Bahan Ajar Ilmu Perundang-undangan
ILMU
PERUNDANG-UNDANGAN
Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas
(2)
(3)
Arti penting mempelajari Ilmu
Perundang-undangan
Hukum Nasional Indonesia dewasa ini masih dalam proses pembentukan. Dalam hal ini pengembangan Ilmu Perundang-undangan terasa semakin perlu untuk membentuk Hukum Nasional, karena Hukum Nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
(4)
PENGERTIAN
ILMU PENGETAHUAN
(5)
Peristilahan
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan merupakan terjemahan dari Bahasa Jerman Gesetzgebungswissenschaft , yang merupakan cabang ilmu baru, yang mula-mula berkembang di Eropa Barat, terutama negara-negara yang berbahasa Jerman.
(6)
Menurut Burkhardt Krems, dalam bukunya
Grundfragen der Gesetzgebungslehre, membagi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Gesetzgebungswissenschaft) dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Teori Perundang-undangan 2. Ilmu Perundang-undangan
(7)
1. Teori Perundang-undangan
(Gesetzgebungstheorie) berorientasi pada mencari kejelasan serta kejernihan makna atau pengertian-pengertian, dan bersifat kognitif.
2. Ilmu Perundang-undangan
(Gesetzgebungslehre) berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan bersifat normatif.
(8)
Burkhardt Krems membagi Ilmu
Perundang-undangan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Proses Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren)
2. Metode Perundang-undangan (Gesetzgebungsmethode)
3. Teknik Perundang-undangan (Gesetzgebungstechnik)
(9)
Istilah
Perundang-undangan
:
Bahasa Inggris (
Legislation
)
Bahasa Jerman (
Gesetzgebung
)
Bahasa Belanda (
Wetgeving
)
(10)
Perundang-undangan mempunyai dua
pengertian yang berbeda, yaitu:
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan negara, baik tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
(11)
NORMA DAN
NORMA
(12)
Pengertian Norma
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya.
Istilah Norma berasal dari Bahasa Latin,
atau kaidah dalam Bahasa Arab, dan sering juga disebut dengan pedoman, patokan atau aturan dalam Bahasa Indonesia.
(13)
Norma dalam Masyarakat
Norma adat
Norma agama
Norma kesusilaan
(14)
Persamaannya dari semua norma itu adalah
sebagai pedoman bagaimana bertindak/ bertingkah laku dalam masyarakat.
Perbedaannya antara norma hukum dan norma
lainnya:
1. Norma hukum bersifat heteronom dalam arti datang dari luar diri kita sendiri.
2. Norma hukum dapat dilekati sanksi pidana ataupun sanksi pemaksa secara fisik.
3. Norma hukum dilaksanakan oleh Aparat Negara.
(15)
Norma Hukum dalam
Negara
Menurut Hans Kelsen, hukum termasuk
dalam sistem norma yang dinamik (nomodynamics), karena hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang membentuknya, hal ini dapat dilihat dari segi berlakunya atau pembentukannya.
Hukum itu berjenjang-jenjang atau
(16)
Hukum itu adalah sah (
valid
)
apabila dibuat:
a.Lembaga atau otoritas yang
berwenang;
b.Berdasarkan norma yang lebih
tinggi
(
superior
),
sehingga
dalam hal ini norma yang lebih
rendah (
inferior
) dibentuk oleh
(17)
Menurut Ruiter norma yang ada di dalam
peraturan perundang-undangan yang dibentuk dapat mengadung salah satu sifat berikut ini:
1. perintah (gebod); 2. larangan (verbod);
3. pengizinan (toestemming); dan 4. pembebasan (vrijstelling).
(18)
Karakteristik Norma
Hukum
Norma Hukum Umum dan Norma Hukum
Individual
Norma Hukum Umum adalah suatu norma hukum yang ditujukan (adressatnya) untuk orang banyak dan tidak tertentu.
Norma Hukum Individual adalah norma hukum yang ditujukan (adressatnya) pada seseorang, beberapa orang, atau banyak orang yang telah tertentu.
(19)
Contoh Norma Hukum Umum:
Barang Siapa… Setiap Orang…
Setiap Warganegara…
Contoh Norma Hukum Individual:
Amir bin Abdullah yang bertempat tinggal di Jl. Anggrek No.21 Jakarta…
Para pengendara roda empat yang melewati Jalan Sudirman pada pukul 07.00 sampai pukul 10.00 WIB…
(20)
Norma Hukum Abstrak dan Norma
Hukum Konkret
Norma Hukum Abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret.
Norma Hukum Konkret adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang secara lebih nyata (konkret).
(21)
Contoh Norma Hukum Abstrak:
mencuri, membunuh, menebang pohon…
Contoh Norma Hukum Konkret:
mencuri mobil Ferari,..
membunuh si Bedu dengan golok,…
(22)
Norma Hukum Tunggal dan Norma
Hukum Berpasangan
Norma Hukum Tunggal adalah suatu norma yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya, jadi hanya suatu suruhan (das sollen).
Norma Hukum Berpasangan adalah suatu norma yang terdiri dari norma hukum primer (cara berperilaku) dan norma hukum sekunder (cara penanggulangannya).
(23)
Contoh Norma Hukum Tunggal:
Hendaknya kita berperikemanusiaan.
Dewan Perwakilan Rakyat membentuk undang-undang.
Contoh Norma Hukum Berpasangan:
Barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain dihukum setinggi-tingginya 15 tahun penjara.
(24)
Norma Hukum Einmahlig dan Norma
Hukum Dauerhaftig
Norma Hukum Einmahlig (sekali selesai) adalah norma hukum yang berlaku satu kali saja atau sekali selesai, jadi sifatnya hanya menetapkan saja.
Norma Hukum Dauerhaftig (terus menerus) adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku secara terus menerus, sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.
(25)
Contoh Norma Hukum Einmahlig:
Surat Keputusan seseorang sebagai PNS Izin Mendirikan Bangunan bagi seseorang Surat Izin Mengemudi bagi seseorang
Contoh Norma Hukum Dauerhaftig:
Setiap warga negara dilarang mencemari lingkungannya
(26)
HIERARKI NORMA
HUKUM DAN TATA
SUSUNAN NORMA
(27)
Hierarki Norma Hukum (Stufentheorie) oleh
Hans Kelsen
Stufentheorie adalah teori tentang jenjang norma hukum, bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, di mana suatu norma yang rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm)
(28)
Norma Dasar (Grundnorm) merupakan
norma tertinggi dalam sistem norma yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi Norma Dasar ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai Norma Dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di bawahnya sehingga suatu Norma Dasar itu dikatakan pre-supposed.
(29)
Tata Susunan Norma Hukum Negara oleh
Hans Nawiasky
Dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre, Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara menjadi empat kelompok besar, yaitu:
Kelompok I : Staatsfundamentalnorm
Kelompok II : Staatsgrundgesetz
Kelompok III : Formell Gesetz
(30)
Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental
Negara)
Norma Fundamental Negara merupakan norma tertinggi dalam suatu negara, yang mana norma tersebut tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi, tetapi pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya. Menurut Hans Nawiasky, norma ini merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara, termasuk norma pengubahannya.
(31)
Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara) Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara merupakan aturan-aturan yang masih bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar sehingga masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma sekunder. Menurut Hans Nawiasky aturan dasar/pokok negara dapat dituangkan di dalam suatu dokumen negara yang disebut Staatsverfassung (UUD), atau dapat juga dituangkan dalam beberapa dokumen negara yang tersebar yang disebut dengan istilah
(32)
Formell Gesetz (Undang-Undang Formal)
Norma-norma hukum dalam undang-undang formal sudah merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci serta sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Jadi norma-norma hukum dalam undang-undang ini tidak saja hanya norma yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu sudah dilekati oleh norma sekunder di samping norma primernya (norma berpasangan). Sehingga UU sudah dapat mencantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik sanksi pidana maupun sanksi pemaksa.
(33)
Verordnung und Autonome Satzung
(Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom)
Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom merupakan peraturan-peraturan yang terletak di bawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, di mana peraturan pelaksanaaan bersumber dari kewenangan delegasi, sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi.
(34)
PERKEMBANGAN
SISTEM
PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
(35)
Jenis
Peraturan
Perundang-undangan dari Zaman Hindia
Belanda, yaitu:
1.
Wet
2.
AMvB
(
Algemene Maatregel van
Bestuur
)
3.
Ordonnantie
(36)
Wet
Merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk di Negeri Belanda, oleh Regering dan Staten Generaal bersama-sama dengan nasihat dari Raad van State. Wet berlaku untuk wilayah Belanda dan Hindia Belanda. Contoh wet yang masih berlaku sampai sekarang: BW, WvS, WvK.
(37)
Algemene Maatregel van Bestuur (AMvB)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Kroon (Raja) dan Menteri-menteri serta mendapatkan nasihat dari Raad van State. AMvB ini berlaku untuk Negeri Belanda dan Hindia Belanda, tetapi dibentuknya di Belanda. AMvB setingkat dengan undang-undang.
(38)
Ordonnantie
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gouverneur Generaal
(Gubernur Jenderal) dan Volksraad (Dewan Rakyat), di Jakarta dan berlaku bagi wilayah Hindia Belanda. Ordonnantie yang masih berlaku di Indonesia kedudukannya setingkat dengan undang-undang, misalnya Hinder Ordonnantie atau disebut Ordonansi Gangguan (karena ini produk perundang-undangan di zaman Hindia Belanda).
(39)
Regeringsverodening (Rv)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal) di Jakarta, dan berlaku di wilayah Hindia Belanda. Rv ini adalah peraturan pelaksanaan bagi Wet, AMvB, dan Ordonnantie. Rv ini setingkat dengan Peraturan Pemerintah.
(40)
Jenis-jenis Peraturan
Perundang-undangan dari Zaman Orde Lama: 1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. Undang-Undang/ Perpu; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Keputusan Presiden; dan
(41)
Peraturan Perundang-undangan Tingkat
Pusat antara lain:
1. Undang-Undang/ PERPU; 2. Peraturan Pemerintah (PP);
3. Keputusan Presiden (KEPPRES); 4. Keputusan Menteri (KEPMEN);
5. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen;
6. Keputusan Direktorat Jenderal Departemen; 7. Keputusan Badan Negara.
(42)
Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah antara lain:
1. Peraturan Daerah Tingkat I;
2. Keputusan Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I;
3. Peraturan Daerah Tingkat II; dan
4. Keputusan Bupati atau Wali Kota Madya/ Kepala Daerah Tingkat II.
(43)
ASAS-ASAS DAN
LANDASAN
PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
(44)
ASAS-ASAS PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut I.C. van der Vlies, asas-asas
pembentukan peraturan-peraturan yang patut itu dapat dibagi ke dalam asas-asas formal dan material, yaitu:
Asas-asas formal meliputi: 1. Asas tujuan yang jelas
2. Asas organ/lembaga yang tepat 3. Asas perlunya pengaturan
4. Asas dapat dilaksanakan 5. Asas konsensus
(45)
Asas-asas material yang meliputi:
1. Asas terminologi dan sistematika yang benar
2. Asas dapat dikenali
3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum 4. Asas kepastian hukum
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual
(46)
Menurut A. Hamid S. Attamimi, asas-asas
pembentukan yang patut sebagai berikut: 1. Cita Hukum Indonesia
2. Asas Negara Berdasar Hukum dan asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi
(47)
Asas-asas formal menurut A. Hamid S.
Attamimi :
1. Asas tujuan yang jelas
2. Asas perlunya pengaturan
3. Asas organ/lembaga yang tepat 4. Asas materi muatan yang tepat 5. Asas dapat dilaksanakan
(48)
Asas-asas material menurut A. Hamid S.
Attamimi :
1. Asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara
2. Asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara 3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara Berdasar Atas Hukum
4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi
(49)
Asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang Baik (Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011) meliputi:
1. Kejelasan Tujuan;
2. Kelembagaan atau pejabatpembentuk yang tepat; 3. Kesusaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; 4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6. Kejelasan rumusan;
(50)
Asas-asas Materi Muatan (Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun
2011) meliputi:
1. pengayoman; 2. kemanusiaan; 3. kebangsaan; 4. kekeluargaan; 5. kenusantaraan;
6. bhinneka tunggal ika; 7. keadilan;
8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; 9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
(51)
LANDASAN PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut Solly Lubis ada tiga landasan pembetukan peraturan perundang-undangan yaitu:
Landasan filosofis;
Landasan sosiologis; dan Landasan politis.
(52)
Menurut Bagir Manan ada tiga landasan pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu:
1. Landasan filosofis;
2. Landasan yuridis; dan 3. Landasan sosiologis.
(53)
Landasan Filosofis
Merupakan dasar filsafat atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan pemerintah ke dalam suatu rencana atau draft peraturan perundang-undangan. Bagi Indonesia landasan filosofis pembentukan peraturan perundang-undangannya adalah Pancasila.
(54)
Landasan Yuridis
Merupakan ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum pembentukan peraturan perundang-undangan. Landasan yuridis ini biasanya terletak dalam konsideran mengingat dan diurut dengan memperhatikan tata tingkat (hierarki). Selain memperhatikan hierarki, juga harus memperhatikan urutan kronologis suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar yuridis.
(55)
Landasan Politis
Merupakan garis kebijaksanaan yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara. Garis kebijaksanaan tersebut adalah garis kebijaksanaan politik untuk memberikan arah bagi pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan nasional atau cita-cita negaranya.
(56)
Landasan Sosiologis
Merupakan pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, agar peraturan perundang-undangan dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Selain itu dasar sosiologis harus termasuk pula kecenderungan dan harapan masyarakat.
(57)
TATA URUT
PERATURAN
(58)
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (S);
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah; 5. Keputusan Presiden;
6. Peraturan Pelaksana Lainnya, seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya.
(59)
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Menurut
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ; 3. Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden; 7. Peraturan Daerah.
(60)
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden;
(61)
Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi;
(62)
KEWENANGAN
PEMBENTUKAN DAN
MATERI MUATAN
PERATURAN
(63)
Undang-Undang Dasar
Ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. (Pasal 3 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945) MPR juga berwenang untuk mengubah UUD.
UUD adalah Hukum Dasar yang memuat aturan pokok kenegaraan, menentukan kelembagaan negara, menentukan fungsi kelembagaan negara dan menentukan hak-hak warga negara.
(64)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ketetapan MPR ini memuat aturan yang belum dimuat dalam UUD, mengatur garis kebijaksanaan dalam bidang kenegaraan, ideologi, politik, hukum, dan pembangunan.
(65)
Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
Dibentuk oleh DPR bersama dengan Presiden. (Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)
UU berisi pengaturan lebih lanjut ketentuan UUD 1945, perintah suatu UU, pengesahan perjanjian internasional tertentu, tindak lanjut atas putusan MK, dan/atau pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. (Pasal 10 UU No.12 Tahun 2011)
Perpu ditetapkan oleh Presiden. (Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945)
Materi muatan Perpu sama dengan materi muatan UU. (Pasal 11 UU No.12 Tahun 2011)
(66)
Peraturan Pemerintah
Ditetapkan oleh Presiden. (Pasal 5 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945)
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaiman mestinya. (Pasal 12 UU No.12 Tahun 2011)
(67)
Peraturan Presiden
Ditetapkan oleh Presiden.
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah atau materi untuk melaksanakan penyelengaaraan kekuasaan pemerintahan. (Pasal 13 UU No.12 Tahun 2011)
(68)
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
Ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah. (Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945)
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. (Pasal 14 UU No.12 Tahun 2011)
(69)
PROSES
PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
(70)
Pengertian Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. (Pasal 1 angka 1 UU NO.12 Tahun 2011)
(71)
Perencanaan Peraturan
Perundang-undangan
1. Perencanaan Undang-Undang (UU)
Dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). (Pasal 16 UU No.12 Tahun 2011)
Prolegnas adalah instrumen perencanaan pembentukan undang- undang yang
disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. (Pasal 1 angka 9 UU No.12 Tahun 2011)
(72)
2. Perencanaan Peraturan Pemerintah (PP)
Perencanaan penyusunan PP dilakukan dalam suatu program penyusunan PP. (Pasal 24 UU No.12 Tahun 2011)
3. Perencanaan Peraturan Presiden (Perpres)
Perencanaan penyusunan Perpres dilakukan dalam suatu program penyusunan Perpres. (Pasal 30 UU No.12 Tahun 2011)
Ketentuan perencanaan penyusunan PP berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan penyusunan Perpres. (Pasal 31 UU No.12 Tahun 2011)
(73)
4. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
Dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi. (Pasal 32 UU No.12 Tahun 2011)
Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. (Pasal 1 angka 10 UU No. 12 Tahun 2011)
(74)
5. Perencanaan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota
Dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi. (Pasal 39 UU No.12 Tahun 2011)
Ketentuan perencanaan penyusunan Perda Provinsi berlaku secara mutatis mutandis
terhadap perencanaan penyusunan Perda Kabupaten/Kota. (Pasal 40 UU No.12 Tahun 2011)
(75)
NASAKAH AKADEMIK
Adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. (Pasal 1 angka 11 UU No.12 Tahun 2011)
(76)
PERUBAHAN DAN
PENCABUTAN
PERATURAN
(77)
Perubahan Peraturan
Perundang-undangan
Dilakukan dengan cara:
a. menyisipkan atau menambah materi ke dalam Peraturan Perundang-undangan; atau b. menghapus atau mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan.
(78)
Perubahan peraturan
perundang-undangan dapat dilakukan terhadap:
a. seluruh atau sebagian buku, bab, baguian, paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau
b. kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.
(79)
Jika suatu perubahan peraturan
perundang-undangan mengakibatkan sistematika peraturan perundang-undangan berubah, materi peraturan perundang-undangan berubah lebih dari 50% atau esensinya berubah, maka peraturan perundang-undangan yang diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun kembali dalam peraturan perundang-undangan yang baru mengenai masalah tersebut.
(80)
Pencabutan Peraturan
Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan pada dasarnya hanya dapat dicabut melalui peraturan perundang-undangan yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh mencabut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
(81)
Jika ada peraturan perundang-undangan lama
yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang-undangan baru, maka peraturan perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut peraturan perundang-undangan yang tidak diperlukan itu.
(82)
Pencabutan melalui peraturan
perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi dilakukan jika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali seluru atau sebagian dari materi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu.
(83)
Jika peraturan perundang-undangan baru
mengatur kembali suatu materi yang sudah diatur dan sudah diberlakukan, pencabutan peraturan perundang-undangan itu dinyatakan dalam salah satu pasal dalam ketentuan penutup dari peraturan perundang-undangan yang baru, dengan menggunakan rumusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(84)
Pencabutan peraturan perundang-undangan
yang sudah diundangkan atau diumumkan, dapat dilakukan dengan peraturan tersendiri dengn menggunakan rumusan ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
Jika pencabutan peraturan
perundang-undangan dilakukan dengan peraturan pencabutan tersendiri, maka peraturan pencabutan itu hanya memuat 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Arab.
(85)
(1)
Pencabutan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan pada dasarnya hanya dapat dicabut melalui peraturan perundang-undangan yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh mencabut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
(2)
Jika ada peraturan perundang-undangan lama
yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang-undangan baru, maka peraturan perundang-undangan yang baru
harus secara tegas mencabut peraturan perundang-undangan yang tidak diperlukan itu.
(3)
Pencabutan melalui peraturan
perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi
dilakukan jika peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali seluru atau sebagian dari materi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu.
(4)
Jika peraturan perundang-undangan baru
mengatur kembali suatu materi yang sudah diatur dan sudah diberlakukan, pencabutan peraturan perundang-undangan itu dinyatakan dalam salah satu pasal dalam ketentuan penutup dari peraturan perundang-undangan yang baru, dengan menggunakan rumusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(5)
Pencabutan peraturan perundang-undangan
yang sudah diundangkan atau diumumkan, dapat dilakukan dengan peraturan tersendiri dengn menggunakan rumusan ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
Jika pencabutan peraturan
perundang-undangan dilakukan dengan peraturan pencabutan tersendiri, maka peraturan pencabutan itu hanya memuat 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Arab.
(6)