Critical Review Terhadap Jurnal Faktor y

(1)

(2)

i | P a g e

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan lancar yang membahas studi kasus faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan dengan teori lokasi yaitu teori Von Thunen.

Selama proses penulisan penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian critical review ini khususnya kepada Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc selaku dosen Mata Kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan.

Sekian, semoga paper ini dapat bermanfaat secara luas. Penulis menyadari bahwa

paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Surabaya, Maret 2015


(3)

ii | P a g e

Daftar Isi

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ...ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 1

1.3 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi ... 3

2.2 Alasan Pemilihan Lokasi ... 5

2.3 Faktor-faktor Lokasi ... 6

2.4 Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang Dipilih ... 6

2.4.1 Gambaran Umum Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran ... 6

2.4.2 Implikasi Teori Von Thunen terhadap Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran ... 7

BAB III PENUTUP ... 10

3.1 Lesson Learned ... 10

3.2 Kesimpulan ... 10


(4)

1 | P a g e

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan juga merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki sifat persediaan yang terbatas dan tidak dapat bertambah. Oleh karena itu, perlu adanya pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup yang menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian, dan permukiman. Usaha-usaha untuk memaksimalkan penggunaan lahan juga tercermin dari intensifnya pemanfaatan suatu guna lahan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan pemanfaatan lahan.

Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia, yang memiliki Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota Samarinda. Perkembangan Kota Samarinda sendiri lebih mengacu pada pusat kota, sehingga saat ini Kota Samarinda tidak lagi mengembangkan “kota lama” melainkan lebih mengarah pada “kota-kota baru”, dimana pengembangan kota baru tersebut diarahkan menyebar khususnya pada Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir.

Kecamatan Samarinda Ilir merupakan pusat Central Bussiness District (CBD) Kota Samarinda yang memiliki harga lahan yang meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan wilayah di Kota Samarinda yang sedang berkembang dengan banyaknya dilakukan berbagai pembangunan sarana prasarana kota. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik harga lahan berdasarkan variabel yang mempengaruhi harga lahan dengan menggunakan analisis crosstabs dan uji test chi square pada crosstabs. Dengan ini, dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga lahan pasaran di wilayah Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir dan implikasi Teori Von Thunen mengenai harga lahan di kedua kecamatan yang memiliki karakteristik yang berbeda.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui implikasi teori-teori lokasi terhadap fenomena lokasi dan keruangan yang terbentuk dalam wilayah dan kota dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan.


(5)

2 | P a g e

1.3 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam mengeksplorasi makalah ini, maka disusunlah sistematika yang terkonsep, yakni:

BAB I PENDAHULUAN: merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang yang membahas sedikit mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga lahan di Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir, tujuan penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN: merupakan bab pembahasan yang berisi konsep dasar teori lokasi, alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor lokasi, dan implikasi teori terhadap lokasi yang dipilih.

BAB III PENUTUP: merupakan bab penutup yang berisi lesson learned dan kesimpulan.


(6)

3 | P a g e

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Teori Lokasi

 Teori Von Thunen: Land Use Theory

Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang ahli ekonomi pertanian yang berasal dari Jerman dan merupakan orang pertama yang membuat model analisis dasar dari hubungan antara pasar, produksi dan jarak (Prof. Syafrizal, 2008). Teori Von Thunen dikenal dengan teori land use yang merupakan teori lokasi yang dicetuskan pertama kali di Jerman dimana pada saat itu tidak ada industri, jalan raya maupun jalan kereta.

Teori lokasi Von Thunen diawali dengan analisis lokasi areal produksi pertanian yang pada saat itu tanah dikuasai oleh raja dan para bangsawan yang menyewakan tanahnya pada petani dan dapat dibayar dengan menggunakan hasil pertaniannya. Von Thunen menggambarkan lokasi yang terisolasi atau terpencil dengan iklim dan tanah yang seragam (uniform), topografi yang seragam dan datar, serta alat-alat transportasi tradisional yang seragam yang hanya dilayani oleh kereta yang ditarik oleh hewan atau ternak. Ada beberapa asumsi yang digunakan oleh Von Thunen yaitu:

1. Areal pertanian satu ragam (uniform) dalam atribut lingkungannya. Artinya dalam satu lahan hanya boleh ditanami oleh satu jenis tanaman saja dan tidak boleh dicampur dengan tanaman lainnya.

2. Hanya ada satu pasar akibat lokasi yang terisolasi (terpencil) bebas dari pengaruh pasar-pasar kota-kota lain.

Gambar 1 Johan Heinrich Von Thunen


(7)

4 | P a g e 3. Transportasi sejenis dan biaya transportasi meningkat bersamaan dengan

jarak terhadap pasar. Artinya, pada jaman dahulu untuk mencapai ke pusat transportasi yang digunakan adalah transportasi darat berupa kereta yang ditarik oleh sapi, kuda atau keledai sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan tinggi dan tidak sebanding dengan upah yang didapat.

4. Semua petani bertindak rasional/ekonomis yang dimana para petani sudah memperhitungkan besar biaya transportasi yang dikeluarkan dari lahan pertanian/perkebunan menuju pusat. Penggunaan lahan juga memaksimumkan profit atau keuntungan dan petani memiliki informasi yang cukup mengenai biaya produksi dan harga pasar.

Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi tersebut, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuannya untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan Teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.

Namun demikian, Teori Von Thunen pada masa sekarang tidak dapat sepenuhnya diterapkan meskipun perbedaan sewa lahan di wilayah kota dinilai lebih tinggi namun permasalahan mengenai biaya transportasi yang terjadi pada masa itu kini sudah tidak terlalu membebani para pelaku pertanian pada masa sekarang,

Gambar 2 Pola penggunaan lahan Teori Von Thunen


(8)

5 | P a g e karena jasa angkutan sudah sangat jauh berkembang dibandingkan pada masa itu, sehingga area pertanian tidak harus selalu mendekati pusat pasar atau kota. Untuk mengetahui teori lokasi yang sudah dikembangkan dapat dilihat dari Teori Weber.

2.2 Alasan Pemilihan Lokasi

Jumlah penduduk yang semakin meningkat maka penggunaan ruang di pusat kota akan semakin terbatas. Samarinda merupakan sebuah kota di Kalimantan Timur yang memiliki 10 kecamatan yakni Loa Janan Ilir, Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Kota, Samarinda Seberang, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Sambutan, Sungai Kunjang, dan Sungai Pinang. Akan tetapi Kota Samarinda memiliki perkembangan yang berada di pusat kota, yaitu di kawasan tepian mahakam. Dalam pengembangannya, Kota Samarinda tidak lagi mengembangkan “kota lama” akan tetapi lebih mengarah ke pengembangan “kota-kota baru”. Pusat pengembangan baru nantinya akan terpisah dengan “kota induk” (kota lama), dimana pengembangan kota baru tersebut diarahkan terjadi secara menyebar.

Upaya pengembangan kutub-kutub pusat ditujukan untuk fungsi lokal, selain itu juga untuk penggunaan fungsi regional. Pengembangan titik-titik kutub tersebut terdiri dari lima bagian fungsi yaitu: (1) Samarinda Seberang sebagai pusat pemerintahan kota dan pendidikan, (2) Palaran sebagai kota baru (New Town) berbasis industri, (3) Makroman (Samarinda Ilir) sebagai pusat kota pemerintahan Propinsi Kalimantan Timur, (4) Lempake (Samarinda Utara) sebagai kawasan pariwisata dan fungsi lindung, dan (5) Samarinda Ilir sebagai Central Bussiness District.

Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran merupakan kecamatan yang memiliki pembangunan sarana dan prasarana yang pesat. Kecamatan Samarinda Ilir merupakan kawasan yang terdapat Central Bussiness District (CBD) dan pendukung

Central Bussiness District. Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan kecamatan terluas kedua di Samarinda yang saat ini sedang dilakukan berbagai pembangunan diantaranya pembangunan pelabuhan, stadion dan lain-lain. Dua kecamatan ini sama-sama memiliki pembangunan yang pesat sehingga harga lahannya semakin lama semakin tinggi karena dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas pendukung yang ada dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya.

Aktivitas pengembangan sejumlah proyek berskala besar akan memicu kenaikan harga lahan. Terbukti pada Kecamatan Palaran yang merupakan wilayah di Kota Samarinda yang pada tahun 2008 itu sedang berkembang dengan maraknya pembangunan berbagai sarana prasarana perkotaan diantaranya pembangunan pelabuhan terpadu Palaran, Stadion Utama dan Jembatan Mahkota II. Di Kecamatan ini


(9)

6 | P a g e juga terdapat kawasan industri yang dapat memacu perkembangan kota baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.3 Faktor-faktor Lokasi

Harga lahan di Kecamatan Palaran yang merupakan kawasan industri dan Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan kawasan pusat CBD semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, apalagi dengan ditambahnya rencana pembangunan jembatan Mahkota II. Harga lahan pasaran di wilayah Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir dipengaruhi faktor-faktor yang berbeda-beda. Kedua kecamatan ini memiliki karakteristik yang berbeda pula dalam faktor-faktor pembentukan pemodelan harga lahan.

2.4 Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang Dipilih

2.4.1 Gambaran Umum Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan

Palaran

Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota ini memiliki luas wilayah 718 kilometer persegi dan berpenduduk 805.688 jiwa pada tahun 2013 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Samarinda), menjadikan kota ini berpenduduk terbesar di seluruh Kalimantan. Secara administratif Samarinda terbagi menjadi 10 kecamatan.

Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan kawasan CBD Kota Samarinda memiliki luas wilayah sebesar 8.970 Ha. Kecamatan Samarinda Ilir memiliki 13 kelurahan, antara lain Kelurahan Pulau Atas, Kelurahan Sindang Sari, Kelurahan Makroman, Kelurahan Sambutan, Kelurahan Sungai Kapih, Kelurahan Selili, Kelurahan Sungai Dama, Kelurahan Sidodamai, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan Karang Mumus, Kelurahan Pelabuhan, Kelurahan Pasar Pagi, dan Kelurahan Sungai Pinang Luar. Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan kawasan berkembang yang memiliki luas wilayah sebesar 18.253 Ha. Kecamatan Palaran memiliki 5 kelurahan, antara lain Kelurahan Hanil Bhakti, Kelurahan Simpang Pasir, Kelurahan Rwa Makmur, Kelurahan Bakuan, dan Kelurahan Bantuas. Adapun batas-batas administratif Kecamatan Palaran sebagai berikut:

Sebelah Utara : Sungai Mahakam (seberangnya Kecamatan Sambutan)

Sebelah Selatan : Kecamatan Loa Janan dan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara

Sebelah Barat : Kecamatan Samarinda Seberang dan Loa Janan, Kutai Kartanegara

Sebelah Timur : Sungai Sanga-sanga (seberangnya Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara


(10)

7 | P a g e

2.4.2 Implikasi Teori Von Thunen terhadap Kawasan Kecamatan Samarinda

Ilir dan Kecamatan Palaran

Von Thunen (1826) dalam Ardhityatama (2011) adalah orang yang pertama kali mengemukakan tentang teori nilai lahan yang berpendapat tentang keuntungan penggunaan lahan didapat dari keseragaman fungsi lahan yang mengelilingi daerah pusat produksi (CBD). Faktor utama yang mempengaruhi dan menentukan pola penggunaan lahan adalah biaya transportasi. Biaya transportasi tersebut dihubungkan dengan jarak dan sifat dari barang dagangan. Von Thunen berasumsi bahwa semakin jauh jarak dari lokasi tempat dimana barang tersebut diproduksi, maka semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan.

Akan tetapi Teori Von Thunen tersebut perlu dilengkapi dengan faktor “persepsi masyarakat” terhadap lahan yang sangat erat untuk kasus di Indonesia. Dalam prakteknya yang terjadi di lapangan, proses penawaran dilakukan individu perseorangan maupun perusahaan (pengusaha) yang mencoba mendapatkan lahan melalui pasar secara langsung akan memperhitungkan kelengkapan yang tidak terpisahkan yaitu lokasi, jarak pelayanan, fasilitas, kegiatan, pendukung, kualitas lingkungan, sektor sosial, dan transportasi.

Perbedaan harga lahan yang ada di pasaran Kota Samarinda, khususnya Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran dipengaruhi oleh faktor-faktor

Gambar 3 Peta Kota Samarinda


(11)

8 | P a g e tertentu. Karakteristik harga lahan pasaran berdasarkan variabel pengaruh harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran dengan menggunakan uji test chi square dibagi menjadi 7 yaitu: luas lahan, guna lahan, status kepemilikan lahan, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalur angkutan umum, kelas jalan, dan perkerasan jalan. Akan tetapi ada beberapa variabel yang tidak memiliki hubungan yang signifikan sehingga dianggap tidak mempengaruhi harga lahan.

Tabel 1 Variabel Harga Lahan Kecamatan Samarinda Ilir dan kecamatan Palaran Variabel Harga Lahan Kecamatan Samarinda Ilir Kecamatan Palaran

Luas lahan Tidak memiliki hubungan

signifikan Memiliki hubungan signifikan

Guna lahan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Status kepemilikan lahan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Jarak terhadap pusat

kota Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Jarak terhadap jalur angkutan umum

Tidak memiliki hubungan signifikan

Tidak memiliki hubungan signifikan

Kelas jalan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Perkerasan jalan

Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Jumlah jalur Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Sumber: Jurnal

Pada faktanya, kegiatan perkantoran dan perdagangan jasa lebih menguntungkan jika berada di lokasi Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan pusat Kota Samarinda karena memiliki harga nilai lahan yang sangat tinggi yaitu untuk perkantoran sebesar Rp 5.000.000,-/m2 dan perdagangan jasa sebesar Rp 3.135.366,-/m2. Perdagangan dan jasa yang dimaksud disini adalah pertokoan, ruko, pusat Central Bussiness District dan pusat aktivitas kegiatan masyarakat. Kelangkaan lahan-lahan di Kota Samarinda seperti untuk pertokoan pastinya terletak di pusat kota dan biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalu naik mengikuti perkembangan yang terjadi dari tahun ke tahunnya. Ini mengindikasikan bahwa Teori Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah perkotaan. Akan tetapi apakah lokasi yang jauh dari pusat kota selalu memiliki harga lahan yang rendah?

Jenis guna lahan di Kecamatan Palaran berupa lahan industri, perdagangan, perumahan dan perkebunan. Berdasarkan variabel jenis guna lahan, nilai rata-rata harga lahan tertinggi berada pada kelas jenis guna lahan industri senilai Rp 1.500.000,-/m2 lalu disusul oleh perdagangan, perumahan dan perkebunan. Berdasarkan variabel jarak ke pusat kota, nilai rata-rata harga lahan tertinggi terdapat dengan jarak ke pusat kota berkisar 0,11-1,33 km senilai Rp 619.444,-/m2


(12)

9 | P a g e dan semakin menjauh dari pusat kota, maka nilai rata-rata harga lahan akan semakin menurun.

Akan tetapi, variabel faktor harga lahan yang digunakan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran kurang mengaitkan beberapa faktor seperti sosial, fasilitas, infrastruktur, dan demand. Yang dimaksud sosial adalah adanya trend, interaksi antar warga, pertumbuhan penduduk, dan persaingan konsumen. Yang dimaksud variabel fasilitas adalah lengkap tidaknya fasilitas yang ada di kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran. Yang dimaksud dengan variabel infrastruktur adalah baik buruknya infrastruktur yang ada dan bagaimana perkembangannya. Yang dimaksud dengan variabel demand adalah permintaan dan penawaran terhadap lahan dan ruang yang ada di kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran.

Teori Von Thunen yang masih relevan diterapkan di kondisi sekarang contohnya adalah kota yang sepenuhnya belum menjadi metropolitan yang dimana kota tersebut masih memiliki lahan untuk dijadikan pertanian/perkebunan. Kecamatan Palaran merupakan lokasi yang masih didominasi oleh kegiatan industri, perumahan dan perkebunan. Kecamatan Palaran masih cocok dalam penerapan Teori Von Thunen karena merupakan suatu daerah pemasok kebutuhan pokok perkebunan dan pertanian dan memiliki pusat kota yang terletak di Kecamatan Samarinda Ilir. Mengingat bahwa teori lokasi Von Thunen ini tidak pernah memperhatikan batas administrasi, sehingga pengaruh keberadaan perkebunan di Kota Samarinda ini tidak hanya terdapat di Kecamatan Palaran saja tetapi juga terdapat di Kecamatan Samarinda Seberang.

Kasus Kota Samarinda merupakan contoh kasus Teori Von Thunen karena: 1. Harga lahan yang paling rendah berada di perkebunan yaitu Kecamatan

Palaran. Kecamatan Palaran merupakan wilayah pinggiran yang masih memiliki potensi lahan belum terbangun, harga yang ditawarkan juga cenderung murah dari pusat kota dengan berbagai keunggulan dan kekurangan.

2. Harga lahan yang paling tinggi berada di pusat kota yang merupakan Central Bussiness District yaitu Kecamatan Samarinda Ilir

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sebuah perkebunan dikarenakan tidak ada akses jalan yang besar, aksesibilitas rendah, lokasinya yang jauh dari fasilitas umum, dan lain-lain


(13)

10 | P a g e

BAB III

PENUTUP

3.1 Lesson Learned

Adapun lesson learned yang diperoleh dari pembahasan di atas adalah:

 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran

 Variabel signifikan yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran yaitu luas lahan, guna lahan, status kepemilikan lahan, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalur angkutan umum, kelas jalan, perkerasan jalan dan jumlah jalur

 Jenis-jenis guna lahan yang ada di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran

 Kota Samarinda yang saat ini masih relevan dengan Teori Von Thunen

3.2 Kesimpulan

Teori Von Thunen mendasarkan bahwa dalam menentukan pemilihan lokasi atau penggunaan lahan adalah tinggi rendahnya harga sewa atau beli tanah. Biasanya sewa tanah ini akan semakin tinggi bila mendekati pusat kota dan akan semakin rendah bila jauh dari pusat kota dikarenakan memiliki faktor-faktor tertentu. Kecamatan Samarinda Ilir memiliki harga lahan yang paling tinggi karena merupakan kawasan Central Bussiness District. Sedangkan Kecamatan Palaran mememiliki harga lahan yang lebih rendah dibandingkan Kecamatan Samarinda Ilir karena lokasinya yang jauh dari pusat kota, masih terdapat lahan untuk perkebunan dan fasilitas umum yang kurang lengkap. Kota Samarinda masih relevan dengan Teori Von Thunen karena harga lahan yang rendah selalu berada di lokasi perkebunan dan menjauh dari pusat kota. Kota Samarinda juga merupakan kota yang sepenuhnya belum menjadi kota metropolitan karena di kota tersebut masih banyak memiliki lahan perkebunan dan perindustrian.


(14)

11 | P a g e

Daftar Pustaka

Eko Budi Santoso, Ema Umilia, Belinda Ulfa Aulia. (2012). DIKTAT ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN

(RP09-1209). Surabaya.

Karina Mayasari, S. S. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Di Kawasan Khusus Kota Baru Berbasis Industri dan Pusat Kota Samarinda. 47-56.

Nararya Adi Prasetya, PM. Broto Sunaryo. (2013). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA LAHAN DI KAWASAN BANJARSARI KELURAHAN TEMBALANG, SEMARANG. 223-232.


(1)

6 | P a g e

juga terdapat kawasan industri yang dapat memacu perkembangan kota baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.3 Faktor-faktor Lokasi

Harga lahan di Kecamatan Palaran yang merupakan kawasan industri dan Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan kawasan pusat CBD semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, apalagi dengan ditambahnya rencana pembangunan jembatan Mahkota II. Harga lahan pasaran di wilayah Kecamatan Palaran dan Kecamatan Samarinda Ilir dipengaruhi faktor-faktor yang berbeda-beda. Kedua kecamatan ini memiliki karakteristik yang berbeda pula dalam faktor-faktor pembentukan pemodelan harga lahan.

2.4 Implikasi Teori Terhadap Lokasi yang Dipilih

2.4.1 Gambaran Umum Kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan

Palaran

Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota ini memiliki luas wilayah 718 kilometer persegi dan berpenduduk 805.688 jiwa pada tahun 2013 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Samarinda), menjadikan kota ini berpenduduk terbesar di seluruh Kalimantan. Secara administratif Samarinda terbagi menjadi 10 kecamatan. Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan kawasan CBD Kota Samarinda memiliki luas wilayah sebesar 8.970 Ha. Kecamatan Samarinda Ilir memiliki 13 kelurahan, antara lain Kelurahan Pulau Atas, Kelurahan Sindang Sari, Kelurahan Makroman, Kelurahan Sambutan, Kelurahan Sungai Kapih, Kelurahan Selili, Kelurahan Sungai Dama, Kelurahan Sidodamai, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan Karang Mumus, Kelurahan Pelabuhan, Kelurahan Pasar Pagi, dan Kelurahan Sungai Pinang Luar. Sedangkan Kecamatan Palaran merupakan kawasan berkembang yang memiliki luas wilayah sebesar 18.253 Ha. Kecamatan Palaran memiliki 5 kelurahan, antara lain Kelurahan Hanil Bhakti, Kelurahan Simpang Pasir, Kelurahan Rwa Makmur, Kelurahan Bakuan, dan Kelurahan Bantuas. Adapun batas-batas administratif Kecamatan Palaran sebagai berikut:

Sebelah Utara : Sungai Mahakam (seberangnya Kecamatan Sambutan)

Sebelah Selatan : Kecamatan Loa Janan dan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara

Sebelah Barat : Kecamatan Samarinda Seberang dan Loa Janan, Kutai Kartanegara

Sebelah Timur : Sungai Sanga-sanga (seberangnya Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara


(2)

7 | P a g e

2.4.2 Implikasi Teori Von Thunen terhadap Kawasan Kecamatan Samarinda

Ilir dan Kecamatan Palaran

Von Thunen (1826) dalam Ardhityatama (2011) adalah orang yang pertama kali mengemukakan tentang teori nilai lahan yang berpendapat tentang keuntungan penggunaan lahan didapat dari keseragaman fungsi lahan yang mengelilingi daerah pusat produksi (CBD). Faktor utama yang mempengaruhi dan menentukan pola penggunaan lahan adalah biaya transportasi. Biaya transportasi tersebut dihubungkan dengan jarak dan sifat dari barang dagangan. Von Thunen berasumsi bahwa semakin jauh jarak dari lokasi tempat dimana barang tersebut diproduksi, maka semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan.

Akan tetapi Teori Von Thunen tersebut perlu dilengkapi dengan faktor “persepsi masyarakat” terhadap lahan yang sangat erat untuk kasus di Indonesia. Dalam prakteknya yang terjadi di lapangan, proses penawaran dilakukan individu perseorangan maupun perusahaan (pengusaha) yang mencoba mendapatkan lahan melalui pasar secara langsung akan memperhitungkan kelengkapan yang tidak terpisahkan yaitu lokasi, jarak pelayanan, fasilitas, kegiatan, pendukung, kualitas lingkungan, sektor sosial, dan transportasi.

Perbedaan harga lahan yang ada di pasaran Kota Samarinda, khususnya Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran dipengaruhi oleh faktor-faktor

Gambar 3 Peta Kota Samarinda Sumber: google.com


(3)

8 | P a g e

tertentu. Karakteristik harga lahan pasaran berdasarkan variabel pengaruh harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran dengan menggunakan uji test chi square dibagi menjadi 7 yaitu: luas lahan, guna lahan, status kepemilikan lahan, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalur angkutan umum, kelas jalan, dan perkerasan jalan. Akan tetapi ada beberapa variabel yang tidak memiliki hubungan yang signifikan sehingga dianggap tidak mempengaruhi harga lahan.

Tabel 1 Variabel Harga Lahan Kecamatan Samarinda Ilir dan kecamatan Palaran Variabel Harga Lahan Kecamatan Samarinda Ilir Kecamatan Palaran

Luas lahan Tidak memiliki hubungan

signifikan Memiliki hubungan signifikan

Guna lahan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Status kepemilikan lahan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Jarak terhadap pusat

kota Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan Jarak terhadap jalur

angkutan umum

Tidak memiliki hubungan signifikan

Tidak memiliki hubungan signifikan

Kelas jalan Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Perkerasan jalan

Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan

Jumlah jalur Memiliki hubungan signifikan Memiliki hubungan signifikan Sumber: Jurnal

Pada faktanya, kegiatan perkantoran dan perdagangan jasa lebih menguntungkan jika berada di lokasi Kecamatan Samarinda Ilir yang merupakan pusat Kota Samarinda karena memiliki harga nilai lahan yang sangat tinggi yaitu untuk perkantoran sebesar Rp 5.000.000,-/m2 dan perdagangan jasa sebesar Rp 3.135.366,-/m2. Perdagangan dan jasa yang dimaksud disini adalah pertokoan, ruko, pusat Central Bussiness District dan pusat aktivitas kegiatan masyarakat. Kelangkaan lahan-lahan di Kota Samarinda seperti untuk pertokoan pastinya terletak di pusat kota dan biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalu naik mengikuti perkembangan yang terjadi dari tahun ke tahunnya. Ini mengindikasikan bahwa Teori Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah perkotaan. Akan tetapi apakah lokasi yang jauh dari pusat kota selalu memiliki harga lahan yang rendah?

Jenis guna lahan di Kecamatan Palaran berupa lahan industri, perdagangan, perumahan dan perkebunan. Berdasarkan variabel jenis guna lahan, nilai rata-rata harga lahan tertinggi berada pada kelas jenis guna lahan industri senilai Rp 1.500.000,-/m2 lalu disusul oleh perdagangan, perumahan dan perkebunan. Berdasarkan variabel jarak ke pusat kota, nilai rata-rata harga lahan tertinggi terdapat dengan jarak ke pusat kota berkisar 0,11-1,33 km senilai Rp 619.444,-/m2


(4)

9 | P a g e

dan semakin menjauh dari pusat kota, maka nilai rata-rata harga lahan akan semakin menurun.

Akan tetapi, variabel faktor harga lahan yang digunakan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran kurang mengaitkan beberapa faktor seperti sosial, fasilitas, infrastruktur, dan demand. Yang dimaksud sosial adalah adanya trend, interaksi antar warga, pertumbuhan penduduk, dan persaingan konsumen. Yang dimaksud variabel fasilitas adalah lengkap tidaknya fasilitas yang ada di kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran. Yang dimaksud dengan variabel infrastruktur adalah baik buruknya infrastruktur yang ada dan bagaimana perkembangannya. Yang dimaksud dengan variabel demand adalah permintaan dan penawaran terhadap lahan dan ruang yang ada di kawasan Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran.

Teori Von Thunen yang masih relevan diterapkan di kondisi sekarang contohnya adalah kota yang sepenuhnya belum menjadi metropolitan yang dimana kota tersebut masih memiliki lahan untuk dijadikan pertanian/perkebunan. Kecamatan Palaran merupakan lokasi yang masih didominasi oleh kegiatan industri, perumahan dan perkebunan. Kecamatan Palaran masih cocok dalam penerapan Teori Von Thunen karena merupakan suatu daerah pemasok kebutuhan pokok perkebunan dan pertanian dan memiliki pusat kota yang terletak di Kecamatan Samarinda Ilir. Mengingat bahwa teori lokasi Von Thunen ini tidak pernah memperhatikan batas administrasi, sehingga pengaruh keberadaan perkebunan di Kota Samarinda ini tidak hanya terdapat di Kecamatan Palaran saja tetapi juga terdapat di Kecamatan Samarinda Seberang.

Kasus Kota Samarinda merupakan contoh kasus Teori Von Thunen karena: 1. Harga lahan yang paling rendah berada di perkebunan yaitu Kecamatan

Palaran. Kecamatan Palaran merupakan wilayah pinggiran yang masih memiliki potensi lahan belum terbangun, harga yang ditawarkan juga cenderung murah dari pusat kota dengan berbagai keunggulan dan kekurangan.

2. Harga lahan yang paling tinggi berada di pusat kota yang merupakan Central Bussiness District yaitu Kecamatan Samarinda Ilir

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sebuah perkebunan dikarenakan tidak ada akses jalan yang besar, aksesibilitas rendah, lokasinya yang jauh dari fasilitas umum, dan lain-lain


(5)

10 | P a g e

BAB III

PENUTUP

3.1 Lesson Learned

Adapun lesson learned yang diperoleh dari pembahasan di atas adalah:

 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran

 Variabel signifikan yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga lahan di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran yaitu luas lahan, guna lahan, status kepemilikan lahan, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalur angkutan umum, kelas jalan, perkerasan jalan dan jumlah jalur

 Jenis-jenis guna lahan yang ada di Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Palaran

 Kota Samarinda yang saat ini masih relevan dengan Teori Von Thunen

3.2 Kesimpulan

Teori Von Thunen mendasarkan bahwa dalam menentukan pemilihan lokasi atau penggunaan lahan adalah tinggi rendahnya harga sewa atau beli tanah. Biasanya sewa tanah ini akan semakin tinggi bila mendekati pusat kota dan akan semakin rendah bila jauh dari pusat kota dikarenakan memiliki faktor-faktor tertentu. Kecamatan Samarinda Ilir memiliki harga lahan yang paling tinggi karena merupakan kawasan Central Bussiness District. Sedangkan Kecamatan Palaran mememiliki harga lahan yang lebih rendah dibandingkan Kecamatan Samarinda Ilir karena lokasinya yang jauh dari pusat kota, masih terdapat lahan untuk perkebunan dan fasilitas umum yang kurang lengkap. Kota Samarinda masih relevan dengan Teori Von Thunen karena harga lahan yang rendah selalu berada di lokasi perkebunan dan menjauh dari pusat kota. Kota Samarinda juga merupakan kota yang sepenuhnya belum menjadi kota metropolitan karena di kota tersebut masih banyak memiliki lahan perkebunan dan perindustrian.


(6)

11 | P a g e

Daftar Pustaka

Eko Budi Santoso, Ema Umilia, Belinda Ulfa Aulia. (2012). DIKTAT ANALISIS LOKASI DAN KERUANGAN

(RP09-1209). Surabaya.

Karina Mayasari, S. S. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Di Kawasan Khusus Kota Baru Berbasis Industri dan Pusat Kota Samarinda. 47-56.

Nararya Adi Prasetya, PM. Broto Sunaryo. (2013). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA LAHAN DI KAWASAN BANJARSARI KELURAHAN TEMBALANG, SEMARANG. 223-232.