BUDAYA PEMANTAUAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ( STUDI KASUS DI S D SUMBERREJO).

NASKAH PUBLIKASI

BUDAYA
PEMANTAUAN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN
( STUDI KASUS DI S D SUMBERREJO)

TESIS
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Magister Program Studi
Magister Pendidikan

Oleh
ENDANG SWASTYASKUNINGSIH
NIM : Q 100050168

Program Pasca Sarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta

1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik

secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan bangsa.
Bab II Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan menegaskan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif
serta bertanggung jawab. Oleh karena itu kepala sekolah selaku penanggung
jawab pengelolaan satuan formal pada jenjang pendidikan dasar perlu

menerapkan pengelolaan pendidikan. Pengelolaan pendidikan termasuk
pengelolaan terhadap sumber keuangan dan pembiayaan sekolah yang secara
garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber. Tiga sumber yang
dimaksud: (1)pemerintah pusat dan daerah, (2)orang tua, (3)masyarakat.
Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua dan masyarakat
ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1989 bahwa

2

karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan
dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana pendidikan
merupakan tanggung bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua.
Sagala, 2000; menyampaikan bahwa keuangan dan pembiayaan
merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Oleh karena itu dalam
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah; jelasnya menuntut kemampuan
pihak sekolah untuk mengambil keputusan yang menggembirakan bagi peserta
didik, orang tua, guru, dan masyarakat. Maka dalam penyusunan perencanan
kegiatan dan pembiayaan sekolah haruslah melibatkan sebaik mungkin stake
holder. Hal senada disampaikan Harsono bahwa pelibatan orang tua dan

masyarakat akan membuat kualitas perencanaan pembiayaan dan pembiayaan
sekolah

menjadi

lebih

signifikan,

juga

perlu

pemantauan

terhadap

perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban pengelolaan dana secara
transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Harsono, 2006: 14).
Kaitannya dengan visi, misi dan program penyelenggaraan pendidikan

nasional maka perlu dilaksanakan melalui kegiatan; perencanaan, pembiayaan,
penyelenggaraan, dan evaluasi pendidikan; termasuk penyusunan rencana
jangka panjang, menengah, dan pendek yang disusun rapi dan terarah. Maka
diperlukan strategi untuk mewujudkan rencana yang telah disepakati,
didukung sumber daya manusia yang professional, baik dari tingkat pelaksana,
supervisi, tenaga-tenaga penunjang lain. Juga dengan tersedianya dana/biaya
yang mencukupi dan akhirnya ditunjang prasarana dan sarana fisik serta

3

peraturan-peraturan lain yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
yang diinginkan dapat terwujud (Tilaar 2002: 107-108). Mengacu Pendekatan
Institusi Administrasi Manajemen Pendidikan (PIAM) bahwa apabila
diarahkan kepada kebutuhan/keperluan belajar peserta didik, pemanfaatan
secara maksimal sumber daya manusia maka penting sekali guru
melaksanakan tugasnya, dan membuat keputusan berkualitas tinggi. Oleh
karena itu kerjasama para pelaksana: kepala sekolah, guru dalam keputusan
bersama meningkatkan keikutsertaan pengembangan suatu yang lebih baik.
Sebab rencana yang telah disusun bersama akan giat dilaksanakan (Komariah,
2005: 19-20).

Mengacu Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standart
Nasional Pendidikan dan Bab VIII; Standart Pengelolaan; Pasal 55-56;
ditegaskan bahwa pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindaklanjut hasil pemantauan dilakukan
oleh satuan pendidikan, komite sekolah atau bentuk lain dari lembaga
perwakilan

pihak-pihak

yang

berkepentingan

secara

teratur

dan

berkesinambungan untuk menilai efisiensi efektivitas, dan akuntabilitas satuan

pendidikan.
Pemantauan menurut Rumondor ada dua kegiatan: (1)suatu kegiatan
dalam rangka mengikuti pelaksanaan suatu tugas atau pekerjaan tertentu
sehingga dapat diketahui penyimpangan yang terjadi dari rencana atau
program yang sudah ditentukan sebelumnya. (2)Sistem pengawasan yang

4

diciptakan, dan dikembangkan dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan
dan pemeriksaan, analisis, dan penilaian hasil temuan.
Monitoring atau pemantauan dan pengawasan adalah kegiatan untuk
mengumpulkan data tentang penyelenggaraan suatu kerjasama antara guru,
kepala sekolah, konselor, supervisor, dan petugas sekolah lainnya dalam
institusi satuan pendidikan. Data dari informasi itu dipakai untuk
mengindetifikasikan proses pencapaian tujuan melalui proses manajemen
satuan pendidikan, proses pembelajaran berjalan baik, adanya penyimpangan
kegiatan, serta kelemahan yang didapati dalam penyelenggaraan pembelajaran
di sekolah tersebut.
Dalam


implementasi

Manajemen

Berbasis

Sekolah,

manajemen

komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai tahap
penyusunan

anggaran,

penggunaan,

sampai

pengawasan,


dan

pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana
sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan tidak ada
keborosan (Mulyasa, 2004: 60).
Sedang mutu sarana pengawasan pendidikan memerlukan: (1)Petunjukpetunjuk penyelenggaraan kerja yang dapat dijadikan tolok ukur yang pasti;
(2)Sistem informasi sesuai kenyataan, tepat waktu, mutakhir berisi petunjuk
keberhasilan kerja dan pelaporan yang mantap; (3)Pendataan menggunakan
komputer sehingga hemat waktu dan tenaga; (4)Sikap aktif pimpinan dalam
pemantauan, penerimaan laporan untuk memperoleh masukan baik formal
maupun informal;(5)Ketrampilan perencanaan, pelaksanaan guna memotivasi

5

nilai-nilai budaya tertentu, dikembangkan keterbukaan terhadap pemantauan;
(6)Pemberian penghargaan kepada pelaporan yang baik dan sebaliknya kepada
petugas yang lalai diberi sanksi sistem hukuman (Rumondor, 1988: 243-246).
Budaya berisi kebiasaan atau tradisi bermanfaat sebagai perekat,
mengarahkan perilaku anggota kelompok, dan mempersatukan suatu

organisasi, menjamin anggota suatu organisasi berperilaku sesuai dengan
norma, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan yang lain,
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat
(Notowidagdo, 1997: 29). Demikian pula pendapat Lington bahwa
kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang unsur-unsur
pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat.
Djojodigoeno menyatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya
dan budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Hal senada bahwa kebudayaan
adalah tenunan makna manusia untuk menaksirkan pengalaman mereka dan
mengarahkan tindakan mereka (dalam Geertz, 1993: 74). Memahami naratif
budaya yang merupakan penilaian cerdas mengenai bagaimana menjalankan
kehidupan, memberikan opsi, memberikan penunjukkan terhadap identifikasi
pengalaman bernilai (Dworkin, 1985: 228; dalam Kymlicka, 2003: 124).
Wujud kebudayaan dan unsur-unsurnya menurut Koentjakraningrat
ditulis kembali Notowidagdo (1997: 25-28); sebagai kompleks ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan yang saling berkaitan menjadi satu
sistem budaya/kultural sistem atau dalam bahasa Jawa disebut adat-istiadat,
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

6


Serta sistem budaya bermanfaat menata, dan mematangkan tindakan-tindakan
serta tingkah laku manusia. Budaya

perlu dioptimalkan sebagai wujud

implementasi nilai-nilai dan tradisi yang mendasari karyawan berperilaku
dengan harapan dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Lebih dimantapkan Ndraha, 2005 bahwa pembentukan budaya
organisasi memerlukan strategi, cara, dan intrumen: komunikasi, sosialisasi,
internalisasi, implementasi, gerakan dan kontrol. Hal ini diperkuat dengan visi,
misi dan tujuan organisasi yang berisikan gagasan masa kini dan masa depan.
Visi dan misi itu mengandung anggapan dasar, dan keyakinan dasar.
Membudayakan visi dan misi harus dengan berpikir, bekerja keras, hidup
dalam keterbukaan dan kebersamaan warga organisasi. Sehingga anggota
organisasi akan terpengaruh oleh pencetus visi, misi dan berusaha berubah
dengan cara tertentu.
Berpedoman buku Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah,
2005: 28, bahwa monitoring merupakan evaluasi internal sebagai pemantauan,
supervisi, pembinaan, dan penyelesaian masalah terhadap pelaksanaan

program PKPS-BBM. Oleh karena itu secara umum tujuan dilaksanakan
kegiatan pemantauan adalah untuk meyakinkan bahwa dana BOS diterima
oleh yang berhak dalam jumlah, waktu, cara, dan penggunaan yang tepat.
Selanjutnya monitoring sebagai suatu upaya pengumpulan informasi
tentang kenyataan pelaksanaan program berkaitan dengan kegiatan yang
dilakukan pengelola, mulai dari perencanaan, implementasi, dan hasil
program. Maka pelaksanaan monitoring dapat dilakukan harian, mingguan,

7

bulanan, dan insidental sesuai dengan kebutuhan. Hasil monitoring
dipergunakan untuk bahan penyusunan laporan pelaksanaan program,
masukan dalam mengevaluasi program. Monitoring dan evaluasi berfungsi
untuk membantu memperbaiki kinerja dan pencapaian hasil suatu program.
Hasilnya dapat menilai seberapa baik program yang telah dilaksanakan, apa
saja yang telah terjadi dan mengapa hal itu terjadi, apa yang telah dikerjakan,
dan apa yang tidak/belum dikerjakan (Petunjuk Teknis Monitoring dan
Evaluasi Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang
Pendidikan, 2005).
Supervisi dalam pengertian manajemen pendidikan; bukan sekedar
melihat ketepatan pelaksanaan peraturan yang berlaku, tetapi lebih ditekankan
kepada self supervision; yaitu kesadaran dari para pelaku untuk bertanggung
jawab terhadap visi, misi, organisasi. Fungsi supervisi melengkapi dan
mendorong kesuksesan, menggunakan bimbingan dari para supervisor agar
tindakan lebih efisien, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
Lebih lanjut di sampaikan Tilaar bahwa kegiatan pemantauan merupakan
suatu usaha ke arah mengikuti pelaksanaan suatu tugas atau pekerjaan yang
penekanannya diletakkan pada pencapaian sasaran atau tujuan program yang
telah ditentukan. Pemeriksaan dapat berlangsung sesudah dipelajari laporan
tertulis dan kunjungan ke tempat tugas atau sebagai pengujian langsung
terhadap hasil pemantauan juga berlaku bagi pemeriksaan. Selanjutnya dalam
rangkaian kegiatan pemantauan akan diperoleh penilaian, evaluasi dari hasil
yang telah dicapai dan telah ditetapkan sebelumnya (Tilaar, 2002: 117).

8

Soekartawi, 1965 menyatakan bahwa monitoring adalah suatu upaya
meliput perkembangan atau proses suatu kegiatan serta hasil yang dicapai.
Monitoring, evaluasi dan pemantauan sebagai rangkaian kegiatan yang saling
berhubungan satu sama lain. Monitoring terhadap pemanfaatan sumber dana
pendidikan secara efisien, baik efisiensi teknik, harga maupun efisien ekonomi
perlu dilakukan (Soekartawi, 1995: 12-80).
Hal senada dikatakan oleh Ananda bahwa evaluasi melayani dua tujuan
spesifik yaitu: menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam rencana seperti
sasaran yang tidak realistis, bagian anggaran yang tidak memadai, langkahlangkah yang tidak dikehendaki, dan segera menyusun hal-hal untuk
memperbaiki rencana. Setiap tahun perencanaan bergulir membentuk revisi
yang dikehendaki berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan. Dengan revisi
rencana sekarang ini dan permulaan perencanaan kembali harus kontinyu
tanpa putus-putus (Ananda, 1996:7).
Sedang Subijanto menegaskan bahwa keterbukaan manajemen sekolah
baik

dalam

program,

penggunaan

keuangan

dan

pelaporan

pertanggungjawaban keuangan sebagai salah satu indikator adanya sosialisasi
program secara lengkap dengan rincian alokasi dana dan sumber dana
penunjang yang disampaikan melalui pertemuan rutin/dinas. Dukungan warga
di luar sekolah dalam upaya peningkatan kemampuan siswa, program kegiatan
keterlibatan warga, kemandirian pendanaan melalui peran orang tua, dan
masyarakat ditingkatkan, dipertahankan pertanggungjawaban kepada warga
sekolah, pemberi dana, dan pengguna/pelanggan (Subijanto, 2000: 85-93).

9

Nurahma’ mengatakan bahwa supervisor perlu melakukan tiga aspek
utama tindakan: menunjukkan sikap kepemimpinan dan monitoring yang kuat
melalui feeback yang jujur, terbuka dan interaktif, memperhatikan pesan-pesan
tidak langsung baik ketidakpuasan, hendaknya ditanyakan penyebabnya,
meningkatkan konseling dan monitoring melalui pemberian pujian, mengenali
peluang kerjasama di masa mendatang serta menjadi panutan

sebagai

profesional di bidangnya (Nurahma’ 2000: 103-105).
Demikian pula Noor menyatakan bahwa Sistem Pengendalian Internal
Benchmarking sebagai standart atau patok duga yang digunakan untuk ukuran
terhadap suatu tindakan atau aktivitas. Membandingkan dan memperbaiki
secara terus menerus baik terhadap produk, jasa, praktik, sistem perusahaan
kompetitor

yang terbaik berasal dari dalam maupun dari luar untuk

memperoleh informasi yang akan membantu organisasi dalam mengambil
tindakan untuk memperbaiki kinerja (Soedjono, 1994 dalam Noor, 2001).
Hal senada ditegaskan oleh Daryatmi berdasarkan

hasil estimasi

penelitiannya memberi bukti bahwa motivasi, pengawasan, dan budaya kerja
secara bersama-sama mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
produktifitas kerja karyawan. Dalam hal ini harus ditentukan ukuran-ukuran
keberhasilan dari suatu kegiatan budaya kerja yang mempunyai arti sangat
mendalam karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia
untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan (Triguno, 1995: 3; dalam Daryatmi, 2002).

10

Sedang Suyatmin berpendapat bahwa untuk menghasilkan peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat
perlu pengendalian tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran maka dalam
perencanaan perlu ditetapkan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat secara jelas
yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
diprogramkan.
Pengawasan menurut keputusan Presiden nomor 74 tahun 2001 pasal 2
menyebutkan bahwa pengawasan dapat diklasifikasikan sebagai; (1)
pengawasan intern dan ekstern, (2) pengawasan preventif dan respresif dan
(3) pengawasan langsung dan tidak langsung (Suyatmin, 2003: 159-161).
Badjuri menyatakan pula bahwa seiring dengan munculnya tuntutan
dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas,
profesionalisme, dan akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya,
diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik tersebut. Audit tidak hanya
terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan saja tetapi perlu diperluas dengan
melakukan audit terhadap kinerja organisasi; tanpa kualitas publik yang baik
maka akan timbul permasalahan seperti munculnya kecurangan, korupsi,
kolusi, dan berbagai ketidakberesan di pemerintahan (Badjuri, 2004: 93).
Sedang Niken menyampaikan bahwa kebijakan seorang pemimpin
dalam mengambil keputusan harus dilandasi dengan kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi dalam pengambilan keputusan; terdiri dari: kemampuan
menyelaraskan emosi kelompok, ketegasan dalam pengambilan keputusan dari
berbagai alternatif yang ada, bersikap tenang dan berpikiran jernih, transparan

11

dalam tindakan, bertindak dengan cepat dan fleksibel, berempati terhadap
orang lain, berorientasi pada kepuasan pelanggan, memberikan penghargaan
pada anggota, dan menumbuhkan suasana kekeluargaan (Niken, 2005: 37).
Kasali

berpendapat

bahwa

budaya

korporati:(1)Pemisahan

kepemilikan dan tanggungjawab (2)Mengedepankan: kepentingan pelanggan,
kemajuan modal manusia, kinerja sesuai standar dan (3)Pertanggungjawaban
yang transparant accountability; melakukan inovasi melalui kompetitif,
(4)Membentuk strategi untuk mencapai ”goal” yang terkandung dalam visi,
misi, dan membentuk nilai-nilai yang ”fit’ dengan lingkungan. Transformasi
nilai memerlukan pendekatan kultural secara simbolik, dengan kekuatan
komunikasi, keterlibatan dan leadership (Kasali, 2005: 9-10 ).
Laurensius menyimpulkan tentang pimpinan organisasi perlu sistem
pengukuran kinerja melalui pelatihan terhadap personil. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif akan mampu menciptakan kultur kinerja yang mampu
mengukur apa yang dilakukan dan mengembangkan pemahaman tentang apa
yang dimaksud dengan kinerja yang baik dan buruk (Audit Commision, 2000
dalam Laurensius, 2005).
Peneliti

sependapat

bahwa

pengelolaan

pembiayaan

sekolah

memerlukan pemantauan terhadap sumber daya yang secara langsung
menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Pembiayaan
sekolah perlu dikelola secara efektif, efisiensi dan akuntabilitas. Maka
pengelolaan pembiayaan sekolah mulai saat penyusunan perencanan kegiatan,
penyusunan anggaran, pelaksanaan kegiatan, evaluasi, dan pelaporan

12

memerlukan pemantauan secara teratur dan berkala serta melibatkan sebaik
mungkin stake holder. Sebab melalui budaya pemantauan pembiayaan sekolah
maka visi, misi dan tujuan sekolah dapat diwujudkan secara maksimal.

B. Fokus Penelitian
Fokus utama: Bagaimanakah budaya pemantauan pembiayaan
pendidikan SD Sumberrejo ? Fokus tersebut dijabarkan menjadi tiga.
1.

Bagaimanakah karateristik pembiayaan di SD Sumberrejo ?

2.

Bagaimanakah karateristik pengelolaan pembiayaan di SD Sumberrejo ?

3.

Bagaimanakah budaya pemantauan pembiayaan di SD Sumberrejo?

C. Tujuan Penelitian
Ada tiga tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini.
1. Untuk mendapatkan gambaran karateristik pembiayaan SD Sumberrejo.
2. Untuk mendapatkan gambaran karateristik pengelolaan pembiayaan SD
Sumberrejo.
3. Untuk

mendapatkah

gambaran

karakteristik

budaya

pemantauan

pembiayaan SD Sumberrejo.

D. Manfaat Penelitian
1.

Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan gambaran
tentang karakteristik pemantauan pembiayaan di SD Sumberrejo.

13

2.

Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan gambaran
karakteristik pengelolaan pembiayaan pendidikan yang di SD Sumberrejo.

3.

Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan gambaran
budaya pemantauan pembiayaan pendidikan yang di SD Sumberrejo.

E. Definisi Istilah
1.

Budaya
Budaya sebagai nilai-nilai keyakinan yang diakui kebenarannya oleh tim
kerja. Karena nilai-nilai keyakinan
kebiasaan atau tradisi yang dapat

memberikan tuntunan perilaku,
mewujudkan visi, misi dan tujuan

organisasi.
2. Pemantauan
Pemantauan merupakan wujud pertanggungjawaban kepala sekolah dalam
mengkomunikasikan peraturan atau ketentuan yang berlaku agar dipatuhi
oleh tim kerja untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan dan
mengoptimalkan pengelolaan satuan pendidikan.
3. Pembiayaan Sekolah
Pembiayaan sekolah merupakan sejumlah biaya kebutuhan sekolah yang
diperlukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan sekolah guna memujudkan
visi, misi dan tujuan sekolah secara optimal.

14

4. Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk mewujudkan suasana pembelajaran
yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan guna mengembangkan
potensi dan bakat peserta didik yang takwa, sehat, cerdas, dan santun.

F.

Sistematika
Sistematika penulisan tesis terdiri dari enam bagian.
Bab I Pendahuluan
Bab II Kajian Pustaka
Bab III Metode Penelitian
Bab IV Penyajian Data
Bab V Pembahasan
Bab VI Penutup (Sumber Data UMS, 2006: 9).