BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penguasaan Kompetensi Pedagogik antara Guru Disupervisi Klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan Guru Tanpa Supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan formal, terdapat aktivitas
pembelajaran, dan tenaga pendidik memiliki peran penting
dalam
menunjang
keberhasilan
pembelajaran
yang
dilakukan. Oleh karena itu setiap guru harus memiliki
kompetensi
dalam
mendidik
dan
mencapai
tujuan
pendidikan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati
dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya (UU No.14 tahun 2007).
Selvi (2007) membagi kompetensi guru menjadi tiga
bidang yaitu kompetensi mata pelajaran, kompetensi
pedagogik dan kompetensi budaya. Dalam perspektif
kebijakan
pendidikan
nasional,
pemerintah
Indonesia
telah merumuskan empat jenis kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial
(UU No.14 tahun 2005). Pendapat Selvi (2007) tidak
berbeda dengan UU No.14 tahun 2005 tentang kompetensi
guru karena pengertian kompetensi pedagogik adalah
sama, sedangkan kompetensi mata pelajaran diberi arti
sama dengan kompetensi professional guru, sedangkan
kompetensi sosial dan kepribadian pada UU No.14 tahun
2005 dijadikan satu istilah kompetensi budaya.
Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari empat kompetensi yang harus dimiliki
1
seorang guru. Mulyasa, (2007) menyebutkan kompetensi
pedagogik adalah bagian dari kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh guru. Karena kompetensi pedagogik
merupakan kompetensi khas yang membedakan guru
dengan profesi lainnya dan akan menentukan tingkat
keberhasilan
proses
dan
hasil
pembelajaran
peserta
didiknya.
Kompetensi pedagogik guru berperan penting dalam
proses pembelajaran, karena dari sisi ini siswa akan
memperoleh pembelajaran secara runtut dan seksama
sesuai
dengan
dipersiapkan.
sistematika
Kompetensi
pembelajaran
pedagogik
yang
merupakan
kompetensi yang mempengaruhi siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran, karena guru adalah orang utama
yang mengatur jalannya proses pembelajaran di dalam
kelas dan mengarahkan siswa. Kompetensi pedagogik guru
menjadi
dasar
proses
pembelajaran
bagi
siswa.
Perencanaan dalam proses pembelajaran sangat penting
untuk diperhatikan oleh setiap guru agar pembelajaran
benarbenar terlaksana dengan baik. Penentuan metode
pembelajaran yang sesuai materi, tersusun rapi jika guru
merancang dan mempersiapkan sebelum pembelajaran
dilaksanakan. Kompetensi pedagogik sangat dibutuhkan
oleh
guru
dalam
mendesain
pembelajaran
sekaligus
mengevaluasinya sehingga pembelajaran di kelas berjalan
dengan lancar sejak awal dimulainya proses pembelajaran
sampai tahap evaluasi Mahmud (2011).
2
Slameto (2013) menyatakan bahwa
Inti dari kompetensi pedagogik terletak pada kemampuan
guru dalam menyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, inti
dari pembelajaran yang mendidik terletak pada kemampuan
guru
untuk
melaksanakan
pembelajaran
keseharian.
Pembelajaran mendidik merupakan kemampuan menajemen
pembelajaran mencakup proses merancang pembelajaran,
mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil
pembelajaran,
serta
melakukan
perbaikan
secara
berkelanjutan.
Menteri menetapkan Permendiknas No.16 tahun
2007
tentang
Standar
Kualifikasi
Akademik
dan
Kompetensi Guru sebagai persyaratan bagi guru dan wajib
dipenuhi
oleh
seorang
guru
agar
berkompetensi.
Persyaratan tersebut dalam kompetensi pedagogik guru
mencakup sepuluh kompetensi inti yang harus dimiliki
oleh guru-guru SMA antara lain:
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual; (2)
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
yang mendidik; (3) Mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran/bidang pembelajaran yang
diampu; (4) Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik; (5) Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajaran; (6)
Memfasilitas pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktulisasikan berbagai potensi yang dimiliki; (7)
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik; (8) Menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi proses dan hasil belajar; 9) Memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran; (10) Melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran.
Pada penguasaan kompetensi pedagogik guru yang
mencakup 10 kompetensi inti yang tertuang dalam
permendiknas
no.16
tahun
2007
menjadi
tuntutan
kompetensi pedagogik yang perlu dimiliki oleh guru-guru
3
SMA. Berdasarkan definisi kompetensi pedagogik yang
mencakup kompetensi inti tersebut, maka yang dimaksud
kompetensi
pedagogik
dalam
penelitian
ini
adalah
seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
harus
dimiliki
guru
dalam
menjalankan
tugas
profesionalnya dalam mengelola pembelajaran peserta
didik mengacu pada permendiknas no.16 tahun 2007
tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi
guru.
Namun di kalangan guru, kompetensi pedagogik
masih perlu mendapatkan perhatian serius. Adapun
dikalangan
guru
kelemahannya
sekolah
mengenai
menengah,
penguasaan
terdapat
kompetensi
pedagogik dan perlu diupayakan meningkatkannya. Hasil
penelitian
Wijaya
(2011)
berjudul
Peningkatan
Kemampuan Guru dalam Menyusun RPP melalui Supervisi
Klinis & Implikasi terhadap Pembelajaran IPS di SMPN 2
Wlingi Kabupaten Blitar. Hasil penelitian menyimpulkan
dengan adanya supervisi klinis yang dilakukan Kepala
Sekolah dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru
IPS.
Kompetensi
terutama
yang
termasuk
dalam
penyusunan RPP yaitu kompetensi pedagogik.
Hasil penelitian Chui Mi (2012) meneliti tentang
“Pelaksanaan
Supervisi
Klinis
Dalam
Mengelola
Pembelajaran di SMA Negeri 2 Sambas”. Menyimpulkan
terkadang pada saat supervisi dilakukan, semua guru
sudah menggunakan RPP dengan baik sebagai pedoman
mengajar, sedangkan jika tanpa supervisi oleh kepala
4
sekolah, 9 (sembilan) guru menyatakan kadang-kadang
menggunakan RPP dengan alasan bahwa guru sudah tahu
atau paham dengan langkah-langkah dalam kegiatan
pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan Hernadi (2010) yang
meneliti tentang “Effektifitas Supervisi Terhadap Kualitas
Pengajaran
dan
Pembelajaran
Bahasa
Inggris
(Studi
Kualitatif di SMP Negeri 3 Bayat)”. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa supervisi tidak meningkatkan dan
tidak
mempunyai
efek
signifikan
pada
kualitas
pembelajaran guru-guru SMP Negeri 3 Bayat.
Penelitian Chui Mi (2012) yang secara deskriptif
ingin mengungkap bahwa, dengan melakukan supervisi
ataupun tanpa supervisi oleh kepala sekolah, guru sudah
memiliki kompetensi dalam mengajar dalam hal ini adalah
kompetensi pedagogik dan hasil penelitian Hernadi (2010)
juga membuktikan bahwa supervisi tidak meningkatkan
kualitas guru dalam proses pembelajaran (kompetensi
pedagogik).
Guru di tingkat
sekolah menengah mengalami
masalah dalam penguasaan kompetensi pedagogik seperti,
temuan
penelitian
Suharini
(2009)
“Studi
tentang
Kompetensi Pedagogik dan Profesional Bagi Guru Geografi
Di
SMA
Negeri
Kabupaten
Pati”.
Hasil
penelitian
menyimpulkan bahwa pada standar kompetensi guru di
SMA Negeri Kabupaten Pati masih mengalami sedikit
permasalahan pada bidang kompetensi pedagogik yaitu
pada aspek pengembangan potensi peserta didik, guru
5
hanya melakukan secara langsung tanpa disertai pedoman
yang jelas, serta penggunaan strategi yang kurang efektif
dan kreatif pada proses pembelajaran sehingga membuat
minat siswa belajar berkurang pada mata pelajaran
geografi, serta pada aspek ketepatan alat evaluasi yang
dikarenakan
kurangnya
kompetensi
guru
dalam
memberikan umpan balik dan pelaksanaan penilaian
selama proses pembelajaran.
Maharani
(2012)
meneliti
“Analisis
Kompetensi
Pedagogik Guru dalam mendorong motivasi belajar siswa
pada mata pelajaran sejarah Kelas XI IPS SMA Negeri 5
Malang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didalam
mendorong motivasi belajar siswa kelas XI IPS, Kompetensi
Pedagogik guru sejarah masih terdapat kekurangan.
Kekurangan tersebut terdapat pada rencana pembelajaran
antara lain: (a) Di dalam RPP, guru mendeskripsikan
tujuan pelajaran kurang sesuai dengan urutan materi; (b)
Dalam RPP, pemilihan metode yang digunakan guru
kurang sesuai dengan materi; (c) Dalam RPP guru
menentukkan penilaian untuk siswa tetapi masih kurang
dan indikator yang terdapat dalam RPP tidak sesuai
dengan silabus. Hal tersebut mengakibatkan motivasi
siswa dalam menerima mata pelajaran menjadi sulit dalam
menerima mata pelajaran tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Wijaya (2011) bahwa
dengan adanya guru-guru yang disupervisi klinis oleh
kepala sekolah maka dapat mengurangi masalah mengenai
kompetensi
6
pedagogik
guru,
seperti
hasil
penelitian
Suharini (2009) dan Maharani (2012) sekaligus supervisi
klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru.
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada
perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematik
mulai dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis
yang intensif terhadap penampilan pembelajaran guru
dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran
guru.
Bolla
(dalam
Makawimbang
2011),
dengan
melakukan supervisi klinis diharapkan masalahmasalah
yang
terjadi
dalam
proses
belajar
mengajar
dapat
diminimalkan atau dikurangi.
Sedangkan hasil penelitian Hernadi (2010) dan Chui
Mi (2012) bahwa tanpa supervisi oleh kepala sekolah,
guru-guru sudah mempunyai kompetensi dalam mengajar
(kompetensi pedagogik), atau supervisi tidak memberikan
effek
signifikan
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran guru-guru (kompetensi pedagogik) setelah
diberikan supervisi.
Muncul kesenjangan dalam hasil penelitian Wijaya
(2011) yang menyimpulkan bahwa dengan adanya guruguru yang disupervisi klinis oleh kepala sekolah dapat
meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru,
sedangkan penelitian Hernadi (2010) dan Chui Mi (2012)
yang menyimpulkan bahwa tanpa supervisi oleh kepala
sekolah, guru-guru sudah mempunyai kompetensi dalam
mengajar dalam hal ini kompetensi pedagogik, sehingga
supervisi
tidak
memberikan
efek
signifikan
untuk
7
meningkatkan
kompetensi
guru
dalam
proses
pembelajaran (kompetensi pedagogik).
Berdasarkan kesenjangan dalam hasil penelitian
Wijaya (2011), yang menyimpulkan bahwa supervisi klinis
secara
signifikan
dapat
meningkatkan
kompetensi
pedagogik guru, yang bertolak belakang dengan hasil
penelitian Hernadi (2010), dan Chui Mi (2012), yang
menyimpulkan bahwa supervisi tidak secara signifikan
meningkatkan kompetensi pedagogik. Maka peneliti akan
melakukan penelitian ulang untuk membuktikan bahwa
adakah perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi
pedagogik antara adanya supervisi klinis dan tanpa
supervisi kepada guru dalam peningkatan kompetensi
pedagogik. Oleh sebab itu menjadi alasan bagi peneliti
untuk membedakan supervisi dan tanpa supervisi yang
dilakukan
mengetahui
kepala
sekolah
adakah
kepada
perbedaan
guru-guru
signifikan
untuk
kompetensi
pedagogik bagi guru.
Melihat fakta dilapangan khususnya di sekolahsekolah tingkat menengah atas (SMA) kota Ambon, peneliti
menemukan gejala yang sama dengan gejala yang dihadapi
Suharini (2009) dan Maharani (2012). Menurut Data yang
diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Ambon tahun 2012
yang menunjukkan UKA (Uji Kompetensi Awal) di kota
Ambon yang meliputi penguasaan kompetensi pedagogik
dan professional masih di bawah standar nasional. Dari uji
kompetensi awal yang dilakukan di kota ambon terdapat
dua
8
pokok
penting
yang
diuji
dalam
UKA
yaitu
penguasaan bahan ajar dan metode pedagogik yang
digunakan dalam perancangan pembelajaran. Adapun
Hasil dari UKA guru dari kompetensi pedagogik dengan
standar deviasi adalah 12,72. Hasil Kompetensi pedagogik
hanya memperoleh nilai 37,26 di bawah skor rata-rata
nasional 45,06 atau berada pada peringkat 32 nasional.
Untuk skor maksimum dari kompetensi pedagogik dan
professional adalah 100, dan hanya 1,42% guru di kota
Ambon memperoleh skor di atas 70, sebagian besar
53,55% guru di kota Ambon memperoleh skor antara 3039,9 dan 17,06% yang memperoleh skor kurang dari 30.
Selanjutnya
dengan
cara
peneliti
melakukan
melakukan
observasi
pra
secara
penelitian
langsung
mengenai penguasaan kompetensi pedagogik pada guruguru di sekolah menengah atas yang terdiri dari 16 guru
dari tingkat sekolah menengah atas kota Ambon dan
sekaligus untuk mendapatkan sekolah sebagai tempat
penelitian. Setelah dilakukan observasi ditemukan di SMA
Kristen YPKPM Ambon sebagai lokasi penelitian. Alasan
mendasar juga bagi peneliti untuk memilih SMA Kristen
YPKPM sebagai tempat penelitian yaitu pada SMA Kristen
YPKPM Ambon semua guru telah memiliki kualifikasi
pendidikan sarjana (S1) dan memiliki sertifikat pendidik.
Samani, dkk (2006) menyatakan sertifikat pendidik adalah
bukti formal dari pemenuhan dua syarat, yaitu kualifikasi
akademik minimum dan penguasaan kompetensi minimal
sebagai
agen
pembelajaran.
Peneliti
melakukan
pra
penelitian dengan cara observasi secara langsung serta
9
studi dokumentasi kepada guru-guru SMA Kristen YPKPM
Ambon. Pra penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data secara nyata tentang masalah yang
terjadi mengenai kompetensi pedagogik guru. Hasil pra
penelitian
yang
dilakukan
peneliti
dalam
mengukur
standar kompetensi pedagogik guru yang dihadapi sekolah
tersebut,
kepada
30
guru,
dengan
menggunakan
instrument yang disusun peneliti berdasarkan standar
kompetensi
pedagogik
pedagogik
dalam
dalam
10
permendiknas
aspek
No.16
kompetensi
tahun
2007
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.1
Kategori Skor Kompetensi Pedagogik Guru
Kategori
Rentang Skor
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
Sumber : Data Diolah
157-185
129-156
99-128
69-98
37-68
Jumlah
Frekuensi
6
8
10
4
2
30
%
20,00
26,66
33,34
13,34
06,66
100
Dari tabel 1.1 mayoritas kompetensi pedagogik guru
ada pada kategori sedang (33,34%). Ini menunjukkan
bahwa pengembangan kompetensi pedagogik guru di SMA
Kristen YPKPM Ambon harus terus dilakukan yaitu
dengan melakukan supervisi secara berkala dan terjadwal,
memberikan kesempatan yang sama kepada guru untuk
mengembangkan
kreativitasnya
petunjuk-petunjuk
yang
supervisi
demi
serta
mendidik
perbaikan
proses
pada
memberikan
pelaksanaan
pembelajarannya.
Berdasarkan hasil tabel 1.1 yaitu skor pada kompetensi
pedagogik yang diperoleh guru berada pada kategori
10
sedang, ada kemungkinan bahwa supervisi dilakukan oleh
kepala sekolah belum maksimal. Hal ini diperkuat oleh
hasil wawancara seorang guru di SMA Kristen YPKPM
bahwa supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah di
SMA Kristen belum berjalan secara effektif sesuai dengan
program supervisi. Supervisi yang dilakukan di SMA
Kristen YPKPM Ambon dilakukan dalam 1 kali pada awal
semester atau awal tahun ajaran baru, sehingga dapat
diprediksi oleh peneliti, bahwa ada kemungkinan supervisi
jika dilakukan secara terjadwal dan berkala maka dapat
meningkatkan kompetensi pedagogik atau sebaliknya.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di SMA
Kristen YPKPM Ambon sekaligus dipilih sebagai sekolah
eksperiment,
peneliti
melakukan
treatment
dengan
melakukan supervisi klinis kepada guru-guru SMA Kristen
YPKPM Ambon. Bafadal (2003) menyatakan supervisi
sebagai proses pemberian layanan bantuan professional
kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan
tugas-tugas
pengelolaan
pembelajaran
secara efektif dan efisien. Pada SMA Kartika XIII-I kota
Ambon dipilih sebagai sekolah kontrol. Alasan mendasar
dalam pemilihan SMA Kartika XIII-I Ambon dikarenakan
SMA Kristen YPKPM Ambon dan SMA Kartika XIII-I Ambon
ditemukan kesamaan-kesamaan.
Alasan mendasar peneliti mengambil penguasaan
kompetensi
pedagogik
karena
kompetensi
pedagogik
merupakan dasar yang harus dimiliki oleh tiap guru di
sekolah yang nanti kompetensi pedagogik inilah yang
11
menentukkan keberhasilan proses pembelajaran, dan hasil
pembelajaran siswa di kelas. Selain itu, berdasarkan hasil
penelitian terdahulu yang membuktikan masih banyak
masalah
yang
terjadi
pada
penguasaan
kompetensi
pedagogik yang perlu diatasi dan perlu ditingkatkan, serta
peneliti
lebih
mengacu
lagi
berdasarkan
hasil
pra
penelitian mengenai data yang diperoleh berdasarkan UKA
(Uji Kompetensi Awal) yaitu kompetensi pedagogik di
tingkat
SMA
Kota
Ambon
menjadi
prihatin
karena
penguasaan kompetensi pedagogik guru tingkat SMA Kota
Ambon sangat rendah dari tingkat provinsi di Indonesia.
Oleh
karena
itu
peneliti
lebih
memfokuskan
pada
penguasaan kompetensi pedagogik.
Pada penelitian ini dilakukan di dua tempat dengan
tujuan untuk mengetahui adakah perbedaan penguasaan
kompetensi pedagogik antara guru disupervisi klinis di
SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru tanpa supervisi
di SMA Kartika XIII-I Ambon dan berapa besar pengaruh
supervisi
klinis
terhadap
penguasaan
kompetensi
pedagogik. Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan
pada
penguasaan
kompetensi
pedagogik
guru
yang
berkaitan dengan kompetensi mengajar guru.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian adalah
1. Adakah
perbedaan
signifikan
penguasaan
kompetensi pedagogik guru yang disupervisi klinis di
SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru tanpa
supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon?
12
2. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan supervisi
klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik
guru?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
1. Untuk
mengetahui
perbedaan
penguasaan
kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) guru
antara guru yang disupervisi klinis di SMA Kristen
YPKPM Ambon dengan guru tanpa supervisi di SMA
Kartika XIII-I Ambon.
2. Untuk
mengetahui
pelaksanaan
berapa
supervisi
klinis
besar
kepala
pengaruh
sekolah
terhadap penguasaan kompetensi pedagogik guru.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah
1. Manfaat Teoritik
Apabila hasil penelitian ini menemukan ada
perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi
pedagogik antara guru yang disupervisi klinis dengan
guru yang tanpa supervisi, maka hasil penelitian
sejalan dengan hasil penelitian Wijaya (2011) yang
menyimpulkan bahwa guru-guru yang disupervisi klinis
oleh kepala sekolah dapat meningkatan penguasaan
kompetensi pedagogik guru. Akan tetapi jika penelitian
ini
tidak
menemukan
ada
perbedaan
signifikan
penguasaan kompetensi pedagogik antara guru yang
disupervisi dengan tanpa supervisi maka penelitian ini
13
sejalan dengan temuan Hernadi (2010) dan Chui Mie
(2012)
yang
menyatakan
meningkatkan
supervisi
kompetensi
oleh
kepala
bahwa
supervisi
pedagogik
sekolah,
tidak
dan
tanpa
guru-guru
sudah
memiliki kemampuan dan pengalaman atau kompetensi
dalam mengajar (kompetensi pedagogik).
2. Manfaat Praktis
Memberikan masukan bagi sekolah, dan dinas
pendidikan
dalam
mengambil
kebijakan
akan
pentingnya supervisi untuk peningkatan penguasaan
kompetensi pedagogik guru.
14
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan formal, terdapat aktivitas
pembelajaran, dan tenaga pendidik memiliki peran penting
dalam
menunjang
keberhasilan
pembelajaran
yang
dilakukan. Oleh karena itu setiap guru harus memiliki
kompetensi
dalam
mendidik
dan
mencapai
tujuan
pendidikan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati
dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya (UU No.14 tahun 2007).
Selvi (2007) membagi kompetensi guru menjadi tiga
bidang yaitu kompetensi mata pelajaran, kompetensi
pedagogik dan kompetensi budaya. Dalam perspektif
kebijakan
pendidikan
nasional,
pemerintah
Indonesia
telah merumuskan empat jenis kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial
(UU No.14 tahun 2005). Pendapat Selvi (2007) tidak
berbeda dengan UU No.14 tahun 2005 tentang kompetensi
guru karena pengertian kompetensi pedagogik adalah
sama, sedangkan kompetensi mata pelajaran diberi arti
sama dengan kompetensi professional guru, sedangkan
kompetensi sosial dan kepribadian pada UU No.14 tahun
2005 dijadikan satu istilah kompetensi budaya.
Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari empat kompetensi yang harus dimiliki
1
seorang guru. Mulyasa, (2007) menyebutkan kompetensi
pedagogik adalah bagian dari kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh guru. Karena kompetensi pedagogik
merupakan kompetensi khas yang membedakan guru
dengan profesi lainnya dan akan menentukan tingkat
keberhasilan
proses
dan
hasil
pembelajaran
peserta
didiknya.
Kompetensi pedagogik guru berperan penting dalam
proses pembelajaran, karena dari sisi ini siswa akan
memperoleh pembelajaran secara runtut dan seksama
sesuai
dengan
dipersiapkan.
sistematika
Kompetensi
pembelajaran
pedagogik
yang
merupakan
kompetensi yang mempengaruhi siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran, karena guru adalah orang utama
yang mengatur jalannya proses pembelajaran di dalam
kelas dan mengarahkan siswa. Kompetensi pedagogik guru
menjadi
dasar
proses
pembelajaran
bagi
siswa.
Perencanaan dalam proses pembelajaran sangat penting
untuk diperhatikan oleh setiap guru agar pembelajaran
benarbenar terlaksana dengan baik. Penentuan metode
pembelajaran yang sesuai materi, tersusun rapi jika guru
merancang dan mempersiapkan sebelum pembelajaran
dilaksanakan. Kompetensi pedagogik sangat dibutuhkan
oleh
guru
dalam
mendesain
pembelajaran
sekaligus
mengevaluasinya sehingga pembelajaran di kelas berjalan
dengan lancar sejak awal dimulainya proses pembelajaran
sampai tahap evaluasi Mahmud (2011).
2
Slameto (2013) menyatakan bahwa
Inti dari kompetensi pedagogik terletak pada kemampuan
guru dalam menyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, inti
dari pembelajaran yang mendidik terletak pada kemampuan
guru
untuk
melaksanakan
pembelajaran
keseharian.
Pembelajaran mendidik merupakan kemampuan menajemen
pembelajaran mencakup proses merancang pembelajaran,
mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil
pembelajaran,
serta
melakukan
perbaikan
secara
berkelanjutan.
Menteri menetapkan Permendiknas No.16 tahun
2007
tentang
Standar
Kualifikasi
Akademik
dan
Kompetensi Guru sebagai persyaratan bagi guru dan wajib
dipenuhi
oleh
seorang
guru
agar
berkompetensi.
Persyaratan tersebut dalam kompetensi pedagogik guru
mencakup sepuluh kompetensi inti yang harus dimiliki
oleh guru-guru SMA antara lain:
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual; (2)
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
yang mendidik; (3) Mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran/bidang pembelajaran yang
diampu; (4) Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik; (5) Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajaran; (6)
Memfasilitas pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktulisasikan berbagai potensi yang dimiliki; (7)
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik; (8) Menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi proses dan hasil belajar; 9) Memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran; (10) Melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran.
Pada penguasaan kompetensi pedagogik guru yang
mencakup 10 kompetensi inti yang tertuang dalam
permendiknas
no.16
tahun
2007
menjadi
tuntutan
kompetensi pedagogik yang perlu dimiliki oleh guru-guru
3
SMA. Berdasarkan definisi kompetensi pedagogik yang
mencakup kompetensi inti tersebut, maka yang dimaksud
kompetensi
pedagogik
dalam
penelitian
ini
adalah
seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
harus
dimiliki
guru
dalam
menjalankan
tugas
profesionalnya dalam mengelola pembelajaran peserta
didik mengacu pada permendiknas no.16 tahun 2007
tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi
guru.
Namun di kalangan guru, kompetensi pedagogik
masih perlu mendapatkan perhatian serius. Adapun
dikalangan
guru
kelemahannya
sekolah
mengenai
menengah,
penguasaan
terdapat
kompetensi
pedagogik dan perlu diupayakan meningkatkannya. Hasil
penelitian
Wijaya
(2011)
berjudul
Peningkatan
Kemampuan Guru dalam Menyusun RPP melalui Supervisi
Klinis & Implikasi terhadap Pembelajaran IPS di SMPN 2
Wlingi Kabupaten Blitar. Hasil penelitian menyimpulkan
dengan adanya supervisi klinis yang dilakukan Kepala
Sekolah dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru
IPS.
Kompetensi
terutama
yang
termasuk
dalam
penyusunan RPP yaitu kompetensi pedagogik.
Hasil penelitian Chui Mi (2012) meneliti tentang
“Pelaksanaan
Supervisi
Klinis
Dalam
Mengelola
Pembelajaran di SMA Negeri 2 Sambas”. Menyimpulkan
terkadang pada saat supervisi dilakukan, semua guru
sudah menggunakan RPP dengan baik sebagai pedoman
mengajar, sedangkan jika tanpa supervisi oleh kepala
4
sekolah, 9 (sembilan) guru menyatakan kadang-kadang
menggunakan RPP dengan alasan bahwa guru sudah tahu
atau paham dengan langkah-langkah dalam kegiatan
pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan Hernadi (2010) yang
meneliti tentang “Effektifitas Supervisi Terhadap Kualitas
Pengajaran
dan
Pembelajaran
Bahasa
Inggris
(Studi
Kualitatif di SMP Negeri 3 Bayat)”. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa supervisi tidak meningkatkan dan
tidak
mempunyai
efek
signifikan
pada
kualitas
pembelajaran guru-guru SMP Negeri 3 Bayat.
Penelitian Chui Mi (2012) yang secara deskriptif
ingin mengungkap bahwa, dengan melakukan supervisi
ataupun tanpa supervisi oleh kepala sekolah, guru sudah
memiliki kompetensi dalam mengajar dalam hal ini adalah
kompetensi pedagogik dan hasil penelitian Hernadi (2010)
juga membuktikan bahwa supervisi tidak meningkatkan
kualitas guru dalam proses pembelajaran (kompetensi
pedagogik).
Guru di tingkat
sekolah menengah mengalami
masalah dalam penguasaan kompetensi pedagogik seperti,
temuan
penelitian
Suharini
(2009)
“Studi
tentang
Kompetensi Pedagogik dan Profesional Bagi Guru Geografi
Di
SMA
Negeri
Kabupaten
Pati”.
Hasil
penelitian
menyimpulkan bahwa pada standar kompetensi guru di
SMA Negeri Kabupaten Pati masih mengalami sedikit
permasalahan pada bidang kompetensi pedagogik yaitu
pada aspek pengembangan potensi peserta didik, guru
5
hanya melakukan secara langsung tanpa disertai pedoman
yang jelas, serta penggunaan strategi yang kurang efektif
dan kreatif pada proses pembelajaran sehingga membuat
minat siswa belajar berkurang pada mata pelajaran
geografi, serta pada aspek ketepatan alat evaluasi yang
dikarenakan
kurangnya
kompetensi
guru
dalam
memberikan umpan balik dan pelaksanaan penilaian
selama proses pembelajaran.
Maharani
(2012)
meneliti
“Analisis
Kompetensi
Pedagogik Guru dalam mendorong motivasi belajar siswa
pada mata pelajaran sejarah Kelas XI IPS SMA Negeri 5
Malang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didalam
mendorong motivasi belajar siswa kelas XI IPS, Kompetensi
Pedagogik guru sejarah masih terdapat kekurangan.
Kekurangan tersebut terdapat pada rencana pembelajaran
antara lain: (a) Di dalam RPP, guru mendeskripsikan
tujuan pelajaran kurang sesuai dengan urutan materi; (b)
Dalam RPP, pemilihan metode yang digunakan guru
kurang sesuai dengan materi; (c) Dalam RPP guru
menentukkan penilaian untuk siswa tetapi masih kurang
dan indikator yang terdapat dalam RPP tidak sesuai
dengan silabus. Hal tersebut mengakibatkan motivasi
siswa dalam menerima mata pelajaran menjadi sulit dalam
menerima mata pelajaran tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Wijaya (2011) bahwa
dengan adanya guru-guru yang disupervisi klinis oleh
kepala sekolah maka dapat mengurangi masalah mengenai
kompetensi
6
pedagogik
guru,
seperti
hasil
penelitian
Suharini (2009) dan Maharani (2012) sekaligus supervisi
klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru.
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada
perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematik
mulai dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis
yang intensif terhadap penampilan pembelajaran guru
dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran
guru.
Bolla
(dalam
Makawimbang
2011),
dengan
melakukan supervisi klinis diharapkan masalahmasalah
yang
terjadi
dalam
proses
belajar
mengajar
dapat
diminimalkan atau dikurangi.
Sedangkan hasil penelitian Hernadi (2010) dan Chui
Mi (2012) bahwa tanpa supervisi oleh kepala sekolah,
guru-guru sudah mempunyai kompetensi dalam mengajar
(kompetensi pedagogik), atau supervisi tidak memberikan
effek
signifikan
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran guru-guru (kompetensi pedagogik) setelah
diberikan supervisi.
Muncul kesenjangan dalam hasil penelitian Wijaya
(2011) yang menyimpulkan bahwa dengan adanya guruguru yang disupervisi klinis oleh kepala sekolah dapat
meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru,
sedangkan penelitian Hernadi (2010) dan Chui Mi (2012)
yang menyimpulkan bahwa tanpa supervisi oleh kepala
sekolah, guru-guru sudah mempunyai kompetensi dalam
mengajar dalam hal ini kompetensi pedagogik, sehingga
supervisi
tidak
memberikan
efek
signifikan
untuk
7
meningkatkan
kompetensi
guru
dalam
proses
pembelajaran (kompetensi pedagogik).
Berdasarkan kesenjangan dalam hasil penelitian
Wijaya (2011), yang menyimpulkan bahwa supervisi klinis
secara
signifikan
dapat
meningkatkan
kompetensi
pedagogik guru, yang bertolak belakang dengan hasil
penelitian Hernadi (2010), dan Chui Mi (2012), yang
menyimpulkan bahwa supervisi tidak secara signifikan
meningkatkan kompetensi pedagogik. Maka peneliti akan
melakukan penelitian ulang untuk membuktikan bahwa
adakah perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi
pedagogik antara adanya supervisi klinis dan tanpa
supervisi kepada guru dalam peningkatan kompetensi
pedagogik. Oleh sebab itu menjadi alasan bagi peneliti
untuk membedakan supervisi dan tanpa supervisi yang
dilakukan
mengetahui
kepala
sekolah
adakah
kepada
perbedaan
guru-guru
signifikan
untuk
kompetensi
pedagogik bagi guru.
Melihat fakta dilapangan khususnya di sekolahsekolah tingkat menengah atas (SMA) kota Ambon, peneliti
menemukan gejala yang sama dengan gejala yang dihadapi
Suharini (2009) dan Maharani (2012). Menurut Data yang
diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Ambon tahun 2012
yang menunjukkan UKA (Uji Kompetensi Awal) di kota
Ambon yang meliputi penguasaan kompetensi pedagogik
dan professional masih di bawah standar nasional. Dari uji
kompetensi awal yang dilakukan di kota ambon terdapat
dua
8
pokok
penting
yang
diuji
dalam
UKA
yaitu
penguasaan bahan ajar dan metode pedagogik yang
digunakan dalam perancangan pembelajaran. Adapun
Hasil dari UKA guru dari kompetensi pedagogik dengan
standar deviasi adalah 12,72. Hasil Kompetensi pedagogik
hanya memperoleh nilai 37,26 di bawah skor rata-rata
nasional 45,06 atau berada pada peringkat 32 nasional.
Untuk skor maksimum dari kompetensi pedagogik dan
professional adalah 100, dan hanya 1,42% guru di kota
Ambon memperoleh skor di atas 70, sebagian besar
53,55% guru di kota Ambon memperoleh skor antara 3039,9 dan 17,06% yang memperoleh skor kurang dari 30.
Selanjutnya
dengan
cara
peneliti
melakukan
melakukan
observasi
pra
secara
penelitian
langsung
mengenai penguasaan kompetensi pedagogik pada guruguru di sekolah menengah atas yang terdiri dari 16 guru
dari tingkat sekolah menengah atas kota Ambon dan
sekaligus untuk mendapatkan sekolah sebagai tempat
penelitian. Setelah dilakukan observasi ditemukan di SMA
Kristen YPKPM Ambon sebagai lokasi penelitian. Alasan
mendasar juga bagi peneliti untuk memilih SMA Kristen
YPKPM sebagai tempat penelitian yaitu pada SMA Kristen
YPKPM Ambon semua guru telah memiliki kualifikasi
pendidikan sarjana (S1) dan memiliki sertifikat pendidik.
Samani, dkk (2006) menyatakan sertifikat pendidik adalah
bukti formal dari pemenuhan dua syarat, yaitu kualifikasi
akademik minimum dan penguasaan kompetensi minimal
sebagai
agen
pembelajaran.
Peneliti
melakukan
pra
penelitian dengan cara observasi secara langsung serta
9
studi dokumentasi kepada guru-guru SMA Kristen YPKPM
Ambon. Pra penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data secara nyata tentang masalah yang
terjadi mengenai kompetensi pedagogik guru. Hasil pra
penelitian
yang
dilakukan
peneliti
dalam
mengukur
standar kompetensi pedagogik guru yang dihadapi sekolah
tersebut,
kepada
30
guru,
dengan
menggunakan
instrument yang disusun peneliti berdasarkan standar
kompetensi
pedagogik
pedagogik
dalam
dalam
10
permendiknas
aspek
No.16
kompetensi
tahun
2007
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.1
Kategori Skor Kompetensi Pedagogik Guru
Kategori
Rentang Skor
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah
Sumber : Data Diolah
157-185
129-156
99-128
69-98
37-68
Jumlah
Frekuensi
6
8
10
4
2
30
%
20,00
26,66
33,34
13,34
06,66
100
Dari tabel 1.1 mayoritas kompetensi pedagogik guru
ada pada kategori sedang (33,34%). Ini menunjukkan
bahwa pengembangan kompetensi pedagogik guru di SMA
Kristen YPKPM Ambon harus terus dilakukan yaitu
dengan melakukan supervisi secara berkala dan terjadwal,
memberikan kesempatan yang sama kepada guru untuk
mengembangkan
kreativitasnya
petunjuk-petunjuk
yang
supervisi
demi
serta
mendidik
perbaikan
proses
pada
memberikan
pelaksanaan
pembelajarannya.
Berdasarkan hasil tabel 1.1 yaitu skor pada kompetensi
pedagogik yang diperoleh guru berada pada kategori
10
sedang, ada kemungkinan bahwa supervisi dilakukan oleh
kepala sekolah belum maksimal. Hal ini diperkuat oleh
hasil wawancara seorang guru di SMA Kristen YPKPM
bahwa supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah di
SMA Kristen belum berjalan secara effektif sesuai dengan
program supervisi. Supervisi yang dilakukan di SMA
Kristen YPKPM Ambon dilakukan dalam 1 kali pada awal
semester atau awal tahun ajaran baru, sehingga dapat
diprediksi oleh peneliti, bahwa ada kemungkinan supervisi
jika dilakukan secara terjadwal dan berkala maka dapat
meningkatkan kompetensi pedagogik atau sebaliknya.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di SMA
Kristen YPKPM Ambon sekaligus dipilih sebagai sekolah
eksperiment,
peneliti
melakukan
treatment
dengan
melakukan supervisi klinis kepada guru-guru SMA Kristen
YPKPM Ambon. Bafadal (2003) menyatakan supervisi
sebagai proses pemberian layanan bantuan professional
kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan
tugas-tugas
pengelolaan
pembelajaran
secara efektif dan efisien. Pada SMA Kartika XIII-I kota
Ambon dipilih sebagai sekolah kontrol. Alasan mendasar
dalam pemilihan SMA Kartika XIII-I Ambon dikarenakan
SMA Kristen YPKPM Ambon dan SMA Kartika XIII-I Ambon
ditemukan kesamaan-kesamaan.
Alasan mendasar peneliti mengambil penguasaan
kompetensi
pedagogik
karena
kompetensi
pedagogik
merupakan dasar yang harus dimiliki oleh tiap guru di
sekolah yang nanti kompetensi pedagogik inilah yang
11
menentukkan keberhasilan proses pembelajaran, dan hasil
pembelajaran siswa di kelas. Selain itu, berdasarkan hasil
penelitian terdahulu yang membuktikan masih banyak
masalah
yang
terjadi
pada
penguasaan
kompetensi
pedagogik yang perlu diatasi dan perlu ditingkatkan, serta
peneliti
lebih
mengacu
lagi
berdasarkan
hasil
pra
penelitian mengenai data yang diperoleh berdasarkan UKA
(Uji Kompetensi Awal) yaitu kompetensi pedagogik di
tingkat
SMA
Kota
Ambon
menjadi
prihatin
karena
penguasaan kompetensi pedagogik guru tingkat SMA Kota
Ambon sangat rendah dari tingkat provinsi di Indonesia.
Oleh
karena
itu
peneliti
lebih
memfokuskan
pada
penguasaan kompetensi pedagogik.
Pada penelitian ini dilakukan di dua tempat dengan
tujuan untuk mengetahui adakah perbedaan penguasaan
kompetensi pedagogik antara guru disupervisi klinis di
SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru tanpa supervisi
di SMA Kartika XIII-I Ambon dan berapa besar pengaruh
supervisi
klinis
terhadap
penguasaan
kompetensi
pedagogik. Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan
pada
penguasaan
kompetensi
pedagogik
guru
yang
berkaitan dengan kompetensi mengajar guru.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian adalah
1. Adakah
perbedaan
signifikan
penguasaan
kompetensi pedagogik guru yang disupervisi klinis di
SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru tanpa
supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon?
12
2. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan supervisi
klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik
guru?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
1. Untuk
mengetahui
perbedaan
penguasaan
kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) guru
antara guru yang disupervisi klinis di SMA Kristen
YPKPM Ambon dengan guru tanpa supervisi di SMA
Kartika XIII-I Ambon.
2. Untuk
mengetahui
pelaksanaan
berapa
supervisi
klinis
besar
kepala
pengaruh
sekolah
terhadap penguasaan kompetensi pedagogik guru.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah
1. Manfaat Teoritik
Apabila hasil penelitian ini menemukan ada
perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi
pedagogik antara guru yang disupervisi klinis dengan
guru yang tanpa supervisi, maka hasil penelitian
sejalan dengan hasil penelitian Wijaya (2011) yang
menyimpulkan bahwa guru-guru yang disupervisi klinis
oleh kepala sekolah dapat meningkatan penguasaan
kompetensi pedagogik guru. Akan tetapi jika penelitian
ini
tidak
menemukan
ada
perbedaan
signifikan
penguasaan kompetensi pedagogik antara guru yang
disupervisi dengan tanpa supervisi maka penelitian ini
13
sejalan dengan temuan Hernadi (2010) dan Chui Mie
(2012)
yang
menyatakan
meningkatkan
supervisi
kompetensi
oleh
kepala
bahwa
supervisi
pedagogik
sekolah,
tidak
dan
tanpa
guru-guru
sudah
memiliki kemampuan dan pengalaman atau kompetensi
dalam mengajar (kompetensi pedagogik).
2. Manfaat Praktis
Memberikan masukan bagi sekolah, dan dinas
pendidikan
dalam
mengambil
kebijakan
akan
pentingnya supervisi untuk peningkatan penguasaan
kompetensi pedagogik guru.
14