TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING

INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : M Tony Arinof

E0008184

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING

Oleh M Tony Arinof

Nim : E0008184

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 31 Juli 2012 Dosen Pembimbing 1

Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum NIP. 19601107 1986011001

Dosen Pembimbing 2

Rofikah, S.H., M.H NIP. 19551212 1983032001

commit to user

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING

Oleh M Tony Arinof

Nim : E0008184

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

DEWAN PENGUJI

1. Subekti, S.H., M.H : .................................................. Ketua

2. Rofikah, S.H., M.H : ................................................. Sekretaris

3. Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum : ................................................. Anggota

Mengetahui Dekan,

(Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum)

NIP. 19570203 1985032001

commit to user

Nama : M Tony Arinof NIM

: E0008184

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli Melalui Internet Dengan Modus Operandi Carding adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 31Juli 2012 yang membuat pernyataan

M Tony Arinof NIM. E0008184

commit to user

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang

paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.

(Andrew Jackson)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.

(Evelyn Underhill)

PERSEMBAHAN

Penulisan hukum ini kupersembahkan untuk: Orangtuaku, Saudara Kandungku Saudara Seperguruan, Almamaterku

commit to user

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kelapangan dan kemudahan di dalam

penulisan hukum ini serta dengan mengucap syukur alhamdulillah, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI

JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING ” dapat Penulis selesaikan.

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding dan penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non materiil sehingga penulisan hukum ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof.Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Dr.Hari Purwadi, S.H,. M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dr. I Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.M, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Utama dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

7. Ibu Rofikah, S.H., M.H., selaku Co.Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

commit to user

selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyalurkan pengetahuan dibidang ilmu hukum kepada penulis sehingga dapat menjadi bekal dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini dan semoga dapat segera penulis amalkan.

10. AKBP Anton Sasono, selaku Wadir Reskrimsus Polda Jateng yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian dan memperoleh data-data yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

11. Kompol Iswanto, selaku Kanit I Subdit Ekonomi Khusus Dit Reskrimsus Polda Jateng, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam melakukan penelitian di Polda Jawa Tengah.

12. Bapak Sadino, eyang kakung tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini serta studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

13. Kedua orang tua dan Saudara Kandungku tercinta, yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini serta studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mengingat keterbatasan kemampuan diri penulis, penulis sadar bahwa penulisan hukum (skripsi) ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk perkembangan hukum acara pidana, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.

Surakarta, 31 Juli 2012

Penulis

commit to user

Halaman Gambar 1. Teknik Analisis Data Kualitatif ..........................................

8 Gambar 2 : Kerangka Pemikiran ..........................................................

37 Gambar 3. Struktur Organisasi Polda Jawa Tengah ..............................

48 Gambar. 4 Struktur Organisasi Dit Reskrimsus .....................................

50

commit to user

Lampiran I Surat Permohonan Ijin Penelitian .......................................

80 Lampiran II Surat Keterangan Penelitia . ...............................................

81 Lampiran III Berkas Penyelidikan Kepolisian (sebagian) .....................

82 Lampiran IV Lembar Kueisioner ..........................................................

83

commit to user

M TONY ARINOF, E 0008184. 2012. TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kejahatan penipuan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam hal transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding dan untuk mengetahui penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh aparat Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif yaitu untuk memahami fenomena apa yang sedang dialami oleh subjek. Jenis dan sumber bahan hukum penelitian ini yaitu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian ini adalah melalui observasi di lapangan serta wawancara secara mendalam dengan para narasumber. Sedangkan teknik analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis deduktif.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi membuat teknik kejahatan penipuan semakin canggih dengan adanya modus carding dan penanganan dari aparat kepolisian sudah sangat membantu mengurangi dan mencegah terjadinya carding namun masih banyak kekurangan dari SDM Polri dan lambatnya tindakan Polri dalam menangani kasus cyber.

Kata kunci: carding, kepolisian, teknologi informasi

commit to user

M TONY ARINOF, E 0008184. 2012. TRADING TRANSACTION FRAUD THROUGH THE INTERNET BY MODUS OPERANDI OF CARDING, Faculty of Law, Sebelas Maret University Surakarta.

This legal research aims to determine the development of a fraud crime by utilizing the technological advances in terms of trading via the internet with the modus operandi of carding and to determine the law enforcement fraud crime in the trading transactions over the Internet with the modus operandi of carding by the Central Java Regional Police.

This study is a kind of empirical legal research. The research approach that I use in this study is a qualitative approach, which is to understand the phenomenon of what is being experienced by the subject. Types and sources of legal materials of this study is in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Collection of legal materials techniques this research is through field observations and in-depth interviews with informants. Besides that, the analysis techniques who authors use in this research is deductive analytical techniques.

Based on research that has been made by the author, it can be concluded that advances in technology make increasingly sophisticated fraud techniques with the carding modus and handling of police have been very helpful to reduce and prevent the occurrence of carding, but there are still many shortcomings of human resources in Polri and the latest police action in dealing the cases of cyber.

Key words: carding, police, information technology

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi telah membawa dunia kearah yang lebih maju dengan kehadiran teknologi-teknologi penunjang kehidupan manusia. Beberapa diantaranya adalah teknologi komunikasi dan komputer. Perkembangan teknologi komunikasi dan komputer telah melahirkan internet yang menjadi tulang punggung teknologi informasi. Perkembangan internet dipicu oleh peluncuran pesawat sputnik milik Uni Soviet yang di tanggapi oleh Amerika Serikat dengan membuat proyek peluncuran pesawat luar angkasa dan pengembangan internet pada tahun 1960-an. Pada awal perkembangan, internet digunakan untuk kepentingan kekuasaan khususnya kepentingan militer Amerika Serikat.

Perkembangan teknologi umumnya dan internet pada khususnya tidak bisa di nikmati oleh orang-orang biasa seperti sekarang ini. Seusai perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, internet tidak lagi digunakan untuk kepentingan militer, tetapi beralih fungsi menjadi sebuah media yang mampu membawa perubahan dalam kehidupan manusia. internet tidak lagi hanya digunakan oleh kalangan militer dan pemerintah tetapi juga digunakan oleh pelaku bisnis, politikus, musikus, budayawan bahkan para penjahat dan teroris. Internet mulai digunakan sebagai alat propaganda politik, transaksi bisnis atau perdagangan, sarana pendidikan, kesehatan, manufaktur, perancangan, pemerintahan, pornografi dan kejahatan lain (Asril Sitompul, 2001: 13).

Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan menembus batas-batas antarnegara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan di kalangan ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang di namakan Cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).

commit to user

mana pemanfaatan teknologi informasi di seluruh bidang kehidupan manusia dan mempermudah manusia dalam pekerjaan –pekerjaannya, misalnya dengan E- commerce membuat kita mudah melakukan pembelian maupun penjualan suatu barang tanpa mengenal tempat. Dampak negatif perkembangan teknologi yaitu berkembang pula yang semula kejahatan konvensional menjadi kejahatan berteknologi. Perkembangan kejahatan tersebut di tandai dengan semakin bervariasi bentuk-bentuk kejahatan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi di mana kejahatan di bidang informatika khususnya telah banyak terjadi.

Pada umumnya kejahatan di bidang informatika atau dengan menggunakan internet merupakan kejahatan biasa tetapi dengan peralatan canggih. Kalau dahulu orang menipu dengan kata-kata bohong sekarang menipu bukan hanya kata-kata dari mulut seseorang tetapi dengan menggunakan peralatan komputer dan internet, penipuan bisa dilakukan untuk membeli suatu barang di internet. Penipuan di internet terjadi karena penggunaan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan yang mulai di kenal belakangan ini dengan cepat meluas di dunia. Perdagangan elektronik atau E-commerce adalah pembelian dan penjualan barang dan jasa dengan menggunakan jasa komputer online di Internet (Abdul Halim Barakatullah dkk, 2005: 12). Penipuan sering terjadi pada perdagangan elektronik ini dengan berbagai modus kejahatan. Kejahatan yang terjadi di dunia maya sering disebut dengan Cybercrime. Cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

Salah satu Cybercrime yang sering dilakukan para hacker adalah carding . Biasanya para carder (sebutan hacker yang melakukan carding ) membeli barang dari internet dan kemudian membayar barang yang dibelinya tersebut dengan kartu kredit atau kartu debit milik orang lain sebagai korbannya. Melalui wawancara dengan Kompol Iswanto Kanit Cybercrime Polda Jateng didapatkan suatu kasus yang terjadi di Indonesia terungkap di Semarang pada tahun 2000 di mana seorang carder di tangkap polisi. Pelaku di tangkap berdasarkan laporan

commit to user

membeli barang secara online melalui situs www.ebay.com. Situs tersebut menjadi tempat favorit para carder untuk melakukan kejahatan menggunakan kartu kredit korbannya. Sedangkan data kartu kredit yang digunakan para carder didapatkan dengan berbagai modus operandi dan teknik-teknik yang bermacam-macam.

Carding merupakan kejahatan yang sulit terungkap bahkan belum terungkap di Indonesia. Padahal pelakunya di Indonesia sudah banyak sekali. Dibanding dengan negara-negara maju atau negara-negara di Asia bahkan di wilayah negara di Asia Tenggara saja sekalipun Indonesia tergolong negara yang jumlah pengguna internetnya masih rendah, namun memiliki prestasi menakjubkan dalam cybercrime terutama pencurian kartu kredit (ICT Watch, 2001: 38). Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas-AS, di kalangan pengguna internet dunia, pengguna internet Indonesia masuk dalam blacklist di sejumlah online shopping ternama, seperti ebay.com dan amazon.com. Tak jarang kartu kredit asal Indonesia diawasi bahkan di blokir.

Kejahatan di bidang komputer/internet, merupakan salah satu permasalahan tersendiri dalam penegakkan hukum di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serta pemikiran untuk mendapatkan jalan keluar yang memadai, baik melalui perangkat hukumnya, kesigapan aparat penegak hukum maupun kepedulian masyarakat

tentang

arti

perlindungan/pengamanan

bagi pengguna komputer/internet. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait modus operandi carding dan penanganan tindak pidana penipuan tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun

penulisan hukum yang berjudul: “TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah:

commit to user

internet dengan carding ?

2. Bagaimana penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding .

b. Untuk mengetahui penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding.

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut, adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang relevan bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum pidana pada khususnya.

commit to user

tindak pidana penipuan dari konvensional ke yang lebih modern.

c. Memberikan pengetahuan tentang perkembangan kejahatan berteknologi

secara umum dan modus operandi carding secara khusus.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang di teliti.

b. Untuk mengembangkan pola pikir serta kemampuan penalaran penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur dan bahan informasi

bagi semua pihak terutama mengenai perkembangan tindak pidana penipuan berteknologi.

E. Metode Penelitian

Metode pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2010:6).

Guna mendukung pelaksanaan penelitian hukum maka perlu diterapkan metode penelitian yang tepat untuk menganalisis isu hukum yang di hadapi tersebut. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum empiris, yang akan di teliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010: 52).

Penelitian ini di mulai dengan meneliti dan mencermati perundang- undangan baik yang terkait dengan faktor-faktor kriminologis dalam data sekunder dan akan di tindak lanjuti dengan pendekatan empirik melalui pengambilan data primer di lapangan. Penelitian ini akan mengkaji tentang

commit to user

di mana penipuan merupakan suatu tindak pidana.

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok, atau keadaan) dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi (Rianto Adi, 2010: 58). Gambaran secara cermat yang di maksud dalam penelitian ini adalah gambaran yang menjelaskan mengenai perkembangan kejahatan berteknologi dan penjelasan mengenai penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding serta penanganannya oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif itu sendiri berarti penelitian yang di maksudkan untuk memahami fenomena apa yang di alami oleh subjek penelitian, mengumpulkan data dari subjek kemudian di analisa sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan atas permasalahan yang di angkat.

4. Jenis Data

a. Data Primer Data Primer merupakan sejumlah keterangan atau fakta yang dapat memberikan informasi secara langsung mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini di lakukan di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah yang bertempat di Kota Semarang.

b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku, literature, tulisan ilmiah, koran, majalah, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

commit to user

a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui bahan-bahan tertulis atau bahan pustaka sebagai perlengkapan data primer yang berkaitan dengan penelitian ini (Soerjono Soekanto, 2010: 12). Data primer dalam penulisan hukum ini diperoleh melalui wawancara secara langsung di lokasi penelitian dari pihak yang berwenang dalam memberikan keterangan secara langsung mengenai permasalahan yang akan di teliti. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Kompol Iswanto, Kanit I Subdit Ekonomi Khusus (cybercrime) Direktorat Reskrimsus Polda Jateng.

b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang sifatnya mendukung sumber data primer yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan membaca buku- buku dari pendapat ahli, dokumen-dokumen, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan di teliti.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan relevan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a) Teknik Pengumpulan Data Primer Data diperoleh dari lapangan dalam hal ini melalui wawancara langsung dengan narasumber. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi secara langsung dan bertatap muka antara pewawancara dengan narasumber yang di wawancarai. Penulis dalam hal ini mengadakan wawancara langsung dengan Kompol Iswanto, Kanit I Subdit Ekonomi Khusus (cybercrime) Direktorat Reskrimsus Polda Jateng.

commit to user

Untuk mendapatkan data sekunder, penulis melakukannya dengan studi pustaka yang merupakan pendukung dan pelengkap dari sumber data primer. Dalam hal ini penulis menggunakan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang di teliti.

7. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi kepustakaan di teliti dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh akan digambarkan dan di analisis sesuai dengan keadaan sebenarnya. Teknik analisis data kualitatif dengan model interatis dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut (H.B. Sutopo, 2002: 56).

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yaitu membaca buku- buku, internet dan referensi lain yang berkaitan dengan penelitian untuk menjadi data sekunder. Untuk data primer diperoleh dengan metode wawancara secara langsung kepada narasumber yaitu Kompol Iswanto selaku Kanit I Subdit Ekonomi Khusus (cybercrime) Direktorat Reskrimsus Polda Jateng yang berwenang menangani masalah yang berkaitan dengan penelitian.

Proses analisis data di mulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan, yang sudah di tulis dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, undang-undang dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, setelah di baca, dipelajari, dan di

Pengumpulan

Data

Reduksi Data Penyajian Data

Penarikan

Gambar 1. Teknik Analisis Data Kualitatif

commit to user

dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu di jaga sehingga tetap berada di dalamnya. Kemudian dilakukan penafsiran dari data-data yang sudah lengkap untuk penyajian data dalam penulisan hukum. Pada bagian akhir merangkum secara keseluruhan data yang telah disajikan untuk menjadi penutup pada penulisan hukum ini.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari

4 (empat) bab di mana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang di maksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini.

Penulisan ini diawali dengan Bab I yang menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

Bab II tentang tinjauan pustaka ini terdiri dari kerangka teori dan kerangka pemikiran. Penulis memaparkan landasan teori para pakar maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kerangka teori tersebut meliputi pengaturan tindak pidana penipuan dalam KUHP, transaksi jual beli menggunakan media internet, perkembangan internet dan dampaknya, cybercrime, penanganan polisi terhadap tindak pidana cybercrime.

Bab III menguraikan tentang pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang di bahas dalam bab ini yaitu modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding dan penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding.

commit to user

dan jawaban atas rumusan permasalahan dan di akhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian serta di akhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Pengaturan Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP

a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Tindak pidana penipuan dalam KUHP di atur pada Buku II tentang Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, yaitu berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda yang di milikinya. Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik tertindak), di muat dalam buku II KUHP, yaitu: tindak pidana pencurian, pemerasan, penggelapan barang, penipuan, merugikan orang berpiutang dan berhak, dan penghancuran atau pengrusakan barang, dan penadahan (begunsting).

Menurut Wirjono Prodjodikoro (2002: 10), yang di maksud dengan kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran mengenai harta kekayaan orang adalah tindak-tindak pidana yang termuat dalam KUHP :

1) Titel XI : buku II tentang pencurian.

2) Titel XXIII : buku II tentang pemerasan dan pengancaman.

3) Titel XXIV : buku II tentang penggelapan barang.

4) Titel XXV : buku II tentang penipuan.

5) Titel XXI : buku II tentang merugikan orang berpiutang dan

berhak.

6) Titel XXVII: buku II tentang penghancuran dan perusakan barang.

7) Titel XXX : buku II tentang pemudahan (begunstiging).

8) Titel VII : buku III tentang pelanggaran-pelanggaran tentang

tanah-tanah tanaman. Persamaan dari ketujuh macam kejahatan dan satu macam pelanggaran adalah bahwa dengan tindak-tindak pidana ini, merugikan kekayaan seseorang atau badan hukum. Kedelapan tindak pidana tersebut

commit to user

Pertama , perbuatan tidak memenuhi suatu perjanjian (wanprestasi), sebagian besar dari penggelapan barang dan merugikan orang berpiutang dan berhak. Kedua, perbuatan melanggar hukum perdata (onrechtmatige daad dari Pasal 1365 BW), sebagian besar dari tindak pidana lainnya: pencurian, pemerasan dan pengancaman, penipuan, penghancuran atauk perusakan barang, pemudahan, dan pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 10).

Unsur-unsur khas dalam tindak pidana terhadap kekayaan orang lain (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 13) :

1) Pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk

memilikinya.

2) Pemerasan (afpersing): memaksa orang lain dengan kekerasan

untuk memberikan sesuatu.

3) Pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman

untuk memberikan sesuatu.

4) Penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat

untuk memberikan sesuatu.

5) Merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang berutang berbuat sesuatu terhadap kekayaannya sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor).

6) Penghancuran atau pengrusakan barang: melakukan perbuatan terhadap orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu.

7) Pemudahan (penadahan): menerima atau memperlakukan barang

yang diperoleh orang lain secara tindak pidana.

8) Pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman: adanya tanah yang di

tanami dan merusak dengan melaluinya.

9) Penggelapan barang (verduistering) : memiliki barang yang sudah

ada di tangannya (zich toe-eigenen). Secara umum, unsur-unsur tindak pidana terhadap harta kekayaan ini adalah mencakup unsur obyektif dan unsur subyektif. Adapun unsur

commit to user

Lamintang, 2009: 141) :

1) Unsur perbuatan materiel, seperti perbuatan mengambil (dalam kasus pencurian), memaksa (dalam kasus pemerasan), memiliki/mengklaim (dalam kasus penggelapan), menggerakkan hati/pikiran orang lain (dalam kasus penipuan) dan sebagainya;

2) Unsur benda/barang;

3) Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda yakni harus

merupakan milik orang lain;

4) Unsur upaya-upaya tertentu yang digunakan dalam melakukan

perbuatan yang dilarang; dan

5) Unsur akibat konstitutif yang timbul setelah dilakukannya

perbuatan yang dilarang. Sedangkan unsur subyektifnya adalah terdiri atas :

1) Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti “dengan maksud”, “dengan sengaja”, “yang diketahuinya/patut di duga olehnya” dan sebagainya; dan

2) Unsur melawan hukum baik yang ditegaskan eksplisit/tertulis

dalam perumusan Pasal maupun tidak. Penipuan dalam arti sempit yaitu penipuan yang terdapat dalam Pasal

378 KUHP. Sedangkan dalam arti yang luas tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog di atur dalam bab XXV Pasal 378 sampai dengan 395 KUHP. Dalam rentang Pasal-Pasal tersebut, bedrog kemudian berubah menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih khusus.

b. Bentuk Tindak Pidana Penipuan

1) Penipuan Pokok

Menurut Pasal 378 KUHP penipuan adalah

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan

barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.”

commit to user

Dari pernyataan di atas dapat di simpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh. Unsur-unsur tindak pidana penipuan adalah sebagai berikut (PAF Lamintang, 2009: 151) :

a) Unsur-unsur objektif: (1) Perbuatan: menggerakkan atau membujuk; (2) Yang digerakkan: orang (3) Perbuatan tersebut bertujuan agar:

(a) Orang lain menyerahkan suatu benda; (b) Orang lain memberi hutang; dan (c) Orang lain menghapuskan piutang.

(4) Menggerakkan tersebut dengan memakai:

(a) Nama palsu; (b) Tipu muslihat, (c) Martabat palsu; dan (d) Rangkaian kebohongan.

b) Unsur-unsur subjektif: (1) Dengan maksud; (2) Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;dan (3) Dengan melawan hukum.

2) Penipuan Ringan Penipuan ringan telah dirumuskan dalam Pasal 379 KUHP yang berbunyi:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 378 jika benda yang diserahkan itu bukan ternak dan harga dari benda, hutang atau piutang

itu tidak lebih dari Rp.250,00 dikenai sebagai penipuan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 900,00.”

Dalam masyarakat kita binatang ternak di anggap mempunyai nilai yang lebih khusus, sehingga mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi

commit to user

kurang dari Rp. 250,00,- maka bukan berarti penipuan ringan.

Adapun yang di maksud hewan menurut Pasal 101 yaitu Binatang yang berkuku satu: kuda, keledai dan sebagainya. Binatang yang memamah biak: sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan sebagainya. Sedangkan harimau, anjing dan kucing bukan merupakan hewan yang di maksud dalam Pasal ini. Unsur-unsur penipuan ringan adalah:

a) Semua unsur yang merupakan unsur pada Pasal 378 KUHP.

b) Unsur-unsur khusus, yaitu: (1) benda objek bukan ternak; (2) nilainya tidak lebih dari Rp. 250,00-

Selain penipuan ringan yang terdapat menurut Pasal 379 di atas, juga terdapat pada Pasal 384 dengan dinamakan (bedrog) penipuan ringan tentang perbuatan curang oleh seorang penjual terhadap pembeli adalah dengan rumusan:

Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 383 dikenai pidana paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp.900,00- jika jumlah keuntungan tidak lebih dari Rp. 250.00.

3) Penipuan dalam Jual Beli. Penipuan dalam hal jual beli digolongkan menjadi 2 bentuk, yaitu; penipuan yang dilakukan oleh pembeli yang di atur dalam Pasal 379a dan kejahatan yang dilakukan oleh penjual yang di atur dalam Pasal 383 dan 386.

a) Penipuan yang dilakukan oleh pembeli.

Menurut Pasal 379a yang berbunyi:

“Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli benda-benda, dengan maksud supaya

dengan tanpa pembayaran seluruhnya, memastikan kekuasaanya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.

Dalam bahasa asing kejahatan ini dinamakan flessentrekkerij. Dan baru di muat dalam KUHP pada tahun 1930. Kejahatan ini

commit to user

biasanya membeli secara bon barang-barang untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas. Model yang dilakukan biasanya dengan mencicil atau kredit . Dengan barang yang sudah diserahkan apabila pembeli tidak membayarnya lunas, sehingga merugikan penjual. Dalam hukum perdata hal ini disebut wanprestasi. Akan tetapi, apabila sudah dijadikan mata pencaharian atau kebiasaan seperti maksud semula tidak ingin membayar lunas, maka disebut tindak pidana. Unsur- unsur kejahatan pembeli menurut Pasal 379a KUHP yaitu (PAF Lamintang, 2009: 172):

(1) Unsur-unsur objektif: (a) Perbuatan membeli; (b) Benda-benda yang di beli; (c) Dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan.

(2) Unsur-unsur Subjektif:

(a) Dengan maksud menguasai benda tersebut untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; (b) Tidak membayar lunas harganya. Agar pembeli tersebut bisa menjadikan barang-barang tersebut sebagai mata pencaharian maka setidaknya harus terdiri dari dua perbuatan dan tidaklah cukup apabila terdiri dari satu perbuatan saja. Akan tetapi, hal ini tidak muthlak harus terdiri dari dari beberapa perbuatan.

b) Penipuan yang dilakukan oleh penjual. Ketentuan mengenai penipuan yang dilakukan oleh penjual

diatur pada Pasal 383 KUHP sebagai berikut: Di ancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat

bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli: (1) karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang di

tunjuk untuk di beli; (2) mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat.

commit to user

seseorang membeli sebuah kambing sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi, penjual mengirimkan kambing tersebut dengan kambing yang lebih jelek. Sedangkan yang di maksud dari Pasal 383 (2) yaitu: melakukan tipu muslihat mengenai jenis benda, keadaan benda atau jumlah benda. Dan apabila keuntungan yang diperoleh oleh penjual tidak lebih dari Rp.250,00. Maka penipuan tersebut masuk pada penipuan ringan.

c) Penipuan yang dilakukan oleh penjual kedua. Hal ini disebutkan dalam Pasal 386 KUHP yang merumuskan sebagai berikut:

(1) “barang siapa menjual, menyerahkan, atau menawarkan barang makanan, minuman atau obat-obatan, yang di ketahui bahwa itu di palsu, dan menyembunyikan hal itu, di ancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.” (2) “bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau faidahnya menjadi kurang karena sudah di

campur dengan bahan lain.”

Maksud dari ayat (2) Pasal ini adalah apabila setelah di campurnya barang makanan, minuman, atau obat-obatan tersebut berkurang nilai atau faidahnya, atau bahkan nilai atau faidah barang tersebut hilang sama sekali, maka hal ini termasuk dalam kasus pidana dan termasuk pemalsuan barang. Jadi tidak menjadi kasus pidana apabila setelah di campur tidak berkurang atau hilang nilai dan faidahnya. Unsur-unsur dari kejahatan penipuan ini adalah (PAF Lamintang, 2009: 204):

(1) Unsur-unsur objektif:

(a) perbuatan: menjual, menawarkan, dan menyerahkan. (b) objeknya : benda makanan, benda minuman dan benda

obat-obatan (c) benda-benda itu di palsu. (d) menyembunyikan tentang palsunya benda-benda itu.

(2) Unsur-unsur subjektif:

commit to user

benda itu di palsunya. Dalam hal ini penjual tidak dikenai hukuman apabila ia mengutarakan bahwa benda yang dipalsukan tersebut diberitahukan terhadap pembeli dan pembeli membeli barang tersebut berdasarkan kemauannya. Adapun perbedaan antara Pasal 383 dan 386 adalah: (a) kejahatan dalam Pasal 386 adalah khusus hanya mengenai

barang berupa: bahan makanan dan minuman atau obat-obatan, sedang dalam Pasal 383 mengenai semua barang.

(b) Pasal 386 mengatakan tentang “menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang (belum sampai menyerahkan barang itu

sudah dapat di hukum), sedangkan Pasal 383 mengatakan “menyerahkan”, (supaya dapat di hukum barang itu harus

sudah diserahkan). Perbuatan ini juga melanggar Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi:

(2) “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan

informasi secara lengkap dan benar atas barang di maksud.” (3) “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan

atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.” Selain itu perbuatan ini melanggar Pasal 11 Undang-Undang No.

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui

cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah

commit to user

atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

2. Transaksi Jual Beli Menggunakan Media Internet

a. Pengertian Jual-Beli Jual beli secara etimologis artinya: Menukar harta dengan harta. Secara terminologis artinya: Transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas” dan “kenikmatan”, agar tidak termasuk di dalamnya penyewaan dan menikah. Jual beli adalah dua kata yang saling berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut sebagai pembeli dan penjual (Esther Magfirah, 2010: 2).

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”

Jual beli di anggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum di bayar. Hak milik atas barang yang di jual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan. Jika barang yang di jual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. Harga beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak. Namun penaksirannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Jika pihak ketiga itu tidak suka atau tidak mampu membuat taksiran, maka tidaklah terjadi suatu pembelian.

b. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan Di tinjau dari sisi ini jual beli di bagi menjadi tiga jenis: Pertama: Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang. Kedua: Jual beli ash-sharf atau Money Changer, yakni penukaran uang dengan uang. Ketiga: Jual beli

commit to user

(Muhammad Washito, 2010: 5).

c. Syarat-Syarat Sah Jual Beli Jual Beli merupakan suatu perikatan. Maka syarat-syarat sah jual beli sama dengan syarat sah nya suatu perikatan atau perjanjian menurut KUHPerdata Pasal 1320, yaitu :

1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak bersepakat atau mempunyai satu tujuan yang sama untuk melakukan jual beli.

2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Cakap dalam melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa, sehat pikirannya dan tidak di bawah pengampuan. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki, dan 19 th bagi wanita. Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa

adalah 19 th bagi laki-laki, 16 th bagi wanita.

3) Adanya Obyek. Sesuatu yang di perjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.

4) Adanya kausa yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau di buat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

d. Perkembangan Jual Beli Jual beli dilakukan dengan cara penjual menyerahkan barang dagangannya secara langung dan pembeli menyerahkan sejumlah uang untuk membayar sesuai harga yang telah di sepakati kedua pihak. Ini merupakan jual beli konvensional yang telah hidup di masyarakat sejak dulu. Jual beli pun hanya dilakukan di tempat-tempat bertemunya penjual dan pembeli seperti: pasar tradisional, pasar swalayan, minimarket dan

commit to user

secara langsung dan pembeli menerima harga yang di sepakati kedua pihak. Jadi jual beli harus bertemu secara langsung atau bertatap muka antara penjual dan pembeli.

Selain itu, transaksi jual beli harus dilakukan di tempat penjual menjual barang dagangannya atau toko, warung, kios tempat penjual tersebut berjualan. Transaksi pun harus dilakukan saat tempat berjualan si penjual sudah mulai beroperasi atau sudah buka toko tersebut dan pada saat pasar libur atau penjual libur, transaksi jual beli akan terhenti. Jadi ada batas waktu untuk kita bertransaksi dan tempat bertransaksi pun harus pada tempat si penjual berada. Sehingga pembeli harus mencari tempat penjual dan mencari barang dagangan yang diinginkan.

Sejalan dengan kemajuan teknologi, kini ada cara yang lebih praktis yang dilakukan oleh para pelaku jual beli. Transaksi jual beli dapat dilakukan di semua tempat dan dalam waktu yang tidak terbatas, baik itu di tengah malam, hari libur, di kantor maupun di tempat tidur, bahkan di dalam WC pun dapat dilakukan transaksi jual beli jika pelaku jual beli menenteng network komputer yang dilengkapi dengan media internet (Onno W Purbo, 2001: 5).

Dampak dari adanya internet sebagai hasil revolusi teknologi informasi bagi konsumen di satu sisi telah mengubah perilaku konsumen menjadi semakin kritis dan selektif dalam menentukan produk yang akan di pilihnya. Melalui internet, masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang dipergunakan tentunya sesuai dengan yang mereka inginkan (Dikdik M Arief dan Elisatris Gultom, 2009: 145)

e. Jual Beli melalui Internet Jual Beli melalui sarana internet dapat disebut juga “jual beli online” atau “E-commerce” adalah suatu kontak transaksi perdagangan antara

penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet jadi proses pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang

commit to user

suatu proses jual beli dengan memakai internet yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.

Praktek perdagangan elektronik (e-commerce) telah ada sejak tahun 1965 ketika konsumen mampu untuk menarik uang dari Mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan melakukan pembelian menggunakan terminal titik penjualan dan Kartu kredit . Hal ini diikuti oleh sistem yang melintasi batas-batas organisasi dan memungkinkan organisasi untuk pertukaran informasi dan melakukan bisnis secara elektronik. Sistem seperti ini umumnya di kenal sebagai interorganisasional sistem (Paul S. Licker. 2001: 131).

Elektronik commerce atau di singkat dengan E-commerce adalah kegiatan-kegiatan jual beli yang menyangkut konsumen, manufaktur, services providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial.

Istilah E-commerce yang di defenisikan oleh Juolian Ding merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antara penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan, atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat di dalam elektronik (media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak dan keberadaan media ini dalam public network (sistem tertutup). Dan sistem public network ini harus mempertimbangkan sistem terbuka. (Niniek Suparni, 2009: 30).

Sistem transaksi jual-beli melalui E-commerce berbeda dengan model transaksi konvensional, antara penjual dan pembeli tidak harus bertemu (face to face) dalam satu ruangan sehingga antara penjual dan pembeli masing-masing pihak mendapat kemudahan baik dalam hal pelayanan maupun dalam hal jangkauan penjualan, dengan kata lain penjual dengan fasilitas internet tidak perlu banyak membuang waktu dan biaya untuk mempromosikan barang dagangannya, sedangkan pembeli tidak banyak

commit to user

untuk mencari barang tertentu, meskipun toko tersebut berada di luar negeri (Albarda, 1997: 3).

Pemanfaatan teknologi melalui bisnis e-commerce memiliki jaringan luas dan mendunia, sehingga dengan mudah orang dapat mengakses setiap saat tanpa adanya kontak fisik antara konsumen dan penjual. Data mengenai barang produksi beserta penjelasan tentang kualitas dan kuantitas sudah tersedia bahkan pembayaran langsung via kartu kredit dapat langsung dilakukan melalui jaringan internet, setelah segala yang berkaitan dengan transaksi itu jelas dan di terima (Niniek Suparni, 2009: 33).