RESUME BUKU Pendidikan Agama Islam

RESUME BUKU
MENGAPA RASULULLAH BERPOLIGAMI
Karya DR. AHMAD AL HUFY

TUGAS MATA KULIAH :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN : Drs. Daryono, M.SI

Oleh :
NAMA : SUNU DIPTA WIBIAKSO
NIM

: A.131.09.0100

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
2010

Pertanyaan-pertanyaan dalam RESUME BUKU :
MENGAPA RASULULLAH BERPOLIGAMI (DR. AHMAD AL HUFY)
1. Jelaskan poligami merupakan budaya masyarakat Arab sejak sebelum masa Nabi

Muhammad. saw!
2. Kemukakan masing-masing 4 contoh akhlak Nabi Muhammad. Saw yang menunjukkan
bahwa :
a. Bukan termasuk orang yang suka menuruti hawa nafsu!
b. Poligami Nabi bukan atas dasar hawa nafsu semata!
3. Jelaskan 12 istri Nabi dengan latar belakang dan alas an pernikahannya masing-masing!
4. Kemukakan 4 istri Nabi yang berperan penting dalam dakwah Islam dan 1 istri beliau
yang terpandai serta paling banyak meriwayatkan hadits Nabi dengan berbagai contoh!

1. Jelaskan poligami merupakan budaya masyarakat Arab sejak sebelum masa Nabi
Muhammad. saw!
Poligami Nabi seringkali ditanggapi negatif oleh para musuh Islam, mereka selalu
mengatakan bahwa hal itu adalah bukti bahwa beliau itu seorang yang berkelainan seks
atau seorang pemuas hawa nafsunya saja. Padahal kalo kita telusuri lagi jauh ke belakang
sebelum kelahiran Nabi Muhammad.saw, Poligami sudah ada dan mendarah-daging
sebagai budaya Arab tertua yang tidak dapat dihapuskan. Jauh sebelum agama Islam itu
ada, dan itu sungguh merupakan fakta yang bernilai historis yang tak terbantahkan lagi.
Bangsa-bangsa di Asia maupun di Eropa serta orang-orang yang telah melakukan
Poligami jauh sebelum masa Nabi Muhammad.saw dan agama Islam muncul sebagai juru
selamat bagi seluruh umat manusia di bumi :

 Bangsa Ibrani
: telah melakukan Poligami sejak zaman dahulu kala
sementara Taurot telah memperbolehkan Poligami tanpa menyebut batasan jumlah
wanita yang boleh dinikahi, yang kemudian batasan itu ditentukan dalam kitab
Talmud. Bahkan jumlah wanita yang dinikahi oleh Nabi Sulaiman telah mencapai
seratus orang wanita, hal ini membuktikan bahwa jauh sebelum Islam dan Nabi
Muhammad.saw budaya Poligami sudah ada dan dijadikan sebagai tatanan sosial
yang sulit dihapuskan.



Golongan Rabbaniyun

: mereka membatasi jumlah istri pada empat orang saja



dengan argumen bahwa Nabi Ya’qub hanya mempunyai empat istri saja.
Bangsa Yahudi
: bangsa yang masih saja menerapkan dan mempraktekan




Poligami di Eropa hingga pertengahan abad sampai sekarang.
Bangsa Athena
: membolehkan bagi semua laki-lakinya untuk menikahi
wanita dalam jumlah tak terbatas, hingga pada masa itu Daimosin membanggakan
dirinya karena beristrikan tiga tingkatan generasi yang



wanita dua tingkatan

diantaranya adalah istri-istri resmi dan semi resmi.
Bangsa Mesir Kuno
: telah mengenal adanya Poligami pada masa Diodur AshShaqliy, dan para pembesar serta tokoh-tokoh pemuka agama disana selain
melakukan Poligami mereka juga melakukan hubungan biologis dengan para budak




wanitanya. Itu sungguh diluar batas kewajaran dari makna Poligami itu sendiri.
Bangsa Persia
: bangsa Persia percaya dengan adanya ajaran Zoroaster
bahwa di dalam ajarannya terdapat anjuran untuk mempraktekan Poligami serta
mengambil juga wanita-wanita selir dan piaraan, dengan argumen bahwa bangsa yang
selalu bertempur dalam medan peperangan senantiasa membutuhkan pemuda-pemuda
yang tangguh dan gagah perkasa. Oleh karena itulah mereka melakukan Poligami
tanpa adanya batas aturan yang melarang atau membatasi jumlah wanita yang boleh



dinikahi dalam tatanan sosial dan kebudayaan bangsa mereka.
Bangsa Romawi
: contoh konkrit bahwa bangsa Romawi pun mengenal
adanya Poligami adalah pada masa Raja Saila yang telah mengawini empat wanita
dalam kurun waktu yang sama, Kaisar pun juga sudah mengawini empat wanita



bersamaan lalu disusul oleh puteranya yang bernama Bumbay.

Bangsa Nashrani
: hanya sebagian dari mereka yang tercatat melakoni
Poligami, seperti Raja Constantine serta putera mahkotanya, bahkan Raja Falafius
Valentin pun sudah membuat sebuah undang-undang yang mengijinkan Poligami bagi
seluruh masyarakatnya secara menyeluruh bagi yang ingin melakukannya. Ironisnya
para uskup dan tokoh-tokoh gereja Nashrani tidak membantah ataupun menolak
undang-undang itu. Sejarah terbuktinya Poligami tidak hanya dilakukan oleh Nabi



dan pada masanya terjadi sekitar pertengahan abad ke-empat sebelum masehi.
Bangsa Eropa
: mereka melakukan praktek Poligami sejak abad
pertengahan hingga saat ini pun masih saja ada praktek-praktek Poligami, yang
menurut mereka sudah menjadi kebudayaan yang cukup tua dan tak tergantikan.

2. Kemukakan masing-masing 4 contoh akhlak Nabi Muhammad. Saw yang
menunjukkan bahwa :
a. Bukan termasuk orang yang suka menuruti hawa nafsu!
1. Zuhud (tidak tergiur). Biasanya orang yang suka bermain perempuan, gemar

dengan segala kehidupan yang serba mewah. Tetapi Rasulullah adalah
manusia yang sangat zuhud menghadapi hidup ini. Di antara bukti-bukti
kezuhudannya ialah;
a. Beliau tidak mudah terpengaruh dengan harta kekayaan, walaupun
dalam setiap peperangan selalu saja terdapat harta rampasan. Biasanya
seperlima dari harta rampasan yang diberikan kepadanya, akan
disedekahkan pula untuk kepentingan Islam. Sedikit pun beliau tidak
membelanjakannya untuk kepentingan diri sendiri. Selagi harta itu
tidak dibagi-bagikan, beliau tidak dapat memejamkan mata untuk tidur
di waktu malam.
b. Dalam soal makan pun demikian halnya. Beliau tidak makan
bermacam-macam jenis makanan. Kalau pada hari itu beliau memakan
daging, maka beliau tidak akan makan makanan lainnya. Jika beliau
inginkan susu, cukup tanpa roti. Ini sangat berlainan dengan sikap kita
yang selalu mengeluh kalau terpaksa makan nasi hanya dengan ikan
tanpa lauk-lauk lain. Makanan apa pun yang diberikan kepadanya,
beliau tidak pernah memilih atau menolak. Beliau tidak pernah
meminta makanan kegemarannya. Kalau beliau makan, tidak pula
pernah sampai kekenyangan. Begitu juga beliau tidak pernah makan
kalau tidak lapar. Ini adalah satu gambaran kepribadian Rasulullah

yang sangat luar biasa, berlainan dengan kebanyakan manusia lainnya.
Tidak manusia seperti kita, jika punya kemampuan, maka timbul lah
macam-macam selera besar. Ingin makan makanan yang lezat-lezat
saja.

c. Manusia biasa mencintai dunia lebih dari segalanya kecuali orangorang yang beriman. Kita selalu ingin kelihatan bergaya dengan
pakaian yang serba mewah dan mahal. Lain halnya dengan Rasulullah.
Beliau tidak pernah berpakaian dari sutera dan melarang umat
sejenisnya melakukan hal yang demikian itu. Dalam soal pakaian,
beliau selalu nampak sederhana dengan mengenakan pakaian yang
terbuat dari bulu, kapas serta kekabu. Adakalanya beliau memakai baju
sejuk Yaman, pakaian yang berlapis baju labuh, seluar, kain sarung,
kasut boot dan kasut biasa.
d. Beliau tidak pernah tidur di atas tempat-tempat tidur yang mewah.
Kadang-kadang beliau tidur di atas tilam yang berisikan sabut, di atas
lantai, di atas permaidani dan di atas tikar. Yang penting bagi
Rasulullah ialah tempat itu bersih.
e. Sikap hidup yang zuhud dan sederhana ini juga diajarkan kepada para
isteri, sahabat serta anaknya sendiri (Fatimah), agar mereka tidak
mudah terpengaruh dengan tipu daya dunia yang boleh membawa

mereka kepada lalai mengingati kebesaran Allah. Sebenarnya, kalau
beliau mahukan kemewahan, bila-bila masa saja beliau boleh
mendapatkannya. Sebab, sebagai seorang Rasulullah serta pemimpin
umat Islam, tentu tidak sukar untuk memperolehinya. Sebaliknya
Rasulullah kalau memperolehi sesuatu pemberian, secepat mungkin
beliau menyedekahkannya kepada umat Islam serta untuk kepentingan
agama Allah. Dia tidak tamak atau terpengaruh dengan kebendaan.
f. Beliau juga kuat mengawal perasaannya. Oleh itu beliau berbuat
sesuatu bukanlah menurutkan hawa nafsunya tetapi menurut
pertimbangan fikiran yang matang. Hal ini telah ditegaskan oleh
Aisyah yang bermaksud; “Dia Rasulullah (s.a.w.) lebih kuat dari
kamu mengawal nafsu, kehendak, akal dan agama.”

g. Beliau banyak bangun pada waktu malam untuk beribadah
menyembah Allah, sedangkan orang lain tidur dengan nyenyaknya. Ini
telah menyebabkan kedua belah kakinya menjadi bengkak kerana
banyak serta lamanya bersujud.
Sesungguhnya kalau kita meneliti sejarah perjuangan beliau yang selalu
disibukkan sebagai seorang pelaksana hukum syarak, pentadbir negara, imam
sembahyang, hakim bagi umat Islam dan pembawa risalah samawi, tentulah tidak ada

masa lapang untuknya hidup berfoya-foya, kerana beliau sama sekali tidak pernah
berehat dari perjuangan yang penuh dengan berbagai macam penderitaan.
Firman Allah swt.:
‫حي ننوامن ل نوونكان مووا ي نوعل نمموونن‬
‫ب نواه دنن ال د ندانر ا ول نهخنرنة ل نههني ال و ن‬
‫نونما نههذهه ال و ن‬
‫حنيومة ال دمدن ونيا اهل دن ل نوهبو د نول نهع ب‬
Artinya :
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya
negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui”. (Qs.alAnkabut : 64)

2. Kesederhanaannya (Narimo ing Pandum)
Kesederhanaan Rasulullah patut kita teladani, sebagai gambaran contoh
kesederhanaan beliau sehari-hari biasanya : memakai pakaian yang mudah
diperoleh, kadang beliau memakai pakaian yang terbuat dari bahan wol, kadang
memakai pakaian yang terbuat dari katun, kadang pakaian yang terbuat dari kain
perca. Beliau pernah pula memakai pakaian buatan Yaman, memakai jubah,
mantel, gamis, celana panjang, sarung, selendang sepatu serta sandal yang ala
kadarnya.
Namun beliau tidak pernah memakai pakaian berjenis sutera, serta melarang

siapapun untuk minum pada wadah (gelas dan semacamnya) yang terbuat dari
perak maupun emas. Serta melarang pula bagi seseorang untuk memakai pakaian
yang berbahan sutera atau duduk di atasnya.

Demikian pula halnya dengan tempat tidur, serta perabot rumah tangganya.
Terkadang beliau tidur dengan menggunakan kasur, terkadang pula dengan
beralaskan kulit, kadang hanya dengan beralaskan dua lapis tikar dan kadang juga
menggunakan dipan yang rendah. Kasur beliau itu pun hanya terbuat dari kulit
hewan dan isinya adalah potongan-potongan tali ataupun kain, sama halnya
dengan bantal yang beliau gunakan. Akan tetapi dalam kesederhanaannya ini,
beliau merupakan contoh teladan yang terbaik dari segi kebersihan.
3. Menahan diri (Al-Hisah) (Greedy is one of Seven Sins)
Beliau merasa cukup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik nafkah
sehari-hari, pakaian maupun tempat tinggal, semuanya sebatas pemenuhan yang
sangat prinsip dan apa adanya. Contoh sikap beliau Rasulullah : tidak pernah
memakan dua jenis makanan sekaligus dalam waktu yang sama (saat jam makan),
jika beliau memakan daging maka beliau mencukupkannya hanya dengan daging
saja. Dan jika beliau memakan kurma, maka beliau hanya akan mencukupkannya
dengan kurma saja. Jika beliau menemukan roti maka hal itu telah mencukupinya
dalam sekali waktu, jika beliau menemukan susu tanpa roti maka beliau pun tidak

butuh lagi selain hal itu sendiri.
Beliau memakan apa yang telah disediakan, tidak pernah menolak apa yang
ada serta tidak pernah makan sambil berjegang (bersantai-santai ria, bertele-tele
layaknya perilaku preman). Sayyidah Aisyah pun mengisahkan tentang kehidupan
Rasulullah dengan ucapannya, “Sebenarnya perut Rasulullah tidak pernah merasa
penuh karena terlalu kenyang, dan beliau pun tidak pernah pula meminta makanan
kepada istri-istrinya dan tidak juga mengharapkannya. Jika beliau diberi makanan
maka akan dimakannya, jika beliau diberi minum maka akan diminumnya”.
4. Qana’ah (merasa cukup)
Apakah itu arti sebenarnya sifat Qana’ah? Sifat Qana’ah ialah merasa cukup
dengan segala apa yang ada sebagaimana yang di karuniakan oleh Allah tetapi
pada masa yang sama tetap juga berusaha.
Maka barangsiapa yang mempunyai sifat Qanaah ini, maka niscaya dia akan ridha
dengan segala apa yang telah di tentukan oleh Allah kepada nya. Antara ciri – ciri

orang yang mempunyai sifat Qana’ah ini ialah mereka mempunyai sifat tidak
suka meminta – minta walaupun hidup dalam keadaan miskin dan serba
kekurangan. Sebagaimana yang termaktub dalam Firman Allah :
Artinya :
(Pemberian sedekah itu) ialah bagi orang-orang fakir miskin yang telah
menentukan dirinya (dengan menjalankan khidmat atau berjuang) pada jalan
Allah (membela Islam), yang tidak berupaya mengembara di muka bumi (untuk
berniaga dan sebagainya); mereka itu disangka: orang kaya – oleh orang yang
tidak mengetahui halnya, karena mereka menahan diri daripada meminta-minta.
Engkau kenal mereka dengan (melihat) sifat-sifat dan keadaan masing-masing,
mereka tidak meminta kepada orang ramai dengan mendesak-desak. Dan
(ketahuilah), apa juga yang kamu belanjakan dari harta yang halal maka
sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahuinya. (Surat Al-Baqarah : 273)
Ketahuilah sesungguh nya di sisi agama Islam seseorang itu di nilai
kekayaannya bukan lah dengan harta tetapi pada jiwanya.Sebagaimana sabda
Rasulullah.saw :
Artinya :
Bukannya yang di namakan kaya itu kerana banyaknya harta, tetapi yang di
namakan kaya – yang sebenarnya ialah kayanya hati. (Hadist Riwayat Imam
Bukhari dan Muslim.)
Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata’ala apa
adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa
yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa,
kebakhilan dan ketamakannya, layaknya Nabi Muhammad.saw yang senantiasa
berada di dalam lindungan-Nya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan
memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.
Beliau terhadap apa yang dimilikinya, serta sikap Zuhud (tidak tergiur)
nya terhadap apa yang mungkin dapat diperolehnya, telah menjadikannya sebagai
suri teladan utama baik sebagai sosok laki-laki prima, figure seorang hakim yang

agung dan adil maupun gambaran sebagai seorang raja yang tidak bersikap
semena-semena saat berkuasa dan tidak tunduk kepada kepentingan pribadinya
serta dorongan hawa nafsu saja. Telah diriwayatkan dari kisah perjalanan hidup,
perilaku, dan keseharian beliau, hadist-hadist yang sangat banyak jumlahnya.
Kisah hidup Rasulullah dapat menjadi motivasi bagi setiap orang di dunia untuk
menjaga kehormatannya, serta kezuhudannya memiliki rasa malu.

b. Poligami Nabi bukan atas dasar hawa nafsu semata!
Pernikahan Rasulullah semata-mata didasari oleh faktor agama dan bukan hanya
demi kepentingan duniawi semata. Tersirat hikmah yang sangat bermanfaat dan patut
kita teladani bahwasanya pernikahan Rasulullah itu dilangsungkan bukan hanya demi
menuruti hawa nafsu belaka layaknya pernikahan-pernikahan dewasa ini. Pernikahan
beliau mempunyai tujuan yang sangat mulia dan patut kita junjung tinggi hasil
perjuangan beliau, dalam pernikahannya beliau memperjuangkan usaha pengkokohan
demi memperkuat dan menyebarkan dakwah-dakwah Islam dan bukan sekadar untuk
bersenang-senang hanyut dalam kenikmatan duniawi dengan melakukan poligami itu
sendiri.
Contoh konkrit bahwa pernikahan beliau bukanlah sekedar mencari kenikmatan
sesaat : pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid adalah
cerminan apa yang menjadi tujuan hidup manusia dalam merajut tali kasih
pernikahan, serta apa hakikat pernikahan yang paling hakiki. Yaitu keinginan
membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawadah, warokhmah serta suasana
damai bersama istri dan anak-anaknya. Kemudian setelah Sayyidah Khadijah
dipanggil ke hadirat-Nya, pernikahan-pernikahan selanjutnya hanya semata-mata
demi kebaikan Islam dan kaum muslimin. Terkadang pernikahan beliau sengaja
dilakukan demi menambah keakraban orang-orang atau kerabat dekat beliau yang
sangat dekat di hati. Terkadang pula demi memupuk kecintaan mereka kepada beliau
dan ajaran-ajaran Islam yang beliau bawa sebagai ajaran juru selamat bagi dunia dan
seluruh umat. Dan pada kali yang lain pernikahan itu bertujuan untuk melunakkan
hati orang-orang yang kontra terhadap ajaran Islam sehingga mereka secara perlahan
namun pasti dapat menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati, sedangkan pada

kesempatan yang lain lagi dimaksudkan untuk menambah keilkhlasan kepada
Allah.swt serta Rasul-Nya bagi mereka yang sejak awal telah berlaku ikhlas memeluk
Islam sebagai agama penyelamat hidup mereka di dunia dan akhirat. Tak jarang pula
beliau berharap dari pernikahan itu untuk memperbanyak saudara seperjuangan,
kerabat maupun sahabat dari jalur pernikahan. Agar mereka ikut andil dalam barisan
pembela Islam, serta mendukung apa yang telah dikehendaki-Nya dalam ajaran Islam.
Hal itu beliau lakukan dalam suatu masyarakat yang berasumsi bahwa hubungan
kekerabatan melalui pernikahan adalah hubungan yang sangatlah kokoh sehingga
mengharuskan pembelaan dan loyalitas yang begitu mereka cintai melebihi
kehidupan ini.
Dari pembahasan masalah secara detail tentang sebab-musabab serta latar
belakang pernikahan Rasulullah setelah wafatnya Sayyidah Khadijah binti Khuwailid,
melainkan setelah usianya telah memasuki kepala enam. Usia yang demikian pada
dasarnya tidaklah memperhatikan godaan dari kaum wanita dan tidak juga tergiur
akan kelezatan hubungan biologis dengan lawan jenis, itu sudah merupakan suatu
bukti kuat bahwa beliau adalah seorang yang tidak haus terhadap lawan jenisnya,
sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para musuh Islam.
3. Jelaskan 12 istri Nabi dengan latar belakang dan alas an pernikahannya masingmasing!
1. Khadijah Binti Khuwailid -Rodhiallâhu 'anhaBeliau adalah seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri
dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah alAsadiyah. Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini
dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill
(tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya
beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang
yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki
dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.
Pada mulanya beliau dinikahi oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang
membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun.Tatkala Abu Halah wafat,

beliau dinikahi oleh Atiq bin 'A'id bin Abdullah al-Makhzumi hingga beberapa waktu
lamanya namun akhirnya mereka cerai.
Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan beliau
tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk
mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi seorang yang kaya raya. Suatu ketika,
beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar
tentang Muhammad sebelum bi'tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur,
amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk
menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau
memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh
selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama
Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang
banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari
Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan
lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang
berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak
sebagaimana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.
Kemudian Khadijah bergegas mengutus saudara perempuannya untuk menemui
Rasulullah, lalu ketika utusan Khadijah telah bertemu dan berkata kepada Rasulullah,
“Apakah yang menjadi kendala kamu untuk menikah wahai Muhammad?”, lalu
Rasulullah menjawab, “Aku tidak mempunyai cukup harta untuk membiayai suatu
pernikahan”. Lalu utusan itu pun berkata, “Lalu jika ada orang yang menanggung hal itu
kemudian mengajakmu untuk menikah dengannya yang berparas cantik dan menarik
serta berharta melimpah di samping keturunan yang terhormat dan beradab, maka apakah
kamu menerima tawaran itu hai Muhammad?”, lalu Nabi menjawab “Akan tetapi
siapakah gerangan wanita itu?”. Utusan pun menjawab, “Beliau adalah Khadijah binti
Khuwailid”. Dan Rasulullah pun terheran-heran seraya bertanya, “Tetapi bagaimana yang
demikian itu terjadi padaku?”. Utusan itu pun segera membalas, “Serahkanlah persoalan
itu kepadaku”. Di saat itu juga Rasulullah menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa
beliau menyetujui permintaan itu, sementara beliau telah mengetahui bahwasanya

Khadijah memiliki usia 15 tahun atau lebih jauh di atas beliau. Rasulullah pun juga
mengetahui bahwa Khadijah telah menikah sebanyak dua kali. Kemudian sempurnalah
pernikahan beliau dengan Khadijah binti Khuwailid dan seketika itu sirnalah perbedaan
usia di antara mereka melebur menjadi satu ke dalam kebahagiaan, kejujuran, suasana
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah serta warokhmah serta kegembiraan
akan kehadiran buah-buah hati yang telah dikaruniakan oleh Allah.swt kepada mereka
berdua. Dimana Khadijah Radhiyallahu Anha bersama Rasulullah telah melahirkan :
Qasim, Abdullah (keduanya bergelar At-Thahir dan At-Thayyib), Zainab, Ummu
Kaltsum, Fathimah serta Ruqayyah. Satu yang sangatlah menarik dibahas dalam
kehidupan rumah tangga beliau berdua adalah bahwasanya meskipun beliau Rasulullah
berada di tengah-tengah kehidupan rumah tangga yang begitu rukun dan damai bersama
Khadijah binti Khuwailid, pikiran-pikirannya serta kesibukannya dalam beribadah
tidaklah beliau tinggalkan. Beliau tetap senantiasa beribadah, bertawakal kepada-Nya
karena hal itu adalah merupakan perintah dan ajaran-Nya yang wajib beliau sebarkan
kepada seluruh umat di dunia.
Hingga Allah akhirnya memanggilnya untuk menghadap ke hadirat-Nya.
Sayyidah Khadijah adalah wanita yang pertama kali beriman kepada beliau. Dan setiap
kali beliau diperlakukan yang tidak sepantasnya oleh kaum musyirikin, maka beliau
Khadijah lah yang senantiasa meringankan beban itu serta menguatkan dan menjadikan
masalah itu terasa ringan di hadapan Rasulullah. Tak kan terlupakan dalam sejarah
kehidupan Khadijah yang agung akan sambutannya yang sangat manias dan menyentuh
kalbu terhadap Rasulullah ketika wahyu yang pertama kalinya diturunkan. Saat itu beliau
Rasulullah pulang dengan tangan gemetaran maka Khadijah memeluknya serta
menenangkannya seraya berkata pada suaminya itu, “Demi Allah Dia tidak akan
menghinakan akan dirimu, sungguh engkau adalah seorang yang senang menjalin
hubungan silahturahmi, jujur dalam berbicara, dalam menunaikan amanah, menanggung
beban orang yang berkesusahan dan memuliakan tamu serta mejunjung tinggi segala
bentuk kebenaran”.
Maka ketika Khadijah dipanggil menghadap ke hadirat Allah dalam usianya yang
ke-64 atau 65 tahun, Rasulullah merasakan kesedihan yang sangat mendalam atas

kepergian istri tercintanya itu. Kesetiaan beliau terhadap Khadijah tetap diperlihatkan
selama hidupnya. Beliau senantiasa mengharumkan nama sang istri tercinta itu dengan
pujian-pujian yang tidak dapat disembunyikannya akan kekaguman serta kerinduannya
kepada kenangan-kenangan manis saat bersamanya. Pujian-pujian tersebut terkadang
diucapkan beliau dihadapan istri-istri beliau yang lain, yang telah dinikahinya setelah
menduda selama beberapa tahun. Nama Khadijah, beliau sangat memujinya dengan pujipujian, syair-syair yang merdu. Pada suatu hari beliau kembali menyebut nama Khadijah
dan Sayyidah Aisyah pun tidak sanggup menahan rasa cemburunya lagi lalu berkata,
“Bukankah dia hanyalah seorang wanita tua sementara Allah telah menggantikannya
untukmu yang lebih baik darinya?”. Maka Rasulullah marah sehingga keningnnya seakan
bergetar karena sangat marahnya, lalu beliau bersabda, “Demi Allah, Dia Subhaanahu
Wata’ala tidak pernah menggantikan untukku yang lebih baik dari padanya, dia beriman
kepadaku disaat semua orang mengingkariku, dia membenarkanku disaat semua orang
mendustakanku, dia menyumbangku dengan hartanya ketika orang-orang tidak ada yang
ingin membantu. Dan Allah Subhaanahu Wata’ala telah menganugerahkanku dengan
beberapa orang anak, pada saat Allah tidak memberikan kepadaku anak dari wanitawanita yang lain”. Aisyah lalu menjawab, “Aku berkata kepada diriku sendiri, Aku tidak
akan menyebut nama Khadijah lagi dengan sebutan yang jelek untuk selama-lamanya”.
Khadijah wafat tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke kota Madinnah.

2. Saudah Binti Zam'ah -Rodhiyallahu 'anhaBeliau adalah Saudah binti Zam'ah bin Qais bin Abdi Syams bin Abud AlQuraisyiyah Al-Amiriyyah. Ibunya bernama Asy-Syamus binti Qais bin Zaid bin Amru
dari bani Najjar. Beliau juga seorang Sayyidah yang mulia dan terhormat. Sebelumnya

pernah menikah dengan As-Sakar bin Amru saudara dari Suhair bin Amru Al-Amiri.
Suatu ketika beliau bersama delapan orang dari bani Amir hijrah meninggalkan kampung
halaman dan hartanya, kemudian menyebrangi dahsyatnya lautan karena ridha
menghadapi maut dalam rangka memenangkan diennya. Semakin bertambah siksaan dan
intimidasi yang mereka karena mereka menolak kesesatan dan kesyirikan. Hampirhampir tiada hentinya ujian menimpa Saudah belum usai ujian tinggal dinegeri asing
(Habsyah) beliau harus kehilangan suami beliau sang muhajirin. Maka beliaupun
menghadapi ujian menjadi seorang janda disamping juga ujian dinegeri asing.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menaruh perhatian yang istimewa terhadap
wanita muhajirah yang beriman dan telah menjanda tersebut. Oleh karena itu tiada hentihentinya Khaulah binti Hakim as-Salimah menawarkan Saudah untuk beliau hingga pada
gilirannya beliau mengulurkan tangannya yang penuh rahmat untuk Saudah dan beliau
mendampinginya dan membantunya menghadapi kerasnya kehidupan. Apalagi umurnya
telah mendekati usia senja sehingga membutuhkan seseorang yang dapat menjaga dan
mendampinginya.
Pernikahan ini bertujuan untuk melindungi Sayyidah Saudah dari gangguan dan
penyiksaan kaumnya sendiri yang terkenal sangat kasar dan bengis. Di samping juga
pernikahan

itu

merupakan

penghormatan

atas

sikap

Sayyidah

Saudah

yang

mementingkan dan memilih agama Islam daripada kaumnya sendiri, perbuatan yang rela
berpisah dengan keluarga dan tanah airnya demi untuk memperjuangkan agama Islam
yang dianutnya. Demikian juga sebagai penghargaan atas kesabarannya dalam
berkomitmen dengan aqidah yang sangat beliau yakini. Pernikahan ini pula merupakan
upaya meringankan beban kerinduan Sayyidah Saudah dengan suaminya terdahulu yang
telah gugur dalam perang. Dan juga ia merupakan salah satu siasat halus untuk
melunakkan hati kaumnya serta membujuk mereka agar mau menerima Islam sebab
dengan pernikahan itu mereka secara tidak langsung telah menjadi kerabat Rasulullah
dari jalur pernikahan.
Satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah meskipun Sayyidah Saudah adalah
seorang wanita tua yang gembrot dan lamban jalannya serta tidak lincah dalam bergerak,
namun beliau adalah seorang wanita yang penuh pengertian, hal itu dibuktikan dengan

perkataan beliau Sayyidah Saudah kepada Rasulullah, “Engkau telah ku bebaskan dari
segala kewajibanmu (sebagai seorang suami) kepadaku, aku hanya menginginkan dari
pernikahan ini agar aku dikumpulkan ke dalam satu barisan bersama-sama istrimu di hari
nanti. Untuk itu aku telah menghibahkan giliranku untuk Aisyah Radhiyallahu Anha”.
3. 'Aisyah Binti Abu Bakar -Rodhiallahu 'anhaDia adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran, putri
dari seorang laki-laki yang suka kebenaran, yaitu Khalifah Abu Bakar dari suku Quraisy
At-Taimiyyah di Makkah, ibunda kaum mukmin, istri pemimpin seluruh manusia, istri
Nabi yang paling dicintai, sekaligus putri dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam
Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr bin ‘Ash
Rodhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapakah
orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?" Rasul menjawab: '''Aisyah.'' 'Amr
bertanya lagi: "Kalau laki-laki?" Rasul menjawab: "Ayahnya. Selain itu Aisyah adalah
wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh. Dia juga adalah
wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang
wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik
atau strategi perang.
Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para
orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah
iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu ayahnya, Abu
Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia,
yaitu suaminya sendiri. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian,
terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi
referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu
menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai
sastranya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas agama,
sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata
pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.

Aisyah adalah seorang gadis yang sangat cerdas serta memiliki daya ingat yang
sangat kuat. Beliau dikenal sebagai seorang perawi hadist serta mengerti hukum dan
beliau adalah putri dari sahabat Rasulullah.saw yang paling dekat, dia adalah putri dari
Abu Bakar As-Siddiq. Selain pintar dan pandai bila ada salah seorang sahabat yang
mengalami kesulitan atau menemukan kesulitan atau permasalahan yang sulit tentang
agama maka mereka pasti meminta fatwa kepada Sayyidah Aisyah.ra, maka tak heran
kalau Aisyah.ra menjadi ahli fiqih dan beliau tergolong orang yang sangat lincah dan
fasih berbicara dalam situasi dan kondisi yang dihadapi serta pandai dalam bersyair.
Abu Az-Zinad menyatakan bahwasanya ia tidak pernah melihat seseorang yang
terbanyak meriwayatkan syair ketimbang Urwah. Dan sesungguhnya pernah dikatakan
kepada Urwah, “Alangkah banyaknya syair yang kamu riwayatkan”. Maka Urwah
berkata, “Sesungguhnya syair-syair yang kuriwayatkan ini tidak ada apa-apanya bila
dibandingkan dengan syair yang diriwayatkan oleh Aisyah. Setiap kali dihadapkan
kepadanya suatu persoalan, maka beliau akan melantunkan syair yang berhubungan
dengan persoalan itu. Mereka berkata pula bahwasanya Aisyah pernah meriwayatkan
syair sebanyak enam puluh bait, sementara syair itu sendiri terdiri dari seratus bait.
Beliau pula adalah seorang yang sangat cerdas dan tepat dalam berdalil dengan syair serta
menganmbil pemisalan dari syair-syair miliknya itu”.
Beliau pernah memperdengarkan kepada Rasulullah dua bait syair karya Abu
Kabir Al Hudzaly, maka Rasulullah sangat gembira mendengarknnya lalu mencium
kening Aisyah. Kenyataan itu merupakan bukti nyata kemampuannya dalam menghapal
berita-berita yang berasal dari Rasulullah, khususnya yang terjadi di dalam rumah pada
saat Nabi hanya sedang bersama keluarganya.
Nabi menikahi Aisyah.ra karena beliau sangat membutuhkan pendamping
sepeninggal istri pertamanya Sayyidah Khadijah yang sangat dicintainya, sedangkan istri
yang kedua Sayyidah Saudah.ra telah membebaskan Nabi Muhammad dari segala
kewajibannya sebagai seorang suami.

4. Hafshoh Binti 'Umar Rodhiyallahu 'anha

Beliau adalah Hafsah putri dari Umar bin Khathab, seorang sahabat agung yang
melalui perantara beliaulah Islam memiliki wibawa. Hafshoh adalah seorang wanita yang
masih muda dan berparas cantik, bertaqwa dan wanita yang disegani.
Pada mulanya beliau dinikahi salah seorang sahabat yang mulia bernama Khunais
bin Khudzafah bin Qais As-Sahmi Al-Quraisy yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam
perang Badar dan perang Uhud namun setelah itu beliau wafat di negeri hijrah karena
sakit yang beliau alami waktu perang Uhud. Beliau meninggalkan seorang janda yang
masih muda dan bertaqwa yakni Hafshoh yang ketika itu masih berumur 18 tahun
Lalu Umar Bin Khattab pernah menawarkan kepada Abu Bakar untuk menikahi
Hafshah namun Abu Bakar tidak memberikan jawaban apa-apa, sehingga Umar sangat
kesal kepada Abu Bakar, kemudian Umar Bin Khattab menawarkan juga kepada Usman
Bin Affan dan pada waktu itu Usman Bin Affan ditinggal mati oleh istrinya yaitu putri
Rasulullah yang bernama Ruqqayah. Tetapi di dalam benak atau pikiran Usman Bin
Affan dia mau menikahi putri Rasulullah yang lainnya bernama Ummu Kaltsum,
sehingga dia menolak tawaran Umar Bin Khattab, semakin kesalnya Umar yang kedua
kalinya, karena kedua teman atau sahabatnya telah menyakitkan hatinya.
Lalu Umar pergi menemui Rasulullah sebagai pelindung dan penasehat bagi
mereka semua, Umar menceritakan atau mengadukan sikap kedua sahabatnya tersebut.
Dan disinilah Rasulullah memahami sakitnya hati Umar, sehingga Rasulullah
memberikan kepada Umar yang terbaik daripada apa yang diharapkannya. Dan Nabi
berkata “Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik daripada Usman dan Usman
akan mendapatkan istri yang lebih baik dari Hafshah”
Tidak lama kemudian Nabi melamar Hafshah kepada Umar, dan berlangsunglah
pernikahan itu pada tahun ketiga dari hijrahnya Nabi ke kota Madinnah. Siapakah yang
dapat menghalangi seorang pemimpin yang besar serta panglima tertinggi untuk
sungguh-sungguh berusaha dalam rangka menciptakan hubungan harmonis antara
pengikut-pengikut serta para pendukungnya yang ikhlas dan setia bertujuan untuk
menyamakan kedudukan mereka dalam kemuliaan serta kedekatan dengannya. Tak ada
alas an yang lebih kuat untuk membuktikan bahwa pernikahan Rasulullah dengan

Hafshah adalah untuk memuliakan Umar Bin Khattab Radhiyallhu Anhu, melainkan apa
yang diriwayatkan bahwasanya sampai kepada Umar isu yang menyatakan bahwa
Hafshah telah diceraikan oleh Rasulullah, maka pada saat itu Umar Bin Khattab
menaburkan tanah ke atas kepalanya seraya berkata, “Allah Subhaanahu Wata’ala tidak
akan memperdulikan aku lagi Umar beserta putrinya setelah kejadian ini”. Lalu Umar
Bin Khattab tidak merasakan ketenangan hingga akhirnya ia memperoleh berita yang
meyakinkan bahwa Rasulullah tidak pernah menceraikan Hafshah.
5. Ummu Salamah
Nama lengkapnya adalah Ummu Salamah Hindun Binti Abu Umayyah Binti Al
Mughirah Al Makhzumy. Ummu Salamah adalah wanita yang terdahulu masuk Islam
bersama suaminya Abu Salamah Abdullah Bin Abdul Asad Bin Makhsum ikut hijrah ke
Habasyah (Ethiopia) dan kembali pula hijrah ke Madinnah. Abu Salamah adalah seorang
prajurit yang gagah berani turut ambil bagian di perang Badar. Dan beliau kembali terjun
di perang Uhud, dimana dia menderita luka parah dan akhirnya meninggal dunia.
Ummu Salamah menjadi janda dan beliau mempunyai banyak anak, pernah beliau
dilamar sama Abu Bakar dan Umar Bin Khattab tetapi beliau menolak lamaran tersebut
dengan dasar dia sudah tua, punya anak banyak dan sifat cemburunya yang sangat tinggi.
Maka Rasulullah menikahinya pada tahun kedua setelah perang Badar, adapun
suaminya sebelum itu adalah Abu Salamah Abdullah Bin Abdul Asad Bin Makhzum.
Rasulullah mengambil inisiatif untuk memberikan perlindungan langsung terhadap
Ummu Salamah dan menanggung beban pemeliharaan terhadap anak-anaknya.
Rasulullah dan Abu Salamah adalah saudara sesusuan, sehingga Rasulullah menikahi
Ummu Salamah sebagai balasan tanda jasa terhadap suaminya dalam pengorbanannya
membela agama Islam. Sebagaimana halnya negara di jaman modern ini memberikan
perlindungan dan pemeliharaan terhadap istri dan keluarga para pahlawan yang gugur
dalam bakti negara dengan berbagai macam cara, baik berupa penghargaan maupun
perlakuan khusus serta keistimewaan tertentu.
Rasulullah memandang perlu untuk menyantuninya karena beliau menyaksikan
sendiri betapa kepedihan yang dialami Ummu Salamah setelah kepergian suaminya.

Rasulullah bersabda, “Bermohonlah kepada Allah agar memberikan pahala kepadamu
atas musibah yang menimpa dirimu, dan agar Allah menggantikan suamimu dengan yang
lebih baik daripadanya”. Lalu Ummu Salamah berkata, “Siapakah gerangan yang lebih
baik daripadanya?”. Tak lama kemudian Rasulullah menikahi Ummu Salamah dan
Ummu Salamah menyadari bahwa beliau lebih baik daripada Abu Salamah.

6. Zainab Binti Khuzaimah
Zainab Binti Khuzaimah adalah wanita yang berparas cantik serta menarik dan
dia di masa Jahiliyah diberi gelar sebagai Ummul Masaakiin (Ibu orang-orang yang
miskin) dan beliau istri dari Thufail Bin Harits Bin Muthalib, salah satu pahlawan yang
gugur di medan perang Uhud.
Zainab Binti Khuzaimah bukanlah seorang wanita yang berparas cantik serta
menarik, sementara umurnya sudah melewati usia seorang pemudi, lalu mengapa
Rasulullah mau menikahinya? Nabi menikahi Zainab bertujuan untuk memberikan
kemaslahatan dan ketentraman baginya karena dorongan rasa sayang terhadap anakanaknya dan juga sebagai balasan atas jasa suaminya yang meninggal atau gugur di
medan perang Uhud. Nabi dan Zainab tidak berlangsung lama, tiga bulan setelah
pernikahannya Zainab dipanggil menghadap Allah mendahului Nabi Muhammad.saw

7. Juwairiyah Binti Al Harits Bin Abu Dhirar Al Khuza’iyah
Juwairiyah Binti Al Harits (yang dulunya bernama barrah, istri dari Musafih Bin
Shafwan Al Mushthaliq). Juwairiyah adalah putri dari Bani Mushthaliq bapaknya Al
Harits mempunyai banyak pasukan untuk memerangi Rasulullah, ketika dua pasukan
bertemu di medan perang Al Mariisii perang pun pecah tak terelakkan. Pasukan
Rasulullah akhirnya memenangkan peperangan tersebut dan pada saat itu Juwairiyah
yang dahulunya bernama Barrah istri dari Musafih Bin Shafwan Al Mushthaliq menjadi

tawanan bersama tawanan perang lainnya. Dan pada waktu pembagian tawanan perang
selesai dan memederkakannya dengan syarat dia harus melunasi harga dirinya sendiri,
Juwairiyah ikut ambil bagian dalam perjanjian ini yang dibuat oleh Tsabit Bin Qais.
Tak ada yang diharapkan Juwairiyah selain datang ke Rasulullah, akhirnya dari
pembicaraan Rasulullah dengan Juwairiyah. Juwairiyah berkata, “Wahai Rasulullah, aku
adalah putri dari Al Harits Bin Abu Dhirar sang pemimpin para kaumnya. Dan kini aku
sedang terbelit oleh suatu problema yang kamu sendiri telah mengetahuinya. Aku
menjadi budak milik Tsabit bin Qais, lalu aku membuat perjanjian dengannya untuk
membayar harga bagi diriku agar beliau mau memerdekakanku. Oleh sebab itu aku dating
menemui kamu untuk meminta bantuan”. Nabi berkata “Maukah anda menerima sesuatu
yang lebih baik daripada apa yang anda harapkan ?” lalu Juwairiyah bertanya “Apakah
itu hai Rasulullah ?”, Rasulullah pun menjawab “Aku akan melunasi harga bagi dirimu
setelah itu aku akan menikahimu” maka Juwairiyah pun berkata “Aku setuju”, dan Nabi
bersabda “Aku telah melakukan hal tersebut”.
Berita tersebut menyebar di kalangan kaum muslimin sehingga dengan sukarela
kaum muslimin lainnya melepaskan atau memerdekakan budak-budak tawanan yang
berasal dari Bani Mushthaliq. Setelah pernikahan Rasulullah dengan Juwairiyah
berlangsung hanya beberapa waktu kemudian Bani Mushthaliq bersedia menerima dan
memeluk agama Islam, serta berdiri dalam barisan pembela Islam.
Dari pernikahan Rasulullah dengan Juwairiyah dapat ditarik kesimpulan bahwa
pernikahan Rasulullah membawa kebaikan bagi Islam dan pernikahan Rasulullah
mengambil simpati dari musuh-musuhnya sehingga musuh-musuhnya tunduk atas dasar
kebaikan.

8. Ummu Habibah Binti Abu Sufyan Bin Haid
Ummu Habibah adalah anak dari Abu Sufyan tokoh kaum syirik serta musuh
Islam yang paling keras menentang Islam. Nama Ummu Habibah sebelum masuk Islam
adalah Ramlah.

Dia masuk agama Islam meskipun bapaknya tidak menyenanginya, kemudian dia
hijrah ke Habasyah (Ethiopia) bersama suaminya Ubaidillah Bin Jahsy. Sesampai di
daerah hijrah sang suami murtad pindah agama Nashrani, ia pun menginginkan sang istri
untuk mengikutinya. Akan tetapi Ummu Habibah bersikeras memperjuangkan agama
Islam, lalu sang suami meninggalkannnya. Di tengah kesendiriannya dan kemiskinnya,
tidak disenangi oleh orang tuanya dan ditinggal suami, dan tak lama setelah itu suaminya
meninggal dunia. Balasan apakah yg layak diberikan kepada seorang wanita yang
memeluk agama Islam meski tidak disenangi oleh keluarganya, terutama bapaknya?
Sementara telah diketahui bahwa bapaknya (Abu Sufyan) adalah musuh terberat serta
terkuat di antara musuh-musuh lain. Balasan apakah yang sepantasnya dianugerahkan
kepada seorang wanita yang pernah melakukan hijrah dari Mekkah ke negeri Habasyah
(Ethiopia) demi menyelamatkan keislamannya, rela menerima penderitaan dan kesusahan
di negeri asing, hanya karena menjaga dan membela agama Islam? maka Rasulullah
menikahi Ummu Habibah di Habasyah yakni sekitar tahun ke-enam atau ke-tujuh hijrah.
Dari pernikahan tersebut bertujuan menjaga kehormatannya, menyelamatkannya
dari kesulitan dan keterasingan, kesendirian dan kemiskinan dan tak lupa bertujuan
membujuk ayahnya yang saat itu menjadi seorang tokoh syirik serta musuh yang sangat
keras bagi Islam.

9. Zainab Binti Jahsy Bin Rilab
Beliau adalah anak dari Bibi Rasulullah yang bernama Aminah Binti Abdul
Muthalib dan dia istri dari Zaid Bin Haritsah. Dalam pernikahannya tidak bisa
dipertahankan sehingga mereka bercerai.
Zaid Bin Haritsah adalah tawanan jaman Jahiliyah dan dibeli oleh Sayyidah
Khadijah dan dihibahkan kepada Rasulullah, lalu Rasulullah mengangkat Zaid menjadi
putra angkatnya. Sebelum Zaid menikah dengan Zainab, Rasulullah sudah mengetahui
dari wahyu yang diturunkan oleh Allah, bahwa pernikahan Zaid dengan Zainab tidak bisa

dipertahankan. Dan setelah itu beliau akan menikahi Zainab demi untuk merombak serta
menghapus kebiasaan yang berlaku pada bangsa Arab, yaitu mengharamkan bagi seorang
untuk menikahi wanita bekas istri anak angkatnya.
Pernikahan Nabi dengan Zainab berlangsung pada tahun ke-lima hijriyah. Ini
adalah keteladanan yang dipraktekkan langsung, untuk menghalalkan apa yang telah
mereka haramkan atas diri-diri mereka. Yang pada hakikat atau aturan-aturan persoalan
tersebut tidaklah diharamkan oleh Allah.swt.
Tujuan pernikahan Nabi dengan Zainab memiliki arti tersendiri, yaitu sebagai
balasan atas ketundukkannya perintah Allah dan rasul-Nya.

10. Shafiyyah Binti Huyai Radhiallaahu 'Anha
Beliau adalah Shafiyyah binti Huyai binti Akhthan bin Sa'yah cucu dari Al-Lawi
bin Nabiyullah Israel bin Ishaq bin Ibrahim 'Alaihi wa Salam, termasuk keturunan
Rasulullah Harun 'Alaihi wa Salam. Shafiyyah adalah seorang wanita yang cerdas dan
memiliki kedudukan yang terpandang, berparas cantik dan bagus diennya. Sebelum
Islamnya beliau menikah dengan Salam bin Abi Al-Haqiq, kemudian setelah itu dia
menikah dengan Kinanah bin Abi Al-Haqiq. Keduanya adalah penyair yahudi. Kinanah
terbunuh pada waktu perang Khaibar, maka beliau termasuk wanita yang di tawan
bersama wanita-wania lain. Bilal "Muadzin Rasululllah" menggiring Shafiyyah dan putri
pamannya. mereka melewati tanah lapang yang penuh dengan mayat-mayat orang
Yahudi. Shafiyyah diam dan tenang dan tidak kelihatan sedih dan tidak pula meratap
mukanya, menjerit dan menaburkan pasir pada kepalanya.
Kemudian keduanya dihadapkan kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Salam,
Shafiyyah dalam keadaan sedih namun tetap diam, sedangkan putri pamannya kepalanya
penuh pasir, merobek bajunya karena merasa belum cukup ratapannya. Maka Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Salam bersabda (sedangkan tersirat rasa tidak suka pada wajah
beliau): "Enyahkanlah syetan ini dariku."

Kemudian beliau Shalallahu 'Alaihi wa Salam mendekati Shafiyyah kemudian
mengarahkan pandangan atasnya dengan ramah dan lembut, kemudian bersabda kepada
Bilal:
"Wahai Bilal aku berharap engkau mendapat rahmat tatkala engkau bertemu
dengan dua orang wanita yang suaminya terbunuh".
Selanjutnya Shafiyyah dipilih untuk beliau dan beliau mengulurkan selendang
beliau kepada Shafiyyah, hal itu sebagai pertanda bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Salam telah memilihnya untuk dirinya. Hanya kaum muslimin tidak mengetahui apakah
Shafiyyah di ambil oleh Rasulullah sebagai istri atau sebagai budak atau sebagai anak?
Maka tatkala beliau berhijab Shafiyyah, maka barulah mereka tahu bahwa Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Salam mengambilnya sebagai istri. Di dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Anas radhiallaahu 'anhu bahwa Rasulullah tatkala mengambil
Shafiyyah binti Huyai beliau bertanya kepadanya, "Maukah engkau menjadi istriku?"
Maka Shafiyyah menjawab,
"Ya Rasulullah sungguh aku telah berangan-angan untuk itu tatkala masih
musyrik, maka bagaimana mungkin aku tidak inginkan hal itu manakala Allah
memungkinkan itu saat aku memeluk Islam?"
Kemudian tatkala Shafiyyah telah suci Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Salam
menikahinya, sedangkan maharnya adalah merdekanya Shafiyyah. Nabi Shalallahu
'Alaihi wa Salam menanti sampai Khaibar kembali tenang. Setelah beliau perkirakan rasa
takut telah hilang pada diri Shafiyyah, beliau mengajaknya pergi. Shafiyyah yang beliau
bawa di belakang beliau, kemudian beranjak menuju ke sebuah rumah yang berjarak
enam mil dari Khaibar. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam menginginkan diri Shafiyyah
ketika itu, namun dia menolaknya. Ada rasa kecewa pada diri Nabi karena penolakan
tersebut.
Kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Salam melanjutkan perjalanannya ke
Madinah bersama bala tentaranya, tatkala mereka sampai di Shabba' jauh dari Khaibar
mereka berhenti untuk beristirahat. Pada saat itulah timbul keinginan untuk merayakan
walimatul 'urs. Maka didatangkanlah Ummu Anas bin Malik radhiallaahu 'anha, beliau
menyisir rambut Shafiyyah, menghiasi dan memberi wewangian hingga karena kelihaian

dia dalam merias, Ummu Sinan Al-Aslamiyah berkata bahwa beliau belum pernah
melihat wanita yang lebih putih dan cantik dari Shafiyyah. Maka diadakanlah walimatul
'urs, maka kaum muslimin memakan lezatnya kurma, mentega dan keju Khaibar hingga
kenyang. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Salam masuk kekamar Shafiyyah sedangkan
masih terbayang pada beliau penolakan Shafiyyah tatkala ajakan beliau yang pertama,
maka Shafiyyah menerima Nabi untuk menjalani malam pertama dengan lembut beliau
menceritakan sebuah cerita yang menakjubkan. Beliau bercerita bahwa tatkala malam
pertamanya dengan Kinanah bin Rabi', pada malam itu beliau bermimpi bahwa bulan
telah jatuh kekamarnya. Tatkala bangun beliau ceritakan hal itu kepada Kinanah. maka
dia berkata dengan marah:"Mimpimu tidak ada takwil lain melainkan kamu beranganangan mendapatkan raja Hijaz Muhammad. Maka dia tampar wajahnya beliau dengan
keras sehingga bekasnya masih ada, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam mendengarnya
sambil tersenyum kemudian bertanya,"Mengapa engkau menolak dariku tatkala kita
menginap yang pertama? "Maka beliau menjawab, 'Saya khawatir terhadap diri anda
karena dekat Yahudi. Maka menjadi berseri-serilah wajah Nabi yang mulia serta
lenyaplah kekecewaan hatinya maka Nabi melewati malam pertamanya tatkala Shafiyyah
berumur 17 tahun.
Tatkala rombongan sampai di Madinah Rasulullah perintahkan agar pengantin
wanita tidak langsung di ketemukan dengan istri-istri beliau yang lain. Beliau turunkan
Shafiyyah di rumah sahabatnya yang bernama Haritsah bin Nu'man. Ketika wanitawanita Anshar mendengar kabarA tersebut, mereka datang untuk melihat kecantikannya.
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam memergoki 'Aisyah keluar sambil menutupi dirinya
serta berhati-hati (agar tidak dilihat Nabi) kemudian beliau masuk kerumah Haritsah bin
Nu'man. Maka beliau menunggunya sampai 'Aisyah keluar. Maka tatkala beliau keluar,
Rasulullah memegang bajunya seraya bertanya dengan tertawa, "Bagaimana menurut
mendapatmu wahai yang kemerah-merahan?" Aisyah menjawab sementara cemburu
menghiasi dirinya, "Aku lihat dia adalah wanita Yahudi."Maka Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Salam membantahnya dan bersabda: "Jangan berkata begitu... karena
sesungguhnya dia telah Islam dan bagus keislamannya."

Selanjutnya Shafiyyah berpindah ke rumah Nabi menimbulkan kecemburuan istriistri beliau yang lain karena kecantikannya. Mereka juga mengucapkan selamat atas apa
yang telah beliau raih. Bahkan dengan nada mengejek mereka mengatakan bahwa mereka
adalah wanita-wanita Quraisy, wanita-wanita Arab sedangkan dirinya adalah wanita
asing.
Bahkan suatu ketika sampai keluar dari lisan Hafshah kata-kata, "Anak seorang
Yahudi" hingga menyebabkan beliau menangis. Tatkala itu Nabi masuk sedangkan
Shafiyyah masih dalam keadaan menangis. Beliau bertanya, "Apa yang membuatmu
menangis?" Beliau menjawab, Hafshah mengatakan kepadaku bahwa aku adalah anak
seorang Yahudi. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya engkau
adalah seorang putri dari seorang Nabi dan pamanmu adalah seorang Nabi, suamipun
juga seorang Nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?" Kemudian beliau
bersabda

kepada

Hafshah,

"Bertakwalah

kepada

Allah

wahai

Hafshah!"

Maka kata-kata Nabi itu menjadi penyejuk, keselamatan dan keamanan bagi Shafiyyah.
Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari istri Nabi yang lain maka diapun
berkata: "Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad,
ayahku adalah Harun dan pamanku adalah Musa?" Shafiyyah radhiallaahu 'anha wafat
tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah. Beliau
dikuburkan di Baqi' bersama Ummahatul Mukminin. Semoga Allah meridhai mereka
semua.

11. Maimunnah Binti Al-Harits Bin Hazn Al Hilaliyah
Maimunnah Binti Al-Harits adalah wanita yang memiliki hubungan kekerabatan
dengan mayoritas pemuka-pemuka bangsa Arab. Dia pernah menikah dua kali dan
suaminya meninggal dunia lalu Abbas Bin Abdul Muthalib menemui Nabi agar Nabi mau

menikahi Maimunnah karena dia seorang janda yang membutuhkan naungan dan
perlindungan, dan Nabi menerima apa yang diminta Abbas Bin Abdul Muthalib.
Dan bukan merupakan kebiasaan Nabi, sebagai figure yang memiliki jiwa
dermawan untuk menolak keinginan kedua orang kesayangannya yaitu pamannya Abbas
dan saudara sepupunya Ja’far Bin Abu Thalib. Dan bukan tipe Nabi untuk men