Deteksi Keberadaan Penyebab Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) secara Molekuler pada Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk) berdasarkan Variasi Gejala Klorosis.

(1)

i

DETEKSI KEBERADAAN PENYEBAB PENYAKIT

Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) SECARA

MOLEKULER PADA TANAMAN JERUK SIAM

(Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk)

BERDASARKAN VARIASI GEJALA KLOROSIS

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh Ika Nurhayati NIM. 1205105011

KONSENTRASI PERLINDUNGAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan

plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, 09 Juni 2016 Yang menyatakan,

Ika Nurhayati NIM. 1205105011


(3)

iii ABSTRAK

Ika Nurhayati. NIM 1205105011. Deteksi Keberadaan Penyebab Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) secara Molekuler pada Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk) berdasarkan Variasi Gejala Klorosis. Dibimbing oleh: Ir. Wayan Adiartayasa, M.Si. dan Ir. I Gusti Ngurah Bagus, M.P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri

Liberobacter asiaticum, penyebab penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration pada tanaman jeruk dengan tingkat gejala klorosis yang berbeda. Penelitian ini telah dilakukan di UPT Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas Udayana. Sampel daun yang digunakan dihitung kandungan klorofilnya menggunakan klorofil meter dan selanjutnya diidentifikasi secara molekuler dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer O11 dan O12 yang akan mengamplifikasi fragmen spesifik 16S rDNA. Hasil rata-rata kandungan klorofil setiap sampel adalah 26,80; 36,52; 36,62; 40,74; 44,56; 47,06; 58,44 dan 65,16 SPAD. Hasil amplifikasi DNA setiap sampel, tidak ditemukan pita DNA 1160 bp pada sampel dengan rata-rata kandungan klorofil 58,44 dan 65,16 SPAD dan pada sampel dengan kandungan klorofil 26,80; 36,52; 36,62; 40,74; 44,56 dan 47,06 SPAD ditemukan pita DNA 1160 bp. Oleh karena pita DNA 1160 bp adalah milik bakteri L. asiaticum, maka sampel bereaksi positif terhadap bakteri L. asiticum dan dapat dipastikan sampel tersebut terinfeksi CVPD, sehingga jumlah kandungan klorofil daun tanaman jeruk 47,06 SPAD dapat digunakan sebagai dasar untuk mendiagnosa penyakit CVPD pada tanaman jeruk.


(4)

iv ABSTRACT

Ika Nurhayati. NIM 1205105011. Detection of the Presence of Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Disease Causing in Molecular on Citrus (Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk) which Based on Variation of Chlorosis Symptoms. Supervised by: Ir. Wayan Adiartayasa, M.Si. and Ir. I Gusti Ngurah Bagus, M.P.

This research was aimed to identify the presence of Liberobacter asiaticum

which caused of Citrus Vein Phloem Degeneration disease on citrus leave with different chlorosis symptoms. This research was conducted at Laboratory of Genetics Resources and Biology Molecular, Udayana University. The leaves sample were measured the chlorophyll content using a chlorophyll meter and then were identified in molecular using Polymerase Chain Reaction (PCR) technique, using primer O11 and O12 which will amplified the specific fragmen of 16S rDNA. The result for chlorophyll content indicated that the leaf samples were containing 26.80, 36.52, 36.62, 40.74, 44.56, 47,06, 58.44 and 65.16 SPAD. DNA amplification showed that the leaves which contained chlorophyll at 58.44 and 65.16 SPAD didn’t show DNA bands with size 1160 bp, and leaves which contained chlorophyll at 26.80, 36.52, 36.62, 40.74, 44.56 and 47.06 SPAD showed DNA bands 1160 bp. Therefor the DNA bands 1160 bp is expression by L. asiaticum, then the citrus leaf samples were detected positive for the L. asiaticum

and the samples were positive infected by CVPD disease, so that the chlorophyll content of citrus leaves at 47.04 SPAD can be used as basis to diagnosis CVPD disease on citrus plants.


(5)

v RINGKASAN

Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) merupakan salah satu penyakit yang menyerang tanaman jeruk dan dapat menurunkan produksi tanaman jeruk. Penyakit CVPD yang juga disebut citrus greening atau huanglongbin

disebabkan oleh bakteri Liberobacter yang tergolong dalam subdivisi Protobacteria. Bakteri Liberobacter hidup dalam floem tanaman jeruk dan menimbulkan gejala yang khas yaitu bergejala klorosis pada daun. Bakteri tersebut belum bisa dibiakkan pada media buatan. Pengamatan di lapangan, tanaman jeruk yang diduga terserang penyakit CVPD memiliki gejala klorosis yang bervariasi. Oleh karena itu perlu dilakukan deteksi keberadaan patogen penyebab penyakit CVPD (bakteri Liberobacter asiaticum) secara molekuler dengan teknik PCR, berdasarkan perbedaaan gejala klorosis dengan klorofil meter (SPAD). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan bakteri L. asiaticum pada daun tanaman jeruk pada tingkatan gejala klorosis yang berbeda.

Penelitian dilaksanakan dengan mengamati gejala klorosis penyakit CVPD secara visual, pada lahan milik petani di Desa Batukaang Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Desa Jungutan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem dan Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Sampel daun yang diambil adalah daun dari tanaman jeruk dengan berbagai umur, yang menunjukkan gejala klorosis dan yang tidak bergejala klorosis sebanyak lima helai. Sampel daun diukur kadar klorofilnya dengan menggunakan klorofil meter. Pengukuran kandungan klorofil dilakukan terhadap lima daun dan setiap daun diukur lima kali sebagai sampel. Sampel yang telah diukur kadar klorofilnya kemudian dideteksi keberadaan bakteri L. asiaticum secara molekuler dengan teknik PCR, yang meliputi tiga tahapan yaitu: isolasi total DNA; amplifikasi DNA; dan visualisai hasil PCR.

Berdasarkan hasil pengamatan secara visual terhadap gejala klorosis penyakit CVPD terdapat variasi gejala klorosis pada daun jeruk. Hasil pengukuran kandungan klorofil pada kedelapan sampel daun memiliki rata-rata kandungan klorofil masing-masing 26,80; 36,52; 36,62; 40,74; 44,56; 47,06; 58,44 dan 65,16 SPAD.

Hasil isolasi total DNA beberapa daun tanaman jeruk pada elektroforesis gel agarose 1%, didapatkan adanya pita total DNA pada kolom b (44,56 SPAD), c


(6)

vi

(40,74 SPAD), e (36,52 SPAD), f (47,06 SPAD) dan g (26,80 SPAD), dan pada kolom tersebut masih ditemukan RNA yang tampak semir. Sedangkan pita total DNA tampak kurang jelas pada kolom a (58,44 SPAD), d (65,15 SPAD) dan h (36,62 SPAD)

Hasil visualisi DNA amplifikasi pada gel agarose 1% menunjukkan pada sampel dengan rata-rata kandungan klorofil 58,44 dan 65,16 SPAD tidak ditemukan pita DNA 1160 bp, sedangkan pada sampel dengan kandungan klorofil 26,80; 36,52; 36,62; 40,74; 44,56 dan 47,06 SPAD ditemukan pita DNA 1160 bp. Oleh karena bakteri L. asiaticum memiliki pita DNA 1160 bp, maka sampel berekasi positif terhadap bakteri L. asiticum, sehingga jumlah kandungan klorofil daun tanaman jeruk 47,06 SPAD dapat digunakan sebagai dasar untuk mendiagnosa penyakit CVPD pada tanaman jeruk.


(7)

vii

DETEKSI KEBERADAAN PENYEBAB PENYAKIT

Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) SECARA

MOLEKULER PADA TANAMAN JERUK SIAM

(Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk)

BERDASARKAN VARIASI GEJALA KLOROSIS

IKA NURHAYATI NIM. 1205105011

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wayan Adiartayasa, M.Si. Ir. I Gusti Ngurah Bagus, M.P. NIP 19560703 198601 1 001 NIP. 19571111 198603 1 001

Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S. NIP. 19630515 1988 1 001 Tanggal Lulus: 09 Juni 2016


(8)

viii

DETEKSI KEBERADAAN PENYEBAB PENYAKIT

Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) SECARA

MOLEKULER PADA TANAMAN JERUK SIAM

(Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk)

BERDASARKAN VARIASI GEJALA KLOROSIS

dipersiapkan dan diajukan oleh Ika Nurhayati

NIM. 1205105011

telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji pada tanggal 09 Juni 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No : 106/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal : 07 Juni 2016 Tim Penguji Skripsi adalah:

Ketua : Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, M.Sc. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S.

2. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P. 3. Ir. I Gusti Ngurah Bagus, M.P. 4. Ir. Wayan Adiartayasa, M.Si.


(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Ika Nurhayati lahir di Desa Ganting Wetan, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, pada tanggal 08 Maret 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ahmad Fauzi dan Kristin Indawati. Penulis mengawali pendidikan di TK Dharma Wanita Desa Ganting Wetan pada tahun 1998-2000, kemudian melanjutkan kesekolah dasar SD Negeri Ganting Wetan Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo pada tahun 2000-2006, pendidikan menengah pertama SMP Negeri 3 Maron – Probolinggo pada tahun 2006-2009, pendidikan menengah atas SMA Negeri 1 Kraksaan – Probolinggo pada tahun 2009-2012. Sejak Agustus 2012, melalui jalur SNMPTN Undangan, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Agroekoteknologi, Konsentrasi Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, dan penulis merupakan penerima Beasiswa Bidikmisi.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, diantaranya Fungsionaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Udayana periode 2013/ 2014, Fungsionaris Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Udayana periode 2013/ 2014, dan Fungsionaris Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) Fakultas Pertanian Universitas Udayana periode 2013/ 2014 dan periode 2014/ 2015. Penulis juga aktif di kepanitiaan pada kegiatan kemahasiswaan di tingkat jurusan Agroekoteknologi maupun di tingkat Fakultas Pertanian Universitas Udayana.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang berjudul “Deteksi Keberadaan Penyebab Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Secara Molekuler Pada Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis Lour var. microcarpa Hassk) Berdasarkan Variasi Gejala Klorosis”. Skripsi ini penulis ajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terhormat:

1. Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Bidikmisi kepada penulis.

2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan berbagai fasilitas kepada penulis seama menjadi mahasiswa.

3. Ketua Program Studi Agroekoteknolgi Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas, perhatian, bimbingan dan semangat selama penulis menjadi mahasiswa.

4. Ketua, sekretaris dan staf UPT Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama melakukan penelitian.

5. Ir. Wayan Adiartayasa, M.Si., selaku dosen Pembimbing I yang telah mendampingi dan membimbing dengan sabar, memberi semangat serta masukan dan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Ir. I Gusti Ngurah Bagus, M.P., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan-masukan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, M.Sc., Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S. dan Dr. I Ketut Suada, M.P., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.


(11)

xi

8. Ir. I Nyoman Sutedja, M.S., selaku pembimbing akademik yang banyak memberikan dukungan, saran dan pendapat selama penulis menjadi mahasiswa.

9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ahmad Fauzi dan Ibu Kristin Indawati, kedua adik saya, M. Faizul Muttaqin dan M. Naufal Tri Pamungkas serta keluarga besar, yang telah memberi kasih sayang, dukungan serta doa yang tak henti-hentinya, sehingga studi penulis dapat terselesaikan dengan baik.

10. Rekan penelitian, TIM CVPD (Vani Silvana, S.P., Octa Fransisca Sitorus, S.P. dan I Kadek Purnawirawan Putra, S.P.), Sahabat Bodat (Ananda, Adinda, Irnawati, Domi, Maya dan Dharma), Ibu Diah Yuniti, Beni, Najib dan Rijal atas kerjasama dan dukungannya sehingga penulis dapat sampai pada tahap ini.

11. Rekan-rekan Agroekoteknologi 2012, khusunya Konsentrasi Perlindungan Tanaman, teman-teman KKN-PPM Unud XI Desa Bunutin, serta teman-teman kost yang memberikan motivasi kepada penulis selama tahap penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.

12. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang mengarah pada penyempurnaan skripsi penelitian ini. Selanjutnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi akademisi maupun khalayak umum.

Denpasar, 09 Juni 2016


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RINGKASAN... v

HALAMAN PERSETUJUAN ... vii

TIM PENGUJI ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Jeruk ... 5

2.1.1 Jeruk Siam ... 6

2.2 Klorofil Tanaman ... 6

2.3 Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) ... 8

2.3.1 Gejala Penyakit CVPD ... 9

2.3.2 Penyebab Penyakit CVPD ... 10

2.4 Penyebaran Bakteri Penyakit CVPD ... 12

2.5 Serangga Vektor Penyakit CVPD ... 12

2.6 Teknik PCR ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Pelaksanaan penelitian ... 18

3.4 Deteksi Keberadaan Bakteri Penyebab Penyakit CVPD secara Molekuler ... 19


(13)

xiii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1Gejala Penyakit CVPD ... 22

4.2Isolasi Total DNA pada Daun Tanaman Jeruk ... 25

4.3Amplifikasi Total DNA dengan Teknik PCR ... 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

4.1 Rata- rata Kandungan Klorofil Daun Tanaman Jeruk yang Bergejala Klorosis dan yang Tidak Bergejala Klorosis ... 24


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Gejala Khas Penyakit CVPD (Klorosis) ... 9

2.2 Buah jeruk yang terinfeksi CVPD mengalami red nose ... 10

2.3 Bakteri Liberobacter ... 11

2.4 Nimfa dan imago Diaphorina citri Kuwayama ... 14

4.1 Variasi Gejala Klorosis pada Daun Jeruk Siam ... 23

4.2 Hasil Eletroforesis Total DNA Daun Tanaman Jeruk pada Gel Agarose 1% ... 26

4.3 Hasil Elektroforesis DNA Teramplifikasi pada Gel Agarose 1% ... 27


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Kandungan Klorofil Kandungan Klorofil Daun Tanaman Jeruk yang Bergejala Klorosis dan yang Tidak Bergejala Klorosis ... 34


(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) merupakan salah satu penyakit yang menyerang tanaman jeruk dan dapat menurunkan produksi tanaman jeruk. CVPD menyerang hampir semua kultivar jeruk, menyebabkan produksi berkurang atau gagal dan memperpendek masa hidup tanaman jeruk (Hung et al.,

2000; Su dan Hung, 2001), serta dapat mematikan tanaman jeruk dalam waktu 1 – 2 tahun (da Graca, 1991). Wirawan, dkk (2000) melaporkan bahwa akibat CVPD, tanaman jeruk keprok yang dulu dapat mencapai umur puluhan tahun, sekarang hanya dapat memberi hasil panen 2 -3 kali panen. CVPD merupakan penyakit penting yang menyebabkan kehilangan hasil tanaman jeruk di hampir semua Negara terutama Asia dan Afrika (Jagoeuix et al., 1997). Penyakit CVPD di

Indonesia paling parah pernah terjadi di Kalimantan Barat (Sambas) dan Bali (Tejakula) pada tahun 1985, yang mengakibatkan terjadinya kematian ranting-ranting muda (Nurhadi et al.,1989). Serangan penyakit CVPD di Bali, khususnya

di Kabupaten Bangli, dari total 6.000 hektare luas tanaman jeruk milik petani, sekitar 5.270 hektare atau sebanyak 3.689.160 pohon jeruk terserang penyakit CVPD (Bali Post, 2015)

Penularan CVPD dapat dilakukan serangga vektor Diaporina citri

(Kuwayana) (Bove, 1995). Wijaya, dkk (2010) melaporkan bahwa pertambahan luas serangan CVPD berkisar antara 20 – 29% selama penelitian. Pada awal pengamatan di Desa Taro tanaman terserang CVPD sebanyak 51% meningkat menjadi 80% pada selama 6 bulan pengamatan, sedangkan di Desa Katung berawal dari 39% menjadi 59%. Fenomena ini diperkuat dari hasil


(18)

2

deteksi molekuler yang menunjukkan D. citri mengandung patogen CVPD,

sehingga berpotensi sebagai vektor penyakit CVPD. Penularan juga dapat melalui penempelan mata tunas (grafting) (Su, 2001). Wirawan, dkk (2000) melaporkan

bahwa 83% penularan penyakit CVPD di Bali disebabkan oleh penyebaran bibit yang telah terinfeksi penyakit CVPD, yang dihasilkan melalui teknik penempelan mata tunas. Walau secara terbatas alat-alat pertanian seperti alat inokulasi dan pemangkas diduga dapat menularkan penyakit (Semangun, 1994). Penyakit CVPD yang juga disebut citrus greening atau huanglongbin disebabkan oleh

bakteri Liberobacter yang tergolong dalam subdivisi Protobacteria (Sandrine et al.,1996). Bakteri Liberobacter hidup dalam floem tanaman jeruk dan

menimbulkan gejala yang khas (klorosis pada daun), bakteri tersebut belum bisa dibiakkan pada media buatan (Wirawan, 2001).

Dalam upaya pengendalian penyakit CVPD, pengembangan metode deteksi yang tepat merupakan tahap pertama yang penting karena dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan tindakan pengendalian. Untuk mendeteksi patogen CVPD secara efektif dan tepat, telah dikembangkan suatu teknik yang lebih peka dan cepat yaitu teknik polymerase chain reaction (PCR) dengan menggunakan

sepasang primer spesifik patogen penyebab CVPD (Nakashima et al., 1996;

Jagoueix et al., 1996; Hung et al., 1999).

Wijaya (2003) melaporkan bahwa tanaman jeruk yang terserang CVPD memperlihatkan gejala daun menguning atau klorosis, warna tulang daun tetap hijau, ukuran daun menjadi kecil dan daun menjadi kaku. Sarwono (1995) menyatakan bahwa klorosis terjadi karena pembentukan klorofil pada daun berkurang. Putra, dkk (2013) melaporkan bahwa terdapat terdapat 3 tipe gejala


(19)

3

klorosis, yaitu klorosis ringan, klorosis sedang dan klorosis berat. Daun yang menunjukkan gejala klorosis ringan memiliki warna tulang daun hijau dengan lamina daun yang masih tetap hijau, daun menjadi tebal dan kaku. Daun yang menunjukkan gejala klorosis sedang warna lamina menguning pada sebagian permukaan daun, tulang daun warnanya tetap hijau, daun menjadi lebih tebal dan kaku. Sedangkan daun yang memiliki gejala klorosis berat memiliki warna lamina yang menjadi kuning pada semua permukaan daun, dan warna tulang daun tetap hijau, serta daun menjadi kaku.

Pengamatan di lapangan, tanaman jeruk yang diduga terserang penyakit CVPD memiliki gejala korosis yang bervariasi, dari gejala klorosis ringan hingga berat. Oleh karena itu perlu dilakukan deteksi keberadaan patogen penyebab penyakit CVPD (bakteri Liberobacter asiaticum) secara molekuler dengan teknik

PCR, berdasarkan perbedaaan gejala klorosis dengan klorofil meter SPAD.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah bakteri L. asiaticum terdeteksi pada daun-daun dengan tingkatan gejala klorosis yang

berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keberadaan bakteri L.


(20)

4

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendeteksi keberadaan bakteri L. asiaticum

pada daun tanaman jeruk yang menunjukkan perbedaan gejala klorosis sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mendiagnosa penyakit CVPD.

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah bakteri L. asiaticum terdeteksi pada


(21)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jeruk

Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Jeruk pertama kali tumbuh di negeri Cina. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan (Seolarso, 1996). Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Italia (Ditlin, 2008). Family ini memiliki lebih dari 1500 jenis yang tersebar di seluruh dunia,dan sebagian besar tersebar di daerah tropis, banyak dianyaranya kemudian dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Tjitroeseopomo, 2002).

Jeruk merupakan tanaman berupa semak atau pohon yang memiliki daun tunggal, dan bentuk buah yang beraneka ragam. Tinggi tanaman jeruk berkisar antara 2-8 meter, dengan tajuk yang tidak beraturan, banyak bercabang, rindang, berdahan pendek. Permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan bagian bawahnya hijau muda. Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang 0,5-1,5 cm. Helaian daun tanaman jeruk berbentuk bulat telur memanjang, elliptis, atau berbentuk lanset, dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit. Tepi bergerigi beringgit sangat lemah, panjang 3,5-8 cm. Bunga tanaman jeruk berdiameter 1,5-2,5 cm. daun mahkota berwarna putih. Buah berbentuk bola. Kebanyakan daging buah tanaman jeruk berwarna orange, yang diluputi jaringan seperti reticulatum.

Klasifikasi tanaman jeruk dalam sistematika tumbuhan menurut Steenis (1975) adalah sebagai berikut:


(22)

6

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Familia : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus sinensis (jeruk Manis), Citrus medica (jeruk

Sukade), Citrus maxima (jeruk Besar), Citrus aurantifolia

(jeruk Nipis), Citrus nobilis var. microcarpa (jeruk Siam),

Citrus nobilis var. chrysocarpa (jeruk Keprok), Citrus

hystrix (jeruk Purut), Citrus limon (jeruk Lemon).

2.1.1 Jeruk Siam

Jeruk siam tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi 2-8 meter. Umumnya tanaman ini tidak berduri. Batangnya bulat atau setengah bulat dan memiliki percabangan yang banyak dengan tajuk yang sangat rindang. Ciri khas lainnya tanaman ini adalah dahannya kecil dan letaknya berpencar tidak beraturan. Daunnya berbentuk bulat telur memanjang, elips, atau lanset dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing seperti tombak. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilat sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1.5-4 cm. Tangkai daunnya bersayap sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak bersayap (Sarwono, 1995)

2.2 Klorofil Tanaman

Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros artinya hijau


(23)

7

tersebut diekstrak dari tanaman dengan menggunakan pelarut organik. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil mempunyai rantai fitil (C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol (C20H39OH) jika terkena air dengan katalisator klorofilase. (Muthalib, 2009).

Klorofil atau yang biasa dikenal dengan zat hijau daun, sama seperti namanya merupakan kandungan yang menyebabkan warna hijau pada tanaman. Klorofil ini akan menyerap energi dari matahari untuk memfasilitasi berlangsungnya proses fotosintesis pada tumbuhan. Klorofil ini dalam tanaman sama seperti darah pada manusia. Zat ini sangat berperan dalam fungsi metabolisme seperti pertumbuhan dan respirasi (pernapasan) tumbuhan.

Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Faktor pembawaan: pembentukan klorofil sama hal-nya dengan pembentukan pigmen lain pada hewan dan manusia. Dibawakan oleh gen tertentu di dalam kromosom. Jika gen ini tidak ada, maka tanaman akan tampak putih (albino).

2. Sinar matahari: pada beberapa tanaman Angiospermae, klorofil dapat terbentuk tanpa adanya sinar matahari. Tanaman lain yang ditumbuhkan di tempat gelap tidak berhasil membentuk klorofil. Terjadi klorosis dan berwarna kekuningan.

3. Oksigen: kecambah yang ditumbuhkan di dalam gelap, kemudian di tempatkan di tempat bercahaya tidak akan mampu membentuk klorofil, jika tak diberikan oksigen kepadanya.


(24)

8

4. Karbohidrat: terutama dalam bentuk gula ternyata membantu dalam pembentukan klorofil dalam daun yang mengalami etiolasi (tumbuh dalam tempat gelap).

5. Nitrogen, Magnesium, Besi: kekurangan salah satu zat ini mengakibatkan klorosis. Zat tersebut menjadi bahan pembentuk klorofil.

6. Mn, Cu, Zn: meskipun hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun tanpa unsure tersebut juga dapat terjadi klorosis.

7. Air: kekurangan air menyebabkan desintegrasi dari klorofil seperti terjadi pada pohon dan rumput dimusim kering.

8. Temperatur: antara 30-480C, merupakan kondisi yang baik untuk

pembentukan klorofil pada kebanyakan tanaman, akan tetapi yang paling baik ialah antara 260-300C. (Dwidjoseputro, 1994)

Untuk mengukur kadar klorofil daun suatu tanaman dapat menggunakan klorofil meter SPAD. Klorofil meter SPAD adalah alat untuk mengukur klorofil daun secara relatif yang dinyatakan dalam satuan unit. Kandungan klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkorelasi positif dan sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif.

2.3 Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)

Penyakit CVPD dikenal dengan nama “Citrus Greening” atau “Yellow

Shoot” dan Huanglongbing karena penyakit ini berasal dari China (Dwiastuti,

2001; Su, 2001). CVPD menyerang hampir semua kultivar tanaman jeruk, menyebabkan produksi berkurang atau gagal, memperpendek masa hidup tanaman jeruk (Hung et al., 2000; Su dan Hung, 2001), dan dapat mematikan tanaman jeruk dalam waktu 1 – 2 tahun (da Graca, 1991).


(25)

9

2.3.1 Gejala Penyakit CVPD

Gejala khas penyakit CVPD adalah bercak-bercak kekuningan (blotching,

mottle) tidak teratur atau klorosis pada daun (Gambar 2.1). Menurut Semangun

(1991), tanaman jeruk yang terinfeksi penyakit CVPD menunjukkan daun yang mengalami klorosis, daun menjadi tebal dan kaku. Daun-daun tersebut memperlihatkan gejala vein banding yaitu tulang daun berwarna hijau tua dan lamina daun menguning. Pemeriksaan histologis dan anatomis menunjukkan bahwa pada tulang daun tanaman jeruk yang sakit terjadi kerusakan floem. Jaringan floem tanaman sakit lebih tebal daripada daun tanaman sehat. Penebalan ini disebabkan oleh pertambahan jumlah sel (hyperplasia) dan pembesaran sel

(hypertrophy) (Tirtawidjaja 1983, Ditlin 1994). Selain itu, ditemukan gula protein

pada kisaran band di atas 100 kDa., sedangkan pada tanaman jeruk sehat tidak ditemukan akumulasi protein (Wirawan, 2002).

Gambar 2.1

Gejala khas penyakit CVPD (klorosis) (Tsai, 2010)

Gejala penyakit pada tanaman muda ditandai dengan perkembangan kuncup yang lambat, daun me njadi lebih kecil dan tumbuh mencuat ke atas (Nurhadi &Whittle, 1989). Pada tanaman dewasa, gejalanya sering bervariasi. Pada gejala


(26)

10

sektoral, diawali dengan blotching pada cabang-cabang tertentu, diiringi pertumbuhan tunas air lebih banyak dari tanaman normal di luar musim pertunasan (Dwiastuti, 2001). Pada gejala berat, daun menjadi lebih kaku, kecil, menebal, tulang daun primer sekunder mengeras (vein corking), dan dapat menguning pada keseluruhan kanopi, letaknya tersebar dan mengalami dieback yang parah (Planck, 1999).

Pada tanaman yang sudah berproduksi, akibat infeksi patogen CVPD ini, buah menjadi lebih kecil, tidak simetri (lop sided), buah banyak yang mengalami gugur, dan buah terkadang mengalami red nose (warna oranye pada bagian dekat tangkai) (Gambar 2.2) (Garnier & J.M. Bove, 1993).

Gambar 2.2

Buah jeruk yang terinfeksi CVPD mengalami red nose (Gottwald, 2010)

2.3.2 Penyebab Penyakit CVPD

Penyakit CVPD yang juga disebut citrus greening atau huanglongbin pada awalnya diduga disebabkan oleh virus (Chen dan Mei, 1965). Selanjutnya dilaporkan penemuan adanya Micoplasma-like Organism (MLO) di dalam sel-sel jaringan floem pada daun jeruk yang bergejala CVPD (Sandrine, et al., 1994). Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa struktur dinding sel MLO tersebut lebih tebal daripada membran sel mikoplasma pada umumnya, sehingga diragukan sebagai Mikoplasma, dan selanjutnya disebut Bacterial-like Organism


(27)

11

(BLO) (Garnier et al., 1976). Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya

antibiotik Penicilin yang dapat menghambat timbulnya gejala CVPD pada jeruk (Bove et al., 1980; Aubert & Bove, 1980) sehingga diduga patogen penyebab CVPD adalah bakteri. Sandrine et al., (1996) yang berhasil mengembangkan satu primer spesifik dar 16S rDNA untuk mendeteksi patogen penyebab penyakit CVPD dan sejak itu disimpulkan bahwa penyebab penyakit CVPD adalah bakteri yang mereka beri nama Liberobacter (Sandrine, et al,. 1996). Bakteri

Liberobacter ini memiliki dua spesies yaitu L. asiaticum yang tersebar di kawasan

Asia termasuk Indonesia dan L. africanicum yang tersebar di kawasan Afrika. Bakteri CVPD belum bisa di kultur secara invitro seingga informasi morfologi, fisiologi, biokimia dan genetiknya sangat terbatas (Nakashima et al., 1996). Pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa bakteri ini bersifat pleomorfik, pada saat tumbuh memanjang yang fleksibel berukuran 100-250 × 500-100-2500 nm, pada saat dewasa berbentuk batang yang kaku berukuran 350-550 × 600-1500 nm. Adapula yang berbentuk badan-badan seperti bola dengan sitoplasma tipis, berdiameter 700-800 nm (Su dan Huang, 1990) da nada yang 300-1000 nm (Garnier dan Bove, 1973) (Gambar 2.3).

Gambar 2.3


(28)

12

2.4 Penyebaran Bakteri Penyakit CVPD

Bakteri peyebab penyakit CVPD terdapat pada floem tanaman dan endoselular (Jagoueix et al., 1996). Pergerakan bakteri di dalam tanaman jeruk

cukup lambat yaitu 30-50 cm ke arah bawah dalam waktu 12 bulan (da Graca, 1991), dan pada tahap awal infeksi cenderung tetap berada pada cabang yang diinfeksi vektor (Su, 2001).

Penyebaran penyakit CVPD dari suatu wilayah ke wilayah yang lain atau dari suatu daerah ke daerah yang lain dapat melalui bibit tanaman jeruk terinfeksi. Bibit tanaman jeruk yang tampak sehat dapat mengandung patogen CVPD, karena masa inkubasi patogen CVPD dalam tanaman inang berkisar tiga sampai lima bulan (Tirtawidjaja dan Suharsodjo, 1990).

Penularan juga dapat melalui penempelan mata tunas (grafting) (Su, 2001) tetapi kecepatannya bervariasi karena distribusi bakteri tidak beraturan pada tanaman (Hung et al., 2000), yang menyebabkan dapat diperoleh tanaman bebas penyakit dari tanaman terinfeksi (Planck, 1999). Wirawan, dkk (2000) melaporkan bahwa 83% penularan penyakit CVPD di Bali disebabkan oleh penyebaran bibit yang telah terinfeksi penyakit CVPD, yang dihasilkan melalui teknik penempelan mata tunas. Walau secara terbatas alat-alat pertanian seperti alat inokulasi dan pemangkas diduga dapat menularkan penyakit (Semangun, 1994).

2.5 Serangga Vektor Penyakit CVPD

Penularan penyakit CVPD diketahui dapat melalui serangga vektor sejenis kutu loncat yang bernama Diaphorina citri Kuwayama (Bove, 1995). Serangga


(29)

13

Arabia, Asia Tenggara, Brasilia, Kepulauan Rounion, Mauiritius, Pakistan dan Filipina (Chen 1998; Ditlin 1994). Di Indonesia serangga vektor D. citri telah tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura, Bali dan Sulawesi (Nurhadi & Djatmiadi, 2002). Menurut Kalsoven (1981) klasifikasi serangga D. citri adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Hexapoda

Ordo : Homoptera

Familia : Psylidae Genus : Diaphorina

Spesies : Diaphorina citri Kuwayama (Gambar 2.4)

Perkembangan serangga D. citri mengalami tiga stadium yaitu permkembangan yang dimulai dari telur, nimfa dan imago. Serangga D. citri

memiliki telur berbentuk lonjong dan berwarna kuning muda (Nurhadi et al.,

1986; Trisnawati, 1998). Nimfa dan serangga dewasa D. citri menghisap cairan daun sehingga menyebabkan daun jeruk menjadi layu kemudian mengering, pada kerusakan yang berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Selain menghisap cairan daun, nimfa mengeluarkan sekresi berwarna putih berlilin berbentuk benang spiral yang sering jatuh pada permukaan daun. Sekresi tersebut merupakan media tumbuhnya cendawan embung jelaga.


(30)

14

Penyebaran Penyakit CVPD dari satu tanaman ke tanaman lain dilakukan oleh serangga D. citri Kuw (Homoptera: Psyllidae) (Tirtawidjaja & Suharjo, 1990; Wirawan, 2000). Nurhadi (1993) melaporakan bahwa patogen dapat ditularkan oleh serangga vektor dari suatu tanaman ke tanaman lain setelah melalui:

1. Periode makan akuisisi, yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk makan pada tanaman sakit sampai mendapatkan patogen.

2. Periode makan inokulasi, yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk makan pada tanaman sehat sampai dapat menularkan patogen.

3. Periode retensi, yaitu selang waktu vektor masih dapat menularkan patogen.

Selanjutnya ditambahkan ketepatan vektor menusukkan stiletnya pada bagian tanaman sakit an proporsi vektor yang infektif mempengaruhi laju penularan penyakit CVPD.

Wijaya, dkk (2010) melaporkan bahwa pertambahan luas serangan CVPD berkisar antara 20 – 29% selama 6 bulan. Pada awal pengamatan di Desa Taro

a b

Gambar 2.4


(31)

15

tanaman terserang CVPD sebanyak 51% meningkat menjadi 80% selama enam bulan pengamatan, sedangkan di Desa Katung berawal dari 39% menjadi 59%. Fenomena ini diperkuat dari hasil deteksi molekuler yang menunjukkan D. citri mengandung patogen CVPD, sehingga berpotensi sebagai vektor penyakit CVPD.

2.6 Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

Teknik replikasi reaksi berantai atau Polymerase Chain Reaction ditemuka oleh Kary Mullis pada pertengahan tahun 1980. PCR dapat menunjukkan secara pasti tentang replikasi DNA. Polimerase DNA menggunakan DNA utas tunggal sebagai template untuk pembentukan komplemen utas baru. Satu utas DNA dapat diproduksi dari utas ganda DNA dengan pemanasan singkat pada suhu mendekati titik didih. Polimerase DNA juga memerlukan bagian terkecil dari utas ganda DNA (primer) untuk memulai sintesis DNA. Oleh karena itu, titik awal sintesis DNA dapat dispesifikasikan dengan mengaitkan primer oligonukleotida pada titik awal tersebut. Hal ini merupakan rangkain pertama yang penting pada teknik PCR dimana polymerase DNA dapat langsung disintesakan pada daerah DNA yang spesifik.

Materi awal PCR adalah DNA yang mengandung rangkaian yang telah diamplifikasi. Jumlah DNA yang diperlukan untuk PCR sangat sedikit. DNA untuk PCR sudah merupakan total DNA dari sel. PCR tidak memerlukan pemurnian DNA dan . Rangkaian DNA harus diisolasi terlebih dahulu sebelum diamplifikasi oleh PCR karena spesifikasi dari reaksi ditentukan oleh primer (Watson et al., 1992). Primer yang digunakan dalam PCR harus memenuhi syarat yaitu harus bersifat komplementer, pada satu spesifik site pada DNA template,


(32)

16

mempunyai kandungan G/C -70%, mengandung 14-40 nukleotida, tidak ada urutan yang komplementer antara ujung 3’ masing-masing primer, sehingga tidak terbentuk primer dimer yang secara signifikan mengurangi sensitifitas dan spesipitas produk PCR (Boehringer, 1995).

Pada prinsipnya teknologi PCR terdiri dari 3 tahap reaksi berbeda dalam satu siklus. Ketiga tahap tersebut adalah denaturasi, annealing dan elongation. Tahap denaturasi (pemisahan utas DNA) bertujuan untuk memutuskan ikatan H asam deoksiribonukleat (DNA) yang diamplifikasi. Hasil yang diperoleh merupakan DNA cetakan utas tunggal untuk penempelan oligonukleotida primer dalam annealing, pada annealing (penempelan primer pada DNA) terbentuk ikatan baru antara utas tunggal DNA cetakan dengan oligonukleotida primer. Tahap elongation (sintesis DNA) merupakan tahapnpemanjangan rantai tunggal oligonukleotida primer dari ujung 3’ ke ujung 5’, dengan kualitas enzim DNA polymerase. Masing-masing temperatur ketiga tahap ini adalah: denaturasi ±920C,

annealing ±600C dan elongation ±720C. Fungsi temperatur ini sangat bervariasi

untuk setiap organisme, setiap jenis sel, setiap jenis gen dan sebagainya sehingga tidak ada standar yang sama untuk temperatur pada tahap tersebut (Wirawan, dkk, 2004)

Dalam aplifikasi dengan PCR diperlukan kualitas DNA template yang baik dan program yang sesuai. Oleh karena bakteri CVPD belum bisa dikultur sehingga perlu dilakukan pendekatan dengan isolasi DNA total tanaman yang diinginkan untuk dideteksi. Fragmen 16S rDNA merupakan converse sequence

pada sel prokariot, mitokondria dan kloroplas. Akan tetapi dengan wzim retriksi DNA Bcll dapat dibedakan antara fragmen 16S rDNA bakteri penyebab CVPD


(33)

17

dengan yang berasal dari mitokondia dan kloroplas tanaman. Berdasarkan sekuens spesifik pada fragmen 16S rDNA hasil PCR dari sampel tanaman sakit telah dikonstruksi primer spesifik untuk bakteri CVPD, yaitu forward primer O11 dan

reserve primer O12 untuk strain Asia yang mengamplifikasi DNA sekitar 1160 bp

(Jagoueix et al., 1994; Nakashima et al., 1996).

Beberapa penelitian dengan PCR untuk mendeteksi Liberobacter patogen CVPD sudah dilakukan oleh J. Sadrine, J.M. Bove dan M. Garnier tahun dimana pada penelitian tersebut telah berhasil dideteksi dua spesies Liberobacter yaitu L.

asiaticum dan L. africanicum. Wirawan dan Siti Subandiyah (2000) telah pula

melakukan penelitian tentang interjunction sekuen antara 16S rDNA dan 23S rDNA pada L. asiaticum, yang menunjukkan selalu berasoasi dengan penyakit CVPD dan karakterisasi terhadap patogen CVPD ini secara bertahap yang dapat dilakukan sehingga memberi pemahaman yang semakin baik terhadap penyakit CVPD pada tanaman CVPD.


(1)

2.4 Penyebaran Bakteri Penyakit CVPD

Bakteri peyebab penyakit CVPD terdapat pada floem tanaman dan

endoselular (Jagoueix et al., 1996). Pergerakan bakteri di dalam tanaman jeruk

cukup lambat yaitu 30-50 cm ke arah bawah dalam waktu 12 bulan (da Graca,

1991), dan pada tahap awal infeksi cenderung tetap berada pada cabang yang

diinfeksi vektor (Su, 2001).

Penyebaran penyakit CVPD dari suatu wilayah ke wilayah yang lain atau

dari suatu daerah ke daerah yang lain dapat melalui bibit tanaman jeruk terinfeksi.

Bibit tanaman jeruk yang tampak sehat dapat mengandung patogen CVPD, karena masa inkubasi patogen CVPD dalam tanaman inang berkisar tiga sampai lima

bulan (Tirtawidjaja dan Suharsodjo, 1990).

Penularan juga dapat melalui penempelan mata tunas (grafting) (Su, 2001)

tetapi kecepatannya bervariasi karena distribusi bakteri tidak beraturan pada

tanaman (Hung et al., 2000), yang menyebabkan dapat diperoleh tanaman bebas

penyakit dari tanaman terinfeksi (Planck, 1999). Wirawan, dkk (2000)

melaporkan bahwa 83% penularan penyakit CVPD di Bali disebabkan oleh

penyebaran bibit yang telah terinfeksi penyakit CVPD, yang dihasilkan melalui

teknik penempelan mata tunas. Walau secara terbatas alat-alat pertanian seperti

alat inokulasi dan pemangkas diduga dapat menularkan penyakit (Semangun, 1994).

2.5 Serangga Vektor Penyakit CVPD

Penularan penyakit CVPD diketahui dapat melalui serangga vektor sejenis

kutu loncat yang bernama Diaphorina citri Kuwayama (Bove, 1995). Serangga


(2)

Arabia, Asia Tenggara, Brasilia, Kepulauan Rounion, Mauiritius, Pakistan dan

Filipina (Chen 1998; Ditlin 1994). Di Indonesia serangga vektor D. citri telah

tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Madura, Bali dan Sulawesi (Nurhadi &

Djatmiadi, 2002). Menurut Kalsoven (1981) klasifikasi serangga D. citri adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Hexapoda

Ordo : Homoptera

Familia : Psylidae

Genus : Diaphorina

Spesies : Diaphorina citri Kuwayama (Gambar 2.4)

Perkembangan serangga D. citri mengalami tiga stadium yaitu

permkembangan yang dimulai dari telur, nimfa dan imago. Serangga D. citri

memiliki telur berbentuk lonjong dan berwarna kuning muda (Nurhadi et al.,

1986; Trisnawati, 1998). Nimfa dan serangga dewasa D. citri menghisap cairan

daun sehingga menyebabkan daun jeruk menjadi layu kemudian mengering, pada

kerusakan yang berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Selain menghisap

cairan daun, nimfa mengeluarkan sekresi berwarna putih berlilin berbentuk benang spiral yang sering jatuh pada permukaan daun. Sekresi tersebut merupakan


(3)

Penyebaran Penyakit CVPD dari satu tanaman ke tanaman lain dilakukan

oleh serangga D. citri Kuw (Homoptera: Psyllidae) (Tirtawidjaja & Suharjo,

1990; Wirawan, 2000). Nurhadi (1993) melaporakan bahwa patogen dapat

ditularkan oleh serangga vektor dari suatu tanaman ke tanaman lain setelah

melalui:

1. Periode makan akuisisi, yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk

makan pada tanaman sakit sampai mendapatkan patogen.

2. Periode makan inokulasi, yaitu waktu yang diperlukan vektor untuk

makan pada tanaman sehat sampai dapat menularkan patogen.

3. Periode retensi, yaitu selang waktu vektor masih dapat menularkan

patogen.

Selanjutnya ditambahkan ketepatan vektor menusukkan stiletnya pada bagian

tanaman sakit an proporsi vektor yang infektif mempengaruhi laju penularan

penyakit CVPD.

Wijaya, dkk (2010) melaporkan bahwa pertambahan luas serangan CVPD

berkisar antara 20 – 29% selama 6 bulan. Pada awal pengamatan di Desa Taro

a b

Gambar 2.4


(4)

tanaman terserang CVPD sebanyak 51% meningkat menjadi 80% selama

enam bulan pengamatan, sedangkan di Desa Katung berawal dari 39%

menjadi 59%. Fenomena ini diperkuat dari hasil deteksi molekuler yang

menunjukkan D. citri mengandung patogen CVPD, sehingga berpotensi sebagai

vektor penyakit CVPD.

2.6 Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

Teknik replikasi reaksi berantai atau Polymerase Chain Reaction ditemuka

oleh Kary Mullis pada pertengahan tahun 1980. PCR dapat menunjukkan secara

pasti tentang replikasi DNA. Polimerase DNA menggunakan DNA utas tunggal

sebagai template untuk pembentukan komplemen utas baru. Satu utas DNA dapat

diproduksi dari utas ganda DNA dengan pemanasan singkat pada suhu mendekati

titik didih. Polimerase DNA juga memerlukan bagian terkecil dari utas ganda

DNA (primer) untuk memulai sintesis DNA. Oleh karena itu, titik awal sintesis

DNA dapat dispesifikasikan dengan mengaitkan primer oligonukleotida pada titik

awal tersebut. Hal ini merupakan rangkain pertama yang penting pada teknik PCR

dimana polymerase DNA dapat langsung disintesakan pada daerah DNA yang spesifik.

Materi awal PCR adalah DNA yang mengandung rangkaian yang telah

diamplifikasi. Jumlah DNA yang diperlukan untuk PCR sangat sedikit. DNA

untuk PCR sudah merupakan total DNA dari sel. PCR tidak memerlukan

pemurnian DNA dan . Rangkaian DNA harus diisolasi terlebih dahulu sebelum

diamplifikasi oleh PCR karena spesifikasi dari reaksi ditentukan oleh primer

(Watson et al., 1992). Primer yang digunakan dalam PCR harus memenuhi syarat


(5)

mempunyai kandungan G/C -70%, mengandung 14-40 nukleotida, tidak ada

urutan yang komplementer antara ujung 3’ masing-masing primer, sehingga tidak

terbentuk primer dimer yang secara signifikan mengurangi sensitifitas dan

spesipitas produk PCR (Boehringer, 1995).

Pada prinsipnya teknologi PCR terdiri dari 3 tahap reaksi berbeda dalam

satu siklus. Ketiga tahap tersebut adalah denaturasi, annealing dan elongation.

Tahap denaturasi (pemisahan utas DNA) bertujuan untuk memutuskan ikatan H

asam deoksiribonukleat (DNA) yang diamplifikasi. Hasil yang diperoleh

merupakan DNA cetakan utas tunggal untuk penempelan oligonukleotida primer dalam annealing, pada annealing (penempelan primer pada DNA) terbentuk ikatan

baru antara utas tunggal DNA cetakan dengan oligonukleotida primer. Tahap

elongation (sintesis DNA) merupakan tahapnpemanjangan rantai tunggal

oligonukleotida primer dari ujung 3’ ke ujung 5’, dengan kualitas enzim DNA

polymerase. Masing-masing temperatur ketiga tahap ini adalah: denaturasi ±920C,

annealing ±600C dan elongation ±720C. Fungsi temperatur ini sangat bervariasi

untuk setiap organisme, setiap jenis sel, setiap jenis gen dan sebagainya sehingga

tidak ada standar yang sama untuk temperatur pada tahap tersebut (Wirawan, dkk,

2004)

Dalam aplifikasi dengan PCR diperlukan kualitas DNA template yang baik dan program yang sesuai. Oleh karena bakteri CVPD belum bisa dikultur

sehingga perlu dilakukan pendekatan dengan isolasi DNA total tanaman yang

diinginkan untuk dideteksi. Fragmen 16S rDNA merupakan converse sequence

pada sel prokariot, mitokondria dan kloroplas. Akan tetapi dengan wzim retriksi


(6)

dengan yang berasal dari mitokondia dan kloroplas tanaman. Berdasarkan sekuens

spesifik pada fragmen 16S rDNA hasil PCR dari sampel tanaman sakit telah

dikonstruksi primer spesifik untuk bakteri CVPD, yaitu forward primer O11 dan

reserve primer O12 untuk strain Asia yang mengamplifikasi DNA sekitar 1160 bp

(Jagoueix et al., 1994; Nakashima et al., 1996).

Beberapa penelitian dengan PCR untuk mendeteksi Liberobacter patogen

CVPD sudah dilakukan oleh J. Sadrine, J.M. Bove dan M. Garnier tahun dimana

pada penelitian tersebut telah berhasil dideteksi dua spesies Liberobacter yaitu L.

asiaticum dan L. africanicum. Wirawan dan Siti Subandiyah (2000) telah pula melakukan penelitian tentang interjunction sekuen antara 16S rDNA dan 23S

rDNA pada L. asiaticum, yang menunjukkan selalu berasoasi dengan penyakit

CVPD dan karakterisasi terhadap patogen CVPD ini secara bertahap yang dapat

dilakukan sehingga memberi pemahaman yang semakin baik terhadap penyakit