Gambaran Coping Skill pada Individu yang Menderita Penyakit Parkinson

GAMBARAN COPING SKILL PADA INDIVIDU YANG MENDERITA
PENYAKIT PARKINSON
Nancy Naomi GP Aritonang, M.Psi
Universitas HKBP Nommensen

Abstrak
Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit langka dan bersifat kronik,
yang disandang seseorang dalam jangka waktu yang panjang. Pada penyakit
Parkinson terdapat manifestasi gejala motorik dan non motorik, termasuk
didalamnya adalah gangguan sensoris dan otonom serta gangguan
neurobehavioral, seperti depresi, ansietas, dan psikosis (Fahn, 2003). Banyak
individu yang bereaksi berbeda dalam menghadapi penyakit kronis, tergantung
dari banyak faktor seperti coping skill dan kepribadiannya, dukungan sosial,
gambaran dan konsekuensi dari penyakitnya, serta dampak penyakitnya terhadap
fungsi hidup sehari-hari. Coping merefleksikan cara individu berinteraksi dengan
stressor dalam upaya untuk kembali pada fungsi yang normal (Odgen, 2004).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif, dengan
teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi. Adapun
jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 1 orang penderita penyakit
Parkinson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan menggunakan
problem-focused coping, yaitu melakukan olahraga rutin dan menjaga pola

makanannya, serta mencari social support melalui orangtua dan saudara
kandungnya. Selain itu, partisipan juga menggunakan emotional-focused coping
yang positif, yaitu menerima kenyataan atas situasi penyakit dan memandang
penyakitnya dari cara positif, serta mampu mengontrol dirinya agar tidak merasa
marah dan gelisah, juga menggunakan emotional-focused coping yang negatif,
yaitu mengurung diri dan berdiam diri di kamar, serta tidak memakan atau
mengurangi dosis obatnya.
Kata kunci : Parkinson, coping skill, coping
1. Pendahuluan
Penyakit Parkinson merupakan
salah satu penyakit langka yang
populasinya
semakin
meningkat
belakangan ini. Penyakit Parkinson
merupakan
kondisi
kemunduran
neuropsikologis yang progresif, yang
ditandai dengan tremor, kekakuan,

bradykinesia dan ketidakstabilan postur
(DSM IV-TR, 2000). Rowland (2005)

menyatakan bahwa prevalensi penyakit
Parkinson kira-kira 1 % pada umur 65
tahun dan meningkat 4-5% pada usia 85
tahun, umumnya muncul pada usia 40-70
tahun, rata-rata diatas usia 55 tahun, lebih
sering
ditemukan
pada
laki-laki
dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.
Penyakit
Parkinson
diperkirakan
menyerang
sekitar
876.665
orang

Indonesia dari total jumlah penduduk saat
1

itu sebesar 238.452.952 (Noviani dkk,
2010).
Parkinsonism adalah suatu sindrom
yang gejala utamanya adalah tremor waktu
istirahat, ekakuan (rigidity), melambatnya
gerakan (akinesia) dan instabilitas postural
(postural instability) (Kelompok Studi
Movement Disorder PERDOSSI, 2013).
Sebagai salah satu penyakit kronis,
penderita Penyakit Parkinson dapat
merasakan tekanan, stress bahkan merasa
depresi. Sarafino (2002) mencatat bahwa
orang dengan penyakit kronis dapat
merasa buruk dan membutuhkan checkup
medis regular, membatasi diet atau gaya
hidup lainnya, ataupun memperoleh
treatment secara rutin. Sejalan dengan

yang dikatakan oleh (Fahn, 2003),
Penyakit Parkinson terdapat 4 manifestasi
gejala utama motorik : tremor saat
istirahat, rigiditas, bradikinesia (berkurang
atau lambatnya suatu gerakan), dan
instabilitas postural. Selain itu pada
Penyakit Parkinson juga terdapat gejala
non motorik yang termasuk didalamnya
adalah gangguan sensoris dan otonom
serta
gangguan
neurobehavioral
(neuropsikiatri) seperti depresi, ansietas,
dan psikosis.
Hasil penelitian awal yang
dilakukan peneliti pada subjek Anne
(bukan
nama
sebenarnya)
melalui

komunikasi personal pada tanggal 03
Maret 2015 sebagai berikut:
“Awalnya kutahu bahwa aku
mengalami penyakit Parkinson aku
sangat
shock,
gemetar,
dan
kurasakan tanganku semakin tremor.
Menangis juga, dan tak terkatakan
bagaimana
campur
aduknya
perasaanku saat itu”
Lebih lanjut, Sarafino (2002)
menyatakan bahwa banyak individu yang
bereaksi berbeda dalam menghadapi
penyakit kronis. Reaksinya tergantung dari
banyak faktor seperti coping skill dan
kepribadiannya, dukungan sosial yang

diterimanya, gambaran dan konsekuensi
dari
penyakitnya,
serta
dampak

penyakitnya terhadap fungsi hidup seharihari.
Coping merupakan suatu proses
manajemen stressor yang diukur sebagai
penaksiran atau melebihi sumber-sumber
seseorang dan sebagai upaya-upaya untuk
mengatur tuntutan internal dan lingkungan
(Lazarus (1978), dalam Odgen, 2004).
Lazarus dan Folkman (1980 dalam Carver
dkk., 1989: 267) mengklasifikasikan
strategi coping menjadi dua kelompok
besar yaitu problem-focused coping dan
emotion-focused coping. Problem-focused
coping bertujuan untuk memecahkan
masalah atau melakukan sesuatu hal untuk

mengatasi stres. Emotion-focused coping
bertujuan untuk mengurangi ataupun
mengatur
stres
emosional
yang
berhubungan dengan situasi yang ada.
Hasil penelitian membuktikan
bahwa individu menggunakan kedua cara
tersebut untuk mengatasi berbagai masalah
yang menekan dalam berbagai ruang
lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus &
Folkman, 1984). Faktor yang menentukan
strategi mana yang paling banyak atau
sering digunakan sangat tergantung pada
kepribadian seseorang dan sejauhmana
tingkat stres dari suatu kondisi atau
masalah yang dialaminya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti
tertarik

untuk
meneliti
bagaimana
gambaran coping skill yang dimiliki oleh
individu
yang
menderita
penyakit
Parkinson dan jenis coping skill yang
digunakan.
2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif
dengan
menggunakan
pendekatan kualitatif. Poerwandari (2005)
menjelaskan bahwa pendekatan yang
sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam
memahami manusia dengan segala
kompleksitasnya

sebagai
makhluk
subjektif adalah penelitian kualitatif.
Penelitian
kualitatif
menekankan
dinamikan dan proses lebih memfokuskan
diri pada variasi pengalaman individu2

individu atau kelompok-kelompok yang
berbeda.
Menurut
Sarantakos
(dalam
Poerwandari, 2005) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif menghasilkan dan
mengelola data yang sifatnya deskriptif,
seperti transkrip wawancara, catatan
lapangan, gambar, foto, rekaman video
dan lain sebagainya. Dalam metode ilmiah,

metode riset kualitatif menggunakan
pendekatan naturalistic yang menekankan
pentingnya pengalaman subjektif individu.
Realitas sosial dianggap sebagai suatu
ciptaan kesadaran individu dengan makna
dan evaluasi kejadian-kejadian dilihat
sebagai sebuah konstruksi pribadi dan
subjektif.
Berdasarkan pernyataan di atas,
maka peneliti menilai bahwa pendekatan
kualitatif dipandang lebih tepat digunakan
untuk mengetahui gambaran coping skill
pada penderita Penyakit Parkinson.
Metode kualitatif, dengan pengumpulan
data melalui metode wawancara dan
observasi, serta pemeriksaan psikologis
sebagai alat bantu dalam persiapan
partisipan penelitian; dapat memperoleh
data yang bersifat deskriptif, menyeluruh,
mendalam dan detail mengenai gambaran

coping skill pada penderita Penyakit
Parkinson.
Adapun karakteristik partisipan
dalam penelitian ini adalah:
a) 1 orang penderita penyakit
Parkinson.
b) Berjenis kelamin perempuan
c) Usia 44 tahun
Dalam penelitian kualitatif data
dikumpulkan oleh peneliti sendiri, tidak
menggunakan angket, atau alat tes tertentu
yang disusun terlebih dahulu. Dalam
penelitian ini peneliti menjadi instrumen
utama
dan
berusaha
sendiri
mengumpulkan
informasi
sebanyakbanyaknya
melalui
observasi
dan
wawancara
mendalam
(in-depth
interviewing). Untuk pelengkap data akan
digunakan alat-alat bantu, yaitu perekaman
dengan recorder.

3. Hasil dan Pembahasan
Individu yang menderita Penyakit
Parkinson cenderung mengalami beberapa
perubahan dalam aspek fisik dan
psikologis, termasuk tremor, rigiditas,
bradikinesia, sikap Parkinson, dan depresi
(PERDOSSI, 2013).
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan oleh peneliti terhadap partisipan
bahwa partisipan mengalami perubahan
fisik, seperti: tremor (terutama tangan
sebelah kiri), tangan dan kaki menjadi
kaku, gerakan tangan semakin lambat, kaki
terasa berat dan sulit untuk berjalan seperti
biasanya, kakinya menjadi menyeret, dan
terkadang bahkan sulit untuk mengangkat
badan untuk berdiri. Selain itu, melalui
observasi juga diketahui bahwa partisipan
mengalami perubahan dalam hal mimik
wajah yang menjadi kaku atau kurang
ekspresif, gerakan bola mata menjadi lebih
aktif (ke kanan dan kiri), serta kepala yang
sering bergerak-gerak ketika sedang
berbicara.
Disamping perubahan secara fisik,
partisipan juga mengalami perubahan
psikologis. Ia cenderung merasa minder,
malu, merasa cemas atau takut kalau orang
lain mengetahui atau melihat keadaannya
saat ini. Terkadang ia juga mau
mengurung diri atau memilih untuk
berdiam diri di kamar dari pada harus
beraktivitas di luar, ataupun menjadi sulit
untuk tidur atau sering terbangun saat
tengah malam ketika tidur. Selain itu,
seringkali ia menjadi merasa menjadi
beban dan merasa bersalah karena telah
merepotkan orang lain. Gejala-gejala
depresi yang muncul tersebut sesuai
dengan definisi depresi menurut American
Psychological Association, yaitu sebagai
perasaan sedih atau kosong yang disertai
dengan penurunan minat terhadap aktivitas
yang menyenangkan, gangguan tidur dan
pola makan, penurunan kemampuan
berkonsentrasi, perasaan bersalah yang
berlebihan, dan munculnya pikiran tentang
kematian atau bunuh diri. Hal tersebut
sejalan dengan yang dikatakan oleh Schrag
3

(2001), bahwa depresi memiliki hubungan
yang erat dengan penyakit Parkinson,
kondisi yang kronis dan pengobatan
jangka panjang dapat mempengaruhi
morbiditas
dan
kepatuhan
dalam
pengobatan.
Dalam mengatasi penyakitnya
tersebut, Partisipan melakukan berbagai
bentuk coping skill, diantaranya adalah
emotional - focused coping dan problemfocused
coping.
Partisipan
tidak
melakukan Confrontive Coping dalam
penelitian ini, namun ia melakukan coping
dengan bentuk Planful Problem-Solving
dan Seeking Social Support, yaitu usaha
menyelesaikan masalah yang berfokus
pada masalah. Coping yang paling banyak
digunakan partisipan adalah seeking social
support, dimana partisipan mendapat
dukungan sosial yaitu motivasi dan
perhatian dari orang tua, saudara kandung,
suami dan anaknya, hingga kini ia melalui
penyakitnya hingga saat ini. Selain itu,
pendeta dari gerejanya yang juga mau
mendoakan dan mendukungnya untuk
sembuh memberikan motivasi yang besar
padanya hingga ia mau bertahan dan kuat
menghadapi penyakitnya. Partisipan juga
melakukan Planful Problem-Solving,
dengan tidak memakan makanan yang
menjadi pantangannya dan melakukan
olahraga rutin.
Selain
itu
partisipan
juga
melakukan coping yang berfokus pada
emosi, dengan bentuk Self-Control,
Distancing,
Positive
Reappraisal,
Accepting Responsibility, dan Escape
Avoidance.
Partisipan
melakukan
pengobatan rutin dengan meminum obat
secara teratur karena memahami dampak
langsung dari obat tersebut pada kekuatan
fisiknya.
Ia
juga
memahami
tanggungjawabnya
untuk
mengatasi
penyakitnya tersebut, dengan berpasrah
pada Tuhan serta mengharapkan mujizat
dan pertolongan Tuhan (Accepting
Responsibility). Partisipan melakukan SelfControl, yaitu menahan diri dari amarah
ketika merasa tersinggung dengan
perkataan dan perbuatan orang lain, serta

berusaha melakukan pendekatan dengan
pihak gereja. Ia melakukan Positive
Reappraisal, yaitu dengan mengambil
hikmah positif dari keadaannya saat ini. Ia
dapat merasakan pertolongan Tuhan dalam
hidupnya, hingga ia diberi kekuatan untuk
bertahan hingga saat ini, dan ia percaya
bahwa ia dapat disembuhkan oleh Tuhan.
Namun disamping itu, Partisipan juga
melakukan
coping
yang
kurang
mendukungnya, coping Distancing, yaitu
dengan mengurung diri dan berdiam diri di
kamar, terutama saat merasa sedang tidak
bertenaga; disamping melakukan Escape
Avoidance, yaitu dengan tidak memakan
obatnya secara rutin, atau mengurangi
dosis obatnya, karena tidak ingin
tergantung pada obat.
(ringkasan hasil penelitian terlampir dalam
tabel 1)

4

4. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan
hasil
penelitian
terhadap gambaran dari coping skill pada
individu
yang menderita
Penyakit
Parkinson, diperoleh kesimpulan bahwa
dalam mengatasi penyakitnya tersebut,
partisipan melakukan berbagai bentuk
coping skill, diantaranya adalah emotional
- focused coping dan problem-focused
coping. Partisipan tidak melakukan
Confrontive Coping dalam penelitian ini,
namun ia melakukan coping dengan
bentuk Planful Problem-Solving dan
Seeking Social Support, yaitu usaha
menyelesaikan masalah yang berfokus
pada masalah. Selain itu partisipan juga
melakukan coping yang berfokus pada
emosi, dengan bentuk Self-Control,
Distancing,
Positive
reappraisal,
Accepting Responsibility, dan Escape
Avoidance.
Hal yang harus diperhatikan dari
hasil penelitian ini adalah individu yang
menderita Penyakit Parkinson diharapkan
untuk mengurangi penggunaan coping skill
yang tidak efektif seperti escape avoidance
dan
distancing.
Partisipan
dapat
meningkatkan penggunaan strategi coping
seeking social support dan positive
reappraisal, serta accepting responsibility
dan planful-problem solving. Bagi institusi
atau profesional psikologi dan professional
medis yang terlibat dalam penanganan
Penyakit
Parkinson,
agar
dapat
mempertimbangkan pemberian pelatihan
tentang penerapan coping skill yang positif
bagi pasien penyakit kronis yang
membutuhkan. Penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menambah partisipan
penelitian, yaitu lebih dari 1 orang, untuk
mendapatkan gambaran yang lebih
mendalam
dan
bervariasi
tentang
gambaran coping skill pada individu yang
menderita Penyakit Parkinson.
5. Referensi
American
Psychological
Association
(APA). (2000). Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders (DSM IV-TR)
4th Edition. Washington DC: APA.
Personality and Social Psychology, 56, (2),
267-283
Fahn, S. 2003. Medical Treatment of
Parkinson’s Disease and its Complications
in Neurological Therapeutics Principles
and Practice vol 2 part 2. Martin Dunitz.
United Kingdom. p. 2447-2482.
Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub,
J.K. (1989). Assesing Coping Strategies: A
Theoritically Based Approach. Journal of
Coelho, R., Amorim, I., Prata, J. (2003).
Coping Styles and Quality Life in Patients
With Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus. Psychosomatics, 44 (4), 312-318
Kelompok Studi Movement Disorder
PERDOSSI (2013). Buku Panduan
Tatalaksana PP Dan Gangguan Gerak
Lainnya.Jakarta
Noviani, E., Gunarto, U., Setyono, J. 2010.
Hubungan antara Merokok dan PP di
RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Mandala of Health. Vol. 4
(2): 81-86.
Ogden, Jane. (2004 ). Health Psychology:
A Text Book (3th Ed). USA:McGraw-Hill,
Inc.
Poerwandari, Kristi. 2011. Pendekatan
Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia.
Depok:
LPSP3-Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Rowland, L.P. 2005. Merrit’s Neurology
(11th
Ed). Philadelphia: Lippincott
Williams& Wilkins.
Sarafino, E.P. (2002). Health Psychology:
Biopsychosocial Interactions (6th Ed).
USA: John Wiley & Sons, Inc.
Schrag, A., Jahanshabi, M., Quinn, N.
2000. What contributes to quality of life in
patien with Parkinson’s disease ?. Neurol
Neurosurg Psychiatry. 69:308-12.
6

Tabel 1. Ringkasan Hasil Penelitian
Coping skill

Problem
focused
coping

Jenis coping
Confrontative
Coping

Planful ProblemSolving

Seeking Social
Support.

Self-Control

Distancing

Emotional
focused
coping

Positive reappraisal

Accepting
Responsibility

Escape Avoidance

Respon Partisipan
Tidak dilakukan
Partisipan memahami bahwa solusi untuk
masalahanya saat ini adalah harus menjaga pola
makan setiap hari, dan menghindari makan
makanan yang menjadi pantangannya; serta
memahami bahwa dengan kondisinya saat ini ia
harus melakukan latihan fisik, termasuk olahraga
dan fisioterapi untuk menjaga kesehatan fisik
dan melatih motoriknya, disamping menjemur
badan di matahari pagi serta sering memasak
agar badan aktif bergerak.
Partisipan mencari dukungan dan bantuan dari
keluarga, termasuk ibu, adik-adik (saudara
kandung), juga menerima dukungan dari pendeta
yang ada di gerejanya. Berbeda dengan suami
dan anaknya, yang menurut partisipan kurang
dapat menerimanya.
Partisipan berusaha untuk mengontrol dirinya
agar tidak merasa marah ataupun gelisah dan
cemas. Ia melakukan hubungan dengan gereja
dan menjalin hubungan baik dengan semua
orang.
Partispan mulai menjaga jarak atau memilih
untuk mengurung diri di kamar saat ia merasa
lemah. Ia memilih beristirahat agar tidak merasa
tertekan atau tidak menjadi beban bagi orang
lain.
Partisipan berusaha menemukan hikmah dan
makna positif dibalik penyakit yang dideritanya,
yaitu dengan berdoa dan mempercayai
pertolongan Tuhan sebagai kekuatannya dalam
melalui segala penyakitnya.
Partisipan mampu menerima kenyataan atas
penyakitnya, dan ia berpasrah penuh pada
Tuhan, sembari mengharapkan adanya mujizat
yang mungkin terjadi atas penyakitnya.
Partisipan juga menghindari situasi kurang
menyenangkan paska menderita penyakitnya,
yaitu dengan terkadang mencoba mengurangi
dosis obat yang dimakannya, karena ingin tidak
tergantung pada obat tersebut.

1

2