Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang
terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor
sumber daya alam.1 Selain negara kepulauan Indonesia merupakan negara kelautan dan
wilayah perairannya lebih luas daripada wilayah daratannya, Indonesia sendiri mempunyai
perairan laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1
juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2
dengan potensi lestari sumber daya ikan sebesar 6.11 juta ton per tahun.2 Yang mana dalam
perairan kepulauan, perairan teritorial maupun zona Ekonomi Eksklusif memiliki banyak
kekayaan alam hayati maupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan suatu
bangsa untuk mencapai kesejahteraan warga negaranya.
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) sendiri adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis
dasar pantai, sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan
berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya,
ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Selain negara berpantai yang mempunyai hak
atas Zona Ekonomi Eklusif (ZEE), negara-negara lain, negara-negara tak berpantai, dan
negara-negara yang secara geografis tak beruntung juga memiliki hak atas Zona Ekonomi

Eksklusif tersebut.
Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya
berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas
jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya
pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed
Committee PBB di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak
1Muhammad Faiz Aziz, 2014, Presiden Baru Dan Penyelesaian Batas Kelautan (online),
http://pshk.or.id/site/?q=id/content/presiden-baru-dan-penyelesaian-sengketa-batas-kelautan (21 Desember
2014)

2 Siti Puspita, 2014, Makalah Ekosistem Perairan(online),
0, http://sitipuspitas.wordpress.com/2014/03/ (21 Desember 2014)

Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai
membangun sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara
efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat
dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan
antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui

adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi.
Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan setidaknya 36% dari
seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil yang
diberikan menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari
simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan. Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari
penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil dari pantai, dan hampir
seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai
tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktifitas di zona ZEE untuk mengambil manfaat di zona
tersebut, keberadaan pengaturan dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut menjadi sangat
penting adanya.3
Manfaat dan aktivitas yang terdapat dalam ZEE sangat besar dan merupakan penghasil
keuntungan bagi suatu negara, pengolahan dan implementasi penegekan hukum pada zona
tersebut menjadi mutlak adanya. Indonesia yang juga merupakan negara kelautan yang batasbatas wilayah kelautan Indonesia dengan negara-negara lain lebih mendominasi daripada
batas-batas wilayah darat. Beberapa negara yang berbataskan langsung dengan Indonesia
melalui laut adalah India, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina,
Republik Palau, Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Dari negara-negara di atas,
Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste adalah dua negara yang berbatasan langsung
dengan Indonesia via darat.
Rezim hukum internasional melalui United Nations Convention Law of The Sea 1982
(UNCLOS 1982) telah menentukan batas-batas kelautan sebuah negara. Batas-batas ini

menjadi tolok ukur bagi sebuah negara dalam menentukan batas wilayah kelautan terluar.
UNCLOS 1982 menetapkan bahwa zona maritim terdiri dari zona laut teritorial sejauh 12
mil, zona tambahan atau contiguous zone sejauh 24 mil, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

3 Fandi Akbar, 2012, Tugas Hukum Laut Internasional Tentang Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen Dan
Laut Lepas (Online),
http://fandi-akbar.blogspot.com/2012/05/tugas-hukum-laut-internasional-tentang.html (21 Desember 2014)

sejauh 200 mil. Semua jarak ini dihitung dari batas darat/pulau terluar dari sebuah negara
(baselines).4
Berbeda dengan perbatasan darat yang lebih definitif pematokan ukuran dan batasbatasnya, ukuran dan batas-batas kelautan dalam prakteknya seringkali berbeda antar satu
negara dengan negara lain meskipun sudah ada UNCLOS 1982. Dari ketiga zona maritim di
atas, boleh dikatakan bahwa hanya zona laut teritorial saja yang mutlak diakui sebagai batas
kedaulatan sebuah negara. Itupun diakui sepanjang tidak bersinggungan dengan kedaulatan
negara lain. Sementara itu, kedaulatan negara pada jarak maksimal zona tambahan (24 mil)
dan ZEE (200 mil) ada sepanjang tidak bersinggungan dengan batas kelautan negara tetangga
dan sesuai dengan yang disepakati oleh antar negara melalui perjanjian bilateral atau
multilateral (maritime boundaries agreement). Apabila perjanjian tadi tidak ada, potensi
munculnya konflik atau sengketa perbatasan kelautan dipastikan akan ada karena ZEE sendiri
merupakan zona yang memiliki kekayaan yang bermanfaat bagi suatu negara.5


4 Muhammad Faiz Aziz, 2014, Presiden Baru Dan Penyelesaian Batas Kelautan (online),
http://pshk.or.id/site/?q=id/content/presiden-baru-dan-penyelesaian-sengketa-batas-kelautan (21 Desember
2014)
5 ibid.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Pengaturan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Indonesia?
2. Apakah Manfaat Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) bagi Indonesia?
3. Bagaimana Pengolahan, Pengawasan, Pencegahan Pelanggaran dan Implementasi
Penegakan Hukum di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di wilayah Indonesia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana Pengaturan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah manfaat Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) bagi Indonesia.
mengetahui dan menganalisis bagaimana Pengolahan, Pengawasan,


3. Untuk

Pencegahan Pelanggaran dan Implementasi Penegakan Hukum di Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) di wilayah Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGATURAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE) DI INDONESIA

1. Pengertian ZEE

Menurut Konvensi Hukum Laut yang baru, yang dimaksud dengan ZEE
adalah: “The exlusive Economic Zone is a are a beyond and adjacent to the territorial
sea, subject to the specific legal rezim established in this part under which the rights
and jurisdiction of the coastal State and the rights and freedom of other States are
governed by the relevant provisions of this Convention”.6
Dalam UNCLOS 1982 dinyatakan bahwa ZEE adalah jalur diluar dan dengan
laut wilayah, yang tunduk kepada rezim hukum khusus sebagaimana yang ditetapkan

pada bagian ini yang meliputi hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta
kebebasan-kebebasan dari pada Negara-negara lain yang ditentukan sesuai dengan
konvensi ini. Kemudian batasan yang hampir dengan ketentuan pasal tersebut di atas
adalah batasan yang diberikan oleh Pasal 2 UU No. 5 tahun 1983, yang menetapkan
bahwa. “ZEE Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah
Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang
perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya
dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia.”7
2. Perkembangan ZEE

Latar belakang lahirnya konsepsi zona ekonomi eksklusif tidak terlepaskan
dari tindakan sepihak Amerika Serikat dalam bentuk Proklamasi Truman Tahun 1945.
Klaim Negara-negara Amerika Latin dalam mengikuti tindakan Amerika Serikat ini,
seperti Chli, Peru Dan Equador sudah jauh menyimpang dari pengertian “continental
shelf” dalam arti geologis. Negara-negara ini bukan saja menuntut perluasan yurisdiksi
yang ditujukan kepada penguasaan kekayaan alamnya yang terdapat di dasar laut dan
tanah di bawahnya, tetapi juga meliputi perairan diatasnya. Pada waktu berlangsungnya

6________ 2012, Pengertian, Sejarah Perkembangan dan Penentuan Batas ZEE Indonesia (Online),

https://hukummaritim.wordpress.com/2012/08/31/pengertian-sejarah-perkembangan-zee-indonesia/ (21
Desember 2014)
7 Agis Ardhiansyah, 2009, Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (Online), http://agisardhiansyah.blogspot.com/2009/10/pengelolaan-dan-pelestarian-sumberdaya.html (21 Desember 2014)

Konferensi Hukum Laut PBB I di Jenewa Tahun 1958, Peru, negara-negara Amerika
Latin mengajukan usul yang dinamakan “economic zone”. Tetapi usul Peru ini tidak
mendapat tanggapan yang menggembirakan karena pada waktu itu negara-negara
peserta mengangagapnya terlalu ekstrim. Dan oleh Peru usul “economic zone” ini
mendapat dukungan negara-negara Afrika dan pada waktu negara-negara Afrika
mengadakan seminar di Yaounda salah satu keputusannya berisi dukungan
terhadap“economic zone”. Selain

mendapat dukungan negara-negara

sedang

berkembang, konsepsi “economic zone” mulai menarik dukungan negara-negara maju,
seperti Kanada dan Norwegia. Walaupun pada mulanya negara Amerika Serikat, Uni
Soviet dan negara-negara tak berpantai (“land locked countries”) serta negara-negara

yang secara geografis tidak beruntung (“geographically disadvantages”) menentang
konsepsi ini, tetapi pada kenyataannya konsepsi “economic zone”dianggap sebagai
usul yang dikompromikan dengan diterimanya konsepsi ini sebagai suatu rejim hukum
baru dalam Hukum Laut Internasional yang terdapat pengaturannya dalam Konvensi
Hukum Laut 1982.
Sedangkan di Indonesia konsep tentang zona ekonomi eksklusif diawali
dengan paham wawasan nusantara yang termuat dalam Deklarasi Djuanda 1957 yang
kemudian dituangkan dalam UU No 4/Prp./1960 tentang Perairan, yang menyatakan
bahwa Teritorriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 diganti dengan
Wawasaan Nusantara atau Archipelago Principle. Paham ini diperjuangkan dalam
berbagai konferensi laut internasional antara lain dalam Konferensi Jenewa tahun 1977.
Konferensi ini berhasil menyusun konsep satu paket persetujuan umum, yang dikenal
sebagai Informal Compesite Negotiating Text (ICNT). Walau bukan persetujuan resmi,
namun ICNT menjadi referensi penting dalam perundingan-perundingan selanjutnya
mengenai hukum laut. Dalam konferensi itu, telah diakui prinsip wilayah laut territorial
yang lebarnya 12 mil ditambah 188 mil Zona Ekonomi, sehingga seluruhnya berjumlah
200 mil dihitung dari garis dasar laut negara bersangkutan. Kemudian pengumuman
tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia
tanggal 21 Maret 1980.8


8 Agis Ardhiansyah, 2008, Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (Online), https://ciils.wordpress.com/2008/04/20/pengelolaan-dan-pelestarian-sumber-daya-alam-dizeei/ (21 Desember 2014)

Salah satu perbedaan yang radikal antara hukum laut klasik dan hukum baru
tercermin dalam prinsip zona ekonomi eksklusif (ZEE). Dalam hal ini perlu
dikemukakan beberapa hal beberapa hal mengenai jalannya perundingan yang
mengakibatkan timbulnya perubahan ini.
Dalam pembukuan Konvensi Hukum laut III tampak adanya dua kubu yang berbeda.
Banyak negara (khususnya negara-negara yang sedang berkembang) menunjukkan
dirinya sebagai pembela kelompok yang menghendaki suatu perluasan hak negara
pantai secara drastis, di pihak lain (khususnya negara-negara industri) menginginkan
sesedikit mungkin pengurangan kebebasan di laut lepas. Seperti biasanya, pendirian ini
didasari oleh kepentingan masing-masing. Negara-negara yang sedang berkembang
mengharapkan untungan yang lebih besar daripada eksploitasi perairan sekitar
pantainya, misalnya dengan mensyaratkan semacam pembayaran kepada kapal-kapal
ikan asing. Sementara itu, negara-negara industri memiliki kepentingan untuk tetap
mempertahankan kebebasan seluas mungkin karena bagaimanapun juga mereka
memiliki kemampuan teknologi dan modal untuk menggunakan kebebasan tersebut
secara efektif.
Pada pembukaan Konvensi Hukum Laut III tersebut, dua pendapat yang sangat

ekstrem yakni di satu pihak berupa usul yang menginginkan ditetapkannya lebar laut
teritorial 3 mil dengan hak perikannan yang terbatas bagi negara pantaibdi luar batas
laut teritorial tersebut, sedangkan di pihak lain ada suatu usul yang menghendaki
perluasan laut teritorial sampai 200 mil dari pantai. Akhirnya dicapai suatu kompromi
yang menetapkan lebar laut teritorial 12 mil dan di luar itu terdapat zona ekonomi
eksklusif yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil laut dari pantai.9
3.

Pengaturan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dalam UNCLOS 1982
Zona Ekonomi eksklusif dalam UNCLOS 1982 diatur dalam BAB V mengenai
Zona Ekonomi Eksklusif tepatnya pada Pasal 55 sampai Pasal 75.
3.1. Pengertian Zona Ekonomi Ekslusif
Dalam pasal 55 dinyatakan bahwa Zona ekonomi eksklusif adalah suatu
daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim
hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan

9 Heru Prijanto, Hukum Laut Internasional, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hal. 13.

yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur
oleh ketentuan-ketentuan yang relevan Konvensi ini.

3.2. Pengaturan hak dan kewajiban
a. Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban Negara pantai dalam zona ekonomi
eksklusif
Hak-hak ini dijelaskan dalam Pasal 56 UNCLOS 1982:
1.
(a)

Dalam zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai :
Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari
perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan
berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi
ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin;
Yurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang relevan Konvensi ini
berkenaan dengan :
(i) pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan;
(ii) riset ilmiah kelautan;
(iii) perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
Di dalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajibannya berdasarkan
Konvensi ini dalam zona ekonomi eksklusif, Negara Pantai harus
memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban Negara lain dan
harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.
Hak-hak yang tercantum dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah
di bawahnya harus dilaksanakan sesuai dengan Bab VI.

(b)

(c)
2.

3.
b.

Hak-Hak Dan Kewajiban Negara Lain Di Zona Ekonomi Eksklusif
Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif dIjelaskan

dalam Pasal 58 UNCLOS 1982
1.

2.
3.

Di zona ekonomi eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai atau tak
berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan Konvensi ini,
kebebasan kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan
kabel dan pipa bawah laut yang disebut dalam pasal 87 dan penggunaan laut
lain yang sah menurut hukum internasional yang bertalian dengan kebebasankebebasan ini, seperti penggunaan laut yang berkaitan dengan pengoperasian
kapal, pesawat udara, dan kabel serta pipa di bawah laut, dan sejalan dengan
ketentuan-ketentuan lain Konvensi ini.
Pasal 88 sampai 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku
diterapkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan
Bab ini.
Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi
ini di zona ekonomi eksklusif, Negaranegara harus memperhatikan sebagaimana
mestinya hak-hak dan kewajiban Negara pantai dan harus mentaati peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan

ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internsional lainnya sepanjang
ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Bab ini.
c. Hak Negara-Negara Tak Berpantai
Hak Negara-negara tak berpantai dijelaskan dalam Pasal 69
1.

2.
(a)
(b)

(c)

(d)
3.

4.

5.

Negara tak berpantai mempunyai hak untuk berperan serta atas dasar keadilan,
dalam eksploitasi bagian yang pantas dari kelebihan sumber kekayaan hayati
zona ekonomi eksklusif Negara-negara pantai dalam sub-region atau region
yang sama, dengan memperhatikan keadaan ekonomi dan geografi yang relevan
semua Negara yang berpentingan dan sesuai dengan ketentuan pasal ini dan
pasal-pasal 61 dan 62.
Persyaratan dan cara peran serta demikian akan ditetapkan oleh Negara-negara
yang berkepentingan melalui perjanjian bilateral, sub-regional atau regional
dengan memperhatikan, inter alia :
kebutuhan untuk menghindari akibat yang merugikan bagi masyarakat nelayan
atau industri penangkapan ikan Negara pantai;
sejauh mana Negara tak berpantai tersebut, sesuai dengan ketentuan pasal ini,
berperan serta atau berhak untuk berperan serta berdasarkan perjanjian bilateral,
sub-regional atau regional yang ada dalam mengeksploitasi sumber kekayaan
hayati zona ekonomi eksklusif Negara-negara pantai lainnya;
sejauh mana Negara tak berpantai lainnya dan Negara yang secara geografis tak
beruntung berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona
ekonomi eksklusif Negara pantai tersebut dan kebutuhan yang timbul karenanya
untuk menghindari suatu beban khusus bagi suatu Negara pantai tertentu atau
suatu bagian dari padanya;
kebutuhan gizi penduduk masing-masing Negara.
Bilamana kapasitas tangkap suatu Negara pantai mendekati suatu titik yang
memungkinkan Negara itu untuk menangkap seluruh jumlah tangkapan yang
diperbolehkan dari sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya,
maka Negara pantai dan Negara-negara lain yang berkepentingan harus
bekerjasama dalam menetapkan pengaturan yang adil atas dasar bilateral, subregional atau regional untuk memperbolehkan peran serta Negara-negara
berkembang tak berpantai di sub-region atau region yang sama dalam suatu
eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif Negara-negara
pantai di dalam sub-region atau region sebagaimana layaknya dengan
memperhatikan kepada dan atas dasar persyaratan yang memuaskan bagi semua
pihak. Dalam pelaksanaan ketentuan ini faktor-faktor yang disebut dalam ayat 2
juga harus diperhatikan.
Negara maju tak berpantai, berdasarkan ketentuan pasal ini, berhak untuk
berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati hanya dalam zona
ekonomi eksklusif Negara pantai yang maju dalam sub-region atau region yang
sama dengan memperhatikan sejauh mana Negara pantai, dalam memberikan
kesempatan kepada Negara lain untuk memanfaatkan sumber kekayaan hayati di
zona ekonomi eksklusifnya, telah memperhatikan kebutuhan untuk memperkecil
akibat yang merugikan bagi masyarakat nelayan dan dislokasi ekonomi di
Negara yang warganegaranya telah bisa menangkap ikan dalam zona tersebut.
Ketentuan di atas adalah tanpa mengurangi arti pengaturan yang disepakati di
sub-region atau region dimana Negara pantai dapat memberikan kepada Negara-

negara tak berpantai dalam sub-region dan region yang sama hak-hak yang sama
atau yang didahulukan untuk eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona
ekonomi eksklusif.
d. Hak Negara yang secara geografis tak beruntung
Hak Negara yang secara geografis tak beruntung dijelaskan dalam Pasal 70
1.

Negara yang secara geografis tak beruntung mempunyai hak untuk berperan
serta, atas dasar yang adil, dalam eksploitasi suatu bagian yang layak dan
surplus sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif Negara-negara pantai
di subregion atau region yang sama, dengan memperhatikan keadaan ekonomi
dan geografis yang relevan dari semua Negara yang berkepentingan dan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pasal ini dan pasal-pasal 61 dan 62.

2.

Untuk tujuan Bab ini, “Negara yang secara geografis tak beruntung” berarti
Negara pantai, termasuk Negara yang berbatasan dengan laut tertutup atau
setengah tertutup, yang letak geografisnya membuatnya tergantung pada
eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif Negara lain di subregion atau region untuk persediaan ikan yang memadai bagi keperluan gizi
penduduknya atau bagian

3.

Persyaratan dan cara peran serta demikian harus ditetapkan oleh Negara-negara
yang bersangkutan melalui persetujuan bilateral, sub-region atau regional
dengan memperhatikan, inter alia :

(a)

kebutuhan untuk menghindari akibat yang merugikan bagi masyarakat nelayan
atau industri Penangkapan ikan Negara Pantai;

(b)

sampai sejauh mana negara yang secara geografis tak beruntung, sesuai dengan
ketentuan pasal ini, berperan serta atau berhak untuk berperan serta berdasarkan
persetujuan bilateral, sub-regional atau regional yang ada dalam eksploitasi
sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif Negara pantai lain;

(c)

sampai sejauh mana Negara yang secara geografis tak beruntung lainnya dan
Negara tak berpantai berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati
zona ekonomi eksklusif Negara pantai dan kebutuhan yang timbul karenanya
untuk menghindari suatu beban khusus bagi suatu Negara pantai tertentu atau
satu bagian dari padanya;

(d)

kebutuhan gizi penduduk masing-masing Negara.

4.

Bilamana kapasitas tangkap suatu Negara pantai mendekati suatu titik yang
memungkinkan Negara itu untuk memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang
diperbolehkan dari sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif, maka
Negara pantai dan negara lain yang berkepentingan harus bekerjasama untuk
menetapkan pengaturan yang adil, atas dasar bilateral, sub-regional atau
regional untuk memperbolehkan peran serta Negara-negara berkembang yang
secara geografis tak beruntung di sub-region atau region yang sama dalam
eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif Negara pantai di

sub-region atau region sebagaimana layaknya sesuai dengan keadaan dan
berdasarkan persyaratan yang memuaskan bagi semua pihak. Dalam
pelaksanaan ketentuan ini faktor-faktor yang disebut dalam ayat 3 juga harus
diperhatikan.
5.

Negara maju yang secara geografis tak beruntung, berdasarkan ketentuan pasal
ini, berhak untuk berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati
hanya di zona ekonomi eksklusif Negara pantai yang maju dalam subregion atau
region yang sama dengan memperhatikan sampai sejauh mana Negara pantai,
dalam memberikan kesempatan kepada Negara lain untuk memanfaatkan
sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusifnya, telah memperhatikan
kebutuhan untuk memperkecil akibat yang merugikan bagi masyarakat nelayan
dan dislokasi ekonomi di Negara yang warganegaranya telah biasa menangkap
ikan dizona tersebut.

6.

Ketentuan di atas adalah tanpa mengurangi arti pengaturan yang telah disepakati
di sub-region atau region dimana Negara pantai dapat memberikan kepada
Negara-negara yang secara geografis tak beruntung dalam sub-region atau
region yang sama hak yang sama atau hak yang didahulukan untuk eksploitasi
sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif.

3.3.

Penegakan Peraturan Perundang-undangan Negara Pantai
Penegakan Peraturan perundang-undangan Negara pantai dijelaskan dalam Pasal
73

1.

2.
3.

4.

Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di
zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal,
memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana
diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang
ditetapkannya sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.
Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah
diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya.
Hukuman Negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh
mencakup pengurungan, jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara Negaranegara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainnya.
Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing Negara pantai harus segera
memberitahukan kepada Negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai
tindakan yang diambil dan mengenai setiap hukuman yang kemudian
dijatuhkan.

3.4.

Penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara Negara yang pantainya
berhadapan atau berdampingan

1.

Penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara Negara yang pantainya
berhadapan atau berdampingan harus diadakan dengan persetujuan atas dasar

hukum internasional, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 Status Mahkamah
Internasional, untuk mencapai suatu pemecahan yang adil.
Apabila tidak dapat dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas,
Negara-negara yang bersangkutan harus menggunakan prosedur yang
ditentukan dalam Bab XV.
Sambil menunggu suatu persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1,
Negara-negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan
kerjasama, harus melakukan setiap usaha untuk mengadakan pengaturan
sementara yang bersifat praktis dan, selama masa peralihan ini, tidak
membahayakan atau menghalangi dicapainya suatu persetujuan akhir.
Pengaturan demikian tidak boleh merugikan bagi tercapainya penetapan akhir
mengenai perbatasan.
Dalam hal adanya suatu persetujuan yang berlaku antara negara-negara yang
bersangkutan, maka masalah yang bertalian dengan Penetapan batas zona
ekonomi eksklusif harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan itu.

2.
3.

4.

3.5.

Delimitasi
Mengingat ZEE yang merupakan zona baru,dalam penerapannya oleh
negara-negara menimbulkan situasi bahwa negara-negara yang berhadapan atau
berdampingan yang jarak pantainya kurang dari 200 mil laut harus melakukan
suatu delimitasi (batasan) ZEE satu sama lain.seperti halnya delimitasi batas landas
kontinen,prinsip hukum delimitasi ZEE diatur dalam pasal 74 konvensi hukum laut
1982.rumusan pasal ini secara mutatis mutandis sama dengan pasal 83 tentang
delimitasi landas kontinen.
Sebelum zona ini lahir, negara-negara pada umumnya mengenal konsepsi
zona perikanan sehingga perjanjian yang dibuat adalah perjanjian batas zona
perikanan pula.perjanjian batas ZEE antar negara berdasarkan konvensi hukum laut
1982 masih belum begitu banyak.Indonesia baru menetapkan perjanjian ZEE
hanya dengan australia melalui perjajian antara pemerintah republik Indonesia
dengan pemerintah Australia tentang penetapan batas Zona Ekonomi Ekssklusif
dan batas-batas dasar laut tertentu yang ditandatangani di Perth, pada tanggal 14
Maret 1997. Indonesia masih harus membuat perjanjian ZEE dengan seluruh
negara yang berbatasan laut dengan Indonesia kecuali Australia10
3.6

Peta dan daftar koordinat geografis

10 Fandi Akbar, 2012, Tugas Hukum Laut Internasional Tentang Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen
Dan Laut Lepas (Online),
http://fandi-akbar.blogspot.com/2012/05/tugas-hukum-laut-internasional-tentang.html (21 Desember 2014)

1.

2.

4.

Peta dan daftar koordinat geografis dijelaskan dalam Pasal 75
Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Bab ini, garis batas terluar zona ekonomi
eksklusif dan garis penetapan batas yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 74
harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk
menentukan posisinya. Dimana perlu, daftar titik-titik koordinat-koordinat
geografis, yang memerinci datum geodetik, dapat menggantikan garis batas terluar
atau garis-garis penetapan Perbatasan yang demikian.
Negara pantai harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftar
koordinat geografis demikian dan harus mendepositkan satu copy setiap peta atau
daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pengaturan Zona Ekonomi Eksklusif dalam Undang-Undang Tentang ZEE di
Indonesia
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (1) adalah jalur di luar dan berbatasan
dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang
yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya
dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis
pangkal laut wilayah Indonesia. (Pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia).
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI (2)
adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana
ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang
meliputi dasar laut, tanah dibawahnya, dan air diatasnya dengan batas terluar 200 (dua
ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia. (Pasal 1 Angka
21 UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan).
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (3) adalah suatu area di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai perairan Indonesia dengan batas terluar 200 (dua
ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. (Pasal 1 Angka
8 UU Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara). Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI (4) adalah jalur di luar dan berbatasan
dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang
yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya,
dan air diatasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis
pangkal laut teritorial Indonesia. (Pasal 1 Angka 21 UU Nomor 45 Tahun 2009

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan).11
5. Pengukuran
Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Indonesia mengeluarkan
deklarasi yang dikenal dengan nama Deklarasi Juanda yang melahirkan Wawasan
Nusantara. Di dalam deklarasi itu ditentukan bahwa batas perairan wilayah
Indonesia adalah 12 mil dari garis dasar pantai masing-masing pulau sampai titik
terluar.
Pada tanggal 21 Maret 1980 Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan batas
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sepanjang 200 mil, diukur dari garis
pangkal wilayah laut Indonesia. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah wilayah laut
sejauh 200 mil dari pulau terluar saat air surut. Pada zona ini Indonesia memiliki hak
untuk segala kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam permukaan laut,
di dasar laut, dan di bawah laut serta mengadakan penelitian sumber daya hayati
maupun sumber daya laut lainnya.12
Gambar Batas Wilayah Perairan Indonesia

6. Keharusan Negara-Negara Mengumumkan Peta Zona Ekonomi Ekslusif
Negara-negara diharuskan untuk mengumumkan peta-peta yang menunjukkan
batas-batas sebelah luar dari Zona Ekonomi Ekslusif mereka atau dimana
mungkin daftar koordinat geografis serta menyimpan masing-masing copynya
pada Sekretaris Jenderal PBB.13
11Nico,___, Zona Tambahan(Online), https://www.academia.edu/7227214/Zona_tambahan_nico (21
Desember 2014)
12
13 Chairul Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional, Djambatan, Jakarta,
1989.

B. Manfaat Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) bagi Indonesia

Zona ekonomi eksklusif diartikan sebagai suatu daerah di luar laut teritorial
yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan
untuk mengukur lebar laut teritorial (Pasal 55 dan 57). Menurut pengertian Pasal 56,
negara pantai di zona ekonomi eksklusif dapat menikmati beberapa hal berikut:
1. Hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan segala sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah dibawahnya serta
pada perairan diatasnya. Demikian pula terhadap semua kegiatan untuk tujuan
eksploitasi secara ekonomis dari zona tersebut ( seperti produksi energi dari air, arus,
angin).
2. Yurisdiksi, sebagaimana yang ditetapkan dalam konvensi ini, atas pendirian dan
penggunaan pula-pulau buatan, riset ilmiah kelautan, serta perlindungan lingkungan
laut.
3. Hak-hak dan kewajiban lain sebagaimana yang ditetapkan dalam konvensi ini. 14
Keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan
alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut
dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi
dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin;
Merupakan Sumber-sumber mana sangat bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan

14 Heru Prijanto, Hukum Laut Internasional, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hal. 13.

di wilayah Indonesia sendiri selain itu banyak sekali aktivitas kegiatan di Zona tersebut
misalnya:
a. pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan;
b. riset ilmiah kelautan;
c. perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
Hal tersebut merupakan aktivitas yang memberi manfaat bagi Negara Indonesia
sendiri. Manfaat lain dari ZEE bagi indonesia antara lain:
1. Bertambah luasnya daerah teritoial laut indonesia
2. Indonesia mempunyai hak atas kekayaan alam berdasarkan 200 mil dari pantai
3. Untuk mengetahui titik batas yang ditarik dari titik dalam laut hingga titik luar
kedalaman pantai yaiti 200 meter/12 mil dari permukaaan air laut15
Kekayaan mineral seperti minyak dan gas bumi, kerang, rumput laut, sponges,
dan sumber hayati lainnya menyimpan harapan untuk kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Laut sendiri memiliki banyak fungsi / peran / manfaat bagi kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat
kekayaan sumber daya alam yang dapat kita manfaatkan diantaranya yaitu :
1. Tempat rekreasi dan hiburan
2. Tempat hidup sumber makanan kita
3. Pembangkit listrik tenaga ombak, pasang surut, angin, dsb.
4. Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laun, dll.
5. Tempat barang tambang berada
6. Salah satu sumber air minum (desalinasi)
7. Sebagai jalur transportasi air
8. Sebagai tempat cadangan air bumi
9. Tempat membuang sampah berbahaya (fungsi buruk)
10. Sebagai objek riset penelitian dan pendidikan
Namun perlu diperhatikan bahwa Negara pantai “hanya” menikmati hak-hak
berdaulat dan bukan kedaulatan. Bahwa zona ekonmi eksklusif bukan laut teritorial
dapat juga dilihat dari ketentuan Pasal 58 yang menyatakan bahwa di zona ekonomi
eksklusif semua negara dapat menikmati kebebasan berlayar dan terbang di atasnya
serta kebebasan untuk meletakkan pipa dan kabel dibawah laut, dan juga untuk
penggunaan sah lainnya berkenaan dengan kebebasan tersebut. Sesuai ketentuan
15 _____,______, Manfaat ZEE Bagi Indonesia(Online), http://brainly.co.id/tugas/629581 (21 Desember 2014)

tersebut aspek-aspek kebebasan di laut lepas berlaku juga di zona ekonomi eksklusif.
Apakah dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa zona ekonomi eksklusif sebagai
laut lepas merupakan suatu masalah yang tidak jawab secara tegas oleh konvensi?
Tampaknya kemungkinan paling besar adalah bahwa zona ekonomi eksklusif
merupakan zona yang “ sui generis” .
Konvensi juga berisi pengaturan tentang penetapan batas zona ekonomi ekslusif
antara negara-negara yang pantainya berhadapan maupun berdampingan. Penetapan
batas tersebut harus ditetapkan melalui perjanjian dengan didasarkan pada hukum
internasional untuk mendapatkan suatu penyelesaian yang adil. Apabila tidak tercapai
suatu persetujuan, negara-negara yang bersangkutan harus menyelesaikannya melalui
prosedur yang ditetapkan dalam konvensi mengenai penyelesaian sengketa (Pasal 74).
Pasal 121 juga penting untuk penetapan batas zona ekonomi ekslusif ini karena dalam
pasal tersebut dinyatakan “batu karang” (dengan kata lain, pulau) yang tidak
mendukung adanya kediaman manusia atau kehidupan ekonomi tidak berhak untuk
memiliki zona ekonomi eksklusif.
Perlu dicatat bahwa negara-negara pantai telah menikmati hak-hak berdaulat atas
dasar laut dan tanah dibawahnya di luar laut teritorial bukan menurut konvensi
mengenai landas kontinen saja, tetapi juga berdasar kan hukum internasional publik
umum. Walaupun hak-hak tersebut terikat dengan keadaan geologis dari landas
kontinen (sebagaimana dikukuhkan oleh Mahkamah Internasional dalam kasus “
North Sea Continental Shelf”.
Hak-hak negara pantai terhadap dasar laut dalam artian prinsip zona ekonomi
eksklusif terpisah dengan anggapan ini, hal ini dapat diterapkan pada daerah-daerah
yang secara geologis merupakan bagian dari dasar samudera dalam, sepanjang
daerah-daerah tersebut berada dalam batas 200 mil.16
C. Pengolahan ZEE, Pengawasan, Pencegahan Pelanggaran dan Implementasi
Penegakan Hukum di Zona Ekonomomi Eksklusif di wilayah Indonesia

1. Pengelolaan dan Pengawasan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

16 Heru Prijanto, Hukum Laut Internasional, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hal.
13.

Berdasarkan konvensi hukum laut 1982, wilayah perairan Indonesia meliputi
kawasan seluas 3,1 juta km² terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,8 juta km² dan laut
dengan luas sekitar 0,3 juta km² Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas berbagai
sumber kekayaan alam serta berbagai kepentingan yang melekat pada ZEE seluas 2,7
juta km² dan hak partisipasi dalam pengelolaan kekayaan alam di laut lepas di luar batas
200 mil ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan
internasional di luar landas kontinen. Pasal 192 – 237 UNCLOS membebankan
kewajiban bagi setiap negara pantai untuk mengelola dan melestarikan sumber daya laut
mereka.
Kekayaan mineral seperti minyak dan gas bumi, kerang, rumput
laut, sponges, dan sumber hayati lainnya menyimpan harapan untuk dikelola sesuai
peraturan dan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup di laut.
Disamping itu, kerjasama dengan nelayan asing yang sudah maju teknologinya perlu
dilakukan, baik mengenai alih teknologi, tukar pengetahuan, maupun dalam hal
penjualan hasil tangkapan ikan, cara ini diharapkan nelayan kita bertambah
ketrampilannya. Untuk pengelolaan sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif ini
diperlukan kerjasama dengan negara lain, dengan Pemerintah Daerah dan kerjasama
antar sektor.
Pada tahun 2005 muncul gagasan dari Dewan Maritim Indonesia untuk
membentuk Badan Penataan Batas Wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang
bertujuan untuk mempertegas kedaulatan negara dan meningkatkan keamanan laut yang
memiliki tugas:
1. menuntaskan dan memelihara batas wilayah NKRI;
2. melakukan penelitian dan pengembangan basis data sumebr daya alam kelautan di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia;
3. melakukan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumber daya alam di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia;
4. melakukan pengamanan wilayah laut di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;
5. mengkoordinasikan pengembangan wilayah pulau-pulau perbatasan dengan instansi
terkait di pusat dan daerah.
Dalam upaya penerapan tindakan pemantauan (monitoring), pengendalian
(controlling), dan pengawasan (surveillance) secara efektif terhadap kegiatan
penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Indonesia, Departemen
Kelautan dan Perikanan memberlakukan sistem pemantauan kapal atau VMS (Vessel

Monitoring System) dengan maksud mempermudah pemantauan seluruh aktivitas kapal.
Melalui sistem pemantauan ini, dapat diketahui tingkat pemanfaatan sumberdaya
perikanan yang ada di Indonesia.Ketentuan Code of Conduct for Responsible
Fisheries (FAO 1995) menetapkan bahwa negara bertanggung jawab menyusun serta
mengimplementasikan

sistem Monitoring,

Controlling,

Surveillance

terhadap

pengelolaan penangkapan ikan. Konvensi hukum laut PBB 1982 menyebutkan pula
bahwa pengelolaan sumber daya ikan mempunyai tiga tujuan utama. Pertama,
pemanfaatan sumber daya ikan secara rasional. Kedua, pelestarian sumber daya ikan.
Ketiga, keserasian usaha pemanfaatan. Dengan ketentuan itu, jelas setiap negara wajib
melakukan pengelolaan sumber daya ikan secara lestari dan bertanggung jawab. Dalam
konteks inilah VMS sebagai bagian dari MCS menjadi sangat penting dan relevan.
Proyek VMS muncul sebagai akibat dari keprihatinan karena semakin banyak
kapal ilegal yang beroperasi, baik lokal maupun kapal asing. VMS juga eksis lantaran
ada dorongan untuk mengurangi kerugian negara akibat pencurian ikan (illegal fishing).
Permasalahan lain yang cukup serius adalah bagaimana pemerintah dapat menekan
adanya kerugian dari sektor perikanan yang mencapai nilai mendekati 2 miliar dollar AS
per tahun. Munculnya angka kerugian pemerintah yang mendekati 2 miliar dollar AS per
tahun itu adalah karena beberapa penyebab berikut ini. Pertama, adanya penangkapan
ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan ekspornya yang tidak termonitor, sekitar
4.000 kapal yang kerugiannya berkisar 1,2 miliar dollar AS per tahun. Kedua, kapal eks
impor dengan penetapan pengadilan negeri sebanyak 475 kapal yang diperkirakan
mencapai 142 juta dollar AS tiap tahun. Ketiga, kapal-kapal illegal fishing yang
melanggar daerah penangkapan sebanyak 1.275 kapal berkisar 573 juta dollar AS tiap
tahun. Keempat, kapal eks impor sebanyak 650 unit dengan anak buah kapal asing yang
tidak mengurus (membayar) iuran tenaga kerja sebesar 7,8 juta dollar AS.
Vessel Monitoring System merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan yang
dapat memantau kegiatan kapal perikanan yang memiliki transmitter. Berdasarkan Surat
Edaran Nomor 003/DJ. P2S DKP/2007 maka bagi kapal yang minimal bermuatan 60 GT
wajib memasang transmitter. Pembangunan VMS di Indonesia di pegang oleh pihak
Departemen Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan PT. CLS ARGOS untuk
membentuk

sistem

antara transmitterdan

satelit.

Terpantaunya

posisi

kapal

karena transmitter yang dipasang di atas kapal akan memancarkan sinyal ke satelit
kemudian dikirimkan ke Processing Center untuk diolah lebih lanjut dan disampaikan ke
Pusat Pemantauan Kapal Perikanan Direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Melalui VMS dapat diketahui kegiatan
kapal di laut misalnya sedang melakukan kegiatan penangkapan atau menuju fishing
groundpelabuhan yang diinterpretasi berdasarkan kecepatan kapal dan trek kapal dalam
jangka waktu tertentu. Melalui layar monitor dari sistem VMS juga terpantau kegiatan
kapal yang menjurus ke arah pelanggaran. Beberapa contohnya yaitu, terdeteksinya
beberapa kapal asing yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan teritorial. Hal
ini melanggar UNCLOS Pasal 62 Tahun 1982 yang diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia yang tertuang dalam UUNo.17/1985, karena izin yang diberikan adalah hanya
diperairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).17

2.

Pencegahan Pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif
Pencegahan terjadinya pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif sangatlah penting untuk
dilakukan, agar negara-negara tetangga tidak bisa mengambil keuntungan dari sumber
daya alam yang kita miliki sekaligus untuk menegakkan hukum yang berlaku. Beberapa
caranya antara lain:
1. Rutin melakukan sosialisasi bahya dan akibat melakukan pemancingan illegal di
wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
2. Selalu mengawasi jalur penangkapan ikan
3. Bekerja sama dengan instansi tertentu untuk selalu melakukan operasi agar tidak lagi
ada penyundup yang memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
4. Memeriksa kapal-kapal yang aktivitasnya berupa menangkap ikan
5. Memproses apabila terjadinya pelanggaran hukum di Zona Eksklusif Indonesia
sehingga timbul rasa jera terhadap penangkap ikan illegal
Laut di Indonesia begitu dilindungi oleh pemerintah karena semua orang mengetahui
manfaat laut bagi kehidupan sangat banyak terutama sebagai sumber makanan karena
makanan laut sangat enak disantap dan mengandung banyak minya ikan yang
bermanfaat untuk meningkatkan imunitas. Salah satu makanan yang banyak digemari
oleh masyarakat adalah ikan air tawar. 18

17 Agis Ardhiansyah, 2008, Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (Online), https://ciils.wordpress.com/2008/04/20/pengelolaan-dan-pelestarian-sumber-daya-alam-dizeei/ (21 Desember 2014)
18 Monica Krisna, 2014, Zona Ekonomi Ekslusif (Online), http://blogging.co.id/zona-ekonomi-eksklusifindonesia (21 Desember 2014)

3.

Penegakan hukum di Zona Eksklusif Indonesia (ZEE)
Masalah yang tidak kalah pentingnya dari ZEE ini adalah aspek “law
enforcement” atau penegakan hukumnya. akan tidak ada artinya sama sekali jika kita
mempunyai hak-hak berdaulat dari yurisdiksi di ZEE, tetapi kita sendiri tidak dapat
menegakkan hukum disana. Di lain pihak, kita semua menyadari bahwa bagaimana
sulitnya penegakan hukum di daerah laut yang sangat luas tersebut yang merupakan
bahan tambahan, disamping itu penegakan hukum di perairan Indonesia yang sudah
amat luas.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa masalah penegakan hukum ataupun
pengawasan ini menjadi lebih berat lagi jika diperhitungkan bahwa daerah-daerah
yang diliputi pengawasan tersebut tidak hanya terbatas pada perairan Nusantara dan
laut wilayah 12 mil itu, tetapi juga landas kontinen dan zona Ekonomi eksklusif
Indoensia selebar 200 mil laut. Bertambah luasnya wilayah laut dan daerah-daerah
kewenangan Indonesia tentu saja memerlukan perjuangan perluasan kemampuan
untuk mengamankannya.
Penegakan hukum (law enforcement) disini diartikan sebagai bagian dari
jurisdiksi negara. Jurisdiksi dimaksud meliputi dan mempunyai pengertian yang
antara lain adalah :
1. Jurisdiksi of legislation atau jurisdiction to prescribe (wewenang membuat
aturan-aturan hukum untuk mengatur berbagai kepentingan, dan
2. Jurisdiction to enforce the law (wewenang menegakkan aturan hukum yang
berlaku.
Dasar hukum berlakunya (adanya) wewenang penegakan hukum ini dapat
bersumber pada:
1. Kedaulatan.
Sovereignty of State yang mendasari / melandasi segala aktivitas segala aktivitas
negara baik terhadap orang, benda, wilayah, negara dan lainlainnnya demi
eksistensi dan kelangsungan hidup dan kegidupan bangsa dan negara. Di samping
kedaulatan ini merupakan kekuasaan tertinggi dari negara maka kedaulatan juga
merupakan hak dasar (fundamental rights) daripada negara yang perwujudannya

berupa hak-hak dan kewenangan-kewenangan tertentu yang dituangkan dalam
UUD, Tap. MPR, undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya.
pada umumnya setiap hak dan kewenangan ini dibarengi pula dengan kewajiban
serta tanggung jawab tertentu pula.

2. Ketentuan hukum Internasional.
Selain hak-hak dan wewenangan yang bersumber pada kedaulatan negara, maka
berdasarkan ketentuan Hukum Internasional baik ketentuan hukuminternasional
yang berupa “conventional law/treaty” maupun kebiasaankebiasaan internasiona
dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa / negara
yang beradab, maka negara sebagai subjek hukum internasional adalah pendukung
hak dan kewajiban hukum yang tertentu dapat juga dimilki negara sepeti halnya
hak berdaulat dan yurisdiksi tertentu yang dimiliki negara pantai pada zona-zona
tertentu dilaut atau objek-objek tertentu di laut.
Masalah penegakan hukum ini ketentuan-ketentuan penegakan hukum ZEE
berdasarkan pada Konvensi Hukum Laut yang baru, maka secara garis besarnya
dapat diperincikan sebagai berikut :
a.

The coastal State may, in the exerciase if its sovereign rights to explore,
exploit, conserve and manage the living resources in the ZEE, take such
resources, including boarding, inspection, arrest and judicial proceedings, as
may necessary to ensure compliance with the laws and regulations adopted
by it in conformity with this convention. Maksudnya, dalam melaksanakan
hak kedaulatannya untuk mengekplorasi, melestarikan dan mengelola sumber
daya alam hayati di ZEE, negara pantai dapat mengambil tindakan-tindakan
seperti menaiki kapal, menginspeksi, menahan dan melakukan, penuntutan
hukum sesuai kebutuhan untuk menegakkan hukum negaranya dengan
mempertimbangkan ketentuanketentuan daripada konvensi (ayat 1)

b.

Arrested vessels and their crews shall be promotly released upon the posting
of reasonable bond or ather security. Artinya kapal dan anakanak-anak buah

kapal yang ditahan harus dilepaskan setelah tanggungan dibayarkan atau
jamian keamanan lainnya (ayat 2).
c.

Coastal state pinalties for violations of fisheries laws and regulations in the
ZEE may not include imprisonment, inte absence of agreements to the
contarary by the states concerned, or any other form of cuporal punishment.
Artinya adalah kurang lebih adalah tindakan / hukuman yang boleh
dijatuhkan terhadap nelayan asing di ZEE oleh Negara pantai tidak termasuk
hukum penjara (ayat 3).

d.

In cases of arrest or detention of foreign vessel the coastal State shall
promptly notify the flag state, throght appropriate channels, of the any
penalties subsequently imposed. Maksudnya bilamana sampai melakukan
penahanan, negara pantai harus segera memberitahukan hal tersebut kapada
perwakilan Negara bendera kapal (ayat 4).
Demikianlah mengenai penegakan hukum yang berkaitan dengan
rezim hukum ZEE menurut Konvensi Hukum laut yang baru, sedangkan
penegakan hukum menurut perundang-undangan nasional yaitu Menurut
ketentuan pasal 13 UU No.5 tahun 1983, ditetapkan bahwa dalam rangka
melaksanakan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajibankewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), aparatur penegak
hukum Republik Indonesia yang berwenang, dapat mengambil tindakantindakan penegakan hukum sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang kitab
Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dengan pengecualian sebagai
berikut:

a.

Pengkapan terhadap kapal dan/atau orang-orang yang diduga melakukan
pelanggaran di ZEE Indonesia meliputi tindakan penghentian kapal
sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau ora

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157