52.25% adalah guru Pegawai Ne-

perubahan atas Undang-Undang Nomor

geri Sipil. Sebanyak 37.023 SMP ter-

45 tahun 2007 tentang APBN tahun

sebar

diseluruh

anggaran

ruang

kelas

UUD

2008

tahun

bertentangan
1945.

dengan

Konsekuensinya,

Juta

dengan

guru

681.4 ribu

Indonesia.

dalam

26.97%

kondisi

baik,

58.54% ruang kelas dalam kondisi ru-

APBN tahun 2009 wajib menetapkan

sak ringan, 5.95%

ambang batas 20% dari total APBN.

kondisi rusak sedang dan 4.65% ruang

Putusan yang dihasilkan pada tanggal

kelas dalam kondisi rusak berat, 3.64%

13 Agustus 2008 itu ditetapkan dengan

ruang kelas dalam kondisi rusak total

suara bulat dari seluruh hakim konsti-

serta terdapat 8.854 ruang kelas bukan

tusi. 60

milik sekolah, sehingga jumlah ruang

Data jumlah Siswa Sekolah Dasar
(SD) di Indonesia 25.8 Juta dengan

kelas secara keseluruhan adalah 336.4
ribu. 6