PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL.

(1)

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR

BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL

(

Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

GALIH KANIA 0901759

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK

MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR PADA SISWA YANG

BERLATAR BELAKANG

KELUARGA DISFUNGSIONAL

Oleh Galih Kania

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Asaretkha Adjane 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL

(Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Suherman, M.Pd. NIP. 19590331 198603 1 002

Pembimbing II

Dra. R. Tati Kustiawati, M.Pd. NIP. 19620519 198603 2 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 19600501 198603 1 004


(4)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Galih Kania (2014). Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional. (Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMP Pasunda 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

Motivasi belajar dalam penelitian ini adalah dorongan, alasan, kehendak atau keinginan daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan, baik yang didorong atau yang dirangsang dari dalam dirinya ataupun yang dirangsang dari luar. Rangsangan dari luar berupa motivasi yang diperoleh dari keluarga, Kurangnya motivasi belajar siswa berasal dari kurangnya motivasi dari orangtua dan keluarga yang disfungsional. Pimansu (2010) keluarga disfungsional adalah keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana keluarga yang sehat seharusnya. Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing, di dalam keluarga disfungsional peran ini tidak dijalankan dengan semestinya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang disfungsional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif.

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) motivasi belajar siswa yang berlatar belakang disfungsional sebagian besar berada pada kategori sedang, (2) semua aspek motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional berada pada kategori sedang, (3) rumusan program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional. Dengan demikian perlu kiranya menyusun serangkaian program bimbingan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.


(5)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Struktur Organisasi ... 12

BAB II KONSEP PROGRAM BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA YANG BERLATAR BELAKANG KELUARGA DISFUNGSIONAL………. 13

A. Konsep Remaja ... 13

B. Konsep Motivasi Belajar ... 24

C. Konsep Keluarga Disfungsional ... 33

D. Konsep Bimbingan Belajar ... 41

E. Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada remaja yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional ... 52


(6)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60

A. Metode dan Pendekatan ... 60

B. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 61

C. Definisi Operasional Variabel ... 63

D. Pengembangan Instrumen ... 64

E. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen ... 65

F. Prosedur Penelitian ... 68

G. Teknik Pengumpulan Data ... 69

H. Uji Coba Alat Pengumpul Data ... 69

I. Analisis Data ... 78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 84

A. Hasil Penelitian ... 84

B. Pembahasan ... 92

C. Rancangan Program Bimbingan untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung………… ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Rekomendasi ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131


(7)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Setelah Uji

Kelayakan ... 65

3.2 Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional Sebelum Uji Kelayakan .... 67

3.3 Hasil Uji Kelayakan Instrumen Motivasi Belajar ... 69

3.4 Hasil Uji Kelayakan Instrumen keluarga Disfungsional ... 70

3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar ... 72

3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Keluarga Disfungsional ... 73

3.7 Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar Setelah Uji Validitas ... 73

3.8 Kisi-kisi Instrumen Keluarga Disfungsional Setelah Uji Validitas ... 75

3.9 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 77

3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas ... 78

3.11 Ketentuan Pemberian Skor ……… 79

3.12 Kategori Interval Skor Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ………. 81


(8)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.13 Kategori Interval Skor Gambaran Umum keluarga Disfungsional di SMP

Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ………. 81 3. 14 Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional ……. 81 3.15 Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional …………. 82 3.16 Persentase Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Belajar pada Siswa yang

Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional………. 83 3.17 Interpretasi Skor Kategori Angket Motivasi Belajar……….. 83

4.1 Gambaran Presentase Motivasi Belajar Siswa-Siswi Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 84 4.2 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Aspek Adanya Hasrat dan Keinginan Berhasil ... 86 4.3 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Adanya Dorongan dan Kebutuhan Dalam Belajar ... 87 4.4 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Aspek Adanya Harapan dan Cita-Cita Masa Depan ... 88 4.5 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor Pada Aspek Adanya Penghargaan dalam Belajar ... 90 4.6 Gambaran Umum Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Pengelompokan

Skor pada Aspek Adanya Kegiatan yang Menarik dalam Belajar ... 91 4.7 Kompetensi yang Dikembangkan dan Layanan yang Diberikan

Berdasarkan Kemunculan Aspek dan Indikator Motivasi Belajar Pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ……… 112 4.8 Pengembangan Topik Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan


(9)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Disfungsional Terhadap Siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 118


(10)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

131 DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono.(2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Achmad , Arief. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online].Tersedia : http://re-searchengines.com/1007arief3.html [29 september 2013].

A.M, Sardiman. (2008). InteraksiDanMotivasiBelajarMengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Andhika (2008). Konsep Keluarga. [Online]. Tersedia:

http://andikasetiadi.blogspot.com [01 oktober 2013]

Arikunto, S. (2006).Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Jakarta: Rineka Cipta.

Baharudin. (2004). Paradigma Psikologi Islami: Studi tentang Elemen Psikologi

dari Al-Qur’an. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Barkah, Ari. (2013). Pengembangan Program Bimbingan Belajar Berdasarkan

Motivasi Belajar peserta Didik SMA. [Skripsi]. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Budi, Jero. (2011). Teori-teori belajar dalam pembelajaran. (Online) tersedia

http://jerobudy.blogspot.com (11 oktober 2013)

Budiana. O (2011) Wow! Ada 10.556 Janda dan Duda Baru di Bandung (online) tersedia

http://bandung.detik.com (10 oktober)

Cece Rakhmat & Didi Suherdi. (1997). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti

Clifford T. Morgan. (1961). Introduction to Psychology. New York: The Mc Graw Hill Book Company.

Dadang Hawari. (1997). Al-quran, Ilmu Kedokteran Jiwa, dan Kesehatan

Jiwa.Yogyakarta.PT.Dana bhakti prima yasa.

Dimyati dan Mudjiono. (1994) . Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Dedi Supriyadi. (2005). Membangun Bangsa melalui Pendidikan. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Dewa Ketut Sukardi dan Desak Made Sumiati, (1995). Pedoman Praktis


(11)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Departemen Pendidikan Nasional (2008) Penataan Pendidikan Profesional

Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:

Hartoto (2008) Pengertian, Fungsi dan Jenis

Lingkungan Pendidikan(online).tersedia

http://fatamorghana.wordpress.com (10 oktober 2013)

Hamalik, Oemar, (2004), Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Hamalik, Oemar (1994). Interaksi Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Heryani, D.R. (2008). Karakteristik Wirausaha. [Online]. Tersedia:

http://dhienar.files.wordpress.com/2008/11/karakteristik.ppt. [29

September 2013]

Hurlock, E.B. (1992). Developmental Psycology : A Life Span Approach, fifth edition. McGraw Hill

Ihat Hatimah, dkk. (2006). PenelitianPendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Irianto, Yoyon (2012). Kreatifitas dan Motivasi. [Online]. Tersedia:

http://file.edu.upi/2012/pdf/Modul-3-Kreatifitas_dan_Motivasi.pdf [29

September 2013]

Jeynes, w.h (2003) A Meta Analysis: The Effects Of Parental Involvement On Minority Children’s Academic Achievement. Education and urban society, 35.202-218. Muhibbin syah (1997).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jakarta: PT.

Remaja

M Ngalim Purwanto. (1998). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan :Pengantar Dalam Berbagai

Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Nana, Syaodih.2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung. Remaja Rosda karya


(12)

133

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pimansu. (2010). Keluarga Disfungsional. [Online]. Tersedia:

http://pimansu-pimansu.blogspot.com [01 Oktober 2013]

Parrillo SJ, (2008). Stevens-Johnson syndrome.eMedicine: Parrillo CV Rachman Natawijaya, (1988). Proses Belajar Mengajar, Jakarta Grafika.

Raymond. J. W & Jaynes J.H. 2004.Hasrat Untuk Belajar. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Surya, Moh,. Dan Natawidjaja, Rochman. (1985). Materi Pokok Bimbingan dan

Penyuluhan. Modul 1-3. Jakarta . Depdikbud . UT.

Syafii, Agus. (2007). Fenomena korban perceraian. [Online]. Tersedia di

http://groups.yahoo.com [31 oktober 2013]

Sudjana.(1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Santrock, John W (2002). Life span development. Jakarta. Erlangga

Scheneiders, Alexander A.. (1960). Personality Development And Adjusment In

Adolescence. Milwaukee: The bruce

Surya, mohamad.(1996). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional. Jurusan Psikologi pendidikan dan bimbingan.

Soemanto, Wasty, (1991). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.

Sukardi, Dewa Ketut. (1995). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.

Sardiman, AM. (2005). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakata: Rajawali.

Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak, edisi ke-11 jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Stanhope M dan Lancaster.(1992). Community Health Nursing. Mosby: St Louis. Tohirin, 2007. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah : PT Grafindo Persada.

Jakarta.

Thompson, (2006) The Development Of The Person. In w. Damon & r. Lerner (eds). Handbook of child psychology (6th edition) wiley: New York


(13)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Uno, Hamzah (2008). Model Pembelajaran, Mencipatakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta : Bumi Aksara.

Uray, Herlina (2010). Program Bimbingan Konseling untuk Meningkatkan

Motivai Belajar Siswa SMP.[Tesis]. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Winardi, J. (2002). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajement.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wanhar, Lingga (2012). Profil Keterampilan Penyesuaian Sosial Siswa Berdasarkan Gender Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Progra Bimbingan Dan Konseling Pribadi-Sosial. [Skripsi]. Bandung: Tidak Di terbitkan

Yusuf, syamsu. (2007). Perkembangan anak dan remaja. Bandung. Remaja rosda karya

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2009). Landasan Bimbingan&Konseling. Bandung: remaja Rosdakarya.

Yusuf Syamsu Dr, H LN, (2004), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zulkifly.(2013). Konsep keluarga.[Online].Tersedia:


(14)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Apa yang akan dicapai dan akan dikuasai oleh siswa atau tujuan belajar, bahan apa saja yang harus digunakan atau bahan pembelajaran, bagaimana cara siswa mempelajarinya atau metode pembelajaran, serta bagaimana cara mengetahui kemajuan belajar siswa atau evaluasi, telah direncanakan dengan seksama dalam kurikulum sekolah Syaodih (2005 :177). Tujuan akhir dari kegiatan belajar dapat berupa kegiatan evaluasi untuk melihat bagaimana perubahan yang terjadi pada siswa, baik dalam segi perilaku ataupun nilai. Hal itu sangat bergantung pada pelaksanaan kegiatan belajar yang dialami oleh siswa.

Keberhasilan siswa dalam belajar akan terlihat dari prestasi belajar siswa. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang sangat penting peranannya dalam menentukan prestasi belajar siswa yaitu disiplin dan motivasi belajar sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh yaitu lingkungan dan keluarga.

Sejauh ini banyak pihak yang beranggapan bahwa tingkat prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran aktual dari kapasitas kecerdasan yang dimilikinya. Tetapi kebenaran pendapat tersebut semakin samar dan diragukan, ketika di sekolah masih dijumpai banyak siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun memperoleh prestasi belajar yang rendah (under achiever).


(15)

Menurut Surya (1996:3) berdasarkan kenyataannya sering kali ditemukan rendahnya prestasi belajar siswa bersumber dari sikap dan kebiasaan belajar yang kurang baik, misalnya siswa kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran dikelas, sering membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau PR, tidak memiliki catatan pelajaran, tidak masuk pada jam pelajaran tertentu dan sebagainya. Berbagai perilaku yang nampak pada siswa tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa diantaranya adalah kurangnya motivasi belajar.

Lingkungan adalah keseluruhan fenomena fisik, alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu. Menurut Sartain (Hartoto, 2008) yang dimaksud dengan lingkungan meliputi kondisi alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku individu, pertumbuhan, perkembangan atau proses kehidupan. Lingkungan juga ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan individu dan merupakan faktor yang turut menentukan dan berpengaruh terhadap individu. Karena bagaimanapun individu tinggal didalam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi individu tersebut. Pada dasarnya lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan sosial ,lingkungan budaya dan lingkungan perkembangan.

Lingkungan perkembangan individu adalah keseluruhan fonomena fisik atau sosial yang mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai media dalam proses perkembangannya dinamakan lingkungan perkembangan. Secara umum fungsi lingkungan perkembangan yaitu membantu individu dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan di sekitarnya, utamanya berbagai macam sumber daya perkembangan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan perkembangan yang optimal. Lingkungan perkembangan meliputi sekolah, teman sebaya dan keluarga.


(16)

3

Menurut Thompson (2006) lingkungan keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua dan bersifat informal. Keluarga menjadi lingkungan yang pertama dan utama yang dialami oleh individu serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab, merawat, memelihara, melindungi, dan mendidik individu agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Seorang individu tumbuh dalam lingkungan keluarga yang beragam. Keadaan lingkungan keluarga yang beragam ini akan mempengaruhi perkembangan individu dan siswa di dalam dan di luar lingkungan sekolahnya.

Menurut Jeynes (2003) salah satu manajemen keluarga yang akan membantu anak di sekolah yaitu menentukan rutinitas anak. Seperti waktu untuk tidur, bagaimana anak mengerjakan pekerjaan rumah, bagaimana orang tua memberikan waktu bermain dan sebagainya. Keluarga yang memperhatikan dan membentuk anak untuk berprestasi juga merupakan hal penting dalam menentukan keberhasilan anak di sekolah.

Selanjutnya menurut Jeynes (2003) lingkungan keluarga dipandang sebagai faktor utama terhadap perkembangan anak. Alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah: (1) Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat indentifikasi anak; (2) Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memperkenalkan nilai – nilai kehidupan kepada anak; (3) Orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan orang yang penting bagi perkembangan kepribadiaan anak; (4) Keluarga sebagai institusi yang memfasilitasi kebutuhan dasar, baik yang bersifat fisik atau biologis, maupun sosiopsikologis; (5) Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

Faktor – faktor lingkungan keluarga yang dipandang mempengaruhi perkembangan anak dibagi dalam dua faktor, yaitu pola hubungan orang tua-anak dan keberfungsian keluarga.


(17)

Keluarga yang fungsional atau keluarga yang ideal menurut Scheneiders (1960: 405) memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Minimnya persilisihan antar orang tua atau antar orang tua dan anak; (2) Adanya kesempatan untuk menyatakan keinginan; (3) Penuh kasih sayang; (4) Menerapkan disiplin dan tidak keras; (5) Memberikan kesempatan untuk bersikap mandiri untuk berfikir, merasa, dan berperilaku; (6) Saling menghargai dan menghormati antar anggota keluarga; (7) Menyelenggarakan konferensi atau musyawarah keluarga dalam memecahkan masalah yang dihadapi; (8) Menjalin kebersamaan antar anggota keluarga; (9) Orangtua memiliki emosi yang stabil; (10) Berkecukupan dalam bidang ekonomi; (11) Mengamalkan nilai – nilai moral agama.

Sementara itu keluarga yang disfungsional menurut Hawari (1997:165) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: (1) Kematian salah satu atau kedua orang tua; (2) Kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce); (3) Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage); (4) Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor

parent-child relationship); (5) Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa

kehangatan (high tension and low warmth); (6) Orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence); (7) Salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality opshycological disorder)

Menurut Yusuf (2009 : 44) salah satu ciri disfungsi tersebut, adalah perceraian orangtua. Peceraian memberikan dampak yang kurang baik terhadap perkembangan kepribadian anak. Hal tersebut terungkap dalam hasil penelitian beberapa ahli, seperti McDermott, Moorison. Offord dkk.; Adam &Gullota, 1983 (Yusuf, 2007 : 44) yaitu bahwa remaja yang orangtuanya bercerai cendeung menunjukan ciri-ciri: (1) berperilaku nakal; (2) mengalami depresi; (3) melakukan hubungan seksual yang aktif dan (4) kecenderungan terhadap obat-obatan terlarang.


(18)

5

Surat kabar elektronik detikBandung.com pada tanggal 10 oktober 2012 menyatakan bahwa:

Sepanjang 2010, sedikitnya ada 10.556 janda dan duda baru di Kota Bandung. Jumlah tersebut diambil dari data Pengadilan Agama (PA) Kota Bandung, di mana ada 5.278 perkara atau pasangan yang bercerai tahun lalu."2010 lalu totalnya kita menangani 5.278 perkara," kata Kepala Humas PA Kota Bandung Acep Saifuddin, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/1/2010). Penyebab perceraian yang paling banyak adalah pasangan suami istri sudah tidak harmonis lagi, dengan 1.131 perkara.Urutan terbesar kedua disebabkan pasangan tidak bertanggung jawab, yang mencapai 1.008 perkara. Sementara penyebab perceraian di urutan ketiga adalah faktor ekonomi sebanyak 925 perkara. Kemudian di posisi keempat adalah adanya gangguan dari pihak ketiga sebanyak 219 perkara."Gangguan dari pihak ketiga itu bisa datang dari keluarga atau selingkuh misalnya," kata Acep. Sedangkan perceraian karena poligami ada di posisi kelima dengan jumlah perkara 25. "Kalau yang poligami, biasanya karena tidak sehat. Maksudnya yang tidak mendapat izin dari istri pertama," pungkasnya.

Dari data diatas jelas terlihat begitu tingginya angka statistika mengenai perceraian yang terjadi di kota Bandung. Dengan berbagai macam alasan dan latar belakang nya angka-angka yang terlihat tentu menggambarkan kekhawatiran.

Needle, Su, & Doherty, 1990 (Santrock, 2002 : 267) dalam suatu studi menyatakan bahwa para remaja yang mengalami perceraian orangtua mereka selama masa remaja cenderung lebih mudah terperangkap kedalam masalah obat-obatan daripada para remaja yang orang tuanya bercerai ketika mereka masih anak-anak atau daripada para remaja yang tinggal dalam keluarga yang tetap utuh dalam pernikahan.

Terdapat kecenderungan dalam dunia pendidikan terutama siswa pada usia remaja kurang memiliki motivasi belajar yang tinggi, hal ini terlihat dengan sikap malas, sering tidak masuk sekolah, kurang mengikuti


(19)

pelajaran di kelas dan sering terlambat atau bahkan tidak mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.

Oleh sebab itu rendahnya motivasi belajar siswa akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang negatif. Raymond J.W dan Judith (2004:22) mengutarakan bahwa secara harfiah anak- anak tertarik pada belajar, seni, pengetahuan (motivasi positif) namun mereka juga bisa tertarik pada hal–hal yang negatif seperti menggunakan obat- obatan terlarang, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Motivasi belajar anak-anak muda tidak akan lenyap tapi ia akan berkembang dengan cara-cara yang dapat membimbing mereka untuk menjadikan diri mereka lebih baik atau juga bisa lebih buruk. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh orang tua dan guru pembimbing.

Seluruh gejala tersebut akan berpengaruh terhadap prestasi belajar yang menyebabkan prestasi belajarnya menjadi rendah di sekolah. Hal ini pun diperkuat oleh pendapat Syah (1997: 132) yang mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab prestasi belajar siswa rendah, yaitu faktor: (1) Internal yaitu faktor dari dalam diri siswa yakni faktor fisiologis berupa keadaan fisik atau jasmani dan faktor psikologis yang berkenaan dengan tingkat intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa, (2) Eksternal yaitu faktor dari luar siswa yakni faktor lingkungan sosial di sekitar siswa, seperti : teman sebaya, baik teman laki-laki atau teman perempuan, guru dan staf administrasi serta lingkungan non sosial yang berhubungan dengan gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknnya, alat belajar yang digunakan oleh siswa, keadaan cuaca dan waktu yang digunakan siswa, (3) Pendekatan belajar yang dilakukan oleh siswa yang akan menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar siswa.

Motivasi belajar siswa tidak tumbuh secara kebetulan atau terjadi begitu saja, tetapi di butuhkan suatu bimbingan berencana dari semua pihak baik guru mata pelajaran, guru pembimbing dan orang tua yang


(20)

7

membantu siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajarnya yang disebut dengan motivasi eksternal.

Pada beberapa kasus, motivasi belajar siswa yang rendah tidak selamanya berasal dari dalam diri siswa tersebut, namun ternyata rendahnya motivasi belajar tersebut diakibatkan karena tidak adanya pemahaman siswa pada dirinya sendiri, siswa belum memiliki gambaran sendiri tentang diri mereka sebagai individu dan tentang kemampuan mereka menghadapi lingkungan. Gambaran ini terbentuk melalui interaksinya dengan orang lain, baik itu keluarga, teman sebaya, lingkungan sekitar maupun masyarakat pada umumnya dan hal ini pun dapat mempengaruhi prestasinya di sekolah. Siswa yang memiliki gambaran diri negatif memiliki motivasi belajar yang rendah dan pada akhirnya berdampak pada prestasi belajar yang rendah, tetapi juga terdapat siswa yang berprestasi tinggi mempuyai penilaian terlalu tinggi, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi pada masa-masa berikutnya.

Faktor eksternal yang cukup berpengaruh dalam tumbuhnya motivasi belajar siswa adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu fungsi keluarga adalah bisa melangsungkan suatu kehidupan dan juga membutuhkan pendidikan sehingga keluarga wajib menjamin pendidikan bagi seluruh anggota keluarganya, selain itu keluarga juga sebenarnya merupakan pendidikan informal pertama yang didapat oleh anak sebelum menerima pendidikan dari luar lingkungan keluarga, dari keluarga individu mendapat banyak pelajaran pertamanya, selain itu keluarga juga dapat menjadi sumber motivasi terbesar dalam diri individu.

Motivasi belajar merupakan masalah yang akan terus muncul apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius. Berdasarkan asumsi tersebut maka semua siswa memerlukan bantuan layanan bimbingan dan


(21)

konseling yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Seorang konselor mempunyai berbagai macam tugas yang harus dilakukan sesuai dengan tuntutan profesi, salah satunya adalah menjaga, merangsang, meningkatkan dan membimbing proses belajar siswa. Untuk melaksanakan hal tersebut konselor dapat bekerjasama dengan orangtua untuk turut meningkatkan motivasi belajar siswa. Segala usaha yang bertujuan kearah tersebut harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sangat baik. Dengan demikian, meningkatkan motivasi siswa merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang konselor yang bisa bekerjasama dengan orangtua.

Berdasarkan uraian diatas, perlu diadakan suatu penelitian untuk mengetahui gambaran konsep program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional. Penelitian ini diberi judul: “Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional”

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Keberhasilan siswa dalam belajar salah satunya dapat terlihat dari prestasi belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang turut berperan dalam menentukan prestasi belajar siswa yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri siswa sedangkan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa yaitu motivasi belajar yang berasal dari keluarga dan lingkungan.

Faktor eksternal yang cukup berpengaruh dalam tumbuhnya motivasi belajar siswa adalah faktor eksternal yang berasal dari keluarga. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu fungsi keluarga adalah bisa melangsungkan suatu kehidupan dan juga memberikan pendidikan sehingga keluarga wajib menjamin pendidikan bagi seluruh anggota keluarganya, selain itu keluarga juga merupakan pendidikan informal


(22)

9

pertama yang diperoleh anak sebelum menerima pendidikan dari luar lingkungan keluarga. Dari keluarga individu mendapat banyak pelajaran pertamanya, selain itu keluarga juga dapat menjadi sumber motivasi terbesar dalam diri individu. Pada intinya siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi harus dibantu oleh lingkungan keluarga yang utuh, ideal dan berfungsi dengan baik. Keluarga sebagai lingkungan pertama siswa sangat berperan dalam keberhasilan siswa disekolah, oleh sebab itu keluarga harus mendukung penuh serta berperan aktif dalam proses belajar dengan menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman, aman, tentram, harmonis dalam keluarga utuh yang berfungsi dengan baik sesuai fungsi masing-masing anggota keluarganya. Yusuf (2007:38) menuturkan:

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya dengan baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.

Secara eksplisit layanan bimbingan bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dan menyelesaikan masalahnya, salah satunya yaitu meliputi bidang belajar. Bimbingan belajar atau akademik adalah proses bantuan untuk memfasilitasi siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik Yusuf (2009: 51).

Selanjutnya bimbingan belajar menurut Hamalik (2004: 195) adalah bimbingan yang diperuntukan kepada siswa untuk mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, minat, bakat kemampuannya dan membantu siswa supaya mampu menentukan cara-cara yang efektif dan


(23)

efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa tersebut. Selanjutnya menurut Rakhmat (1997 : 35) bimbingan belajar adalah proses pemberian bantuan dari guru pembimbing terhadap siswa dengan cara mengembangkan suasana belajar mengajar yang kondusif agar siswa dapat mengatasi kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam peningkatan efektifitas bimbingan belajar adalah menciptakan suasana yang kondusif untuk melakukan kegiatan belajar. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan belajar di sekolah khususnya di kelas harus dirancang dan dilakukan secara sistematik dan terus-menerus sebagai strategi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Motivasi belajar adalah hal penting yang harus dimiliki oleh siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, motivasi belajar bersumber dari dua faktor, yaitu faktor internal yang dapat tumbuh dari dalam diri siswa dan faktor eksternal yang di peroleh siswa dari lingkungan sekitar yaitu orangtua dan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga yang disfungsional memiliki rasa percaya diri yang kurang, pemurung, penyendiri, memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya hingga memiliki motivasi belajar yang kurang. Oleh karena itu, intervensi terhadap keluarga disfungsional dengan meningkatkan motivasi belajar siswa ke arah yang positif perlu untuk dilakukan. Peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilakukan melalui bimbingan belajar. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul ”Program Bimbingan untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional”. Dengan rumusan masalah yang dituangkan ke dalam pertanyaan berikut:


(24)

11

1. Seperti apa gambaran umum motivasi belajar siswa kelas VIII yang berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014?

2. Seperti apa rancangan program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum penelitian adalah program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung.

Sejalan dengan itu, ditetapkan pula tujuan khusus penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Mengetahui seperti apa gambaran umum motivasi belajar siswa berlatar belakang keluarga disfungsional siswa kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Mengetahui seperti apa rancangan program untuk meningkatkan motivasi belajar siswa berlatar belakang keluarga disfungsional siswa kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a.Menambah wawasan dan pengetahuan keilmuan bimbingan dan konseling berkaitan dengan program meningkatkan motivasi belajar siswa berlatar belakang keluarga disfungsional.

b. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan pertimbangan bagi konselor dalam menyusun program Bimbingan dan Konseling khususnya dalam bidang


(25)

bimbingan belajar di sekolah. Program layanan bimbingan belajar yang disusun oleh konselor tentunya diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

b. Sebagai acuan dan masukan bagi konselor dalam mengenal konseli berbakat akademik, juga dalam memfasilitasi dengan layanan bimbingan dan konseling belajar untuk meningkatkan motivasi belajar.

E. Struktur Organisasi

Penulisan laporan penelitian skripsi dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Teori, bab ini memuat pembahasan mengenai motivasi belajar dan lingkungan keluarga disfungsional, konsep bimbingan belajar dan penelitian dahulu yang relevan.

Bab III Metode Penelitian, bab ini membahas mengenai lokasi dan subjek populasi, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisikan mengenai pengolahan atau analisis data pembahasan atau analisis umum.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, merupakan bab yang berisikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dan rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil penelitian.


(26)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu permasalahan yang sedang terjadi dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan dan menyimpulkan data hasil penelitian.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2010: 7) menyatakan bahwa kuantitatif merupakan metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah, yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan menggunakan angka statistik. Pendekatan ini menuntut penggunaan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran hingga penampilan hasilnya. Demikian juga pemahaman akan kesimpulan akan lebih baik apabila juga disertai tabel, grafik, bagan, gambar, dan tampilan lain. Selain data yang berupa angka, dalam penelitian kuantitatif juga terdapat data berupa informasi kualitatif. Menurut Arikunto (2006:11) penelitian kuantitatif mempunyai beberapa karakteristik diantaranya :


(27)

a. Kejelasan unsur: tujuan, pendekatan, subjek, sampel, sumber data sudah mantap, dan rinci sejak awal.

b. Langkah Penelitian: segala sesuatu direncanakan sampai matang ketika persiapan disusun.

c. Hipotesis: mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian dan hipotesis menentukan hasil yang diramalkan.

d. Desain: dalam desain jelas langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan.

e. Pengumpulan Data: kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk diwakilkan.

f. Analisis Data: dilakukan sesudah semua data terkumpul.

B. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian mengenai program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional ini dilakukan di SMP Pasundan 3 Bandung terletak di Jalan Bapa Husen Belakang No.4 Bandung. SMP Pasundan 3 Bandung ini termasuk sekolah yang sangat strategis dan berada di daerah yang mudah dijangkau.

2. Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengungkap informasi mengenai tingkat motivasi belajar pada siswa yang berlatar belakang keluaga disfungsional pada siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

Adapun populasi dalam penelitian menggunakan teknik purposive


(28)

63

penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang dimaksud dalam penelitian difokuskan pada kasus siswa yang berasal dari keluarga disfungsional.

Pemilihan populasi dan sampel terhadap peserta didik kelas VIII adalah sebagai berikut:

a. Banyak peserta didik yang berasal dari keluarga disfungsional pada jenjang kelas VIII.

b. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun sehingga pada usia ini karakteristik remajanya lebih tampak misalnya memiliki rasa keingitahuan untuk mencoba sesuatu hal yang baru.

c. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung Pada rentang usia 12-15 tahun merupakan remaja awal dimana pada tahap ini, remaja mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut.

d. Siswa-siswi SMP Pasundan 3 Bandung pada rentang usia 12-15 tahun masih membutuhkan dukungan dan motivasi dari orangtua secara utuh, oleh karena itu peran orangtua dalam memberikan motivasi sangat besar.

Populasi dalam penelitian adalah seluruh kelas VIII yaitu sebanyak 176 orang siswa. Sampel dalam penelitian adalah siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional yaitu sebanyak 83 orang siswa. Sampel penelitian yang dimaksud adalah seluruh peserta didik yang berasal dari keluarga disfungsional kelas VIII yang ditandai dengan kematian salah satu atau kedua orang tua, kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce), hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage), hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor parent-child relationship), suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low warmth),


(29)

orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence) dan salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality opshycological disorder).

C. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu motivasi belajar dan keluarga disfungsional.

1. Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah dorongan, alasan, kehendak atau keinginan daya penggerak kekuatan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan tertentu dan memberikan arah dalam mencapai tujuan, baik yang didorong atau yang dirangsang dari dalam dirinya ataupun yang dirangsang dari luar. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan atau penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanankan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi insternal) maupun dari luar individu (motivasi eksternal). Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah memperoleh kekuatan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan dalam kehidupannya. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini bahwa pada hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa aspek, meliputi :

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan d. Adanya penghargaan dalam belajar

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar


(30)

65

Menurut Pimansu (2010) keluarga disfungsional adalah keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana keluarga yang sehat seharusnya. Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing di dalam keluarga itu sendiri. Di dalam keluarga disfungsional peran ini tidak dijalankan dengan semestinya, seperti misalnya, orang tua menjadi anak, anak menjadi orang tua, ibu menjadi ayah, ayah menjadi ibu, kakak menjadi adik, dll.

Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi–fungsi seperti yang telah diuraikan diatas, maka menurut Schneiders (Yusuf, 2004) keluarga tersebut mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan keluarga tersebut, khususnya pada perkembangan kepribadian anak.

Sementara keluarga yang disfungsional menurut Hawari (1997:165) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Kematian salah satu atau kedua orang tua.

b. Kedua orang tua terpisah atau bercerai (divorce).

c. Hubungan kedua orang tua kurang baik (poor marriage).

d. Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor

parent-child relationship)

e. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low warmth).

f. Orang tua sibuk dan jarang berada dirumah (parent absence).

g. Salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality opshycological disorder).

Dari definisi operasional variabel (DOV) yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka peneliti memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus.

D. Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket yang digunakan merupakan angket tertutup, sehingga responden tinggal


(31)

memilih jawaban yang yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk menjawab sesuai dengan karakteristiknya Hatimah (2006: 184). Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Guttman (Nazir, 2005: 340) yaitu angket yang memiliki alternatif jawaban ya dan tidak. Penggunaan skala Guttman ini bertujuan agar mendapatkan jawaban yang tegas mengenai motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional. Jawaban “Ya” untuk pernyataan yang sesuai dengan

diri siswa, dan jawaban “Tidak” untuk pernyataan yang tidak sesuai dengan diri siswa. Pemberian skor akan bergantung kepada jawaban yang dipilih siswa dan sifat dari setiap pernyataan pada angket. Bila pernyataan bersifat

positif, maka skor jawaban “Ya” adalah 1 (satu) dan “Tidak” adalah 0 (nol).

Sebaliknya jika pernyataan bersifat negatif, maka skor jawaban “Ya” adalah 0

(nol) dan “Tidak” adalah 1 (satu). E. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Sebelum angket motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional digunakan pada sampel penelitian yang sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan validasi baik secara internal (judgement instrumen) melalui pakar atau dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia maupun secara empirik melalui uji coba lapangan pada objek terbatas, kemudian dihitung validitas dan reliabilitasnya. Pada item yang tidak valid atau tidak reliabel akan dikoreksi atau diganti bergantung pada kadar validitas dan reliabilitasnya. Kemudian uji keterbacaan juga penting dilakukan untuk melihat keterpahaman siswa mengenai isi dari instrumen. Kegiatan uji keterbacaan ini dilakukan kepada siswa salah satu SMP swasta di Bandung. Berikut adalah kisi-kisi yang dibuat sebelum dilakukan uji coba :

Tabel 3.1

Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar (Setelah Uji Kelayakan) Aspek

Motivasi Indikator

Nomor Item

Jumlah


(32)

67

Belajar

Hasrat dan keinginan berhasil

Dorongan untuk berusaha belajar lebih baik

1,2,3,4,5,6 ,7

8,9 9

Tidak mudah putus asa dalam belajar

10,11,12, 13,14,15

16,17 8

Kemampuan menghadapi persaingan dengan oranglain.

18,19 20 3

Dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

Keingintahuan yang besar dalam belajar

21,22,23 24,25 5

Usaha untuk

menyelesaikan masalah dengan kemampuan sendiri.

26,27,28,2 9

30,31 6

Keinginan belajar lebih baik karena kebutuhan rasa aman

32,34 33 3

Keinginan belajar lebih baik karena kebutuhan penghargaan.

35,36,37 - 3

Harapan dan cita-cita masa depan

Keinginan untuk

melanjutkan pendidikan

38,39 40,41 4

Adanya keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

42,43,44 - 3

Penghargaan dalam belajar

Kemampuan menghargai diri sendiri

45,46 47,48 4

Kemampuan menghargai tugas belajar dengan baik.

49,50,51 52,53 5

Kegiatan yang menarik dalam belajar

Memiliki minat yang tinggi pada pelajaran

54, 55,56,57

58,59 6

Ketertarikan dengan cara guru mengajar

60,62 61 3


(33)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Angket Keluarga Disfungsional (Sebelum Uji Kelayakan)

Aspek Indikator Nomor butir Jumlah

(+) (-)

Tidak Lengkap a. Kematian salah satu atau kedua orangtua

3, 4, 5 1,2 5

b. Kedua orangtua terpisah atau bercerai

(Divorce)

8,9,10 6,7 5

Masih lengkap c. Hubungan kedua orangtua kurang baik

(Poor marriage)

13,14,15 11,12 5

d. Hubungan orangtua dengan anak tidak baik

(Poor parent child

relationship)

18,19,20 16,17 5

e. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan

(High tension and low warmth)

23,24,25 21,22 5

f. Orangtua sibuk dan jarang berada


(34)

69

dirumah

(Parent absence)

g. Salah satu atau kedua

orangtua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan

(Personality orpshycologic al disorder)

32,33,34,35 31 5

TOTAL 22 13 35

F. Prosedur Penelitian

1. Penyusunan proposal penelitian dan mengkonsultasikannya dengan dosen mata kuliah Metode Riset dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dari dosen pembimbing skripsi.

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada tingkat fakultas.

3. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang memberi rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat fakultas.

4. Melakukan studi pendahuluan di lokasi penelitian.

5. Menyusun instrumen penelitian berikut judgment kepada tiga orang ahli dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

6. Pelaksanaan pengumpulan data dengan menyebarkan angket. 7. Merumuskan hasil penelitian.

8. Membuat rancangan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsinal. 9. Menyusun laporan keseluruhan dalam bentuk skripsi.


(35)

10.Tahap pelaporan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket. Menurut Sugiyono (2010 : 199) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket ini digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

H. Uji Coba Alat Pengumpul Data

1. Menyusun Item atau Butir Pernyataan

Langkah pertama adalah membuat butir pernyataan berdasarkan kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Dalam menyusun pernyataan-pernyataan ini dibuat berdasarkan aspek dan indikator yang telah ditetapkan.

2. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk dan isi. Uji kelayakan instrumen dilakukan dengan mengadakan penimbangan atau penilaian oleh tiga dosen ahli, yakni dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM).

Tabel 3.3

Hasil Uji kelayakan Instrumen Motivasi Belajar

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,1 8,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31, 32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45 ,46,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,5 9,60,61,62

62


(36)

71

Dibuang - 0

Total 62

Pada tabel 3.3 hasil uji kelayakan instrument pada angket motivasi belajar terlihat bahwa terdapat 62 item atau seluruh item memiliki nilai yang memadai, ini terjadi karena pada angket motivasi belajar peneliti menggunakan angket motivasi belajar milik Uray Herlina yang beliau pakai untuk tesis, maka atas dasar pertimbangan peneliti beserta dosen pembimbing angket motivasi belajar tidak melakukan uji kelayakan atau judgement pada dosen ahli.

Tabel 3.4

Hasil Uji kelayakan Instrumen

Keluarga disfungsional

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 1,2,3,4,5,6,7,9,11,12,13,14,16,17,18,19,20, 21,22,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35

31

Revisi 8,10,15,23 4

Dibuang - 0

Total 35

Pada tabel 3.4 hasil uji kelayakan instrument pada angket keluarga disfungsional terlihat bahwa terdapat 31 item yang memadai dan sebanyak 4 item yang mengalami revisi dan juga tidak ada item yang harus dibuang, hal tersebut terjadi setelah menjalani judgement oleh dosen ahli.


(37)

Setelah melakukan uji kelayakan instrumen oleh pakar, tahap selanjutnya adalah memperbaiki pernyataan-pernyataan instrumen sebelum akhirnya instrumen tersebut dapat disebarkan kepada siswa.

4. Uji Keterbacaan Instrumen

Uji keterbacaan instrumen ini dilakukan kepada 8 orang siswa SMP.Uji keterbacaan ini dilaksanakan untuk melihat apakah instrumen yang telah dibuat dapat dimengerti oleh siswa.

5. Uji Validitas Butir Item

Setelah instrumen penelitian di judgement oleh para pakar, direvisi, diuji keterbacaan, dan di revisi kembali, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba instrumen kepada 176 siswa.

Uji validitas penting dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari sebuah instrumen untuk digunakan. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Valid dalam bahasa indonesia disebut

dengan istilah “sahih”. Dalam penelitian ini uji validitas akan dilakukan guna

mengetahui kesahihan butir-butir item instrumen. Langkah-langkah pengolahan data untuk menentukan validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas butir item pernyataan adalah korelasi

Point Biserial Correlation dengan rumus sebagai berikut:

(Arikunto, 2006: 283)

Keterangan:


(38)

73

Mp = mean skor dari sampel yang menjawab benar pada butir item yang dicari validitasnya

Mt = rata-rata skor total

St = simpangan baku dari skor total

P = proporsi sampel yang menjawab benar = Jumlah item yang benar

Jumlah seluruh item

q = proporsi sampel yang menjawab salah (q= 1-p)

Kaidah keputusan menentukan valid atau tidaknya sebuah item berpatokan pada norma sebagai berikut; jika rpbis> rtabel berarti itrm yang dimaksud valid. Sebaliknya jika rpbis< rtabel maka item yang dimaksud tidak valid.

Maka berdasarkan hasil perhitungan rtabel , setiap item soal yang memiliki nilai | | dinyatakan telah valid, sebaliknya jika nilai

< 0,147 maka dinyatakan tidak valid. Berikut disajikan item-item

pernyataan setelah validasi.

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar

Kesim pulan

No Item Ju

mla h

Valid 1,2,3,5,6,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,20,21,22,24,25,26,27,28,29,30,31,3

2,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,50,51,52,55,58,59,60,61

50

Tidak Valid


(39)

Pada tabel 3.5 hasil uji validitas instrument motivasi belajar, terlihat bahwa terdapat 50 item yang valid dan terdapat 12 item yang tidak valid. Hal tersebut dapat terjawab setelah melakukan uji perhitungan dengan menggunakan rumus rpbis menurut Arikunto, 2006: 283.

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen Keluarga Disfungsional

Kesimpu lan

No Item Juml

ah

Valid 1,2,3,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23, 25,26,27,28,29,33

27

Tidak Valid

5,6,24,30,31,32,34,35 8

Pada tabel 3.6 hasil uji validitas instrument keluarga disfungsional, terlihat bahwa terdapat 27 item yang valid dan terdapat 8 item yang tidak valid. Hal tersebut dapat terjawab setelah melakukan uji perhitungan dengan menggunakan rumus rpbis menurut Arikunto, 2006: 283.

Tabel 3.7

Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar

Setelah Uji Validitas

Aspek Motivasi

Belajar

Indikator

Nomor Item

Jumlah

(+) (-)


(40)

75

dan keinginan berhasil

belajar lebih baik

Tidak mudah putus asa dalam belajar

10,11,12,1 3,14,15

16,17 8

Kemampuan menghadapi persaingan dengan oranglain.

18 20 2

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

Keingintahuan yang besar dalam belajar

21,22 24,25 4

Usaha untuk

menyelesaikan masalah dengan kemampuan sendiri.

26,27,28,2 9

30,31 6

Keinginan belajar lebih baik karena kebutuhan rasa aman

32,34 - 2

Keinginan belajar lebih baik karena kebutuhan penghargaan.

35,36,37 - 3

Adanya harapan dan cita-cita masa depan Keinginan untuk melanjutkan pendidikan

38,39 40,41 4

Adanya keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

42,43,44 - 3

Adanya penghargaan

Kemampuan menghargai diri sendiri


(41)

dalam belajar Kemampuan menghargai tugas belajar dengan baik.

50,51 52 3

Adanya kegiatan yang

menarik dalam belajar

Memiliki minat yang tinggi pada pelajaran

55 58,59 3

Ketertarikan dengan cara guru mengajar

60 61 2

TOTAL 34 16 50

Tabel 3.8

Kisi-kisi Instrumen Keluarga Disfungsional

Setelah Uji Validitas

Aspek Indikator Nomor butir Jumlah

(+) (-) 1. Ketidak lengkapan anggota keluarga a. Kematian salah satu atau kedua

orangtua

1,2 3, 4 4

b. Kedua orangtua terpisah atau bercerai

(Divorce)

7 8,9,10 4

2. Masih lengkapnya anggota keluarga c. Hubungan kedua orangtua kurang baik (Poor marriage)


(42)

77

d. Hubungan orangtua dengan anak tidak baik

(Poor parent child

relationship)

16,17 18,19,20 5

e. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan

(High tension and low warmth)

21,22 23,25 4

f. Orangtua sibuk dan jarang berada dirumah

(Parent absence)

26,27 28,29 4

g. Salah satu atau kedua orangtua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan

(Personality


(43)

orpshycologic al disorder)

TOTAL 11 16 27

6. Uji Reliabilitas

Setelah validitas masing-masing item diuji,selanjutnya instrumen tersebut diuji tingkat reliabilitasnya. Reliabel berarti bahwa dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas suatu instrumen memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumnpul data karena instrumen tersebut sudah baik Arikunto (2006 : 178) . Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan Rumus 3.2 Koefisien korelasi Spearman (Sudjana, 1996:455)

r’= 1-

Lalu di lanjutkan dengan rumus rii =

Keterangan :

r’ = Reabilitas seluruh instrumen

b12 = selisih peringkat skor genap dan skor ganjl n = jumlah responden

Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi dari Arikunto (2006: 247) yang menyebutkan bahwa:

Tabel 3.9

Kriteria Reliabilitas Instrumen


(44)

79

0,71 – 0,90 Derajat keterandalannya tinggi 0,41 – 0,70 Derajat keterandalannya sedang 0,21 – 0,40 Derajat keterandalannya rendah

< 0,20 Derajat keterandalannya sangat rendah

Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus 3.2 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.10

Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas

no Varibel Nilai Reliabilitas Keterangan

1 Motivasi Belajar 0.9972 Reliabel

2 Keluarga Disfungsional 0,9998 Reliabel

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa instrumen penelitian yang mengukur motivasi belajar menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0.99729269 dan dibulatkan menjadi 0,997 dengan jumlah item 62 buah. Artinya, instrumen dapat dinyatakan mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang berkategori sangat tinggi.

Begitu pula halnya dengan instrumen penelitian yang mengukur keluarga disfungsional menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0,99984998 dan dibulatkan menjadi 0,999 dengan jumlah item 35 buah. Artinya, instrumen dapat dinyatakan mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang berkategori tinggi.

F. Analisis Data


(45)

Verifikasi data dilakukan untuk menyeleksi data yang layak diolah. Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah, dan ketelitian angket yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah dan ketelitian angket yang telah diisi untuk kemudian diolah lebih lanjut. Hasil verifikasi data menunjukkan semua angket yang telah diisi oleh peserta didik layak untuk diolah.

2. Penyekoran Data

Data yang telah melalui verifikasi diberi skor pada setiap pilihan jawaban yang diambil. Angket melalui skala Guttman yang menyediakan dua alternatif jawaban yaitu Ya-Tidak (forced choice) dengan cara pengisian memberikan tanda

checklist (). Penyekoran setiap pilihan jawaban dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 3.11

Ketentuan Pemberian Skor Motivasi Belajar

Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon

Ya Tidak

Favorable (+) 1 0

Un-Favorable (-) 0 1

Tabel 3.12

Ketentuan Pemberian Skor Keluarga Disfungsional

Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon

Ya Tidak

Favorable (+) 0 1

Un-Favorable (-) 1 0

3. Pengolahan Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai motivasi belajar pada siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional yang diperoleh


(46)

81

berdasarkan penyebaran instrumen pada siswa-siswi kelas VIII di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang dilakukan melalui distribusi skor responden berdasarkan konversi untuk memberikan makna diagnosa terhadap skor instrumen. Langkah ini dilakukan untuk menentukan kategori tingkat keluarga disfungsional dan motivasi belajar pada siswa-siswi kelas VIII di SMP Pasundan 3 Bandung pada kategori Tinggi (T) dan Rendah (R).

Untuk menentukan kategori dalam instrumen keluarga disfungsional, yaitu menggunakan dua pengkategorian yakni kategori Disfungsional dan kategori Fungsional. Maka untuk menentukan skor dalam masing-masing kategori yaitu dengan cara mencari rata-rata skor dari pernyataan (valid) dari instrumen keluarga disfungsional dengan menggunakan rumus Average pada Microsoft Excel 2007 dari populasi sebanyak 176 siswa, kemudian diketahui bahwa skor rata-rata pada hasil instrumen keluarga disfungsional yaitu 9, Artinya siswa yang memiliki skor

ш 9 berada dalam kategori Disfungsional dan siswa dengan skor ч 9 berada dalam kategori Fungsional). Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori Disfungsional sebanyak 83 siswa dan jumlah yang berada pada kategori Fungsional sebanyak 93 siswa. Atau bisa juga diartikan terdapat 83 siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional dan terdapat 93 siswa yang memiliki keluarga yang fungsional Dengan demikian artinya bahwa hanya siswa yang berada pada disfungsional yaitu sebanyak 83 yang digunakan untuk menjadi sampel dalam penyebaran instrumen berikutnya yaitu instrumen motivasi belajar, dengan alasan mengingat judul penelitian ini yaitu untuk mengetahui seperti apa motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

Kemudian, sama halnya yang dilakukan dalam pengkategorian pada instumen sebelumnya, instrumen motivasi belajar juga menggunakan dua kategori yakni kategori Termotivasi dan kategori Tidak Termotivasi. Maka untuk menentukan skor dalam masing-masing kategori yaitu dengan cara mencari rata-rata skor dari pernyataan (valid) dari instrumen motivasi belajar dengan menggunakan rumus Average pada Microsoft Excel 2007 dari jumlah seluruh sampel sebanyak 83 siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional. diketahui bahwa skor rata-rata pada hasil instrumen motivasi belajar pada siswa


(47)

yang berlatar belakang disfungsioal yaitu 35, Artinya siswa yang memiliki skor ш 35 berada dalam kategori Termotivasi dan siswa dengan skor ч 35 berada dalam kategori Tidak Termotivasi. Secara keseluruhan jumlah yang berada pada kategori Termotivasi sebanyak 39 siswa dan jumlah yang berada pada kategori Tidak Termotivasi sebanyak 44 siswa. Atau bisa juga diartikan terdapat 39 siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional memiliki motivasi belajar yang tinggi atau termotivasi dan terdapat 44 siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional memiliki motivasi belajar yang rendah atau tidak termotivasi. Dengan demikian artinya bahwa siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional memiliki kecenderungan tidak termotivasi motivasi belajar

Tabel 3.13

Kategori interval Skor Gambaran Umum motivasi belajar pada Siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional

SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Skor Kualifikasi

ш 35 Siswa pada kategori ini termotivasi oleh keluarga.

≤ 35 Siswa pada kategori ini tidak termotivasi oleh keluarga. Kategori interval skor gambaran umum keluarga disfungsional dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.14

Kategori interval Skor Gambaran Umum keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Skor Kualifikasi

ш 9 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat keluarga disfungsional yang tinggi.

ч 9 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat keluarga disfungsional yang rendah.


(48)

83

Gambaran umum keluarga disfungsional siswa SMP Pasundan 3 Bandung dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.15

Persentase Siswa berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional

Kategori f Persentase

Disfungsional 83 47%

Fungsional 93 53%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.16

Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional

Kategori Kualifikasi

Disfungsional Pada kategori ini, siswa memiliki keluarga yang disfungsional dalam kategori yang tinggi. hal ini dapat berakibat pada kurangnya motivasi belajar siswa yang bersumber dari faktor eksternal.

Fungsional Pada kategori ini, siswa mengalami keluarga yang disfungsional dalam kategori yang rendah. Pada kondisi ini dapat dipastikan bahwa keluarga masih bisa terus memotivasi anaknya.

Berdasarkan hasil perhitungan, maka gambaran umum motivasi belajar pada siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.17

Persentase Siswa berdasarkan Kategori motivasi belajar pada siswa yang berlatar bekang keluarga disfungsional.


(49)

Kategori f Persentase

Termotivasi 39 47%

Tidak Termotivasi

44 53%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.18

Interpretasi Skor kategori Angket motivasi belajar

Kategori Kualifikasi

Termotivasi Pada kategori Termotivasi artinya siswa sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi pada setiap aspeknya, motivasi tersebut dihasilkan berkat dukungan dari luar diri siswa khususnya keluarga.

Rendah Pada kategori tidak termotivasi artinya siswa memiliki motivasi belajar yang masih rendah pada setiap aspeknya, motivasi tersebut dihasilkan berkat masih kurangnya dukungan dari luar diri siswa khususnya keluarga.


(50)

(51)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara umum gambaran tingkat motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung tahun ajaran 2013-2014 berada pada kategori tinggi dan rendah.

2. Gambaran umum hasil dari keluarga disfungsional terbagi dalam dua kategori tinggi dan rendah. Hasil tersebut menentukan jumlah sampel utama untuk penyebaran instrumen motivasi belajar. Hasilnya yaitu sebanyak 83 siswa yang dijadikan sampel untuk penyebaran instrumen motivasi belajar.

3. Gambaran setiap aspek tingkat motivasi belajar siswa (adanya hasrat dan

keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif) remaja rendah.

4. Hasil penelitian menunjukan siswa yang memiliki motivasi belajar yang berlatar belakang keluarga disfungsional dalam kategori rendah pada setiap aspek keluarga disfungsional, maka diperlukan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

5. Program yang disusun mengacu pada hasil identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 yang terkait dengan motivasi belajar dan keluarga disfungsional.


(52)

130

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. Lingkup materi yang disajikan dalam program secara keseluruhan ditentukan berdasarkan aspek motivasi belajar.

B. Rekomendasi

Setekah melakukan penelitian mengenai motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional membahas dan menyimpulkan, di akhir penulisan skripsi ini penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMP Pasundan 3 Bandung, profil motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Pada penelitian ini, disampaikan rekomendasi tersebut antara lain :

a. Pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMP Pasundan 3 Bandung dengan melaksanakan pengukuran secara menyeluruh gambaran tingkat motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional pada siswa yang dihasilkan dari penelitian ini sebagai penunjang dalam pengembangan konten layanan.

b. Pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMP Pasundan 3 Bandung diperkenankan untuk melakukan uji kelayakan konseptual maupun empiris terhadap program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional pada siswa.


(53)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterbatasan proses dan hasil penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari kapasitas penyusun skripsi. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk :

a. Menggunakan pendekatan dan metode penelitian yang lebih beragam. Seperti kualitatif dengan studi kasus langsung ke area penelitian. b. Mengembangkan dan melaksanakan uji coba empiris program

bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional pada siswa Sekolah Menengah Pertama maupun Madrasah Tsanawiyah.


(1)

83

Gambaran umum keluarga disfungsional siswa SMP Pasundan 3 Bandung dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.15

Persentase Siswa berdasarkan Kategori Keluarga Disfungsional

Kategori f Persentase

Disfungsional 83 47%

Fungsional 93 53%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.16

Interpretasi Skor Kategori Angket Keluarga Disfungsional

Kategori Kualifikasi

Disfungsional Pada kategori ini, siswa memiliki keluarga yang disfungsional dalam kategori yang tinggi. hal ini dapat berakibat pada kurangnya motivasi belajar siswa yang bersumber dari faktor eksternal.

Fungsional Pada kategori ini, siswa mengalami keluarga yang disfungsional dalam kategori yang rendah. Pada kondisi ini dapat dipastikan bahwa keluarga masih bisa terus memotivasi anaknya.

Berdasarkan hasil perhitungan, maka gambaran umum motivasi belajar pada siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional di SMP Pasundan 3 Bandung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.17

Persentase Siswa berdasarkan Kategori motivasi belajar pada siswa yang berlatar bekang keluarga disfungsional.


(2)

Kategori f Persentase

Termotivasi 39 47%

Tidak Termotivasi

44 53%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.18

Interpretasi Skor kategori Angket motivasi belajar

Kategori Kualifikasi

Termotivasi Pada kategori Termotivasi artinya siswa sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi pada setiap aspeknya, motivasi tersebut dihasilkan berkat dukungan dari luar diri siswa khususnya keluarga.

Rendah Pada kategori tidak termotivasi artinya siswa memiliki motivasi belajar yang masih rendah pada setiap aspeknya, motivasi tersebut dihasilkan berkat masih kurangnya dukungan dari luar diri siswa khususnya keluarga.


(3)

(4)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara umum gambaran tingkat motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung tahun ajaran 2013-2014 berada pada kategori tinggi dan rendah.

2. Gambaran umum hasil dari keluarga disfungsional terbagi dalam dua kategori tinggi dan rendah. Hasil tersebut menentukan jumlah sampel utama untuk penyebaran instrumen motivasi belajar. Hasilnya yaitu sebanyak 83 siswa yang dijadikan sampel untuk penyebaran instrumen motivasi belajar.

3. Gambaran setiap aspek tingkat motivasi belajar siswa (adanya hasrat dan

keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif) remaja rendah.

4. Hasil penelitian menunjukan siswa yang memiliki motivasi belajar yang berlatar belakang keluarga disfungsional dalam kategori rendah pada setiap aspek keluarga disfungsional, maka diperlukan program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional.

5. Program yang disusun mengacu pada hasil identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh siswa SMP Pasundan 3 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 yang terkait dengan motivasi belajar dan keluarga disfungsional.


(5)

130

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. Lingkup materi yang disajikan dalam program secara keseluruhan ditentukan berdasarkan aspek motivasi belajar.

B. Rekomendasi

Setekah melakukan penelitian mengenai motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional membahas dan menyimpulkan, di akhir penulisan skripsi ini penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMP Pasundan 3 Bandung, profil motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Pada penelitian ini, disampaikan rekomendasi tersebut antara lain :

a. Pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMP Pasundan 3 Bandung dengan melaksanakan pengukuran secara menyeluruh gambaran tingkat motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional pada siswa yang dihasilkan dari penelitian ini sebagai penunjang dalam pengembangan konten layanan.

b. Pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMP Pasundan 3 Bandung diperkenankan untuk melakukan uji kelayakan konseptual maupun empiris terhadap program bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional pada siswa.


(6)

Galih Kania, 2014

Program Bimbingan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pada Siswa Yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterbatasan proses dan hasil penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari kapasitas penyusun skripsi. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk :

a. Menggunakan pendekatan dan metode penelitian yang lebih beragam. Seperti kualitatif dengan studi kasus langsung ke area penelitian. b. Mengembangkan dan melaksanakan uji coba empiris program

bimbingan belajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yang berlatar belakang keluarga disfungsional pada siswa Sekolah Menengah Pertama maupun Madrasah Tsanawiyah.