Perbedaan kecenderungan berselingkuh pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja di Yogyakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengungkap perbedaan kecenderungan untuk melakukan perselingkuhan antara wanita menikah bekerja dan yang tidak bekerja. Kecenderungan perselingkuhan merupakan suatu keinginan atau dorongan seseorang yang diam-diam melibatkan orang ketiga di luar pasangan sah dalam perkawinan untuk melakukan hubungan emosional yang dapat mencapai hubungan seksual.
Penelitian ini dilakukan pada wanita menikah bekerja dan yang tidak bekerja di Yogyakarta Subyek penelitian ini adalah 56 wanita menikah bekerja dan 53 wanita menikah tidak bekerja. Penelitian dilakukan dengan menggunakan skala kecenderungan perselingkuhan model Likert yang memiliki koefisien reliabilitas 0,973.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa t = 3,183 dengan p= 0,002 yang berarti bahwa terdapat perbedaan kecenderungan perselingkuhan yang sangat signifikan antara wanita menikah bekerja dan wanita yang tidak bekerja. Kecenderungan perselingkuhan pada wanita menikah bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja.
(2)
ABSTRACT
This research was aimed to examined the tendency distinction of extramarital between working house wifes and non working. The tendency of extramarital was an impulse and desire in one person to have an extramarital relationship outside the legal marriage which involved emotional relation and sexual activities.
This research subjected to working and non working house wifes. The research was applied to 56 working house wifes and 53 non working house wifes, which used the tendency of extramarital scale of Likert model, with reliability of coeficiency 0,973.
The result of this research showed that t=3,183 with p=0,002. which mean that there were significant in extramarital tendency between working and non working house wifes. Extramarital tendency for working house wifes is higher than working house wifes.
(3)
PERBEDAAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA
WANITA MENIKAH YANG BEKERJA DAN YANG TIDAK
BEKERJA DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Nama : Cristina Sri Utami NIM : 029114081
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
Skripsi ini kupersembahkan
untuk keluargaku dan
(7)
When God Prepares
To do Something Wonderful,
He begins with a difficulty.
When He Plans
To do Something Very Wonderful,
He Begins with an impossibility.
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,
bahkan ia memberikan kekekalan kepada hati mereka.
(8)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juni 2007
Penulis
(9)
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengungkap perbedaan kecenderungan untuk melakukan perselingkuhan antara wanita menikah bekerja dan yang tidak bekerja. Kecenderungan perselingkuhan merupakan suatu keinginan atau dorongan seseorang yang diam-diam melibatkan orang ketiga di luar pasangan sah dalam perkawinan untuk melakukan hubungan emosional yang dapat mencapai hubungan seksual.
Penelitian ini dilakukan pada wanita menikah bekerja dan yang tidak bekerja di Yogyakarta Subyek penelitian ini adalah 56 wanita menikah bekerja dan 53 wanita menikah tidak bekerja. Penelitian dilakukan dengan menggunakan skala kecenderungan perselingkuhan model Likert yang memiliki koefisien reliabilitas 0,973.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa t = 3,183 dengan p= 0,002 yang berarti bahwa terdapat perbedaan kecenderungan perselingkuhan yang sangat signifikan antara wanita menikah bekerja dan wanita yang tidak bekerja. Kecenderungan perselingkuhan pada wanita menikah bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja.
(10)
ABSTRACT
This research was aimed to examined the tendency distinction of extramarital between working house wifes and non working. The tendency of extramarital was an impulse and desire in one person to have an extramarital relationship outside the legal marriage which involved emotional relation and sexual activities.
This research subjected to working and non working house wifes. The research was applied to 56 working house wifes and 53 non working house wifes, which used the tendency of extramarital scale of Likert model, with reliability of coeficiency 0,973.
The result of this research showed that t=3,183 with p=0,002. which mean that there were significant in extramarital tendency between working and non working house wifes. Extramarital tendency for working house wifes is higher than working house wifes.
(11)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas terwujudnya karya penelitian ini. Karya ini merupakan penelitian mengenai kecenderungan perselingkuhan yang dialami wanita yang bekerja dan tidak bekerja di Yogyakarta. Semoga karya ini mampu memberikan sumbangan perkembangan psikologi wanita dan psikologi sosial dewasa ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi selama ini.
3. Drs. H. Wahyudi, M.Si. dan Y. Heri Widodo, S.Psi selaku dosen penguji. 4. Para dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta,
yang telah banyak menyumbangkan ilmunya kepada penulis.
5. Bung Monty Satiadarma, terima kasih untuk bimbingan jarak jauh dan saran-saran dalam penulisan skripsi saya.
6. Ibu-ibu baik yang bekerja maupun tidak bekerja, yang telah menyediakan waktunya untuk mau mengisi angket penelitian ini.
7. Orang tua, kakak-kakak, dan adik-adikku yang telah banyak memberikan bantuan dukungan serta doa.
(12)
8. Rahmat Dwi Atmoko, terima kasih untuk dukungan, perhatian, semangat, kasih sayang, doa, dan yang telah memberikan banyak warna kehidupan selama ini.
9. Sahabatku, Pras, Yudha, Hoho yang telah banyak memberikan banyak perhatian, dukungan dan semangat.
10.Kak Donda dan Ari, terimakasih ya untuk segala masukan dan doa selama ini.
11.Teman-temanku dan sahabat-sahabatku seperjuangan, Cahya, Mitha, Eu, There. Eh inget lo kita punya kode etik, he he he.
12.Teman-teman KTB ku Kak Fona, Venti, Reni, terima kasih untuk segala dukungan dan semangatnya
13.Ade-ade KTB ku Wini, Heni, Betha, Lita, hai terima kasih untuk keceriaan dan persahabatan kita. Ok.
14.Teman-temanku Sutri, Winda, terima kasih telah menjadi tempat untuk berdiskusi ya.
15.Teman-teman gerejaku, mas Sekum, Anof, Deni, Tery, Didik, terima kasih ya sudah membantu aku selama ini.
16.Terimakasih untuk adek-adeku, Chris, Yoga, ari, belajar yang rajin ya biar cepet jadi sarjana, he he he.
17.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan yang tak dapat disebutkan satu-persatu.
(13)
Karya ini tentunya tidak sempurna tanpa masukan dan saran dari para pembaca. Mohon maaf bila terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun penjelasan.
Yogyakarta, Juni 2007 Penulis
(14)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...ii
HALAMAN PENGESAHAN ………...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………...iv
HALAMAN MOTTO ………...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...vi
ABSTRAK ………...vii
ABSTRACT ………...viii
KATA PENGANTAR ………...ix
DAFTAR ISI ………...xi
DAFTAR TABEL ………...xv
DAFTAR LAMPIRAN ………...xvi
BAB 1. PENDAHULUAN………...1
A. Latar Belakang Permasalahan………...1
B. Rumusan Masalah………...7
C. Tujuan Penelitian………...7
D. Manfaat Penelitian………...7
BAB II. LANDASAN TEORI………...9
A. Perselingkuhan dalam Pernikahan………...9
1. Pernikahan………...9
2. Pengertian Kecenderungan Berselingkuh...………...10
(15)
4. Penyebab Perselingkuhan Wanita………...14
5. Faktor-Faktor Terjadinya Perselingkuhan Wanita...20
B. Status Pekerjaan………...22
1. Wanita Menikah Yang Bekerja ………...22
2. Wanita Menikah Yang Tidak Bekerja………...26
C. Perbedaan Kecenderungan Berselingkuh Pada Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Wanita Menikah yang Tidak Bekerja…...…...28
D. Hipotesis Penelitian………...32
E. Skema Kecenderungan Perselingkuhan...33
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….…...34
A. Jenis Penelitian……….…………...34
B. Identifikasi Variabel Penelitian…………...………...34
1. Variabel Tergantung……….…………...34
2. Variabel Bebas………..………....……...34
C. Definisi Operasional Penelitian………..………...34
1. Kecenderungan Berselingkuh...………... 34
2. Wanita Bekerja dan Wanita yang Tidak Bekerja….…...35
D. Subyek Penelitian………...36
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data………...36
F. Validitas, Reliabilitas dan Seleksi Item………...39
1. Validitas………...39
(16)
3. Seleksi Item………...40
G. Prosedur Penelitian………...42
H. Teknik Analisi Data……….……...42
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……..……... 43
A. Pelaksanaan Penelitian………..………...43
B. Deskripsi Subyek Penelitian……….….………...44
C. Analisis Data Penelitian………..…………...44
D. Pembahasan……….….………...49
BAB V. PENUTUP……….…...……...55
A. Kesimpulan……….…..………...55
B. Saran………...………...55
DAFTAR PUSTAKA……….…..………...56
(17)
DAFTAR TABEL
Table III. 1 Blue Print Skala Kecenderungan Perselingkuhan………...37 Tabel III. 2 Tabel Jumlah Item Skala Sebelum dan Setelah Digugurkan……...41 Tabel IV. 1 Ringkasan Mean Empiris dan Teoritis Subyek Wanita yang Bekerja dan Yang tidak Bekerja………...45 Tabel IV. 2 Kategori Kecenderungan Berselingkuh Pada Wanita yang Bekerja dan Yang Tidak Bekerja………...46 Tabel IV. 3 Hasil Analisa Data Uji t………. ....49
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian………...60
Lampiran 2. Data Penelitian………...62
Lampiran 3. Reliabilitas………...74
(19)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Setiap orang yang menikah sudah tentu mendambakan dan mencita-citakan dapat menempuh kehidupan pernikahan yang harmonis. Namun bagaimanapun juga sebuah pernikahan pada dasarnya terdiri dari dua orang yang mempunyai kepribadian, sifat, latar belakang keluarga, dan masalah yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kehidupan pernikahan pada kenyataan selanjutnya tidak seindah dan seromantis harapan pasangan tersebut. Persoalan demi persoalan dihadapi setiap hari, ditambah dengan keunikan masing-masing individunya, sering menjadikan kehidupan pernikahan menjadi sulit dan hambar. Hal ini membuka peluang bagi timbulnya ketidakharmonisan hubungan suami istri yang dapat berujung pada perselingkuhan.
Fenomena mengenai perselingkuhan semakin marak akhir-akhir ini. Hampir setiap hari media cetak maupun elektronik sering menampilkan berita hangat mengenai kasus perselingkuhan. Perselingkuhan dalam pernikahan bersifat merusak dan dapat menimbulkan akibat negatif. Akibat negatif yang ditimbulkan dapat terjadi pada pelaku perselingkuhan maupun pasangan pelaku perselingkuhan. Pasangan pelaku perselingkuhan seringkali merasakan sakit hati yang mendalam karena merasa dikhianati dan ditinggalkan oleh pasangan yang melakukan perselingkuhan. Sakit hati yang dirasakan ini
(20)
muncul akibat cedera yang dialami pada kesatuan lembaga perkawinannya, atau pada kesatuan hubungan interpersonal yang selama ini diyakininya sebagai selubung rasa aman dalam kehidupannya (Hedva, dalam Satiadarma, 2001).
Widyawati (dalam Kompas, 2003), seorang psikolog, mengemukakan bahwa pasangan yang menghadapi masalah perselingkuhan akan mengalami kondisi depresi yang lebih berat daripada pasangan yang sedang mengalami permasalahan lainnya. Jika salah satu pihak dari pasangan tidak tahan dengan beban mental yang harus ditanggung, akibat yang terjadi adalah memutuskan untuk bunuh diri atau pun membunuh pasangannya. Reaksi negatif yang diberikan itu memang sangat ekstrim, tetapi kondisi ini sering terjadi di Indonesia.
Sebuah jajak pendapat yang diadakan NBC Wall Street Journal
mengenai sikap terhadap perselingkuhan mengungkapkan bahwa 74 % responden berpendapat bahwa perselingkuhan tidak dapat dibenarkan. Hasil penelitian lain juga mengemukakan hasil yang serupa (Debie Then, 1998). Dalam Australian Institute of Family Profile beranggapan bahwa 98 % responden berpendapat suami istri seharusnya saling setia (Debi Then, 1998). Penelitian tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar orang masih beranggapan kesetiaan adalah bagian penting dalam sebuah pernikahan. Meskipun demikian, angka keterlibatan perselingkuhan tetap tinggi baik yang dilakukan pria maupun wanita.
(21)
Data menunjukkan bahwa perselingkuhan wanita justru meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut terlihat dari data yang diperoleh di masyarakat barat.
1. Pada tahun 1953 di Amerika Serikat, Kinsey melakukan penelitian terhadap 5000 laki-laki dan 6000 perempuan. Data menunjukkan 50 % laki-laki dan 26 % perempuan mengemukakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Pada tahun 1987, penelitian yang dilakukan oleh Hite pada 7000 laki-laki dan 4500 perempuan, menghasilkan data 72 % laki-laki dan 70 % perempuan telah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan (Satiadarma, 2001). 2. Pada tahun 1998, penelitian lain menyebutkan 30 % hingga 60 %
perempuan pernah atau tengah melakukan hubungan gelap di luar pernikahan (Debi Then, 1998).
3. Vaughan (2003) menyatakan 60 persen % dan 40 % perempuan memiliki hubungan di luar pernikahannya.
Di Indonesia tampaknya beberapa sumber menangkap hal yang sama, seperti yang diutarakan oleh Ginanjar (dalam Sriwijaya Post, 2002), seorang psikolog dan konsultan, yang menjelaskan bahwa beberapa tahun lalu sangat jarang klien pria mendatanginya. Saat ini situasi berubah, pria mulai berdatangan dengan keluhan yang sama, yaitu merasa dikhianati istri. Dari angket majalah Femina (Oktober, 2003) yang diberikan kepada sejumlah
(22)
wanita menikah di Jakarta, diketahui bahwa 55 % responden wanita, mengaku pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan.
Dari data diatas terlihat bahwa akhir-akhir ini jumlah perselingkuhan wanita semakin meningkat, peningkatan jumlah perselingkuhan pada wanita lebih banyak terjadi pada wanita yang bekerja. Dari hasil penelitian Travis dan Sad yang dilakukan pada wanita menikah yang berusia di bawah 40 tahun menyebutkan bahwa 27 % wanita yang tidak bekerja atau bekerja paruh waktu melakukan perselingkuhan sedangkan 47 % wanita bekerja melakukan perselingkuhan. Data mengenai jumlah perselingkuhan wanita tersebut semakin dipertegas dengan hasil survei majalah New Women yang menunjukkan bahwa 57 persen wanita bekerja menemukan pasangan perselingkuhan mereka di tempat kerja dan selebihnya adalah dari luar tempat kerja (dalam Satiadarma, 2001).
Hal ini memberikan gambaran bahwa wanita yang bekerja memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berselingkuh daripada mereka yang lebih banyak berada di rumah dan melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Wanita menikah bekerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seorang wanita yang bekerja dalam suatu instansi, yang melakukan pekerjaan secara formal, teratur dan memiliki penghasilan sendiri. Kecenderungan berselingkuh yang tinggi pada wanita bekerja terjadi karena wanita yang bekerja di kantor memiliki lebih banyak peluang untuk bersosialisasi dan berkenalan dengan orang lain di samping suami mereka. Hal
(23)
tersebut akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para wanita untuk membina hubungan interpersonal yang lebih akrab dengan orang lain disamping suaminya sendiri (Satiadarma, 2001).
Putranto (dalam majalah Male Emporium, 2006) seorang psikolog mengutarakan bahwa wanita modern saat ini lebih menginginkan hubungan tanpa komitmen dan tidak menginginkan suatu keterikatan. Kemandirian ekonomi dan stabilitas intelektual menjadi salah satu penyebab wanita untuk berselingkuh. Seorang wanita yang bekerja lebih mandiri dari segi penghasilannya dan berwawasan lebih luas. Situasi tersebut menjadikannya tidak terlalu bergantung dengan suaminya sehingga tidak menutup kemungkinan dirinya tidak takut mencari pria idaman lain ketika tidak mendapatkan kepuasan dari suaminya.
Kondisi tersebut cukup berbeda dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang bidak bekerja dalam penelitian ini adalah wanita yang tidak memiliki mata pencaharian tertentu dan sama sekali tidak memiliki penghasilan. Kecenderungan untuk berselingkuh pada wanita yang tidak bekerja lebih rendah disebabkan karena wanita yang tidak bekerja memiliki ketergantungan yang lebih besar kepada suaminya. Ketergantungan tersebut salah satunya tampak dari pemenuhan kebutuhan ekonomi dalam keluarga. Seorang wanita yang tidak bekerja mengandalkan suami sepenuhnya dalam pemenuhan materi atau finansial. Dalam hal mengadakan relasi dan frekuensi bertemu dengan orang lain, wanita tidak bekerja memiliki peluang yang lebih
(24)
sedikit ketimbang dengan wanita bekerja yang sehari-harinya berada di kantor bertemu dengan rekan-rekan kerjanya atau pun orang-orang baru di lingkungan pekerjaannya. Dengan melihat berbagai fakta di atas terlihat bahwa peluang bagi wanita yang tidak bekerja untuk berselingkuh lebih sempit karena kesempatan dan “ power” yang dimilikinya tidak terlalu besar.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti kecenderungan perselingkuhan pada wanita yang menikah dengan menekankan pada faktor status pekerjaan. Faktor status pekerjaan wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja memiliki peranan penting dalam mendorong terjadinya perselingkuhan.
Penelitian ini dilaksanakan di Yogyakarta yang tentunya memiliki karakteristik budaya tertentu. Yogyakarta merupakan kota yang sebagian besar penduduknya adalah orang-orang suku Jawa. Tata krama, etika, maupun sopan santun merupakan contoh-contoh unsur budaya yang dimiliki oleh suku bangsa Jawa. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam berperilaku maupun berinteraksi, manusia Jawa mempunyai tata nilai yang dijadikan pedoman (Ariani, dkk, 2002). Di dalam kebudayaan Jawa, juga memiliki suatu idealisme tradisional tentang kesempurnaan wanita. Wanita di Jawa diberikan gambaran bahwa mereka harus bersikap manis, lembut, nrimo, patuh, dan juga bergantung dengan suaminya (Rizal, Husein, dan Margiani, 1993). Dari uraian tersebut mengisyaratkan bahwa wanita di Jawa memiliki pedoman dan norma yang ketat dalam berperilaku sehingga menuntut suatu kehati-hatian dalam
(25)
setiap tindakan agar tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat. Oleh karena itu di dalam masyarakat Jawa perselingkuhan menjadi suatu hal sensitif untuk diungkap mengingat norma dan aturan yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya dengan mempertimbangkan hal tersebut peneliti bermaksud membuktikan apakah wanita menikah yang bekerja di Yogyakarta memiliki kecenderungan perselingkuhan yang lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah : Apakah wanita menikah yang bekerja di Yogyakarta memiliki kecenderungan berselingkuh yang lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja di Yogyakarta?
C. Tujuan
Berdasarkan batasan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kecenderungan berselingkuh yang lebih tinggi pada wanita menikah yang bekerja di Yogyakarta daripada wanita menikah yang tidak bekerja di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan dalam bidang Psikologi sosial dan psikologi wanita.
(26)
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga-keluarga, jika benar ditemukan adanya perbedaan kecenderungan terhadap perselingkuhan karena faktor status wanita menikah yang bekerja maka diharapkan sedini mungkin para istri dapat menyikapi dan mencegahnya dengan baik sehingga dapat menjaga dan mempertahankan keharmonisan suatu perkawinan.
(27)
BAB II LANDASAN TEORI A. Perselingkuhan dalam Pernikahan
1. Pernikahan
Pernikahan adalah sebuah fase kehidupan yang akan dialami oleh sebagian besar orang. Menurut Undang–undang pernikahan no 1 tahun 1974 (dalam Walgito, 2004), yang dimaksud dengan pernikahan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Tuhan YME.
Hawari (2004) menyebutkan bahwa pernikahan adalah ikatan antara pria dan wanita sebagai suami-istri berdasarkan hukum (undang-undang), hukum agama atau adat istiadat yang berlaku. Diciptakan pria dan wanita, antara keduanya saling tertarik dan kemudian kawin, proses ini mempunyai dua aspek, yaitu aspek biologis agar manusia berketurunan dan aspek afeksional agar manusia merasa tenang dan tentram berdasarkan kasih sayang (security feeling). Hornby (dalam Walgito, 2004) menyebutkan bahwa pernikahan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri dalam ikatan hukum.
Suami dan istri adalah 2 pribadi yang berbeda, oleh karena itu dalam pendapat, tata nilai, keinginan dan cara-cara juga berbeda, perbedaan tersebut dapat menyatu dengan harmonis apabila pasangan suami isteri dapat menyesuaikan diri. Pernikahan dikatakan harmonis apabila suami istri dapat berhubungan secara serasi seimbang dan saling
(28)
memuaskan kebutuhan. Adapun kebutuhan dalam suatu pernikahan adalah kebersamaan, seks, pertumbuhan, kedewasaan, privacy, kebebasan dan pembagian yang adil dalam pendapatan (Hastuti & dkk, 2004).
Dari beberapa pengertian pernikahan diatas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah bersatunya pria dan wanita sebagai suami istri dalam suatu ikatan hukum.
2. Pengertian Kecenderungan Berselingkuh
Kartono (1992) menjelaskan bahwa kecenderungan adalah hasrat atau kesiapan reaktif yang tertuju pada objek konkrit dan selalu muncul berulang kali dan merupakan sesuatu yang memungkinkan timbulnya tingkah laku. Badudu dan Zain (1996) menjelaskan bahwa kecenderungan berarti kecondongan atau keinginan, berasal dari kata dasar cenderung yang mempunyai arti condong, miring lebih banyak ke arah atau mempunyai keinginan.
Perselingkuhan adalah bentuk ketidaksetiaan suami terhadap isteri atau sebaliknya, janji setia satu sama lain pada waktu pernikahan dikalahkan oleh godaan orang ketiga, hadirnya orang ketiga dalam suatu rumah tangga merupakan indikasi adanya perselingkuhan (Hawari, 2002). Pendapat tersebut sejalan dengan Moultroup (dalam Schneider,1999) yang mengutarakan bahwa perselingkuhan adalah suatu hubungan seseorang dengan orang lain di luar pasangannya yang sah dengan memberi atau menerima perlakuan yang seharusnya diberikan kepada pasangan yang
(29)
sah. Hubungan tersebut dapat berpengaruh pada emosi, tingkat keintiman dan keseimbangan yang menyeluruh dalam sebuah pernikahan.
Adimoelyo (dalam Yulianto, 2000) berpendapat bahwa perselingkuhan adalah suatu hubungan seksual di luar perkawinan yang disebut juga dengan extramarital sex. Hubungan itu dapat singkat atau lama, dengan tingkat keterlibatan emosional yang rendah atau tinggi. Sejalan dengan pendapat Torsina ( dalam Hastuti & dkk, 2001) menyebut perilaku seksual extramarital dengan istilah perserongan yaitu sebagai suatu tindakan diam-diam membagi cinta atau seks yang dilakukan dengan pasangan barunya yang bukan pasangan sahnya, dengan mencurahkan cinta dan mendapatkan cinta atau seks, termasuk meninggalkan pasangannya yang sah dengan alasan- alasan yang tidak jujur.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perselingkuhan adalah suatu tindakan diam-diam yang melibatkan orang ketiga di luar pasangan sah dalam perkawinan untuk melakukan hubungan emosional yang dapat mencapai hubungan seksual.
Dengan demikian kecenderungan berselingkuh adalah suatu keinginan atau dorongan seseorang yang diam-diam melibatkan orang ketiga di luar pasangan sah dalam perkawinan untuk melakukan hubungan emosional yang dapat mencapai hubungan seksual.
3. Indikator Perilaku Perselingkuhan
Hastuti & dkk (2001) menjelaskan bahwa indikator perilaku perselingkuhan terbagi dalam perilaku non seksual dan perilaku seksual.
(30)
a. Perilaku non seksual
Bentuk kecenderungan perilaku non seksual dalam perselingkuhan adalah berupa keinginan untuk memberi perhatian, keinginan untuk diberi perhatian, keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan lawan jenis di luar pernikahan, dan keinginan untuk berbagi rasa.
Hawari (2002) mengungkapkan bahwa beberapa contoh keinginan untuk diberi ataupun memberi perhatian dalam perselingkuhan adalah ingin mendapatkan atau memberi dukungan kepada rekannya yang lawan jenis, ingin mendapatkan suatu pujian atau sanjungan, saling menelpon, makan bersama, bahkan rela membantu secara finansial. Dilain pihak bentuk keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain diwujudkan dengan keinginannya untuk memiliki teman kencan. Mubayidh (2005) menyatakan bahwa bentuk berbagi rasa dengan orang lain yaitu dengan memiliki teman curhat. Berbagi rasa merupakan suatu interaksi psikologis antara pria dan wanita yang lama kelamaan dapat menimbulkan rasa empati, simpati dan berlanjut pada kasih sayang yang pada gilirannya terlibat perselingkuhan (Hawari, 2002). Keinginan untuk berbagi rasa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah keinginan seseorang untuk mencurahkan isi hati dengan orang lain dimana dalam pembicaraan tersebut sudah melibatkan unsur
(31)
emosional sehingga orang lain dijadikan tempat untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya (Ginting, dalam Kompas, 2001)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku non seksual dalam perselingkuhan adalah berupa keinginan untuk memberi perhatian, keinginan untuk diberi perhatian, keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan lawan jenis di luar pernikahan, dan keinginan untuk berbagi rasa.
b. Perilaku seksual.
Bentuk perilaku seksual dalam perselingkuhan adalah berupa sentuhan, ciuman, percumbuan, persetubuhan.
Master dan Johnson (1986) menambahkan bahwa seksualitas mencakup pengertian yang lebih luas dari hanya sekedar seks yaitu seksual mengacu kepada semua kehidupan seksual, oleh karena itu pembicaraan mengenai seksualitas dapat dibedakan kedalam aktivitas seks (misal : masturbasi, ciuman atau sexual intercourse) dan perilaku seksual meliputi tidak hanya aktivitas seks secara spesifik tetapi termasuk didalamnya adalah perilaku menggoda dan berkencan.
Dari beberapa bentuk perilaku seksual maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk perilaku seksual dalam perselingkuhan adalah bersentuhan, berciuman, bercumbu, bersetubuh.
(32)
4. Penyebab Terjadinya Perselingkuhan Wanita
Suatu tindakan perselingkuhan terjadi pastilah terdapat beberapa hal yang menjadi pendorong atau penyebabnya. Moore (2005) menyatakan bahwa pada masa kini situasi cukup berbeda dengan 30 tahun yang lalu, wanita masa kini adalah wanita yang lebih mandiri, hal tersebut terjadi karena pada masa kini banyak wanita yang dapat mencari penghasilan sendiri dengan bekerja. Kondisi tersebut menjadikan wanita memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki baik dari segi penghasilan maupun dalam bersosialisasi dengan orang lain. Wanita sekarang lebih emosional dan lebih kuat bersosialisasi dibanding dengan sebelumnya, para wanita kini menyadari jika pernikahan mereka berantakan, mereka punya uang yang diperlukan untuk bertahan hidup. Penyebab perselingkuhan pada wanita saat ini juga tidak terlepas dengan adanya alat kontrasepsi. Pemakainan kontrasepsi menjadikan wanita memiliki kebebasan seksual dengan pria lain.
Chapman (dalam Normant, 1998) menyebutkan bahwa penyebab seorang wanita berselingkuh adalah untuk mendapatkan dukungan dari orang lain, mendapatkan kasih sayang, dan untuk memuaskan hasrat. Terkadang wanita merasa terabaikan dan merasa kurang dihargai dan hanya dilihat sebagai ibu rumah tangga, perawat anak, pesuruh dan penyedia jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Dari uraian di atas tampak bahwa wanita tersebut tidak mendapatkan kepuasan dalam hal seksualitas dan emosional.
(33)
Rose (dalamYulianto, 2000) mengatakan bahwa munculnya pria idaman lain adalah karena:
1. Terjadinya perselingkuhan wanita tidak seperti masa silam yaitu akibat perempuan kesepian dan tidak mendapat kepuasan seksual. Kini pria lain muncul karena aktivitas perempuan yang ikut dalam percaturan politik, sosial dan budaya, sehingga menyebabkan alasan munculnya lelaki lain dalam kehidupan seorang isteri makin beragam.
2. Masalah ekonomi. Biasanya berkaitan dengan penampilan seorang perempuan yang terus dipacu agar dapat seiring dengan prototype
seorang perempuan masa kini. Tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut membuka peluang munculnya pria idaman lain
3. Pertengkaran suami isteri. Apabila pertengkaran antara suami dan isteri terjadi terus menerus, akan menyebabkan wanita tidak tenang dan ingin mendapatkan ketenangan dari pria lain.
4. Persamaan dalam minat dan profesi. Di kantor, perempuan mempunyai sederetan kegiatan, sedangkan di rumah dengan suami sendiri kegiatannya terbatas, sehingga pembicaraannya hanya itu-itu saja. Hal tersebut dapat menyebabkan kebosanan sehingga memunculkan pria lain.
5. Mencari kepastian diri. Perempuan yang tidak memiliki identitas diri akan merasa kurang, antara lain merasa kurang dicintai, kurang menarik, sehingga dia tidak puas dengan dirinya. Oleh karena itu
(34)
apabila ia berjumpa dengan seseorang yang dapat membuatnya bangga pada dirinya sendiri, ia pun akan mempunyai pria lain.
6. Masalah seksual, yaitu perempuan yang tidak mendapatkan kepuasan seksual.
7. Sebagai kebanggaan. Ada juga wanita yang bangga apabila memiliki teman berselingkuh.
8. Balas dendam. Biasanya hal ini dilakukan terhadap suami yang pernah memiliki wanita idaman lain.
9. Kebiasaan. Seringnya berjumpa di kantor, atau tugas bersama di luar kota menjadi suatu kebiasaan yang rutin. Kebiasaan ini terus berkembang dan akhirnya saling mencari untuk melepas rindu, terlebih apabila di rumah tangga masing-masing terjadi pertengkaran.
Ellis (dalam Hastuti & dkk, 2001) mengemukakan bahwa beberapa penyebab perilaku perselingkuhan adalah :
1. Keinginan untuk bervariasi dalam aktivitas seks
2. Pemenuhan hasrat avonturir. Kehidupan manusia seringkali dihinggapi oleh rutinitas dan kebosanan bisa diatasi dengan berbagai cara, misalnya rekreasi, olahraga, bahkan melakukan affair.
3. Seksual curriosity. Adanya keinginan untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau tidak dalam hal rasa dan keintiman seksual orang melakukan affair diluar nikah.
(35)
4. Peningkatan cinta romantis. Adanya keinginan untuk memperoleh cinta romantis menyebabkan terjadinya hubungan seksual di luar nikah.
5. Rasa benci pasangan. Pasangan yang merasa rumah tanggaanya penuh ketidak bahagiaan akan lebih mudah tergoda untuk terlibat
affair dengan wanita atau pria lain yang bukan pasangan resminya. Kebencian dengan pasangan bisa bersumber dari beberapa sebab antara lain dasar kepribadian orang yang suka membenci, kurang toleransi, menyalahkan orang lain, sifat pemberang dan terlalu menuntut.
6. Perasaan kesepian. Suami atau isteri yang sering bepergian sendiri-sendiri mudah mengalami kesepian, baik yang ditinggal di rumah maupun yang berpergian merasa kesepian. Hal ini akhirnya membuka peluang dan alasan seseorang untuk melakukan affair.
7. Gangguan seksual. Hubungan suami isteri yang penuh konflik dan ketegangan emosional tidak jarang mengakibatkan impotensi dan frigiditas.
8. Rangsangan erotis. Sering dijumpai rangsangan erotis melaui film, majalah, cara berpakaian atau media massa lainnya. Yang bercerita tentang affair suami isteri. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi mudah permisif terhadap affair.
9. Partisipasi wanita yang semakin meningkat. Interaksi antara pria dan wanita di luar pasangannya dalam perkawinan semakin tinggi akibat
(36)
partisipasi wanita di berbagai bidang kehidupan dan hal ini memungkinkan terjadinya perilaku perselingkuhan.
Normant (1998) berpendapat bahwa beberapa hal yang menyebabkan wanita berselingkuh adalah :
1. Sebagai pendorong kepercayaan diri
Karena berbagai alasan, wanita membutuhkan kedekatan emosi yang lebih. Para wanita mencari kebutuhan seksual di luar pernikahan untuk memastikan bahwa mereka cantik, menggairahkan, dan patut diingini. Mereka juga tidak ingin dianggap sebagai tukang memasak, tukang membersihkan rumah, dan merawat anak.
2. Emosi yang terabaikan
Masyarakat sekarang lebih menitikberatkan pada pemenuhan berbagai barang berharga seperti mobil mewah, rumah indah, perhiasan, alat elektronik, dan sebagainya, oleh karena itu pada masa kini orang-orang bekerja keras bahkan terkadang mengabaikan emosi mereka. Ketika seseorang pulang ke rumah setelah bekerja, energi mereka habis untuk membangun kehidupan rumah tangga yang berkualitas, padahal bagi seorang wanita membutuhkan suatu kedekatan emosi dan sebuah relasi suami isteri yang lebih mendalam. 3. Balas dendam
Seorang wanita berselingkuh karena keinginannya untuk balas dendam kepada suaminya yang terlebih dahulu mengkhianatinya. 4. Mencari kepuasan
(37)
Para wanita berselingkuh karena ingin mencari sebuah ketegangan, ingin merasakan seksual yang bervariasi, mereka juga lelah hidup dalam sebuah perkawinan yang monoton.
5. Rayuan dan romantisme
Banyak wanita menginginkan hidup yang bergairah dan sesuatu hal yang romantis seperti, makan malam berdua, mendapatkan suatu sanjungan, perhatian, orang yang mau mendengarkannya, dan mau berbicara serta yang lebih bisa mengerti dirinya. Ketika kebutuhan tersebut tidak didapatkan dari suaminya, maka hal tersebut membuat dirinya mencari di luar.
6. Keinginan mendapatkan kepuasan materi
Penyebab wanita berselingkuh hanya ingin mendapatkan kekayaan, perhiasan uang, posisi atau jabatan
7. Tidak mendapatkan kepuasan dalam kebutuhan seksual
Seorang wanita yang terlibat dalam suatu perselingkuhan hanya untuk seks karena ia tidak merasa puas dengan suaminya.
8. Sindrom wanita kecil
Sekarang ini banyak pasangan yang kedua-duanya bekerja. Banyak suami yang berpikir bahwa pekerjaannya lebih penting, sangat sulit dan mengakibatkan tingkat stres yang tinggi, sehingga mereka sering mengeluh karena lelah. Dalam kenyataanya seorang isteri justru lebih lelah, karena selain harus bekerja di kantor, mereka juga harus mengerjakan pekerjaan rumah dan merawat anak. Sedangkan
(38)
seorang suami hanya komplain dengan rasa lelahnya. Situasi tersebut mendorong para wanita untuk berselingkuh karena mereka kurang mendapatkan dukungan dari suaminya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak sekali pendorong yang mendasari seorang wanita untuk berselingkuh, kendati demikian penyebab perselingkuhan tersebut terjadi karena adanya dorongan dalam dirinya sendiri serta faktor dari luar dirinya yang timbul karena kebutuhan seksual serta kebutuhan emosional yang belum terpenuhi.
5. Faktor –Faktor Terjadinya Perselingkuhan Wanita
Berdasarkan teori penyebab terjadinya perselingkuhan yang diungkapkan dari berbagai sumber di atas, maka dapat ditarik kesimpulan faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan perselingkuhan adalah sebagai berikut :
a. Peluang atau kesempatan
Peluang atau kesempatan yang dimiliki oleh seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan perselingkuhan. Seorang wanita yang bekerja di suatu instansi atau tempat tertentu, memiliki kesempatan untuk bertemu dan menjalin relasi yang lebih dengan orang lain. Berbeda dengan wanita menikah yang tidak bekerja, kesempatan dan peluang seorang wanita yang tidak bekerja untuk berelasi dengan orang lain, lebih sedikit daripada wanita yang bekerja.
(39)
b. Kebutuhan kasih sayang
Seorang wanita biasanya ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Mereka juga ingin mendapatkan dukungan, perlindungan, peningkatan cinta romantis, serta penghargaan dari suaminya. Terkadang, seiring berjalannya waktu dengan bertambahnya usia pernikahan, wanita menikah sering merasa terabaikan dalam kebutuhan emosionalnya.
c. Kepuasan seksual
Ketidakpuasan seksual dalam pernikahan, rutinitas dan kejenuhan dalam berhubungan seksual, keinginan bervariasi dalam berhubungan seksual merupakan salah satu faktor dalam suatu perselingkuhan.
d. Kepuasan pemenuhan kebutuhan materi
Keinginan untuk memuaskan kebutuhan materi menjadi salah satu faktor suatu tindakan perselingkuhan. Seorang wanita yang tidak puas dengan keadaan dirinya dan berusaha untuk tampil lebih, ingin mendapat kepuasan materi, kekayaan, perhiasan, jabatan, posisi dan uang mengakibatkan dirinya mencari jalan pintas dalam memenuhi setiap kebutuhannya tersebut dengan mencari pria lain.
e. Relasi suami istri
Relasi suami istri yang buruk dapat mengakibatkan ketidakharmonisan suatu kehidupan rumah tangga. Perselingkuhan terjadi karena faktor pertengkaran suami istri, balas dendam karena
(40)
pasangannya telah berkhianat dan juga rasa benci pasangan karena tidak bahagia dalam kehidupan pernikahannya.
f. Pengakuan diri
Seorang wanita bangga jika ada seorang yang mengatakan dirinya cantik dan menarik sehingga seringkali perselingkuhan terjadi karena faktor kebanggaan atau pengakuan terhadap dirinya bahwa dengan ia berselingkuh menunjukkan bahwa dirinya masih menarik dan diingini oleh pria lain.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suatu perselingkuhan adalah peluang atau kesempatan, kebutuhan kasih sayang, kepuasan seksual, kepuasan pemenuhan kebutuhan materi, relasi suami istri dan pengakuan diri.
B. Status Pekerjaan
Didalam masyarakat modern, tuntutan kehidupan semakin bertambah terutama di bidang materi (sosial ekonomi). Di pihak lain modernisasi menuntut perubahan sosial kehidupan keluarga. Pada masa kini, peran wanita tidak lagi hanya sebagai ibu rumah tangga saja, melainkan dituntut peranannya dalam berbagai kehidupan sosial kemasyarakatan, antara lain turut bekerja disamping suami dan tidak jarang kemudian menjadi wanita karir (Hawari, 2004).
1. Wanita Menikah yang Bekerja
(41)
Van Vuuren (dalam Dwijanti, 1999) mengatakan seorang wanita disebut bekerja bila ia mendapat gaji dari seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yaitu menjadi pekerja atau karyawati dalam suatu instansi tertentu, mempunyai jadwal tertentu, jarang di rumah sehingga waktunya terbatas untuk bertemu anak-anaknya.
Dewayani (2000) mengungkapkan wanita yang bekerja adalah wanita yang memiliki pekerjaan di luar rumah tangganya, yang mana dengan bekerja di luar rumah, seorang wanita (istri) akan mendapatkan uang sebagai penghasilan tetap yang bisa menumbuhkan perasaan mandiri baginya tanpa harus bergantung kepada suami. Gunarsa (2004) menambahkan bahwa dengan bekerja membuat wanita memiliki suatu kepuasan diri karena dapat mengamalkan kemampuan atau ketrampilan yang dimilikinya dalam masyarakat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang wanita menikah yang bekerja adalah wanita yang melakukan pekerjaan secara formal, dalam suatu instansi tertentu dan teratur serta mempunyai jangka waktu tertentu dan mendapatkan penghasilan.
b. Kondisi Wanita Menikah yang Bekerja
Santrock (2002) mengungkapkan bahwa seorang wanita menikah yang bekerja memiliki peran ganda, yaitu dalam lingkungan pekerjaan dan dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu dibutuhkan suatu keseimbangan dalam menjaga kondisi
(42)
yang baik dalam lingkungan pekerjaan dan keluarga. Santrock (2002) menambahkan bahwa wanita yang berfokus pada pekerjaannya biasanya memiliki resiko ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangganya. Ketidakharmonisan tersebut tampak dalam perkembangan anak yang kurang diperhatikan, kurangnya komunikasi dan keterbukaan dalam keluarga, dan kemungkinan timbulnya persaingan karir antara suami dan istri yang akan menyebabkan kesulitan terciptanya suasana hangat dalam keluarga.
Seorang wanita menikah yang bekerja memiliki kepuasan baik secara fisik maupun psikis. Secara psikis dia mampu untuk mengaktualisasi diri dalam pekerjaan, sedangkan secara fisik ia memiliki penghasilan sendiri (Rinto, 2004). Bagi seorang wanita yang bekerja, penghasilan dapat menumbuhkan perasaan mandiri (Dewayani, 2000). Dengan demikian seorang wanita yang bekerja tidak terlalu bergantung dalam hal finansial ataupun emosional
Dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi seorang wanita menikah yang bekerja adalah seorang yang memiliki peran ganda, yang dituntut untuk memiliki keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan. Disamping itu seorang wanita yang bekerja adalah seorang yang tidak terlalu bergantung dalam hal emosional, maupun finansial.
(43)
c. Faktor Persoalan Wanita Menikah yang Bekerja
Menurut Rini (2002) ada beberapa hal yang menjadi persoalan para wanita menikah yang bekerja yaitu :
1) Faktor Internal
yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dari dalam diri pribadi sang isteri tersebut, yaitu karena keadaan yang menuntutnya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stres karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seolah tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi keluarga.
2) Faktor Eksternal
Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerjasama yang positif, ikut membantu pekerjaan rumah tangga, serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya. Di Indonesia, iklim paternalistik dan otoritarian yang sangat kuat turut menjadi faktor yang membebani peran ibu, pekerjaan bisa menjadi sumber ketegangan dan stres yang besar bagi para ibu bekerja.
3) Faktor Relasional
Dengan bekerjanya suami atau isteri, maka otomatis waktu untuk keluarga menjadi terbagi. Memang, penanganan
(44)
terhadap pekerjaan rumah tangga bisa diselesaikan dengan disediakannya pengasuh serta pembantu rumah tangga. Namun demikian, ada hal-hal yang sulit dicari subtitusinya, seperti masalah kebersamaan dengan suami dan anak-anak. Padahal kebersamaan suami dalam suasana rileks, santai dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan untuk membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta keterbukaan komunikasi yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seorang isteri mengalami persoalan dalam pekerjaan, diantaranya adalah faktor yang berasal dari dirinya sendiri, faktor yang berasal di luar dirinya yaitu dari lingkungan sekitar.
2. Wanita Menikah yang Tidak Bekerja
a. Pengertian Wanita Menikah yang Tidak Bekerja
Wanita menikah yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga pada umumnya adalah seorang wanita yang hanya memiliki peran sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh anak, dan melayani suami sebagai mana yang telah digariskan dalam masyarakat. Dikatakan bahwa tugas utama seorang ibu rumah tangga adalah tetap mengurus hal-hal domestik saja (Kholil, 1999).
(45)
Menurut Hawari (2004) wanita menikah yang tidak bekerja adalah wanita yang tugas pokoknya bukan mencari nafkah, melainkan hanya sebagai ibu yang tugas pokoknya adalah merawat rumah, suami, mengasuh dan membesarkan anak-anaknya saja. Susanto (1997) juga memaparkan hal yang serupa, bahwa pada dasarnya seorang wanita menjadi seorang ibu dan istri. Sebagai seorang istri dia bertugas mendampingi dan melayani semua kebutuhan suami, sedangkan sebagai seorang ibu ia bertanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Semua perhatian, kasih sayang dan waktu yang dimiliki dilimpahkan pada suami dan anak-anak, jadi seorang isteri yang tidak bekerja, tidak mencari mata pencaharian tertentu di luar rumah, dan waktunya lebih banyak dicurahkan dalam urusan rumah tangga.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wanita menikah yang tidak bekerja adalah seseorang yang memiliki tugas utama untuk mengatur seluruh kehidupan dan kelancaran rumah tangga dan tidak mempunyai mata pencaharian tertentu di luar rumah, waktunya hanya dicurahkan dalam urusan rumah tangga b. Kondisi Wanita Menikah yang Tidak Bekerja
Wanita menikah yang tidak bekerja memiliki peran tunggal yaitu sebagai ibu rumah tangga. Peran sebagai ibu rumah tangga menuntut seorang wanita untuk mengerjakan pekerjaan rumah serta mengurus anak-anaknya. Kondisi yang demikian memberikan
(46)
suatu dampak positif dalam kehidupan rumah tangganya, dimana ia lebih intensif dengan anak-anak dan suaminya sehingga keadaan rumah tangga dapat terjaga dengan baik.
Kondisi tidak bekerja membuat seorang wanita yang tidak bekerja tidak memiliki penghasilan sendiri dan sangat tergantung secara finansial kepada suaminya. Dilain pihak, seorang ibu rumah tangga juga memiliki ruang lingkup pergaulan yang terbatas karena setiap hari ia disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga yang secara rutin dan terus menerus (Hastuti & dkk, 2004).
Kesimpulan dari penjelasan tersebut adalah seorang wanita menikah yang tidak bekerja memiliki peran tunggal sebagai ibu rumah tangga sehingga ia mampu mengendalikan kondisi rumah tangga, meskipun demikian ia memiliki pergaulan atau wawasan yang terbatas serta ketergantungan penuh secara finansial kepada suaminya.
C. Perbedaan Kecenderungan Berselingkuh Pada Wanita Menikah yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja di Yogyakarta.
Dalam suatu pernikahan, baik suami maupun isteri pastilah mengharapkan kehidupan pernikahan yang berjalan dengan baik. Kualitas pribadi suami maupun isteri mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menjalankan peran dan tanggung jawab dalam keluarga, meskipun demikian seringkali timbul berbagai masalah dalam suatu pernikahan. Masalah dalam
(47)
pernikahan timbul ketika salah satu pihak tidak dapat memperoleh kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan. Masalah seringkali timbul karena kesenjangan komunikasi, gaya hidup sampai dengan kesenjangan seksual (Hastuti & dkk, 2001). Dari kesenjangan-kesenjangan itu pada akhirnya dapat memunculkan suatu ketidakpuasan baik dari suami maupun isteri sehingga dapat menimbulkan terjadinya perselingkuhan.
Penyebab suatu perselingkuhan dapat dipengaruhi oleh masalah seks, komunikasi yang kurang baik, pertengkaran suami isteri, masalah ekonomi, isteri yang memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam pekerjaan sehingga ikatan suami isteri dalam pernikahan menjadi kurang kuat karena ketergantungan diantara mereka menjadi rendah ( Rose, dalam Yulianto 2000).
Seorang wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja memiliki perbedaan yang sangat mencolok dalam kehidupannya. Seorang wanita menikah yang bekerja adalah seorang yang memulai pola pikir yang luas dan modern karena mereka senantiasa berhubungan dengan orang lain ( Hastuti & dkk, 2004). Seorang wanita menikah yang bekerja memiliki lebih banyak peluang untuk bersosialisasi dengan orang lain di samping suami mereka, setiap harinya mereka dapat bertemu dengan orang lain yang memiliki minat dan profesi yang sama (Rose dalam Yulianto, 2000). Kondisi yang demikian memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para wanita tersebut untuk membina hubungan interpersonal yang lebih akrab disamping dengan suaminya sendiri, situasi tersebut tentu tidak pernah didapatkan bila seorang
(48)
wanita hanya tinggal di rumah saja (Satiadarma, 2001). Dari ulasan tersebut terlihat bahwa status wanita yang bekerja mengisyaratkan suatu pribadi yang lebih bebas dan mandiri, kondisi yang demikian mengakibatkan ketergantungannya dengan suami menjadi berkurang.
Seorang wanita bekerja juga memiliki penghasilan sendiri baginya, hal tersebut secara tidak langsung menjadi suatu kekuatan bagi dirinya, karena ia dapat hidup mandiri dan menghidupi dirinya sendiri sehingga perasaan takut untuk ditinggal suaminya menjadi berkurang (Moore, 2005). Uraian tersebut semakin dipertegas dengan adanya sebuah penelitian yang dilakukan Universitas di Washington, yang menyatakan bahwa seorang wanita yang memiliki gaji cukup tinggi memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan suatu perselingkuhan daripada seorang yang memiliki gaji yang lebih rendah (Laura, 2004).
Seorang wanita menikah yang bekerja di luar rumah memiliki peran ganda ketimbang ibu rumah tangga yang hanya berada di rumah. Ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan beban kerja dan target kantor, akibatnya kebersamaan dengan anak maupun suami menjadi berkurang. Padahal, kebersamaan dengan suami dan anak adalah sesuatu hal penting untuk menjaga kedekatan relasi dan emosi (Rini, 2002). Maka tidak jarang seorang ibu yang bekerja menjadi tidak terlalu terbuka kepada suaminya sehingga ia merasa suami tidak bisa mengerti dirinya. Kondisi tersebut bisa menjadikan celah suatu tindakan perselingkuhan. Isteri, akan mencari seseorang yang dianggap dapat mengerti
(49)
dirinya, dan terkadang dia mulai mencurahkan isi hatinya kepada teman seprofesi yang setiap hari bertemu dengannya. Makin lama kondisi tersebut menimbulkan rasa empati dan berlanjut pada kasih sayang yang pada akhirnya dapat mencapai perselingkuhan (Hawari, 2002).
Kondisi yang demikian cukup berbeda dengan wanita menikah yang tidak bekerja. Setiap hari dengan tidak adanya kesibukan di luar rumah membuat diri menjadi lebih intensif bersama keluarganya, tanggung jawabnya untuk merawat suami dan anak menjadi lebih terfokus. Seorang wanita menikah yang berada di rumah dapat mencurahkan seluruh perhatian kepada keluarganya, sehingga komunikasi dengan keluarga menjadi lebih terbuka (Susanto, 1997). Kondisi yang demikian dapat mencegah terjadinya konflik di dalam keluarga.
Dalam hubungannya dengan lingkungan luar, seorang wanita menikah yang tidak bekerja lebih terbatas dalam bersosialisasi. Berbeda dengan ibu rumah tangga bekerja yang setiap harinya bertemu dengan rekan-rekan kerjanya. Seorang wanita menikah yang tidak bekerja tidak memiliki penghasilan bagi dirinya. Kondisi yang demikian membuatnya menjadi seorang yang lebih bergantung kepada suami (Hastuti & dkk, 2004). sehingga dalam tindakannya otomatis lebih berhati-hati agar tidak menyakiti suami.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa wanita menikah yang bekerja mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk berselingkuh daripada wanita menikah yang tidak bekerja. Hal tersebut terjadi karena wanita yang bekerja memiliki kesempatan atau peluang yang lebih besar serta
(50)
faktor–faktor pendukung yang memungkinkannya melakukan suatu perselingkuhan. Peluang dan kesempatan wanita bekerja lebih besar karena setiap hari ia dapat bertemu dengan orang lain di lingkungan pekerjaannya sehingga ketika mereka merasakan ketidakpuasan ataupun kebosanan dengan suami, mereka dapat mencari kompensasi dengan teman lelaki lain. Faktor pendukung yang menyertai seorang wanita bekerja untuk tidak takut melakukan perselingkuhan adalah dengan adanya penghasilan yang dimilikinya sehingga dengan atau tanpa suaminya mereka tetap bisa mandiri.
D. Hipotesis Penelitian
Oleh karena itu peneliti mengemukakan hipotesis: Kecenderungan berselingkuh pada wanita menikah yang bekerja di Yogyakarta lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja di Yogyakarta.
(51)
(52)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif. Jenis penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang berbentuk perbandingan dari dua sampel atau lebih (Winarsunu, 2004).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Berselingkuh
2. Variabel bebas : Status Kerja (wanita menikah yang bekerja dan wanita menikah yang tidak bekerja)
C. Definisi Operasional
Berikut ini adalah definisi operasional dari masing-masing variabel, agar diperoleh batasan dan pengertian yang jelas mengenai penelitian ini. 1. Kecenderungan Berselingkuh
Definisi operasional dari kecenderungan berselingkuh adalah suatu keinginan atau dorongan seseorang yang diam-diam melibatkan orang ketiga di luar pasangan sah dalam perkawinan untuk melakukan hubungan emosional yang dapat mencapai hubungan seksual.
Kecenderungan wanita berselingkuh diungkap dengan skala kecenderungan perselingkuhan dengan menggunakan indikator
(53)
perselingkuhan Hastuti & dkk (2001). Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh subyek, semakin tinggi kecenderungan perselingkuhan.
Indikator perilaku perselingkuhan adalah sebagai berikut. : a. Perilaku non seksual
Bentuk kecenderungan perilaku non seksual dalam perselingkuhan adalah keinginan untuk memberi perhatian, keinginan untuk diberi perhatian, keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan lawan jenis di luar pernikahan, dan keinginan untuk berbagi rasa.
b. Perilaku seksual.
Bentuk perilaku seksual dalam perselingkuhan adalah berupa sentuhan, ciuman, percumbuan, persetubuhan.
2. Wanita Menikah yang Bekerja dan Wanita Menikah yang Tidak Bekerja
a. Wanita menikah yang bekerja adalah wanita yang melakukan pekerjaan secara formal dalam suatu intansi tertentu, dan teratur serta mempunyai jangka waktu tertentu dan mendapatkan penghasilan.
b. Wanita menikah yang tidak bekerja adalah seseorang yang memiliki tugas utama untuk mengatur seluruh kehidupan dan kelancaran rumah tangga dan tidak mempunyai mata pencaharian tertentu di luar rumah, waktunya hanya dicurahkan dalam urusan rumah tangga.
(54)
Status kerja diungkap dengan pengisian pada angket identitas subyek.
D. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah wanita bekerja dan tidak bekerja. Subjek dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan salah satu metode non probability sampling yang dilakukan dengan mengambil orang-orang tertentu menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu (Winarsunu, 2004). Beberapa karakteristik subjek yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Kriteria usia 31-45 tahun. Alasan pembatasan pada rentang usia tersebut karena pada periode ini terjadi penurunan ikatan emosional antara suami isteri, akibatnya pada periode ini seringkali muncul aktivitas ekstramarital seksual (Sadarjoen, 2001).
2. Bertempat tinggal di Yogyakarta minimal 5 tahun. Alasan pembatasan lama tinggal di Yogyakarta selama 5 tahun adalah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk meneliti kecenderungan perselingkuhan wanita menikah yang tinggal di Yogyakarta.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah dengan penyebaran skala, yang berisi pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh subyek penelitian. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan perselingkuhan yang disusun dengan menggunakan metode
(55)
rating yang dijumlahkan (summated rating), yaitu metode skala yang menggunakan distribusi respon subyek sebagai dasar penentuan nilai skala (Azwar, 1999).
Untuk skala kecenderungan perselingkuhan ini, peneliti menggunakan 4 kategori respon sebagai jawaban subyek yaitu: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai).
Skala kecenderungan perselingkuhan ini terdiri dari dua pernyataan yaitu pernyataan favorabel dan pernyataan unfavorabel. Pernyataan
favorabel berisi pernyataan yang mendukung atau menunjukkan ciri atribut yang akan diukur. Pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang isinya tidak mendukung atau tidak menunjukkan ciri atribut yang akan diukur. Pernyataan favorabel memiliki skor mulai dari 4 sampai 1. Jawaban SS bernilai 4, S bernilai 3, TS bernilai, STS bernilai 1. Untuk pernyataan
unfavorabel memiliki skor mulai dari 1 hingga 4. Jawaban SS bernilai 1, S bernilai 2, TS bernilai 3, STS bernilai 4.
Jenis skala yang digunakan adalah skala model Likert, yang didasarkan pada indikator bentuk kecenderungan perselingkuhan menurut teori Hastuti (2001). Berikut ini disajikan Blue print dan distribusi item skala kecenderungan perselingkuhan.
Tabel III. 1
Blue Print Skala Kecenderungan Berselingkuh
Nomor Aitem Jumlah persen No Komponen
(56)
Perilaku non seksual 1. Keinginan untuk memberi perhatian
2, 13, 22, 42, 53, 66
5, 11, 35, 58 10 15 %
2. Keinginan untuk diberi perhatian
1, 9, 17, 29, 46, 56
6, 21, 38, 64 10 15 %
3. Keinginan untuk menjalin hubungan interpersona l
4, 7, 26, 33, 48, 68
62, 15, 20, 50 10 15 %
4. Keinginan untuk
berbagi rasa
3, 18, 25, 31, 40, 59
27, 36, 44, 51 10 15 %
Perilaku seksual
1. Sentuhan 12, 23, 30, 67 34, 45, 47 7 10 %
2. Ciuman 8, 16, 39, 49 28, 52, 63 7 10 %
3. Percumbuan 14, 19, 43, 60 10, 37, 55 7 10 %
4. Bersetubuh 24, 41, 57, 61 32, 54, 65 7 10 %
Jumlah 68 100 %
Persentase jumlah item pada perilaku non seksual lebih banyak dibandingkan jumlah item pada perilaku seksual karena alasan seorang wanita yang berselingkuh adalah lebih untuk mencari dukungan serta kasih sayang dari orang lain (Chapman, dalam Normant 1998).
(57)
F. Validitas, Reliabilitas, dan Seleksi Item 1. Validitas
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat tersebut mampu menberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 1999). Pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian tes dengan analisis rasional atau profesional judgement. Pengujian tersebut diperlukan untuk melihat sejauh mana isi tes mencerminkan atribut yang hendak diukur sehingga alat tes tersebut relevan dan tidak keluar batasan tujuan ukur (Azwar, 1999).
Pada penelitian ini item-item yang akan dipergunakan untuk pengukuran telah diuji validitasnya oleh profesional judgement dari ahli yang dianggap berkompeten, yaitu dosen pembimbing.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kepercayaan, keajegan, kestabilan dan konsistensi (Azwar,1999). Tes dikatakan reliabel atau stabil jika tes tersebut memiliki ketetapan atau tingkat keajegan yang tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang hendak diukur. Formula estimasai reliabilitas alat tes dalam penelitian ini menggunakan koefisien alpha (α) Cronbach. Dalam aplikasinya reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan
(58)
1,00. Semakin mendekati angka 1,00 koefisien reliabilitasnya semakin tinggi, sebaliknya semakin mendekati angka 0 berarti koefisien reliabilitasnya semakin rendah (Azwar,1999).
Berdasarkan hasil uji coba skala dan setelah item-item yang tidak sah digugurkan, diperoleh reliabilitas 0,974, yang menunjukan skala ini tergolong baik sehingga dipercaya untuk mengukur perbedaan kecenderungan perselingkuhan pada wanita bekerja dan yang tidak bekerja.
3. Seleksi Item
Agar terwujud suatu alat ukur yang baik maka diperlukan juga seleksi item. Seleksi item ini dilakukan untuk mengoreksi apakah item-item yang telah ditulis dengan cara yang benar tersebut pada kenyataannnya memang sudah berfungsi dengan baik untuk mengukur suatu atribut tertentu (Azwar,1999). Cara yang dilakukan adalah dengan mengukur daya diskriminasi atau daya beda dari tiap itemnya, yang dinyatakan dengan koefisien korelasi item total (rix). rix memperlihatkan adanya kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala dalam mengungkap perbedaan individu. Dengan demikian maka koefisien korelasi item total dapat mendasari seleksi item. Kriteria seleksi item berdasarkan korelasi aitem total digunakan dengan batasan rix ≥ 0,30. jadi aitem yang memiliki koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan.
(59)
Berdasarkan dari hasil seleksi item, dari 68 item skala kecenderungan perselingkuhan menghasilkan 4 item yang gugur dan 64 item yang sahih. 4 item yang gugur ini terdiri dari 2 item dari indikator perselingkuhan yang berupa keinginan untuk memberi perhatian, dan 2 item adalah dari indikator perselingkuhan berupa keinginan untuk berbagi rasa. Jumlah Item setelah uji coba dapat dilihat pada tabel III. 2.
Tabel III. 2
Tabel Jumlah Item Skala Sebelum dan Setelah Uji coba No Indikator Jumlah Item
Sebelum Uji coba
Jumlah item Setelah Uji coba Perilaku non seksual
1 Keinginan untuk memberi perhatian
10 8
2 Keinginan untuk diberi Perhatian
10 10
3 Keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal
10 8
4 Keinginan untuk berbagi rasa
10 10 Perilaku Seksual
1 Sentuhan 7 10
2 Ciuman 7 10
3 Percumbuan 7 10
4 Bersetubuh 7 10
(60)
G. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
1. Menyusun alat ukur kecenderungan perselingkuhan, yaitu skala kecenderungan perselingkuhan.
2. Menentukan subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria. 3. Melakukan pengambilan data ( 10 Januari-8 Maret 2007).
4. Melakukan analisis statistik terhadap hasil pengambilan data, untuk mengetahui reliabilitas, validitas, dan sekaligus melakukan seleksi item. 5. Melakukan analisis statistik terhadap data yang tidak gugur, untuk
melihat asumsi penelitian dan kebenaran hipotesis. 6. menarik kesimpulan berdasarkan analisis data.
H. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah uji T (Independent sample T-Test). Uji T adalah suatu cara untuk membandingkan dua kelompok subyek dengan mencari perbedaan mean (Winarsunu, 2004). Pengujian ini dilakukan dengan program komputer SPSS versi 12.0 for windows.
(61)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 10 Januari-8 Maret 2007. Data diperoleh di tempat-tempat umum seperti di Fitness Center Universitas Negeri Yogyakarta, terminal bus Giwangan, halte bus jalan Magelang dan Jalan Jendral Sudirman, Galeria mall, di sekolah-sekolah seperti TK SD Kanisius, TK Pusara Rini, TK SD Tarakanita Bumijo ketika ibu-ibu sedang menunggui anaknya, dan beberapa adalah mahasiswa S2 yang juga bekerja di suatu instansi.
Alasan penelitian ini dilakukan di tempat umum adalah untuk menghindari pengelabuan jawaban oleh subyek penelitian. Pada penelitian ini, subyek penelitian juga tidak mengenal peneliti sehingga tempat tinggal maupun instansi pekerjaan mereka tidak diketahui oleh peneleliti. Sebelum skala dibagikan, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan dan meyakinkan subyek bahwa identitas mereka dapat disamarkan sehingga subyek penelitian merasa aman untuk menjawab.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengadakan wawancara singkat dengan subyek untuk memastikan bahwa subyek yang diberikan skala masuk dalam kriteria penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. Meskipun demikian, dari 70 skala yang dibagikan kepada wanita menikah yang bekerja terdapat 14 skala yang gugur, dan dari 60 skala yang dibagikan
(62)
kepada wanita menikah yang tidak bekerja terdapat 7 skala yang gugur. Skala yang gugur tersebut terjadi karena terdapat beberapa subyek yang tidak masuk dalam kriteria penelitian, yaitu tidak memenuhi kriteria batasan umur yang ditentukan. Disamping itu terdapat beberapa subyek yang tidak memberi jawaban secara lengkap.
B. Deskripsi Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini terbagi atas 2 kelompok subyek yaitu wanita menikah bekerja dan yang tidak bekerja dengan jumlah 109 orang dengan memiliki rentang usia 31-45. Subyek wanita menikah yang bekerja berjumlah 56 orang dan subyek wanita menikah tidak bekerja berjumlah 53 orang.
C. Analisis Data Penelitian
Setelah didapatkan hasil perhitungan validitas, reliabilitas, dan seleksi item, maka selanjutnya dilakukan uji asumsi dan uji hipotesis.
1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran atau distribusi skor mengikuti distribusi normal atau tidak. Apabila probabilitas skor lebih besar dari 0,05, maka dinyatakan distribusi skor kecenderungan perselingkuhan adalah normal. Sebaliknya bila probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dinyatakan tidak normal.
(63)
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa probabilitas data sebesar 0,946. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor data penelitian ini normal.
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas ini dilakukan untuk melihat apakah sampel-sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi yang memiliki
varian yang sama (Azwar, 1999). Data dinyatakan homogen apabila p > 0,05, sebaliknya apabila p < 0,05 maka data dinyatakan tidak homogen.
Hasil uji homogenitas menunjukkan p = 0,400 sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh homogen.
2. Deskripsi Statistik hasil Penelitian
Untuk mengetahui tingkat kecenderungan perselingkuhan dari kelompok subyek penelitian dilakukan dengan cara melihat perbedaan antara mean teoritis dan mean empiris.
Dari hasil data penelitian diperoleh data sebagai berikut:
Tabel IV. 1
Ringkasan Mean Empiris dan Teoritis Subyek Wanita Menikah yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja
Status Mean Teoritis Mean Empiris Wanita bekerja 160 145,80
Wanita tidak bekerja 160 124, 26
Berdasarkan hasil dari mean empiris dan mean teoritis diperoleh hasil bahwa mean teoritis lebih besar daripada mean Empiris.
(64)
Kesimpulan dari hasil perbandingan antara mean empiris dan mean teoritis tersebut didukung juga oleh hasil kategorisasi. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan subyek kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut kontinum
berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2003). Berikut ini adalah tabel hasil kategorisasi kecenderungan perselingkuhan pada wanita bekerja dan yang tidak bekerja.
Tabel IV. 2
Kategori Kecenderungan Perselingkuhan pada Wanita Menikah Bekerja dan yang Tidak Bekerja.
Jumlah Subyek Rentang Nilai kategori
Wanita Bekerja Wanita tidak Bekerja
X ≤ 112 Sangat rendah 12 17 112 < X ≤ 144 Rendah 14 24 144 < X ≤ 176 Sedang 19 8 176 < X ≤ 208 Tinggi 9 2 208 < X Sangat Tinggi 2 2
Jumlah 56 53
Dari tabel kategorisasi kecenderungan perselingkuhan pada wanita menikah yang bekerja dan tidak bekerja, terlihat bahwa tingkat kecenderungan perselingkuhan pada wanita menikah yang bekerja lebih tinggi daripada yang tidak bekerja. Kendati demikian, mayoritas subyek pada wanita menikah yang bekerja tergolong pada kategori sedang dan
(65)
rendah. Pada subyek wanita menikah tidak bekerja, mayoritas subyek masuk dalam kategori rendah dan sangat rendah.
Dari respon para subyek dapat dilihat bahwa bentuk-bentuk kecenderungan perselingkuhan yang tergolong pada kategori sangat rendah adalah keinginan untuk berbagi rasa, yaitu untuk menikmati pembicaraan yang hangat dengan lawan jenis, keinginan untuk memberi perhatian, bentuknya adalah ingin pergi makan malam, dan yang terakhir adalah keinginan untuk diberi perhatian seperti ingin mendapat dukungan dari orang lain.
Bentuk kecenderungan perselingkuhan pada kategori rendah adalah keinginan untuk berbagi rasa, keinginan untuk diberi perhatian, keinginan untuk memberi perhatian, dan keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Bentuk –bentuk perilakunya adalah senang ketika diperhatikan orang lain, keinginan untuk mendapat dukungan, keinginan untuk memberikan perhatian dengan memberikan hadiah-hadiah kecil, keinginan untuk menikmati pembicaraan yang hangat dengan orang lain serta keinginan untuk berkenalan dengan lawa jenis yang menarik hatinya.
Bentuk kecenderungan perselingkuhan pada kategori sedang adalah keinginan untuk berbagi rasa, keinginan untuk memberi perhatian, keinginan untuk diberi perhatian, serta keinginan untuk berciuman dan bersentuhan. Bentuk perilakunya adalah ingin mendapat pujian dan bangga ketika disanjung, keinginan untuk berkenalan dan
(66)
berkencan dengan orang lain, keinginan untuk membantu secara materi, keinginan untuk berciuman dan mendapatkan belaian sayang.
Pada kategori tinggi bentuk-bentuk kecenderungan perselingkuhan pada aspek perilaku seksual adalah adanya keinginan untuk bercumbu, bersentuhan dan keinginan untuk bervariasi dalam hubungan seksual. Bentuk kecenderungan perselingkuhan pada aspek perilaku non seksual adalah keinginan untuk memberi perhatian dan diberi perrhatian, keinginan untuk berbagi rasa dan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Bentuk perilakunya adalah keinginan mendapatkan dukungan ketika sedih, ingin mendapat pujian dengan penampilannya serta bangga ketika dikatakan cantik, ingin pergi makan malam dan berkencan,serta memberikan hadiah-hadiah kecil.
Bentuk kecenderungan perselingkuhan pada kategori sangat tinggi adalah keinginan untuk bervariasi dalam melakukan hubungan seksual dan melakukan fantasi berhunbunganseksual dengan orang lain, keinginan untuk bercumbu, berciuman, dan bersentuhan seperti mendapatkan pelukan serta belaian sayang dari orang lain. Sedangkan bentuk perilaku non seksualnya adalah keinginan untuk memberi perhatian seperti keinginan untuk membantu secara materi, makan malam, saling memberi dukungan melalui telephon. Keinginan untuk diberi perhatian seperti bangga ketika dikatakan cantik dan menarik, senang mendapatkan dukungan dari orang lain. keinginan untuk menjalin hubungan interpersonal yaitu ingin berkencan dengan orang
(67)
lain dan menjalin hubungan yang khusus serta keinginan untuk saling berbagi rasa.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas, maka dilakukan Uji Hipotesis dengan menggunakan Independent Sample T-Test.
Tabel IV.4
Hasil Analisa Data Uji t
F Sig t df Sig Mean Difference
Std. Error Difference
F* ,715 ,400 3,183 107 ,002 21,539 6,768 T
test
3,185 106,893 ,002 21,539 6,763
Berdasarkan hasil uji perbedaan diperoleh harga t sebesar 3.183 dengan (p < 0,01), yang menunjukkan bahwa terdapat perbedan kecenderungan perselingkuhan yang sangat signifikan antara wanita menikah yang bekerja dan tidak bekerja. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi “ Kecenderungan berselingkuh pada wanita menikah yang bekerja di Yogyakarta lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja di Yogyakarta” diterima.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan berselingkuh yang sangat signifikan antara wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja
(68)
dengan ( t = 3,183, p = 0,002). Dari perbedaan tersebut diperoleh hasil bahwa tingkat perselingkuhan pada wanita menikah yang bekerja lebih tinggi daripada wanita menikah yang tidak bekerja.
Perbedaan kecenderungan berselingkuh pada wanita menikah yang bekerja lebih tinggi daripada wanita yang tidak bekerja, hal tersebut tampak dari perbedaan mean antara wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Dari penelitian ini didapatkan bahwa mean wanita bekerja adalah 145,80 sedangkan mean wanita tidak bekerja adalah 124,26. Berdasarkan hasil kategorisasi diperolah data bahwa mayoritas kecenderungan berselingkuh subyek pada wanita menikah yang bekerja tergolong pada kategori sedang dan rendah. Pada subyek wanita menikah yang tidak bekerja, mayoritas subyek masuk dalam kategori rendah dan sangat rendah.
Dari hasil dari perbedaan mean pada wanita menikah yang bekerja dan yang tidak bekerja tersebut benar bahwa kecenderungan berselingkuh wanita menikah yang bekerja lebih tinggi daripada yang tidak bekerja, hasil tersebut mendukung pendapat yang diutarakan Satiadarma (2001) bahwa wanita menikah yang bekerja memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berselingkuh daripada wanita yang lebih banyak berada di rumah atau sebagai ibu rumah tangga. Sejalan dengan pendapat Rose (dalam Yulianto, 2000), yang mengutarakan bahwa perselingkuhan wanita terjadi karena pada masa kini seorang wanita juga aktif dalam dunia pekerjaan baik di bidang politik, sosial maupun budaya.
(69)
Kecenderungan berselingkuh yang lebih tinggi pada wanita bekerja dapat disebabkan karena seorang wanita menikah yang bekerja memiliki peluang dan kesempatan yang lebih besar, mereka memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Setiap harinya mereka bertemu dengan rekan kerja yang memiliki minat dan profesi yang sama (Rose, dalam Yulianto, 2000). Kondisi yang demikian memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para wanita untuk membina hubungan interpersonal yang lebih akrab dengan orang lain (Satiadarma, 2001).
Kecenderungan berselingkuh yang lebih tinggi pada wanita menikah yang bekerja juga dapat disebabkan karena pada masa kini wanita lebih mandiri. Kemandirian tersebut disebabkan karena wanita menikah yang bekerja memiliki penghasilan sendiri sehingga dari penghasilannya tersebut dapat mengurangi ketergantungan baik secara emosional maupun finansial dengan suaminya sehingga ketika timbul permasalahan dalam keluarga, mereka memiliki penghasilan sendiri untuk bertahan hidup (Moore, 2005).
Seorang wanita menikah yang bekerja memiliki beberapa persoalan yang dialami diantaranya yaitu yang berkaitan dengan komunikasi dan relasi dengan keluarga akibat peran ganda yang dialaminya. Seorang wanita yang bekerja memiliki peran ganda yaitu dalam lingkungan pekerjaannya dan di lingkungan keluarga, disamping itu seorang wanita menikah yang bekerja dituntut perannya untuk menjalankan tanggung jawab dengan baik di lingkungan pekerjaan maupun sebagai ibu rumah tangga. Kondisi yang
(70)
demikian mengakibatkan waktu bersama keluarga menjadi terbagi, sehingga kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga menjadi berkurang padahal kebersamaan antara suami dan anak-anak secara rileks, dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan untuk membina dan mempertahankan kedekatan keluarga (Rini, 2002). Hal ini tentu saja mempengaruhi hubungan antara suami isteri maupun dengan anak-anak, sebagaimana dikatakan Shaevitz (1999) wanita yang bekerja terkadang kurang peduli dan kekurangan waktu untuk berkumpul bersama keluarga sehingga tidak sempat untuk sekedar mengungkapkan perasaan dan masalah rumah tangga kepada suami. Kondisi yang demikian mengakibatkan seorang wanita merasa kurang dimengerti sehingga mencari dukungan dari orang lain sehingga hal tersebut menjadi suatu peluang untuk melakukan perselingkuhan (Chapman, dalam Normant 1998). Seorang psikolog dari Colombia juga menambahkan bahwa pasangan-pasangan yang terancam perceraian terjadi karena kurangnya kebersamaan dengan suami (Shaevitz, 1999).
Dari data yang diperoleh bahwa mean wanita bekerja 145,80 sedangkan mean wanita tidak bekerja 124,26 menunjukkan bahwa kecenderungan berselingkuh pada wanita menikah yang tidak bekerja lebih rendah daripada wanita menikah yang bekerja. Kecenderungan berselingkuh yang lebih rendah pada wanita menikah yang tidak bekerja dapat disebabkan karena seorang wanita yang tidak bekerja memiliki waktu untuk keluarga yang lebih banyak sehingga penanganan terhadap pekerjaan rumah tangga
(71)
bisa terselesaikan dengan baik. Intensitas pertemuan juga cukup karena waktu isteri hanya dicurahkan lebih banyak untuk urusan rumah tangga sehingga komunikasi dan keterbukaan pasangan suami isteri bisa dilakukan pada setiap saat. Kondisi yang demikian dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga sehingga tidak menciptakan konflik dalam rumah tangga yang dapat mengakibatkan timbulnya alasan suatu tindakan perselingkuhan.
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari seorang wanita tidak bekerja dipenuhi oleh suaminya. Dengan demikian seorang wanita yang tidak bekerja menjadi tergantung secara finansial dan emosional pada pasangannya sehingga wanita tidak bekerja hanya bergelut dalam kehidupan rumah tangga dan tidak memiliki usaha untuk mengembangkan kehidupannya secara mandiri (Hastuti & Murniati, 2004; 1992). Hal tersebut mengakibatkan ketergantungan dengan suami baik seacara emosional dan finansial menjadi tinggi sehingga seorang wanita yang tidak bekerja akan lebih menghargai suaminya.
Peluang dan kesempatan wanita menikah yang tidak bekerja lebih sedikit daripada wanita yang bekerja. Sebagian besar waktu seorang wanita yang tidak bekerja dicurahkan untuk mengurusi pekerjaan rumah tangganya, berbeda dengan wanita yang bekerja yang setiap harinya bertemu dengan rekan-rekan seprofesinya. Dengan demikian sosialisasi wanita tidak bekerja lebih terbatas sehingga kemungkinan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan lawan jenis menjadi rendah.
(72)
Perbedaan kecenderungan perselingkuhan yang lebih tinggi pada wanita bekerja sejalan dengan penelitian yang dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Penelitian Travis dan Sadd (Satiadarma, 2001) melakukan penelitian pada wanita bekerja yang berusia di bawah 40 tahun memperoleh data bahwa 27 % wanita bekerja dan bekerja paruh waktu telah berselingkuh, sedangkan 47 % wanita bekerja telah melakukan perselingkuhan. Dari hasil survei majalah Femina (Oktober, 1998) yang diberikan kepada sejumlah wanita di Jakarta, diperoleh hasil bahwa 55 % responden wanita pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Penelitian yang dilakukan di Bandung Jawa Barat juga mengemukakan hal yang senada bahwa 2 dari 5 wanita menikah yang bekerja telah melakukan perselingkuhan (Boyke, 2004). Berdasarkan penelitian kecenderungan perselingkungan ini secara diskriptif diketahui bahwa mean wanita menikah yang bekerja lebih tinggi daripada mean wanita menikah yang tidak bekerja, meskipun demikian mean empiris yang diperoleh masih dibawah mean teoritis, hal tersebut terjadi karena ada faktor-faktor lain yang mungkin terjadi sehingga kecenderungannya menjadi rendah.
(73)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh harga t = 3,183 dengan p = 0,002. Dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perselingkuhan pada wanita menikah yang bekerja lebih tinggi secara sangat signifikan daripada yang tidak bekerja.
B. Saran
Hasil kesimpulan menunjukkan bahwa kecenderungan perselingkuhan pada wanita bekerja lebih tinggi secara sangat signifikan daripada wanita yang tidak bekerja. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyarankan:
1. Bagi wanita menikah yang bekerja
Sebagai wanita bekerja diharapkan lebih memperhatikan hal-hal yang membuka peluang bagi timbulnya suatu perselingkuhan, seperti lebih menjaga diri ketika bergaul dengan lawan jenis terutama di lingkungan pekerjaannya, dan menjaga komunikasi yang baik dengan suami
2. Peneliti selanjutnya.
Peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penelitian. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan berselingkuh seperti, relasi suami istri, komunikasi, kepuasan seksual sehingga akan didapatkan hasil yang lebih baik.
(74)
DAFTAR PUSTAKA
Ariani,C, dkk. (2002). Tata Krama Suku Bangsa jawa di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
Azwar, Syaifuddin. (2003). Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Syaifudin. (1999). Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badudu, J.S. dan Zain,S. M. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan
Ke-2. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Boyke. (2004). Kreasi, hindarkan Perselingkuhan Hubungan Seks. Kompas, 8 Januari 2004.
Debie Then. (2002). Jika Suami Anda Berselingkuh. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Dewayani,K. (2000). Bunga Rampai Psikologi: Peran Ganda Wanita.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Dwijanti, Judith. (1999). Perbedaan Motif Antara Ibu Rumah Tangga Yang Bekerja dan Tidak Bekerja dalam Mengikuti Sekolah Pengembangan Pribadi di John Robert Powers, Surabaya. Anima, Vol. 14- No55, April-Juni 1999.
Ginanjar, Andriana. (2003). Kejenuhan dalam Perkawinan. Kompas. Senin, 12 Januari 2003
Ginting, H. (2001). Selingkuh masyarakat Kelas Bawah.Kompas, 9 Juli 2001 Gunarsa, Y.S. (2002). Asas-Asas Psikologi : Keluarga Idaman. Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia.
Hastuti, Y,D, M.A, & Ellyawati, R. (2001). “Perbedaan Kecenderungan Untuk Melakukan Perilakuy Ekstramarital Antara Pria Dewasa yang Bekerja di Darat dan di Laut”. Fenomena ,Volume VI, No. 01, 1 Agustus 2001. Hawari, D. 2002. Love Affair (perselingkuhan). Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Hawari, D. (2004). Al Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Prima Yasa.
(1)
(2)
Reliability
Warnings
The space saver method is used. That is, the covariance matrix is not calculated or used in the analysis.
Case Processing Summary
N %
Valid 109 100,0
Excluded
(a) 0 ,0
Cases
Total 109 100,0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,974 64
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item
Deleted
it1 132,48 1321,993 ,484 ,974
it2 133,02 1301,092 ,664 ,974
it3 132,54 1320,788 ,450 ,974
it4 132,79 1309,705 ,544 ,974
it6 132,81 1328,101 ,352 ,974
it7 133,05 1314,396 ,563 ,974
it8 133,46 1309,751 ,657 ,974
it9 132,66 1302,782 ,650 ,974
it10 133,15 1303,886 ,608 ,974
it11 133,09 1302,436 ,674 ,974
it12 133,22 1323,451 ,429 ,974
it13 133,11 1315,117 ,550 ,974
it14 133,45 1311,972 ,658 ,974
it16 133,50 1309,808 ,687 ,974
it17 132,93 1316,235 ,486 ,974
it18 133,20 1313,255 ,602 ,974
it19 133,48 1308,511 ,663 ,974
it21 133,11 1314,154 ,524 ,974
(3)
it24 133,75 1316,410 ,605 ,974
it25 133,22 1318,747 ,520 ,974
it26 133,56 1320,952 ,598 ,974
it27 133,15 1310,404 ,654 ,974
it28 133,28 1314,312 ,610 ,974
it29 132,46 1321,843 ,455 ,974
it30 133,23 1298,660 ,789 ,974
it31 133,28 1303,057 ,743 ,974
it32 133,49 1323,567 ,404 ,974
it33 133,44 1310,952 ,629 ,974
it34 133,37 1302,142 ,706 ,974
it35 133,26 1328,415 ,365 ,974
it36 133,24 1308,183 ,679 ,974
it37 133,47 1310,548 ,685 ,974
it38 132,91 1318,140 ,483 ,974
it39 133,45 1308,028 ,671 ,974
it40 132,97 1310,620 ,557 ,974
it41 133,65 1321,359 ,515 ,974
it42 133,05 1300,803 ,710 ,974
it43 133,49 1304,011 ,706 ,974
it44 133,66 1314,171 ,619 ,974
it45 133,39 1308,445 ,646 ,974
it46 132,76 1322,850 ,418 ,974
it47 133,30 1310,769 ,577 ,974
it48 133,22 1303,933 ,691 ,974
it49 133,34 1302,023 ,703 ,974
it50 133,29 1310,394 ,665 ,974
it51 133,26 1305,230 ,669 ,974
it52 133,37 1309,031 ,612 ,974
it53 132,95 1300,970 ,731 ,974
it54 133,28 1306,461 ,657 ,974
it55 133,61 1313,315 ,556 ,974
it56 132,84 1296,503 ,746 ,974
it57 133,37 1316,216 ,518 ,974
it58 133,06 1304,386 ,624 ,974
it59 133,13 1302,372 ,718 ,974
it60 133,60 1308,243 ,703 ,974
it61 133,72 1333,553 ,317 ,974
it62 133,43 1313,766 ,626 ,974
it63 133,42 1312,376 ,644 ,974
it64 133,15 1309,145 ,591 ,974
it65 133,32 1310,998 ,518 ,974
it66 133,26 1300,693 ,744 ,974
it67 133,11 1304,988 ,624 ,974
(4)
HASIL PENELITIAN
1.
Uji Normalitas
2.
Uji Homogenitas
(5)
NORMALITAS
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
total 109 135,33 36,777 64 224
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
total
N 109
Mean 135,33
Normal Parameters(a,b)
Std. Deviation 36,777
Absolute ,050
Positive ,050
Most Extreme Differences
Negative -,035
Kolmogorov-Smirnov Z ,524
Asymp. Sig. (2-tailed) ,946
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
(6)