Persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [legibility] di Kabupaten Sleman periode Januari-Februari 2007 - USD Repository

  

PERSEPSI DOKTER, APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI

KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN

DALAM RESEP(LEGIBILITY)

DI KABUPATEN SLEMAN

  

PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2007

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi(S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi Oleh: BINTARI MARBUDIANA C. NIM : 998114199 NIRM : 990051122004120174 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

PERSEMBA HAN

  Kas ih Allah yang sangat penting bagi manusia adalah ilmu dan hikmah(Prof. KH Alie Yafie).

  Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia(Q.S 42: 43).

  

There’s always a silver lining in

eve ry dark cloud(Anonim).

  Kita menjadi dewasa karena dipercaya dan mam pu memegang kepercayaan itu(Samuel Blanchett).

  Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih, namun kegaga lan yang telah anda hadapi dan keberanian yang membuat anda tetap berjuang melawan rintangan yang bertubi-tubi(Anonim).

  Kupersembahkan buat: Ibu-Bapakku, ungkapan ras a hormat dan baktiku

  Kakak dan ad ikku Teman-teman dan sahabat Almamaterku

  PRAKATA

  Penulis memanjatkan puji syukur yang tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul PERSEPSI

  

DO KTER, APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN

RE SEP DA N KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM

RESEP(LEGIBILITY) DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI – FE BRUARI 2007 dapat terselesaikan.

  Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sar jana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dh arma Yogyakarta.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skr ipsi ini tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dar i berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- bes arnya kepada:

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah sabar membantu dan membimbing dalam m enyelesaikan skripsi ini.

  3. Bapak Drs Sulasmono, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta saran kepada penulis.

  4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memb erikan kritik serta saran kepada penulis.

  5. BAPPEDA Kabupaten Sleman dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman atas

  6. Bapak dan Ibu Dokter praktek swasta perseorangan di Kabupaten Sleman yang telah bersedia membantu penulis selama penelitian dengan mengisi kuisioner.

  7. Bapak dan Ibu Apoteker di Kabupaten Sleman yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner.

  8. Bapak, Ibu, Sdr/i responden pasien yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu peneliti dengan bersedia mengisi kuisioner.

  9. Kedua orang tuaku untuk cinta dan kasih sayangnya serta dukungan secara moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini

  10. Mas Kelik dan dik Danang buat kasih sayang dan dukungan semangatnya selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

  11. Keluarga Ibu Fatimah Anton Mulyono terimakasih untuk dukungan dan do’anya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

  12. Keluarga Om Eko dan Bulik Wuri terimakasih untuk do’a dan dukungannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

  13. Sr. Yunitri dan Sr. Okta yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan saran kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  14. Dik Putri, May, mbak Ira, mbak Rini dan Hezky yang telah membantu penulis selama penelitian.

  15. Mas Ian untuk do’a, dukungan dan perhatiannya selama penyelesaian skripsi ini.

  16. Teman-temanku mbak Nita, Adi, Erni, Mita, Ari, Ari Widhi, Atok, Banar, dukungan dan bantuan kepada penulis. Teman-teman kostku yang baru, teri makasih untuk semuanya.

  17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Tak ada gading yang tak retak demikian pula dengan apa yang tertuang dalam skripsi ini yang masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu berbagai saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

  Penulis .

  

INTISARI

  Aspek kelengkapan dari sebuah resep dan keterbacaan tulisan dokter dalam resep ( legibility ) menjadi hal yang sangat penting sebagai salah satu lan gkah preventif terhadap kejadian medication error.

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan k emudahan pembacaan tulisan ( legibility ) pada resep di Kabupaten Sleman periode Januari- Februari 2007. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional d eskriptif.

  Kelengkapan resep adalah resep yang sesuai persyaratan administratif pada skrining resep sesuai KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2 004 yang meliputi nama; SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; n ama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta; dan cara pemakaian yang jelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak pe nting oleh dokter adalah aspek berat badan sebesar 46,51%. Sebanyak 81,40% apoteker berpendapat bahwa semua aspek kelengkapan resep itu penting dan mengenai kemudahan pembacaan resep yang dilayani di apotek yang tulisannya tidak jelas dalam 1 bulan terakhir sebanyak 4,65%( 1% tidak

  ≥21%); 11,63%(11-20%); 27,8 ada dan 55,81%( ≤10%). Pasien berpendapat bahwa kelengkapan resep itu perlu dan mengenai kemudahan pembacaan resep 55,33% setuju bahwa tulis an dokter yang mereka terima kurang jelas/tidak terbaca.

  Kata kunci : persepsi, kelengkapan resep, legibility.

  ABSTRACT Equipment aspect from a prescription and amenity of readi ng doctor article in prescribe (legibility) become things which of vital importance as one of step of preventive to occurrence of medication errors.

  Intention of This research is to get image of doctor perception, patient and pha rmacist concerning equipment of prescribe and amenity of read of article (legibility) at prescribe in Sub-Province Sleman period Januari-Februari 2007. Thi s research type is research of observational is descriptive.

  Equipment of prescribe is appropriate prescribe of administrative clauses at screening prescribe according to KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 covering name; SIP and doctor address; date of prescri bing; signal or initial doctor; name, address, age, gender and heavy of patient body; identity of drugs, potency, dose, amounts asking; and way of clear usage. Research result indicate that aspect of equipment of prescrib e thought nothing of by doctor is body weight aspect equal to 46,51%. Counted 81,40% pha rmacist have a notion that any the prescribe equipment aspect is important and concerning amenity of read of prescribe which served in pharmacy the article is diff icult to read in 1 month is last counted 4,65%( (11-20%);

  ≥21%); 11,63% 27,81% there no and 55,81%(

  ≤10%). Patient have a notion that the prescribe equipm ent needing and concerning amenity of read of prescribe of 55, 33% agree that doctor article which they receiving less or hard to read. Keyword: Perception, equipment of prescribes legibility.

  DAFTAR ISI

  5 Halam N JUDUL. ............................................................................. i N PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii N PERSEMBAHAN ............................................................. iii ..............................................................................................

  Manfaat penelitian........................................................... Penelitian ........................................................................

  2. Keaslian penelitian ..........................................................

  1. Perumusan masalah.........................................................

  Latar Belakang ..........................................................................

  A.

  NDAHULUAN.....................................................................

  GA BAR ............................................................................. xvi LAMPIRAN ..........................................................................

  ............................................................................................ FTAR ISI........................................................................................... FTAR TABEL ...................................................................................

  AAN KEASLIAN KARYA ................................................. ...............................................................................................

  5

  an HALAMA HALAMA HALAMA PRAKATA PERNYAT

  3

  2

  2

  1

  1

  2. iv vii viii ix x xiv xviii

  BAB I. PE 3. B. Tujuan 1.

  DA DA DAFTAR M DAFTAR

  ABSTRACT

  INTISARI

  Tujuan umum .................................................................. 5 Tujuan khusus .................................................................

  6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ..................................................

  6 A. Definisi dan Kaidah Penulisan Resep .........................................

  7 B. esepan Rasional...................................................... ................ Per

  C. Medica tion Error ........................................................................ 8

  D. ......................................................................................... 9 Apotek

  1. Pen gertian apotek .................................................................. 9

  2. Tug as an fungsi apotek........................................................ 10 d

  E. an Kefarmasian di Apotek .............................................. 11 Pelayan

  F. Penulis an esep Oleh Dokter ..................................................... 13 R G. .... .................................................................................... 14 .

  Pasien

  H. Per sep i ....................................................................................... 15 s

  1. Pengertian persepsi.......................................................... 15

  2. Objek persepsi................................................................. 16

  I. Keteran gan Empiris..................................................................... 16

  17 BA B III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................... ..... A Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 17 .

  B.

  .

  17 Definisi Operasional Variabel.................................................... C Subyek Penelitian........................................................................ 18 .

  18 D. Alat Pengumpulan Data ......................................................... .....

  E. Cara Penelitian ............................................................................ 19

  1. Analisis situasi dan penentuan masalah .......................... 19 2.

  Membuat instrumen penelitian........................................ 19

  3. Penyusunan kuisioner ..................................................... 19 4.

  19 Uji validitas isi ................................................................

  5. Menentukan besar sampel dan teknik sampling..............

  20 6. Penyebaran kuisioner ......................................................

  21 7.

  22 Pengumpulan kuisioner...................................................

  F. Tata Cara Analisis Hasil..............................................................

  23 G.

  23 Kesulitan Penelitian ....................................................................

  1. Kuisioner .........................................................................

  23 2. Penyebaran kuisioner ......................................................

  23 3.

  25 Kelemahan Penelitian .....................................................

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................

  25 A.

  25 Karakteristik Responden .............................................................

  1. Karakteristik responden dokter .......................................

  25 a. Usia ...........................................................................

  25 b. Jenis kelamin.............................................................

  26 c. Spesialisasi ................................................................

  27 d.

  28 Tahun lulus................................................................

  e. Lamanya praktek.......................................................

  28 f.

  29 Jumlah tempat praktek ..............................................

  2. Karakteristik responden Apoteker Pengelola

  30 Apotek .............................................................................

  30 a. Usia ...........................................................................

  31 b. Jenis kelamin.............................................................

  32 c. Tahun lulus apoteker .................................................

  32 d. Pendidikan terakhir ...................................................

  33 e. Lamanya menjadi APA .............................................

  34 f. Rata-rata lembar resep perhari yang dilayani.............................

  34 3. Karakteristik responden pasien .......................................

  35 a. Usia ...........................................................................

  35 b. Jenis kelamin.............................................................

  36 c. Pendidikan terakhir ...................................................

  B. Persepsi Responden Dokter Mengenai Kelengkapan Resep

  37 dan Kemudahan Pembacaan Resep.............................................

  C. Persepsi Responden Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep

  45 dan Kemudahan Pembacaan Resep.............................................

  D. Persepsi Responden Pasien Mengenai Kelengkapan Resep

  52 dan Kemudahan Pembacaan Resep.............................................

  58 E. Rangkuman Pembahasan .............................................................

  60 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................

  60 A. Kesimpulan .................................................................................

  

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. ........... 62

LAMPIRAN........................................................................................... 65

BIOGRAFI P ENULIS ............................................................ .............. 85

  DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel

  I. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep........................

  37 Tabel II. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting oleh responden dokter.................................

  42 Tabel

  III. Pendapat/komentar responden dokter mengenai tulisan dokter dalam resep yang tidak jelas.............

  43 Tabel

  IV. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan penulisan resep...........................

  44 Tabel

  V. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep.........................

  45 Tabel VI. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting oleh responden apoteker.............................

  49 Tabel VII. Tindakan yang dilakukan oleh responden apoteker jika terdapat resep yang tidak lengkap.....................

  50 Tabel VIII. Persentase resep yang tulisannya tidak jelas dalam 1 bulan terakhir........................................................

  51 Tabel IX. Tindakan yang dilakukan responden apoteker jika terdapat resep yang tulisannya tidak jelas/tidak terbaca......................................................................

  51 T abel

  X. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep.........................

  52

  Tabel XI. Tindakan yang dilakukan responden pasien jika resep yang diperoleh tidak dapat dilayani oleh apotek karena resep tidak lengkap atau tulisan yang tidak terbaca/tidak jelas...................................

  57 T abel XII. Perbandingan persentase antara responden dokter dan responden a poteker mengenai aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting.....

  59

  DAFTAR GAMBAR

  31

  38 Halama Gambar 1. Bagan jumlah sampel dan kuisioner .................................. Gambar 2. Usia responden responden dokter.......................................

  36

  35

  35

  34

  33

  32

  32

  31

  30

  n ambar 5. Tahun lulus responden dokter ............................................

  29

  29

  28

  27

  27

  26

  22

  Gambar 16. Jenis kelamin responden pasien ......................................... Gambar 17. Pendidikan terakhir responden pasien................................ Gambar 18. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep ........................................................

  Gambar 9. Usia responden APA .......................................................... Gambar 10. Jenis kelamin responden APA ........................................... Gambar 11. Tahun lulus responden AP .............................................. Gambar 12. Pendidikan terakhir responden APA.................................. Gambar 13. Lamanya responden bekerja sebagai APA......................... Gambar 14. Rata-rata lembar resep pe Gambar 15. Usia responden pasien........................................................

  Gambar 6. Lamanya praktek responden dokter ................................... Gambar 7. Jumlah tempat praktek responden dokter........................... Gambar 8. Rata-rata pasien per hari yang datang ke tempat praktek dokter .................................................................................

  Gambar 3. Jenis kelamin responden dokter ......................................... Gambar 4. Spesialisasi responden dokter ............................................ G A r hari yang dilayani....................

  Gambar 19. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan

  46 dan keterbacaan resep ........................................................ Gambar 20. Persepsi respon den dokter mengenai a spek kelengkapan

  52 dan keterbacaan resep ........................................................ DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data hasil persepsi........................................................... Lampiran 2. Kuisioner ......................................................................... Lampiran 3. Surat ijin penelitian .........................................................

  65

  74

  83 Lampir an 4. Surat ijin dari bappeda ....................................................

  84

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) merupakan issue kritis dan harus

  ditangani dengan tepat karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang terkait dengan pengobatan pasien.

  Salah satu hal yang terkait dengan patient safety adalah medication error yang merupakan suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan masih dalam kontrol atau tanggung jawab tenaga kesehatan (Cohen, 1991).

  Perhatian mengenai medication error (ME) pada beberapa tahun belakangan ini makin meningkat seiring dengan meningkatnya sikap kritis dari pasien. Medication error sangat potensial untuk terjadi pada proses komunikasi non verbal antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien. Resep merupakan alat komunikasi antara dokter dan apoteker pada proses komunikasi non verbal. Salah satu persyaratan sebuah komunikasi yang ideal adalah adanya media komu nikasi yang memadai yang mampu secara optimal menghantarkan pesan ke pihak penerim a pesan. Berdasarkan hal tersebut maka resep harus mempu nyai kemampuan yang optimal dalam menyampaikan permintaan dari dokter kepada apoteker mengenai terapi obat bagi pasien. Jika resep tidak bisa berfungsi secara optimal sebagai media komunikasi non verbal antara dokter dan apoteker, maka sangat potensial untuk terjadi miss – communication yang dapat

  Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widayati dan Hartayu (2006) mengem an dokter dalam ca oleh apoteker maupun asisten apoteker di apotek. keterba penting kter pen

  error .

  1. Peru

  an di atas maka pen si apoteker mengenai aspek kelengkapan resep dan

  2. Kea

  Penelitian tentang persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep ( legibility) di Kabupaten Sleman belum pernah dilakukan. Pramudiarja (2006) melakukan penelitian ukakan bahwa dari 1978 buah resep yang diteliti, tidak ada satupun yang memenuhi aspek kelengkapan resep. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramudiarja (2006) mengungkapkan bahwa terdapat masalah tulis resep yang tidak terba

  Oleh karena itu, aspek persyaratan kelengkapan dari sebuah resep dan caan tulisan dokter dalam resep (legibility) menjadi hal yang sangat . Aspek kelengkapan sebuah resep seharusnya dipenuhi oleh do ulis resep sebagai salah satu langkah preventif terhadap kejadian medication

  musan masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapk elitian ini akan mengangkat permasalahan sebagai berikut: a. seperti apakah persepsi dokter mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya? b. seperti apakah persep kemudahan pembacaan resep (legibility) yang akan dilayaninya? c. seperti apakah persepsi pasien mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang diterimanya?

  slian penelitian dengan judul ”Potensi medication er ror dalam re sep anak di 10 apotek di kota Yogyak arta periode Januari – Maret 2005 dan persepsi pembaca resep yang menanganinya ( Tinjauan aspek kelengkapan dan kejelasan resep)”.

  Rahmawati (2001) melakukan penelitian dengan judul ”Kajian Penulisan Res ep : Tinjauan Aspek Legalitas / Kelengkapan Resep di Apotek – apotek Kotamadya Yogyakarta”. Dalam penelitian yang berjudul ”Tingkat Efisiensi Sistem Distribusi Unit Dose pada bangsal Bougenvil Rum ah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta”, Rahm awati, Oetari dan Mulyaningsih (2004) mengindentifikasi jenis – jenis penulisan resep yang berpotensi menimbulkan medication error dal am Kartu Instruksi Pengobatan (KIPO) dan tindakan yang diambil untuk men angani masalah medication error .

  Yang membedakan penelitian ini dari penelitian yang pernah dilakukan seb elumnya adalah pada lokasi pengambilan dan juga dari respondennya. Pada penelitian ini respondennya adalah dokter, apoteker dan pasien atau pengantar pasien yang menebuskan obat dan lokasi pengambilan data di Kabupaten Sleman.

  Dal am penelitian ini fokusnya adalah persepsi dari dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep serta kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (leg ibility ).

3. Manfaat penelitian

  H asil penelitian persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) di Kabupaten Sleman dapat dimanfaatkan sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran mengenai persepsi responden dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility).

  b. Ma nfaat praktis 1) hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi pengembangan model-model resep yang ideal di Indonesia sehingga diperoleh model resep baru yang mengakomodasi upaya pencegahan medication error. 2) hasil penelitian ini dapa t dijadikan bahan acuan untuk apoteker bagi peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek terutama dalam hal pelayanan resep dengan melihat dari kelengkapan resep yang diterima sebagai upaya mencegah terjadinya medication error.

  3) hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk dokter agar memberikan peresepan yang rasional terutama dari segi kelengkapan dan kemudahan pembacaaan tulisan dalam resep dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi pasien.

  4) hasil penelitian ini dapat be rguna untuk menambah pengetahuan bagi pasien tentang kelengkapan resep sehingga mereka bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal dan mereka juga bisa berperan dalam upaya pencegahan medication error.

B. Tujuan

  Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. T

  M sepsi dokter, apoteker dan pasien terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) pada resep

  2. T

  a. Men ngenai aspek kelengkapan resep dan j d

  b. Mengetahui persepsi responden apoteker mengenai aspek kelengkapan resep dan juga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang dilayaninya.

  c.

  Me

  ujuan umum

  endapatkan gambaran mengenai per di Kabupaten Sleman periode Januari – Maret 2007.

  ujuan khusus

  getahui persepsi responden dokter me uga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang itulisnya. ngetahui persepsi responden pasien mengenai aspek kelengkapan resep dan juga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang diterimanya.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Definisi dan kaidah penulisan resep Definisi resep terdapat dalam KepMenKes R I No.1027/ MenKes/SK/ IX/

  2004 te ntang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter , dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku ( Anonim, 2004a).

  Resep h arus ditulis secara jelas dan mudah dimengerti. Penulisan resep yang bi sa menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran yang harus diberikan seharusnya di hindari. Resep harus memuat unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan dan siapa dokternya. Informasi tentang pasien mencakup nama, jenis kelamin, dan umur. Di beberapa unit pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu, diagnosis juga sering ditulis dalam resep. Ini memungkinkan dilakukannya pengecekan ulang oleh apoteker (Anonim,2000).

  Dalam resep digunakan bahasa latin, tidak hanya untuk penulisan nama- nama obat tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau bentuk obat, termasuk petunjuk aturan pemakaian obat y ang pada umumnya ditulis berupa singkatan. Untuk menghindari kesalahan interpretasi, singkatan- singkatan Bahasa Indonesia untuk obat dan juga aturan pakainya sedapat mungkin dihindarkan, karena dapat meragukan makna (Joenoes, 1995).

  Menurut ketentuan Tata Cara Pengelolaan Apotek (Surat keputusan MenKes No 280/Menkes/SK/V/1981), resep selain memenuhi PerMenKes No 26 tahun 1 hewan.

  c. tanda R/ pada bagian kiri resep, nama obat atau komposisi obat

  d. aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura) rundang- undangan yang berlaku (subscriptio) f.

  g. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang

  h. resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memberi tanda ”segera”, ”cito”, ”statim” atau ”urgent” pada bagian s

  sional adalah resep yang tepat dan aman. Resep yang atan baik di negara maju 981, harus memuat juga :

  a. nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter

  b. tanggal penulisan resep (inscriptio)

  (invocatio)

  e. tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan pe jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. jumlahnya melebihi dosis maksimal i. resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan j. untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera dokter dapat kanan ata

B. Peresepan Rasional

  Resep yang ra rasional harus memenuhi syarat yaitu setelah dosisnya tepat maka kemudian dalam memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya dan aman digunakan. Diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat, dengan cara yang tepat untuk penderita yang tepat (Christina, 2002)

  Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak ekonomis atau yang lebih popular dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi masalah tersendiri dalam pelayanan keseh maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di unit pelayanan kesehatan, m isalny a di rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi maupun di masyarakat luas (Anonim , 2000)

C. Medication error

  Secara harafiah, medication error dapat diartikan sebagai suatu kesalahan dalam suatu proses pengobatan. Definisi tentang medication error pertama kali dikem bangkan oleh sebuah Dewan Koordinasi Nasional yaitu The National

  

Coordinating Council for M edication Error Reporting and Prevention (NCC

  MERP) , yaitu:

  a medication error is any pre ventable event that may cause or lead to

inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the

co ntr l of the health care professional, patient or consumer o .

  De ngan demikian medication error (ME) dapat diartikan suatu kejadian yang da pat icegah yang bisa sebagai penyebab atau berperan dalam pengobatan yang d tidak layak atau yang bersifat merugikan pasien padahal pengobatan tersebut berada dalam pantauan tenaga kesehatan, pasien atau konsumen. Beberapa kejadian dapat berhubungan dengan praktisi kesehatan, produk kesehatan, prosedur, dan sistem pengobatan termasuk peresepan, m iskomunikasi, pelabelan, pengemasan, dan penamaan produk, pencampuran, p enyediaan, pendistribusian, adm inistrasi obat, edukasi, dan penggunaan (Anonim, 2003).

  Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mendefinisikan medication

  

error (ME) sebagai suatu kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat

selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.

  Dwiprahasto (2004) berpendapat bahwa medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan obat mulai dari proses pemilihan obat, permintaan melalui resep, pembacaan resep, formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien hingga penggunaannya oleh pasien atau petugas kesehatan. Kesalahan yang dimaksud dapat berasal dari manusia maupun lemahnya sistem yang ada.

  Menurut American Hospital Association (cit., Dwiprahasto, 2004), kejadian-kejadian medication error antara lain meliputi; informasi pasien yang tidak lengkap, tidak diberikan informasi yang layak, mi skomunikasi dalam peresep an, pelabelan kemasan yang tidak jelas, serta faktor lingkungan kerja yang kurang memadai.

D. Apotek

1. Pengertian apotek

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027 / MENKES/ SK/ IX/ 2004, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu , tempat dilakuk an pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Permenkes No 922/MENKES/SK/X/1993

  pasal 10 menyebutkan bahwa pengelolaan apotek meliputi:

  a. pembuatan, pengo lahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, p enyimpanan, dan pen yerahan obat atau bahan obat.

  b. penga daan, penyimpanan, penyaluran, dan penye rahan perbekalan farmasi lainn ya.

  c. asi mengenai perbekalan farmasi. pelayanan inform

  Dalam pas al 11 Permenkes No 922/MENKES/SK/X/1993 jug a disebutkan bahwa : a. pelayanan in formasi yang dimaksud dalam pasal 10 huruf (c) meliputi :

  1) pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dibe rikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lain nya maupun kep ada masyarakat. 2) gamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, pen bah aya, dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

  b. pelayanan informasi yang dimaksu d dalam ayat 1 wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.

2. Tugas dan f ungsi apotek

  Peratur an Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 1 menyebutkan tugas dan fungsi apotek a dalah sebagai berikut : a. tempat pengabdian profesi seorang apotek er yang telah mengucapkan s umpah jabatan.

  b. farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, sarana pencam puran dan penyerahan obat ata u bahan obat.

  c. s arana enyalur perbekal p an farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperluk an masyarakat secara meluas dan merata.

  Selain itu menurut Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No 922/MENKES/PER/X/1993 menyebutkan : Apotek wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yan g dilandasi pada kepentingan masyarakat.

  Sedangkan me nurut Pasal 15 ayat (4) menyebutkan : Apotek er wajib memberika n informasi:

  a. rkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien yang be b. naan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat penggu

  Apotek berfungsi sebagai unit sarana kesehatan yang tidak berorientasi pada keuntung an (non profit oriented), yaitu memberikan pelayanan kesehatan jawab seorang apoteker. Seorang apoteker d alam menjalankan fungsi ini harus mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan memperhatikan kelengkapan sediaan obat dan barang yang dijual di apotek agar diusahakan tidak ada resep atau permintaan konsumen yang ditolak karena keti daklengkapan sediaan. Selain itu apotek juga berfungsi sebagai sarana bisnis yan g diharapkan dapat memberi keuntungan (profit oriented). Apoteker di tuntut harus mampu bertindak sebagai manajer dengan bekal ilmu manajerial yang dim ilikinya (Anief, 2001).

E. Pelayanan Kefarmasian di Apotek

  Sistem pelayanan kefarmasian dapat diartikan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi jaringan pelayanan kefarmasian. Praktek kefarmasian adalah upaya penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat. Sistem pelayanan kefarmasian meliputi struktur sistem pelayanan kefarmasian dan fungsi sistem pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004a).

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek jenis pelayanan yang diberikan seorang apoteker di apotek meliputi:

  1. Pelayanan resep

  1.1. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.1.1.

  Persyaratan administratif: i.

  Nama, SIP dan alamat dokter. iii.

  Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. iv. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. v. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. vi. Cara pemakaian yang jela s. vii.

  Informasi yang lainnya.

  1.1.2. osis, potensi, stabilitas,

  Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, d inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

  1.1.3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

  Jika ada keraguan terhadap res ep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

1.2. Penyiapan obat 1.2.1.

  Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberi kan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

  1.2.2. Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

  1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dike mas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

  1.2.4. Penyerahan obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

  1.2.5. Informasi obat Apoteke r harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, ca ra penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

  1.2.6. Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan ke sehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan fa rmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit k ronis lainnya, apoteker harus

1.2.7. Monitoring Penggunaan Obat

  Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan pengg unaaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabete s, TBC, asthma, dan penyakit kronis lai nnya.

  2. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promo si dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antar lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya.

  3. Pelayanan residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktifitas ini apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record).

F. Penulisan resep oleh Dokter

  Dokter da n dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayan an kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan ( Anonim, 2004c).

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, definisi dokter atau dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maup un di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Repub lik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan.

  Standar pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 44

  1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

  2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. 3)

  Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

  Sedangkan kewajiban dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran terdapat pada pasal 51 yang meliputi: 1) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; 2) merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan;

  3) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; 4) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan 5) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

G. Pasien

  Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter maupun apoteker ditujukan kepada konsumen, dalam hal ini adalah pasi en. Dalam Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 4 ayat (3), pasien berhak mendapatkan: Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

  Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 52 pasien berhak untuk:

  a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tidakan medis yang sekurang- kurangnya mencakup:

  1. diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

  4. mungkin terjadi;dan risiko dan komplikasi yang 5. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

  b. meminta pendapat dok ter atau dokter gigi lain;

  c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. menolak tindakan medis; dan e. mendapatkan isi rekam medis.

H. Persepsi

  1. Pengertian persepsi Menurut Gibson dkk (cit., Budirahayu, 2003), persepsi merupakan penafsiran terhadap stimulus yang terorganisir yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam mengambil keputusan. Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap objek yang bersangkutan. Bentuk atau sifat tindakannya tergantung dari keadaan individu yang mengamati dan menginterpretasi.

  Persepsi menurut Solso (Cit.,Wardoyo, 2002), merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh apa yang ada dalam individu seperti penilaian, pengalaman, keyakinan, dan aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam individu tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi hasil dari setiap individu dapat berbeda. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi bersifat individual.

  Menurut Walgito (1994), persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan simulus tersebut penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi dan proses penginderaan mer upakan proses pendahulu dari proses persepsi. Stimulus yang diindera oleh individu akan diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi.

2. O bjek persepsi

  Menurut Walgito (2002), objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu sega la sesuatu yang ada di sekitar manusia. Manusia itu sen diri dapat menjadi objek persepsi. Orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek persepsi dise but sebagai persepsi diri (self-perception). Objek persepsi dapat dibedakan atas objek yang bukan manusia dan manusia . Objek persepsi yang berwujud manusia disebut dengan person perception atau social perception sedangkan pers epsi yang objeknya bukan manusia disebut sebagai non s ocial perception atau things perception.

I. Keterangan Empiris

  Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai persepsi dokter, apoteke r dan pasien terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) di Kabupaten Sleman.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif. Penelitian

  observasional menurut Pratiknya (2001) adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menur ut keadaan apa adanya, tanpa adanya manipulasi peneliti. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melu kiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekaran g berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2003).