Perbedaan kematangan emosi remaja akhir yang ibunya bekerja dan tidak bekerja - USD Repository

PERBEDAAN KEMATANGAN EMOSI REMAJA AKHIR YANG

  

IBUNYA BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi

  

Disusun Oleh:

Elisabeth Desiana Mayasari

NIM: 049114093

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

  

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  Father, I abandon myself into your hands; do with me what you will.

  Whatever you may do, I thank you: I am ready for all, I accept all.

  Let only your will be done in me, and in all Your creatures - I wish no more than this, O Lord. Into your hands I commend my soul;

  I offer it to you with all the love of my heart, for I love you Lord, and so need to give myself, to surrender myself into your hands, without reserve, and with boundless confidence,

  For you are my Father. Prayer Of Abandonment - Charles De Foucauld

  Karya sederhana ini kupersembahkan bagi: Tuhan Yesus Kristus

  Orang Tuaku,

  Bapak Drs. Ignatius Sutarjo dan Ibu Ir. Maria Goretti Wara Kushartini M.T

  Suamiku,

  Anantya Ariyudha

  Anakku,

  Inosensius Aoisora Nararya Ariyudha

  Kakak dan adikku, dr. Antonia Morita Iswari Saktiawati dan Melania Perwitasari S. Far.

  tersayang...........

  

ABSTRAK

  Elisabeth Desiana Mayasari (2009). Perbedaan Kematangan Emosi Remaja Akhir Yang Ibunya Bekerja dan Tidak Bekerja. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kematangan emosi remaja akhir yang ibunya bekerja dan tidak bekerja. Kematangan emosi dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya, di mana remaja dapat menghadapi berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu, seperti kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan pribadi, kemampuan untuk memperhitungkan pendapat orang lain dan kemampuan untuk mengungkapkan emosi yang tepat. Ibu bekerja adalah ibu yang mempunyai kegiatan atau pekerjaan yang formal dengan jadwal dan jangka waktu tertentu. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan signifikan kematangan emosi remaja akhir yang ibunya bekerja dan tidak bekerja.

  Subyek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 15-18 tahun yang bertempat tinggal di Yogyakarta dan Semarang yang berjumlah 315 orang; 133 orang remaja akhir yang ibunya bekerja dan 182 orang remaja akhir yang ibunya tidak bekerja. Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala kematangan emosi yang disusun sendiri oleh peneliti. Uji reliabilitas menggunakan Alpha-Cronbach yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,937. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik differensial uji-t (T-test)

  Dari hasil analisis data, diperoleh nilai t sebesar 0,392. Dengan nilai signifikansi sebesar 0,695 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam kematangan emosi remaja akhir antara remaja dengan ibu bekerja dan tidak bekerja.

  Kata kunci : kematangan emosi, remaja

  

ABSTRACT

  Elisabeth Desiana Mayasari (2009). The emotional maturity difference between later adolescents of working mothers and non-working mothers. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata Dharma University.

  This research aims to investigate the emotional maturity difference between later adolescents of working mothers and non-working mothers. Emotional maturity in this research is teenager’s ability in managing his/her emotion, where adolescents can deal with any condition with certain way, such as ability to come up with personal problems, ability to notice other’s opinion, and ability to express proper emotion. Working mother is a mother who has formal activity or occupation with definite occupation’s period and schedule. Hypothesis of this research was there was significant difference on the emotional maturity between later adolescents of working mothers and non-working mothers. The subjects of this research were 315 adolescents of 15-18 years old living in Yogyakarta and Semarang; 133 adolescents with working mothers and 182 non working mothers. Data collection was done with emotion maturity scale composed by the researcher. Alphe-Cronbach was used as a reliability test that produces reliability coefficient of 0.937. The obtained data was analyzed with differential T test technique.

  Data analysis shows t of 0.392 with significant value of 0.695 (p<0.05). There no difference emotional maturity between later adolescents of working mothers and non-working mothers Keywords : emotional maturity, adolescents

KATA PENGANTAR

  Kemuliaan kepada Allah Bapa di surga, karena atas Roh KudusNya, akhirnya karya tulis ini bisa terselesaikan. Perjuangan penelitian dari awal sampai dengan penyusunan laporan ini memang bukan jalan yang mudah dilewati. Semua yang tertuang dalam skripsi ini diperoleh dengan kerja keras dan tidak lain karena peran, bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala proses yang penulis alami kepada :

  1. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penelitian

  2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S. Psi., M. Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatian, serta banyak membantu selama diskusi dan bimbingan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

  3. Romo Dr. A. Priyono Marwan, SJ. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, perhatian, serta membagi ilmu kepada penulis selama ujian skripsi dan proses revisi.

  4. Bapak C. Siswa Widyatmoko, S. Psi. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, perhatian, serta membagi ilmu kepada penulis selama proses penulisan, ujian skripsi serta proses revisi.

  5. Mbak P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M. Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memberi semangat kepada penulis sejak semester awal berada di Fakultas Psikologi.

  6. Bapak Y. Agung Santoso, S. Psi., M. A., yang telah banyak meluangkan waktu untuk membagi ilmu, pengalaman, dan mendengar keluh kesah penulis selama penulis berada di Fakultas Psikologi.

  7. Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi., yang telah banyak meluangkan waktu untuk membagi ilmu, pengalaman, dan membimbing selama penulis berada di Fakultas Psikologi.

  8. Ibu MM. Nimas Eki S., S. Psi., Psi., M. Si., yang telah memberi banyak masukan dan dorongan kepada penulis.

  9. SMA Negeri 9 Yogyakarta yang membantu penulis dalam melakukan penelitian.

  10. Bapak Drs. Ignatius Sutarjo dan Ibu Ir. Maria Goretti Wara Kushartini M.T., terimakasih atas segala bantuan, dukungan materi, dan tempat mengeluh.

  11. Papa Drs. Eka Noor Asmara M.B.A., Akt. dan Mama Dra. Joyce Eriawati, yang selalu menyemangati penulis untuk menyelesaikan penelitian.

  12. Romo Paulus Erwin Sasmito, Pr., yang selalu mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

  13. Budhe Dr. B.M. Wara Kushartanti yang selalu siap membantu ketika penulis mengalami kesulitan dalam menulis.

  14. Mas Ari, yang selalu mendampingiku dalam keadaan suka dan duka, selalu menyemangatiku untuk terus belajar dan berkembang dalam hidup.

  15. Anakku Sora yang telah menghibur dan menyemangatiku dengan segala kelucuan dan wajah polosnya.

  16. Mbak Ita dan Dek Mela yang selalu membantu dalam penulisan skripsi dan tugas-tugas kuliahku, menyemangatiku dan selalu mendengar keluh-kesahku.

  17. Sahabatku Nice, Yasinta, Ndol dan Raniy yang membantu memberi banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

  18. Temen-temen yang sudah mendukung penulis saat penelitian: Nipeng-Nopek, Beni, Unang, Kriska, Kike, Bimo, Wilis, Sronggot, Erol

  19. Segenap dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu kepada penulis.

  20. Staf dan karyawan sekretariat Fakultas Psikologi: Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Pak Gi, Mas Dony yang sudah banyak membantu.

  21. Satpam dan Penjaga parkir Universitas Sanata Dharma yang selalu tersenyum ramah yang membuat hariku menjadi menyenangkan.

  22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang secara langsung ataupun tidak langsung sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis dengan rendah hati memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan.

  Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan semua orang yang membaca skripsi ini pada khususnya.

  Tuhan Memberkati.

  Yogyakarta, September 2009 Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................ HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI....................................................... HALAMAN MOTTO................................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... ABSTRAK.....................................................................................................

  ABSTRACT.....................................................................................................

  HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. KATA PENGANTAR................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................. DAFTAR TABEL......................................................................................... DAFTAR GAMBAR.................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

  BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................... C. Tujuan Penelitian .................................................................................... D. Manfaat Penelitian................................................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. A. Kematangan Emosi.................................................................................. i ii iii iv v vi vii viii ix x xiii xvii xviii xix

  1

  1

  9

  9

  9

  10

  10

  1. Definisi ...............................................................................................

  10 2. Proses Kematangan Emosi .................................................................

  12 3. Karakteristik Kematangan Emosi ......................................................

  15

  4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi

  18 B. Remaja Akhir...........................................................................................

  19 1. Batasan Remaja Akhir.......................................................................

  19 C. Kematangan Emosi Pada Remaja ...........................................................

  25 D. Status Bekerja Ibu Dalam Rumah Tangga .............................................

  26 1. Pengertian Status Bekerja Ibu ............................................................

  26 2. Peran Ibu Dalam Rumah Tangga .......................................................

  28 3. Dampak Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja di Dalam Rumah Tangga ..

  29 E. Perbedaan Kematangan Emosi Antara Remaja Yang Ibunya Bekerja dan Tidak Bekerja .....................................................................................

  32 F. Hipotesis ..................................................................................................

  36 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................

  37 A. Jenis Penelitian .........................................................................................

  37 B. Identifikasi Variabel .................................................................................

  37 C. Definisi Operasional ................................................................................

  37 1. Kematangan Emosi Remaja Akhir .....................................................

  38 2. Status Ibu ...........................................................................................

  38 D. Subyek Penelitian .....................................................................................

  38 E. Perolehan Data .........................................................................................

  40 F. Metode dan Alat Pengumpulan Data .......................................................

  40

  1. Data Status Bekerja Ibu .....................................................................

  40 2. Skala Kematangan Emosi ..................................................................

  41 G. Pertanggung jawaban Mutu Skala ...........................................................

  43 1. Uji Validitas ......................................................................................

  43 2. Seleksi Item .......................................................................................

  44 3. Reliabilitas .........................................................................................

  45 H. Persiapan Penelitian .................................................................................

  46 1. Pelaksanaan Uji Coba ........................................................................

  46 2. Hasil Uji Coba Alat Ukur ..................................................................

  47 a. Uji Kesahihan Butir .....................................................................

  47 b. Uji Reliabilitas .............................................................................

  49 I. Prosedur Penelitian ..................................................................................

  49 J. Analisis Data ............................................................................................

  50 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................

  52 A. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................

  52 B. Deskripsi Subyek Penelitian ....................................................................

  53 1. Data Subyek Penelitian ......................................................................

  53 a. Status Pekerjaan Ibu .....................................................................

  53 b. Pendidikan Terakhir Ibu ..............................................................

  53 c. Waktu Bertemu Dengan Ibu Per Hari ..........................................

  54 C. Hasil Penelitian ........................................................................................

  55 1. Deskripsi Data Kematangan Emosi ...................................................

  55 a. Tingkat Kematangan Emosi Secara Keseluruhan ........................

  55

  b. Kategorisasi ..................................................................................

  56 2. Uji Asumsi Penelitian ........................................................................

  58 a. Uji Normalitas Sebaran ................................................................

  58 b. Uji Homogenitas Varian ..............................................................

  59 3. Uji Hipotesis ......................................................................................

  60 a. Pengujian Hipotesis .....................................................................

  60 D. Pembahasan ..............................................................................................

  61 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

  65 A. Kesimpulan ..............................................................................................

  65 B. Keterbatasan Penelitian ............................................................................

  65 C. Kritik Terhadap Penelitian

  65 D. Saran ........................................................................................................

  65 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

  67 LAMPIRAN ...................................................................................................

  71

  DAFTAR TABEL Tabel I Blueprint Skala Kematangan Emosi (Sebelum Uji Coba) ....

  54

  61

  60

  59

  57

  56

  55

  54

  53

  Tabel II Distribusi Item Skala Kematangan Emosi (Setelah Uji Coba) .................................................................

  49

  48

  47

  43

  Tabel XIV Hasil Analisis Varian Satu Jalur Perbedaan Waktu Bertemu Ibu dan Anak .........................................................................

  Tabel XIII Hasil Analisis Varian Satu Jalur Perbedaan Tingkat Pendidikan Ibu .......................................................................

  Tabel XI Hasil Perhitungan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test .. Tabel XII Hasil Perhitungan T-test Remaja Akhir yang Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja ..................................................................

  Tabel III Distribusi Item Skala Kematangan Emosi (Penelitian) ......... Tabel IV Uji Reliabilitas ....................................................................... Tabel V Status Pekerjaan Ibu ............................................................... Tabel VI Pendidikan Terakhir Ibu ........................................................ Tabel VII Waktu Bertemu Dengan Ibu Per Hari ................................... Tabel VIII Tingkat Kematangan Emosi Secara Keseluruhan .................. Tabel IX Kategorisasi Subyek Berdasar Rata-rata Teoritik .................. Tabel X Rangkuman Data Kategori Subyek Berdasar Rata-rata Teoritik ...................................................................

  62

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Skema Kematangan Emosi Ditinjau Dari Status Bekerja Ibu ..........................................................................................

  35

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran I Skala Kematangan Emosi Lampiran II Koefisien Reliabilitias Skala Try Out Kematangan Emosi Lampiran III Skala Penelitian Kematangan Emosi Lampiran IV Koefisien Reliabilitas Skala Penelitian Kematangan Emosi Lampiran V Hasil Uji Normalitas, Hasil Uji Homogenitas dan Hasil Uji

  Hipotesis Data Hasil Penelitian Lampiran VI Histogram Data Hasil Penelitian Lampiran VII Hasil Analisis Varian Satu Jalur Tingkat Pendidikan Ibu

  VIII Lampiran Hasil Analisis Varian Satu Jalur Waktu Bertemu Ibu Dengan

  Anak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang penuh “badai” dan ”tekanan” karena masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa. Secara fisik fungsi fisiologis remaja sudah sama dengan orang dewasa yang

  ditandai dengan sudah matangnya fungsi reproduksi, namun remaja belum dapat masuk dalam perkembangan manusia dewasa karena remaja belum matang dalam hal emosional dan belum mampu mandiri secara sosial (Hartini, 1999).

  Kondisi yang tidak pasti ini menimbulkan kecemasan dan ketegangan tersendiri dalam diri remaja, karenanya mereka berusaha mencari identitas dirinya untuk menegaskan siapa diri dan apa perannya dalam masyarakat. Dalam perkembangannya, remaja dihadapkan dengan banyak persoalan, baik persoalan dalam dirinya maupun persoalan dari luar yang menyangkut status dirinya. Masa remaja juga merupakan masa yang penuh gejolak emosi, ada sebagian remaja yang dapat mengendalikan emosi namun ada juga remaja yang tidak dapat mengendalikan emosinya. Kemampuan mengendalikan emosi adalah salah satu ciri kematangan emosi (Rahmawati, 2008).

  Kematangan mula-mula merupakan suatu hasil perubahan-perubahan tertentu dan penyesuaian struktur pada diri individu, seperti kematangan jaringan tubuh, saraf dan kelenjar yang disebut kematangan biologis. Kematangan psikis meliputi keadaan berpikir, rasa, kemauan, dan kematangan emosi termasuk didalamnya (Mar’at, 2005). Kematangan fisik menyebabkan individu akan mudah melakukan tugas perkembangannya, sebab kematangan fisik akan mempengaruhi kematangan psikis.

  Kematangan adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu, baik kematangan secara fisik, maupun kematangan dalam hal kognitif, moral, maupun emosi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa individu dalam proses perkembangannya akan melalui beberapa proses kematangan untuk menjadi dewasa. Salah satu kematangan yang akan dilalui oleh remaja adalah kematangan emosi (Rahmawati, 2008).

  Young (1950) mengungkapkan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya.

  Merchan menambahkan bahwa seseorang yang mempunyai ciri emosi yang sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsang stimulus baik dari dalam maupun luar. Emosi yang sudah matang akan selalu belajar menerima kritik, mampu menangguhkan respon-responnya dan memiliki saluran sosial bagi energi emosinya, seperti bermain, melaksanakan hobinya, dan sebagainya.

  Remaja yang pada usianya belum mencapai tahap perkembangan emosi yang sesuai maka remaja tersebut dikatakan tidak matang emosinya.

  Maka, kiranya sangatlah penting bagi seorang remaja mencapai kematangan emosinya sesuai dengan tahap perkembangan fisiknya. Hal ini menjadi sangat penting bagi seseorang pada usia remaja untuk dapat berinteraksi dengan teman-teman sebayanya dan lingkungan sekitarnya. Remaja dikatakan matang secara emosi apabila remaja itu dapat berinteraksi secara sosial, sebab kematangan emosi erat kaitannya dengan kematangan sosial.

  Apabila individu gagal dalam usia perkembangan pada masa remajanya, maka individu tersebut kemungkinan besar akan gagal pula dalam usia perkembangan selanjutnya (Rahmawati, 2008).

  Kegagalan pengendalian emosi biasa terjadi karena remaja kurang bersusah payah menilai sesuatu dengan kepala dingin. Kegagalan mengekspresikan emosi juga disebabkan karena remaja kurang mengenal perasaan dan emosinya sendiri sehingga menjadi “salah kaprah” dalam mengekspresikannya (Wahyurini dan Ma’shum, 2002). Menurut Murray (1997), individu yang tidak memiliki kematangan emosi mengakibatkan individu tersebut mempunyai emosi yang mudah berubah yaitu perubahan emosi yang berlebihan; ketergantungan yang berlebihan yaitu individu yang selalu bergantung pada orang lain tanpa pernah mau berusaha untuk melakukan sendiri; pemenuhan yang bersifat segera yaitu tidak bisa bertoleransi terhadap pemenuhan kepuasan atau kebutuhan yang bersifat segera; dan sikap egosentris yaitu kecenderungan menilai obyek atau peristiwa berdasarkan kepentingan pribadi dan kurang sensitif terhadap kepentingan orang lain.

  Keterampilan mengelola emosi sangat perlu agar dalam proses kehidupan, remaja bisa lebih sehat secara emosional. Dalam kesehariannya, remaja juga harus berlatih untuk melakukan dialog dengan dirinya sendiri dalam menghadapi setiap masalah, bersikap positif dan optimistis, serta mampu mengembangkan harapan yang realistis. Remaja juga harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat sosial, yakni mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat di mana remaja berada. Remaja juga harus dapat memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian masalah yang ia hadapi dengan mempertimbangkan risiko yang akan terjadi (Wahyurini dan Ma’shum, 2002). Individu yang memililki kematangan emosi menurut Finkelor (2004) mampu mengambil keputusan yang penting; mampu mengambil keputusan berdasarkan fakta yang dihadapi dan kemudian dipertimbangkan; mampu melaksanakan keputusan yang sudah diambilnya; mampu menilai kembali keputusannya dan kalau perlu merubahnya; serta mampu menerima keputusan-keputusannya.

  Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi seseorang bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dan berpengaruh pada perkembangan emosi seseorang. Untuk mencapai kematangan emosi, seorang remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.

  Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan pada perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang sasaran” (Hurlock, 2002). Oleh karena itu, lingkungan akan mempengaruhi kematangan emosi-sosial seseorang. Goleman (1996) membahas mengenai perilaku yang merupakan wujud aspek kecerdasan emosi-sosial anak dapat berkembang secara optimal bila diperhatikan pengaruh lingkungan yang kondusif untuk mengembangkannya. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang peduli terhadap proses pertumbuhan dan pengembangan mereka, yang memberikan cara, fasilitas, aturan dan pemberian reward-punishment yang seimbang selama proses tumbuh kembang mereka. Lingkungan kondusif bisa berbentuk keluarga yang peduli, lembaga pendidikan, dan masyarakat sekitar yang peduli.

  Menurut UU No.10/1992, keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Sunarti, 2001). Keluarga adalah faktor yang memegang peranan penting dalam pendidikan anak, di mana bentuk dan corak keluarga ikut mewarnai masyarakat secara keseluruhan (Setiawan, 2004). Untuk dapat menumbuhkan kemampuan sosial, keluarga perlu memiliki aturan, norma yang ditetapkan bagi seluruh kehidupan, termasuk norma hubungan antar anggota keluarga (ayah-ibu, orangtua-anak, anak-anak). Menurut Megawangi (2003), peran keluarga sangat penting bagi tumbuh kembang anak di semua aspek, perkembangan fisik, intelektual, emosi, moral, kepribadian dan spiritual. Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi bagi anak agar dapat mencapai tumbuh kembang optimal adalah kebutuhan akan kelekatan psikologis (maternal bonding); kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental di mana diperlukan perhatian besar dari orangtuanya, serta kebutuhan rasa aman di mana anak memerlukan lingkungan yang stabil dan aman. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktek pengasuhan anak. Ibu sering disebut sebagai pengasuh (caregiver) utama bagi anak. Pola pengasuhan seorang ibu kepada anaknya akan membawa pengaruh bagi perilaku anak tersebut dalam perkembangan selanjutnya.

  Rohner (Megawangi, 2003) dalam bukunya yang berjudul ”The Warmth

  

Dimension Of Parenting” , mengatakan bahwa seorang anak akan

  mempunyai perilaku baik atau buruk didasarkan atas cara pengasuhan yang diberikan ibunya. Anak-anak yang diasuh dengan cara diterima (acceptance) akan menjadi anak yang tumbuh dan berkembang lebih baik dibandingkan anak yang diasuh dengan cara ditolak (rejection). Anak-anak yang diasuh dengan kekerasan juga belajar kekerasan pertama kali dari ibunya, sehingga ia juga akan tumbuh menjadi anak yang menolak (anti-social) dan seringkali diikuti oleh perilaku destruktif. Sebaliknya, anak-anak yang diasuh dengan kasih sayang juga akan memiliki ikatan kasih sayang yang kuat dengan ibunya (emotional bonding) dan cenderung menjadi anak yang patuh (obedience) dibandingkan anak yang lemah ikatan emosionalnya.

  Pembangunan yang sedang berjalan sekarang ini menimbulkan berbagai perubahan, salah satunya adalah kesempatan bagi wanita untuk bekerja menjadi semakin terbuka, sehingga kegiatan wanita tidak hanya bertumpu pada keluarga saja (Daeng, Hartati, Widyastuti, 2008). Menurut Bernadib (1982), wanita atau ibu-ibu yang bekerja adalah ibu-ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah meninggalkan kesibukan rumah tangganya minimal empat jam setiap hari. Mereka bekerja di luar rumah untuk mencari tambahan penghasilan atau untuk mengabdi pada masyarakat, negara, dan bangsa paling sedikit selama lima tahun berturut-turut secara terus menerus dan berkelanjutan. Lois Hoaffman (Santrock, 2003) mengatakan bahwa hal tersebut bukan suatu turunan dari kehidupan modern, melainkan sebuah tanggapan terhadap perubahan sosial lain yang memenuhi kebutuhan yang tidak ditemui oleh keluarga ideal di masa lalu di mana ibu adalah sepenuhnya ibu rumah tangga. Hal tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan orang tua saja, tetapi bisa menjadi pola yang cocok untuk mensosialisasikan anak-anak pada peranan orang dewasa yang akan mereka terima. Jangkauan emosi dan kemampuan yang lebih luas yang diberikan setiap orang tua semakin konsisten dengan peranan sebagai orang dewasa ini.

  Dampak dari peran ganda seorang istri/ibu terutama adalah berkurangnya waktu dan perhatian terhadap suami dan anak-anak (Daeng, Hartati, Widyastuti, 2008). Mody dan Murthy (1988) menemukan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja cenderung ceroboh dan memiliki emosi yang kurang stabil di tahun-tahun awal sekolah mereka, namun menjadi mandiri di tahun-tahun berikutnya. Menurut Fitriyani (2002), remaja yang ibunya bekerja memiliki kematangan sosial yang tinggi dibanding dengan remaja yang ibunya tidak bekerja. Anak-anak dari ibu tidak bekerja selalu membutuhkan bantuan untuk pekerjaan harian mereka, juga cenderung gelisah dan agresif; hal ini dapat diakibatkan oleh selalu tersedianya bantuan dari ibu mereka (Hangal dan Aminabhavi, 2007).

  Berlawanan dengan penelitian-penelitian di atas, Nanda dan Monochas (1977) mengungkapkan bahwa ibu bekerja membawa dampak negatif bagi anak-anaknya di mana mereka cenderung kurang dapat bekerjasama, kurang simpatik, dan menunjukkan perilaku sosial yang berbeda. Gottfried dan Bathurst (1988) lebih lanjut menyatakan bahwa waktu ibu berkerja berkorelasi secara negatif dengan prestasi di sekolah. Mittal (1997) memiliki pendapat lain, di mana Mittal menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam area konsep diri dan prestasi antara anak perempuan dari ibu bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Deka dan Kakkar (1998) mendukung pernyataan tersebut dengan mengungkapkan bahwa status pekerjaan ibu tidak memiliki pengaruh pada konsep diri remaja.

  Hal di atas menggambarkan pentingnya peran ibu dalam pengembangan kepribadian anak, di mana status pekerjaan ibu dapat membawa pengaruh pada kematangan emosi anak. Berdasarkan hal tersebut dan hasil penelitian serta kurangnya informasi mengenai pengaruh status pekerjaan ibu terhadap kematangan emosi anak remaja di Indonesia dan di Jawa pada khususnya, penulis terdorong untuk meneliti lebih jauh mengenai apakah ada perbedaan kematangan emosi antara remaja yang ibunya bekerja dan tidak bekerja.

  B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah apakah didapatkan perbedaan tingkat kematangan emosi antara remaja yang ibunya bekerja dan tidak bekerja.

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kematangan emosi yang signifikan antara remaja yang ibunya bekerja dan tidak bekerja, di mana hubungan status pekerjaan ibu dengan kematangan emosi belum tergambarkan dengan jelas dalam penelitian-penelitian sebelumnya, dan informasi mengenai pengaruh status pekerjaan ibu terhadap kematangan emosi anak remaja di Indonesia belum banyak tersedia.

  D. MANFAAT PENELITIAN

  1. Manfaat Teoretis Memberikan tambahan informasi kajian teori-teori psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan Remaja mengenai ada atau tidaknya perbedaan kematangan emosi pada remaja yang ibunya bekerja dan tidak bekerja.

  2. Manfaat Praktis Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang pengaruh status bekerja ibu terhadap perkembangan kematangan emosi remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi

1. Definisi

  Kematangan berasal dari kata maturation. Kematangan dalam kamus psikologi Chaplin (2006) diartikan sebagai suatu keadaan atau kondisi tercapainya tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional; dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Kematangan dan kemasakan memiliki arti dan makna yang sama yaitu sudah dipikirkan (dipertimbangkan) baik-baik; sudah diputuskan (disetujui bersama); sudah sempurna atau sampai pada tingkatan yang terbaik (terakhir) (Sugono dkk, 2008). Secara harafiah kematangan adalah terbukanya potensi yang ada dalam diri manusia, maka yang berperan dalam kematangan adalah apa yang ada dalam diri kita baik kemampuan motorik, kemampuan kognitif, maupun kemampuan sosial (Rahmawati, 2008). Dengan demikian, kematangan adalah suatu keadaan yang sudah sampai pada tingkatan terbaik, di mana kemampuan motorik, kognitif maupun sosial berperan di dalamnya, sehingga tercapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional.

  Kata ”emosi” berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu movere atau emover yang berarti ”bergerak atau menggerakkan”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 1996). Istilah kematangan atau kedewasaan emosional seringkali membawa implikasi adanya kontrol emosional. Kematangan emosi juga dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu (Rahmawati, 2008)

  Young (Powell, 1963) mengungkapkan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya. Merchan menambahkan bahwa seseorang yang mempunyai ciri emosi yang sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsang (stimulus), baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Seseorang yang memiliki emosi yang sudah matang, akan selalu belajar menerima kritik, mampu menangguhkan respon- responnya dan memiliki saluran sosial bagi energi emosinya, misalnya bermain, melaksanakan hobi, dan sebagainya.

  Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya, di mana seseorang dapat menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu, seperti kemampuan untuk menyelesaikan problem-problem pribadi, kemampuan untuk memperhitungkan pendapat orang lain dan kemampuan untuk mengungkapkan emosi yang tepat.

2. Proses Kematangan Emosi

  Hurlock (2004) menjelaskan proses terjadinya kematangan emosi menurut sebagai berikut:

  a. Masa Bayi

  Bayi mempunyai pola emosi yang kuat dan sering muncul tetapi bersifat sementara dan dapat berubah menjadi emosi lain jika perhatian bayi dialihkan. Dominasi emosi yang penting pada masa bayi adalah dominasi emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Dominasi emosi yang menyenangkan akan membuat kondisi fisik yang baik, tidak sakit-sakitan dan menghindarkan bayi pada perasaan yang tidak menyenangkan seperti takut dan marah. Sedangkan dominasi emosi yang tidak menyenangkan akan merangsang kondisi fisik yang buruk dan bayi akan hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan.

  b. Masa Anak Awal

  Masa anak awal mempunyai emosi yang sangat kuat dan mengalami ketidakseimbangan. Artinya ekspresi emosi anak awal mudah terbawa oleh ledakan-ledakan emosinya sehingga anak awal sulit dibimbing dan diarahkan. Kuat dan seringnya emosi yang muncul pada masa anak awal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1) Kecerdasan Anak yang cerdas akan menyatakan keingintahuannya secara lebih aktif baik dalam menjelajahi lingkungan maupun dalam bertanya. 2) Perbedaan jenis kelamin

  Jenis kelamin mempengaruhi ekspresi ledakan emosi. Anak laki-laki dianggap lebih sesuai untuk meledakkan emosi daripada perempuan sehingga anak laki-laki lebih banyak mengungkapkan amarah yang kuat sedangkan perempuan lebih menunjukkan emosi takut, cemburu, kasih sayang karena lebih dianggap tepat untuk anak perempuan.

  3) Besarnya keluarga Sering dan kuatnya rasa cemburu maupun iri hati dipengaruhi besar kecilnya keluarga. Keluarga yang lebih besar akan memiliki rasa cemburu maupun iri hati yang lebih kecil karena tidak ada anak yang mendapatkan perhatian yang besar dari orang tua. 4) Lingkungan sosial

  Lingkungan sosial di rumah anak dapat menimbulkan sering dan kuatnya kemarahan anak.

  5) Disiplin dan metode latihan anak Jenis disiplin dan metode latihan yang diterima anak akan mempengaruhi sering dan kuatnya ledakan emosi anak. Orang tua yang bersikap otoriter kemungkinan akan membuat anak bereaksi dengan ledakan emosi amarah.

  c. Masa anak akhir

  Ledakan emosi lebih jarang terjadi pada masa ini. Amarah diungkapkan dalam bentuk murung, menggerutu, dan bermacam- macam ungkapan kasar. Anak sudah mulai dapat mengungkapkan emosinya dengan katarsis emosional, yaitu usaha anak untuk mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi secara terbuka dan meredakan diri dari emosi-emosi yang diakibatkan oleh tekanan sosial.

  d. Masa remaja awal

  Pengaruh emosi pada remaja awal lebih banyak terjadi pada perempuan karena biasanya perempuan lebih matang daripada laki- laki dan hambatan–hambatan sosial lebih mulai ditekankan pada perempuan ketika ia menginginkan kebebasan. Emosi yang meninggi pada masa ini juga dipengaruhi oleh dimulainya kematangan seksual yang mengakibatkan perubahan pada tubuhnya.

  e. Masa remaja akhir

  Remaja yang lebih besar mempunyai kemampuan berpikir yang lebih realistik terhadap diri sendiri, keluarga, teman – teman dan kehidupan pada umumnya karena bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosialnya. Hal tersebut juga membuat remaja yang mempunyai emosi sangat kuat, tidak terkendali, dan tampak tidak masuk akal dari tahun ke tahun mengalami perbaikan perilaku. Perbaikan perilaku ini dapat ditunjukkan dengan tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain tetapi menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang dapat diterima orang lain sehingga remaja dapat disebut matang secara emosi.

3 Karakteristik Kematangan Emosi

  Karakteristik kematangan emosi menurut Skinner (1997) dipahami sebagai ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang individu yang matang emosinya. Individu yang memiliki kematangan emosi yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) mampu menggunakan dan menikmati kekayaan maupun keragaman sumber-sumber emosi yang dimilikinya; (2) mampu menyadari potensi dirinya dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi tersebut; (3) mampu mencintai orang lain dan dirinya; (4) mampu menerima kesedihan ketika ia berhadapan dengan situasi yang menyedihkan; (5) mampu menjalin hubungan dengan individu lain; (6) mampu mengalami rasa marah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam atau juga yang dapat merangsang timbulnya rasa marah; dan yang terakhir adalah mampu menunjukkan rasa takut yan timbul saat menghadapi hal yang menakutkan, tanpa berpura-pura memakai ”topeng” keberanian.

  Delapan karakteristik kematangan emosi manusia menurut Murray (1997) adalah sebagai berikut :

  1. Kemampuan untuk memberi dan menerima cinta Individu yang matang emosinya akan mampu mengekspresikan cinta dan menerima ekspresi cinta dari orang lain. Sifatnya afeksional.

  2. Kemampuan dalam menghadapi kenyataan dan menerimanya Individu yang matang emosinya mampu untuk tidak menghindari masalah; berani menghadapi kenyataan; tahu bahwa cara tercepat menghadapi masalah adalah dengan menghadapinya.

  3. Ketertarikan dalam memberi dan menerima Individu yang matang emosinya akan mengenali kebutuhan orang lain; memberi dari kepunyaannya untuk kualitas hidup orang-orang yang ia cintai; membiarkan orang lain memberi kepada dirinya; ada unsur keseimbangan antara memberi dan menerima; sifatnya instrumental.

  4. Kemampuan memandang pengalaman hidup sebagai hal yang positif Individu yang matang emosinya akan menerima pengalaman hidup sebagai pembelajaran, kalau positif ia akan menikmatinya dan merayakannya, kalau negatif ia bertanggung jawab dan percaya bahwa dapat belajar dari dirinya untuk meningkatkan hidupnya; ketika hal-hal tidak berlangsung baik, ia mencari kesempatan lain; selalu dihubungkan dengan dirinya secara positif; mengambil hikmah dari kejadian dan dampak suatu tindakan.

  5. Kemampuan belajar dari pengalaman Individu yang matang emosinya akan belajar dari pengalaman; ada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya; bertanggung jawab secara personal; bertindak berdasar pengalaman yang pernah ditemui.

  6. Kemampuan untuk menghadapi rasa putus asa (kegagalan) Individu yang matang emosinya, ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, ia menggunakan pendekatan lain atau cara lain, dan tetap meneruskan hidupnya.

  7. Kemampuan untuk mengendalikan rasa marah secara konstrukstif Individu yang matang emosinya tidak akan menyalahkan orang lain, tetapi mencari solusi; melawan masalah dan menggunakan kemarahan sebagai sumber energi.

  8. Kemampuan menetralisir keadaan Individu yang matang emosinya akan merasa dicintai, menerima realita; optimis; tidak mudah marah; tidak menyerang orang di dekatnya karena frustasi; percaya diri dalam kemampuannya untuk mendapat yang ia inginkan dalam hidup

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi

  Dalam proses pencapaiannya, kematangan emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Meichati, 1987):

  a. Faktor Usia

  Semakin bertambahnya usia seseorang maka dominasi emosinya akan berkurang dan digantikan oleh logika atau pikiran. Pendapat tersebut diperkuat oleh Walgito (2004) yang menyatakan bahwa kematangan emosi individu terkait erat dengan usia individu.

  Semakin bertambah usia individu maka emosinya akan bertambah matang, sehingga individu dapat menguasai dan mengendalikan emosinya.

  b. Faktor Lingkungan

  Lingkungan di sekitar individu yang selalu menghargai orang lain, bisa menerima setiap perbedaan dengan tangan terbuka serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan membuat individu tidak mudah frustasi dan akan mampu menghadapi masalah dengan penuh pengertian. Hal ini akan membuat individu semakin matang emosinya.

  c. Faktor Pengalaman

  Faktor pengalaman ini meliputi pengalaman hidup individu yang telah memberikan masukan nilai-nilai dalam kehidupannya. Nilai yang baik dikembangkan untuk mengontrol emosi, yang buruk dijadikan pelajaran agar tidak mengulangi lagi. Semakin bertambahnya pengalaman, baik yang dialami oleh diri sendiri maupun orang lain akan membuat emosi seseorang menjadi semakin matang.

  d. Faktor Individu

  Faktor individu merupakan faktor yang terdapat di dalam diri individu. Individu dapat menerima keadaan dirinya sendiri apa adanya dengan baik, sejauh mana individu mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, begitu juga sebaliknya, individu dapat menerima orang lain seperti apa adanya dan bersifat objektif .

B. Remaja Akhir

1. Batasan Remaja (Akhir)

  Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, yakni suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik-biologis yang ada dalam diri manusia. (Hurlock, 2002). Menurut Bukatko (2008), masa remaja dimulai dari usia 12 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa transisi antara masa anak dan masa dewasa ini seorang individu mengalami perubahan yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional (Santrock, 2003).

  Dalam masa peralihan ini remaja berkembang dengan caranya masing-masing yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Perkembangan Fisik dan Hormon Secara fisik perubahan mulai terjadi terutama pada awal masa remaja yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang disebut masa pubertas. Banyak faktor yang mempengaruhi pubertas ini, antara lain, mutu makanan, kesehatan, bawaan dan berat badan.

  Perkembangan pubertas melibatkan 2 jenis hormon utama, yaitu androgen dan estrogen. Androgen adalah hormon utama laki-laki.

  Jenis androgen yang berperan penting dalam perkembangan pubertas laki-laki adalah testosteron. Peningkatan kadar testosteron inilah yang berkaitan dengan perubahan fisik pada laki-laki, seperti, perkembangan alat kelamin luar, perkembangan tinggi badan, dan perubahan suara. Sedangkan estrogen adalah hormon utama pada perempuan. Jenis estrogen yang berperan penting dalam perkembangan pubertas perempuan adalah estradiol. Peningkatan kadar estradiol inilah yang berkaitan dengan perubahan fisik pada perempuan, seperti, perkembangan payudara, rahim, dan perubahan tulang pada kerangka tubuh. Kematangan secara seksual terjadi pada masa remaja ini (Santrock, 2003).