Kese hatan mental anak didik

1.

I. Pendahuluan

Beberapa tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli Ilmu Psikologi untuk
menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga
menyelidiki

penyebab

seseorang

tidak

mampu

memperoleh

ketenangan

dan


kebahagiaan

dalam

kehidupannya.
Usaha ini kemudian melahirkan satu cabang termuda dari ilmu Psikologi, yaitu Kesehatan mental (Mental
Hygiene) (Yusak Burhanuddin, 1999: 10).

Kesehatan mental, sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang
dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat yang selalu membutuhkan solusi-solusi dari berbagai
problema kehidupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan
ruhani, bahkan menambah permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan dengan kemewahan
hidup. Akibat lain adalah rasionalitas teknologi lebih diutamakan sehingga nilai kemanusiaan diabaikan.

Di samping itu, adanya perhatian manusia yang besar terhadap kesejahteraan hidupnya, serta adanya
kesadaran

masyarakat


akan

pentingnya

dilakukan

pembinaan

kesejahteraan

hidup

bersama

ikut

mempercepat perkembangan ilmu kesehatan mental.

Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita
mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism,

operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari
kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori
tersebut

telah

memberikan

sumbangan

yang

signifkan

dalam

proses

pembelajaran.


Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi
kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar,
yakni :

1.

Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan

2.

Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena
dipaksakan oleh orang lain.

3.

Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk
mencapai tujuan yang berharga baginya.

4.


Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.

5.

Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek
emosional, sosial, etis dan sebagainya.

6.

Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan
sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.

7.

Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

Kesehatan mental merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami menunjang
keberhasilan pendidikan itu sendiri. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku
apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.


Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi
yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik
untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes
psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple
Aptitude Test (MAT), Diferensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya. Pemahaman kecerdasan,
bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya
pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai
perkembangan individu yang optimal.

Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru untuk mengetahui
kesehatan mental anak didik dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

II. Kesehatan Mental

A. Pengertian Secara Etimologis dan Terminologis

Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma,
jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu
kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak
Burhanuddin, 1999: 9).


Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andary dalam Yusak (1999: 9-10), ilmu kesehatan mental adalah ilmu
yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit
mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta
memajukan kesehatan jiwa rakyat.

Sebagaimana seorang dokter harus mengetahui faktor-faktor penyebab dan gejala-gejala penyakit yang
diderita pasiennya. Sehingga memudahkan dokter untuk mendeteksi penyakit dan menentukan obat yang
tepat. Defnisi mereka berdua menunjukan bahwa kondisi mental yang sakit pada masyarakat dapat
disembuhkan apabila mengetahui terlebih dulu hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental tersebut
melalui pendekatanhygiene mental.

Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut :

b. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan
psikosis).

Pengertian ini terelihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka
yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan
dari kalangan psikiatri (Sururin,2004: 142)


Kembali pada istilah neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidakberesan dalam susunan syaraf.
Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut
tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang
terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi) dimasukkan pula dalam
istilah tersebut.

c. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta
lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan
kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan
ketentraman dan kebahagiaan hidup.

d. Terwujudnya

keharmonisan

yang

sungguh-sungguh


antara

fungsi-fungsi

jiwa

serta

mempunyai

kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin (konfik).

e. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat
dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang
terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalahmasalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa


dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal
mungkin (Sururin,2004: 144).

Kesehatan mental (mental hygiens) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturanperaturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004:
154) Menurut H.C. Witherington, kesehatan mental meliputi pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat
lapangan Psikologi, kedokteran, Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004:
154)

Kesehatan Mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang yang memiliki jiwa yang
sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fsiknya juga sehat. Jiwa (mental) yang sehat keselarasan kondisi
fsik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres),
frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental
juga memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.

Pada umumnya pribadi yang normal memiliki mental yang sehat. Demikian sebaliknya, bagi yang pribadinya
abnormal cenderung memiliki mental yang tidak sehat (Yusak Baharuddin, 1999: 13). Orang yang bermental
sehat adalah mereka yang memiliki ketenangan batin dan kesegaran jasmani.

Untuk memahami jiwa yang sehat, dapat diketahui dari beberapa ciri seseorang yang memiliki mental yang
sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan mental yang sehat

adalah sebagai berikut :

1. Dapat menyesuaikan diri secara konstuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk banginya.

2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.

3. Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.

4. Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.

6. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari.

7. Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan
mental ini bukan sehat dari segi fsik, psikologik, dan sosial saja, melainkan juga sehat dalam art spiritual.

Dan tidak kalah pentingnya adalah mengetahui sekaligus memahami prinsip-prinsip dari kesehatan mental
itu. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan orang
dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image)

Prinsip ini dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Citra diri
positif akan mewarnai pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan, serta ragam perbuatan yang
positif pula.

2. Keterpaduan antara Integrasi Diri. Adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri,
kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi stres (Sururin,2004: 146).

3. Perwujudan Diri (aktualisasi diri)

Inilah proses pematangan diri. Menurut Reif, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu
mengaktualisasikan diri atau mampu mewujudkan potensi yang dimilikinya, serta memenuhi kebutuhankebutuhannya dengan cara yang baik dan memuaskan.

4. Mau menerima orang lain, mampu melakukan aktiftas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
tempat tinggal.

5. Berminat dalam tugas dan pekerjaan

Suka pada pekerjaan tertentu walaupun berat maka akan mudah dilakukan dibandingkan dengan pekerjaan
yang kurang diminati.

6. Agama, cita-cita, dan falsafah hidup. Demi menggapai ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.

7. Pengawasan diri

Hal ini dapat dilakukan terhadap keinginan-keinginan dari ego yang bersifat biologis murni. Sehingga dapat
dikendalikan secara sehat dan terarah.

8. Rasa benar dan tanggung jawab. Ini penting bagi tingkah laku.Dengan demikian muncul rasa percaya diri
dan bertanggung jawab penuh atas segala tindakan sehingga tidak menutup kemungkinan kesuksesan diri
akan diraih.

III. Macam-macam gangguan kesehatan mental dan Terapi

Penyakit mental adalah gangguan pikiran. Ada beberapa jenis penyakit mental, dengan beberapa gangguan
dalam setiap kategori. Ini bervariasi dari ringan sampai parah dan adalah mungkin bagi gangguan ini dapat
mengganggu kegiatan sehari-hari untuk menunjukkan bahwa hidup menjadi cukup sulit.

Perlakuan untuk masing-masing gangguan mental bervariasi, dengan beberapa konseling dan terapi sudah
cukup, tetapi dengan orang lain pengobatan diperlukan dengan konseling, kemudian dengan gangguan
psikologis lebih berat baik rawat inap jangka pendek atau panjang kadang-kadang diperlukan karena pasien
adalah bahaya dirinya sendiri atau orang lain. Ini adalah daftar gangguan mental yang membagi setiap
gangguan mental ke dalam kategori yang berbeda dan membahas gangguan tertentu.

Ada empat jenis penyakit mental:

1. Gangguan organik otak

Jenis gangguan ini adalah akibat langsung dari fsik (seluruh tubuh) perubahan dan penyakit yang
mempengaruhi otak. Hal ini menyebabkan perubahan untuk beberapa derajat kebingungan dan delusi selain
kecemasan dan kemarahan. Beberapa penyakit ini adalah:

A. penyakit degeneratif:

1). Huntington: penyakit-penyakit genetik yang terdiri dari gerakan abnormal, demensia, dan masalah
psikologis.

2). Multiple Sclerosis: gangguan sistem kekebalan tubuh yang mempengaruhi sistem saraf pusat (otak &
saraf tulang belakang).

3). Pikun

4). Parkinson: gangguan saraf yang menyebabkan kelumpuhan.

B. Kardiovaskular: gangguan-gangguan Ini berhubungan dengan jantung, stroke, dan gangguan yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi.

C. Trauma diinduksi: Ini semua berhubungan dengan cedera otak, perdarahan dan gegar otak.

D. Intoksikasi: Obat dan Alkohol terkait, obat dan gejala penarikan alkohol.

2. Mood dan Kecemasan

Beberapa gangguan utama dalam kategori ini adalah: depresi, fobia, gangguan Panic. Ini bisa begitu
ringan. Beberapa penyebab penyakit ini disebabkan oleh situasi sebelumnya, misalnya: terutama peristiwa
traumatis, seperti korban pelecehan seksual dan veteran perang biasanya memiliki kepanikan dan fobia.

3. Gangguan kepribadian

Ada 3 kelompok gangguan kepribadian :

1). Odd Perilaku yang tidak biasa – termasuk

1.

Kepribadian paranoid: perasaan bahwa setiap orang dan segala sesuatu diketahui mereka namun
pada kenyataannya hal ini tidak benar.

2.

Skizofrenia Kepribadian – apatis terhadap orang lain dan tidak ada keinginan untuk bersosialisasi.

2). Dramatis, atau perilaku emosional tak menentu

Ini termasuk di dalamnya :

a. Antisocial: menghindari orang

b. Borderline kepribadian-menentu emosi dan berhubungan dengan orang.

c. Munafk kepribadian-perhatian pencari-manipulator – Cenderung melebih-lebihkan hubungan-“semua
orang mencintai saya”.

3. Cemas takut. Termasuk:

a. Avoidant : gangguan kepribadian-takut mengambil risiko, mudah tertipu, hiper-sensitif, menghindari
segala sesuatu yang mencakup interaksi sosial.

b. Dependent: gangguan kepribadian-karena kelalaian, miskin, telah ditinggalkan dan merasa itu akan
terjadi lagi.

c. Obsesif-kompulsif : gangguan kecemasan, menarik pikiran dan obsesi tentang hal-hal yang tidak nyata.

4. Gangguan psikotik

Gangguan psikotik adalah kumpulan penyakit yang sangat mempengaruhi proses otak dan berpikir. Orangorang ini mengalami kesulitan berpikir rasional dan penilaian mereka terganggu. Hidup kehidupan seharihari menjadi sangat sulit. Namun, untuk yang terburuk dari gangguan ini ada perawatan yang
tersedia. Gejala yang paling umum penyakit ini biasanya delusi dan halusinasi. Delusi percaya fakta tertentu
bahkan setelah fakta-fakta tersebut telah terbukti salah. Halusinasi mirip dengan delusi dalam keyakinan
yang salah, namun halusinasi dirasakan dengan indra dan tidak pikiran. “Mendengar hal” atau “melihat
sesuatu” adalah contoh dari halusinasi. Beberapa gejala lain adalah: perilaku aneh (mungkin berbahaya
untuk diri sendiri atau orang lain), kurangnya kebersihan pribadi, penurunan minat dalam melakukan hal-hal,
pola bicara aneh yang tidak dimengerti, perubahan suasana hati, kesulitan hubungan, lambat atau gerakangerakan aneh.

Gangguan psikotik yang utama adalah:

1.

Skizofrenia: orang-orang ini memiliki gejala yang bertahan lebih lama dari enam bulan, gejala
seperti delusi, dan halusinasi adalah gejala biasa dari gangguan ini.

2.

Schizophreniform: Orang-orang yang menderita gangguan ini juga memiliki gejala Schizophrenia,
tetapi tidak bertahan lebih lama dari enam bulan.

3.

Gangguan schizoafektif-orang-orang ini memiliki keduanya skizofrenia dan suasana hati lain atau
gangguan afektif seperti gangguan bipolar.

4.

Gangguan

Delusional:

orang-orang

ini

memiliki

delusi

bahwa

terakhir

tidak

kurang

dari

sebulan. Delusi ini dapat pikiran aneh seperti yang diikuti, atau, mirip dengan paranoia, orang lain
berpikir yang ganging melawan mereka
5.

Penyalahgunaan Obat- gangguan psikotik-psikotik yang disebabkan oleh konsumsi alkohol atau
obat-obatan, gejala-gejala ini biasanya bingung dan gagap dalam bicara, delusi, dan halusinasi.

Terapi

Terapi kesehatan mental adalah cara untuk membantu Anda memahami diri Anda sendiri lebih baik dan
untuk mengatasi lebih baik. Berada dalam terapi bukan berarti Anda gila. Semua orang memiliki
masalah. Terapi adalah salah satu cara untuk membantu diri Anda sendiri dengan masalah Anda.

Beberapa masalah yang dapat dibantu dengan terapi meliputi:



depresi



kegelisahan



penyalahgunaan obat atau alkohol



gangguan makan



masalah tidur



kemarahan



kesedihan

Ada berbagai jenis terapi kesehatan mental. Salah satu jenis terapi mungkin bekerja terbaik bagi Anda,
seperti terapi bermain untuk anak-anak kecil, atau terapi keluarga untuk konfik keluarga. Jenis terapi yang
terbaik untuk Anda tergantung pada apa yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda.

Jenis umum terapi adalah:

Terapi Seni,. Menggambar melukis, atau bekerja dengan tanah liat dengan terapis seni dapat membantu
Anda mengungkapkan hal-hal yang Anda mungkin tidak dapat dimasukkan ke dalam kata-kata. Seni terapis
bekerja dengan anak-anak, remaja, dan orang dewasa, termasuk orang-orang cacat.

Terapi perilaku. Ini jenis terapi ini sangat terstruktur dan berorientasi tujuan. Dimulai dengan apa yang
anda lakukan sekarang, dan kemudian membantu Anda mengubah perilaku Anda. Perilaku terapis dapat
menggunakan teknik seperti:



Paparan terapi atau desensitisasi. Pertama, Anda mempelajari cara-cara untuk bersantai. Kemudian
Anda belajar untuk menghadapi ketakutan Anda saat Anda berlatih keterampilan ini relaksasi.



Aversive terapi. Ini sesuatu yang tidak menyenangkan dengan perilaku pasangan untuk membantu
Anda menghentikan perilaku. Sebagai contoh, meletakkan sesuatu yang terasa pahit pada anak ibu
untuk membantu menghentikan thumb-mengisap.



Peran-bermain. Hal ini dapat membantu Anda menjadi lebih tegas atau membantu menyelesaikan
konfik antara anggota keluarga.



Pemantauan diri, atau menyimpan log dari kegiatan sehari-hari Anda. Hal ini dapat membantu
mengidentifkasi perilaku yang menyebabkan anda masalah.

Biofeedback. Ini jenis terapi dapat membantu Anda belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seperti
ketegangan otot atau pola gelombang otak,. Biofeedback dapat membantu dengan ketegangan, kecemasan
dan gejala-gejala fsik seperti sakit kepala.

Cognitive Therapy. Ini jenis terapi mengambil pendekatan yang bagaimana Anda berpikir mempengaruhi
bagaimana Anda merasa dan berperilaku. Terapi ini membantu Anda mengetahui cara-cara yang tidak sehat
berpikir yang membuat Anda terjebak. Anda belajar untuk mengidentifkasi pikiran negatif otomatis seperti:



“Saya tidak pernah melakukan sesuatu dengan benar”



“Dunia selalu melawan aku”



“Jika saya tidak berhasil semua kali saya gagal.”

Anda belajar cara mengubah pikiran Anda dan ini dapat menyebabkan perilaku berubah. Hal ini juga dapat
meningkatkan harga diri dan percaya diri.-Perilaku Terapi kognitif perilaku dan metode menggabungkan
terapi kognitif.

EMDR (gerakan mata pemrosesan kembali desensitisasi). Dalam EMDR terapis membantu Anda
mengatasi perasaan dan pikiran tentang peristiwa masa lalu menyedihkan. Anda memindahkan mata Anda
bolak-balik, biasanya mengikuti terapis tangan atau pena, sedangkan Anda ingat acara. Jenis terapi ini
dianggap oleh banyak orang eksperimental.

Keluarga atau Pasangan Terapi terapis. Keluarga melihat keluarga sebagai sistem. Mereka bekerja
dengan seluruh keluarga bukan hanya satu orang. Tujuannya adalah untuk anggota keluarga untuk secara
terbuka mengekspresikan perasaan mereka dan untuk menemukan cara untuk mengubah pola keluarga
negatif.

Terapi Pasangan membantu mitra meningkatkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi satu sama
lain. Hal ini dapat membantu Anda memutuskan perubahan apa yang diperlukan dalam hubungan dan
dalam perilaku masing-masing pasangan. Kedua pasangan kemudian bekerja untuk belajar perilaku
baru. Ada berbagai bentuk terapi pasangan.

Terapi kelompok orang. Kelompok Dalam terapi kecil beberapa (6 sampai 10) bertemu secara teratur
dengan terapis. Ada banyak jenis kelompok terapi. Beberapa fokus pada suatu masalah tertentu seperti
manajemen kemarahan. Kelompok Proses tidak fokus pada satu topik, tapi malah mengeksplorasi isu yang
diangkat oleh anggota. Kelompok jangka pendek yang berfokus pada masalah dan bertemu untuk waktu
yang terbatas, seperti 6 sampai 12 minggu. Jangka panjang kelompok-kelompok menangani isu-isu yang
sedang berlangsung seperti harga diri.

Terapi Pijat. Terapi pijat dapat membantu untuk mengurangi kecemasan dan stres.

Terapi Farmakologi (Obat). Obat dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mental. Mereka mungkin
akan ditentukan oleh psikiater atau penyedia layanan kesehatan Anda. Operator Anda akan bekerja dengan
Anda untuk hati-hati memilih obat yang tepat untuk Anda. Ada banyak jenis obat-obatan psikiatri.



Antipsikotik dapat membantu dengan psikosis atau kondisi lainnya.



Mood stabilizer dapat digunakan untuk mengobati masalah mood seperti gangguan bipolar.



Antidepresan dapat membantu dengan depresi atau kecemasan.



obat Antianxiety mungkin diresepkan untuk mengobati gangguan kecemasan.

Obat yang tepat dapat meningkatkan gejala sehingga jenis pengobatan lain lebih efektif. Obat-obatan juga
dapat digunakan sendiri.

Play Therapy. Play terapi memungkinkan anak-anak untuk bertindak keluar masalah mereka dengan
mainan dan permainan. Play terapis membantu anak merasa lebih percaya diri dan kurang takut.

Terapi psikoanalitik. Ini jenis terapi ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Dalam jenis terapi, Anda
bekerja untuk mengungkap hal-hal dari masa lalu Anda yang mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku. Ini
semacam terapi dapat mengambil tahun. Ini biasanya melibatkan pertemuan beberapa kali seminggu. Hal
ini dapat cukup mahal.

Terapi psikodinamik. Ini jenis terapi membantu Anda membawa perasaan Anda yang sesungguhnya ke
permukaan. Jika Anda menekan (sengaja lupa) atau menolak menyakitkan pikiran, perasaan, dan kenangan,
mereka masih dapat mempengaruhi kehidupan Anda. Setelah Anda menyadari pikiran-pikiran ini tertekan,
perasaan, dan kenangan mereka menjadi kurang menyakitkan.

Terapi Psychoeducational. Ini jenis terapi melibatkan ajaran terapis bukan klien berbicara. Anda dapat
belajar tentang gangguan, pilihan pengobatan, dan bagaimana mengatasi gejala. Therapist dapat memberi
Anda informasi yang bermanfaat atau dapat membantu Anda belajar keterampilan yang berbeda. Mereka
bekerja dengan individu dan kelompok.

Terapi relaksasi. Cara Belajar untuk bersantai dapat membantu untuk mengurangi kecemasan dan
stres. Yoga dan meditasi juga dapat membantu.

IV. Pembelajaran dan model pembelajar

Dalam kamus bahasa Indonesia, kata “Belajar” adalah tindakan, proses, atau pengalaman memperoleh
pengetahuan atau keterampilan. Atau pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui sekolah atau
belajar.

Belajar, dalam psikologi, adalah proses dimana suatu perubahan yang cukup abadi dalam perilaku yang
potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau pengalaman. Belajar dibedakan dari perubahan perilaku
yang timbul dari proses seperti pematangan dan penyakit, tetapi tidak berlaku untuk keterampilan motorik,
seperti mengemudi mobil, keterampilan intelektual, seperti membaca, dan sikap dan nilai-nilai, seperti
prasangka. Ada bukti bahwa gejala neurotik dan pola penyakit mental juga belajar perilaku. Belajar terjadi
sepanjang hidup pada hewan, dan mengetahui perbuatan untuk sebagian besar dari semua perilaku pada
hewan yang lebih tinggi, terutama pada manusia.

Model Pembelajaran

Penelitian ilmiah dari proses pembelajaran dimulai pada akhir abad 19. oleh Ivan Pavlov di Rusia dan
EdwardThorndike di Amerika Serikat. Tiga model saat ini banyak digunakan untuk menjelaskan perubahan
perilaku yang dipelajari, dua menekankan pembentukan hubungan antara rangsangan dan tanggapan, dan
yang ketiga menekankan pembentukan struktur kognitif. Albert Bandura (1977) bahwa pembelajaran terjadi
melalui pengamatan orang lain, atau model, telah menyarankan bahwa jenis pembelajaran terjadi ketika
anak-anak mengalami kekerasan di media.

1.

Penyejuk Klasik

Model pertama, pengkondisian klasik, pada awalnya diidentifkasi oleh Pavlov dalam air liur anjing. Air liur
merupakan respon refeks bawaan, atau bersyarat, dengan penyajian makanan, sebuah stimulus
berkondisi. Pavlov menunjukkan bahwa anjing dapat dikondisikan untuk meneteskan air liur hanya dengan
bunyi bel (stimulus terkondisi), setelah itu terdengar beberapa kali dalam hubungannya dengan penyajian
makanan. Belajar adalah dikatakan terjadi karena air liur sudah terbiasa dengan stimulus baru yang tidak
menimbulkan awalnya. Pasangan makanan dengan bel bertindak untuk memperkuat bel sebagai stimulus
menonjol.

1.

Instrumental penyejuk

Tipe kedua pembelajaran, yang dikenal sebagai operant conditioning, dikembangkan sekitar waktu yang
sama seperti yang teori Pavlov oleh Thorndike, dan kemudian diperluas oleh BFSkinner . Di sini,
pembelajaran terjadi sebagai tindakan individu terhadap lingkungan. Sedangkan pengkondisian klasik
melibatkan refeks bawaan, operant conditioning membutuhkan perilaku sukarela. Thorndike menunjukkan

bahwa pahala Intermittent penting untuk memperkuat belajar, sementara menghentikan penggunaan
penguatan cenderung memadamkan perilaku yang dipelajari. Kotak Skinner yang terkenal menunjukkan
operant conditioning dengan menempatkan seekor tikus dalam kotak di mana menekan sebuah bar kecil
yang memproduksi makanan. Skinner menunjukkan bahwa tikus itu akhirnya belajar untuk menekan bar
secara

teratur

untuk

mendapatkan

makanan. Selain

penguatan,

hukuman

menghasilkan

perilaku

penghindaran, yang muncul untuk melemahkan belajar tetapi tidak membatasi itu. Dalam kedua jenis AC,
generalisasi stimulus terjadi, yaitu, respon terkondisi mungkin ditimbulkan oleh rangsangan mirip dengan
stimulus terkondisi asli tetapi tidak digunakan dalam pelatihan yang asli. generalisasi Stimulus memiliki
kepentingan praktis luar biasa, karena memungkinkan untuk aplikasi perilaku belajar di konteks yang
berbeda.Perilaku modifkasi adalah jenis pengobatan yang dihasilkan dari model ini respons stimulus /
pembelajaran.Beroperasi berdasarkan asumsi bahwa jika perilaku dapat dipelajari, juga bisa terpelajar.

1.

Belajar Kognitif

Pendekatan ketiga untuk belajar ini dikenal sebagai pembelajaran kognitif. Wolfgang Köhlermenunjukkan
bahwa proses berlarut-larut-trial-error dan mungkin akan digantikan dengan pemahaman mendadak yang
menangkap hubungan timbal balik masalah. Proses ini, disebut wawasan, lebih mirip dengan piecing
bersama teka-teki dari menanggapi rangsangan. Edward Tolman (1930) menemukan bahwa tikus tidak
dihargai belajar tata letak labirin, namun ini tidak jelas sampai mereka kemudian dihargai dengan
makanan. Tolman menyebut laten pembelajaran, dan telah menyarankan bahwa tikus dikembangkan peta
kognitif dari labirin yang mereka dapat menerapkan segera ketika hadiah yang ditawarkan.

IV. Teori dan pandangan tentang belajar dan implikasinya

4.1.Pandangan Teori Behaviorisme tentang Belajar

Teori behaviorisme merupakan salah satu bidang kajian psikologi eksperimental yang kemudian diadopsi
oleh dunia pendidikan. Meskipun dikemudian hari muncul berbagai aliran baru sebagai reaksi terhadap
behaviorisme, namun harus diakui bahwa teori ini telah mendominasi argumentasi tentang fenomena belajar
manusia

hingga

penghujung

abad

20.

Menurut teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dimana perubahan tersebut
muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang datang dari luar diri subyek. Secara teoritik,
belajar dalam konteks behaviorisme melibatkan empat unsur pokok yaitu: drive, stimulus, response dan
reinforcement.

Apa yang dimaksudkan dengan drive yaitu suatu mekanisme psikologis yang mendorong seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya melalui aktivitas belajar. Stimulus yaitu ransangan dari luar diri subyek yang dapat

menyebabkan terjadinya respons. Response adalah tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau
stimulus yang diberikan. Dalam perspektif behaviorisme, respons biasanya muncul dalam bentuk perilaku
yang kelihatan. Reinforcement adalah penguatan yang diberikan kepada subyek belajar agar ia merasakan
adanya kebutuhan untuk memberikan respons secara berkelanjutan.

Pada bagian berikut ini secara berturut-turut akan dideskripsikan secara ringkas pandangan empat tokoh
behaviorisme yakni Ivan Petrovich Pavlov, Edward Thorndike, Watson, dan Skiner. Upaya mengedepankan
teori empat tokoh ini tidak dimaksudkan untuk mengabaikan pandangan para behavioris lainnya, melainkan
semata-mata didasarkan pada pertimbangan bahwa teori behaviorisme Pavlov, Thorndike, Watson dan
Skiner paling banyak dirujuk dalam dunia pendidikan. Disamping itu, pandangan Pavlov, Thorndike, Watson,
dan Skiner umumnya telah digunakan secara luas sebagai asumsi dalam pengembangan model-model
pembelajaran, maupun

dalam

mempreskripsikan

strategi

pembelajaran

yang

berbasis pada

teori

behaviorisme.

4.1.1.

Teori Classical Conditioning Ivan Pavlov

Teori belajar Pavlov dikenal juga dengan istilah Classical Conditioning. Dengan menggunakan kata kunci
conditioning, Pavlov hendak menekankan bahwa tidak semua stimulus dapat dianggap sebagai variabel
anteseden dari peristiwa belajar. Stimulus yang tidak menyebabkan terjadinya aktivitas disebut sebagai
stimulus fsiologis terutama melalui sistem reseptor. Bagi Pavlov, stimulus ini hanya melahirkan refeks dan
karena itu tidak dapat dikatagorikan sebagai respons belajar. Stimulus fsiologis biasanya hanya dapat
memunculkan refeks, sehingga diperlukan adanya stimulus yang terkondisi untuk merubah refeks menjadi
aktivitas belajar. Dengan demikian, respons belajar, lanjut Pavlov, hanya terjadi melalui stimulus yang
terkondisi dan terkontrol.

4.1.2.

Teori Operant Conditioning Skiner

Teori belajar Skiner lebih dikenal dengan sebutan operant conditioning theory. Secara garis besar teori
Skiner memiliki persamaan dengan teori Pavlov, namun aksentuasi analisisnya berbeda. Starting point
analisis Skiner lebih diarahkan pada persoalan reinforcement. Dalam perspektif teori Skiner reinforcement
perlu diberikan secara terus menerus maupun secara selang-seling dalam jangka waktu tertentu agar
diperoleh hasil belajar yang memadai. Pemberian reinforcement biasanya dilakukan pada awal proses
belajar, yaitu ketika seseorang memberikan respons belajar secara benar.

Hal penting yang dapat dipelajari dari teori belajar Skiner yaitu (1) prosers belajar hendaknya dirancang
untuk jangka waktu yang pendek beradasarkan tingkah laku yang dipelajari sebelumnya; (2) pada awal
proses belajar perlu ada reinforcement serta kontrol terhadap reinforcement yang diberikan; (3)

reinforcement perlu segera diberikan begitu terlihat adanya respons belajar yang benar; (4) subyek belajar
perlu diberi kesempatan untuk melakukan generalisasi, dan diskriminasi stimuli sebab hal ini akan
memperbesar kemungkinan keberhasilan.

4.1.3.

Teori Koneksionisme Edward Thorndike

Teori belajar Edward Thorndike sering disebut juga Connectionism Theory. Menurut teori koneksionisme
belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan respons. Bagi
Thorndike, perubahan perilaku belajar dapat berwujud perilaku yang konkret dan dapat diamati (observable
behavior) serta perilaku yang tidak tampak dan tidak dapat diamati (hidden behavior). Kendati Thorndike
tidak mengajukan prosedur pengukuran perilaku dalam teorinya, namun harus diakui bahwa teorinya telah
memberikan inspirasi kepada para behaviorist yang datang sesudahnya.

4.1.4.

Teori Behaviorisme Watson

Watson adalah salah seorang behaviorist yang datang sesudah Thorndike. Perspektif teori Watson lebih
ditekankan pada perubahan tingkah laku belajar yang harus dapat diamati (observable behavior). Menurut
Watson kegagalan utama Thorndike adalah membuka peluang kepada proses mental yang tidak dapat
diamati, sehingga bagi Watson teori Thorndike tidak memiliki justifkasi empirik untuk sebuah teori ilmiah.
Akibat dari penekanan terhadap obsevable behavior semacam ini, Watson cenderung mengabaikan berbagai
proses perubahan mental yang mungkin saja terjadi dalam belajar. Pengabaian Watson tersebut lebih
didasarkan pada pertimbangan teknis pengukuran perilaku, sebab menurutnya proses perubahan mental
yang tidak tampak menyebabkan adanya kesulitan untuk menentukan apakah seseorang telah belajar atau
belum. Dengan asumsi semacam ini terlihat sekali bahwa Watson sangat berkepentingan untuk
mensejajarkan teorinya dengan natural science yang sangat berorientasi pada fakta empirik yang bersifat
kuantitatif.

4.1.5.

Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran

Berangkat dari asumsi bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat interaksi antara
stimulus dengan respons, maka pembelajaran kemudian dipandang sebagai sebuah aktivitas alih
pengetahuan (transfer of knowledge) oleh guru kepada siswa. Dalam perspektif semacam ini, terlihat bahwa
peran guru dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

Kedudukan siswa dalam konteks pembelajaran behaviorisme menjadi “orang yang tidak tahu apa-apa” dan
karena itu perlu diberitahu oleh guru. Dengan demikian perubahan perilaku siswa mesti bersesuaian dengan

apa yang dikehendaki oleh guru. Jika terjadi perubahan perilaku yang tidak sesuai maka hal tersebut
dipandang sebagai error behavior yang perlu diberikan ganjaran.

Pembelajaran dengan demikian dirancang secara seragam dan berlaku untuk semua konteks, tanpa
mempersoalkan perbedaan karakteristik siswa maupun konteks sosial dimana siswa hidup. Kontrol belajar
dalam pembelajaran behavioristik tidak memberi peluang bagi siswa untuk berekspresi menurut potensi
yang dimilikinya melainkan menurut apa yang ditentukan.

Mengacu pada berbagai argumentasi yang telah dipaparkan, maka secara ringkas implikasi teori
behavioristik

dalam

pembelajaran

dapat

dideskripsikan

sebagai

berikut:

a) Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.

b) Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan.

c) Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang terisolasi dengan akumulasi
fakta yang berbasis pada logika liner.

d) Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan pada keterampilan
mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.

e) Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai
kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku
yang pantas diberi hadiah.

f) Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan menuntut hanya
ada satu jawaban yang benar.

Dengan demikian, evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara
keduanya.

4.2. Pandangan Teori Kognitif tentang Belajar

Sama halnya dengan behviorisme, teori kognitif juga merupakan bidang kajian psikologi yang banyak
digunakan untuk menjelaskan fenomena belajar manusia. Dalam beberapa literatur, psikologi kognitif
dipandang sebagai sebuah sintesis antara psikologi behaviorisme dan psikologi Gestalt.

Meskipun dipandang sebagai sebuah teori sintesis, namun dalam perkembangan selanjutnya, teori belajar
kognitif mampu menunjukkan substansi kajian yang sama sekali berbeda dari behaviorisme. Bahkan dalam

derajat tertentu, justru teori belajar kognitif dipandang sebagai anti tesis terhadap teori belajar behaviorisme
yang terlalu mekanistik sehingga tidak dapat dipakai sebagai teori yang representatif dalam menjelaskan
fenomena

belajar

manusia.

Teori belajar kognitif merupakan salah satu teori yang muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan mendasar
dalam teori behaviorisme yang lebih mementingkan perubahan perilaku yang tampak. Bagi para penganut
teori kognitif, belajar bukan hanya sekadar inteaksi antara stimulus dan respons melainkan melibatkan juga
aspek psikologis lain (mental, emosi, persepsi) yang menyebabkan orang memberikan respons terhadap
sebuah

stimulus

belajar.

Dalam perspektif ini, stimulus bukanlah variabel tunggal yang menyebabkan terjadinya respons melaikan
terdapat variabel moderator tertentu yang turut mempengaruhi kemunculan suatu respons. Variabel
moderator inilah yang disebut sebagai faktor intenal seperti emosi, mental, persepsi, motivasi dan
sebagainya. Pada awalnya, para penganut teori kognitif membangun agumentasinya bahwa antara stimulus
dan respons terdapat dimensi psikologis yang menyebabkan terjadinya perubahan mental dan akibat dari
perbuhan inilah menyebabkan orang merespons suatu stimulus yang diberikan.Mengacu pada kerangka
berpikir tersebut para penganjur teori kognitif berpendapat bahwa belajar merupakan proses pembentukan
dan

perubahan

persepsi

akibat

interaksi

yang

sustainable

antara

individu

dengan

lingkungan.

Berikut ini dipaparkan pemikiran tiga tokoh garda depan dalam teori belajar kognitif yang sangat berjasa
dalam mengembangkan teori ini. Ketiga tokoh dimaksud yakni Jean Piaget, Emil Bruner, dan David P.
Ausebel.

4.2.1.

Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Jean Piaget merupakan salah satu ilmuan berkebangsaan Prancis (lahir di Neuchetel, Switserland), dan
mendapat gelar Ph.D. dalam bidang ilmu Hewan, berminat dalam bidang flsafat dan baru pada tahun 1940
ia

menekuni

bidang

Psikologi.

Berkaitan dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema yaitu, stuktur
mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengoordinasikan
lingkungan sekitarnya (Suparno, 1997). Skema pada prinsipnya tidak statis melainkan selalu mengalami
perkembangan sejalan dengan perkembangan kognitif manusia.

Berdasarkan

asumsi

itulah,

Piaget

berpendapat

bahwa

belajar

merupakan

proses

menyesuaikan

pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dipunyai seseorang. Bagi Piaget, proses belajar
berlangsung dalam tiga tahapan yakni: ASIMILASI, AKOMODASI dan EQUILIBRASI.

a)

ASIMILASI adalah proses penyesuian persepsi, konsep, pengalaman dan pengetahuan baru ke dalam

skema yang telah dimiliki seseorang.

b)

AKOMODASI yaitu, perubahan skemata ke dalam situasi yang baru. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara: (1) membentuk skema baru yang cocok dengan pengetahuan yang baru diperoleh, atau (2)
memodifkasi skema yang telah ada agar cocok dengan pengetahuan yang baru diperoleh.

c)

EQUILIBRASI yaitu, proses penyeimbangan berkelanjutan antara asimilasi dan akomodasi.

Menurut Paiget, belajar adalah proses perubahan secara kualitatif dalam struktur kognitif. Perubahan
dimaksud terjadi, manakala informasi atau pengetahuan baru yang diterima sesorang dimodifkasi
sedemikian rupa sehingga bersesuaian (diasimilasikan) dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
sebelumnya.
Kompleksitas pengetahuan dan struktur kognitif tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya asimiliasi
secara mulus. Dalam kasus tertentu asimilasi mungkin saja tidak terjadi karena informasi baru yang
diperoleh tidak bersesuaian dengan stuktur kognitif yang sudah ada. Dalam konteks seperti ini struktur
kongitif perlu disesuaiakan dengan pengetahuan baru yang diterima. Proses semacam ini disebut
akomodasi. Penekanan Piaget tentang betapa pentingnya fungsi kognitif dalam belajar didasarkan pada
tahap perkembangan kognitif manusia yang dikategorikan dalam suatu struktur hirarkhis terdiri dari enam
jenjang, mulai dari tahap sensori-motorik sampai tahap berpikir universal.

4.2.2.

Teori Kognitif Bruner

Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi
Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama
bahasa

yang

biasanya

digunakan.

Menurut Burner, perkembangan kongitif manusia terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya
memandang

lingkungan.

Ketiga

tahap

dimaksud

meliputi:

•Tahap ENAKTIF yaitu, tahap dimana individu melakukan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan
usahanya memahami lingkungan;

•Tahap IKONIK yaitu, tahap individu memahami lingkungannya melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal;

•Tahap SIMBOLIK yaitu, tahap dimana individu memiliki gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi
oleh bahasa dan logika.

Dalam konteks berpikir yang demikian, Bruner berpendapat bahwa pembelajaran dapat dilakukan kapan
saja tanpa harus menunggu seorang anak sampai mencapai tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan
pembelajaran didesain secara baik, maka individu dapat belajar meskipun usianya belum memadai. Dengan

logika lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan melalui materi yang dirancang sesuai
dengan karakteristik kultural siswa.

Gagne dan Berliner menyimpulkan beberapa prinsip yang mendasari teori Bruner sebagai berikut:

•Makin tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang, makin meningkat pula ketidaktergantungan
individu terhadap stimulus yang diberikan;

•Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan
memproses informasi;

•Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk untuk mengutarakan pendapat dan
gagasan melalui simbol;

•Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang intensif antara guru dan siswa;

•Perkembangan kongitif meningkatkan kemampuan siswa memikirkan beberapa alternatif secara serentak,
serta memberikan perhatian kepada beberapa stimulus dan situasi sekaligus.

4.2.3.

Implikasi Teori Kognitifsme dalam Pembelajaran

Bagi para penganut aliran kognitifsme, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan
kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan
internalisasi.

Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip
pembelajaran

yang

perlu

sebagai

berikut:

a) Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, dan
bukan sebaliknya sebagai beban;

b)

Pembelajaran

hendaknya

dimulai

dari

hal-hal

yang

konkrit

ke

hal-hal

yang

abstrak;

c) Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan siswa belajar;

d) Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan
tahap-tahap perkembangannya;

e) Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing penyajian secara logis.

4.3. Pandangan Teori Konstruktivisme tentang Belajar

Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin flsafat,
khususnya flsafat ilmu. Pada tataran flsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana proses terbentuknya
pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil konstruksi manusia
atas

realitas

yang

dihadapinya.

Dalam perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi
kognitif

Piaget

pengetahuan.
pengetahuan.

yang

berhubungan

Menurut

kaum

Proses

dengan

konstruktivis,

tersebut

mekanisme
belajar

dicirikan

psikologis

merupakan
oleh

yang

proses

beberapa

mendorong
aktif

siswa

hal

terbentuknya
mengkostruksi

sebagai

berikut:

Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan
alami.


Konstruksi

Konstruksi

makna

makna

ini

merupakan

dipengaruhi
suatu

proses

oleh
yang

pengertian
berlangsung

yang

telah

terus-menerus

ia

punyai;

seumur

hidup;

– Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir
dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru.

- Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang
menuntun

penemuan

dan

pengaturan

kembali

pemikiran

seseorang;

– Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu semata seseorang dalam keraguan yang merangsang
pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar;

- Hasil belajar dipengaruhi

oleh

pengalaman

belajar dengan dunia fsik dan lingkungan

siswa;

– Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu
proses mekanis untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks yang demikian, belajar yang bermakna terjadi
melalui refeksi, pemecahan konfik pengertian dan selalu terjadi pembaharuan terhadap pengertian yang
tidak lengkap.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori konstruktivisme
belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil
interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi
pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis.
Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat
berpengaruh dalam proses konstruksi makna

Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak
mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga
neokognitif.

Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa stressing point teori ini bukan
terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan
internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan dalam
pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang ketika berinteraksi
dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar
itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini, sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan
hekekat manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.

Implikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa,
melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.
Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa dalam membangun pengetahuan, membuat
makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifkasi. Jadi mengajar adalah belajar itu
sendiri. Menurut prinsip konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu
agar proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai fasilitator dan mediator tugas guru dapat
dijabarkan

sebagai

berikut:

– Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam merencanakan
aktivitas belajar, proses belajar serta hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa
memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama guru.

- Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka
untuk

meng-ekspresikan

gagasan-gagasannya

serta

mengkomukasikan-nya

secara

ilmiah;

– Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru hendaknya
menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik yang memungkinkan siswa belajar
memecahkan masalah;

- Memonitor, mengevaluasi

dan

menunjukkan

tingkat perkembangan

berpikir siswa. Guru

dapat

menunjukkan dan mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa untuk menghadapi persoalan baru
yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya.

V. Penutup

Kesimpulan

Setelah dipaparkan beberapa pengertian seputar kesehatan mental, dapat diketahui bersama bahwa
sebenarnya kesehatan mental selain sebagai salah satu cabang ilmu Psikologi termuda, juga berfungsi
sebagai

alat

solusi

dari

beragam

permasalahan

kesehatan

kejiwaan

pada

masyarakat.

Melalui

pendekatan Mental Hygieneinilah penyakit jiwa (mental) dapat terdeteksi dan ada harapan untuk
disembuhkan.

Sedangkan menurut defnisi umum, kesehatan mental adalah kondisi kejiwaan manusia yang harmonis yang
memungkinkan

perkembangan

fsik,

mental

dan

intelektual

yang

optimal

dari

seseorang

serta

perkembangan tersebut berjalan selaras dengan orang lain. Kesehatan jiwa juga merupakan perasaan sehat
dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sikap positip terhadp diri sendiri dan orang lain.

Ciri-ciri sehat jiwa yakni menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan
yang wajar, dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya, menerima baik yang ada pada dirinya dan
mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya serta merasa nyaman bersama orang lain.

Bagi para penganut aliran kognitifsme, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan
kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan
internalisasi.

Menurut prinsip konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar
proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Dan kesemuanya itu akan berjalan dengan baik jika
didasarkan atas kesehatan mental anak didik.

https://luluasegaf.wordpress.com/2010/12/19/kesehatan-mental-dan-implikasinyadalam-pembelajaran/ ( 11 maret 2015)

Kesehatan Mental dalam Pendidikan


Kategori: Artikel Pendidikan
Diterbitkan pada 08 Agustus 2014
Dilihat: 714

Banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi oleh anak ketika mulai masuk sekolah, masuk kedalam
lingkungan baru, yang sudah mulai berbeda dari