BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Musik - Dwi Rahayu Setyaningtyas BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Musik Mitos dan cerita mengenai kekuatan penyembuhan melalui musik

  terdapat pada hampir semua budaya yang ada di seluruh dunia. Dalam mitologi Yunani kuno Apollo dianggap sebagai dewa musik sekaligus dewa kesehatan (Djohan, 2006). Pada perkembangannya terapi musik mulai digunakan pada Perang Dunia I, pada waktu itu masih sebatas digunakan digunakan secara intensif pada rumah sakit di Amerika.

  Terapi musik sekarang ini digunakan secara lebih komprehensif termasuk untuk mengurangi rasa sakit, manajemen stress, atau stimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Walau belum sepenuhnya merata, beberapa tempat di Indonesia telah menyelenggarakan program-program terapi dengan media seni, salah satunya musik sebagi terapi (Djohan 2006).

  Menurut Meritt (2003) dalam Dewi (2006) terapi musik adalah proses estetis yang berisi kualitas seperti kreativitas intuisi, inspirasi, maksud dan elemen spiritual. Terapi musik merupakan sebuah pekerjaan yang menggunakan musik dan aktivitas musik sebagai sarana untuk mengatasi kekurangan dalam aspek fisik, emosi, kognitif dan sosial pada anak-anak serta orang dewasa yang mengalami gangguan atau penyakit tertentu.

  Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi- fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisis intelek, dan fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004). Musik sebagai serangkaian suara yang diorganisir sedemikian rupa dengan dukungan elemen-elemen yang menyertainya : pitch, timbre (warna suara), tempo, dan dinamika (keras lembut suara). Melalui terapi musik, individu juga dapat mengalihkan persepsi dan waktu mereka tanpa mereka sadari sehingga memungkinkan mengurangi rasa cemas, takut dan nyeri yang dirasakan. salah satu cara yang aman dan tidak mempunyai efek samping. Dan pasien yang mendengarkan musik untuk mengurangi nyeri mempunyai efek yang sama dengan meminum obat penghilang rasa nyeri (pain killer). Efek positif musik ditentukan oleh respon setiap individu terhadap musik yang didengarkan sehingga selera musik pada masing-masing pasien memegang peranan penting.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi terapi musik adalah suatu cara penanganan penyakit (pengobatan) dengan menggunakan nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan. Menurut Erfandy (2009), musik mempunyai manfaat sebagai berikut : 1.

  Efek Mozart adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensi seseorang.

  2. Refreshing pada saat pikiran seseorang sedang kacau atau jenuh dengan mendengarkan musik sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan kembali.

  3. Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “felling” tertentu.

  4. Perkembangan kepribadian, kepribadian seseorang diketahui mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengarkannya selama masa perkembangan.

  5. Terapi berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan.

  Komunikasi musik mampu menyampaikan berbagai pesan keseluruh bangsa tanpa harus memahami bahasanya.

  Seiring dengan perkembangan kemajuan tehnologi, jenis-jenis musik juga ikut berkembang seperti musik country, musik rock, musik jazz, musik Barock, musik klasik, dan lain-lain. Sebagian musik ini dapat berfungsi untuk merangsang kecerdasan juga mempunyai efek ralaksasi namun demikian bukan berarti musik yang lain tidak berpengaruh sama sekali (Satiadarma, 2004). Jenis musik yang lembut dan teratur seperti instrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang sering digunakan dan disarankan untuk terapi musik. Adapun jenis musik yang tidak disarankan adalah jenis musik yang berlawanan dengan irama jantung yaitu jenis musik anapestic beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan kemudian pause).

  Menurut Wigram (2001) dalam Djohan (2006) bila elemen musik stabil dan dapat diprediksi, maka subyek cenderung merasa rileks. Akan tetapi bila elemen musik bervariasi setiap saat dan subyek merasa perubahan yang tiba-tiba, maka tingkat rangsang akan menjadi tinggi karena adanya stimulasi.

  Dan musik sedatif atau musik relaksasi menurunkan detak jantung dan tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum akan membuat tenang. Sedangkan jenis musik stimulatif cenderung meningkatkan energi tubuh, menyebabkan tubuh bereaksi, meningkatkan detak jatung dan tekanan darah. menyatakan bahwa dengan mendengarkan musik klasik akan mempunyai dampak yang dapat meningkatkan kecerdasan pada anak atau dengan kata lain musik klasik mempunyai elemen keindahan intelektual. Jika kita lebih banyak menikmati elemen intelektual dalam pengertian melodi, harmoni, atau aspek komposisi lainnya, maka bisa dikatakan musik klasik (Putra, 2008). Saat ini jenis musik klasik sudah sangat berkembang dengan unsur-unsur instrumen yang terkandung didalamnya seperti Kenny G, Yanni, Kitaro, Charlotte Curch, Enya, atau mungkin grup musik Bond, mereka juga mengusung aliran musik klasik, tergantung bagaimana kita menikmatinya.

  Dalam terapi musik kita bisa menggunakan jenis musik yang sesuai dengan irama jantung, musik instrumentalia salah satunya. Pada musik intrumentalia hanya terdapat unsur bunyi-bunyian dari beberapa alat musik tanpa vokal atau lirik apapun, sendangkan jenis musik yang lainnya bisa kita sesuaikan dengan keinginan pasien, misalnya pada pasien anak-anak kita tidak bisa memaksakan mereka untuk mendengarkan musik yang tidak mereka sukai. Pada penelitian ini musik yang digunakan adalah jenis musik klasik modern dan jenis musik yang disukai atau disesuaikan dengan keinginan pasien yang beraliran pop anak-anak.

B. Nyeri

  Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), International

  

Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu

  sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2005).

  Toxonomi Comitte of The International Assocation mendefinisikan

  nyeri post operasi sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan. Rasa nyeri yang timbul akibat pembedahan bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang mengganggu proses penyembuhan dan akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 1995).

1. Fisiologi nyeri

  Menurut Sherwood (2001) nyeri sebenarnya adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, nyeri disertai oleh respon perilaku termotivasi (misalnya penarikan atau pertahanan) serta reaksi emosi (misalnya menangis atau ketakutan).

  Terdapat tiga kategori reseptor nyeri : nosiseptor mekanis yang berespon terhadap kerusakan mekanis, misalnya tusukan, benturan, atau terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang berespons setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera. Tidak ada nosiseptor yang memiliki struktur khusus; mereka semua adalah ujung-ujung saraf telanjang. Karena manfaatnya bagi kelangsungan hidup, nosiseptor tidak beradaptasi terhadap rangsangan menetap atau repetitif. Dipihak lain semua nosiseptor dapat disensitisasi oleh adanya prostaglandin,yang sangat meningkatakan respon reseptor terhadap rangsangan yang sangat mengganggu (yaitu lebih terasa nyeri apabila ada protaglandin). Prostaglandin adalah kelompok turunan asam lemak khusus yang bekerja secara lokal setelah dikeluarkan.

  Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke sistem saraf pusat melalui salah satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal disalurkan melalui serat

  

A-delta yang berukuran besar dan bermiellin dengan kecepatan 30

  meter/detik (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal diangkut oleh serat C yang kecil dan tidak bermielin dengan kecepatan yang jauh lebih lambat 12 meter/detik (jalur nyeri lambat). Nyeri biasanya dipersepsikan mula-mula sebagai sensasi tertusuk yang tajam dan singkat yang mudah ditentukan lokalisasinya (jalur nyeri cepat berasal dari nosiseptor mekanis atau panas). Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih lama serta menimbulkan rasa tidak enak (jalur nyeri lambat diaktifkan oleh zat-zat dan diaktifkan oleh enzim-enzim yang dikeluarkan ke dalam CES oleh jaringan yang rusak). Bradikinin dan senyawa-senyawa terkait lainnya tidak hanya membangkitkan rasa nyeri, mungkin melalui stimulasi tehadap

  

nosiseptor polimodal , tetapi juga berperan dalam respons peradangan

  terhadap cedera jaringan. Zat-zat kimia yang terus menerus ini mungkin menyebabkan adanya nyeri yang tumpul dan tetap terasa walaupun rangsangan mekanis atau termal penyebab kerusakan jaringan sudah dihentikan.

  Serat-serat aferen primer bersinaps dengan antar neuron ordo kedua ditanduk dorsal korda spinalis. Salah satu neurotransmiter yang dikeluarkan dari ujung-ujung aferen nyeri ini adalah substansi P, yang diperkirakan khas untuk serat-serat nyeri. Jalur nyeri asendens memiliki tujuan di korteks somatosensorik, talamus dan formasio retikularis. Peran korteks dalam persepsi nyeri belum jelas, walaupun korteks mungkin penting paling tidak dalam penentuan lokasi nyeri. Nyeri masih dapat dirasakan walaupun korteks tidak ada, mungkin pada tingkat talamus.

  

Formasio retikularis meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan

  dengan rangsangan yang mengganggu. Hubungan-hubungan antara talamus dan formasio retikularis ke hipotalamus dan sistem limbik yang menghasilkan respon emosi dan perilaku yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri.

  Menurut Tamsuri (2007), respon tubuh terhadap nyeri dibedakan a.

  Respon Psikologis Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain seperti bahaya atau merusak, komplikasi seperti infeksi, penyakit yang berulang, penyakit baru, penyakit yang fatal, peningkatan ketidakmampuan, kehilangan mobilitas, menjadi tua, hukuman untuk berdosa hal tersebut merupakan respon negatif dari klien. Adapun bagi klien yang mempunyai respon positif nyeri dapat diartikan sebagai, pertanda kesembuhan, tantangan, penghargaan terhadap penderitaan orang lain, sesuatu yang harus ditoleransi atau terbebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya.

  b.

  Respon fisiologis Merupakan respon fisik yang timbul karena saat impuls nyeri ditransmisikan oleh medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom terstimulasi, sehingga menimbulkan respon yang serupa dengan respon tubuh terhadap stress.

  c.

  Respon tingkah laku terhadap nyeri Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

  Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri: 1)

  Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima) Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.

  2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

  Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan

  

enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang

  berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar

  

endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit

  merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar. Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

  3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

  Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk

  Menurut Tamsuri (2007) teori gerbang terkendali atau gate control theory secara umum dapat digambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.

  Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) dalam Potter & Perry (2005) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan.

  Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.

  Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi

  

mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut

  klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter & Perry, 2005).

2. Klasifikasi Nyeri a.

  Klasifikasi berdasarkan lokasi atau sumber Menurut Prince & Wilson (1995), mengklasifikan nyeri sebagai berikut :

  • Nyeri somatik superfisial (kulit)

  Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis seperti rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.

  • Nyeri somatik dalam

  Nyeri somatik dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri.

  • Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari kerusakan organ-organ dalam tubuh (internal).
  • Nyeri alih adalah nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain.
  • Nyeri neuropati

  Sistem saraf pusat secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat yang menimbulkan rasa nyeri. Dengan demikian, lesi di sistem saraf tepi atau sistem saraf pusat dapat menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. b.

  Klasifikasi berdasarkan waktu Menurut Guyton (1997) membagi nyeri berdasarkan waktu menjadi nyeri akut dan nyeri kronis dan hal tersebut biasanya digunakan untuk menentukan terapi pemberian analgetik. 1)

  Nyeri akut Nyeri ini bersifat mendadak , durasi singkat, biasanya berhubungan dengan kecemasan. Orang biasa meresponnya dengan cara fisiologis yaitu diaforesis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernafasan, peningkatan tekanan darah dan berlangsung kurang dari enam bulan, secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tekanan otot, keringat pada telapak tangan dan perubahan pada ukuran pupil.

  2) Nyeri Kronik

  Nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti dengan berbagai macam gangguan. Terjadi lambat dan meningkat secara perlahan, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sifatnya terus menerus (intermiten). Nyeri kronik merupakan nyeri yang konsisten yang menetap sepanjang satu periode waktu dan tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak mempunyai respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik ini sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Suddarth & Brunner, 2000).

  c.

  Berdasarkan organ Menurut Tamsuri (2007), berdasarkan organ tempat timbulnya nyeri dikelompokkan sebagai berikut :

  1) Nyeri organik adalah nyeri yang dikarenakan adanya kerusakan organ.

  Nyeri neurogenik adalah nyeri karena gangguan neuron, contonya pada neuralgia.

  3) Nyeri psikogenik merupakan nyeri yang diakibatkan oleh berbagai faktor psikologis.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

  Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2005), antara lain : a.

  Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. b.

  Jenis kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subyek penelitian yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.

  c.

  Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut Clancy dan Vicar

  (Potter & Perry, 2005), menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen dan sehingga terjadilah persepsi nyeri.

  d.

  Makna nyeri Beberapa klien mungkin lebih siap menerima nyeri dibandingkan dengan klien lain, hal ini bergantung pada kondisi dan interpretasi klien terhadap makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan nyeri dengan hasil akhir positif dapat menahan nyeri dengan sangat mengagumkan. Sebaliknya, klien dengan nyeri kronis yang menetap mungkin teramat sangat menderita. Mereka mungkin akan berespon dengan putus asa, cemas, dan depresi sebab mereka tidak dapat mengambil makna atau tujuan yang positif dari nyerinya. Dalam situasi seperti ini, nyeri mungkin akan terlihat sebagai ancaman terhadap gambaran tubuh atau gaya hidup (Kozier, 2000).

  e.

  Perhatian Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang alin, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran perifer. Kecemasan

  Kecemasan sering disertai nyeri. Ancaman karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau kejadian disekitarnya sering menambah persepsi nyeri.

  g.

  Keletihan Keletihan juga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengatasi nyeri, sehingga meningkatkan persepsi nyeri. Ketika nyeri mengganggu tidur, keletihan dan ketegangan otot sering terjadi dan meningkatkan nyeri ; kemudian, siklus nyeri, keletihan, dan nyeri terjadi.

  h.

  Pengalaman nyeri sebelumnya Pengalaman nyeri sebelumnya mengubah sensivitas klien terhadap nyeri. Orang yang sudah pernah mengalami nyeri atau telah terpajan penderitaan orang dekatnya yang mengalami nyeri sering kali merasa lebih terancam terhadap nyeri yang diantisipasi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki pengalaman nyeri. Berhasil tidaknya tindakan pereda nyeri mempengaruhi harapan seseorang untuk mengatasi nyeri (Kozier, 2000). i.

  Gaya koping Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri. j.

  Dukungan keluarga dan sosial Lingkungan yang tidak mendukung akan menambah nyeri. Selain pendukung dapat merasakan nyeri hebat. Beberapa orang lebih suka menarik diri ketika merasa nyeri, sebaliknya yang lain lebih menyukai distraksi dari orang lain dan aktivitas disekitarnya. Keluarga menjadi pendukung yang penting untuk orang yang sedang merasakan nyeri.

4. Penatalaksanaan Nyeri a.

  Penatalaksanaan farmakologi 1)

  Analgesik Nyeri pasca bedah dapat dengan efektif diterapi dengan preparat opioid oral atau intravena. Analgesik jenis opioid endogen berfungsi sebagai neurotransmiter analgesik ; zat-zat yang dikeluarkan dari jalur analgesik desendens dan berikatan dengan reseptor opiat di ujung prasinaps aferen. Pengikatan ini menekan pengeluaran substansi P sehingga terjadi penghambatan terhadap penyaluran sinyal nyeri (Sherwood, 2001). Analgesik

  opioid terdiri dari berbagai derivat turunan dari opium seperti morfin dan kodein.

  2) Analgesik non opioid

  Disebut juga dengan asetaminofen atau obat anti radang non steroid (Nonsteridal anti-inflammatory drugs, NSAIDs). Non opioid mempunyai efek atap (maksimum) analgesia, sehingga peningkatan dosis hanya akan meningkatkan insiden efek samping tanpa meningkatkan efek analgesia (Nelson, 2000). Analgetik adjuvan

  Merupakan obat yang dikembangkan bukan untuk analgesik tetapi didapatkan mampu menurunkan nyeri pada nyeri kronis, contohnya chlorpromazine, diazepam, atau amitriptyline (Tamsuri, 2007).

  b.

  Penatalaksanaan Nonfarmakologis 1)

  Imajinasi terbimbing Metode ini menggunakan memori tentang peristiwa-peristiwa yang menyenangkan bagi klien atau mengembangkan pemikiran- pemikiran klien untuk mengurangi nyeri. Hal tersebut digunakan untuk tambahan dari pengobatan (Smeltzer & Bare, 2001).

  2) Tehnik relaksasi

  Ketegangan otot, kecemasan, dan nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman. Masing-masing perasaan secara individu dapat memperhebat perasaan yang lain dan menciptakan suatu siklus yang hebat. Tehnik relaksasi dapat membantu memutuskan siklus ini. Tehnik ini meliputi meditasi, yoga, musik, dan ritual keagamaan. Penggunaan tehnik relaksasi tidak menyiratkan bahwa nyeri itu tidak nyata, tetapi hanya membantu menurunkan ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan nyeri sedemikian rupa sehingga tidak bertambah buruk. 3)

  Distraksi Metode ini berfokus pada perhatian seseorang atas sesuatu dirasakan sesaat saja.

  4) Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) Alat ini bekerja seperti menggunakan tempelan dikulit.

  Tempelan ini akan memancarkan impuls yang akan memblok nyeri pada nervusnya. Metode ini penghilan rasa sakit menggunakan mesin Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) cara ini dipilih jika rasa sakit ingin hilang tanpa menggunakan obat. Mesin ini merupakan suatu sensor elektonik yang membantu tubuh menahan rasa sakit dengan mengirim pulsa arus listrik ke punggung. Alat ini mudah digunakan dan tidak membahayakan.

C. Anak Usia Pra Sekolah

  Masa kanak–kanak awal usia 2 sampai 6 tahun, masa ini merupakan masa prasekolah, dimana anak umumnya masuk kelompok bermain dan Taman kanak-kanak. Di dalam Islam masa ini disebut dengan fase al-thifl. Anak usia Taman Kanak-kanak dalam rentangan usia 4-5 atau 6 tahun berada dalam masa usia emas (golden age) segala sesuatunya sangat berharga, baik fisik, emosi dan intelektualnya. Perkembangan fisik anak mengalami perubahan seperti, tinggi badan dan berat badan.

  Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun segi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal pertumbuhan, Secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.penambahan TB berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.

  Anak usia 2-5 tahun dapat menguasai beberapa bahasa yang penting menurutnya dan dapat bergaul di lingkungan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan pertambahan berat badan empat kali. Perkembangan organ seksual sesuai dengan perkembangan somatik. Perkembangan bahasa muncul secara cepat diantara 2 sampai 5 tahun. Bahasa berhubungan dengan perkembangan kognitif dan emosional.

  Masa kanak-kanak rata-rata tinggi badannya bertambah 6.25 cm setiap tahun dan bertambah berat badan 2-5 kg. Pada usia 6 tahun berat badan anak normal harus kurang lebih mencapai 7 kali berat pada waktu lahir. Anak usia Taman Kanak-kanak ini sangat besar energinya sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang sangat tepat sehingga berkembang kemampuan motorik kasar maupun halus. Prinsip-prinsip perkembangan fisiologis anak usia Taman Kanak-kanak adalah koordinasi gerakan motorik, baik motorik kasar maupun halus. Pada awal perkembangannya, gerakan motorik anak tidak terkoordinasi dengan baik. Seiring dengan kematangan dan pengalaman anak kemampuan motorik tersebut berkembang dari tidak terkoordinasi dengan baik menjadi terkoordinasi secara baik. Prinsip utama perkembangan motorik adalah kematangan, urutan, motivasi, pengalaman dan latihan atau praktek. jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti: berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar dan menangkap, serta menjaga keseimbangan.

  Kegiatan ini diperlukan dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang mengandung bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan berbahaya bertambah. Anak pada masa ini menyenangi kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya yang mengandung bahaya. Selain mengandalkan kekuatan otot, rupanya kesempurnaan otak juga turut menentukan keadaan. Anak yang pertumbuhan otaknya mengalami gangguan tampak kurang terampil menggerak-gerakkan tubuhnya.

  Perkembangan gerakan motorik halus anak TK ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus berkembang pesat. Pada masa ini mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan,antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.

  Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik, maka akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi. Aktivitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak seakan-akan tidak mau berhenti melakukan aktivitas fisik, baik yang melibatkan motorik kasar maupun motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk terlibat secara aktif dalam aktivitas fisik yang ditandai dengan kesiapan dan motivasi yang tinggi dan seiring dengan hal tersebut, orang tua dan guru perlu memberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang dapat meningkatkan keterampilan motorik anak secara optimal. Peluang-peluang ini tidak saja berbentuk membiarkan anak melakukan kegiatan fisik akan tetapi perlu didukung dengan berbagai fasilitas yang berguna bagi pengembangan keterampilan motorik kasar dan motorik halus.

  Perkembangan intelektual pada masa kanak-kanak awal, anak berpikir konvergen menuju ke suatu jawaban yang paling mungkin dan paling benar terhadap suatu persoalan. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak pada masa kanak-kanak awal berada pada tahap praoperasional (2-7 tahun), istilah praoperasional menunjukkan pada pengertian belum matangnya cara kerja pikiran. Pemikiran pada tahap praoperasional masih kacau dan belum terorganisasi dengan baik (Hurlock,2000) yang sering dikatakan anak belum

  Menurut Hurlock (2000) tugas-tugas perkembangan anak usia 4 – 5 tahun adalah sebagai berikut:

  1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum

  2. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh

  3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya 4.

  Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepat 5. Mengembangkakn keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung

  6. Mengembangkkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

  7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tingkatan nilai

  8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan lembaga- lembaga

9. Mencapai kebebasan pribadi

  Bahasa merupakan suatu kelebihan untuk umat manusia. Dengan menggunakan bahasa orang mampu membedakan antara subjek dan objek.

  Anak mempunyai kesanggupan untuk menyatakan apa yang terkandung dalam pikirannya dengan suara. Potensi itu mempunyai kemungkinan besar untuk dikembangkan. Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tahap, yaitu: masa usia anak 2-2 tahun 6 bulan dan

  Salah satu tolak ukur kepribadian yang baik adalah kematangan emosi. Semakin matang emosi seseorang, akan kian stabil pula kepribadiannya. Untuk anak usia prasekolah, kemampuan mengekspresikan diri bisa dimulai dengan mengajari anak mengungkapkan emosinya. Jadi, anak prasekolah dapat diajarkan bersikap asertif, yaitu sikap untuk menjaga hak-haknya tanpa harus merugikan orang lain.

  Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat.

D. Kerangka Teori

  Terapi Musik Dengan Pasien post

Terapi musik

Mendengarkan Musik operasi (klasik/anak ) Klasik dan musik anak-anak

Terapi Musik

  

Teori Iso Merrit dan Teori Kecerdasan

Otak Momtello Individu sakit karena ketidak

  • harmonisan ritme tubuh Ritme tubuh perlu diselaraskan
  • dengan musik

    Anak dengan usia pra

    sekolah Nyeri :
    • Intensitas - penatalaksanaan nyeri

  Keterangan : diteliti Tidak diteliti

Gambar 2.2. Kerangka teori memori jangka pendek menurut (Aktinson dan Shiffrin, 1968; Morgan, 1984) dalam Walgito(2002).

E. Kerangka Konsep

  Sebelum dilakukan Terapi Musik terapi musik : dengan musik

  • tingkat nyeri klasik

  Setelah dilakukan terpi musik:

  • tingkat nyeri Sebelum dilakukan

  Terapi musik terapi musik : dengan lagu

  • tingkat nyeri anak-anak

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian Efektivitas Terapi Musik Pada Anak Usia Pra Sekolah Terhadap Penurunan Nyeri post operatif.

F. Hipotesis 1.

  Ada pengaruh antara terapi musik klasik terhadap penurunan nyeri pasien post operasi pada anak usia pra sekolah.