PENGARUH SHALAWAT WAHIDIYAH BAGI KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN UMAT HINDU DI BALI : STUDI TENTANG KOMUNITAS MANTRA SUCI DI DESA KESIMAN KECAMATAN DENPASAR TIMUR KABUPATEN DENPASAR.

(1)

PENGARUH SHALAWAT WAHIDIYAH BAGI KEHIDUPAN

KEBERAGAMAAN UMAT HINDU DI BALI

(Studi Tentang Komunitas Mantra Suci di Desa Kesiman Kecamatan

Denpasar Timur Kabupaten Denpasar)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1)

Filsafat Agama

OLEH: IMAM JANUARI

NIM: E51211034

PRODI FILSAFAT AGAMA

JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Imam Januari, NIM. E51211034, 2016. Pengaruh Shalawat Wahidiyah Bagi Kehidupan Keberagamaan Umat Hindu di Bali (Studi Tentang Komunitas Mantra Suci di Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar Bali). Skripsi Program Studi Filsafat Agama Jurusan Pemikiran Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Kata kunci: Shalawat Wahidiyah, Keberagamaan, Hindu, Bali

Skripsi dengan judul “Pengaruh Shalawat Wahidiyah Bagi Kehidupan Keberagamaan Umat Hindu di Bali (Studi Tentang Komunitas Mantra Suci di Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar Bali)” ini adalah hasil penelitian lapangan untuk mengetahui alasan yang mendorong dan manfaat yang diambil dari kehidupan keberagamaan penganut agama Hindu di Bali yang mengadopsi shalawat Wahidiyah sebagai metode peningkatan spiritual keberagamaannya yang dilakukan melalui meditasi dan penerapan ajaran Wahidiyah. Penganut agama Hindu di Bali yang mengadopsi shalawat Wahidiyah telah membentuk suatu komunitas yang dinamakan Komunitas Mantra Suci. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan secara deskriptif-historis, yakni menggambarkan kehidupan keberagamaan penganut agama Hindu di Bali yang mengamalkan shalawat Wahidiyah. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan selama proses penelitian ini adalah dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.

Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa keberadaan penganut agama Hindu di Bali yang mengadopsi shalawat Wahidiyah masih terus berkembang. Metode yang dilakukan dengan mengadopsi shalawat Wahidiyah menjadikan ketentraman jiwa baginya. Dapat disimpulkan bahwa ada alasan yang kuat dari penganut agama Hindu mengadopsi shalawat Wahidiyah, yakni sarana tercepat untuk peningkatan spiritualitas (kebutuhan spiritual), ketentraman jiwa yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dan dari pihak Wahidiyah sendiri, adanya status tidak pandang bulu kepada siapapun dan dari ras, aliran, golongan manapun jami’al ‘alamin (makhluk seluruh alam semesta) diperbolehkan mengamalkan shalawat Wahidiyah.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

PERSEMBAHAN ... xv

MOTTO ... xvii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 16

C. Rumusan Masalah ... 16

D. Tujuan Penelitian ... 17

E. Kegunaan Penelitian... 17

F. Penegasan Judul ... 17

G. Telaah Pustaka ... 20

H. Metode Penelitian... 21

1. Model Penelitian ... 21


(7)

3. Pengumpulan Data ... 22

4. Teknik Analisis Data ... 24

5. Sumber Data ... 24

I. Landasan Teori Penelitian ... 25

J. Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II SHALAWAT WAHIDIYAH DAN AJARANNYA ... 29

A. Shalawat Wahidiyah... 29

1. Keorganisasian Shalawat Wahidiyah ... 29

2. Teks Shalawat Wahidiyah ... 31

B. Ajaran Wahidiyah ... 35

1. Lillah ... 35

2. Billah ... 36

3. Lirrasul ... 38

4. Birrasul ... 39

5. Lilghouts-bilghouts ... 39

6. Yukti Kulladzi Haqin Haqqah ... 41

7. Taqdimul Aham fal Aham Tsummal Anfa’ fal Anfa’ ... 41

C. Wahidiyah Sebagai Gerakan Tasawuf ... 43

1. Trilogi dan Teori Ilmu Tasawuf ... 44

2. Teori-teori dalam Ilmu Tasawuf ... 45

3. Wahidiyah sebagai Gerakan Tasawuf ... 46

D. Sejarah Lahir dan Berkembangnya Shalawat Wahidiyah ... 48


(8)

(Mu’allif Shalawat Wahidiyah) ... 48

2. Lahir dan Berkembangnya Shalawat Wahidiyah ... 59

3. Konsep Penyiaran Shalawat Wahidiyah ... 64

BAB III PENGARUH SHALAWAT WAHIDIYAH BAGI KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN UMAT HINDU DI BALI (KOMUNITAS MANTRA SUCI) ... 66

A. Aktifitas Pengamal Shalawat Wahidiyah (Komunitas Mantra Suci) di Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar Bali ... 66

1. Komunitas Mantra Suci... 66

2. Monografi Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar Bali ... 68

a. Letak Geografis ... 68

b. Demografi ... 68

1. Komposisi Penduduk ... 68

2. Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 69

c. Gambaran Pura Gandapura di Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar d. Bali ... 69

1. Halaman Luar (Jaba Pura) ... 69

2. Halaman Tengah (Jaba Tengah) ... 70

3. Halaman Dalam (Jeroan) ... 71 B. Spiritualitas Komunitas Mantra Suci di Desa Kesiman


(9)

Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar Bali... 71

1. Keadaan Spiritual Komunitas Mantra Suci ... 71

2. Bapak Jro Mangku Panglima Dalem (Pimpinan Komunitas Mantra Suci) ... 74

C. Alasan yang Mendorong Penganut Agama Hindu di Bali (Komunitas Mantra Suci) Mengadopsi shalawat Wahidiyah ……....78

D. Pengaruh Shalawat Wahidiyah Bagi Penganut Agama Hindu di Bali (Komunitas Mantra Suci) ... 79

1. Para Pengamal Hindu (Komunitas Mantra Suci) pada Acara Mujahadah Kubro di Pondok Pesantren Al-Munadhdhoroh Kedunglo Kediri ... 81

2. Para Pengamal Hindu (Komunitas Mantra Suci) pada Acara Mujahadah Nisfusannah Provinsi Bali ... 83

E. Tanggapan K.H Abdul Lathif Madjid Ra (Pengasuh dan Pimpinan Pusat Wahidiyah) Mengenai Para Pengikutnya yang Berasal dari Penganut Agama Hindu (Komunitas Mantra Suci) ……… 85

BAB IV PENGARUH SHALAWAT WAHIDIYAH BAGI KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN UMAT HINDU DI BALI (KOMUNITAS MANTRA SUCI)………. 87

A. Keberadaan Shalawat Wahidiyah ... 87

1. Shalawat Wahidiyah sebagai Gerakan Tasawuf ... 87


(10)

3. Amaliah Shalawat Wahidiyah yang Mempengaruhi

Kehidupan Keberagamaan Komunitas Mantra Suci ... 89

B. Titik Temu Komunitas Mantra Suci dan Shalawat Wahidiyah ... 91

C. Analisis Pengaruh Shalawat Wahidiyah Bagi Kehidupan Keberagamaan Umat Hindu di Desa Kesiman Denpasar Bali dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik ... 94

BAB V PENUTUP ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wahidiyah merupakan sebuah gerakan tasawuf yang memperjuangkan umat dan masyarakat untuk sadar dan kembali kepada Allah Swt, melalui sebuah metode jalur shalawat yang dinamakan shalawat Wahidiyah. Shalawat Wahidiyah yang berfaedah menjernihkan hati dan ma’rifat billah, sehingga mengantarkan siapapun yang mengamalkannya dan tidak pandang bulu dari bangsa, golongan, dan ras manapun demi tujuan suci untuk sampai kepada Allah Swt dan Rasul-Nya (wushul).1 Inti bacaan atau jantung dari shalawat wahidiyah adalah kalimat yang

diistilahkan kalimat (nida’) “yaa sayyidii yaa rasuulallaah” yang artinya “duhai

pemimpinku duhai utusan Allah”. Sebagaimana banyak metode dalam prosesi ritual keagamaan khususnya agama dalam Islam yang bertujuan untuk pencerahan maupun pengembalian kesadaran dan mengenal serta menenggelamkan jiwa ke dalam samudera ketauhidan-Nya Allah Swt, yang proses pengamalanya dilakukan dengan pegolahan rasa (dzauqiyah), melalui mujahadah dan bermeditasi yang sungguh-sungguh.2

َ وٱ

َ ݚيِ

َ

ذ

َ

َ ج

َ اوُد ݟ

َ

ا ݜيِف

َ

َ ݟ َ

َ ݗُݟذݜ يِد

َ

َ ا ݜ ݖُܞُس

َ

َذنِ

َٱ

َ ذّ

َ

َ ع ݙ

َٱَ

َ حُݙ

َ يِنِس

َ

٩

َ

1 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman

Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah, Kediri : Qolamuna Offset Kedunglo, 2002, hal 2.

2

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kudunglo, Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah, Kediri : Departemen Pembina Wanita Wahidiyah Pusat Kedunglo, (cetakan ke-4), 2012, hal 84.


(12)

2

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(Q.S. Al-Ankabut 29 : 69).3

Mujahadah bisa berarti melatih diri dengan sungguh-sungguh, menundukkan keinginan nafsu dan membersihkannya, sekaligus mendorongnya untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Riyadhoh atau dalam istilah orang jawa mlintir usus mripat ditus yang merupakan satu kesatuan aplikatif yang tidak bisa lepas bagi para rohaniyyin atau pejalan spiritual. Berjihad dan bermujahadah adalah perintah Allah Swt yang sangat penting dan harus mendapat perhatian setiap umat, khususnya umat Islam. Dan setiap mujahadah pasti akan mengantarkan pada petunjuk Allah Swt untuk sebuah kesuksesan hidup baik di dunia sampai di akhirat, yakni kembali di hadirat-Nya Allah Swt.4

لوصاا عماج( لاح لك نع ىوهاةفلاخو هيندبلا قاشم ىلع سفنلا لم ي ةد اجا

) ص ,

“Mujahadah ialah memaksa nafsu, menanggulangi nafsu atas keberatan-keberatan badaniyah, dan menghindari keinginan-keinginan hawa nafsu dari segala keadaan”.

(Kitab Jami’ul Ushul halaman 234).5

Dan Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menegaskan :

)ص ,نيدلا مولعءايحا( ا اوساه حاتفما ةيادها حاتفم ةد اجا

“Mujahadah adalah kuncinya hidayah, tiada kunci lain selain mujahadah”. (Ihya’

Ulumuddin juz 1 halaman 39).6

3Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Dept Agama RI, 1984, hal 638.

4 Saifuddin Aman, Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental Zikir Mengolah Jiwa dan

Raga, Tangerang : Ruhama, 2014, hal 134.

5Ahmad an-Naqsyabandi, Jami’ul Ushul fil Auliya’, Surabaya : Jamin, 1979, hal 235. 6 Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin. Juz I, Kairo : Al-Haromain, hal 39.


(13)

3

Bagi para pengamal shalawat Wahidiyah, metode yang dilakukan untuk

menjernihkan hati dan ma’rifat billah adalah dengan bermujahadah dan dengan

sarana shalawat yang disebut shalawat Wahidiyah sebagai pengantar pencarian sebuah fokus dalam perjalanan memasuki pintu-pintu Tauhid-Nya Allah Swt.

َذنِإ

َٱ

َ ذّ

َ

َ ل م و

َُݝ ت ݓِئ

ۥَ

َ نݠُݖ صُي

َ

َ َ

َٱ

َ ِ ِبذَ

َ

َ ي

ا ݟُي

أ

َٱ

َ ݚيِ

َ

ذ

َ

َ اݠُݜ ما ء

َ

َ اݠُݖ ص

َ

َ ي ݖ ع

َِݝَ

َ اݠُݙِ ݖ س و

َ

َ س ت

اًݙيِݖ

َ

٦

َ

َ

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya membaca shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bacalah shalawat dan sampaikan salam hormat sebaik-baiknya kepada-Nya”. (Q.S. Al-Ahzaab 33 : 56).7

Di dalam hadits Nabi juga menjelaskan :

ىلعةاص ااؤرثكا

رلا ةجردلاو ةليسولا ىاوبلطاو مكبونذلةرفغم ىلع مكتاص ناف

يليسو ناف ةعفا

مكل ةعافش ىرادنع

“Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku (Rasulullah Saw), maka sesungguhnya bacaan shalawat kepadaku itu merupakan ampunan atas dosa-dosa kamu sekalian dan carilah wasilahku dan derajat yang tinggi, maka sesungguhnya wasilahku di sisi Tuhanku

merupakan syafa’at bagi kamu sekalian”. (H.R. Ibnu ‘Asaakir dari Hasan).8

Dan dengan kemuliaan Rasulullah Saw, Allah Swt memberi kemudahan akan selalu diterima di sisi-Nya terhadap siapapun (tidak pandang bulu) yang berkenan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw, hingga ditegaskan oleh Syeikh Yusuf Ismail Nabhani dalam kitabnya yang terkenal Sa’adatud daroini:

ا ب اوما ىا ةمرت ى تاقبطلا ى ىارعشلا با ولا دبع ىديس لاقو

لاق هنا ىذاشل

نم اعاديس تيار

,

ةدحاو ةرم كيلع ىلص نمارشع ه ةاص ه لوسراي تلقف

نم كلاذ ل

ه ىلص لاق ؟بلقلارضاح

عيو افاا ناكولو ىلع للم لكلو لبا ملسو هيلع

ىاعت ه هيط

.لابجا لاثما

7

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Dept Agama RI, 1984, hal 678.


(14)

4

“Dan berkata Sayid Abdul Wahab Asy-Sya’rani di dalam kitab Thobaqot menerangkan terejemahan dari Sayyid Abil Mawahib Asy-Syadzili, behwasanya beliau berkata : “Aku

melihat Sayyidal ‘alamin shalallahu ‘alaihi wassalam, maka akupun bertanya, “Yaa Rasulallah, shalawat Allah sepuluh kali bagi orang yang membbaca shalawat kepadamu satu kali itu apakah bagi orang yang hatinya hidlur? Rasulullah Saw menjawab : Tidak, bahkan itu bagi siapa orang yang membaca shalawat kepadaku sekalipun dengan hati yang lupa (tidak pandang bulu), dan Allah memberikan kepadanya sebesar gunung dari malaikat yang berdoa dan memohonkan ampun kepada si pembaca shalawat. Dan adapun jika membaca hati yang hudlur, maka tidak ada yang mengetahui pahalanya selain hanya dalam perhitungan Allah sendiri yang mengetahui”. (Sa’adatud Daroini halaman 32).9

Para salik yang mengamalkan shalawat Wahidiyah diantaranya banyak menemukan pengalaman rohani yang berbeda-beda, mulai dari yang mendapatkan ketenangan jiwa, mudah merasakan banyak dosa dan sampai ada banyak diantaranya yang mengaku bertemu langsung dengan beliau Rasulullah Saw, baik melalui mimpi (rukhyah sholikhah) atau pun secara langsung dalam keadaan sadar. Menurut tutur yang disampaikan salah seorang da’iyah pusat Wahidiyah, mereka yang bersungguh-sungguh dalam bermujahadah pasti akan menitiskan air mata, yakni menangis sejadi-jadinya karena merasa berlarut-larut menuruti hawa nafsu dengan memohon ampunan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Dalam hal menangis Allah Swt berfirman :

َ ل و

ُ

أ

َ كِئ

َٱ

َ ݚيِ

َ

ذ

َ

َ ن

أ

َ ݗ ع

َٱ

َُ ذّ

َ

َ ي ݖ ع

ݗِݟ

َ

َ ݚِ م

َٱ

َِ ِبذَ

َ ن

َ

ݚِم

َ

َِܟذيِ ر

ُم

َ

َ م لا ء

َ

َ ݚذݙِ و

َ

َ ݖ َ

ا ݜ

َ

َ ع م

َ

حݠُن

ٖ

َ

ݚِم و

َ

َِܟذيِ ر

ُم

َ

َ بِإ

َ ر

َ ݗيِه

َ

َ سِ

َ ر

َ ݔيِء

َ

َ ݚذݙِ و

َ

َ ي د ه

ا ݜ

ََ و

ٱ

َ ج

َ ي ب ت

َ كا ݜ

َ

ا مِإ

َ

َ تُت

َ ل

َ

َ ي ݖ ع

َ ݗِݟ

َ

َ يا ء

َُܠ

َٱ

ِذر

َ

ۤ

َ

دذجُس

ٖ

ۤاَ

َ يِكُب و

ٖ

ا۩

َ

٨

َ

“ Mereka itulah yang Allah telah memberikan nikmat kepadanya dari golongan para Nabi dan Keturunan Adam, dan dari orang yang telah kami angkat bersama Nabi Nuh, dan dari

keturunan Nabi Ibrahim dan Nabi Isra’il, dan dari orang-orang yang telah kami beri petunjuk dan telah kami pilih (Hidayah-Nya). Jika kepada mereka dibacakan ayat-ayat

Allah yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”.

(Q.S. Maryam 19 : 58).10

9 Yusuf Ismail Nabhani, Sa’adatud Daroini, hal 32.

10


(15)

5

وكابتفوكبت م نافاوكبا سانهيااي

ا

“Wahai para manusia, menangislah kamu sekalian, dan jika kamu sekalian tidak bisa

menangis maka berusahalah agar bisa menangis”. (H.R. Abu Dawud).

Bagi perjuangan Wahidiyah, keampuhan dan faedah shalawat Wahidiyah ini merupakan sebuah fadhol dari Allah Swt yang diturunkan melalui beliau Rasulullah Saw untuk memberikan alamat ghaib atau sebuah bimbingan khusus kepada salah seorang yang menjadi pilihanya, yakni Mbah K.H Abdul Madjid

Ma’ruf QS wa RA untuk mengarang atau menta’lif sebuah shalawat yang dinamakan shalawat Wahidiyah dan tepatnya pada tahun 1963 di desa Bandar Lor kecamatan Mojoroto kabupaten Kediri.

Pada masa awal-awal perekembangan shalawat Wahidiyah yang di bawa oleh beliau mu’allif shalawat Wahidiyah, yakni Mbah Yahi Madjid, diantara para pengikut atau pengamal shalawat Wahidiyah tidak sedikit yang berasal dari non Islam. Menurut data yang diambil, diantaranya telah ditemukan ada yang berasal dari penganut aliran kebathinan, yang hingga saat ini telah ditemukan banyak pengamal shalawat Wahidiyah yang berasal dari penganut agama nasrani dan penganut agama Hindu dari Bali.11 Bahkan mereka yang dari penganut agama Hindu yang berada di Bali yang mengamalkan shalawat Wahidiyah, telah terhitung jumlahnya kurang lebih 450 pengamal di seluruh provinsi Bali, bahkan sampai mereka membentuk suatu komunitas khusus yang dinamakan Mantra Suci, yang berpusat di Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten

11 Wawancara, oleh : Dra. Lilik (Da’i Pusat Pondok Pesantren Kedunglo Kediri), tanggal 09, April 2015.


(16)

6

Denpasar Bali.12 Pengamal dari penganut agama Hindu di Bali inilah yang akan menjadi objek kajian dalam penelitian ini.

Sampai saat ini juga semakin banyak diantara para pengamal yang notabennya adalah non Islam, yang masih ikut berperan aktif dalam misi-misi perjuangan Wahidiyah dalam memperbaiki umat dan masyarakat, bahkan tidak jarang para pengamal non Islam ini memberikan sambutan khusus atas nama pengamal shalawat Wahidiyah di dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh Wahidiyah, baik acara mujahadah di daerah-daerah, maupun acara mujahadah kubro yang diselenggarakan dua kali selama setahun, pada bulan muharram dan rajab.

Mereka semuanya merupakan para ruhaniyyin yang bersungguh-sungguh mencarai jalan demi sebuah kebahagiaan dan jaminan kehidupan. Mereka mengakui bahwa shalawat Wahidiyah benar-benar ampuh dan mudah dalam

pengamalannya. Kemudian pada masa itu sang mu’allif shawalat Wahidiyah

menyikapi tentang para pendherek dan pengamal shalawat Wahidiyah yang berasal dari umat beragama lain dengan mendawuhkan dalam bahasa jawa,

Shalawat Wahidiyah saget diamalaken sintenke mawon, mboten pandang bulu, Wahidiyah kanggenipun sedoyo makhluk (jami’al ‘alamin), Wahidiyah shanes kagungan kulo, Wahidiyah kagungane kanjeng nabi, kulo mung coronge kanjeng

nabi”, yang artinya “Shalawat Wahidiyah bisa diamalkan siapa saja, tidak

pandang bulu. Wahidiyah untuk seluruh makhluk ciptaan yang di alam semesta, Wahidiyah bukan punya saya, Wahidiyah adalah kepunyaan kanjeng nabi


(17)

7

Muhammad Saw, saya hanya pembantu penyiaran beliau dalam amanah yang diberikan kepada saya untuk memperbaiki umat masyarakat melalui shalawat dan sanjungan kepada beliau Rasulullah Saw”.13

Ini menunjukkan bahwa eksistensi shalawat Wahidiyah bisa membawa respon positif dan anggapan yang sama bagi keyakinan umat agama lainya tanpa adanya batasan dalam kehidupan keberagamaan dan spiritualitasnya. Hal yang seperti ini membuat kesan yang berbeda dikarenakan lebih bersifat universal dan pluralis, bahkan cenderung bersifat sebagai sebuah bentuk toleransi keagamaan dalam pencapaian spiritualitas. Tentunya tidak banyak yang diketahui di khalayak umum tentang hal yang demikian ini, dikarenakan fenomena yang seperti ini sering dipandang kontradiktif karena dikatakan saling bersinggungan.

Fakta sosial keagamaan yang terjadi sebagaimana yang dialami oleh para penempuh jalan spiritual dari penganut agama lain atau non muslim, yang ditempuh melalui metode shalawat dan bimbingan langsung dari seorang guru (mursyid) dari salah satu pergerakan tasawuf yang besar di Indonesia yang dinamakan Wahidiyah, merupakan sebuah fenomena yang asing dan belum pernah terdengar sebelumnya, bahkan oleh telinga para agamawan, baik dikalangan tarekat ataupun kaum intelektualis Islam (cendekiawan muslim).

Persoalan yang di kaji dalam penelitian ini adalah keterkaitan mengenai spiritualitas seorang manusia yang berusaha mendekatkan dirinya kepada Sang Maha Segala (religi) untuk tujuan ketenangan hati dan ketentraman jiwa.

13 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondo Pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh,

Sejarah Penyiaran Shalawat Wahidiyah, Kediri : Qolamuna Offset Kedunglo, 2002, hal 37.


(18)

8

Manusia memang diciptakan sebagai makhluk yang unik. Dia tercipta dari badan jasmaniah dan rohaniah. Badan jasmaniah terdiri dari materi dan kecenderungan bersifat material pula. Dari sisi ini, biologis manusia sangat bergantung pada hal-hal yang material. Ia membutuhkan sandang, pangan dan papan (kebutuhan dharuriyyah atau primer), dan bahkan kebutuhan lain yang sifatnya tahsiniyyah atau sekunder. Sedangkan jiwa manusia berasal dari roh yang suci14

dengan kecenderungan bersifat ruhaniyyah pula. Dari sisi ini, manusia sangat bergantung pada hal-hal yang bersifat spiritual, dia membutuhkan ketenangan, ketentraman, ketergantungan pada Zat Yang Maha Mutlak, bahkan kebersatuan dengan-Nya.15 Ketergantungan spiritual manusia yang dinashkan sebagai puncak kebahagiaan menimbulkan berbagai keragaman manusia untuk mencapai sebuah tujuan akhir dalam perjalanan spiritualnya tersebut, dan itu membawa mereka memasuki sebuah wilayah yang diistilahkan sebagai system, kurikukulm atau metode yang harus diikuti oleh seorang salik (pejalan spiritual) sebagai sarana berguru yang bijak dan teratur demi meningkatkan martabat spiritualitasnya.

Keunikan manusia ini, juga terletak pada kemampuannya dalam merenungkan dan memikirkan tentang alam (cosmos), Tuhan (theos), dan bahkan dapat mempersoalkan dirinya sendiri, siapa, bagaimana, untuk apa, dari mana, dan mau kemana ujung kehidupan itu. Dari salah satu aspek persoalan perenungan dan pemikiran manusia tentang dirinya adalah apa dan bagaimana hakikat manusia

14 Roh suci itu datang dan dihembuskan dari Allah sendiri sebagai khaliq-Nya. Lihat surat Al-Hijr (15) ayat 29 yang artinya: “Maka apabila Aku menyempurnakan kejadiannya, dan meniupkan kedalamnya roh-Ku, maka tunduklah kamu dengan bersujud (menghormat).

15 Kebersamaan dengan Tuhan dalam kehidupan kaum sufi dikenal dengan istilah ittihad,


(19)

9

itu? Apakah hakikat manusia itu terletak pada kehidupan jasmaniah? Atau pada kehidupan rohaniah? Untuk persoalan tersebut paling tidak ada dua bagian yang menjadi jawaban.

Pertama, ada orang yang cenderung menyelesaikan persoalan ini dengan dasar dan argumentasi yang dianggap realistik, tampak, dapat diraba, dilihat, didengar oleh pancainderanya. Jawaban orang ini tentu lebih ditekankan pada aspek jasmaniah, sehingga hakikat kehidupan manusia dianggap atau dipandang sebagai kehidupan duniawi yang serba material (cenderung sekular). Jawaban ini biasanya dipegang dan dijalankan oleh orang-orang materialistik.

Kedua, ada orang yang mencoba menyelesaikan persoalan tersebut dengan dasar dan argumentasi yang lebih filosofis, tidak melihat hal yang hanya tampak, tapi lebih cenderung melihat manusia dari sisi rohaniah. Artinya kehidupan jasmaniah dianggap sebagai cangkang, kulit luar saja yang seringkali menipu, dan tidak menampilkan tentang hakikat kebenarannya. Karena hakikat kehidupan manusia yang sebenarnya adalah terletak pada kehidupan ranahnya spiritualis (rohaniah). Ini merupakan jawaban kaum intelektual yang sufistik.

Dr. Abdul Kadir Riyadi16 dalam bukunya yang berjudul “Anthropologi Tasawuf”, telah memberikan pengertian paling mendasar dalam konteks dan

pemaknaan kata “spiritual”. Kata “spiritual” menunjukkan sifat dasar manusia sebagai wujud yang religius. Kata “spiritual” digunakan untuk menunjukkan

16 Seorang guru besar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang ahli dalam Ilmu Tasawuf.


(20)

10

kepada sosok manusia yang sadar akan dirinya dan Tuhannya serta menemukan keseimbangan dalam hidupnya.17

Pemahaman tentang spiritual memang menegaskan tentang sifat dasar manusia (akhlaq kemanusiaan), yaitu sebagai makhluk yang secara mendasar dekat dengan Tuhannya, paling tidak selalu mencoba berjalan ke arah-Nya. Ali Mabrook18 mengungkapkan bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang tidak beragama. Kata atheisme yang berarti paham yang tidak mengakui adanya Tuhan sebenarnya salah kaprah karena tidak ada manusia di dunia ini yang tidak mempunyai atau mencari spiritual dan tidak ada manusia di dunia ini yang tidak

mengakui keberadaan Tuhan. Kata “spiritual” sebagai sifat bagi manusia

disisipkan dalam pengertian ini untuk menunjukkan kepada sosok manusia yang dekat dan sadar akan diri dan Tuhannya, tentunya semakin berkualitas spiritualitas seorang manusia maka semakin bertambah pengetahuan tentang ilmu-Nya Tuhan, semakin bertambah pula kesadaran terhadap wujud Tuhan (hakikat), dan semakin tenang jiwanya berdamping di sisi Tuhan.

Al-Qur’an merupakan suatu pedoman yang menjadi sumber nilai dan

norma dari ajaran Islam, dalam kaitannya dengan keberadaan dan hakikat kehidupan manusia, mengisyaratkan bahwa jiwa manusia pada dasarnya mempunyai potensi kefasikan atau kejahatan (fujur), dan potensi kebajikan (taqwa)19 yang dalam kehidupannya sehari-hari kedua potensi ini saling

17 Dr. Abdul Kadir Riyadi, Anthropologi Tasawuf (Jakarta: LP3S, 2014), hal. 12.

18 Ali Mabrook dari Giza, Mesir adalah seorang profesor yang ahli dalam Studi Islam (Pemikiran Islam), di Universitas Kairo dan Murid Hassan Hanafi dan Nasr Hamid Abu Zayd.

19 Lihat A-l-Qur’an surat As-Syams (92) ayat 7-10 yang artinya: “dan jiwa serta


(21)

11

menarik, pengaruh-memengaruhi. Di sinilah terletak hakikat nilai perjuangan manusia di dunia. Apabila motivasi hidup dan kehidupannya didominasi oleh potensi fujur-nya, maka kehidupan manusia terjerumus ke dalan jurang kehidupan yang kotor, yang merupakan wabah imperialis dari syaithoniyah. Sebaliknya, apabila motivasi kehidupannya didominasi, dikendalikan, diarahkan oleh potensi taqwa-nya, dia akan sampai kepada kehidupan yang suci, derajat kehidupan malakiyah, yaitu kehidupan spiritual para kaum pemburu spiritual atau kaum sufi yang asetik (tashawuf).

Keterkaitan spiritual adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, bukan manusia dalam bentuk biologis (jasmani) melainkan bentuk jiwa (jism) atau rohani manusia sebagai alatnya. Memang tak dapat dipikirkan oleh budi manusia, tak dapat dikatakan dengan kata-kata, itulah prediksi atau sebutan yang selalu dinyatakan tentang Tuhan. Maka dari itu dalam hal ini tidak membahas atau mengkaji tentang Tuhan dalam bentuk Pribadi Tuhan, melainkan dalam bentuk esensi dan kaitannya Tuhan dengan spiritualitas manusia yang berusaha mendekati-Nya melalui kehidupan keberagamaan yang dianutnya.

Namun bagaimanapun juga orang yang menjalankan spiritual dengan sungguh-sungguh, dengan tidak mencari lain daripada Tuhan dan keselamatan dirinya, orang yang demikian itu merasa bahwa dalam spiritual itu dia menemukan satu-satunya jalan untuk bahagia. Dia sadar bahwa hanya perbuatan itulah, yang dapat memenuhi tuntutan kodratnya yang lebih dalam, bahwa perbuatan itulah yang membawa kemuliaan dan bahagia, bahwa hanya perbuatan

ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.


(22)

12

itulah yang merupakan keluhuran yang benar. Itulah sebabnya orang bisa mengikat diri terhadap Tuhan dengan senang hati.

Dalam pembahasan sebelumnya diatas sudah dikupas sedikit manusia dalam kesibukknya yang khusus, yang disebut dengan berspiritual. Mempraktekkan spiritual itu adalah suatu perbuatan. Dalam perbuatan itu yang sudah kita pandang ialah manusia yang berbuat, manusiaa yang mengalami diri sendiri. Akan tetapi dalam melakukan ibadat itu manusia tidak sendiri. Manusia tidak melakukan monologi atau hanya berbicara sendiri. Di situ manuisa berada dalam dialogi atau percakapan dengan subjek lain.20 Apakah atau siapakah subjek itu? Itulah yang perlu dipahami dalam masing-masing spiritual para pengamal shalawat Wahidiyah yang berasal dari penganut agama non muslim (Hindu di Bali).

Manusia yang menganut agama atau beragama, di sini kita katakan sebagai manusia religi. Karena dengan bereligi, manusia yang menganut agamanya mempunyai dorongan yang kuat untuk mempraktekkan agamanya. Kemudian kapan manusia yang bereligi tersebut dikatakan sebagai manusia spiritual?

Manusia yang berelegi atau melakukan agama seketika itu sudah bisa dikatakan sebagai manusia yang berspiritual. Karena hasil daripada manusia yang bereligi itu sendiri adalah spiritual, hanya saja yang membedakannya adalah kualitas dan pencapaian derajat spiritual manusia tersebut. Seribu manusia bereligi, seribu jenis spiritual manusia.

20 Prof. Dr N. Drijarkara S.J, Percikan Filsafat, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1978), hal. 168.


(23)

13

Kehidupan spiritual yang dialami oleh manusia yang bereligi memang tidak statis, namun berjalan dinamis, artinya setiap spiritual yang dirasakan oleh manusia yang religi tersebut, semakin tinggi usaha dan motivasi pencapaiannya maka semakin banyak pengetahuan yang didapat dalam spiritualnya. Maka dengan pengetahuan itu, manusia spiritual tersebut akan mendapatkan cara-cara baru, sistem, metode, sarana, dan pemahaman baru dari perjalanan spiritualnya.

Kata “yang mengetahui” mewakili aspek pengetahuan manusia yang

bersinggungan dengan persoalan bagaimana ia memperoleh pengetahuannya, tentu kembali pada penjelasan diatas bahwa pengetahuan akan diperoleh ketika spiritualitas manusia bisa berjalan dinamis sehingga mampu menembus batas keilmuan Tuhan, dalam istilah tasawuf metode ini sering dikatakan sebagai metode metode penyikapan (kashf).

Pendekatan para salik (para pejalan spiritual) yang menggunakan metode penyikapan (kashf) secara mendasar berbeda dengan berbagai pendekatan yang lain yang berekmbang dalam Islam maupun selain Islam. Pendekatan penyingkapan ini memang lumayan bermasalah, sebab dia tidak bisa diukur dengan akal, baik logis maupun ilmiahnya. Hal yang paling mendasar dari pendekatan ini adalah bahwa dia bermaksud menyingkap hakikat suatu relitas dengan menyingkap tabir yang menutupinya. Dia tidak berhenti pada tampilan luaran saja, namun mencoba bergerak ke arah yang lebih dalam, karena ranahnya adalah ranah spiritual yang bentuk dan sifatnya sangat metafisik.

Dari sinidapat dikembalikan lagi pada yang bersangkutan atau yang menjadi objek penelitian dari penulisan skripsi ini yakni tentang spiritual para


(24)

14

pengamal shalawat Wahidiyah yang berasal dari penganut agama Hindu di Bali. Melihat dan mencatat pengalaman rohani yang berasal dari spiritual masing-masing, mereka bisa dikatakan telah menggunakan metode penyikapan (kashf). Karena metode penyikapan tersebut hanya bisa digunakan oleh pejalan spiritual yang mampu menggunakan metode pengetahuan diri, yakni pengetahuan tentang dirinya sebagai manusia yang hina dan tak berharga.

Dalam dunia spiritual sekali lagi tidak memandang luaran, karena alam spiritual merupakan alam kerohanian, dimana kerohanian dari manusia yang berspiritual seperti mereka yang bersangkutan (pengamal dari non Islam) telah meninggalkan kejasmanian (syari’at) agama masing-masing. Spiritualitas mereka telah menembus alam pengetahuan Tuhan, sehingga apa yang diketahui dan yang dimaksud pengetahuan merupakan salah satu cara (metode) Tuhan membawa dirinya dekat dengan-Nya, yang dalam fakta kejadiannya Tuhan memberikan shalawat Wahidiyah yang diadopsi sebagai sarana peningkat spiritual dan pendekatan paling praktis menurutnya.

Dari sisi fungsinya (faedhah) dari shalawat Wahidiyah adalah menyadarkan umat masyarakat pada umumnya sehingga masyarakat bisa mencapai spiritual lurus, yang mampu membawanya kembali kepada jalan yang haq, yakni jalan kemutlakan Tuhan Yang Maha Esa dan ketunggalan dengan Sang Hyang Widhi. Artinya bisa mengantarkan siapapun untuk sampai pada martabat penyatuan dari unsur kemanusiaan manusia yang mampu melebur dan menunggal


(25)

15

dengan unsur ketuhanannya Tuhan (moksa)21. Adapun proses spiritual yang bisa dirasakan ketika pejalan spiritual mampu menemukan ikatan atau jalan ketuhanan tersebut adalah penjernihan hati dan ketentraman jiwa yang belum dirasakan sebelumnya.

Dilihat dalam sudut pandang sosial mengeni fenomena yang terjadi di lapangan terkait pengaruhnya shalawat Wahidiyah bagi para penganut agama Hindu di Bali, sehingga mereka berkenan mengadopsi shalawat Wahidiyah dan menyerahkan spiritualnya kepada Wahidiyah. Artinya para penganut agama Hindu di Bali (Komunitas Mantra Suci) telah melihat relitas yang positiv di sekelilingnya yang dalam fakta kejadian ialah para pengamal shalawat Wahidiyah yang beragama Islam yang berada di sekitar provinsi Bali.

Adapun bagi penulis, memilih judul dalam skripsi ini bukan tanpa alasan yang tidak jelas, melainkan ada beberapa alasan mengapa permasalahan ini yang diteliti dan dipilih sebagai judul skripsi, yaitu bermula dari ketertarikan penulis pada kajian keilmuan mistisme (tasawuf) dan adanya fenomena yang belum pernah terdengar sebelumnya, tentang adanya seorang penganut dari berbagai agama selain Islam yang berkenaan mengamalkan salah satu amalan wajib di agama Islam, yakni sebuah amalan shalawat sebagai salah satu metode atau sarana pendekatan kepada Tuhannya, yang dalam fakta kejadian ini adalah metode pengadopsian shalawat Wahidiyah oleh seorang penganut agama Hindu di Bali

21 Moksa adalah pencapaian tertinggi (menyatu dengan Sang Hyang Widhi) dari spiritualitas seorang penganut adama Hindu.


(26)

16

yang saat ini telah membentuk suatu komunitas yang dinamakan dengan Komunitas Mantra Suci.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengkaji tentang adanya fenomena yang unik dalam kehidupan keberagamaan penganut agama non Islam (Hindu) atau lebih jelasnya, pengamal shalawat Wahidiyah yang berasal dari penganut agama Hindu di Bali. Mereka yakin dengan sepenuhnya dalam mengadopsi sebuah amalan wajib dalam agama Islam tersebut, yakni amalan shalawat sebagai bagian amalan atau mantra yang digunakan untuk metode peningkatan spiritual mereka, yang dalam fakta kejadiannya adalah shalawat Wahidiyah.

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut di atas dapar dirumuskan beberapa perumusan antara lain:

1. Apa yang mendorong umat beragama Hindu di Bali (Komunitas Mantra Suci) mengadopsi shalawat Wahidiyah?

2. Apa pengaruh shalawat Wahidiyah bagi kehidupan keberagamaan umat beragama Hindu di Bali (Komunitas Mantra Suci)?


(27)

17

D. Tujuan Penelitian

Penelitian dalam karya tulis ilmiah ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui alasan yang mendorong umat beragama Hindu di Bali mengadopsi shalawat Wahidiyah.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh shalawat Wahidiyah bagi kehidupan keberagamaan umat beragama Hindu di Bali yang mengadopsi shalawat Wahidiyah.

E. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas, diharapkan pembuatan karya tulis ilmiah ini akan bermanfaat dan berguna sebagai tambahan wawasan khazanah intelektual keilmuan, khususnya dalam konsentrasi kajian filsafat dan agama. Tentunya secara praktis, karya tulis ilmiah ini akan memberi manfaat bagi para pembaca dari seluruh kalangan masyarakat dan dapat menjadi sumbangsih yang berarti dalam menerapkan akhlak spiritualis yang bertoleran antar umat beragama.

F. Penegasan Judul

Untuk memperjelas penulisan penilitian ini serta menghindari adanya kesalahpahaman, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai maksud dari masing-masing kata yang tedapat dalam judul penelitian ini. Adapun judul tersebut adalah Pengaruh Shalawat Wahidiyah Bagi Kehidupan Keberagamaan Umat Hindu di Bali, dan akan dijelaskan sebagai berikut:


(28)

18

Pertama, kata pengaruh dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai ”daya yang ada, atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seeeorang”.22

Kedua, adalah pengertian dari Shalawat Wahidiyah” adalah nama dari sebuah lembaga atau gerakan tasawuf yang berpusat di Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh kecamatan Mojoroto kabupaten Kediri yang bertujuan unruk memperjuangan kesadaran umat dan masyarakat yang pada hakikatnya mencakup seluruh makhluk yang hidup di alam semesta ini untuk kembali kepada Allah swt dan rasul-Nya melalui metode pengamalan shalawat (mujahadah), yang dinamakan shalawat wahidiyah.23

Ketiga, kata “kehidupan” dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan

sebagai “cara, keadaan (sosial), hal, mengalami, bergerak dan bekerja

sebagaimana mestinya (tentang manusia, bintang, tumbuhan dan sebagainya yang mencakup alam).24

Kelima, kata “umat” dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan

sebagai “para penganut (pemeluk/pengikut) suatu agama”.25 Agama adalah sistem

tata keimanan, kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kalau beragama berarti menganut atau memeluk agama.26

22 http://kbbi.web.id/pengaruh

23 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh,

Upgrading Pembinaan Wahidiyah, Kediri : Departemen Pembina Umum Wahidiyah Pusat, 1989, hal 3.

24 http://kbbi.web.id/kehidupan-hidup 25 http://kbbi.web.id/umat

26Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: 2008, hal 1373.


(29)

19

Keenam, kata “beragama” dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “menganut (memeluk) agama, beribadat; taat kepada agama; baik hidupnya (menurut agama), sangat memuja-muja; gemar sekali pada agama; mementingkan agama.27

Ketujuh, kata “Hindu” dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai nenek moyang28. Hindu merupakan suatu agama. Agama Hindu (Sanskerta: Sanatana Dharma atau “kebenaran abadi”), atau dalam istilah lain Vaidika-Dharma (“pengetahuan kebenaran”) adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama Hindu diperkirakan muncul antara 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia. Dinamakan agama Hindu, karena di dalamnya mengandung adat-istiadat, budi pekerti, dan gambaran kehidupan orang-oran Hindu.29 Agama Hindu meyakini satu Tuhan yang berkekuatan yakni Sang Hyang Widhi dan banyak Dewa-dewa yang berkekuatan yang diyakini sebagai manifestasi-Nya dari satu Tuhan (Sang Hyang Widhi). Namun dari sekian banyak Tuhan atau Dewa-dewa hanya tiga yang terkenal, yakni Brahmana (Dewa penciptaan), Wisnu (Dewa pemelihraan), dan Siwa (Dewa pembinasa). Ketiga konsep Dewa-dewa tersebut dinamakan dengan sebutan Trimurti.30

Kedelapan adalah kata “Bali” yang merupakan salah satu atau sebuah Pulau sekaligus menjadi provinsi di negara Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah kota Denpasar. Bali terletak diantara pulau Jawa dan pulau Lombok. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25’23” Lintang Selatan dan 115°14’55” Bujur

27 http://kbbi.web.id/beragama 28 http://kbbi.web.id/hindu

29 Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Widjaya, 1986), hal. 41. 30Ibid, hal. 45.


(30)

20

Timur (iklim tropis). Bali dikenal dengan julukan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu.

Jadi yang dimaksud dalam judul tersebut di atas adalah pembahasan tentang pengaruh shalawat Wahidiyah bagi kehidupan keberagamaan umat Hindu di Bali yang mengadopsi shalawat Wahidiyah sebagai bentuk amalan dan metodenya dalam meningkatkan spiritualitas.

G. Telaah Pustaka

Pada penelitian sebelumnya, sebenarnya telah ditemukan beberapa karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang mengakji tentang wahidiyah, diantaranya ialah: Pertama, yaitu Pola Interaksi Sosial Kiai Dan Santri Pengamal Ajaran Shalawat Wahidiyah yang ditulis oleh Andi Wahyudin di Fakultas Ushuluddin Jurusan Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2009. Akan tetapi penelitian ini mengkaji tentang bagaimana pola, criteria, etika, serta hubungan antara guru dan pengamal shalawat wahidiyah.

Kedua, Aktivitas Belajar Siswa-siswi SMA Wahidiyah Kediri Dalam Penghayatan Dan Pengamalan Shalawat Wahidiyah yang ditulis teliti oleh Maftoech Effendi di Fakultas Tarbiyah Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam UIN sunan Ampel Surabaya pada tahun 1887. Objek kajian sama dilakukan di Pondok Pesantren Al-Munadhdhoroh Kedunglo Kediri, akan tetapi penelitian yang ditulis dari skripsi ini adalah metode-metode pendidikan SMA Wahidiyah dan bagaimana penghayatan serta pengamalan shalawat Wahidiyah di Pondok Pesantren Al-Munadhdhoroh Kedunglo Kediri.


(31)

21

Ketiga, Masuk dan Berkembangnya Shalawat Wahidiyah di Kelurahan Wiyung Kecamatan Wiyung Kota Surabaya 1984-2005 menjadi judul skripsi yang ditulis oleh Hanif Widiyawati di fakultas Adab prodi SPI (Sejarah Peradaban Islam) di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2006. Objeck penelitiannya adalah mengenai sejarah masuk dan berkembangnya shalawat Wahidiyah, dan penambahan jumlah para pengamal shalawat Wahidiyah yang berada di daerah kelurahan Wiyung kota Surabaya, serta menggambarkan kondisi sosial kelurahan Wiyung sebelum masuk dan berkembangnya shalawat Wahidiyah.

Beberapa telaah pustaka tersebut di atas telah memaparkan pembahasan yang dikaji oleh penulis sesuai judul penelitian yang dipilih, dan menunjukkan banyak perbedaan dari kajian objek penelitian yang dibahas. Karena dalam penelitian ini akan mengkaji tentang adanya penganut agama non Islam dan aliran kepercayaan lain yang mengadopsi shalawat Wahidiyah sebagai amalanya.

H. Metode Penelitian 1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif, sebuah metode penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, perspektif ke dalam dan interpretatif.31

Inkuiri naturalistik adalah pertanyaan yang muncul dari diri penulis terkait persoalan tentang permasalahan yang diteliti. Perspektif ke dalam

31Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 2.


(32)

22

adalah sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang semulanya didapatkan dari pembahasan umum. Sedang interpretatif adalah penterjemahan atau penafsiran yang dilakukan oleh penulis dalam mengartikan maksud dari suatu kalimat, ayat, atau pertanyaan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian lapangan, pengumpulan data-datanya diambil melalui penggalian dan penelusuran lapangan serta diikuti dengan uji empirik, untuk kemudian dideskripsikan dan dianalisis tentang fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi atau masyarakat, serta penyelidikan itu akan dilakukan secara rinci satu setting, satu subyek tunggal, satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu yang substansinya ditelaah secara filosofis dan teoritis, sehingga dapat menjawab persoalan yang telah dirumuskan dalam pokok masalah.

3. Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Observasi

Metode ini di artiakan sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan dan pendataan dengan sistematis tentang fenomena-fenomena yang diselidiki.32 Oleh karenanya dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metode pengamatan dan keterlibatan langsung (observasi partisipatoris).

32

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1990), 136.


(33)

23

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang berbagai hal dari seseorang atau sekumpulan orang secara lisan maupun langsung.33 Wawancara dapat dilakukan secara tidak tersusun dan secara tersusun.

Dalam metode ini, penulis melaksanakan wawancara secara langsung dengan melakukan Tanya jawab atau dialog pada beberapa narasumber atau informan. Informan dilakukan secara acak dan spontanitas dimana perlu, di samping adanya informan kunci.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sebuah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pikiran peristiwa itu, dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau meneruskan keterangan mengenai peristiwa tersebut.

Dokumentasi juga digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, kitab, dan lain sebagainya. Melalui metode dokumentasi, diperoleh data yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan konsep-konsep kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

33

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survei (Jakarta: LP3S, 1985), 145.


(34)

24

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data memakai pendekatan metode deskriptif-analitis. Penelitian yang bersifat tematik memaparkan data-data yang diperoleh dari lapangan.34

Dengan metode ini akan dideskripsikan mengenai signifikansi Wahidiyah bagi umat beragama Hindu di Bali. Selanjutnya, setelah pendeskripsian tersebut, dianalisis dengan melibatkan objek kajian, yakni Wahidiyah dan pihak beragama lain yang mengamalkan dan mengikuti shawawat Wahidiyah dan ajaranya.

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini diantaranya adalah:

a. Sumber data primer

Sebagai sumber primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh melalui wawancara khusus kepada para pelaku spiritual yang berasal dari penganut agama non Islam yang mengamalakan shalawat Wahidiyah dan beberapa para tokoh penting yang menguasai dalam bidang kajian intelektual keislaman Wahidiyah yang berada di pusat Perjuangan Wahidiyah di Pondok Pesantren Al-Munadhdhoroh Kedunglo Kediri dan ditambahkan dengan buku-buku penting diantaranya Pedoman Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah, teks Shalawat Wahidiyah, Buku kuliah Wahidiyah, Buku Materi Upgrading Pembinaan Wahidiyah.

34Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 274.


(35)

25

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yang dimaksud di sini adalah sumber-sumber lainnya yang berfungsi untuk melengkapi sumber data primer, di antaranya ialah buku-buku materi umum tentang kajian tasawuf.

I. Landasan Teori Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan terori Interaksionisme simbolik dari George Herbert Mead (South Hadley, Amerika, 27 Februari 1863).35 Maka akan dijelaskan mengenai apa yang dimaksud teori interaksionisme simbolik dan bagaimana proses berjalan dan penerapan teori tersebut.

Pengertian interaksi dalam kamus bahasa Indonesia adalah saling mempengaruhi, saling menarik, saling meminta dan memberi. Dalam bahasa inggris disebut interaction yang dalam kamus ilmiah berarti pengaruh timbal balik, saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan simbolik dalam kamus bahasa indonesia berarti perlambangan, dan dalam bahasa inggris disebut symbolic yang dalam kamus ilmiah berarti perlambangan, gaya bahasa yang melukiskan suatu benda dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau pelambang.36

Teori Interaksionisme simbolik adalah teori tindakan yang menjadi salah satu metode model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Tindakan

35 Geogre Ritzer, Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Post Modern, Terj. Saut Pasaribu, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, Edisi kedelapan, 2012), hal. 606. 36 Risa Agustin, kamus ilmiah populer,(Surabaya: Serba Jaya, 2010), hal. 489.


(36)

26

manusia itu sama sekali bukan stimulus - respon, melainkan stimulus - proses berpikir - respons. Jadi, terdapat variabel antara atau variabel yang menjembatani antara stimulus dengan respon, yaitu proses mental atau proses berpikir, yang tidak lain adalah interpretasi.

Teori interaksionisme simbolik sangat menekankan arti pentingnya

proses mental” atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak. Teori interaksionisme simbolik memandang bahwa arti atau makna muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda tumbuh dari cara-cara dimana orang lain bersikap terhadap orang tersebut. Jadi teori interaksionisme simbolik adalah teori yang memiliki metode, bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna-makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna-makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung.37

Mead dalam teori interaksionisme simboliknya yang terkenal melalui bukunya, mind, self dan society dan beberapa buku selanjutnya merupakan karya yang penting dan berpengaruh terhadap sosiolog berikutnya. Mead memperkenalkan dialektika hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Bagi Mead, individu merupakan makhluk yang sensitif dan aktif. Keberadaan sosialnya sangat mempengaruhi bentuk lingkungannya (secara sosial maupun dirinya sendiri), secara efektif, sebagaimana lingkungan mempengaruhi kondisi sensitivitas dan aktifitasnya.

37 Geogre Ritzer, Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Post Modern... hal. 638.


(37)

27 Mead menekankan bahwa individu itu bukanlah merupakan “budak masyarakat”. Dia membentuk masyarakat sebagaimana masyarakat

membentuknya. Bagi Mead, tertib masyarakat akan terjadi manakala ada komunikasi yang dipraktikkan melalui simbol-simbol.

Teori ini mengatakan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain atau komunitas sosial yang menjadi mitra interaksi mereka. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Dalam pandangan perspektif ini, bahwa proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. 38

J. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, maka penulisan ini disusun atas lima bab.

Bab I (satu), merupakan pendahuluan yang menyangkut latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan judul, telaah pustaka, metode penelitian, landasan teori, dan sistematika pembahasan.

38

Geogre Ritzer, Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Post Modern… hal. 604.


(38)

28

Bab II (kedua) berisi tentang sejarah lahirnya shalawat Wahidiyah, teks lembaran shalawat Wahidiyah dan ajaran-ajaran Wahidiyah, serta biografi (latar

beakang kehidupan) mu’allif shalawat Wahidiyah.

Bab III berisikan tentang data lapangan hasil wawancara dan penelitian buku. Yakni tentang pengaruh shalawat Wahidiyah bagi kehidupan keberagamaan umat beragama Hindu di Bali (studi tentang komunitas mantra suci di desa Gandapura kecamatan Kesiman kabupaten Denpasar Bali).

Bab IV merupakan analisis tentang shalawat wahidiyah dan pengaruhnya bagi kehidupan keberagamaan umat beragama Hindu di Bali.

Bab V berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dari hasil penulisan dan penelitian skripsi.


(39)

BAB II

SHALAWAT WAHIDIYAH DAN AJARANNYA A. Shalawat Wahidiyah

1. Keorganisasian Shalawat Wahidiyah

Wahidiyah sendiri merupakan sebuah organisasi yang dikaitkan dengan gerakan tasawuf yang memperjuangkan umat dan masyarakat untuk sadar dan kembali kepada Allah Swt, melalui sebuah metode jalur shalawat yang dinamakan shalawat Wahidiyah. Shalawat Wahidiyah yang berfaedah menjernihkan hati dan ma’rifat billah, sehingga mengantarkan siapapun yang mengamalkannya dan tidak pandang bulu dari bangsa, golongan, dan ras manapun demi tujuan suci untuk sampai kepada Allah Swt dan Rasul-Nya (wushul).1

Peningkatan atau usaha menuju kesadaran yang diupayakan oleh shalawat Wahidiyah adalah untuk memperbaiki mental umat dan masyarakat, khususnya mental tauhid dan kesadaran kepada Allah Swt. Dorongan yang dilakukan oleh Wahidiyah untuk pencapaian sebuah maqam yang tinggi (whusul), atau pencapaian martabat kemakrifatan seorang pejalan spiritual.

Adapun ranah spiritual ialah mutlak jalur batiniyah, yang kesemuanya itu dilakukan dengan melalui shalawat (mujahadah-mujahadah dan riyadhah), hanya khusus bagi seseorang yang baru mengamalkan shalawat Wahidiyah, biasanya diinstruksikan melakukan mujahadah 40 hari dengan aurad mujahadah lembaran atau biasa juga dilakukan dengan membaca kalimat nida’ 1 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman


(40)

yaa sayyidii yaa rasuulallaah” berturut-turut selama kurang lebih 30 menit,

dengan tanda kutip tanpa adanya sebuah bai’at seperti yang dilakukan oleh

kebayakan tarekat.2

Perjuangan Wahidiyah mempunyai tujuan terwujudnya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir bathin, materiil dan spiritual di dunia dan di akhirat bagi masyarakat bangsa Indonesia, khususnya di dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan bagi umat masyarakat seluruhnya (jami’al

‘alamin) dengan mengusahakan agar supaya umat masyarakat jami’al ‘alamin (seluruh makhluk di alam semsesta) kembali mengabdikan diri dan sadar kembali kepada Allah Swt dan Rasul-Nya Saw. Kemudian agar supaya akhlaq-akhlaq yang tidak baik dan merugikan (terutama akhlaq-akhlaq diri sendiri dan keluarga) segera diganti oleh Allah Swt dengan akhlaq yang baik dan menguntungkan.

Hasilnya perjuangan Wahidiyah yakin dengan penerapan yang demikian akan tercipta kehidupan dunia dalam suasana aman, damai, saling menghormat-hormati dan saling bantu-membantu diantara umat manusia yang sadar disegala bangsa. Daan dengan demikian akan dilimpahkan barokah dan maslahah atas bangsa dan Negara, dan atas segala makhluq ciptaan Allah Swt pada umumnya.3

2 Wawancara, oleh: H. Zainuddin, M,Ag. 12, April 2015.

3 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantern Kedunglo, Risalah Tanya-Jawab


(41)

2. Teks Shalawat Wahidiyah

Adapun teks shalawat Wahidiyah sebagai berikut:

ميح لا ن ح لا ه مـسب

م س هي ع ه ص حم ن يـس

ح لإ

حت ل

(7x)

يض ه ء يل ئ س مزلاا ه غ

ح لإ

م ع ل عت ه

حت ل

(7x)

يس آ ع حم ن يـس ع

ب م س لص ، ا ج ي جا ي ، ح ي حا ي م ل

ن

ض يف ه م عم عب س ن ح ل لك يف ، حم

. ا م هت

(100x)

“Yaa Allah, Tuhan Maha Esa, yaa Tuhan Maha Satu, yaa Tuhan Maha Menemukan, yaa

Tuhan Maha Pelimpah, limpahkanlah shalawat salam barokah atas junjungan kami kanjeng nabi Muhammad dan atas keluarga kanjeng nabi Muhammad pada setiap kedipnya mata dan naik turunnya nafas sebanyak bilangan segala yng Allah maha

mengetahui dan sebanyak kelimpahan pemberian dan kelestarian pemeliharaan Allah”.

ش نا م ن يـس ع

ب م س لص ،ه ه تن ك م ل

ق ـي ح عي

يع

حم

لا حب ج ىف ق غت ه حب م لا كلأسن ،ه ه ه مك م س هي ع ه ص

ح ، ح

ح نا سحنا جنا ع سنا نا

كت غم ت ق ت ، ب اإ ن سنا

ه ي

ه ي ك عن ت

ه ي ك ف عم ت

ه ي ك حم ت

ه ي كنا ض ت

م س لص ،

هي ع

ب

حص هلآ ع

مح ب ك ح ب كب ك صح ك ع هب ح م ع ،ه

حلا ني حا لا

.ني ل علا ه

(7x)

“Yaa Allah, sebagaimana keahlian ada pada-Mu, limpahkanlah shalawat salam barakah atas junjungan kami, pemimpin kami, pemberi syafa’at kami, kecintaan kami dan buah jantung hati kami, kanjeng nabi Muhammad Saw. yang sepadan dengan keahlian beliau, kami bermohon kepada-Mu yaa Allah dengan hak kemulyaan beliau, tenggelamkanlah kami dalam pusar dasar samudera keesaan-Mu sedemikian rupa, sehingga tiada kami melihat, tiada kami mendengar, tiada kami menemukan, taiada kami merasa, tiada kami bergerak dan taiada kami berdiam melainkan senantiasa merasa dalam samudera tauhid-Mu dan kami bermohon kepada-tauhid-Mu ya Allah, limpahkanlah kami ampunan-tauhid-Mu yang sempurna yaa Allah, nikmat karunia-Mu yang sempurna yaa Allah, sadar ma’rifat kepada-Mu yang sempurna yaa Allah, cinta kepada-Mu dan kecintaan-Mu yang sempurna yaa Allah, ridha kepada-Mu serta memperoleh ridha-Mu yang sempurna yaa Allah. Dan sekali lagi yaa Allah, limpahkanlah shalawat salam barakah atas beliau kanjeng nabi dan atas keluarga serta sahabat beliau sebanyak bilangan yang diliputi oleh ilmu-Mu dan


(42)

termuat dalam kitab-Mu, dengan rahmat-Mu yaa Tuhan maha pengasih lagi maha

penyayang dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.

اـسلا اصلا ق لا عف ش ي

منأا ـه ق لا ن كـي ع

ـك هـح ه ــص

ـب ا ـب تـ ظ ـ ف

كل ه ص ش

تـ

ك ت إف

كا س يـس ي

ل سـيل

(3x)

“Duhai kanjeng nabi pemberi syafa’at makhluk, kepangkuanmu shalawat salam

kusanjungkan. Duhai cahaya makhluk pembimbing manusia.

Duhai unsur dan jiwa makhluk, bimbing dan didiklah diriku, sungguh aku manusia yang dhalim selalu.

Tiada arti diriku tanpa engkau duhai pemimpin kami, jika engkau hindari aku, akibat keterlaluan berlarut-larutku, pastilah, pasti aku akan hancur binasa”.

يـس ي

ه ـس ي

(7x)

“Duhai pemimpin kami, duhai utusan Allah”.

ه اـس ـغلا ـي ي

ــب كـي ع

ه إب

يـس يلإ ظنا

ظـ ب

يـ علا ـ ح ل ـص م

(3x)

“Duhai Ghautsu (Penolong) Zaman, kepangkuanmu salam Allah kuhaturkan, bimbing dan didiklah diriku dengan idzin Allah.

Dan arahkan pancaran sinar nadhrahmu kepadaku duhai pemimpin kami, dengan (sinar)

radiasi batin yang mewusulkan aku sadarr kehadirat maha luhur Tuhanku”.

ه بـي ح قـ لا عـف ش ي

هماـس عم كـي ع هـتاص

ت ب ف يح ت ض ت ض

مأا يـس ي يـب خ

(3x)

“Duhai kanjeng nabi pemberi syafa’at makhluk, duhai kanjeng nabi kekasih Allah,


(43)

Jalanku buntu, usahaku tak menentu, cepat, cepat, cepat raihlah tanganku duhai pemimpin kami, tolonglah diriku dan dan seluruh umat ini”.

يـس ي

ه ـس ي

(7x)

“Duhai pemimpin kami, duhai utusan Allah”.

س لـص م ـ لا ب ي

ـ

م

مـمأا عـي ش ـحم ع

جا آا

نيع سم نأا لع

ني ل ـعلا ل ي ـحا ل ب

ي غا ب ي

ن ـها ح فا س

ـ ب ي ـيب فل ـق

(3x)

“Yaa Tuhan kami yaa Allah, limpahkanlah shalawat dan salam atas kanjeng nabi

Muhammad pemberi syafa’at umat dan atas keluarga beliau

dan jadikanlah umat manusia cepat-cepat lari, lari kembali mengabdikan diri dan sadar kepada Tuhan semesta alam.

Yaa Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, permudah segala urusan kami, bukakanlah hati dan jalan kami, dan berilah petunjuk kepada kami, pererat persaudaraan dan persatuan diantara kami, yaa Tuhan kami”.

ه ي ه ج لا ه ف ،ه ي ـ لا ـه ت ـخ يف ب م ل

(7x)

“Yaa Allah, limpahkanlah barokah didalam segala makhluk yang engkau ciptakan dan didalam negeri ini yaa Allah, dan didalam mujahadah ini yaa Allah”.

! ا غ ــسإ

Istighraaq !

Istiighraaq adalah diam, tidak membaca apa-apa. Segenap perhatian lahir dan batin, fikiran dan perasaan dipusatkan hanya kepada Allah. Tidak ada acara selain ingat Allah Swt. (Jika berjama’ah, aba-aba untuk istighraq hanya dilakukan oleh imam).


(44)

! حت ل

Al-Fatihah ! (1x)

(Membaca surat Al-Fatihah 1 kali kemudian membaca do’a dibawah ini).

ميح لا ن ح لا ه مـسب

حم ن يـس جب ،مظعأا ك سإ قحب م ل

س هي ع ه لص

زلاا ه غ ك ب م

م

،ه ي،ه ي كئ يل ئ س هنا ع

م ع عت ه يض ه ي

(3x)

“Yaa Allah dengan hak kebesaran-Mu, dan dengan kemulyaan serta keagungan kanjeng nabi Muhammad saw. serta dengan barakahnya Ghautsu hadzaz Zaman (penolong pada

zaman ini) wa a’wanihi (dan para pembantunya) serta segenap para wali kekasih-Mu yaa Allah, yaa Allah, yaa Allah, semoga Allah yang maha luhur meridhoi mereka”.

ا ه نءآ ن ني ل علا عي ج غ ب

غي ب ا يثأت هيف لعجا

(3x)

Sampaikanlah seruan kami ini kepada jami’al ‘alamin (seluruh alam) dan

letakkanlah kesan yang merangsang (untuk berjuang) didalamnya.

ي ج ب جإ ب ، ي ق ئيش لك ع كنإف

(3x)

“Maka sesungguhnya Engkau maha Kuasa berbuat segala sesuatu dan maha Ahli

memberi ijabah”.

ه ىلإآ ـ ف

(7x)

“Larilah kembali kepada Allah”.

ط لا قه قحلا ء ج لق

ق ه ك ل لا إ

(3x)

“Dan katakanlah (wahai Muhammad), apabila perkara yang haq (benar) telah datang

maka musnahlah perkara yang batal. Sesungguhnya perkara yang batal itu pasti musnah”.

! حت ل

Al-Fatihah ! (1x)

(Membaca surat Al-Fatihah 1x) Selesai.


(45)

B. Ajaran Wahidiyah

Yang dimaksud dengan ajaran Wahidiyah adalah bimbingan praktis lahiriyah (syari’at) dan bathiniyah (hakikat). Artinya di dalam mengamalkan shalawat Wahidiyah dan ajarannya menerapkan tunturan Rasulullah Saw yang mencakup bidang syari’at, bidang hakikat, yang juga meliputi iman pelaksanaan islam serta perwujudan ihsan dan pembentukan akhlaqul karimah.

Adapun sumber dasar hukum ajaran Wahidiyah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah Saw, dan yang dimaksud dengan pokok-pokok ajaran Wahidiyah adalah rumusan ajaran Wahidiyah dalam pokok-pokoknya, yang meliputi; lillah-billah (هاب – ه), lirrosuul-birrosuul (لوسرلاب – لوسرل), lilghouts-bilghouts (ثوغلاب – ثوغ ل), yukti kulladzii haqqin haqqoh (ةقح ح ىذ لك ىتؤي), dan

taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’ (ع نااف ع ناا ث هااف هاا يدقت),4 dijelaskan sebagai berikut:

a. Lillah

Lillah artinya, “Segala perbuatan apa saja lahir maupun batin, baik yang hubungan langsung kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw, maupun yang berhubungan di dalam masyarakat dalam hunbungan dengan sesame makhluk, baiuk kedudukan hukumnya wajib, sunnah atau mubah asal bukan perbuatan yang tidak diridhoi Allah Swt, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakannya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Allah Swt dengan ikhlas tanpa pamrih ”.5

4 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman

Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah, Kediri : Qolamuna Offset Kedunglo, 2002, hal. 1. 5Ibid, hal. 2.


(46)

َ غ

ا م

َ

َ ݐ ݖ خ

َ ܠ

َٱ

َق

ل

َ ݚ

ََ غ

ٱ

َق

ل

َ ن

َ

َ

ّقإ

َ

َ ݇ قِ

َقنغ د ܞ

َ

٥

“Dan tidaklah AKU menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka beribadah (mengabdikan diri) kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat 51: 56).6

َ ا م غ

َ

َ غ ܱق

أ

َ اَ

َ

ّقإ

َ

َ ݇ قِ

َ اغ د ܞ

َٱ

َ ّ

َ

َ م

َقصقݖ

َ ي

َ

َ

ل

َٱ

َ ݚيقكل

َ

َ ا ف ن ح

َ ءَ

َ اݠ ݙيقݐ ي غ

َٱ

َ ݠ ݖ ص

َ ةَ

َ ي غ

َ ܖ

َ اݠ ت

َ

ٱ

َ ݠ ك ܲ

َ ةَ

َ ذ غ

َ ݑق

َ

َ ݚيقل

َٱَ ل

َقܟ ݙقكي ݐ

َ

٥

َ

“Dan tidaklah disuruh, melainkan supaya beribadah (mengabdikan diri)

kepada Allah Swt dengan ikhlas (memurnikan kepada-Nya)”. (QS. Al-Bayyinah 98: 5).7

Orang yang tidak lillah namanya lilghoirillah. Berbuat tidak karena Allah melainkan karena selain Allah. Istilah Wahidiyah disebut linafsi. Berbuat atau beramal hanya karena menuruti hawa nafsunya. Kelihatan tho’at hanya pada lahirnya saja, sedangkan batinnya adalah menuruti hawa nafsu. Berarti dia diperalat oleh nafsunya dan diperbudak oleh nafsunya sendiri. Orang begini inilah yang termasuk golongan orang atau kaum yang dholim yang tidak akan mendapat petunjuk dari Allah Swt.8

b. Billah

Billah Artinya, “Dalam segala kehidupan, gerak-gerik kita atau perbuatan atau tindakan apa saja lahir bathin dimanapun dan kapanpun saja, supaya dalam hati senantiasa merasa bahwa yang menciptakan dan menitahkan serta menggerakkan itu semua adalah Allah Swt yang menciptakan”.9

َ غٱ

َ ّ

َ

َ ݗ ك ݐ ݖ خ

َ

ا م غ

َ

َ ݇ ت

َ نݠ ݖ ݙ

َ

٦

َ

6Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Dept Agama RI, 1984, hal. 862. 7Al-Qur’an dan Terjemahnya..., hal.1084.

8 Wawancara, oleh : Kyai Subhan Khotib(Da’i Pusat Wahidiyah), Kediri, 13 April 2015. 9 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman


(47)

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu sekalian dan apa saja yang kamu sekalian perbuat”. (QS. As Shoffah 37 : 96).10

ةﻮﻗ

ا ا با حا

“Tiada daya upaya dan kekuatan (sedikitpun) melainkan dengan titah Allah Swt”. Di dalam billah tidak diperkenankan sekali-kali mengaku atau merasa bahwa manusia atau makhluk mempunyai kemampuan sendiri. Dan ini dikatakan mutlak, dalam segala hal supaya merasa begitu. Baik dalam

keadaan tho’at maupun ketika maksiat, harus merasa billah, tanpa terkecuali

ini haru disadari.11

Orang yang tidak sadar billah, sekalipun ia masih beriman, dia tidak akan lepas dari bahaya musyrik (mempersekutukan Allah Swt). Sekalipun syirik khofi (mempersekutukan secara samar-samar). Mempersekutukan Allah Swt yaitu dengan mengandalkan selain Allah Swt, disamping juga percaya atau iman kepada Allah Swt. Maka salah satu misi pencapaian Wahidiyah adalah membebaskan seluruh umat manusia dari syirik (mempersekutukan Allah Swt) dan dari bahayanya imperialis nafsu.

Lillah dan billah, dikatakan bahwa harus ditekankan dan diterapkan dengan serempak bersama-sama. Hanya lillah saja tanpa billah itu berbahaya. Bahayanya yaitu antara lain ujub, riya’, takabbur dan sebagainya.

Begitu juga sebaliknya bahwasanya hanya billah saja tanpa lillah menjadi

batal karena menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.

Syari’at tanpa

10Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Dept Agama RI, 1984, hal 724.


(48)

haqiqot kosong, tak ada isinya. Dan haqiqot tanpa syari’at batal, dan tidak berarti.12

c. Lirrasul

Dalam ajaran lirrosul, disamping niat ibadah (lillah) seperti di muka supaya juga disertai dengan lirrosul, yaitu “niat mengikuti tuntunan Rasulullah Saw. Asal bukan perbuatan yang tidak diridhoi Allah Swt, bukan

perbuatan yang merugikan”.13 Ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menasarinya

diantaranya,

۞

َ ي

ا ݟُيأ

َٱ

َ ݚيق

َ

َ

َ ݠ ن ما ء

َ اَ

َ اݠ ݇يقطأ

َٱ

َ ّ

َ

َ اݠ ݇يقطأ غ

َٱ

َ لݠ س ܱ

َ

َ

ّ غ

َ

َ ܞ ت

َ ݠ ݖقط

َ اَ

َ عأ

َ م

َ ݗ ك ݖ

َ

٣

َ

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah Swt dan taatlah kepada

Rasul-Nya, dan janganlah kamu sekalian merusak amal-amal kamu sekalian”. (QS. Muhammad 47 : 33).14

ݚ م

َ

َقعقط ي

َٱ

َ لݠ س ܱ

َ

َ د ݐ ف

َ

َ عا طأ

َٱ

َه ّ

َ

“Barang siapa mengikuti taat kepada Rasul (lirrosul), maka sungguh ia teah taat

kepada Allah Swt”. (QS. An Nisa’ 4 : 80).15

Dengan penberapa lirrosul di samping lillah, maka otomatis menjadi semakin banyaklah ingat dan cinta kepada Rasulullah Saw, di samping iangat kepada Allah Swt dan semakin banyak ingat kepada Rasulullah Saw. Tentunya menjadi sangat berhati-hati dalam menjalankan tuntunan Rasulullah Saw dalam segala bidang.16

12 Wawancara, oleh : Kyai Zainuddin(Da’i Pusat Wahidiyah), Kediri, 12 April 2015. 13 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman

Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah, Kediri: Qolamuna Offset Kedunglo, 2002, hal 14. 14Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Dept Agama RI, 1984, hal 834. 15Al-Qur’an dan Terjemahnya..., hal 132.


(49)

d. Birrasul

Penerapan seperti billah keterangan dimuka, akan tetapi tidak mutlak dan menyeluruh seperti billah, melainkan terbatas dalam soal-soal yang tidak dilarang oleh Allah Swt dan Rasul-Nya Saw. Intinya dalam segala bidang atau hal apapun, segala gerak-gerak klahir dan batin, asala bukan hal yang dilarang oleh Allah Swt Rasul-Nya Saw, di samping sadar billah supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rasulullah Saw (birrasul).17

َ ا م غ

َ

َ رأ

َ ݖ س

َ ن

َ ݑ

َ

َ

ّقإ

َ

َ ح ر

َمܟَ

َ ݖقكل

َ ع

َ يقݙ ݖ

َ

٧

َ

“Dan tidaklah AKU mengutus Engkau (Muhammad) melainkan rahmat bagi seluruh

alam”. (QS. Al Anbiya’ 21 : 107).18 e. Lilghouts – Bilghouts

Pengertian dan penerapannya seperti lirrasul-birrasul di muka. Jadi lilghouts artinya niat mengikuti bimbingan Ghouts Hadzaz – zaman Ra (di samping niat lirrasul dan birrasul). Dan bilghouts penerapanya merasa dalam hati bahwa dalam segala bidang atau dalam segala tingkah laku kita yang diridhoi Allah Swt diperoleh dari jasa bimbingan Ghoutsu Hadzaz zaman Ra, di damping sadar billah dan birrasul.19

Dijelaskan bahwa jasa Ghoutsu Hadzaz-zaman yang dimaksud adalah merupakan tarbiyah ruhaniyyah, (pendidikan atau bimbingan secara ruhani) atau sorotan batin yang disebut nadhroh¸ yang artinya suatu sirri yang dikaruniakan Allah Swt kepada Ghoutsu Hadzaz-zaman Ra. Pada umumnya

17 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman

Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah, Kediri : Qolamuna Offset Kedunglo, 2002, hal 18. 18Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Dept Agama RI, 1984, hal 508.

19 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Pedoman


(50)

hanya ahlul bashori atau ahlul kasyfi yang dikaruniai oleh Allah Swt sehingga dapat melihat sirri-sirri tersebut.

Ahlul bashoir adalah orang yang ahli mempunyai pandangan yang tajam karena jiwanya yang telah bersih suci. Dan ahlul kasyfi adalah orang yang dikaruniai keistimewaan oleh Allah Swt, sehingga dapat mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Ini merupaka kebesaran Allah Swt yang dunia fikriyah (akal) dan dunia ilmiah tidak akan mampu menjangkaunya, sehingga tidak mudah diketahui dan terlihat oleh orang kebanyakan karena tertutup oleh tabir selubung ke Agungan-Nya Allah Swt.20

Ghouts menurut arti bahasa adalah pertolongan. Menurut istilah ialah merupakan kedudukan salah satu waliyyullah (shulthanul auliya’), quthul aqthob pada zamanya, juga sebagai penolong umat. Jadi kata ghouts bina’nya isim fall (penolong).21 Berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw dari Ibnu

Mas’ud yang ditulis oleh Syaikh Yusuf An-Nabany dalam kitabnya

Syawahidul haq yang artinya:

Sesungguhnya Allah Swt mempunyai 300 (tiga ratus) hamba di dunia yang hatinya seperti Nabi Adam As, dan 40 (empat puluh) hamba yang hatinya sebagaimana hatinya Nabi Musa As, dan 7 (tujuh) hamba yang hatinya sebagaimana hatinya Nabi Ibrahim As, dan 3 (tiga) hamba yang hatinya sebagaimana hatinya malaikat Mikail As, dan 1 (satu) hamba yang hatinya sebagaimana hatinya malaikat Isrofil As. Bilamana hamba yang satu ini wafat, maka Allah Swt akan mengangkat salah satu yang hatinya paling baik diantara tiga hamba tingkat di bawahnya sebagai gantinya, dan seterusnya tingkat yang kosong akan diambilkan dari tingkat bawahnya, sampai di tingkat hamba yang tiga ratus, kekosongannya akan diambilkan

20 Wawancara, oleh : Kyai Rahmat Sukir(Da’i Pusat Wahidiyah), Kediri : Kedunglo, 15 April 2015.

21 Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, Risalah Tanya -

Jawab Shalawat Wahidiyah dan Ajarannya, Kediri : Pondok Pesantren Kedunglo, 2006, hal 72.


(1)

Keuntungan yang terjadi dalam fenomena tersebut adalah pihak Wahidiyah yang semakin berkembang karena misi perjuangan dan penyiarannya bisa menyebar serta dibantu oleh objek yang terpengaruh (Komunitas Mantra Suci) sebagai timbal balik, dan pihak pengamal Hindu sendiri merasakan faedah dan manfaat dari mengadopsi shalawat Wahidiyah, khususnya kebaikan spiritualitas dan kelangsungan hidup dalam kehidupan keberagamaanya, dan ini menunjukkan terjadianya suatu interaksi simbolik antar keduanya yang saling berkaitan.


(2)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari uraian bab I sampai dengan V sebagaimana dalam uraian di depan, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Wahidiyah merupakan sebuah gerakan tasawuf yang memperjuangkan umat dan masyarakat untuk sadar dan kembali kepada Allah Swt, melalui sebuah metode jalur shalawat karena itu dinamakan shalawat Wahidiyah dan ajaran-ajaran Wahidiyah. Shalawat Wahidiyah berfaedah menjernihkan hati dan

ma’rifat billah, sehingga mengantarkan siapapun yang mengamalkannya dan

tidak pandang bulu dari bangsa, golongan, dan ras manapun demi tujuan suci untuk sampai kepada Allah Swt dan Rasul-Nya (wushul). Shalawat Wahidiyah dan ajarannya merupakan buah karya emas yang suci yang dita’lif oleh seorang kyai yang ‘arif billah yakni K.H Abdul Madjid Ma’roef Qs wa Ra, di awal tahun 1963.

2. Masuk dan berkembangnya shalawat Wahidiyah di Provinsi Bali membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan keberagamaan umat Hindu di Provinsi Bali. Pengaruh shalawat Wahidiyah terhadap penganut agama Hindu di Bali menjadi alasan utama berdiri dan terbentuknya Komunitas Mantra Suci di Bali, yang berpusat di Desa Kesiman Kecamatan Denpasar Timur Kabupaten Denpasar Provinsi Bali. Para pengadopsi shalawat Wahidiyah yang berasal dari penganut agama Hindu di Bali (Komunitas Mantra Suci) mengadopsi


(3)

shalawat Wahidiyah sebagai metode peningkatan spiritualitasnya, yakni sebagai sarana atau metode mendekati Tuhannya (Sang Hyang Widhi). 3. Alasan yang mendorong dari penganut agama Hindu (Komunitas Mantra

Suci) di Desa Kesiman Denpasar Bali mengadopsi shalawat Wahidiyah adalah karena kebutuhan spiritual, dengan mengadopsi shalawat Wahidiyah mereka merasakan manfaat yang begitu besar (lahir-batin), pengalaman

rohani yang luar biasa, ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

B. Saran

1. Hasil penelitian ini masih belum sepenuhnya sempurna, dan masih memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut, yang lebih kritis dan transformative, guna menambah khazanah pemikiran Islam dalam realitas kehidupan dimasa yang akan datang.

2. Diharapkan dari penelitian ini bisa memotivasi kita sebagai manusia (jasmani-rohani) untuk lebih semangat dan tekun dalam beribadah dan meningkatkan spiritualitas. Karena tidak ada jalan lain untuk menuju kebahagiaan sejati, kecuali ke jalan spiritual, yaitu jalan kembali kepada Allah Swt dan Rasul-Nya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Risa. 2010. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Serba Jaya.

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin. tt. Juz I, Kairo: Al-Haromain.

Al-Qur’an dan Terjemahnya. 1984. Jakarta: Dept Agama RI.

Aman, Saifuddin, Abdul Qadir Isa. 2014. Tasawuf Revolusi Mental Zikir Mengolah

Jiwa dan Raga, Tangerang : Ruhama.

An-Nabany, Yusuf Syaikh. 1971. Syawahidul Haq, Haifa : Darul Kafbil ‘Alamiyyah.

An-Naqsyabandi, ahmad. 1979. Jami’ul Ushul fil Auliya’, Surabaya: Jamin.

Departemen Agama RI. 1981. Pengantar Ilmu Tasawuf, Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri.

Departemen Agama RI. 1981. Reg Weda: Mandala I & II, Terjemahan dan Teks Oleh G. Pudja, dan W. Sadia, Copy Righ Reserved.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Edisi Keempat.

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Edisi Ketiga.

Drijarkara, N. 1978. Percikan Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan.

Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Hajar, Ibnu. 1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

Nasution, Harun. 1973. Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Nata, Abudin. 1999. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Panduan Penulisan Skripsi. 2009. Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel.

Polak, Mayor. 1994. Unsur Mistik Dalam Hindu, Denpasar: PT. Pustaka Manikgeni, cet I.

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Post, Terj. Saut Pasaribu, Yogyakarta: Pustaka Belajar, Edisi kedelapan.

Riyadi, Abdul Kadir. 2014. Anthropologi Tasawuf, Jakarta: LP3S.

Rusli, Ris’an. 2013. Tasawuf dan Tarekat (Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1985. Metodologi Penelitian Survei, Jakarta: LP3S.

Sura G dkk. 1981. Pengantar Tattwa Darsana (Filsafat), Jakarta: Dirjen Bimas Hindu dan Budha, Cet. I.

Tebba, Sudirman. 2006. Merengkuh Makrifat Menuju Ekstase Spiritual, Tanggerang: Pustaka Irvan.

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh.1989. Upgrading Pembinaan Wahidiyah, Kediri : Departemen Pembina Umum Wahidiyah Pusat.

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo. 2002. Pedoman

Pokok-pokok Ajaran Wahidiyah, Kediri: Qolamuna Offset Kedunglo.

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo. 2002. Kisah dan

Petuah,Kediri: Yayasan Perjuangan Wahidiyah Pusat.

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondo Pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh. 2002. Sejarah Penyiaran Shalawat Wahidiyah, Kediri : Qolamuna Offset Kedunglo.


(6)

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantern Kedunglo. 2006. Risalah

Tanya-Jawab Shalawat Wahidiyah dan Ajarannya, Kediri : Pondok

Pesantern Kedunglo.

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kudunglo. 2012. Kumpulan

Teks Kuliah Wahidiyah, Kediri: Departemen Pembina Wanita Wahidiyah

Pusat Kedunglo, Cet IV.

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo. 2014. Aham (Sarana Meraih Kejernihan Hati dan Ma’rifat Billah) Edisi 111