Konseling Spiritual Teistik untuk Mengembangkan Karakter Transenden Mahasiswa : Studi eksperimen single subject research terhadap Mahasiswa Tingkat Pertama Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Tahun Akadem

(1)

ABSTRAK

Ibrahim Al Hakim. (2015). Konseling Spiritual Teistik untuk Mengembangkan Karakter Transenden Mahasiswa (Studi Eksperimen

Single Subject Research Terhadap Mahasiswa Tingkat Pertama Pendidikan

Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Tahun Akademik 2014/2015).

Problema mahasiswa yang meliputi kesulitan dalam mengatur waktu belajar, kurang motivasi, adanya kegiatan belajar yang salah, minat yang kurang terhadap bidang yang ditekuni, penyesuaian diri, permasalahan keluarga, dan frustasi serta konflik pribadi dapat menyebabkan perilaku bunuh diri. Keutamaan transendensi adalah menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta serta menyajikan arti kehidupan. Karakter transenden mengacu kepada penekanan spiritual dan menghubungkan kehidupan mahasiswa dengan alam semesta sehingga memahami arti kehidupan, sikap dan perilaku berdasarkan nilai-nilai spiritualitas. Konseling spiritual teistik berlandaskan kepada keyakinan metafisik para penganut agama, yang menyangkut pandangan tentang Tuhan, hakikat manusia, tujuan hidup, spiritualitas, moralitas dan hidup setelah mati. Penelitian bertujuan mengidentifikasi efektivitas konseling spiritual teistik untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa yang dilakukan terhadap tiga mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pakuan. Penelitian menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain single subject model A/B. Instrumen yang digunakan adalah angket karakter transenden. Subjek penelitian adalah mahasiswa Tingkat Pertama Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Tahun Akademik 2014-2015. Analisis data menggunakan grafik dan the two standar deviation rule untuk mengetahui signifikansi kenaikan karakter transenden mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan konseling spiritual teistik efektif mengembangkan character transendence pada tiga mahasiswa yang menjadi subjek penelitian. SU, RA, dan NA mengalami peningkatan skor keseluruhan aspek spiritual teistik, yaitu appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, playfulness, dan spirituality. Rekomendasi ditujukan kepada Konselor Perguruan Tinggi untuk mengimplementasikan konseling spiritual teistik untuk mengembangkan character transendence mahasiswa dan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan single subject dengan model multiple baseline.


(2)

ABSTRACT

Ibrahim Al Hakim. (2015). Spiritual Theistic Counseling to Develop the Transcendent Character of Student (Quasi Experimental Research with Three Students of 1st Grade in Department of Education of Primary School Teacher Faculty of Teacher Training and Education Pakuan University Academic Year 2014/2015).

Student problems consist of difficulty in arranging a time to study, lack of motivation, the learning activities were wrong, lacking interest towards the occupied areas, self adjustment , family problems, and frustration and personal conflict that can ultimately lead to suicide. The virtue of the transcendence of human life is to connect with the universe and the meaning of life present. Transcendent character refers to the spiritual emphasis and connect life with the universe so that students understand the meaning of life, attitudes and behaviors based on the values of spirituality. Theistic spiritual counseling based on the metaphysical beliefs of the adherents of a religion, which concerns the notion of God, human nature, life purpose, spirituality, morality and life after death. The aim of the research was to examine the effectiveness of Spiritual Theistic Counseling to Develop the Transcendent Character among three students in Department of Education of Primary School Teacher Pakuan University. The study posses a single subject quasi experimental design with AB model. The instrument used was a questionnaire transcendent character. research subjects are students of 1st grade in Department of Education of Primary School Teacher Faculty of Teacher Training and Education Pakuan University Academic Year 2014/2015. The data was analyzed by using graphs and the two standard deviation rule to identifythe significance of transcendent character enhance. Findings provide support thats Spiritual theistic counseling was effective todevelop students transcendent character in three of students who was studied. SU, RA, and NA increased the overall score theistic spiritual aspects, namely appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, playfulness, and spirituality. Recommendation has been given for (1) counselor of university to implemented spiritual theistic counseling to develop transcendent character of students and the using of single subject with multiple baseline in future research.


(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Mahasiswa memiliki kewajiban dalam perannya yaitu mendapatkan keahlian atau keterampilan berdasarkan suatu atau sejumlah ilmu tertentu di perguruan tinggi sehingga dapat mendukung pembangunan bangsa. “Mahasiswa dalam menjalankan kehidupannya tidak selalu berlangsung mulus dan lancar, banyak hambatan dan problema yang mahasiswa hadapi, baik berhubungan dengan akademik maupun non-akademik” (Supriatna, 2010, hlm. 1). Problema mahasiswa antara lain kesulitan dalam mengatur waktu belajar, kurang motivasi, adanya kegiatan belajar yang salah, minat yang kurang terhadap bidang yang ditekuni, penyesuaian diri, permasalahan keluarga, dan frustasi serta konflik pribadi sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan bunuh diri. “Problema mahasiswa yang terjadi merupakan pengaruh negatif dari stres. Problema yang dialami mahasiswa merupakan dampak dari perasaan yang tidak enak, tidak nyaman, persepsi yang kurang tepat terhadap sesuatu yang mengancam keselamatan dirinya, merusak harga dirinya, menggagalkan keinginan atau kebutuhannya”(Yusuf & Nurihsan, 2005, hlm. 252).

Penelitian Beautrais (2003, hlm. 76) menggambarkan ‘peningkatan angka bunuh diri dengan rata-rata setiap tahun satu juta orang meninggal disebabkan bunuh diri, 10-20 juta orang berupaya bunuh diri dan dari keseluruhan jumlah

tersebut, 60% jumlah pelaku bunuh diri berasal dari benua Asia’. Science Daily

pada tahun 2008 (Supriatna, 2010, hlm. 1) melaporkan hal yang sama terkait pengalaman bunuh diri khususnya di kalangan mahasiswa Amerika Serikat (AS):

‘.. Lebih dari setengah populasi mahasiswa yang berjumlah 26.000 dari 70 perguruan tinggi di AS yang menyelesaikan survei mengenai pengalaman bunuh diri, mahasiswa Amerika Serikat pernah memikirkan untuk bunuh diri, paling tidak sekali dalam hidupnya. Sebanyak 15 % dari mahasiswa yang disurvei telah memikirkan secara serius untuk bunuh diri dan >5% pernah melakukan percobaan bunuh diri paling sedikit sekali dalam hidupnya.’


(4)

Fenomena kasus bunuh diri yang baru terjadi di dalam negeri diantaranya pada hari senin 3 maret 2014, seorang mahasiswa yang tewas karena terjun dari lantai 5 ITC Depok. Mahasiswa melakukan bunuh diri karena depresi (Sukmansyah, 2014 dalam http://www.tempo.com). Isnaini Agus Riyanto yang berusia 23 tahun bunuh diri karena putus cinta (Bintang, 2014 dalam http://www. jateng.tribunnews.com). Regina, perempuan berusia 20 tahun melakukan bunuh diri karena berselisih dengan kakaknya (Harahap, 2013 dalam http://www.tempo.com).

Mahasiswa sering mengalami konflik internal dan penyimpangan perilaku etis. Media sering melaporkan penyimpangan mahasiswa, seperti geng motor, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, merokok, seks bebas dan lain sebagainya. “Survei tahun 2005 dari sabang sampai merauke, 40%-45% remaja yang berusia 14-24 tahun menyatakan secara terbuka mahasiswa telah melakukan hubungan

seks pranikah” (Hafidz, 2012, hlm 75). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

menciduk seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta yang berusia

19 tahun, Maharani Suciyono bersama Ahmad Fathanah yang merupakan perantara suap impor daging. Maharani Suciyono dan Ahmad Fathanah diciduk di Hotel Le Meridien, Jakarta (Wahyuningsih, 2014 dalam http://www.tempo.com).

Pemaparan fakta-fakta empirik menunjukan mahasiswa yang melakukan penyimpangan adalah individu yang tidak memiliki karakter. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama di dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter secara imperatif tertuang dalam Undang- Undang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara


(5)

yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”

Tujuan pendidikan nasional adalah pembentukan karakter peserta didik. Peserta didik mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan TuhanYang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan. Karakter selalu berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil atau manusia sempurna.

Linckona (1991, hlm. 51) mendefinisikan karakter sebagai “A realiable

inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “character so conceveid has three interrelated parts: moral

knowing, moral feeling, and moral behavior”. Lickona (1991, hlm. 51) mengemukakan karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.

Peterson dan Seligman (2004, hlm. 13-14) menghubungkan secara langsung character strengh dengan kebajikan. Character strength adalah elemen yang membangun kebajikan (virtues). “Character strength adalah karakter atau watak yang berkontribusi mewujudkan potensi dan cita-cita seseorang dalam kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain dan bangsanya”. Peterson dan Seligman (2004, hlm. 15) menggolongkan enam virtue atau keutamaan yaitu kebijaksanaan dan pengetahuan, kemanusian, kesatriaan, berkeadilan, temperance, dan transenden. Setiap enam virtue atau keutamaan memiliki character strengh, yaitu:


(6)

Tabel 1.1

Virtue atau Keutamaan dan Kekuatan Karakter

Virtues Character Strength

1. Kebijaksanaan dan pengetahuan

Kreativitas, keingitahuan, keterbukaan pemikiran, kecintaan belajar, perspektif.

2. Kemanusian Kecerdasan, kegigihan, integritas, vitalitas 3. Kesatriaan kasih, kecerdasan bermasyarakat.

4. Berkeadilan kependudukan, keadilan, kepemimpinan

5. Temperance Pengampunan, kerendahan hati, kebijaksanaan, pengaturan diri,

6. Transenden Mengapresiasi keindahan dan keunggulan, bersyukur terhadap hal-hal yang sudah terjadi serta pengukapan terimaksih kepada orang lain, mengharapkan sesuatu hal terbaik dan berusaha untuk mencapainya,memiliki rasa humor untuk menyenangkan orang lain,memiliki arah atau makna hidup sesuai agama / memiliki keyakinan yang koherententang tujuan dan makna beribadah, serta berpegang teguh pada nilai moran dan kebaikan.

Problema mahasiswa yang meliputi kesulitan dalam mengatur waktu belajar, kurang motivasi, adanya kegiatan belajar yang salah, minat yang kurang terhadap bidang yang ditekuni, penyesuaian diri, permasalahan keluarga, dan frustasi serta konflik pribadi dapat menyebabkan perilaku bunuh diri. Keutamaan transendensi adalah menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta serta menyajikan arti kehidupan. “Spiritualitas dapat menghindarkan diri dari godaan dan menguatkan diri ketika berada pada situasi yang sulit. Spiritualitas dapat menghindarkan sikap dan perilaku mahasiswa yang kurang memiliki nilai-nilai spiritualitas sebagai dasar kekuatan dan keutamaan karakter manusia” (Lestari, 2013, hlm. 5).

Istilah “transendensi” dalam bahasa Inggris adalah “transcend” yang

berarti ‘menembus’, ‘melampaui’. Transendensi (transedence) dalam psikologi

transpersonal mengacu pada “keadaan kesadaran (states of consciousness) di


(7)

citra diri dari kepribadian individu serta merefleksikan suatu koneksi fundamental,

harmoni, atau kesatuan dengan orang lain dan dunia” (Saphiro et al, 2002, hlm. 3).

Transendensi merupakan pemikiran transenden dalam menemukan makna esensial. Kesimpulannya, transenden adalah perjalanan manusia melewati sang waktu untuk menemukan makna esensial dari setiap hal yang dihadapinya. Transenden adalah upaya manusia untuk bergerak melampaui sisi-sisi gelapnya, dan membiarkan diri dibimbing oleh nilai-nilai luhur kehidupan yang lahir dari konteks komunitas hidupnya.

Penelitian yang dilakukan Burke (2005, hlm. 61-75) menunjukan kaum wanita di Australia memiliki transendensi diri yang lebih tinggi daripada pria Australia yang lebih tua, dan secara bermakna dikaitkan dengan agama, status perkawinan (pada wanita) dan usia (pada pria). Penelitian Burke menunjukkan korelasi yang lemah antara transendensi diri dan setiap ukuran kesehatan psikologis atau fisik. Penelitian Levenson et al (2005, hlm. 11) menunjukan hubungan antara self-transcendence dan neurotisme, keterbukaan terhadap pengalaman, extraversion, dan keramahan yang signifikan, meskipun sederhana, menunjukkan self-transcendence yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam hal sifat-sifat kepribadian yang positif saja. Seperti yang diharapkan, analisis regresi berganda menunjukkan transendensi-diri negatif terkait dengan neurotisisme dan positif berhubungan dengan praktek meditasi. Penelitian muncul untuk memberikan dukungan bagi konstruk transendensi-diri. Penelitian Lestari (2013, hlm. 78) menegaskan konseling spiritual tesitik efektif untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan siswa pada aspek karakter transendensi terutama rasa bersyukur dan spiritualitas.

Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Kesejajaran posisi tidaklah berarti semua tenaga pendidik tanpa keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Konselor di perguruan tinggi memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan dosen. Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi


(8)

belum tercantum dalam sistem pendidikan ditanah air, tetapi perkembangan personal, sosial, akademik dan karir mahasiswa membutuhkan dukungan bimbingan dan konseling.

Kartadinata (Yustiana, 2013, hlm. 14) menyampaikan layanan bimbingan dan konseling adalah ‘layanan psikologis dalam suasana pedagogis, layanan psikopedagogis dalam seting persekolahan (semua jenjang) maupun luar sekolah

dalam konteks kultur, nilai dan religi yang diyakini’. Yustiana (2013, hlm. 14)

menyampaikan:

“Pelayanan bimbingan dan konseling harus mencakup lingkup yang lebih luas yaitu membantu peserta didik mencapai kematangan perkembangan sehingga dapat mengaktualisasikan potensi dirinya, mengentaskan permasalahan yang dihadapinya serta mempersiapkan diri memenuhi tuntutan bagi perannya di masa yang akan datang.”

Konselor di perguruan tinggi perlu mamahami perannya sebagai pemberi layanan selain mewujudkan dan tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan di perguruan tinggi adalah membantu mahasiswa dalam mengaktualisasikan potensi dan mengentaskan permasalahan yang dihadapi. Permasalahan mahasiswa menyangkut perkembangan personal, sosial, akademik dan karir dengan mempertimbangkan kultur, nilai dan religi yang diyakini.

Permasalahan di kalangan mahasiswa meliputi permasalahan akademik maupun non-akademik. Konselor perguruan tinggi perlu mengadopsi cara baru yang berdimensi biopsikososispritual. Yusuf (2009, hlm. 5) mengemukakan “intervensi konseling tidak hanya sebatas mengembangkan atau menyelesaikan masalah pola pikir, emosi, sikap, atau tingkah laku klien, tetapi meliputi perkembangan kepribadiannya secara utuh sebagai makhluk yang berdimensi

biopsikososiospritual”. Yusuf (2009, hlm. 5) menambahkan “dalam agama terdapat banyak potensi penyembuhan dan sumber-sumber spiritual yang dapat diakses oleh para psikoterapis/konselor untuk meningkatkan keberhasilan treatmen psikospiritual”.

Yusuf (2009, hlm. 1-3) mengungkapkan fenomena yang terjadi di Amerika Serikat yang memperkuat kebutuhan spiritual:


(9)

“Akhir abad 20 ditandai dengan berkembangnya minat terhadap isu-isu spiritual dan keyakinan (keimanan) di Amerika Serikat. Berbagai majalah dan koran terkemuka, seprti Time,Newsaweek, U.S. News dan World Report memuat pemberitaan atau artikel-artikel tentang isu-isu tersebut. Beratus-ratus buku populer dan banyak stasiun televisi yang menaruh perhatianuntuk membahas atau menayangkan isu-isu spiritual dan keagamaan.... Banyak ahli psikoterapi/konseling yang tidak memiliki persiapan atau pemahaman dan keterampilan untuk menangani isu-isu spiritual, ditambah lagi bahwa mereka memiliki pandangan sekuler, atau kurang mengalami kehidupan beragama, sehingga mengalami hambatan dalam membantu klien.”

Damnon (2002, hlm. 4) melaporkan terdapat peningkatan pelayanan agama di Amerika. Masyarakat Amerika menemukan kekuatan dan kenyamanan dari keyakinan spiritual yang dimilikinya.

....40 percent of all American attend religious services weekly.... a clear majority of all American report that their religious beliefs and practices provide a primary source of meaning purpose in their lives ...67 percent state that find strength and comfort from their spiritual or religios belief. Corey (1991, hlm. 282-283)menyampaikan bimbingan dan konseling atau psikoterapi tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang dianut konselor. Corey menyampaikan :

Para terapis (konselor atau psikiater) kadang diperingatkan untuk “netral”, harus bisa memisahkan antara filsafat hidupnya dalam hubungan terapi dan menghindari penyampaian pertimbangan nilai kepada klien. Padahal tidak mungkin mengesampingkan nilai-nilai dan keyakinan kita dalam hubungan yang kita bangun dengan klien dan bahwa kita bersedia mendiskusikan secara terbuka masalah-masalah tentang nilai dalam proses konseling. Meskipun kewajiban etis kita juga mengharuskan untuk menahan diri dari keinginan memaksakan nilai-nilai kita itu kepada klien. Seorang terapis tidak bisa merumuskan tujuan-tujuan seraya menghindari pertimbangan-pertimbangan nilai, sebab tujuan-tujuan itu selalu berlandaskan nilai-nilai yang dianut terapis.

Arah tujuan merupakan salah satu aspek dari spiritual. Arah tujuan meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang secara berkesinambungan, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta serta menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra, perasaan, dan pikiran. Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan


(10)

yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama merupakan praktik perilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang dapat mengikuti agama tertentu, tetapi memiliki spiritualitas. Orang - orang dapat menganut agama yang sama, tetapi belum tentu memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama.

Teistik adalah aliran yang mengakui adanya Tuhan. Tuhan sebagai awal dan akhir hidup manusia. Tuhan menciptakan, memelihara dan campur tangan dalam dunia manusia. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi dasar ideologi negara pada sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Maka konseling perlu memperoleh kerangka kerja yang peka terhadap klien teistik.

Konselor spiritual teistik dapat memfasilitasi mahasiswa supaya meyakini nilai-nilai ketuhanan dan mengaktualisasikannya dalam menyelesaikan masalah pribadi, sosial, belajar dan karir. Amanah (2012, hlm. 6) mengemukakan

“program konseling spiritual teistik mengedepankan nilai-nilai normatif dan

religius. Keunggulan pada bidang lain diprediksi akan berkembang apabila nilai-nilai dan religius berhasil ditingkatkan”. Yusuf & Nurihsan (2005, hlm.135)

menjelaskan secara hakiki manusia adalah “makhluk beragama (homoreligius),

yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran agama sebagai rujukan sikap dan perilakunya”.

Sartika (2011, hlm. 108) yang melakukan penelitian di Indonesia melaporkan konseling spiritual teistik efektif untuk meningkatkan sifat-sifat kerosulan pada siswa yang meliputi siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Penelitian Sartika (2011, hlm. 78) menunjukan program konseling spiritual teistik efektif untuk membantu mahasiswa mengenal, mengingat, sekaligus memantapkan kembali untuk terus berpegang kepada ajaran agama. Paparan hasil penelitian menunjukan pemahamanan pendekatan konseling spiritual tesitik


(11)

memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan mengentaskan permasalahan mahasiswa.

Konseling spiritual teistik berlandaskan kepada keyakinan metafisik para penganut agama, yang menyangkut pandangan tentang Tuhan, hakikat manusia, tujuan hidup, spiritualitas, moralitas dan hidup setelah mati. Tujuan konseling spiritual teistik adalah menfasilitasi dan meningkatkan kemampuan konseli untuk mengembangkan spiritualitasnya. Konseling spritual teistik juga mengarahkan konseli kepada Tuhan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan. Fenomena manusia tidak sadar (lupa) terhadap nilai-nilai yang dianutnya menyebabkan putus hubungan dengan Tuhan. Manusia yang mengalami putus hubungan dengan

Tuhan menyebabkan manusia melakukan dosa. Selanjutnya, “manusia yang telah

melakukan dosa akan mengalami luka batin yang perlu disembuhkan melalui

relasi konseling” (Lestari, 2013, hlm. 7). Karakter transenden mengacu kepada

penekanan spiritual dan menghubungkan kehidupan mahasiswa dengan alam semesta sehingga memahami arti kehidupan, sikap dan perilaku berdasarkan nilai-nilai spiritualitas.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, fokus penelitian adalah pada kajian tentang konseling spritual teistik untuk mengembangkan karakter transendensi mahasiswa.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Karakter transendensi menyediakan penjelasan yang dibutuhkan untuk menjalani keseluruhan dan stabilitas kehidupan yang baik. Peterson & Seligman (2004, hlm.12) menjelaskan “kehidupan yang baik ditandai dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup serta berlangsung selamanya dalam segala situasi”. Karakter transenden dapat diidentifikasi dari sikap: (1) mengapresiasi keindahan dan keunggulan (appreciation of beauty and excellence); (2) bersyukur terhadap hal-hal yang sudah terjadi serta pengukapan terima kasih kepada orang lain(gratitude); (3) mengharapkan sesuatu hal terbaik dan berusaha untuk mencapainya (hope); (4)memiliki rasa humor untuk menyenangkan orang lain (playfulness); (5) memiliki arah atau makna hidup sesuai agama / memiliki


(12)

keyakinan yang koheren tentang tujuan dan makna beribadah, serta berpegang teguh pada nilai moral dan kebaikan(spirituality).

Manusia sebagai makhluk transenden ketika menyadari perbuatan yang dilakukan merupakan hal yang benar atau salah. Kesadaran membuat manusia bercermin kembali tentang hal yang dilakukannya dan mengadakan evaluasi diri. Manusia melakukan evaluasi diri untuk perbaikan dan proses mengubah diri menjadi manusia yang lebih baik. Lestari (2013, hlm. 8) mengungkapkan

“keutamaan yang terkandung dalam kekuatan transenden akan memberi hubungan

dan makna dalam kehidupan antara manusia dengan alam semesta. Penghargaan yang didapat dari kekuatan transenden adalah menjadikan kekuatan karakter yang lain menjadi penting”.

Kekuatan karakter tercipta apabila mahasiswa dapat mengembangkan diri sesuai amanat UUSPN (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang menyatakan:

“..Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Konselor perguruan tinggi memilik tanggung jawab dalam menjalankan UUSPN No. 20 Tahun 2003. Kedudukan dan peran konselor perguruan tinggi secara tersirat sudah diatur dalam peraturan pemerintah sebagai dasar formal melaksanakan tugas konselor di perguruan tinggi. Peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2010 tentang pendidikan tinggi, bab VIII pasal 34 ayat 1 dan 2, yaitu:

1. Unsur penunjang pada perguruan tinggi merupakan perangkat kelengkapan di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berada di luar fakultas, jurusan dan laboratorium.

2. Unsur penunjang yang dimaksud dalam ayat 1 dapat terdiri atas perpustakaan, pusat komputer, laboratorium, kebun percobaan, teknologi pengajaran dan


(13)

bentuk lain yang dianggap perlu untuk menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional di perguruan tinggi yang bersangkutan.

3. Pimpinan unsur penunjang yang dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh dan bertanggung jawab langsung pada pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.

Konselor memiliki peran penting di perguruan tinggi. Peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2010 tentang Pendidikan Tinggi bab X pasal 109, ayat 1 menyatakan mahasiswa mempunyai hak:

1. memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan bidang akademik sesuai dengan minat, bakat, kegemaran dan kemampuan.

2. mendapatkan bimbingan dari dosen yang bertanggung jawab pada penyelesaian program studinya.

3. memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan program studi yang diikuti dan hasil belajarnya.

4. menyelesaikan studi lebih awal dari jadwal yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

5. memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) menguraikan standar kompetensi kemandirian mahasiswa. Standar kompetensi kemandirian mahasiswa merupakan acuan dalam merumuskan pencapaian kompetensi mahasiswa yang merupakan salah satu komponen program konselor perguruan tinggi. ABKIN mengelompokkan standar kompetensi kemandirian mahasiswa menjadi 11 (sebelas) aspek perkembangan, terpetakan dalam rentang pengenalan, akomodasi dan tindakan. Penjabaran kompetensi kemandirian mahasiswa yang terkait dengan penelitian hanya dijabarkan 6 (enam) kompetensi kemandirian, yaitu:


(14)

Tabel 1.2

Standar Kompetensi Kemandirian Mahasiswa

No. Aspek Perkembangan

Tataran/ Internalisasi

Tujuan

Indikator Perilaku

1 Landasan Hidup

Religius

Pengenalan Mengkaji lebih dalam tentang makna kehidupan beragama

Akomodasi Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku

Tindakan Ikhlas melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan

2 Landasan Perilaku Etis

Pengenalan Menelaah lebih luas tentang nilai-nilai sendiri tentang nilai-nilai universal dalam kehidupan manusia

Akomodasi Menghargai keyakinan nilai-nilai sendiri dalam keragaman nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat

Tindakan Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko dari keputusan yang diambil.

3 Kematangan Emosi Pengenalan Mengkaji secara objektif perasaan-perasaan diri dan orang lain

Akomodasi Menyadari atau mempertimbangkan

kemungkinan-kemungkinan konsekuensi atas ekspresi perasaan.

Tindakan Mengekpresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik dan mampu berpikir positif terhadap kondisi ketidakpuasan

4 Kematangan

Intelektual

Pengenalan Mengembangkan cara-cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berdasarkan informasi/data yang akurat

Akomodasi Menyadari pentingnya menguji berbagai alternatif keputusan pemecahan masalah secara objektif

Tindakan Mengambil keputusan dan pemecahan masalah atas dasar informasi/data secara objektif serta bermakna bagi dirinya dan orang lain

5 Kesadaran Tanggung

Jawab Sosial

Pengenalan Mengembangkan pola-pola perilaku sosial berdasarkan prinsip kesamaan (equality) sebagai dasar berinteraksi dalam kehidupan masyarakat luas.

Akomodasi Menghayati nilai-nilai kesamaan (equality) sebagai dasar berinteraksi dalam kehidupan masyarakat luas


(15)

No. Aspek Perkembangan

Tataran/ Internalisasi

Tujuan

Indikator Perilaku

Tindakan Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain.

6. Kematangan

hubungan dengan teman sebaya

Pengenalan Mengembangkan strategi pergaulan yang lebih intensif sebagai upaya untuk menjalin

persahabatan yang harmonis

Akomodasi Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam persahabatan dengan teman sebaya

Tindakan Mengembangkan dan memelihara nilai-nilai pergaulan dengan teman sebaya yang lebih luas secara bertanggung jawab

Konseling spiritual teistik mengedepankan nilai-nilai normatif dan religius. Iintegrasi nilai-nilai ilahiyah merupakan upaya yang sangat berarti bagi pengembangan profesi konseling yang lebih komprehensif. Berbagai aspek kehidupan diprediksi akan berkembang jika nilai-nilai dan religius berhasil ditingkatkan. Yusuf (2009, hlm. 239) menyatakan ‘Nilai-nilai spiritual-religius (nilai-nilai ilahiyah), yaitu berakhlakul karimah, akan mewujudkan personal dan sosial yang sakinah, mawaddah, dan rahmah’.

Guru SD (Sekolah Dasar) akan menciptakan pondasi karakter dari setiap anak didik karena anak usia sekolah dasar mengenal pendidikan untuk pertama kali. Guru SD merupakan satu pilar penentu keberhasilan pendidikan karakter. Kegagalan guru membentuk karakter setiap anak didik disebabkan oleh ketidakmampuan guru memperlihatkan dan menunjukkan karakter yang patut untuk didengar atau dicontoh oleh anak didik. HR. Muslim dan Nasai (Yusuf, 2009, hlm. 246) mengemukakan:

“Barang siapa memberi suri-tauladan di dalam islam dengan suri-tauladan yang baik , maka baginya memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa memberi suri-tauladan didalam islam dengan suritauladan yang buruk, maka dirinya memperoleh dosa & dosa orang yg mengerjakannya dengan tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.”


(16)

Generasi masa depan akan menjadi generasi yang adil, jujur, dan bertanggung jawab jika karakter anak didik telah terbentuk sejak usia dini. Dosen di jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) mendidik dan membentuk mahasiswa menjadi tenaga pendidik yang memiliki karakter. Tenaga pendidik di sekolah dasar diharapkan dapat mendidik muridnya sesuai dengan karakter bangsa. Karakter transenden dapat dicapai apabila konselor perguruan tinggi mengimplementasikan nilai-nilai spiritual-religius (nilai-nilai ilahiyah) sebagai kerangka kerja bimbingan dan konseling

Berdasarkan identifikasi masalah, permasalahan utama penelitian adalah apakah konseling spiritual teistik efektif untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa?

Pertanyaan penelitian dijabarkan secara spesifik menjadi:

1. Bagaimana rumusan konseling spiritual teistik yang sesuai dengan kebutuhan penanganan masalah karakter transenden mahasiswa?

2. Apakah konseling spiritual teistik efektif untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk:

1. Melakukan analisis kebutuhan mahasiswa Tingkat Pertama Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Tahun Akademik 2014-2015 yang memiliki karakter transenden tinggi, sedang, dan rendah sebagai subjek penelitian.

2. Memperoleh gambaran empirik tentang efektivitas konseling spiritual teistik untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa.

3. Mengidentifikasi keterampilan yang diperlukan konselor dalam mengimplementasikan konseling spiritual teistik dengan subjek penelitian mahasiswa.


(17)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian secara teoritis adalah hasil penelitian dan pengembangan diharapkan dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi para peneliti dan pelaksana bimbingan dan konseling spiritual teistik di Indonesia. Hasil penelitian dapat mengembangkan dan memperkuat teori dan konsep yang sudah ada, khususnya konseling spiritual teistik untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa. Hasil penelitian secara praktis dapat dimanfaatkan oleh:

1. Konselor di Perguruan Tinggi untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang konseling spiritual teistik dan menjadikan hasil penelitian sebagai referensi dalam memberikan layanan konseling spiritual teistik yang dapat meningkatkan karakter transenden mahasiswa.

2. Mahasiswa yang telah memiliki karakter transenden bahagia dalam hidupnya.

E.Sturuktur Organisasi Tesis

Bab 1 tesis berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, hipotesis penelitian dan struktur penelitian dan struktur organisasi tesis. Bab II berisi kajian pustaka dan kerangka pemikiran. Bab III berisi metode penelitian, Bab IV mendeskripsikan hasil penelitian yang selanjutnya dituangkan ke dalam pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi simpulan dan rekomendasi.


(18)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Penerapan konseling spiritual teistik efektif untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa. Keefektifan ditandai dengan adanya perubahan positif dan konstruktif yang dilakukan subjek intervensi pada setiap sesinya. Adanya perubahan dapat dilihat pada ketiga subjek intervensi yang masing-masing mengalami dinamika perubahan perilaku dan psikologis dalam setiap aspek dalam mengembangkan karakter transenden. Secara keseluruhan pelaksanaan intervensi melalui konseling spiritual teistik untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa mengarahkan konseli kepada strategi mengembangkan karakter transenden dengan cara yang efektif. Konseling spiritual teistik juga mengarahkan mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan membuat suatu perencanaan yang berkaitan dengan spirtiual yang dimilikinya dengan merujuk kepada kitab suci dan penggunaan komunitas keagamaan.

B. Rekomendasi

Hasil penelitian menunjukkan konseling spiritual teistik efektif untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa. Implementasi program konseling spiritual teistik untuk mengembangkan karakter transenden mahasiswa di perguruan tinggi dapat berjalan efektif apabila terdapat pelaksanan bimbingan dan konseling yang memiliki kualifikasi dengan jumlah yang memadai serta penugasan yang jelas. Konselor spiritual teistik harus dapat membekali keterampilan kepada pembimbing mahasiswa supaya memiliki kualitas kepribadian yang memadai, pengetahuan dan keahlian profesional tentang bimbingan dan konseling serta berdedikasi tinggi terhadap tugas dan profesinya.


(19)

Prosedur pelatihan yang diberikan oleh konselor spiritual teistik kepada pembimbing mahasiswa meliputi langkah pemerolehan data dan informasi tentang mahasiswa, langkah pemberian bantuan serta pemantauan hasil bantuan yang diberikan kepada mahasiswa. Pemerolehan data dan informasi mahasiswa dapat dilakukan melalui kegiatan pengumpulan data mahasiswa tentang spiritual teistik melalui penyebaran angket karakter transenden, wawancara tentang karakter transenden, dan pengamatan oleh para dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling/konselor yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) atau inventori yang dilaksanakan oleh unit atau pusat bimbingan dan konseling.

Pelatihan pembimbing mahasiswa tentang langkah-langkah pemberian bantuan terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap pertama, dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling/konselor yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) memberikan bantuan awal bersamaan dengan pemerolehan data tentang karakter transenden mahasiswa melalui penyebaran angket karakter transenden, wawancara, pengamatan, atau inventori serta orientasi mahasiswa, terutama mahasiswa baru. Tahap bimbingan dilakukan pada tiap-tiap fakultas atau jurusan di bawah koordinasi Pembantu Dekan I dan III serta para Ketua Jurusan atau Program Studi.

2. Tahap kedua, pemberian bantuan bersifat kelompok oleh dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling/konselor yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) yang telah ditetapkan. Dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling/konselor yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) membantu mahasiswa yang bersangkutan selama mengikuti program pendidikan di lingkungan perguruan tinggi atau aktif sebagai mahasiswa. Konseling spiritual teistik dapat dilakukan oleh dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling/konselor yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik


(20)

(DPA) dengan terlebih dahulu menjadwalkan waktu bersama. Kegiatan pemberian bantuan konseling spiritual teistik merupakan kegiatan terjadwal yang perlu dilakukan secara rutin, minimal dua minggu sekali atau sesuai dengan keperluan dan kesepakatan kelompok. Pihak jurusan atau program studi yang bekerja sama dengan pihak DKM (Dewan Kemakmuran Mesjid) dapat menyelenggarakan kegiatan MABIRU atau Malam Bina Ruhiyah yang dilakukan kepada mahasiswa tingkat pertama pada pergantian tahun Masehi / di akhir semester II.

3. Tahap ketiga, mahasiswa memperoleh penanganan khusus (konseling kelompok atau konseling individual) untuk menangai permasalahan yang dihadapi mahasiswa tentang karakter transenden yang dimiliki apabila diperlukan. Penanganan permasalahan karakter transenden mahasiswa dilakukan oleh masing-masing dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA). Dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) dapat meminta bantuan kepada pimpinan jurusan program atau konselor spiritual teistik untuk mencari penyelesaian permasalahan karakter transenden yang dialami mahasiswa.

4. Tahap keempat, mahasiswa memperoleh bimbingan khusus dari konselor (Tim BK) baik pada tingkat jurusan, fakultas maupun universitas. Bantuan diberikan apabila masalah yang dihadapi mahasiswa merupakan permasalahan yang perlu ditangani secara khusus (pemasalahan karakter transenden mahasiswa yang apabila tidak ditangani dapat menimbulkan konsekuensi negatif, mengganggu kesehatan mental, dan menyebabkan terhambatnya studi yang sedang dijalani di perguruan tinggi yang bersangkutan). Mahasiswa yang memperoleh bimbingan khusus dari konselor merupakan mahasiswa yang dirujuk oleh dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling yang ditunjuk oleh pihak universitas, dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA).


(21)

5. Tahap kelima, bantuan rujukan keluar (referal) dilakukan apabila mahasiswa yang bersangkutan memerlukan bantuan yang tidak dapat dipenuhi oleh dosen agama, tenaga bimbingan dan konseling yang ditunjuk oleh pihak universitas, Dosen Pembimbing Akademik (DPA), dan konselor (Tim BK) yang ada di perguruan tinggi.

Konselor perguruan tinggi dapat mengaplikasikannya sebagai upaya kuratif pada mahasiswa yang mengalami permasalahan karakter transenden. Konseling spiritual teistik juga dapat membantu konselor perguruan tinggi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan mahasiswa selama masalah bersifat non-patologi.

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menangani permasalahan karakter transenden dalam berbagai ragam bimbingan. Peneliti yang menangani permasalahan karakter transenden yang dilakukan dengan setting klasikal atau kelompok dapat menangani konseli dengan jumlah yang lebih banyak dan waktu yang efisien. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menguji apakah terdapat perbedaan efektivitas spiritual teistikpada individu yang mengalami perkembangan karakter transenden berdasarkan strategi yang digunakan. Selanjutnya, penelitian dengan subjek tunggal berdesain A/B/A/B (multiple baseline) akan lebih menguatkan hasil efektivitas perlakukan pada subjek intervensi penelitian. Penelitian subjek tunggal berdesain A/B/A/B memiliki hasil yang lebih akurat terhadap konsistensi suatu perubahan yang ditunjukkan subjek intervensi.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, M dan Jusuf, M. (2001). Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Abdul, R.S dan Muhbib, A.W.(2004).Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta : Kencana.

Alquran dan Terjemahan, (2007). Bandung: PT Syaamil Cipta Media.

Amanah, P.N. (2012). Efektifitas Program Bimbingan dan Konseling Spritual untuk Meningkatkan Kemandirian Remaja. Tesis (tidak diterbitkan). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Amirah, D.(2009).Teori-Teori Konseling. Pekanbaru: Daulat Riau.

Amrosi, Y& dyrer, D. Christoper. (2008). The integrated spiritual intelligence scale (ISIS): development and preliminary validation. [online]. Tersedia: www.yosiamran.net/docs/7_dimensions_of_SI_PA_confr_paper_Yosi_Amr Amran.pdf. (10 Juli 2012).

Ancok , Djalaludin. (1994). Psikologi Islami (Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Cetakan ke-13, Jakarta: Aneka Karya.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN

Beautrais, A. L. (2003). Suicide and Serious Suicide Attempts in Youth : A Multiple-Group Comparison Study. American Journal of Psyciatry, 160, 1093-1099

Berg, In Soo Kim., dan Peter De Jong. (2004). Building Solution-focused

Partnerships on Children’s Protective and Family Services. [Online].

Tersedia di: www.ucdenver.edu (27 Juli 2014).

Bintang, Ariyanto. (2014). Dahsyatnya Pengaruh Cinta Pada Kehidupan Manusia. [online]. Tersedia: http://www. jateng.tribunnews.com. (12 Oktober 2014).


(23)

Bono G, Emmon, R.A. & McCullough,M E. (2004). Gratitude in Practice and the Practice of Gratitude in p.a. linley & S. Joseph (eds), in the Practice of Positive Psychologhy (pp. 464-481). New York: John Wiley & Sons.

Borg, W.R, Gall. M.D. (2003). Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Borg, W.R. Gall, M.D. (2003) Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Burke, MT., Chauvin, JC., & Miranti JG. (2005). Religious and Spiritual Issues in Counseling. New York: Brunner-Routledge.

Carkhuff, Robert R. (1985). The Art of Helping. USA: Human Resource Development Press.

Cavanagh, M. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Cavanagh, Michael E., dan Levitov, Justin E. (2002). The Counseling Experience: A Theoritical and Practical Approach. (2nd Ed). USA: Waveland Press, Inc.

Choliq. (2007). Perspektif Islam Tentang Bimbingan dan Konseling. Tesedia: http://www.uninsula.ac.id/show.php?buka=beritautama&id=134.

Corey, G. (1991). Theory and Practice of Group Counseling. Pacific Grove. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Corey, Gerald. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. (7th Ed). USA: Thomson Learning, Inc.

Crapps. (2007). Gaya Hidup Beragama Autoritas yang Sedang Menjadi Mistis. Yogyakarta: Kanisius.

Creswell, John W. (2012). Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research). Boston: Pearson Education.

Dahlan, D. (2003). Perspektif Filosofis- Religius dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Kumpulan Makalah Utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling

Damnon, William. (2002). Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.


(24)

Daradjat, Z. (2002). Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang.

Davidovitch, Nitza. (2010). Effect of Congruence and Character Strength Deployment on Work Adjusment and Well-Being. International Journal of Business and Social Science. Vol. 1 No. 3: December 2010.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Gazalba, S. (1973). Sistimatika Filsafat, Buku III, cet. 1. Jakarta: Bulan Bintang.

Gorski, T. (2001).Modern Alcohol and Drug Out Patient Treatment: An Overview of The Recovery Process. TLC. The Living Centre Available online at: http://.tletx.com/ar pages/recovery overview.htm.

Gunawan, A. W. (2005). Hypnosis: the art of subconscious communication : meraih sukses dengan kekuatan pikiran. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Hafidz, Dedi Herdiana. (2010). Model Konseling Kognitif Perilaku Untuk Menangani Adiksi Obat. Disertasi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Haidt, J. (2003). Elevation and the positive psychology of morality. In C. L. M. Keyes & J. Haidt(Eds.), Flourishing: Positive psychology and the life well-lived (pp. 275-289). Washington,DC: American Psychological Association. Haidt, J., & Keltner, D. (2004). Appreciation of beauty and excellence. In C.

Peterson & M.Seligman (Eds.), Character strengths and virtues: A handbook and classification (pp. 537-552). Washington, DC: American Psychological Association.

Hallen, A. (2002). Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Ciputat Press.

Hamidy, Muchlis. (1998). Manusia dalam Perspektif Al Quran. Surakarta: Purimedia.

Harahap, Linda. (2013). [online]. Tersedia: http://www.tempo.com).(30 September 2014).

Hawari, D. (2004). Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Insano. (2004). Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Ciputat Press.

Jones (Eds.), APA Handbook of psychology, religion, and spirituality (Vol. 1, pp. 439-457). Washington, DC: American Psychological Association.


(25)

Kemdiknas. (2013). Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional.

Kozier, B. et. al. (2009). Fundamentals of nursing, concept, process, and practice. New Jersey, U.S.A : Multi Media.

Lestari, R. (2013). Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA. Tesis (tidak diterbitkan). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Levenson et al. (2005). Self-Transcendence: Conceptualization and Measurement. Internationa Journal Aging and Human Development. Vol. 60 (2) 127-143: 2005.

Linckona, Thomas. (1991). Educating for Character, How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Makhmudah, Lilya. (2012). Efektivitas Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Makmun, A. S. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Maslow, A. (1973). The Farther Reaches of Human Nature, Harmondsworth, Middlesex: Penguin Books.

Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Nomor 27 tenang Kualifikasi dan standar Kompetensi konselor Jakarta: Departemen pendidikan Nasional

Miller, Geri. (2003). Incorporating Spirituality in Counseling and Psychotherapy. London: John Wiley & Sons, Inc. (SAGE publication).

Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Najati, U. (1985). Psikologi Dalam Al-Quran: Terapi Al-Quran Dalam Penyembuhan Gangguan Jiwa. Bandung: Pustaka Setia.

Nashir, M. (1995).Al-Hikmah. Bandung: Pustaka Hidayah.

Natawijaya, R. (1987). Bimbingan dan Penyuluhan., Jakarta: Depdikbud.

Natawijaya, R. (2008). Integritas Pribadi dan Karya Pendidikan, Penelitian, Bimbingan dan Konseling dalam Dimensi Kesejagatan. Bandung: UPI.


(26)

Noer, K.A. (2002). Tradisi Monotesitik, taufik Abdullah, ed., Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Vol.1. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeva.

Noor, S. (2006).Isu-Isu Kounseling Perspektif Islam. Kuala Lumpur: Pustaka Salam.

Nurihsan,A.J.2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Refika Aditama.

Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A handbook and classification. New York, NY: American Psychological Association and OxfordUniversity Press.

Poerwadarminta. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prayitno dan Amti,E. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Revisi). Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Richards, P. Scott & Bergin, Allen, E. (2007). A Spiritual Strategy for Counseling and Psychotherapy. Washington, DC: American Psychology Association. Sahilun A.N. (2002). PerananPendidikan Agama TerhadapPemecahan Problema

Remaja. Jakarta :KalamMulia.

Saphiro et al. (2002). The Essence of Transpersonal Psychology, Contemporary Views.The International Journal of Transpersonal Studies. Vol. 21, 19-32: December 2010.

Saroglou, V. (2013). Religion, spirituality, and altruism. In K. I. Pargament, J. J. Exline & J. W.

Saroglou, V., & Anciaux, L. (2004). Liking sick humor: Coping styles and religion as predictors.Humor: International Journal of Humor Research, 17, 257-277.

Saroglou, V., Buxant, C., & Tilquin, J. (2008). Positive emotions as leading to religion and spirituality. The Journal of Positive Psychology, 3, 165-173. Sartika, Ika. (2011). Efektivitas Program Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan

Sifat-Sifat Kerosulan Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Shertzer, B. and Stone, S. (1980). Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton Mifflin Company.


(27)

Sofyan S.W. (2004). Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta

Standard, R.P, Sandhu D.S, & Painter L. (2000). Assessment of Spirituality in Counseling. Journal of Counseling & Development, Spring 2000, Volume 78. America: American Counseling Association.

Suhariyanto. (2012). Pentingnya Pemahaman Spiritual pada Anak. [online]. Tersedia: http://suhariyanto.blogs[ot.com/2011/02/pentingnyapenanaman spiritual.html. (9 Desember 2014).

Sukmansyah, Eli. (2014). Kabar Hari Ini. [online]. Tersedia: http://www.tempo.com. (10 September 2014).

Supriatna, M. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi (tidak diterbitkan). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan. Departemen Pendidikan dan Kebudyaan RI Jakarta.

Surya, M. Inovasi bimbingan dan konseling: Mejawab tantangan Global, disampaikan pada Kongres ABKIN IX Di Surabaya 14-17 November 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Wahyuningsih, Ria. (2014). [online]. Kasus Suap Impor Daging. Tersedia: http://www.tempo.com. (2 Desember 2014).

Winkel, W. S. (2005). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.( Revisi). Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Yustiana, Yusi Riksa. (2013). Dua Sistem Penyajian (Delivery System) Program Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Kompetensi Hidup Religius Peserta Didik. Disertasi Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2007). Konseling Spiritual Teistik (Proses Pencerahan Diri dalam Membangun Kehidupan Beragama yang Bermakba). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan Bidang


(28)

Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia 15 November 2007.

Yusuf, Syamsu. (2009) Konseling Spritual Teistik. Bandung: Rizqi Press.

Zastrow, C. H. (1999). The Practice of Social Work. Sixth Editon. Pacicfic Grove: Brooks/Cole Publishing Company. An International Thomson Publishing Company.

http://id.wikipedia.org/wiki/transendensi


(1)

Bono G, Emmon, R.A. & McCullough,M E. (2004). Gratitude in Practice and

the Practice of Gratitude in p.a. linley & S. Joseph (eds), in the Practice of Positive Psychologhy (pp. 464-481). New York: John Wiley & Sons.

Borg, W.R, Gall. M.D. (2003). Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Borg, W.R. Gall, M.D. (2003) Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Burke, MT., Chauvin, JC., & Miranti JG. (2005). Religious and Spiritual Issues in

Counseling. New York: Brunner-Routledge.

Carkhuff, Robert R. (1985). The Art of Helping. USA: Human Resource Development Press.

Cavanagh, M. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Cavanagh, Michael E., dan Levitov, Justin E. (2002). The Counseling Experience:

A Theoritical and Practical Approach. (2nd Ed). USA: Waveland Press,

Inc.

Choliq. (2007). Perspektif Islam Tentang Bimbingan dan Konseling. Tesedia: http://www.uninsula.ac.id/show.php?buka=beritautama&id=134.

Corey, G. (1991). Theory and Practice of Group Counseling. Pacific Grove. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Corey, Gerald. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. (7th Ed). USA: Thomson Learning, Inc.

Crapps. (2007). Gaya Hidup Beragama Autoritas yang Sedang Menjadi Mistis. Yogyakarta: Kanisius.

Creswell, John W. (2012). Educational Research (Planning, Conducting, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research). Boston: Pearson

Education.

Dahlan, D. (2003). Perspektif Filosofis- Religius dalam Pengembangan Profesi

Bimbingan dan Konseling. Kumpulan Makalah Utama Konvensi Nasional

XIII Bimbingan dan Konseling

Damnon, William. (2002). Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.


(2)

Daradjat, Z. (2002). Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang.

Davidovitch, Nitza. (2010). Effect of Congruence and Character Strength

Deployment on Work Adjusment and Well-Being. International Journal of

Business and Social Science. Vol. 1 No. 3: December 2010.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Gazalba, S. (1973). Sistimatika Filsafat, Buku III, cet. 1. Jakarta: Bulan Bintang. Gorski, T. (2001).Modern Alcohol and Drug Out Patient Treatment: An Overview

of The Recovery Process. TLC. The Living Centre Available online at: http://.tletx.com/ar pages/recovery overview.htm.

Gunawan, A. W. (2005). Hypnosis: the art of subconscious communication : meraih sukses dengan kekuatan pikiran. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Hafidz, Dedi Herdiana. (2010). Model Konseling Kognitif Perilaku Untuk

Menangani Adiksi Obat. Disertasi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak

Diterbitkan.

Haidt, J. (2003). Elevation and the positive psychology of morality. In C. L. M. Keyes & J. Haidt(Eds.), Flourishing: Positive psychology and the life

well-lived (pp. 275-289). Washington,DC: American Psychological Association.

Haidt, J., & Keltner, D. (2004). Appreciation of beauty and excellence. In C. Peterson & M.Seligman (Eds.), Character strengths and virtues: A

handbook and classification (pp. 537-552). Washington, DC: American

Psychological Association.

Hallen, A. (2002). Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Ciputat Press.

Hamidy, Muchlis. (1998). Manusia dalam Perspektif Al Quran. Surakarta: Purimedia.

Harahap, Linda. (2013). [online]. Tersedia: http://www.tempo.com).(30 September 2014).

Hawari, D. (2004). Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Insano. (2004). Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Ciputat Press.

Jones (Eds.), APA Handbook of psychology, religion, and spirituality (Vol. 1, pp. 439-457). Washington, DC: American Psychological Association.


(3)

Kemdiknas. (2013). Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan

Nasional.

Kozier, B. et. al. (2009). Fundamentals of nursing, concept, process, and practice. New Jersey, U.S.A : Multi Media.

Lestari, R. (2013). Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Karakter

Transendensi Siswa SMA. Tesis (tidak diterbitkan). Bandung: Sekolah

Pascasarjana UPI.

Levenson et al. (2005). Self-Transcendence: Conceptualization and Measurement. Internationa Journal Aging and Human Development. Vol. 60 (2) 127-143: 2005.

Linckona, Thomas. (1991). Educating for Character, How Our School Can Teach

Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Makhmudah, Lilya. (2012). Efektivitas Konseling Spiritual Teistik Untuk

Meningkatkan Kesadaran Beragama Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah

Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Makmun, A. S. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Maslow, A. (1973). The Farther Reaches of Human Nature, Harmondsworth, Middlesex: Penguin Books.

Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Nomor 27 tenang

Kualifikasi dan standar Kompetensi konselor Jakarta: Departemen

pendidikan Nasional

Miller, Geri. (2003). Incorporating Spirituality in Counseling and Psychotherapy. London: John Wiley & Sons, Inc. (SAGE publication).

Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Najati, U. (1985). Psikologi Dalam Al-Quran: Terapi Al-Quran Dalam

Penyembuhan Gangguan Jiwa. Bandung: Pustaka Setia.

Nashir, M. (1995).Al-Hikmah. Bandung: Pustaka Hidayah.

Natawijaya, R. (1987). Bimbingan dan Penyuluhan., Jakarta: Depdikbud.

Natawijaya, R. (2008). Integritas Pribadi dan Karya Pendidikan, Penelitian,


(4)

Noer, K.A. (2002). Tradisi Monotesitik, taufik Abdullah, ed., Ensiklopedia

Tematis Dunia Islam Vol.1. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeva.

Noor, S. (2006).Isu-Isu Kounseling Perspektif Islam. Kuala Lumpur: Pustaka Salam.

Nurihsan,A.J.2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Refika Aditama.

Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A

handbook and classification. New York, NY: American Psychological

Association and OxfordUniversity Press.

Poerwadarminta. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Prayitno dan Amti,E. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:

Rineka Cipta.

Prayitno. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Revisi). Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Richards, P. Scott & Bergin, Allen, E. (2007). A Spiritual Strategy for Counseling

and Psychotherapy. Washington, DC: American Psychology Association.

Sahilun A.N. (2002). PerananPendidikan Agama TerhadapPemecahan Problema

Remaja. Jakarta :KalamMulia.

Saphiro et al. (2002). The Essence of Transpersonal Psychology, Contemporary

Views.The International Journal of Transpersonal Studies. Vol. 21, 19-32:

December 2010.

Saroglou, V. (2013). Religion, spirituality, and altruism. In K. I. Pargament, J. J. Exline & J. W.

Saroglou, V., & Anciaux, L. (2004). Liking sick humor: Coping styles and

religion as predictors.Humor: International Journal of Humor Research, 17, 257-277.

Saroglou, V., Buxant, C., & Tilquin, J. (2008). Positive emotions as leading to

religion and spirituality. The Journal of Positive Psychology, 3, 165-173.

Sartika, Ika. (2011). Efektivitas Program Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan

Sifat-Sifat Kerosulan Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling

Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Shertzer, B. and Stone, S. (1980). Fundamentals of Guidance. Boston: Houghton Mifflin Company.


(5)

Sofyan S.W. (2004). Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta Standard, R.P, Sandhu D.S, & Painter L. (2000). Assessment of Spirituality in

Counseling. Journal of Counseling & Development, Spring 2000, Volume

78. America: American Counseling Association.

Suhariyanto. (2012). Pentingnya Pemahaman Spiritual pada Anak. [online]. Tersedia: http://suhariyanto.blogs[ot.com/2011/02/pentingnyapenanaman spiritual.html. (9 Desember 2014).

Sukmansyah, Eli. (2014). Kabar Hari Ini. [online]. Tersedia: http://www.tempo.com. (10 September 2014).

Supriatna, M. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan

Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi (tidak diterbitkan). Bandung:

Sekolah Pascasarjana UPI.

Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan. Departemen Pendidikan dan Kebudyaan RI Jakarta.

Surya, M. Inovasi bimbingan dan konseling: Mejawab tantangan Global, disampaikan pada Kongres ABKIN IX Di Surabaya 14-17 November 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Wahyuningsih, Ria. (2014). [online]. Kasus Suap Impor Daging. Tersedia: http://www.tempo.com. (2 Desember 2014).

Winkel, W. S. (2005). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.( Revisi). Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Yustiana, Yusi Riksa. (2013). Dua Sistem Penyajian (Delivery System) Program

Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Kompetensi Hidup Religius Peserta Didik. Disertasi Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah

Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2007). Konseling Spiritual Teistik (Proses Pencerahan Diri

dalam Membangun Kehidupan Beragama yang Bermakba). Pidato


(6)

Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia 15 November 2007.

Yusuf, Syamsu. (2009) Konseling Spritual Teistik. Bandung: Rizqi Press.

Zastrow, C. H. (1999). The Practice of Social Work. Sixth Editon. Pacicfic Grove: Brooks/Cole Publishing Company. An International Thomson Publishing Company.

http://id.wikipedia.org/wiki/transendensi http://wikipedia.mobi/monoteisme.html


Dokumen yang terkait

MODEL PENGELOLAAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN PROGRAM STUDI GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Model Pengelolaan Program Pengalaman Lapangan Program Studi Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamm

0 2 12

MODEL PENGELOLAAN PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN PROGRAM STUDI GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Model Pengelolaan Program Pengalaman Lapangan Program Studi Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamm

0 1 21

KONSELING SPIRITUAL TEISTIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER TRANSENDENSI SISWA SMA.

10 30 58

EFEKTIVITAS KONSELING SPIRITUAL TEISTIK UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA MAHASISWA: Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling UNNES Tahun Akademik 2011/2012.

2 4 42

Studi kuantitatif deskriptif tentang sikap mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma terhadap pendidikan karakter.

0 0 166

ANALISIS KOMPETENSI SOSIAL MAHASISWA PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2016.

0 0 17

Persepsi dan Perilaku Mahasiswa dalam Pendidikan Karakter Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret).

0 1 16

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FA

0 0 20

APRESIASI TERHADAP BATIK MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA

0 0 7

Studi kuantitatif deskriptif tentang sikap mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma terhadap pendidikan karakter - USD Repository

0 0 164