Jurnal Makroekonomi Isay 106330 jang

Jurnal Makroekonomi
ERROR CORRECTION MODEL:
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN

MONETER, KESTABILAN PEREKONOMIAN NASIONAL
SERTA DUNIA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
INDONESIA
ISAY S.H. ADU
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
2013
ABSTRAK
Pertumbuhan

ekonomi

merupakan

satu

faktor


penentu

keberhasilan

pembangunan yang akhirnya berindikasi pada membaiknya kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang tersedia di
negara tersebut. Semakin banyak faktor-faktor produksi yang tersedia di suatu negara,
maka pertumbuhan ekonominya akan semakin baik juga. Namun dalam kenyataannya
ketersediaan faktor-faktor produksi yang melimpah di suatu negara, sering kali tidak
serta merta meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta
kestabilan perekonomian nasional dan global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan teknik analisis Error Correction Model (ECM), penelitian ini
menunjukan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat
dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar, kestabilan perekonomian nasional serta
kestabilan perekonomian global. Sedangkan untuk jangka pendek hanya variabel
kestabilan perekonomian nasional dan kestabilan perekonomian global yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yang menarik adalah kestabilan
perekonomian dunia memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan kestabilan
perekonomian Indonesia sendiri terhadap pertumbuhan ekonominya.

Kata Kunci: kebijakan moneter, kebijakan fiskal, pertumbuhan ekonomi, error
correction model.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan yang terjadi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat
mempengaruhi peningkatan serta percepatan pembangunan ekonomi di negara tersebut
yang akhirnya berindikasi pada membaiknya kesejahteraan masyarakat. Secara
1|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

sederhana, pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan sebagai proses kenaikan output per
kapita dalam jangka panjang. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi mengacu pada
perubahan yang bersifat kuatitatif (quantitative change).
Pada umumnya pertumbuhan ekonomi diukur dengan kenaikan Produk
Domestik Bruto (PDB) dari waktu ke waktu. Produk Domestik Bruto (PDB) ini
mencerminkan pendapatan dari faktor-faktor produksi dalam suatu negara. Oleh karena
itu, pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang tersedia
di negara tersebut. Semakin banyak faktor-faktor produksi yang tersedia di negara
tersebut, maka pertumbuhan ekonominya akan semakin baik juga.
Namun dalam kenyataannya ketersediaan faktor-faktor produksi yang melimpah
di suatu negara, sering kali tidak serta merta meningkatkan pertumbuhan ekonomi

negara tersebut. Faktor-faktor lain seperti kestabilan perekonomian negara, kestabilan
perekonomian dunia serta kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah juga saling
berkaitan dalam mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan di bidang fiskal dan moneter sangat
berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

ekonomi

suatu

negara.

Kebijakan

yang


berhubungan dengan pengeluaran pemerintah, pajak, jumlah uang beredar serta tingkat
suku bunga tersebut dapat mempengaruhi perekonomian negara. Oleh karena itu,
pemerintah (sektor riil) dan bank sentral (sektor moneter) selalu membuat kebijakankebijakan yang disesuaikan dengan perkembangan dinamika ekonomi nasional dari
tahun ke tahun. Kebijakan-kebijakan yang dibuat ini diharapkan dapat memacu
peningkatan pertumbuhan ekonomi negara.
Di Indonesia, peranan pemerintah dalam perekonomian nasional mulai terasa
pada era Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto. Hal ini ditunjukan dengan penetapan
rencana pembangunan nasional, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun
jangka panjang. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pun tergolong berhasil, di mana pada
periode tahun 1972 hingga 1996 perekonomian Indonesia naik dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 7% per tahun. Hal yang membuat Indonesia masuk ke dalam
kelompok negara HPAES (High Performing Asian Economics).
Setelah krisis moneter yang melanda perekonomian nasional pada tahun 1998,
peranan pemerintah dan bank sentral dalam menjaga angka pertumbuahan ekonomi
negara semakin ditingkatkan. Kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter yang dibuat
saling memback-up dalam rangka menjaga kestabilan perekonomian nasional yang
tentunya akan berakibat pada peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan
pemerintah dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS


sudah menetapkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai pada akhir tahun
anggaran. Kebijakan-kebijakan paskah krisis moneter tersebut cukup berhasil dimana
rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 8 tahun terakhir mencapai 6,15%.
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2005-2012

Pertumbuhan Ekonomi
6.58

6.94

Pertumbuhan Ekonomi

6.11

6.01

6.22

6.49


6.23

2010

2011

2012

4.63

2005

2006

2007

2008

2009


Sumber: Badan Pusat Staistik
Selain kebijakan fiskal dan moneter yang dibuat pemerintah dan bank sentral,
pertumbuhan

ekonomi

nasional

juga

sangat

bergantung

kepada

kestabilan

perekonomian baik dalam maupun luar negeri. Inflasi yang mencerminkan kestabilan
perekonomian dalam domestik sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi negara

tersebut. Inflasi yang rendah dan stabil dapat mendorong terjadinya pertumbuhan
ekonomi. Hal ini dikarenakan inflasi membuat produsen akan meningkatkan
produksinya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Yang menjadi permasalahan
adalah ketika terjadi inflasi yang tinggi dan tidak stabil. Hal ini membuat tingkat daya
beli masyarakat akan berkurang sementara di lain sisi, konsumsi rumah tangga sampai
saat ini masih menjadi penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi negeri.
Sejalan dengan kestabilan perekonomian dalam negeri, perekonomian dunia juga
secara tidak langsung memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kenaikan
harga minyak dunia yang memicu pada meningkatnya subsidi bahan bakar oleh
pemerintah akan menyebabkan dilema pada perekonomian Indonesia. Di satu sisi,
pemberian subsidi harus dilakukan untuk menjaga tingkat harga yang berdampak ke
daya beli masyarakat, sementara di sisi lain hal ini akan berdampak pada defisit
anggaran pemerintah yang berujung pada meningkatnya utang luar negeri negara.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari studi ini dilakukan adalah untuk
menganalisis

dampak

kebijakan


fiskal,

kebijakan

moneter,

serta

kestabilan

3|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

perekonomian nasional dan global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel
kebijakan moneter diwakilkan dengan jumlah uang beredar dan variabel kebijakan
fiskal diwakilkan pajak pemerintah. Sementara inflasi digunakan sebagai kestabilan
perekonomian nasional dan harga minyak dunia merupakan proxy terhadap kestabilan
perekonomian dunia.
PENELITIAN SEBELUMNYA
Angandrowa Gulo dalam tesisnya Analisis Pengaruh Aspek Fiskal dan Moneter
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia menggunakan Ordinary Least Square

mengatakan bahwa aspek fiskal dan moneter yang meliputi pengeluaran pemerintah,
pajak serta jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Penelitiannya juga menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
semakin buruk setelah terjadi krisis pada tahun 1997.
Ndari Surjaningsih, G.A. Diah Utari dan Budi Trisnanto (2012) melakukan
penelitian tentang dampak kebijakan fiskal terhadap output dan inflasi menggunakan
Vector Error Correction Model (VECM) menyimpulkan bahwa dalam jangka panjang
pengenaan pajak berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sementara
pengeluaran pemerintah tidak. Penyesuaian jangka pendek menunjukkan bahwa shock
kenaikan pengeluaran pemerintah berdampak positif terhadap output sementara
kenaikan pajak berdampak negatif. Lebih dominannya pengaruh pengeluaran
pemerintah terhadap output jangka pendek dibandingkan dengan pajak pemerintah
menunjukkan masih cukup efektifnya kebijakan ini untuk menstimulasi pertumbuhan
ekonomi khususnya dalam masa resesi. Sementara Umi Julaihah dan Insukindro dalam
penelitiannya mengenai Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Variabel
Makroekonomi Indonesia menggunakan Vector Error Correction Model (VECM)
menyimpulkan bahwa base money (M0) siginifikan mempengaruhi inflasi tapi tidak
signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Dyah Restyani dalam skripsinya mengenai Pengaruh Fluktuasi Harga Minyak
Dunia, Inflasi dan Suku Bunga Bank Umum Terhadap PDB Di Indonesia Periode 19992009 menyimpulkan bahwa harga minyak dunia dan tingkat bunga memiliki dampak

yang positif dan signifikan terhadap inflasi sedangkan terhadap GDP riil efek yang
ditimbulkannya negatif. Sedangkan Muhammad Afdi Nizar dalam penelitiannya tentang
Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Perekonomian Indonesia
menggunakan data time series dengan model VECM menyimpulkan bahwa fluktuasi

4|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

harga minyak dunia berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi selama 3 bulan
(satu kuartal).
METODELOGI DAN DATA
Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data kuartalan periode tahun 2000 kuartal I sampai
tahun 2012 kuartal II. Data Produk Domestik Bruto (PDB) digunakan sebagai proxy
terhadap pertumbuhan ekonomi. Data kebijakan moneter yang digunakan adalah jumlah
uang beredar dalam arti luas (M2) dan pajak pemerintah untuk kebijakan fiskal.
Sedangkan data Indeks Harga Konsumen (IHK) digunakan untuk mewakili inflasi dan
data harga minyak dunia sebagai proxy terhadap kestabilan perekonomian dunia. Selain
data Indeks Harga Konsumsi (IHK), semua data yang dugunakan diukur berdasarkan
nilai mata uang Indonesia (Rupiah) dan dalam perhitungannya dilogaritmanaturalkan
terlebih dahulu sebelum dimasukan ke dalam model. Data Indeks Harga Konsumsi
(IHK) menggunakan tahun 2005 sebagai tahun dasarnya.
Data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik Republik Indoensia
(BPS-RI), Bank Indonesia (BI), International Financial Statistics (IFS) dan Illionis Oil
and Gas Association (IOGA).

Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Kointegrasi
dan Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model, ECM). Analisis ini dilakukan
dengan bantuan software EView 6.0 For Windows. Langkah langkah dalam analisis data
dijabarkan sebagai berikut :
1. Menguji kestasioneran data runtun waktu dengan uji unit akar dengan metode
Phillips Perron. Jika semua variabel stasioner pada level maka estimasi dilakukan
dengan regresi OLS. Jika tidak, maka diferensialkan semua variabel.
2. Jika semua variabel yang telah didiferensialkan stasioner pada level yang sama maka
regresikan semua variabel yang tidak stasioner (regresikan semua variabel level).
3. Lakukan pengujian stasioneritas terhadap residual yang dihasilkan dari regresi semua
variabel level. Jika tidak stasioner, maka model yang diperoleh adalah regresi
terakhir yang diperoleh.

5|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

4. Jika stasioner berarti semua variabel terkointegrasi maka dapat dillanjutkan ke Model
Koreksi Kesalahan (Error Correction Model, ECM).

Uji Unit Akar (Unit Root Test)
Semua data dalam analisis rentang waktu (time series) sebelum digunakan harus
dilakukan uji stasioneritas terlebih dahulu. Ini dilakukan karena analsis time seies
dengan variabel yang tidak stasioner dapat menyebabkan inkonsistensi serta regresi
yang lancung (spurious regression), sehingga sebenarnya metode inferensi klasik tidak
dapat diterapkan (Gujarati, 1995). Pengujian stasioneritas data dapat dilakukan dengan
metode grafik, correlogram dan unit root test. Jika variabel mengandung unit root,
maka data tersebut dikatakan data yang tidak stasioner.
Terdapat beberapa metode pengujian unit root. Diantaranya yang saat ini luas
dipergunakan adalah Dickey-Fuller, Augmented Dickey-Fuller dan Phillips-Perron unit
root test. Pada penelitian ini, metode pengujian yang digunakan adalah metode PhilipsPerron.
Metode Phillips-Perron unit root test pertama kali dikemukakan oleh Peter C. B.
Phillips and Pierre Perron pada tahun 1988. Metode ini merupakan pengembangan dari
Dickey-Fuller unit root test dengan memperbolehkan asumsi adanya distribusi error.
Jika pada uji Dickey-Fuller digunakan asumsi error yang homogen dan independen,
maka pada Phillips-Perron dapat mengakomodasi adanya error yang terdistribusi secara
heterogen dan dependen. Selain itu, hasil uji ADF dapat dipengaruhi oleh kesalahan
dalam penentuan lag, sedangkan pada uji Phillips-Perron kesalahan tersebut dapat
dihindari karena besarnya lag telah ditentukan berdasarkan kisaran data.
Pendekatan uji Phillips-Perron mengemukan suatu metode nonparametrik untuk
mengontrol korelasi serial orde yang lebih tinggi dalam suatu series. Uji Phillips-Perron
membuat suatu koreksi terhadap t-statistik koefisien dari regrasi AR(1) untuk
menghitung korelasi serial dalam series tersebut. Regresi dalam uji Phillips-Perron
adalah sebagai berikut :
∆y t = b0 + y t-1 +t

............................................. (1)

Seperti halnya uji ADF, uji Phillips-Perron juga membandingkan nilai t-statistik
PP dengan nilai kritis MacKinnon dengan hipotesis H 0 : δ = 0 dan H1 : δ < 0, dimana
6|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

δ = a1 - 1. Jika hasilnya adalah gagal tolak H 0 maka variabel tersebut memiliki unit root
(tidak stasioner).
Differensiasi
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa variabel yang digunakan dalam analisis
time series haruslah variabel yang stasioner. Oleh karena itu, ketika variabel observasi
tidak stasioner maka harus distasionerkan terlebih dahulu. Proses menstasionerkan data
dapat dilakukan dengan proses differensiasi atau proses transformasi ke dalam bentuk
tertentu, misalnya logaritma, akar, kuadrat dan sebagainya. Dalam penelitian ini, proses
menstasionerkan data dilakukan dengan differensiasi yakni mencari selisih antara data
tertentu dengan data sebelumnya. Metode ini biasa disebut order homogeniti (Pindyck
dan Rubinfeld, 1991).
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dipopulerkan oleh Engle dan Granger (1987) (Damodar Gujarati,
2009). Pendekatan kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan
adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi
seperti yang disyaratkan oleh teori ekonomi. Pendekatan kointegrasi dapat dipandang
sebagai uji teori dan merupakan bagian yang penting dalam perumusan dan estimasi
suatu model dinamis (Engle dan Granger, 1987). Kadang variabel-variabel observasi
yang masing-masing tidak stasioner mempunyai kombinasi linear yang bersifat
stasioner (residual yang dihasilkan bersifat stasioner). Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa variabel-variabel tersebut saling terkointegrasi. Bila variabel runtun waktu
tersebut terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Bila
dua variabel runtun waktu tidak stasioner yang terdiri atas

X t dan Y t terkointegrasi,

maka ada representasi khusus sebagai berikut :
Yt

= β 0 + β 1 X t + εt
............................ (2)
εt = Y t - β 0 - β 1 X t
............................ (3)
dimana

εt

(error term) stasioner pada level dasar, I(0). Untuk mengetahui runtun

waktu stasioner atau tidak stasioner dapat digunakan regresi. Uji kointegrasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Engle-Granger. Pengujiannya
dilakukan dengan cara menguji stasioneritas dari residual yang dihasilkan oleh model
7|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

regresi jangka panjang. Pengujian stasioneritasnya menggunakan Phillips-Perron unit
root test.
Walter Enders (2004) memberikan catatan penting tentang definisi kointegrasi,
yaitu sebagai berikut:
1. Kointegrasi merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel yang
seriesnya tidak stasioner.
2. Semua variabel yang diuji harus terintegrasi (stasioner) pada level yang
sama.
3. Jika Xt mempunyai n kompnen, maka dimungkinkan terdapat sebanyak n-1
linearly independent cointegration vectors, sedangkan jika Xt hanya terdiri
atas dua variabel, dimungkinkan hanya terdapat satu independent
cointegrating.
Dari catatan ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa jika variabel-variabel
observasi terintegrasi (stasioner) pada level yang berbeda maka variabel-variabel
tersebut tidak mungkin berkointegrasi. Sedangkan jika variabel-variabel tersebut
stasioner pada level yang sama maka ada kemungkinan variabel-variabel tersebut saling
berkointegrasi. Sementara jika variabel-variabel tersebut stasioner pada level dasar I(0),
maka regresi jangka panjang (kointegrasi) menjadi kurang bermakna (Charemza, 1997).
Kointegrasi dan Model Koreksi Kesalahan
Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa pengujian kointegrasi adalah
untuk mengetahui equilibrium jangka panjang dari variabel-variabel yang diobservasi.
Suatu ciri khusus dari variabel-variable yang terkointegrasi adalah jalur waktunya
dipengaruhi oleh deviasi dari equilibrium jangka panjang. Jika suatu sistem mempunyai
equilibrium jangka panjang maka pergerakan dalam jangka pendek dari variabelvariabelnya harus menanggapi besaran dari ketidakseimbangan besaran jangka
panjangnya.
Dalam model kereksi kesalahan (error correction model, ECM), pergerakan
jangka pendek variabel-variabel dalam sistem dipengaruhi oleh deviasi dari equilibrium.
Pada dasarnya ECM mengandung suatu bentuk koreksi kesalahan yang menjamin
hubungan jangka panjang terpenuhi. Koreksi kesalahan ini diperoleh dari residual
estimasi persamaan kointegrasi. Bentuk persamaan dalam kointegrasi dan model
koreksi kesalahan adalah sebagai berikut :
8|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

Yt = A + B1X1t + B2X2t + ɛt

..................... (2)

∆Yt = B3 + B4∆Xt + B5ɛt-1 + vt

..................... (3)

Persamaan (2) merupakan persamaan jangka panjang sedangkan persamaan (3)
adalah persamaan jangka pendek (model koreksi kesalahan). Dimana, ɛ t-1 adalah
variabel ECM (residual estimasi persamaan kointegrasi) dan B 5 merupakan speed of
adjusment yakni kecepatan variabel-variabel dalam model untuk kembali ke dalam
keseimbangan ketika terjadi goncangan (shock). Jika ɛt-1 signifikan maka model yang
dihasilkan memiliki hubungan jangka pendek.

PEMBAHASAN HASIL
Pengujian stasioneritas menggunakan Phillips-Perron unit root test menunjukan
bahwa semua variabel yang digunakan memiliki unit root pada level dasar, atau dengan
kata lain semua variabel tidak stasioner pada level. Hal ini ditunjukan oleh p-value
masing-masing variabel yang nilainya lebih dari 0,05. Hasil pengujiannya seperti yang
tertera pada tabel berikut.
Tabel 1 Hasil Uji Phillips-Perron Unit Root Test pada Level

Variabel
LGDP
LTAX
LM2
IHK
LPO

t-staistik
0,053885
0.578584
2.067511
-0,005675
-1,217582

p-value
0,9587
0,9874
0,9999
0,9533
0,6596

Sumber: Hasil Pengolahan

Setelah didifenrensialkan, didapati bahwa semua variabel observasi stasioner
pada diferens yang pertama. Hasilnya seperti yang ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 2 Hasil Uji Phillips-Perron Unit Root Test pada Diferens Pertama

Variabel
DLGDP
DLTAX
DLM2
DIHK
DLPO

t-staistik
-8,264059
-27,31972
-11,07490
-6,313948
-5,607149

p-value
0,0000
0,0001
0,0000
0,0000
0,0000

Sumber: Hasil Pengolahan
9|Jurnal Makroekonomi | Isay S.H. Adu | 10.6330 | STIS

Selanjutnya dilakukan regresi terhadap variabel-variabel observasi pada level
dasar. Dari hasil regresi didapati bahwa dalam jangka panjang, variabel jumlah uang
beredar, harga minyak dunia dan inflasi (IHK) signifikan mempengaruhi petumbuhan
ekonomi (PDB) pada tingkat 5 persen. Sedangkan variabel pajak pemerintah tidak
signifikan secara statistik dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (PDB)
Indonesia. Hasil persamaan jangka panjang yang dihasilkan dapat ditulis sebagai
berikut:
LGDP = 6,21 – 0,04LTAX + 0,39LM2* + 0,07LPO* + 0,01IHK* ................ (1)
(6,18)
(-1,67)
(5,03)
(4,41)
(10,40)
Ket : Angka dalam kurung adalah nilai t-statistiknya.
*) Menandakan bahwa variabel signifikan pada tingkat 5%
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa dalam jang panjang, jumlah uang
beredar (M2) memiliki dampak yang paling besar dibandingkan variabel-variabel
observasi lainnya. Pengaruhnya mencapai 39% terhadap produk domestik bruto
Indonesia. Artinya peningkatan 1% pada jumlah uang beredar akan mengakibatkan
peningkatan PDB sebesar 39%. Kestabilan perekonomian dunia yang diwakili oleh
harga minyak dunia memberikan dampak positif sekitar 7% terhadap PDB Indonesia.
Sedangkan kestabilan perekonomian (dalam hal ini inflasi) memberikan dampak yang
positif terhadap PDB meskipun besarnya hanya sekitar 1%.
Yang menarik adalah bahwa variabel kebijakan fiskal yang dilakukan
pemerintah (pajak pemerintah) dalam jangka panjang ternyata tidak signifikan
mempengaruhi PDB Indonesia. Meskipun begitu, dari tanda koefisiennya dapat dilihat
bahwa semakin tinggi pajak pemerintah maka akan menurunkan produk domestik
Indoensia. Sebaliknya semakin diturunkannya pajak pemerintah akan menyebabkan
naiknya PDB Indonesia. Hal ini sejalan dengan teori makroekonomi yang berlaku
dimana kenaikan pajak akan mengurangi pendapatan disposable masyarakat, yang mana
akan berdampak pada menurunnya tingkat konsumsi dan akhirnya PDB pun akan
menurun. Begitu juga sebaliknya.
Berikutnya adalah pengujian kointegrasi dari variabel-variabel yang digunakan.
Pengujian dengan Phillips-Perron unit root test terhadap residual yang dihasilkan dari
regresi jangka panjang seperti pada tabel berikut:

Tabel 3 Hasil Uji Phillips-Perron Unit Root Test terhadap Residual
Persamaan Jangka Panjang Yang Dihasilkan
10 | J u r n a l M a k r o e k o n o m i | I s a y S . H . A d u | 1 0 . 6 3 3 0 | S T I S

Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level

Adj. t-Stat

Prob.*

-5.292700
-3.571310
-2.922449
-2.599224

0.0001

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Sumber: Hasil Pengolahan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa residual yang dihasilkan dari persamaan
jangka panjang adalah stasioner pada tingkat 5 persen. Artinya variabel-variabel
observasi saling terkointegrasi dan dapat dilanjutkan untuk model jangka pendeknya
(model koreksi kesalahan).
Untuk pengaruh jangka pendek pada tingkat 5 persen, hanya variabel kestabilan
perekonomian dunia (harga minya dunia) dan kestabilan perekonomian nasional
(inflasi) yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara
signifikansi dari variabel error term menunjukkan bahwa model yang dihasilkan
mempunyai hubungan jangka pendek dengan kecepatan produk domestik bruto (PDB)
untuk kembali ke keseimbangan ketika terjadi guncangan (shock) adalah 44,43 persen
per kuartal. Berikut adalah persamaan jangka pendeknya.
DLGDP = 0,02 – 0,02DLTAX - 0,06DLM2 + 0,08DLPO + 0,01DIHK – 0,29ɛt-1* .. (2)
(3,26)
(-0,95)
(-0,37)
(4,14)
(3,49)
(-2,89)
Ket : Angka dalam kurung adalah nilai t-statistiknya.
*) Menandakan bahwa variabel signifikan pada tingkat 5%
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa dalam jangka pandek, pengaruh
kestabilan perekonomian dunia memiliki pengeruh yang lebih besar dibanding
kestabilan perekonomian nasional dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Kebijakan fiskal (pajak pemerintah) meskipun secara statistik tidak
signifikan tapi dari tanda koefisien dapat dilihat bahwa kondisinya sesuai dengan teori
yang berlaku dalam makroekonomi. Yang menarik dari persamaan jangka pendek di
atas adalah bahwa kebijakan moneter yang dilakukan di Indonesia tidak berjalan sesuai
teori makroekonomi yang berlaku dimana kenaikan jumlah uang beredar dalam jangka
pendek justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
PENUTUP
Studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal, kebijakan
moneter serta kestabilan perekonomian nasional dan dunia terhadap pertumbuhan
11 | J u r n a l M a k r o e k o n o m i | I s a y S . H . A d u | 1 0 . 6 3 3 0 | S T I S

ekonomi Indoensia. Dengan menggunakan teknik analisis kointegrasi dan model
koreksi kesalahan (error correction model, ECM), dalam jangka panjang variabel
kebijakan moneter (M2), kestabilan perekonomian nasional (inflasi) serta kestabilan
perekonomian dunia (harga minyak dunia) secara signifikan mempengaruhi produk
domestik bruto (PDB) Indonesia.
Dalam jangka panjang, jumlah uang beredar (M2) memiliki dampak yang paling
besar dibandingkan variabel-variabel observasi lainnya. Pengaruhnya mencapai 39%
terhadap produk domestik bruto Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
jangka panjang, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung kepada jumlah
uang yang beredar di masyarakat. Ini disebabkan karena jumlah uang yang beredar
sangat berkaitan erat dengan tingkat daya beli masyarakat, sementara di sisi lain
konsumsi masyarakat hingga kini masih menjadi penyumbang terbesar terhadap
perekonomian nasional.
Kestabilan perekonomian nasional yang diwakili inflasi memiliki dampak yang
positif terhadap produk domestik bruto meskipun besarnya hanya sekitar 1%. Kecilnya
pengaruh inflasi terhadap produk domestik bruto mengindikasikan bahwa usaha
pemerintah dan bank sentral (BI) untuk mengendalikan tingkat inflasi nasional cukup
berhasil. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil menjaga keseimbangan daya beli
masyarakat dan keinginan produsen untuk meningkatkan produksinya tetap berada pada
level yang rendah. Sehingga meskipun nilainya tidak terlalu besar, tapi PDB akan PDB
tetap meningkatkan.
Kestabilan perekonomian dunia yang diwakili oleh harga minyak dunia 7%
produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa dalam jangka
panjang, kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi bahan bakar mampu untuk
menjaga kestabilan inflasi di Indonesia. Hal yang berakibat pada tetap terjaganya daya
beli masyarakat serta keinginan produsen untuk meningkatkan produksinya sehingga
akhirnya akan menaikan produk domestik bruto (PDB) negara.
Yang menarik adalah bahwa variabel kebijakan fiskal yang dilakukan
pemerintah (pajak pemerintah) dalam jangka panjang ternyata tidak signifikan
mempengaruhi PDB Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena pola konsumsi masyarakat
Indonesia yang masih tinggi sehingga perubahan pada struktur pajak pemerintah tidak
akan mempengaruhi konsumsinya. Ketika pajak ditingkatkan, masyarakat akan
mengurangi tabungannya, sebaliknya ketika pajak diturunkan, masyarakat akan
menambah tabungannya sehingga perubahan pada konsumsinya tidak signifikan. Pada

12 | J u r n a l M a k r o e k o n o m i | I s a y S . H . A d u | 1 0 . 6 3 3 0 | S T I S

akhirnya perubahan struktur pajak tidak signifikan mempengaruhi produk domestik
bruto (PDB) Indonesia.
Sementara dalam jangka pendek, hanya variabel kestabilan perekonomian
nasional (inflasi) dan kestabilan perekonomian dunia (harga minyak dunia) yang
signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini mengindikasikan
bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan bank sentral secara umum
adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sedangkan
dalam jangka pendek, pemerintah dan bank sentral lebih cenderung membuat kebijakan
untuk mengendalikan keseimbangan perekonomian dalam negara. Sementara kecepatan
produk domestik bruto (PDB) untuk kembali ke keseimbangan ketika terjadi guncangan
(shock) adalah 44,43 persen per kuartal.
Ada dua kesimpulan menarik yang didapatkan dari penelitian ini. Yang pertama
adalah bahwa kebijakan moneter yang dibuat Bank Indonesia dalam jangka panjang
bersesuaian dengan teori makroekonomi yang berlaku. Sementara dalam jangka pendek,
kebijakan moneter justru bertentangan dengan teori makroekonomi. Peningkatan jumlah
uang yang beredar di masyarakat dalam jangka pendek justru akan menurunkan tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan jumlah uang
yang beredar dalam jangka pendek akan meningkatkan tingkat inflasi sehingga daya
konsumsi masyarakat akan menurun yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi juga
akan turun. Sementara dalam jangka panjang ketika produsen telah dapat
menyeimbangkan produksinya dengan daya beli masyarakat, maka pertumbuhan
ekonomi akan kembali naik.
Hal menarik yang kedua adalah kestabilan perekonomian dunia memiliki
pengaruh yang lebih besar dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia
dibandingkan kestabilan perekonomian nasional sendiri. Hal ini tidak lepas dari kondisi
Indonesia sebagai negara small economy (ekonomi kecil). Oleh karena itu, diperlukan
kerja extra dari pemerintah di sektor riil serta Bank Indonesia (BI) di sektor moneter
untuk dapat menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap meningkat di tengah
ketidakstabilan perekonomian dunia yang terjadi akhir-akhir ini.

13 | J u r n a l M a k r o e k o n o m i | I s a y S . H . A d u | 1 0 . 6 3 3 0 | S T I S

DAFTAR PUSTAKA
Angandrowa Gulo. 2008. Analisis Pengaruh Aspek Fiskal dan Moneter Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Dyah Restyani. 2012. Pengaruh Fluktuasi Harga Minyak Dunia, Inflasi dan Suku
Bunga Bank Umum Terhadap PDB di Indonesia Periode 1999-2009. Skripsi.
Makasar: Universitas Hasanudin.
Enders Walter. 2004. Applied Econometric Time Series. USA: Wiley Series in
Probability and Statistics.
Mankiw N.G. 2009. Macroeconomics 7th Edition. Cambridge: Worth Publishers.
Muhammad A. Nizar. 2012. Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap
Perekonomian Indonesia. Jakarta: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan
Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan-RI.
Surjaningsih N., Utari G.A.D., Budi Budi. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap
Output dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta.
Umi Julailah, Insukindro. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter terhadap Variabel
Makroekonomi di Indoensia Tahun 1983.1-2003.2. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan.

14 | J u r n a l M a k r o e k o n o m i | I s a y S . H . A d u | 1 0 . 6 3 3 0 | S T I S