GAMBARAN PERILAKU PENJUAL PESTISIDA DI DESA UJONG BAROH KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI

  

GAMBARAN PERILAKU PENJUAL PESTISIDA DI DESA

UJONG BAROH KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

OLEH

RIKA ANDRIANI

  

09C10104169

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

TAHUN 2013

  ABSTRAK

Rika Andriani. Gambaran perilaku penjual Pestisida di Desa Ujong Baroh

  Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013. Dibawah bimbingan Kiswanto,M.Si dan Salman Rusly, SKM, M.Epid. Pestisida diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh atau mematikan hama-hama, binatang –binatang yang merusak pada umumnya serangga,jasad renik, binatang pengerat dan lainnya yang langsung merugikan kepentingan manusia. Tujuan penelitian adalahUntukmengetahui atau melihatlebih lanjut bagaimana Gambaran perilaku penjual pestisida di desa Ujong Baroh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013. Sampel berjumlah 13 orang dari 7 toko yang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 Agustus sampai dengan 6 september 2013 Penelitian ini bersifat survey Deskriptif data diperoleh dengan cara wawancara, kuesioner dan observasi tempat penyajian atau tempat penjualan pestisida. Hasil penelitian yang diperoleh dari responden atau penjual pestisida dengan pengetahuan tinggi12 orang (92,3%) dan yang pengetahuan rendah 1 orang (7,7%),dari kategori sikap yang positif 11 orang (84,6%)dan sikap yang negatif 2 orang (15,4%),responden yang memilki tindakan yang baik 3 (23,1%)dan responden yang memiliki tindakan kurang 10 orang (76,9%). Dari hasil observasi yang penulis lakukan masih banyak tindakan penjual pestisida yang kurang, dalam hal pemakaian APD (Alat Pelindung Diri), padahal pemakaian APD dapat terhindar dari keracunan pestisida karena APD dapat mencegah masuknya pestisida kedalam tubuh dan dari segi penataan pestisida antara pestisida jenis satu dengan jenis yang lainnya tidak dipisahkan. Diharapkan kepada setiap penjual pestisida pengetahuan dan sikap yang tinggi seharusnya diaplikasikan dengan baik jangan sampai pengetahuan dan sikapnya tinggi tapi tindakan dilapangan kurang baik dan berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya dan senantiasa mengikuti aturan-aturan tentang penjualan pestisida.

  Pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual pestisida.

  Kata Kunci :

  ii ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.36 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa,Kesehatan merupakan keadaan sehat baik secara fisik,mental,spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

  Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan/serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah atau masyarakat.

  Pelayanan Kesehatan Promotif merupakan suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif merupakan suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan atau penyakit (UU Kesehatan RI No.36,2009 ).

  Pestisida diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh atau untuk mematikan hama-hama, binatang-binatang yang merusak pada umumnya serangga,jasad renik,binatang pengerat dan lainnya yang langsung merugikan kepentingan manusia. Gangguan kesehatan pada manusia khususnya penjaga toko pestisida oleh pestisida disebabkan oleh sikap,pengetahuan,tindakan yang tidak tepat. Sebenarnya penggunaan untuk membunuh serangga sudah dikenal sejak abad 1 sesudah masehi, dengan adanya penggunaan racun arsen oleh bangsa Yunani dan Cina untuk membunuh hama. Penggunaan insektisida secara moderen dimulai tahun 1867, ketika Paris Green untuk pertama kalinya di USA untuk memberantas Kumbang. (Untung, 2006).

  Menurut Sudarmo, 1991. dalam Sianturi (2003). Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih dari dari 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Bahan aktif tersebut sebanyak, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida, dan 600 berupa disinfektan. Lebih dari 35 ribu formulasi telah dipasarkan di seluruh dunia.

  Penggunaan pestisida dari waktu kewaktu terus meningkat. Hasil kajian Field Indonesia pada 306 petani padi di Klaten tahun 2011 lalu sungguh mencengangkan. Petani yang disurvei menggunakan pestisida rata-rata 5,7 kali per musim tanam. Suatu jumlah yang sangat tinggi di tanaman padi. Hal ini didukung oleh peredaran pestisida yang luas di negeri ini. Jumlah merek pestisida yang beredar makin banyak dari tahun ke tahun. Saat ini berdasarkan data Komisi Pestisida di bawah Kementerian Pertanian sudah terdaftar fungisida 350 merek, herbisida 600 merek dan insektisida 800 merek, dengan ijin tetap. Jumlah ini tidak termasuk produk yang illegal (Fahmi, 2012).

  Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati serta agar pestisida dapat digunakan secara efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Menteri pertanian 24/Permentan/SR.140/4/2011 diantaranya adalah tentang syarat, tata cara pendaftaranpestisida, kemudian pestisida yang boleh disimpan, diedarkan dan digunakan adalah pestisida yang memperoleh izin dari Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida.

  Upaya pengamanan pestisida meliputi kegiatan pengawasan terhadap pengeloloan pestisida pengendalian pencemaran dan residu pestisida, pengendalian paparan(penjamah) pestisida, pengendalian keracunan pestisida (Depkes RI,2000. dalam Sianturi, 2006).

  Secara umum, pestisida diartikan sebagai suatu formula yang digunakan untuk mengendalikan hama, gulma dan penyakit pada tumbuhan dan hewan. Asal katanya sendiri adalah pest yang berarti serangga, dan cyanida yang berarti racun.Dalam perjalanannya, pestisida ada yang ditemukan, diproduksi secara massal, dipuja-puja, tetapi kemudian dilarang. Contoh paling terkenal adalah DDT (Dikloro Difenil Trikloroetan) dan Endrin berikut turunannya Dieldrin.Selain itu, masih banyak jenis pestisida yang kini dilarang penggunaannya oleh pemerintah.

  Sebab-sebab pelarangan itu bisa jadi karena telah ditolak sejak pertama kali didaftarkan, atas aduan konsumen dan temuan di lapangan, atau atas permintaan pemilik hak patennya. Pelarangan itu sendiri ada dua jenis, pelarangan secara umum dan pelarangan pada bidang tertentu saja. Semua pelarangan penggunaan pestisida ini adalah bertujuan untuk melindungi manusia dan lingkungan. Maka dari itu seorang penjual pestisida harus lebih teliti lagi, jenis pestisida apa saja yang boleh di jual belikan dan jenis apa saja yang di larang untuk diedarkan (Deptan, 2013).

  Berdasarkan hasil observasi awal pada beberapa toko penjual pestisida dapat terlihat bahwa penjual banyak yang tidak memakai pelindung yang memadai atau menggunakan perlindungan khusus. Penjual dalam melaksanakan aktivitas jualannya di ruangan kios tersebut sering merokok, minum, atau makan dan tidak mencuci tangan setelah terpapar dengan pestisida. Hal ini dapat dijadikan sebagai bukti bahwa pengetahuan penjual tentang penanganan pestisida masih rendah.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, Maka peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut bagaimana gambaran perilaku penjual pestisida yang ada di Desa Ujong BarohKecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui gambaran Perilaku penjual pestisida di desa Ujong Barohkecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barattahun 2013.

  1.3.2 Tujuan Khusus

  1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat Pengetahuan Penjual pestisida 2. Untuk mengetahui Sikap Penjual pestisida dalam Menangani pestisida.

  3. Untuk mengetahuiTindakan penjual/penjaga toko pestisida dalam hal penanganan pestisida.

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Teoritis

  1. Hasil penelitian ini digunakan untuk bahan acuan dalam proses pengembangan keilmuan.

  2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka menambah wacana keilmuan di dunia kesehatan.

  3. Untuk menambah wawasan di kalangan pembeli tentang bahaya pestisida bagi kesehatan

  4. Penambahan pengetahuan dalam mengembangkan wawasan berfikir penulis dalam mengaplikasikan teori dengan kenyataan serta menggunakan cara pengkajian ilmiah dalam menyikapi permasalahan tentang bahaya pestisida bagi penjual pestisida

  1.1.4 Manfaat Praktis

  1. Informasi kepada penjual dan pembeli untuk proaktif mengetahui agar waspada bahaya pestisida apabila tindakan yang dilakukan tidak sesuai.

  2. Masukan kepada pemerintah daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat,Dinas Pertanian dan berbagai pihak terkait dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Pengertian Perilaku

  Menurut Notoadmodjo (2003), Perilaku dipandang dari segi bologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku dan gejala yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk dari manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku mahluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan faktor lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.

  Prilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat fasif ( tanpa tindakan) maupun aktif disertai tindakan ( Notoatmodjo, 2007).

  2.2 Bentuk Perilaku

  Menurut Notoatmodjo (2003), secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek. Respon ini dibedakan menjadi 2 (dua) :

  1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran dan sikap yang terjadi orang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

  2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, penjual pestisida pada saat menangani pestisida.

  Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) ,maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

  1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang uantuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

  Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :

  a) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

  Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

  c) Perilaku gizi (makanan dan minuman), makanan dan minuman dapat memelihara dan dan meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada prilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

  2. Perilaku pencaharian dan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut perilaku pencaharian pengobatan ( health seeking behavior).

  3. Perilaku kesehatan lingkungan adalah merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya,sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

2.3 Domain Prilaku Kesehatan

  Prilaku manusia sangat kompleks dam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom ( 1908 ) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi prilaku itu kedalam 3 domain ( ranah / kawasan ), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain prilaku tersebut, yang tediri dari : ranah kognitif (cognitive

  

domain ), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor

  

domain ). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk

  kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain itu diukur dari : pengetahuan ( knowledge), sikap ( attitude ), dan praktik atau tindakan ( Practik ).

2.3.1 Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil “ tahu “ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

  Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan yang dicangkup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni :

  1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

  Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  4. Analisis ( Analysis ) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

  5. Sintesis (Synthesis) menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk maenyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  6. Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  Pengetahuan terbagi menjadi 2 yaitu :

  a. Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

  b. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya.

  Contohnyaadalah petunjuk penggunaan, prosedur, dan video how-to.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan -

  Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah : a. Pendidikan

  Menurut Undang-undang No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.

  b. Media Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

  c. Informasi informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan atau suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

2.3.2 Sikap

  Menurut Notoatmodjo (2007) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

  Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :

  1. Kepercayaan( keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

  2. Kehidupan emosional untuk evaluasi emosional terhadap suatu objek

  3. Kecenderungan untuk bertindak ( Trend to behave ) Keyakinan bahwa "Diskriminasi itu salah" merupakan sebuah pernyataan evaluatif. Opini semacam ini adalah komponen kognitif dari sikap yang menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah sikap komponen afektifnya. Perasaan adalah segmen emosionalatau perasaan dari sebuah sikap dan tercermin dalam pernyataan seperti "Saya tidak menyukai John karena ia mendiskriminasi orang-orang minoritas." Akhirnya, perasaan bisa menimbulkan hasil akhir dari perilaku. Komponen perilaku dari sebuah sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu (Notoatmodjo, 2007).

  Pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap dengan perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau, paling banyak, hanya berhubungan sedikit. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel-variabel pengait (Notoatmodjo, 2007).

2.3.3 Praktik atau tindakan

  Menurut Notoatmodjo (2007), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour) untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain faktor fasilitas juga diperlukan juga diperlukan faktor dukungan ( Support ) dari pihak lain.

  a. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang kan diambil merupakan paktik tingkat pertama.

  b. Respon terpimpin ( Guided respons ) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.

  c. Mekanisme (Mecanism) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomasis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

  d. Adaptasi (Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindaka itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

2.4 Pengertian Pestisida

  Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (inggris) yang berasal dari bahasa latin pestis dan caedo yang biasa diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu pada tanaman sering juga disebut dengan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Wudianto, 2001).

  Menurut kata asalnya, Pestisida berasal dari kata Pesticide yaitu pest berarti hama, Cide berarti mematikan/membunuh.Pestisida diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh atau mematikan hama-hama, binatang – binatang yang merusak pada umumnya serangga,jasad renik, binatang pengerat dan lainnya yang langsung merugikan kepentingan manusia (Djojosumarto,2004).

  Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 07/Permentan /SR.140/2/2007, tentang syarat dan tatacara pendaftaran pestisida, pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud pestisida adalah semua zat kimiaatau bahan lain serta jasat renik dan virus yang digunakan untuk: a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,bagian tanaman atau hasil pertanian b. Memberantas rumput

  c. Mematikan daun, mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

  d. Mengatur dan merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, tidak termasuk pupuk e. Memberantas hama luar pada hewan piaraan dan ternak

  f. Memberantas atau mencegah hama air

  g. Memberantas atau mencegah binatang dan jasak renik dalam rumah tangga (RT), bangunan dan alat pengangkutan

  h. Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu di lindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Menurut TheUnited states Enviromental pesticide control Act pestisida adalah sebagai berikut:

  1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang penggerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang .

  2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman( Djojosumarto, 2008).

2.5 Klasifikasi Pestisida

  2.5.1 Berdasarkan jenisnya

  Menurut Untung (2006), dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil pertanian, pestisida ini diklasifikasikan lagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, seperti insektisida (serangga), herbisida (gulma), bakterisida (bakteri), fungisida (jamur), nematisida (cacing), akarisida (tungau), rodentisida (binatang penggerat), moluskisida (siput), dan pestisida lainnya.

  2.5.2 Berdasarkan bentuknya

  Menurut Untung (2006), Bentuk pestisida ini berkaitan dengan cara penggunaan atau penyebaran pestisida dilapangan maka bentuk pestisida dapat digolongkan : a. Tepung hembus (Dust = D)

  Penggunaan pestisida harus dihembuskan dalam bentuk kering menggunakan alat penghembus atau emposan.

  b. Butiran (Granula = G) Penggunaan pestisida dengan disebarkan atau ditaburkan di atas tanah dengan menggunakan tangan.

  c. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (Wettable powder = WP)

  Pestisida dalam bentuk ini dalam penggunaannya harus dibasahi dulu dengan air sebelum disemprotkan.

  d. Tepung yang larut dalam air (Water-soluble powder = SP) Jenis pestisida ini harus dilarutkan dulu kedalam air sebelum disemprotkan.

  e. Cairan (emulsifiable concentrate = EC) Walaupun sudah berbentuk cairan, tapi pestisida ini tidak bisa langsung digunakan, harus dicampur dulu dengan air, baru disemprotkan.

  f. Suspensi (flowable concentrate = F) Pestisida ini bisa berbentuk cairan atau padatan dan sebelum diuapkan dicampur dulu dengan air.

2.5.3 Berdasarkan cara kerjanya

  Menurut Untung (2006), cara kerja pestisida terbagi beberapa macam :

  a. Pestisida Kontak Pestisida kontak berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.

  b. Pestisida Fumigam Pestisida fumigam berarti mempunyai daya bunuh jasad setelah jasad terkena uap atau gas.

  c. Pestisida Sistemik Pestisida sistemik berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan dan hama akan mati kalau mengisap tanaman.

  d. Pestisida Lambung Pestisida lambung berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.

2.5.4 Penggolongan pestisida berdasarkan struktur kimia pestisida

  Menurut Oka (2005), penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Berdasarkan susunan kimianya pestisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan antara lain sebagai berikut:

  1. Golongan Organochlorin

  Pestisida golongan Organoclhorin di Indonesia hanya digunakan untuk memberantas vector malaria dan tidak digunakan untuk pertanian. Contoh pestisida golongan organochlorin adalah DDT, Dieldrin, Endrin dan lain- lainUmumnya golongan ini mempunyai sifat utama yaitu: merupakan racun yang universal,degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak. pestisida ini merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil dan persisten. Gejala keracunan yang disebabkan golongan ini adalah: sakit kepala, pusing,mual,muntah, mencret,badan lemah,gugup,gemetar dan kesadaran hilang.

  2. Golongan Organophosfat

  Bahan aktif sebagian besar golongan ini sudah dilarang beredar di Indonesia misalnya diazinon dan basudin Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia daripada organokhlor. Contoh nama Formulasi yang menggunakan bahan aktif golongan organofosfat adalah herbisida:Scout180/22 AS,Roundup75 WSG, Fungisida: Kasumiron 25/1 WP, afigon 300 EC, Rizolex 50 WP,insektisida : curacon 500 EC, voltage, 560 EC,Ta. kuthion 500 E. pestisida golongan ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, kulit atau pernafasan. Gejala keracunan adalah timbulnya gerakan otot-otot tertentu, penglihatan mata terganggu, banyak keringat dan otot-otot tidak bisa digerakkan.

  3. Golongan Carbamat

  Termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.bahan aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah : Karbaril, dan methanol yang telah dilarang penggunaannya. Namun masih banyak formulasi pestisida berbahan aktif golongan carbamat, misalnya Fungisida Previcur, Toksin 500 F, insektisida, misalnya Curater 3 G,Dicarzinol 25 SP. Bahan aktif ini masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian akan menghambat enzim Kholinesterase seperti pada keracunan organofosfat.

  4. Pyretroid Sintetik

  Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapaester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum.Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,

  

sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,

flusitrinate.

  5. Fumigan

  Fumiganadalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya

  chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.

  Berdasarkan bentuk fisik, jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dan daya racunnya bila terhirup atau terkontaminasi, pestisida dibagi menjadi 4 (empat) kelas seperti diuraikan pada Tabel 2.1. di bawah ini:

Table 2.1 Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan Masuk ke Dalam tubuh dan Daya Racunnya LD50 untuk tikus (mg/kg) Klasifikasi Oral Dermal Padat Cair Padat Cair

  I.a. Sangat berbahaya sekali < 5 < 20 < 10 < 40 40-

  b. Sangat berbahaya 5-500 20-200 10-100 400 400-

  II. Berbahaya 50-500 200-2000 100-1000 4000

  III. Cukup berbahaya >500 > 2000 >1000 >4000

  Sumber : Depkes RI, 2003

  Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka menyerang acetil cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh system syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar acetil cholinesterase dan hal inilah yang memunculkan gejala- gejala keracunan. Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian yang paling banyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain (Suwondo, 2005).

Tabel 2.2. Beberapa jenis Pestisida gas syaraf yang paling berbahaya ORGANOFOSFAT METILCARBAMAT

  1. Azinofhosmethil

  1. Aldicarb

  2. Demeton methyl

  2. Carbofuran

  3. Dichlorvos / DDVP

  3. Fomentanate

  4. Disulfoton

  4. Methomyl

  5. Ethion

  5. Oxamyl

  6. Ethyl parathion / Parathion

  6. Propoxur

  7. Fenamiphos

  8. Fensulfothin

  9. Methamidophos

  10. Methidathion

  11. Methyl parathion

  12. Mevinphos

  13. Phorate

  14. Sulfotepp

  15.Terbufos

  Sumber: Depkes RI,2003

2.6 Penggunaan Pestisida dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan

2.6.1 Penggunaan Pestisida

  Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pengendalian hama. walaupun jenis obatnya baik, namun karena penggunaannya tidak betul maka menyebabkan sia-sianya penggunaan pestisida.

  Hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan menggunakan dosis. dosis yang terlalu tinggi menyebabkan sia-sianya penggunaan pestisida, disamping itu dapat merusak lingkungan. sedangkan dosis yang terlalu rendah akan menyebabkan hama sasaran tidak mati, disamping malah dapat mendorong mempercepat timbulnya resistensi.

  Menurut Sudarmo (1991) dalam sianturi (2006) Untuk menggunakan pestisida ada beberapa hal yang harus diperhatikanantara lain:

  1. Pestisida digunakan apabila diperlukan

  2. Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida

  3. Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label

  4. Anak-anak tidak diperkenankan mengunakan pestisida, demikian juga wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya

  5. Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap melalui luka

  6. Gunakan perlengkapan pakaian lengan panjang dan kaki panjang,sarung tangan, sepatu boot, kacamata, masker dan tutup kepala

  7. Hati-hati bekerja dengan pestisida,lebih-lebih yang konsentrasinya pekat, tidak boleh sambil makan dan minum

  8. Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan pada tempat terbuka, gunakan selalu alat bersih dan khusus

  9. Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali dianjurkan

  10. Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin, bila tidak enak badan berhentilah bekerja

  11. Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian pula pakaian-pakaian dan mandilah dengan sabun sebersih mungkin.

2.6.2 Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan

  Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.

  Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan. Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan ( Djojosumarto, 2004 ).

  Keracunan kronis adalah keracunan yang disebabkan oleh pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu singkat denga akibat kronis. keracunan dapat ditemukan dalam bentuk kelainan saraf dan perilaku (neutotoksik) atau mutagenitas.

  Menurut Kusnoputrato (1996) dalam sianturi (2006), Kejadian Keracunan akut karena pestisida di Indonesia pada tahun 1979 - 1986 menunjukkan bahwa beberapa provinsi yang melaporkan kejadiannya di 98 kabupaten selama kurun waktu tersebut, tercatat yang menderita sebanyak 2.671 orang dan yang meninggal sebanyak 2.092 orang. Dari 2.671 penderita ini ditemukan 399 orang keracunan pestisida golongan organofosfat dan karbamat. Penyebab keracunan sebagian besar karena kontaminasi pestisida dengan pekerja/ petugas.

2.7 Persyaratan Kesehatan Tempat Penyimpanan Pestisida

  Berdasarkan Kep.Dirjen PPM &PLP Nomor 32-/PD.03.04 LP 1993) dalam Sianturi,(2006):Persyaratan Kesehatan Tempat Penyajian Pestisida sebagai berikut :

  1. Konstruksi Ruang

  a. Kontruksi ruang penyajian pestisida diatur sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan dan pelayanan kepada pembeli.

  b. Ruangan penyajian mudah dibersihkan.

  c. Luas ventilasi minimal 20% dari luas lantai.

  d. Pencahayaan minimal 200 lux.

  2. Tata Letak

  a. Setiap jenis (nama dagang) pestisida tidak boleh disajikan terlalu bayak di ruangan penjualan.

  b. Setiap jenis pestisida harus disajikan dalam rak/lemari maksimal tingginya 2 meter, bila boleh ditempatkan langsung lemari.

  c. Pestisida terbatas (relatif sangat berbahaya) harus ditempatkan dalam lemari kaca terkunci.

  d. Peletakan satu jenis pestisida dengan jenis lainnya harus jelas batasnya (ada batas ruangan pemisah).

  e. Bahan makanan, obat-obatan dan barang konsumsi lainnya tidak boleh disajikan berdekatan dengan pestisida.

  3. Penjualan pestisida tidak boleh dilakukan dengan cara membuka, merubah atau menukar wadah aslinya.

  4. Sarana lain yang harus dimiliki.

  a. Alat Pemadam Kebakaran. b. Tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap.

  c. Kakus dan Kamar Mandi.

2.8Mencegah keracunan

  Menurut Oka (2005), tindakan pencegahan lebih penting daripaada pengobatan. Untuk itu waspada dalam penyimpanan dan pembuangan sisa atau bekas kemasan pestisida adalah tindakan yang paling tepat.

  1. Tempat penyimpanan Tempat penyimpanan pestisida biasa berupa almari atau peti khusus atau juga ruangan khusus yang tidak mudah dijangkau anak-anak atau hewan peliharaan.

  Bila perlu tempat penyimpanan ini dikunci. Letakkan tempat penyimpanan ini jauh dari tempat bahan makanan, minuman, dan sumber api. Usahakan tempat pestisida menpunyai ventilasi yang cukup, tidak terkena matahari langsung, dan tidak terkena air hujan agar pestisida tidak rusak.

  2. Mengelola wadah pestisida Pestisida harus tetap tersimpan dalam wadah atau bungkus aslinya yang memuat label atau keterangan mengenai penggunaannya dan petunjuk keamanannya. Dengan demikian bila ada keracunan atau akan digunakan lagi petunjuknya masih jelas. Wadah tidak bocor dan tertutup rapat. Bila kena uap air atau zat asam, pestisida bisa rusak dan tidak efektif lagi digunakan. Pindahkan isi bila wadah bocor ke tempat yang merek dagangnya sama dengan petunjuk yang masih jelas. Bila tidak ada, pindahkan ke tempat lain yang tertutup rapat dengan menuliskan keterangan mengenai merek dagangnya, bahan aktifnya, dan cara penggunaannya.

2.9 Pertolongan Pertama Keracunan Pestisida

  Menurut Djojosumarto (2012), Hentikan segera kegiatan menggunakan pestisida setelah tubuh terasa kurang enak, misalnya pusing, mual, kulit panas dan gatal, serta mata berkunang-kunang, juga bila beberapa jam setelah bekerja dengan pestisida tubuh terasa lemas, sukar tidur, gangguan perut, berkeringan tidak wajar, gugup, dan sebagainya. Perlu disadari sepenuhnya bahwa ini semua adalah gejala keracunan. Langkah-langkah pertolongan pertama yang dilakukan pada saat mengalami keracunan :

  1. Bila pestisida masuk mulut dan penderita sadar

  a. Muntahkan penderita dengan mengorek dinding belakang tenggorokan dengan jari atau alat lain yang bersih atau memberinya minum air hangat yang dicampur 1 sendok makan garam. Pemuntahan dilakukan terus sampai keluar cairan jernih. Usahakan muntahan tidak masuk ke paru-paru dengan cara posisi kepala lebih rendah dan menghadap kebawah.

  b. Jangan beri susu atau minuman dan makanan yang berlemak bila teracuni golongan klorhidrokarbon.

  c. Beri minum susu atau putih telur dalam air bila yang tertelan bahan korosif . bila keduanya tidak ada dapat di beri air putih.

  d. Bila penderita kejang jangan dilakukan pemuntahan. Baringkan dan beri bantal di bawah kepala penderita. Buka kancing baju di sekitar leher agar pernafasan lancer.

  2. Apabila pestisida terisap

  a. Bawa ke tempat terbuka berudara segar bila penderita mengisap debu, bubuk, uap, atau butir-butir semprotan. b. Longgarkan pakaian dan baringkan dengan dagu terangkat agar bisa bernafas bebas.

  c. Gerakkan tangannya naik turun agar penderita bisa menghirup udara segar secara maksimal.

  d. Hubungi segera petugas puskesma apabila terjadi keracunan berat.

  3. Apabila mengenai mata Segera cuci mata dengan air bersih yang banyak secara terus-menerus selama 15 menit . dan tutup mata dengan kapas steril.

  4. Bila tertelan dan penderita tidak sadar

  a. Usaha saluran pernafasan tidak tersumbat. Bersihkan hidung dari lendir atau muntahan dan bersihkan mulut dan air liur, lendir, sisa makanan, dan lepaskan gigi palsu.

  b. Baringkan penderita dengan posisi tengkurap dan kepala menghadap ke samping.

  c. Bila penderita berhenti bernafas lakukan pernapasan buatan. Namun, bukan pernapasan dari mulut ke mulut agar penolong tidak ikut keracunan.

  d. Bawa ke balai pengobatan terdekat.

  5. Bila penderita kejang Longgarkan pakaian disekitar leher, taruh bantal dibawah kepala, lepaskan gigi palsu, dan berikan ganjal diantara gigi agar bibir dan lidah tidak tergigit.

  6. Bila mengena kulit

  a. Bersihkan kulit yang terkena dengan air yang mengalir dan sabun sampai bersih. b. Jangan oleskan bahan apapun kekulit yang terkena, terlebih yang mengandung minyak.

2.10Jenis Pakaian Pelindung Diri

  Menurut Harrington (2005), Untuk melindungi badan dari pemaparan pestisida, dapat digunakan pakaian pelindung diri berupa : a. Pakaian Kerja (Body Covering)

  Adapun syarat pakaian kerja yang baik jika baju berlengan panjang tidak memiliki lipatan terlalu banyak, demikian juga celana panjang, tidak memiliki lipatan terlalu banyak karena dapat sebagai tempat untuk menyimpan partikel- partikel pestisida. Sedangkan yang baik adalah mengggunakan pakaian terusan

  (workpark ) yang merupakan pakaian kerja yang dianjurkan.

  b. Sarung Tangan ( Gloves ) Adapun sarung tangan yang berfungsi baik hendaknya harus panjang sehingga menutupi pergelangan tangan, bahan tidak terbuat dari kulit atau katun dan cara pemakaian menutupi lengan baju bagian bawah.

  c. Topi (Hat) beberapa persyaratan topi yang perlu diperhatikan adalah topi yang terbuat dari bahan yang kedap cairan dan sedapat mungkin dapat melindungi bagian- bagian kepala(tengkuk, mulut dan muka ).

  d. Sepatu Bot (boot) Sepatu bot ini dapat terbuat dari bahan neoprene namun adakalanya kita harus berhati-hati karena ada jenis fumigant yang dapat meleleh neoprene tersebut.

  e. Pelindung Muka (gogles =face shiold)

  Biasanya pelindung muka terbuat dari bahan yang “waterproof” sehingga muka kita tidak terkena partikel-partikel pestisida.

  2.11 Persyaratan penjamah pestisida

  Menurut Djafaruddin (2008), Seorang penjamah pestisida atau pengguna pestisida hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Orang dewasa yang dapat membaca dan menulis.

  b. Berbadan sehat dan menjalani penelitian kesehatan secara berkala.

  c. Cakap dan terampil dalam menangani pestisida secara tepat dan aman.

  d. Waktu kontak dengan pestisida 5 jam perhari dan 5 hari dalam seminggu.

  e. Sewaktu menangani pestisida yang relatif sangat berbahaya tidak berkerja sendirian( minimal 2 orang).

  f. Sewaktu menangani pestisida diharuskan menggunakan perlengkapan pelindung pestisida sesuai dengan yang diisyaratkan.

  2.12Pengamanan Sisa Pestisida

  Menurut Oka (2005), Pembuangan sisa-sisa pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : a. Pembakaran

  Untuk pembakaran memerlukan panas 900-1000 C yang divariasikan dalam kurun waktu tertentu. Dengan sedikit pengecualian metode ini dapat menghancurkan/menghilangkan 99 % atau lebih pestisida yang diperjual belikan dipasaran.

  b. Netralisasi dengan bahan kimia

  Netralisasi dengan bahan kimia harus dikaitkan masing-masing material khusus bahan pembentukan pestisida tersebut. Netralisasi dapat dilakukan dengan cara dihancurkan dengan asam nitrit dan asam sulfur, atau dengan sodium.

  c. Ditanam Penanaman dangkal lebih kurang 40 cm dari permukaan tanah yang dilakukan dengan hati-hati, lokasinya harus terletak baik di atas permukaan tanah terletak pada bagian hilir, dari beberapa ratus kali dari sumber air minum dan harus bebas dari jangkauan binatang dan anak-anak.

  d. Penghancuran secara biologis Penghancuran secara biologis atau secara ilmiah untuk beberapa jenis pestisida yang mempunyai daya racun pendek dapat memuaskan, sedangkan untuk pestisida lainnya yang sisa daya racunnya berumur relatif lama (persistenta), penghancurannya sangat lambat.

2.13 Kerangka Teori

  Berdasarkan Konsep pemikiran Notoatmodjo tahun 2007 maka dapat di kerangka teoritis sebagai berikut:

  • Persepsi - Respon terpimpin
  • Mekanisme - Adaptasi Penjual pestisida<
  • Kepercayaan(keyaki nan), ide dan konsep
  • >sosial ekonomi
  • Kultur - Pendidikan - Pengalaman Sikap, (Notoadmojo,20
  • Kehidupan emosional
  • Kecenderungan

    untuk bertindak

Gambar 2.1 kerangka teori (sumber: Notoadmojo,2007).

  Prilaku Pengetahuan(Notoad mojo,2007)

  Tindakan (Notoadmojo,2007)

2.14.Kerangka Konsep

  Berdasarkan konsep pemikiran Notoatmodjo tahun 2007 maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 kerangka konsep penelitian

  Penjual Pestisida Pengetahuan

  Sikap Tindakan

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis dan Rancangan penelitian

  Jenis penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif yaitu ingin melihat gambaran perilaku penjual pestisida dan data diperoleh dengan wawancara, kuesioner dan observasi tempat penyajian pestisida.

  3.2 Waktu dan Tempat Penelitian