ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

ALFATAH AKBAR WICAKSONO NIM : E0005078 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Penulisan Hukum ( Skripsi )

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

Disusun Oleh :

ALFATAH AKBAR WICAKSONO NIM : E0005078

Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

WINARNO BUDYATMOJO, S.H M.S BUDI SETIYANTO, S.H M.H

NIP. 196 005 251 987 021 002 NIP. 195 706 101 986 011 001

Penulisan Hukum ( Skripsi )

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

Disusun Oleh :

ALFATAH AKBAR WICAKSONO NIM : E0005078

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari : Senin Tanggal : 2 Agustus 2010

TIM PENGUJI

1. Ismunarno , S.H., M.Hum ( ................................. ) NIP. 19660428 199003 1001

2. Winarno Budyatmojo, S.H, M.S ( .................................. ) NIP. 19600525 0198702 1002

3. Budi Setiyanto, S.H, M.H ( ...................................) NIP. 19570610 198601 1001

Mengetahui, Dekan

( Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. ) NIP. 19610930 198601 1001

Nama

: Alfatah Akbar Wicaksono

NIM

: E0005078

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Tindak Pidana Illegal Fishing Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun Tentang Perikanan” adalah benar-benar karya sendiri. Hal yang bukan karya saya ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut diatas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi alademik, yang berupa pencabutan skripsi dan gelar saya peroleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 2 Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan

Alfatah Akbar Wicaksono

ALFATAH AKBAR WICAKSONO. E0005078. ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normatif atau doktrinal. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara identifikasi isi data-data sekunder hasil dari studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan dari jenis penelitiannya, maka teknik analisis data yang digunakan penulis adalah content analysis atau analisis isi, yaitu berupa teknik yang digunakan dengan cara melengkapi analisis dari suatu data sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan sumber daya ikan.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan sudah tidak dapat mengantisipasi perkembangan pembangunan perikanan saat ini dan masa yang akan datang, karena di bidang perikanan telah terjadi perubahan yang sangat besar, baik yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya ikan, kelestarian lingkungan sumber daya ikan, maupun perkembangan metode pengelolaan perikanan yang semakin efektif, efisien, dan modern.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 ini merupakan pembaharuan dan penyempurnaan pengaturan di bidang perikanan sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Diharapkan Undang-Undang tentang perikanan yang baru ini dapat membantu pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya.

Mengenai illegal fishing diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan pasal 1 dan sanksi illegal fishing diatur dalam pasal 84 dan 85 undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Sedangkan dalam hal penerapan sanksi pidana terhadap pelaku Illegal Fishing belum diterapkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Diperlukan Pengadilan Ad Hoc untuk menangani masalah perikanan ilegal di perairan ZEEI, agar proses peradilan dapat dilakukan cepat dan tepat karena pengadilan umum kurang memahami masalah perikanan dan kelautan.

H argailah segala yang kau miliki; anda akan memiliki lebih lagi. Jika anda fokus pada apa yang tidak anda miliki, anda tidak akan pernah merasa cukup dalam hal apapun - Oprah Winf rey -

Untuk mencapai kesuksesan, kita j angan hanya bertindak, tapi j uga perlu bermimpi, j angan hanya berencana, tapi j uga perlu untuk percaya.

- Anatole France-

Semua impian kita dapat menj adi nyata, j ika kita memiliki keberanian untuk

mengej arnya. - Walt Disney-

COGI T O ER GO SUM ( aku berfikir maka aku ada )

- Descartes –

I t is hard to fail, but it is worse never to have tried to succeed.

- T heodore R oosevelt –

Satu-satunya cara untuk mengetahui batas kemungkinan adalah dengan pergi

melampaui batas kemungkinan itu menuj u kemustahilan . Arthur C. Clarke

K arya kecil ini saya persembahkan kepada :

ƒ Bapak dan I buku yang mensuport pendidikanku; ƒ Adikku yang selalu mensupportku;

ƒ Laily Dian K urniastuti,

yang selalu mendampingi, mensupport. menyayangiku.

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ; ”ANALISIS YURIDIS TINDAK

PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak. Mohammad Jamin, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan surat keputusan ijin skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

2. Bapak Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H.,M.S selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Seblas Maret Surakarta.

3. Bapak Suranto, S.H.,M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Bapak Ismunarno, S.H.M.Hum selaku Kepala Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

5. Bapak Winarno Budyatmojo S.H.,M.S selaku Pembimbing Akademik Penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Winarno Budyatmojo S.H.,M.S selaku Pembimbing I yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu kapada penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Bapak dan Ibu Tata Usaha dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam mengurus administrasi kampus dan surat pengantar penelitian.

10. Bunda dan Ayahanda tercinta, terimakasih atas kasih sayang serta doanya, yang selalu mendoakan dengan tiada henti-hentinya serta memotivasiku selama ini.

11. Eyang putriku tersayang, terima kasih atas kasih sayang serta doanya, yang selalu mendoakan dengan tiada henti-hentinya serta memotivasiku selama ini.

12. Adiku tersayang ( Gigih Priambodo Wicaksono ) yang selalu ada dan menemaniku dalam sedih dan senang, setiap kali aku pulang dari kampus, terimakasih atas canda tawa dan kebahagiaan yang telah mampu menghilangkan kelelahan di setiap hari.

13. Laily Dian Kurniastuti , orang yang selalu ada di hati penulis dan selalu menyayangi-ku apa adanya, terimakasih telah memberikan support, doa’, menemaniku dan memberikan banyak inspirasi , sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.muach

14. Teman-temanku di Kampus: dhek liya, Nisa, Jenong, Wahyu, Asih, Detin, terima kasih atas dukungan, canda, tawa, dan semangatnya buat penulis dalam menyusun skripsi ini.

15. Teman-Teman angkatan ”05 terimakasih atas segala kekompakannya

16. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT.

diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.

Surakarta, 2 Agustus 2010

Alfatah Akbar Wicaksono E0005078

c. Unsur – Unsur Tindak Pidana ……………….. ....

25

3. Tinjauan Tentang Illegal Fishing …………………………… 26

a. Kelautan Indonesia ............................................. 26

b. Arti Perikanan ..................................................... 31

c. Pengertian Tentang Perikanan Ilegal ................. 32

d. Jalur-Jalur Penangkapan Ikan ............................. 41

e. Alat-Alat Penangkapan Ikan ............................... 45

B. Kerangka Pemikiran....................................................................... 48

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN

1. Pengaturan Illegal Fishing menurut Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan...............................................................................

2. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana llegal Fishing sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan..............................

B. PEMBAHASAN ............................................................................. BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................

79

B. Saran .......................................................................................

81

DAFTAR PUSTAKA

51

60

66

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen. pasal 1 ayat 1 dan 3 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas hukum ( Rechtstaat ) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka. Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu proses penegakan hukum.

Di dalam suatu Negara, tidak hanya proses penegakan hukum yang penting, pembangunan nasional pun menjadi prioritas.Dampak dari proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan cukup fenomenal adalah masalah illegal fishing. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial ekonomi masyarakat.

Masalah illegal fishing merupakan masalah utama di departemen perikanan, illegal fishing sendiri mempunyai definisi atau kegiatan-kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang atau kapal perikanan berbendera

Indonesia tanpa izin dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat merusak biodiversity dan kekayaan laut. Dari tindakan tersebut sangatlah memberikan dampak yang luar biasa bagi peradaban dan generasi yang akan datang.

Perilaku ini juga dapat membawa dampak dalam perekonomian bangsa. Tidak kalah pentingnya juga ekosistem ikan maupun ekosistem laut yang akan terancam punah akibat dari pembalakan dan penangkapan ikan secara liar ini. Dalam perekonomian misalnya, illegal fishing akan berakibat rusaknya perekonomian hingga mencapai ratusan juta bahkan milyaran rupiah, belum lagi kerugian ekologi yang tidak dapat dihitung secara matematis. Dalam skala nasional jutaan ekosistem laut yang hancur dan terancam punah tanpa sempat menarik nilai ekosistem ikan bagi pemasukan keuangan negara berupa Propinsi Sumber Daya Laut ( PSDL ). Dari kegiatan illegal fishing ini maka generasi penerus bangsa akan banyak kehilangan kesempatan untuk mengenal dan mengetahui serta menikmati kekayaan laut khususnya dalam bidang perikanan,mereka hanya dapat mendengarkan lewat cerita saja tentang kekayaan laut dan ekosistem didalamnya khususnya ikan atau perikanan tanpa terjun secara langsung ikut menikmatinya

Sulit terungkapnya penanggulangan kasus-kasus tindak pidana illegal fishing karena para pelakunya menggunakan peralatan yang canggih serta biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam keadaan yang terselubung dan terorganisasi.oleh karena itu kejahatan ini sering disebut white collar crime atau kejahatan kerah putih.

Melihat pentingya pemberantasan illegal fishing, maka hendaknya pemerintah saat ini untuk merumuskan langkah-langlah komprehensif dalam menangani illegal fishing tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani illegal fishing tersebut, yaitu pertama, peningkatan kesadaran dan kerjasama antar seluruh stakeholders perikanan dan kelautan nasional dalam pemberantasan praktek illegal fishing. Hal ini perlu dilakukan karena praktek illegal fishing selama ini banyak dilakukan Melihat pentingya pemberantasan illegal fishing, maka hendaknya pemerintah saat ini untuk merumuskan langkah-langlah komprehensif dalam menangani illegal fishing tersebut. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menangani illegal fishing tersebut, yaitu pertama, peningkatan kesadaran dan kerjasama antar seluruh stakeholders perikanan dan kelautan nasional dalam pemberantasan praktek illegal fishing. Hal ini perlu dilakukan karena praktek illegal fishing selama ini banyak dilakukan

Kedua, peningkatan peran Indonesia dalam kerjasama pengelolaan perikanan regional. Dengan meningkatkan peran ini Indonesia dapat meminta negara lain untuk memberlakukan sanksi bagi kapal yang menangkap ikan secara illegal di perairan Indonesia. Dengan menerapkan kebijakan anti illegal fishing secara regional, upaya pencurian ikan oleh kapal asing dapat ditekan serendah mungkin. Kerjasama ini juga dapat diterapkan dalam konteks untuk menekan biaya operasional MCS (Monitoring Controling Surveillance) sehingga joint operation untuk VMS (Vessel Monitoring Systems) misalnya dapat dilakukan.

Ketiga, mempercepat pembentukan Keputusan Presiden (Keppres) illegal fishing yang saat ini masih dipersiapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Keppres tersebut hendaknya dapat dijadikan payung hukum dalam memberantas illegal fishing di perairan Indonesia. Namun demikian keberadaan Keppres tersebut hendaknya diikuti dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan berpihak kepada kepentingan nasional.

Antisipasi atas tindak pidana illegal fishing dapat dilakukan diantaranya dengan memfungsikan instrument hukum pidana secara efektif melalui penegakan hukum dan diupayakan perilaku yang melanggar hukum ditanggulangi secara prefentif dan represif. Sesuai dengan sifat hukum pidana yang memaksa dan dapat dipaksakan, maka setiap perbuatan melawan hukum itu dapat dikenakan penderitaan yang berupa hukuman. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan-kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan perseorangan, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan syatu penderitaan atau siksaan.

Hukum yang baik tidak hanya tergantung pada asas-asas, sistematika perumusan pasal-pasal, dan sanksi-sanksi yang ada, melainkan juga tergantung pada tata pelaksanaan serta manusianya sebagai pelaksana dan pendukung dari hukum itu sendiri. Oleh karena itu peranan aparat penegak Hukum yang baik tidak hanya tergantung pada asas-asas, sistematika perumusan pasal-pasal, dan sanksi-sanksi yang ada, melainkan juga tergantung pada tata pelaksanaan serta manusianya sebagai pelaksana dan pendukung dari hukum itu sendiri. Oleh karena itu peranan aparat penegak

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian hukum dengan judul : “ ANALISIS YURIDIS

TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN ”

B. Perumusan Masalah

Agar permasalahan yang akan diteliti dapat dipecahkan, maka perlu disusun dan dirumuskan suatu permasalahan yang jelas dan sistematik. Perumusan masalah ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan Illegal Fishing menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan?

2. Apakah penerapan sanksi pidana terhadap pelaku Illegal Fishing telah diterapkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diperlukan karena terkait erat dengan perumusan masalah dan judul dari penelitian itu sendiri. Oleh karena itu peneliti mempunyai tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Tujuan itu berupa tujuan secara obyektif dan tujuan secara subyektif. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Illegal Fishing menurut Hukum Pidana di Indonesia.

Fishing di Indonesia..

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya Hukum Pidana.

b. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penyusunan skripsi sebagai persyaratan wajib guna mencapai derajad sarjana (S-1) di bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Untuk menambah wawasan dan memperluas pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang diterima selama menempuh kuliah guna melatih kemampuan dalam menerapkan teori-teori tersebut dalam prakteknya di masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya.

b. Diharapkan dapat menambah bahan referensi dibidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metodologi Penelitian E. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan Penulis lakukan adalah penelitian hukum normatif atau kepustakaan. Penelitian hukum normatif sering disebut juga penelitian hukum doktrinal atau kepustakaan karena penelitian ini hanya meneliti dan mengkaji bahan-bahan hukum tertulis dan banyak dilakukan di perpustakaan.Penelitian hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier ( Soerjono Soekanto, 1986 : 52).

2. Sifat Penelitian Apabila dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif ini adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986 :10).

3. Lokasi Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum secara normatif, sehingga tidak memerlukan data dilapangan secara langsung, melainkan data-data tersebut dapat diperoleh melaliu studi kepustakaan. Lokasi penelitian ini adalah:

a) Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Jenis data Data adalah hasil penelitian baik berupa fakta-fakta angka yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi, sedangkan informasi adalah 4. Jenis data Data adalah hasil penelitian baik berupa fakta-fakta angka yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi, sedangkan informasi adalah

a. Pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat ( ready made )

b. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu

c. Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat dan dibatasi oleh tempat dan waktu ( Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,1979 :35)

5. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan secara yuridis dan mengikat yang terdiri dari kaidah dasar, peraturan dasar, perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, jurisprudensi, traktat dan bahan hukum dari zaman penjajahan yang sampai saat ini masih berlaku (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006 : 13).

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

b. UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer, berupa buku-buku, hasil penelitian dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti :

(1) Kamus Bahasa Indonesia

6. Teknik Pengumpulan Data Suatu penelitian pasti akan membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai validitas dan reabilitas yang cukup tinggi. Di dalam penelitian, lazimnya dikenal paling sedikit tiga jenis teknik pengumpulan data yaitu : studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono Soekanto,1986 : 21).

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu kegiatan pengumpulan data sekunder. Penulis mengumpulkan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yang digolongkan sesuai katalogisasi. Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklarifikasi dan selanjutnya dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

7. Teknik Analisis Data. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dianalisis menggunakan logika deduksi yaitu pola berpikir dari hal-hal yang bersifat umum (premis mayor) kepada hal-hal yang bersifat khusus (premis minor). Premis mayor berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perikanan,dihubungkan dan diterapkan pada premis minor berupa penegakan hukum dan penerapan sanksi terhadap illegal fishing. Dari premis mayor dan premis minor tersebut dapat ditemukan jawaban yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

Untuk memperoleh jawaban atau kesimpulan terhadap penelitian hokum yang menggunakan logika deduktif ini, digunakan dengan metode :

a. Interpretasi bahasa (gramatikal), yaitu memberikan arti kepada atau istilah atau perkatan sesuai dengan bahasa sehari-hari.Jadi untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang,maka ketentuan undang- undang itu ditafsirkan atau dijelaskan dengan menguraikannya menurut bahasa umum sehari-hari (Soedikno Mertokusumo,2004:57).

undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum (Soedikno Mertokusumo,2004:59).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam penulisan hukum ini akan disusun dalam 4 ( empat ) bab yang akan dibagi dalam sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memahami materi yang akan dirinci sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah yang merupakan hal-hal yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian, perumusan masalah merupakan inti masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian berisi tujuan dari penulis dalam mengadakan penelitian, manfaat penelitian merupakan hal-hal yang diambil dari hasil penelitian, metode penelitian berupa jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data, selanjutnya adalah sistematika penulisan yang merupakan kerangka atau susunan isi penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori. Pada bab ini diuraikan yang pertama tentang kerangka teori yang berisi tinjauan kepustakaan yang menjadi literatur pendukung dalam pembahasan masalah penulisan hukum ini. Tinjauan pustaka dalam penulisan ini meliputi : Pertama tinjauan tentang Hukum Pidana diantaranya yaitu pengertian hukum pidana, pembagian hukum pidana, fungsi hukum pidana, asas-asas hukum pidana, teori pemidanaan. Kedua tinjauan tentang Tindak Pidana diantaranya yaitu : pengertian tindak pidana, jenis tindak pidana, unsur tindak pidana. Ketiga Tinjauan Tentang Illegal Fishing diantaranya A. Kerangka Teori. Pada bab ini diuraikan yang pertama tentang kerangka teori yang berisi tinjauan kepustakaan yang menjadi literatur pendukung dalam pembahasan masalah penulisan hukum ini. Tinjauan pustaka dalam penulisan ini meliputi : Pertama tinjauan tentang Hukum Pidana diantaranya yaitu pengertian hukum pidana, pembagian hukum pidana, fungsi hukum pidana, asas-asas hukum pidana, teori pemidanaan. Kedua tinjauan tentang Tindak Pidana diantaranya yaitu : pengertian tindak pidana, jenis tindak pidana, unsur tindak pidana. Ketiga Tinjauan Tentang Illegal Fishing diantaranya

B. Kerangka Pemikiran Berisi alur pemikiran yang hendak ditempuh oleh Penulis yang dituangkan dalam bentuk skema/bagan.

BAB III : HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu tinjauan hukum pidana mengenai pengaturan illegal fishing menurut hukum pidana di Indonesia serta penerapan sanksi pidana terhadap pelaku illegal fishing di Indonesia.

BAB IV : PENUTUP

Pada bagian akhir dari penulisan hukum ini, berisi tentang simpulan dari hasil penulisan hukum yang telah diteliti oleh penulis dan berisi tentang saran-saran terhadap beberapa kekurangan dalam penelitian yang menurut penulis perlu diperbaiki, yang penulis temukan selama penulisan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana

a) Pengertian Hukum Pidana

Secara bahasa, istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari bahasa belanda ”straafrecht”. Tidak ada pengertian baku mengenai hukum pidana ini. Pengertian hukum pidana dari beberapa sarjana memiliki beberapa pengertian. Kata-kata hukum pidana merupakan kata-kata yang mempunyai lebih dari satu pengertian, maka dapat dimengerti bahwa tidak ada satupun rumusan diantara rumusan- rumusan yang ada, yang dapat dianggap sebagai rumusan sempurna yang dapat diberlakukan scara umum ( P.A.F Lamintang,1997:1 ).

Pengertian hukum pidana menurut beberapa sarjana hukum antara lain :

a) Soesilo

Soesilo mengatakan bahwa hukum pidana merupakan kumpulan dari seluruh peristiwa-peristiwa pidana atau perbuatan- perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang, yang apabila dilakukan atau dialphakan, maka orang yang melakukan atau mengalphakan tersebut akan mendapat sanksi atau hukuman ( R.Soesilo,1977:4 )

b) Moeljatno

Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :

1 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilanggar, dengan disertai ancaman atau sanksi 1 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilanggar, dengan disertai ancaman atau sanksi

2 Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancam.

3 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar tersebut ( Moeljatno, 2008:1 ).

c) Pompe

Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya ( Pompe dalam Martiman Prodjohamidjojo,1997:5 ).

d) Prof. Dr. W.L.G. Lemaire

Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. (Lemaire dalam PAF. Lamintang,1997:1-2)

e) Prof. Mr. W.F.C. Van Hattum

Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan- tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman. (Van Hattum dalam PAF. Lamintang,1997:2)

f) Prof. Simons

Keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan- keharusan, yang atas pelanggarannya oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah dikaitkan dengan suatu Keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan- keharusan, yang atas pelanggarannya oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah dikaitkan dengan suatu

masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu

sendiri.

b) Pembagian Hukum Pidana

Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pidana dan Tata Hukum Indonesia membagi hukum pidana sebagai berikut :

a) Hukum pidana obyektif (Ius Poenale), adalah semua peraturan yang mengandung keharusan atau larangan, terhadap pelanggaran maka diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan.

Hukum Pidana Obyektif dibagi menjadi :

1. Hukum pidana materiil, yaitu hukum pidana yang mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum atau mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat bila seorang dapat dihukum.

2. Hukum pidana khusus, yaitu hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu, contohnya : hukum pidana militer (berlaku bagi anggota militer) dan hukum pajak (berlaku bagi perseroan dan wajib pajak lainnya)

b) Hukum pidana subyektif (Ius Poenindi), adalah hak Negara atau alat-alat Negara untuk menghukum berdasar hukum pidana obyektif. Hukum pidana subyektif baru ada setelah ada peraturan- peraturan dari hukum pidana obyektif terlebih dahulu. (C.S.T Kansil,1989:264-265 ),

c) Fungsi Hukum Pidana

Fungsi umum hukum pidana dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu :

a) Fungsi Umum a) Fungsi Umum

b) Fungsi Khusus

Fungsi khusus hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang akan memperkosanya (Rechtguterscautz) dengan sanksi berupa pidana, yang sifatnya lebih tajam dibandingkan sanksi dalam cabang hukum lain,sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum pidana berfungsi memberi aturan-aturan untuk menggulangi perbuatan jahat dengan pengaruh atau upaya preventif (pencegahan) terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran norma hukum disamping sebagai alat kontrol ( social control) (Sudarto,1990:11).

d ) Asas Hukum Pidana

1. Asas Legalitas ( Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenale ). Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan Tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan

2. Asas Lex Temporis Delicti Bahwa peraturan perundang-undangan mengenaiperbuatan yang dilarang dan pidananya, yang dapat digunakan untut menuntut dan menjatuhkan pidana adalah perundang-undangan yang ada pada waktu perbutan tersebut dilakukan. Akibat dari asas tersebut adalah bahwa perundang-undangan tidak boleh berlaku surut.

3. Asas Tiada pidana tanpa kesalahan (Geen strft zonder schuld) 3. Asas Tiada pidana tanpa kesalahan (Geen strft zonder schuld)

4. Asas Lex specialis derogat legi generalis Artinya asas hukum yang menyatakan peraturan atau Undang- Undang yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan atau Undang-Undang yang bersifat umum (Pasal 103 KUHP).

e) Teori Pemidanaan

Para penulis barat menganut berbagai teori pemidanaan atau strafrechts-theorien yang dasar pemikirannya berakar dari persoalan ”mengapa suatu kejahatan harus dikenai hukuman pidana ?”.Hal itu menimbulkan tumbuhnya teori-teori pidana yang berhubungan erat dengan pengertian subjectief strafrecht (jus puniendie ) sebagai hak atau wewenang untuk menentukan dan menjatuhkan pidana terhadap pengertian objectief strafrecht ( jus poenale ) sebagai peraturan hukum positif yang merupakan hukum pidana.( Wirjono Prodjodikoro,1986:22 ).

Ilmu pengetahuan mengenal beberapa teori pemidanaan diantaranya :

a. Teori Absolut Mutlak

Aliran ini menganggap dasar dasar hukum dari pidana adalah alam pikiran untuk pembalasan (vergelding atau vergeltung ). Teori absolut mutlak disebut juga teori pembalasan atau vergeldings theorie. Pada dasarnya aliran ini dibedakan atas corak subjektif yang pembalasannya ditujukan pada kesalahan si pembuat karena tercela dan corak objektif yang pembalasannya ditujukan sekedar pada perbuatan apa yang telah dilakukan oleh orang yang bersangkutan.

Menurut teori absolut mutlak, setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana dan tidak boleh tidak tanpa ditawar menawar. Seseorang mendapat pidana karena telah melakukan kejahatan.

dilihat ke masa lampau tidak dilihat ke masa depan.

Teori ini menyatakan bahwa dasar hukum pidana ialah yang dilakukan oleh orang itu sendiri. Melakukan kejahatan sudah menjadi alasan untuk menjatuhkan pidana. Pidana yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan praktis dan menimbulkan nestapa bagi pelaku pidana (Bambang Poernomo,1994:27). Teori ini dikenal pada akhir abad ke-18 dan memiliki pengikut-pengikut dengan jalan pikirannya masing-masing seperti Immanuel Kant, hegel, Herbert dan Stahl. Immanuel Kant berpendapat bahwa kejahatan itu menimbulkan ketidakadilan, maka ia harus dibalas dengan ketidakadilan pula.(Taufik Makarao,1993:38). Tindakan pembalasan mempunyai dua arah yaitu :

a. Pembalasan subjektif, ialah pembalasan yang langsung ditujukan terhadap kesalahan orang itu, diukur dari besar kecilnya kesalahan.

b. Pembalasan objektif, ialah pembalasan terhadap akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu. Jika akibatnya kecil maka pembalasannya kecil juga.

b. Teori Relatif atau Nisbi

Teori ini memiliki pengikut-pengikut seperti Anselm Von Feurbach, Van Hammel dan Von List. Menurut teori ini, suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Tidak cukup dengan adanya suatu kejahatan, tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri.Tidak cukup hanya dilihat pada masa lalu tetapi juga pada masa depan. Teori ini ini menyatakan bahwa harus ada tujuan lebih jauh daripada sekedar menjatuhkan pidana saja. Teori ini dinamakan juga teori tujuan atau doel theorie.

Teori relatif menyatakan bahwa dasar hukum dari pidana ialah menegakkan tata tertib masyarakat, sebagai tujuan dan untuk Teori relatif menyatakan bahwa dasar hukum dari pidana ialah menegakkan tata tertib masyarakat, sebagai tujuan dan untuk

Pidana merupakan alat pencegahan, adapun pencegahan itu ada 2 macam yaitu :

1. Pencegahan umum (generale preventive)

Pencegahan umum dari pidana itu terletak pada cara melaksanaannya, yaitu cara yang menakutkan masyarakat,dengan melaksanakan pidana tersebut dimuka umum. Misalnya, si terpidana dipukuli sampai berdarah,dengan melihat kejadian itu masyarakat menjadi takut untuk melakukan suatu kejahatan.

2. Pencegahan khusus (speciale preventive)

Menurut Van Hammel tujuan pidana disamping mempertahankan ketertiban masyarakat juga mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan, memperbaiki, dan untuk kejahatan tertentu harus dibinasakan. Tujuan tersebut dengan menjatuhkan pidana kepada terpidana dengan maksud menakuti, memperbaiki, dan membuat ia tidak berdaya lagi.(Adam Chazawi,2002:161-166)

c. Teori Gabungan

Teori ini ditimbulak oleh keberatan-keberatan terhadap teori pembalasan dan teori tujuan. Teori ini memiliki pengikut- pengikut seperti Vos, Hugo de Groot, dan Simons. Teori gabungan disebut juga Gemende Theorie. Teori ini digolongan menjadi 3 golongan yaitu :

1. Ada yang bertindak sebagai pembalasan : pembalasan disini dibatasi oleh penegakan tata tertib hukum artinya pembalasan hanya dilaksanakan apabila diperlukan untuk menegakkan tata tertib hukum. Jika tidak untuk dimaksud itu maka tidak perlu 1. Ada yang bertindak sebagai pembalasan : pembalasan disini dibatasi oleh penegakan tata tertib hukum artinya pembalasan hanya dilaksanakan apabila diperlukan untuk menegakkan tata tertib hukum. Jika tidak untuk dimaksud itu maka tidak perlu

2. Memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai tujuan di dalam menggunakan pidana untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat itu perlu diberikan batasan,bahwa nestapanya harus seimbang dengan perbuatannya. Apabila pencegahan umum itu tidak berhasil digunakan, pencegahan khusus yang terletak pada menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat ia tidak berdaya lagi. Adanya batasan terhadap kejahatan ringan haruslah diberi pidana yang layak dan kelayakan ini diukur dengan rasa keadilan masyarakat. Teori ini dianut oleh Simons yang mempergunakan jalan pikiran bahwa secara prevensi umum terletak pada ancaman pidananya dan secara prevensi khusus terletak pada sifat pidana menakutkan, memperbaiki, membinasakan serta selanjutnya secara absolut pidana itu harus diselesaikan dengan kesadaran hukum anggota masyarakat.

3. Titik pangkal pembalasan dan keharusan melindungi masyarakat. Dalam hal ini Vos berpendapat :

”Bahwa daya menakut-nakuti itu terletak pada pencegahan umum dan ini tidak hanya pencegahan saja, juga perlu dilaksanakan ”. Pencegahan khusus yang berupa memperbaiki dan membuat tidak berdaya lagi mempunyai arti penting. Teori gabungan yang dititikberatkan sama antara pembalasan dan perlindungan kepentingan masyarakat.(Adam Chazawi,2002:166-168)

2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

a) Pengertian Tindak Pidana a) Pengertian Tindak Pidana

Beberapa kata yang digunakan oleh para sarjana-sarjana Indonesia untuk menterjemahkan kata Strafbaarfeit antara lain : tindak pidana, delict, perbuatan pidana. Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjuk pengertian kata Strafbaarfeit antara lain:

1) Peristiwa pidana, istilah ini anatara lain digunakan dalam undang-undang dasar sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.

2) Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.

3) Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonantie Tijdelijke Byzzondere Strafbepalingen.

4) Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam undang-undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.

5) Tindak Pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang- undang misalnya :

a. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum

Pengusutan, Penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi.

c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

d. Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1964 tentang Kewajiban Kerja Bakti Dalam Rangka Permasyarakatannya bagi Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan. ( Tongat,2009:102)

Pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum adalah :

1. Menurut Simons

Strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang yang bersifat melawan hukum (onrechtmatig) yang dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.(Andi Hamzah,1991:66)

2. Menurut Hazewikel Suringa

Strafbaar feit dirumuskan sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai pelaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan saran-saran yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.(P.A.F. Lamintang, 1997:181)

3. Menurut Vos

Strafbaar feit adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberi pidana, berupa kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam dengan pidana.( E. Utrecht, 1986: 251-252)

4. Menurut Pompe

(penggangguan ketertiban hukum) terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum (Bambang Poernomo,1994:90).

5. Menurut PAF Lamintang

Perkataan strafbaar feit, feit berasal dari bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau ‘een gedeelte van de werkelijkheid”. sedang “strafbaar” berarti “dapat dihukum” hingga secara harafiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan “sebagai dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”. Terjemahan ini memang tidak tepat karena yang dapat dihukum adalah manusia sebgai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. (

E. Utrecht, 1986:172)

6. Menurut Van Hammel

Delik dirumuskan sebagai kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.(Andi Hamzah, 1991:66;)

b) Jenis Tindak Pidana

Pembagian tindak pidana seperti dimaksud diatas, memberikan kepada para pembentuk Code Penal (C.P.) tahun 1810 di Prancis, kemudian juga telah membuat suatu ”division tripartite” atau suatu pembagian ke dalam tiga jenis tindakan melanggar hukum yang telah mereka tuangkan di dalam pasal 1 C.P. yaitu masing-masing: crime, delict , dan contravention yang didalam bahasa Belanda secara berturut-turut disebut sebagai misdaden, wanbedrijven , dan overtredingen , yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia maka artinya secara berturut-turut adalah kejahatan-kejahatan, perbuatan-perbuatan yang tercela dan pelanggaran-pelanggaran.

membuat suatu pembagian dari tindakan-tindakan melawan hukum itu ke dalam dua macam ”onrecht” yaitu yang mereka sebut ”criminal onrecht ” dan ke dalam apa yang mereka sebut ”policie onrecht”. Criminal onrecht adalah setiap tindakan melawan hukum yang menurut sifatnya adalah bertentangan dengan kepentingan-kepentingan yang terdapat di dalam masyarakat. Pembagian dari tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran itu bukan hanya merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan pidana sebagai keseluruhan.(P.A.F. Lamintang,1997:209).

Penggolongan jenis tindak pidana di dalam KUHP terdiri atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Penggolongan untuk kejahatan diatur di dalam buku II KUHP dan pelanggaran diatur di dalam buku III KUHP. Risalah penjelasan undang-undang (Memorie van Toelichting ) yang terdapat di negeri Belanda membuat ukuran kejahatan dan pelanggaran itu atas dasar teoritis bahwa kejahatan adalah rechtdelicten, sedangkan pelanggaran adalah wetsdelicten.

Ilmu pengetahuan lalu menjelaskan bahwa rechtdelicten merupakan perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil dan di samping itu juga sebagai perbuatan tidak adil menurut undang-undang, sedangkan wetsdelicten merupakan perbuatan yang menurut keinsyafan batin manusia tidak dirasakan sebagai perbuatan tidak adil baru dirasakan sebagai perbuatan terlarang karena undang-undang mengancam dengan pidana.

Andaikata belum dilarang oleh undang-undang, akan tetapi oleh masyarakat telah dirasakan sebagai suatu perbuatan yang onrecht maka disitu terdapat rechtdelicten sebagai kejahatan misalnya : pembunuhan, pencurian, dan lain sebagainya. Sebaliknya bagi yang karena dilarang dan diancam dengan pidana menurut ketentuan undang-undang itu barulah perbuatan bertentangan dengan ”wet”, karena masyarakat sebelumnya tidak menganggap demikian,misalnya larangan dengan Andaikata belum dilarang oleh undang-undang, akan tetapi oleh masyarakat telah dirasakan sebagai suatu perbuatan yang onrecht maka disitu terdapat rechtdelicten sebagai kejahatan misalnya : pembunuhan, pencurian, dan lain sebagainya. Sebaliknya bagi yang karena dilarang dan diancam dengan pidana menurut ketentuan undang-undang itu barulah perbuatan bertentangan dengan ”wet”, karena masyarakat sebelumnya tidak menganggap demikian,misalnya larangan dengan

Di luar tindak pidana yang diatur dalam KUHP itu, masih dikenal pembagian tindak pidana menurut rumusan yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, antara lain :

1. Tindak pidana material dan tindak pidana formal

Tindak pidana material dan tindak pidana formal disebut juga materiele en formeledelicten . Tindak pidana material ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, seperti misalnya Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Tindak pidana formal ialah rumusan undang-undang yang menitikberatkan kelakuan yang dilarang dan diancam oleh undang- undang, seperti misalnya Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Terkadang suatu tindak pidana meragukan sebagai tindak pidana formal ataukah material, seperti tersebut di dalam Pasal 279 KUHP tentang pelanggaran bigami,demikian juga dapat terjadi suatu tindak pidana dirumuskan secara formal-material yaitu Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

2. Tindak pidana komisi dan tindak pidana omisi

Tindak pidana komisi juga disebut delicta commissionis ialah tindak pidana yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang yang dapat meliputi tindak pidana formil maupun tindak pidana materiil, diatur dalam pasal 362 dan pasal 378 KUHP. Tindak pidana omisi disebut juga delicta ommissionis yaitu tindak pidana yang terjadi karena seseorang tidak berbuat sesuatu atau dilakukan dengan membiarkan atau mengabaikan (nalaten), dan biasanya merupakan tindak pidana formil, misalnya dalam pasal 224 KUHP tentang orang yang yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.

bahwa delicta commissionis merupakan tindak pidana karena berbuat (een doen) yang dialakukan dengan melanggar larangan, sedangkan delicta ommissionis merupakan tindak pidana karena tidak berbuat (een nalaten) yang dilakukan melangar keharusan. Tindak pidana omisi dibedakan antara tindak pidana omisi yang murni dan tindak pidana omisi yang tidak murni.

Tindak pidana omisi yang murni ialah membiarkan sesuatu yang diperintahkan, sedangkan tindak pidan omisi yang tidak murni disebut delicto commissionis per omissionem. Tindak pidana omisi yang tidak murni terjadi jika oleh undang-undang tidak dikehendaki suatu akibat dimana akibat itu dapat ditimbulkan dengan suatu pengabaian.

3. Tindak pidana selesai dan tindak pidana berlanjut

Tindak pidana yang selesai disebut juga aflopende delicten yaitu suatu tindak pidana yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat atau tidak berbuat (een doen of nalaten) dan tindak pidana telah selesai ketika dilakukan, seperti misalnya kejahatan tentang penghasutan, pembunuhan, pembakaran dan sebagainya, ataupun pasal 330 dan 529 KUHP.

Tindak pidana berlanjut disebut juga voordurence delicten yaitu suatu tindak pidana yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang walaupun keadaan itu pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan. Voordurence delicten disebut juga delicta continua.

Pentingnya pembagian dari tindak pidana ke dalam ”aflopend delict ” dan ”voordurence delict” adalah untuk menentukan saat dimulainya jangka waktu daluwarsa yaitu dihitung mulai hari berikutnya setelah tindak pidana yang bersangkutan dilakukan, sedang pada ”voordurence delict” jangka waktu tersebut dihitung

Chazawi,2002:130)

4. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus

Berdasarkan sumbernya, maka ada dua kelompok tindak pidana yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (buku II dan buku III KUHP). Sementara itu, Tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana korupsi (UU No.31 Tahun 1999), tindak pidana psikotropika (UU No.5 Tahun 1997), tindak pidana perbankan (UU No.10 Tahun 1998), tindak pidana narkotika (UU No.22 Tahun 1997)

c) Unsur Tindak Pidana