KONSELING SPIRITUAL TEISTIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER TRANSENDENSI SISWA SMA.

(1)

KONSELING SPIRITUAL TEISTIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER TRANSENDENSI SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh REPI LESTARI

1103382

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

2013

KONSELING SPIRITUAL TEISTIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER TRANSENDENSI SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

Oleh Repi Lestari

M.Pd UPI Bandung, 2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar magister pendidikan (M.Pd.) Pada program studi bimbingan dan konseling

© Repi Lestari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

REPI LESTARI. 1103382. Konseling Spiritual Teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA (Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).

Penelitian dilatarbelakangi oleh hasil studi pendahuluan bahwa karakter transendensi siswa SMA pada kategori sangat tinggi sebanyak 7%, kategori tinggi sebanyak 17%, kategori sedang sebanyak 43%, kategori rendah sebanyak 27% dan kategori sangat rendah sebanyak 6%. Penelitian bertujuan untuk merumuskan konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan konseling spiritual teistik efektif untuk meningkatkan karakter transendensi siswa SMA. Rekomendasi ditujukan kepada: (1) Guru bimbingan dan konseling dapat mengimplementasikan konseling spiritual teistik sebagai salah satu pendukung peningkatan karakter siswa; (2) Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dan pengembangan model konseling spiritual teistik untuk mengembangkan karakter transendensi.

Kata kunci: Karakter Transendensi, Konseling Spiritual Teistik, Character Strength.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR GRAFIK xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 10

D. Manfaat Penelitian 10

E. Asumsi 11

F. Hipotesis Penelitian 12

BAB II KONSEP KONSELING SPIRITUAL TEISTIK DAN KARAKTER TRANSENDENSI

A. Konseling Spiritual Teistik 13

1. Konsep Spiritualitas 13

2. Pengertian, Asumsi, Karakteristik dan Kontribusi Konseling Spiritual Teistik


(7)

3. Tujuan Konseling 17 4. Peranan Konselor dalam Konseling Spiritual Teistik 18 5. Peranan Konseli dalam Konseling Spiritual Teistik 21

6. Teknik Konseling Spiritual Teistik 21

B. Konsep Karakter 30

1. Pengertian Karakter 30

2. Pihak yang Terlibat dalam Pembentukan Karakter 31 3. Faktor-Faktor Penghambat Pembentukan Karakter 33

4. Kekuatan Karakter (Character Strength) 33

5. Pengertian Transendensi 39

6. Karakter Transendensi 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian 57

B. Lokasi dan Subjek Penelitian 59

C. Definisi Operasional Variabel 59

1. Karakter Transendensi 59

2. Konseling Spiritual Teistik 60

D. Langkah- langkah Penelitian 62

1. Tahap Pendahuluan 62

2. Tahap Perumusan Konseling Spiritual Teistik 70 3. Tahap Pelaksanaan Konseling Spiritual Teistik 72 4. Tahap Penilaian Efektivitas Konseling Spiritual Teistik 83


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 85

1. Hasil Uji-T Program Konseling Spiritual Teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA

85

a. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Keefektifan Program Konseling Spiritual teistik untuk Meningkatkan karakter Transendensi Siswa SMA

85

b. Hasil Uji Hipotesis Keefektifan Program Konseling Spiritual teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA

86

B. Pembahasan 93

1. Pelaksanaan Konseling Spiritual Teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA

93

2. Efektivitas Konseling Spiritual Teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA

97

C. Keterbatasan penelitian 109

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 110

B. Rekomendasi 110

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Teknik Konseling Spiritual teistik 23

Tabel 2.2. Character Strength and Virtues 36

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Karakter Transendensi Siswa SMA Sebelum Validasi

63

Tabel 3.2. Hasil judgement Instrumen Oleh Para Ahli 64

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas 66

Tabel 3.4. Kisi-Kisi Instrumen Pengungkap Karakter Transendensi Siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI bandung Setelah Validasi

67

Tabel 3.5. Kategorisasi Karakter Transendensi siswa SMA 70 Tabel 3.6. Hasil Penimbangan Pakar Terhadap Program Konseling Spiritual

Teistik

71

Tabel 4.1. Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

85

Tabel 4.2. Uji Homogenitas Varian Data Karakter Transendensi Siswa SMA

86

Tabel 4.3. t-Test Postest Eksperimen Dengan Postes Control 87 Tabel 4.4. Perbandingan Skor pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1.Non Equivalent Control Group Design (Campbell

and Stanley, 1978:102)


(11)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1. Perbandingan Capaian Rata-Rata Skor Aspek Pada Kelompok

Eksperimen Dan Kelompok Kontrol (Pre test)

69

Grafik 4.2. Perbandingan Capaian Rata-Rata Skor Aspek Pada Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol (Posttest)

70

Grafik 4.3. Perbandingan Rata-Rata Skor Kelompok Eksperimen Pada Pretest dan Posttest


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Makna karakter yang dikemukakan oleh Thomas Lickona (1991: 51). adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Peterson dan Seligman (2004:13) mengaitkan secara langsung character strength dengan kebajikan karena character strength dipandang sebagai unsur-unsur yang membangun kebajikan (virtues). Menurut Peterson dan Seligman (2004:14) character strength adalah karakter/watak positif yang berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya.

Berkaitan dengan kekuatan karakter, Menurut Peterson dan Seligman (2004) Kekuatan karakter tergolong menjadi 24, yaitu: kreativitas, keingintahuan, keterbukaan pemikiran, kecintaan belajar, persfektif, kecerdasan, kegigihan,


(13)

integritas, vitalitas, kasih, kebaikan, kecerdasan bermasyarakat, kependudukan, keadilan, kepemimpinan, pengampunan, kerendahan hati, kebijaksanaan, pengaturan diri, pengagum keindahan, berterima kasih, harapan, humor, dan keagamaan. Tergolong kepada 6 virtue/keutamaan yaitu Kebijaksanaan dan pengetahuan, Kemanusiaan, Kesatriaan, Berkeadilan, Temperance, dan Transendensi.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantinya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan pancasila. Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter.

Thomas Lickona (1991: 79) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yang


(14)

secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab, (5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan (8) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat.

Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan saat ini. Berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dalam beberapa tahun terakhir ini sebenarnya bersumber dari lemahnya karakter bangsa. Di kalangan pelajar, kebiasaan mencontek dan mencari bocoran jawaban pada saat ulangan atau ujian masih sering dilakukan. Keinginan untuk lulus dengan mudah dan tanpa kerja keras menyebabkan merasa berusaha mencari jawaban dengan cara yang tidak beretika. Dan ketika pelajar tidak lulus, ada beberapa di antaranya yang nekat melakukan tindakan bunuh diri.

Penelitian Beautrais menunjukkan peningkatan angka bunuh diri karena rata-rata setiap tahun satu juta orang meninggal karena bunuh diri, 10-20 juta orang berupaya untuk bunuh diri, dan dari keseluruhan jumlah tersebut, 60% jumlah pelaku bunuh diri berasal dari benua asia. selama tahun 2005, ada 70 berita tentang bunuh diri di Indonesia, dengan 73 korban. Hal ini dikuatkan dengan


(15)

fenomena kasus bunuh diri yang baru-baru ini terjadi diantaranya pada hari Jumat 24 mei 2013, seorang siswi yang bunuh diri dengan nekat terjun ke sungai Cisadane karena dinyatakan tidak lulus ujian (2013, dalam Metrotvnews.com), Trisna Juniyanti (18 tahun) bunuh diri karena dimarahi oleh ibunya (2012, dalam http://www.tempo.co), Yulia Triasmoro (16 Tahun) melakukan aksi bunuh diri karena tidak diberikan motor oleh orang tuanya (2011, dalam http://www.pikiran-rakyat.com).

Selain kasus bunuh diri, hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari prilaku mereka sehari-hari. Terdapat beberapa pelajar yang senang untuk hidup mewah. Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza saat jam belajar di sekolah. Pelajar menggunakan handphone yang tidak sesuai dengan fungsi dan kebutuhan, hanya bertujuan agar terlihat gaul dan up to date oleh teman-teman di sekolah. Gaya hidup hedonis dan konformitas teman sebaya memberi sumbangan efektif terhadap perilaku konsumtif terhadap ponsel pada remaja sebesar 26,4 % sedangkan 73,6 % (Sholihah & Kuswardani, 2012:1).

Berkembangnya budaya konsumtivisme dan hedonisme menyebabkan Kemerosotan etika sosial yang membuat orang berperilaku konsumtif dengan mengabaikan masalah moralitas demi tercapainya keinginan yang tidak terbatas, salah satunya adalah fenomena pekerja seks komersial di kalangan pelajar. Berdasarkan data yang ada, jumlah PSK di Kota Sukabumi mencapai 776, yang terdiri dari PSK langsung sebanyak 239 orang dan PSK tidak langsung (sampingan) sebanyak 537 orang. Dari 239 orang PSK langsung tersebut, 25%


(16)

atau 60 orang PSK tersebut berasal berasal dari kaum pelajar. Para pelajar ini melacurkan diri lebih disebabkan oleh keinginan hidup mewah.

Dilihat dari keutamaan transendensi yang menekankan kepada kekuatan spiritual dan menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta serta menyediakan arti kehidupan, sikap dan perilaku tidak baik yang dicerminkan siswa menyiratkan bahwa siswa kurang memiliki nilai-nilai spiritualitas sebagai dasar kekuatan dan keutamaan karakter manusia. Karena dengan spiritualitas dapat menghindarkan kita dari godaan dan menguatkan kita saat berada dalam situasi yang sulit.

Berdasarkan hasil angket yang mengungkap karakter transendensi siswa kelas XI SMA laboratorium percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013 diketahui bahwa Mayoritas karakter transendensi siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung kelas XI Tahun Ajaran 2012/2013 berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 61 orang (43%). Adapun siswa yang memiliki karakter transendensi pada kategori sangat tinggi sebanyak 7% (10 orang). Sebanyak 17% (24 orang) siswa memiliki karakter transendensi tinggi. Sebanyak 27% (39 orang) memiliki karakter transendensi rendah dan 6% (8 orang) siswa yang memiliki karakter transendensi sangat rendah.

Karakter transendensi siswa SMA dilihat dari aspek apresiasi keindahan dan keunggulan yaitu 5% (7 siswa) berada pada kategori sangat tinggi, 17% (24 siswa) pada kategori tinggi, 42% (sebanyak 60 siswa) pada kategori sedang 29% (41 siswa) berada pada kategori rendah, dan 7% (10 siswa) berada pada kategori sangat rendah.


(17)

Karakter transendensi siswa SMA dilihat dari aspek rasa bersyukur yaitu 4% (5 siswa) berada pada kategori sangat tinggi dalam bersyukur, 23% (33 siswa) pada kategori tinggi, 39% (sebanyak 55 siswa) pada kategori sedang, 30% (42 siswa) pada kategori rendah, dan 7% (5 siswa) berada pada kategori rendah sekali. Karakter transendensi siswa SMA dilihat dari aspek memiliki harapan dan orientasi masa depan sebanyak 1% (2 siswa) berada pada kategori sangat tinggi, 13% (18 siswa) pada kategori tinggi, 46% (66 siswa) pada kategori sedang. 35% (49 siswa) pada kategori rendah, dan pada kategori sangat rendah sebanyak 5% (7 siswa).

Mayoritas karakter transendensi siswa SMA dilihat dari aspek memiliki rasa humor sebanyak 2% (3 siswa) berada pada kategori sangat tinggi, 23% (33 siswa) pada kategori tinggi, sebanyak 35% (49 siswa) pada kategori sedang, 34% (48 siswa) pada kategori rendah, dan 6% (9 siswa) mempunyai rasa humor yang sangat rendah.

Dilihat dari aspek spiritualitas sebanyak 4% (6 siswa) pada kategori sangat tinggi, 20% (29 siswa) berada pada kategori tinggi, 47% (67 siswa) pada kategori sedang, 25% (35 siswa) pada kategori rendah, dan 4% (5 siswa) pada kategori spiritualitas sangat rendah.

Dengan daya-daya spiritual, manusia dapat melampaui dirinya, berkembang terus sebagai makhluk yang self-trancendence (selalu mampu berkembang melampaui dirinya). Dari hasil angket tersebut diketahui bahwa pengembangan karakter transendensi siswa perlu dioptimalkan.


(18)

Djawad Dahlan (2005: 15) menjelaskan bahwa pendidikan perlu menerjemahkan nilai-nilai baru yang sesuai dengan fitrah kemanusiannya kemudian mendorongnya untuk terwujud dan tercapainya tujuan pendidikan yaitu dengan cara dihadapkan pada nilai-nilai abadi yang melandasi hidup dan kehidupan umat manusia. Nilai-nilai abadi yang sesuai dengan fitrah manusia adalah nilai-nilai agama. Sebab fitrah manusia adalah makhluk beragama. Syamsu Yusuf & Juntika (2005:135) menjelaskan bahwa secara hakiki manusia adalah makhluk beragama (homoreligius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama sebagai rujukan sikap dan perilakunya.

Konseling spiritual teistik adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan. Manusia mengalami putus hubungan dengan Tuhan akibat dosa. Akibat lanjutan dari dosa adalah manusia mengalami luka batin yang perlu disembuhkan melalui relasi konseling. Proses penyembuhan dicapai melalui strategi konseling yang merupakan rencana dasar intervensi guna mencapai tujuan konseling, yaitu penyembuhan luka batin. Strategi yang dibangun atas dasar asumsi manusia sebagai citra Allah itu terdiri atas berbagai teknik konseling.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Karakter transendensi merupakan salah satu kekuatan karakter (character strength) yang memperjelas konsep keutamaan (virtues). Peterson & Seligman (2004:12) menyatakan bahwa kehidupan yang baik ditandai dengan kebahagiaan


(19)

dan kepuasan hidup, serta berlangsung selamanya dan dalam segala situasi, kekuatan karakter menyediakan penjelasan yang dibutuhkan untuk menjalani keseluruhan dan stabilitas kehidupan yang baik tersebut. Karakter transendensi mengacu kepada kekuatan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan arti kehidupan. Karakter transendensi ini dapat diidentifikasi dengan dimilikinya sikap (1) Mampu mengapresiasi keindahan dalam segala aspek kehidupan (appreciation of beauty and excellence): (2) Menyadari dan bersyukur untuk hal-hal baik yang terjadi dan meluangkan waktu untuk mengungkapkan rasa terima kasih (gratitude); (3) Mengharapkan yang terbaik di masa depan dan berusaha untuk mencapainya (hope); (4) Senang tertawa dan menggoda, membuat orang lain tersenyum (humor); (5) Memiliki keyakinan yang koheren tentang tujuan dan makna beribadah, serta memiliki keyakinan tentang arti hidup dan melakukan sesuatu yang memberikan kenyamanan (spirituality).

Manusia sebagai makhluk transenden, dapat sadar bahwa dirinya itu sedang berbuat suatu hal tertentu dan kemudian dapat mengetahui apakah hal tersebut merupakan hal yang benar ataukah hal tersebut merupakan hal yang salah. Melalui kesadaran tersebut, manusia dapat bercermin kembali terhadap dirinya dan mengadakan evaluasi terhadap dirinya sendiri untuk melakukan perbaikan dan perubahan demi mengubah dirinya menjadi manusia yang lebih baik lagi sehingga manusia dapat membuat kemajuan-kemajuan dalam berpikir, berperasaan, berkehendak, berperilaku, meningkatkan hubungan dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. Keutamaan yang terkandung dalam kekuatan transendensi akan memberi hubungan dan makna dalam kehidupan antara


(20)

manusia dengan alam semesta. Penghargaan yang didapat dari kekuatan transendensi ini juga menyebabkan kekuatan karakter yang lain menjadi penting.

Hasil angket karakter transendensi memperlihatkan masih terdapat siswa yang karakter transendensinya berada pada kategori rendah dan rendah sekali. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya dari sisi peran yang semestinya dilakukan oleh seorang konselor sekolah dalam pengembangan aspek pribadi dan sosial siswa yang belum maksimal.

Walaupun konselor sekolah bukan sebagai satu-satunya pihak yang harus atau paling bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut, namun konselor sekolah. tidak bisa lepas dari tanggung jawab tersebut. Konselor perlu mengimplementasikan kerangka kerja bimbingan dan konseling kepada nilai-nilai spiritual-religius (nilai-nilai ilahiyah) dalam proses character building siswa, yang berakhlakul karimah, sehingga mampu mewujudkan personal dan sosial yang

“sakinah”, “mawaddah”, “rahmah”, dan ukhuwwah”, dan terhindar dari mental

yang tidak sehat, atau sifat-sifat individualistik, nafsu eksploitatif (tamak atau rakus), borjuistik, materialistic atau hedonistik (Syamsu Yusuf, 2011:239).

Berdasarkan identifikasi masalah, maka permasalahan utama yang akan diteliti adalah Bagaimana efektivitas konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013?


(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis penelitian adalah memperkaya khasanah teori tentang karakter transendensi siswa SMA dan program konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa SMA.

Secara praktis, penelitian ini mengandung manfaat:

1. Bagi guru bimbingan dan konseling di sekolah dapat menjadikan hasil penelitian sebagai referensi dalam memberikan layanan konseling spiritual teistik yang dapat meningkatkan karakter transendensi siswa SMA.

2. Bagi civitas akademika di jurusan bimbingan dan konseling, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan dan wawasan mengenai karakter transendensi siswa SMA.

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan suatu kepuasan tersendiri, karena dapat menjawab dan mengungkap keingintahuan, dan tambahan ilmu pengetahuan peneliti tentang karakter transendensi siswa SMA dan layanan konseling spiritual teistik.


(22)

E. Asumsi

Penelitian didasari atas beberapa anggapan dasar sebagai berikut.

1. Karakter transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan menyediakan arti kehidupan, yang terdiri dari apresiasi keindahan dan keunggulan, bersyukur, harapan, rasa humor, dan spiritualitas (Peterson & Seligman, 2004).

2. Maslow described self-transcendence as a person‟s ability to obtain a unitive consciousness with other humans (1964; 1968). Maslow mengambarkan transendensi diri merupakan kemampuan untuk mendapatkan kesadaran unitive dengan manusia lain. Orang yang memiliki transendensi diri mampu melihat dunia dan tujuan nya di dunia dalam kaitannya dengan manusia lain pada skala yang lebih global.

3. Transendensi merefleksikan kemampuan individu dalam berkorban dan mengurangi kepentingan diri sendiri untuk memperoleh keutuhan hubungan dengan diri dan lingkungan berdasarkan pada dimensi ketuhanan (Amran & Dryer, 2008:29).

4. Konseling spiritual teistik dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religious), berprilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya (Syamsu Yusuf,2009:36).


(23)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis sebagai jawaban awal penelitian dari rumusan penelitian yang

telah ditetapkan yaitu: “konseling spiritual teistik efektif untuk meningkatkan karakter transendensi siswa SMA”.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas penggunaan konseling spiritual teistik dalam meningkatkan karakter transendensi siswa kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka-angka) yang diolah dengan metode statistik. Pendekatan kuantitatif dilakukan pada jenis penelitian inferensial dan menyandarkan kesimpulan hasil penelitian pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen. Penelitian quasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Campbell (1978) merumuskankan eksperimen kuasi (quasiexperiment) sebagai eksperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen, namun tidak menggunakan penugasan acak untuk menciptakan pembandingan dalam rangka menyimpulkan perubahan yang disebabkan perlakuan. Tujuan penelitian quasi eksperimen adalah untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok control disamping kelompok eksperimen, namun pemilahan kedua kelompok tersebut tidak dengan teknik random. Penelitian quasi eksperimen juga bertujuan


(25)

untuk menjelaskan hubungan-hubungan, mengklarifikasi penyebab terjadinya suatu peristiwa atau keduanya.

Desain quasi eksperimen yang digunakan adalah non-equivalent pretest-posttest control group design (pretest-pretest-posttest dua kelompok) yang dilaksanakan dalam uji lapangan layanan konseling spiritual teistik untuk memperoleh gambaran tentang efektifitas konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung kelas tahun ajaran 2012/2013. Di dalam model ini sebelum dimulai perlakuan kedua kelompok diberi tes awal atau pretest untuk mengukur kondisi awal (01). Selanjutnya pada kelompok eksperimen diberi perlakuan (X) dan pada kelompok pembanding tidak diberi. Sesudah selesai perlakuan kedua kelompok diberi tes lagi sebagai post tes (02). Secara umum model pertama dapat diskemakan seperti berikut:

Gambar 3.1

Non Equivalent Control Group Design (Campbell and Stanley, 1978:102) Keterangan:

01 = Pretest kelompok eksperimen 02 = Posttest kelompok eksperimen 03 = Pretest kelompok kontrol 04 = Posttest kelompok kontrol X = Konseling spiritual teistik

01 X 02 03 04


(26)

Dengan skema seperti tergambar dapat diketahui bahwa efektivitas perlakuan ditunjukkan oleh perbedaan antara (01– 02) pada kelompok eksperimen dengan (03- 04) pada kelompok kontrol.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Subyek penelitian yaitu siswa kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013. Kelas XI terdiri dari XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPS 1, XI IPS 2, dan XI IPS 3.

Penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dimana setiap subjek tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih, yakni dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara purposive (purposive sampling). Berdasarkan hasil studi pendahuluan, sampel penelitian adalah sebanyak 46 siswa yang karakter transendensinya tergolong dalam kategori rendah dan rendah sekali.

C. Definisi Operasional Variabel 1. Karakter Transendensi

Karakter transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan menyediakan arti kehidupan. Rumusan karakter transendensi siswa berlandaskan kepada teori character strength yang dikemukakan Peterson & Seligman (2004). Keutamaan karakter transendensi (transcendence) terbadi menjadi 5 karakter yaitu:


(27)

1) Appreciation of beauty and excellence: siswa mampu mengapresiasi keindahan fisik, apresiasi kemampuan atau bakat seseorang, dan apresiasi kebaikan moral orang lain.

2) Gratitude: siswa mampu sadar dan bersyukur atas yang terjadi dalam hidupnya. Bersyukur dilakukan kepada Tuhan YME dan terhadap orang lain. 3) Hope: siswa mampu mengarahkan diri pada masa depannya. Selalu optimis

dan memiliki harapan akan masa depan merupakan salah satu ciri dari kekuatan ini. Dengan mengharapkan yang terbaik dalam hidup (optimis), siswa akan terdorong untuk berusaha mencapai apa yang diharapkannya tersebut.

4) Humor: siswa selalu senang bersenda gurau dan tertawa. Siswa mampu untuk selalu ceria dan dapat membuat orang lain senang.

5) Spirituality: siswa mampu menempatkan dirinya menjadi bagian dari alam semesta dan mengetahui makna hidup. Hal ini membuat siswa tahu apa yang harus dilakukannya. Selain itu ia berpegang teguh pada nilai-nilai moral.

2. Konseling Spiritual Teistik

Konseling spiritual teistik adalah pelayanan yang diberikan kepada siswa kelas XI SMA Laboratorium percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013 agar siswa memiliki karakter transendensi yang sesuai dengan nilai-nilai agama islam, dan mampu mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual agama islam. Program konseling spiritual teistik terdiri menggunakan teknik pemberian informasi tentang


(28)

konsep-konsep spiritual (teaching spiritual concept), merujuk kepada kitab suci (reference to scripture), dan konfrontasi spiritual. Masing-masing teknik tersebut tersusun dalam lima satuan layanan konseling spiritual teistik dengan tujuan untuk mengembangkan aspek (1) Harapan siswa akan masa depan, (2) Rasa optimis, (3) rasa bersyukur, (4) apresiasi siswa terhadap kebersihan lingkungan, (5) spiritualitas.

Perancangan konseling spiritual teistik dengan menetapkan elemen dan komponen yang terdapat pada program bimbingan dan konseling yang terdiri dari:

1) Rasional

Pada bagian ini akan dikemukakan mengenai: (a) Dasar pemikiran tentang pentingnya program konseling spiritual teistik; (b) Profil pencapaian karakter transendensi; (c) Alasan pentingnya peningkatan karakter transendensi dengan pemberian layanan konseling spiritual teistik.

2) Tujuan

Penetapan tujuan program konseling spiritual teistik yang akan dicapai berdasarkan profil karakter transendensi.

3) Asumsi

Asumsi merupakan anggapan dasar, yaitu suatu pernyataan atau sesuatau yang diakui kebenarannya atau dianggap benar sebagai salah satu dasar dalam penelitian.

4) Sasaran Program

Sasaran program maksudnya kepada siapa program itu ditujukan/dikembangkan.


(29)

5) Strategi

Menjelaskan mengenai strategi dan teknik yang digunakan dalam konseling.

6) Evaluasi dan Indikator Ketercapaian

Evaluasi dilakukan untuk menentukan keputusan terhadap kualitas pra program, proses program, dan hasil program serta ketercapaian indikator keberhasilan.

D. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut.

1. Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini, penelitian dilakukan sebagai studi pendahuluan untuk mengetahui gambaran tingkat karakter transendensi siswa SMA dengan menggunakan angket karakter transendensi siswa SMA.

Instrumen karakter transendensi siswa SMA terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pengantar dan bagian pernyataan-pernyataan untuk mengukur karakter transendensi siswa yang terdiri 102 item/pernyataan (sebelum uji coba).

Kisi-kisi instrumen karakter transendensi Siswa SMA Sebelum Uji Coba ditampilkan pada Tabel 3.1. berikut ini.


(30)

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Karakter Transendensi Siswa SMA Sebelum Validasi

Variabel Aspek Nomor Item

Σ

(+) (-)

Karakter Transendensi

a. Apresiasi Keindahan dan Keunggulan (Appreciation of beauty and excellence/awe, wonder, elevation)

1, 2, 3, 5, 8, 9, 10, 11, 13,

14

4, 6, 7, 12, 15

15

b. Bersyukur (Gratitude) 16, 18, 20, 22, 24, 25, 26, 17, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 38, 39, 40,

43, 44

17, 19, 21, 23, 28, 29, 36, 37, 41,

42

30

c. Harapan (Hope, optimism, future-mindedness, future orientation)

45, 46, 50, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 62, 64,

66, 67,

47, 48, 49, 51, 55, 58, 61, 63, 65,

68

24

d. Rasa Humor (playfulness)

69, 70, 72, 73, 74, 76, 77, 79, 80,

82, 83

71, 75, 78, 81 15 e. Spiritualitas (Spirituality, religiousness, faith, purpose)

84, 85, 86, 88, 90, 91, 93, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101

87, 89, 92, 94, 102

19

Skala yang digunakan dalam angket karakter transendensi ini mengacu pada prinsip-prinsip Skala Likert. Stimulus dari item-item instrumen ini adalah perilaku yang menggambarkan karakter responden. Respon dari stimulus ini adalah


(31)

memilih jawaban yang telah disediakan. Jawaban-jawaban tersebut akan menggambarkan karakter transendensi siswa diri responden.

Instrumen karakter transendensi yang disusun peneliti memiliki lima alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Ragu-Ragu (RR), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Adapun penentuan skor untuk jawaban terhadap pernyataan positif (vaforeble) adalah Sangat Sesuai = 5, Sesuai = 4, Ragu-Ragu = 3, Tidak Sesuai = 2, Sangat Tidak Sesuai = 1. Sedangkan untuk skor jawaban item pernyataan negatif (unvaforeble) adalah: Sangat Sesuai = 1, Sesuai = 2, Ragu-Ragu = 3, Tidak Sesuai = 4, Sangat Tidak Sesuai = 5.

Untuk memvalidasi materi (content), konstruk (construct) dan redaksi instrumen penelitian instrumen penelitian yang disusun maka dilakukan judgement dengan meminta 3 pendapat dosen program Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia. Selanjutnya masukan dari ketiga dosen dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data yang dibuat. Angket hasil judgement dari dosen ahli dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Hasil judgement Instrumen Oleh Para Ahli

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 7, 9, 10, 18, 26, 50, 64, 69, 70, 71, 72, 73,

75, 76, 77, 78, 79, 81, 82, 83, 91 21 Revisi 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11, 14, 16, 20, 21, 22, 23,

24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 43, 44, 45, 46, 47, 51, 52, 53, 54, 55, 59, 60, 62, 63, 74, 84, 85, 86, 88, 90, 95, 96, 98, 99, 100, 101.

55

Buang 1, 12, 13, 15, 17, 19, 41, 42, 48, 49, 56, 57, 58, 61, 65, 66, 67, 68, 80, 87, 89, 92,


(32)

Setelah instrumen direvisi berdasarkan saran para ahli, maka instrumen diuji keterbacaan kepada 5 orang siswa SMA dan kemudian direvisi kembali, baik dalam penggunaan kata-kata atau pun struktur kalimat sehingga seluruh pernyataan dalam instrumen tidak mengandung ambiguitas dan cukup dapat dimengerti oleh reponden.

Instrumen kemudian diujicobakan kepada siswa Kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung berjumlah 43 siswa dari total 142 siswa. Setelah melakukan uji coba, peneliti melakukan pengolahan data uji validitas untuk mendapatkan daya beda secara empiris. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan nilai butir pertanyaan dengan jumlah total nilai. rumus yang digunakan adalah korelasi produk moment dari pearson dengan rumus :

xy

r =

 

2 2

2

 

2

.

 

   Y Y n X X n Y X XY n Keterangan :

r =Koefisien korelasi Pearson antara item dengan variabel yang bersangkutan

X = Skor Item dalam variabel Y = Skor semua item dalam variabel N = Jumlah Responden


(33)

Pengambilan keputusan mengenai signifikansi validitas instrumen tes dengan kriteria :

a. Instrumen tes valid (memiliki korelasi yang signifikan jika rhitung >rtabel)

b. Instrumen tidak valid (tidak memiliki korelasi yang signifikan) jika rhitung<rtabel

Proses perhitungan dan pengolahan uji instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program komputer yakni program Microsoft Excel.

Hasil perhitungan terhadap 60 butir soal untuk angket karakter transendensi siswa SMA, diperoleh item soal yang tidak valid sebanyak 7, sehingga total item soal yang valid adalah 53. Berikut ini disajikan hasil uji validitas angket karakter transendensi siswa SMA dalam Tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Kesimpulan No. Item Jumlah

Memadai 1,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,2 3,24,25,26,27,28,29,31,32,33,35,36,37,38,39,40,41,4 2,43,44,46,47,48,49,50,51, 52,53, 54,55,56,57, 58,60.

53

Tidak Memadai

2, 11, 12, 30, 34, 45, 59. 7

Tabel 3.4 di bawah ini menampilkan distribusi item-item pada Skala character strength yang dinyatakan valid setelah dilakukan penomoran ulang.


(34)

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Instrumen Pengungkap Karakter Transendensi Siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI bandung Setelah Validasi

Variabel Aspek Indikator Nomor Item

(+) (-) Karakter Transendensi a. Apresiasi Keindahan dan Keunggulan Apresiasi

keindahan fisik 2, 3 1 3

Apresiasi kemampuan atau bakat seseorang

4, 5, 6 3

Apresiasi

kebaikan moral 7, 8, 9 3

b. Bersyukur Bersyukur kepada Tuhan YME

10, 11, 12,

13, 14, 15 16 7

Bersyukur terhadap orang lain

17, 18, 19,

21 20, 22 6

c. Harapan Selalu optimis 23, 24, 26 25 4 Memiliki

harapan akan masa depan

27, 29 28 3

d. Rasa Humor Memiliki sifat homoris

30, 32, 33,

34 31 5

Kemampuan menyenangkan orang lain

35, 36, 39 37, 38,

40 6

e. Spiritualitas Mengetahui makna hidup sesuai agama

41, 42, 43, 44, 45, 46,

47, 48

8 Berpegang

teguh pada nilai moral dan kebaikan

49, 50, 51,


(35)

Reliabilitas instrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. hasil penelitian dikatakan reliabel jika terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono,2010:172).

Untuk menghitung koefesien reliabilitas digunakan rumus Cronbach Alpha :

2

11 1 2

1 n t k r k             Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya item

n2 = Jumlah varian butir

t2 = Varians total dengan : 2 2 2 ( ) n X X n n     

n2 = Varians butir tiap item

n = Jumlah responden uji coba instrumen 2

= Kuadrat jumlah skor seluruh responden dari setiap item 2

= Jumlah kuadrat jawaban responden dari setiap item Varians total dihitung dengan rumus :


(36)

2 2

2

( ) t

Y Y

n n

   

Dengan:

t2 = Varians total

n = Jumlah responden uji coba instrumen 2

= Kuadrat jumlah skor seluruh responden dari setiap item 2

= Jumlah kuadrat skor responden

Sebagai tolak ukur, digunakan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas dari Sugiyono (2010: 172) sebagai berikut :

0,00 – 0,19 Derajat keterandalan sangat rendah. 0,20 – 0,39 Derajat keterandalan rendah. 0,40 – 0,59 Derajat keterandalan cukup. 0,60 – 0,79 Derajat keterandalan tinggi. 0,80 – 1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi.

Berdasarkan pada tolak ukur di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai reliabilitas angket transendensi siswa SMA sebesar 0.920 berada pada kategori sangat tinggi, artinya instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data.

Langkah analisis untuk memperoleh gambaran umum tingkat karakter transendensi siswa SMA dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.


(37)

Tabel 3.5

Kategorisasi Karakter Transendensi siswa SMA

Skala Sigma

Skala Angka Keterangan

+1,5 µ +1,5σ < X Kategori sangat tinggi +0,5 µ + 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori tinggi

-0,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ + 0,5σ Kategori Sedang -1,5 µ - 1,5σ < X ≤ µ -0,5σ Kategori rendah

X ≤ µ-1,5σ Kategori sangat

rendah

2. Tahap Perumusan Konseling Spiritual Teistik

Untuk mendapatkan data kebutuhan peningkatan karakter transendensi siswa SMA, program konseling spiritual teistik dirumuskan berdasarkan aspek karakter transendensi yang masih tergolong rendah.

Dalam rangka menghasilkan konseling yang teruji secara efektif, maka langkah awal yang dilakukan adalah menguji kelayakan konseling secara rasional. Uji kelayakan program dilakukan oleh pakar bimbingan dan konseling yang terdiri dari 3 orang yang memiliki latar belakang pendidikan Magister (S2) dan Doktor (S3) dalam bidang bimbingan dan konseling.

Validasi rasional dilakukan dengan menggunakan teknik respon terinci. Peneliti menyampaikan model yang disertai dengan lembaran penimbangan berbentuk catatan ungkapan/saran. Secara garis besar, terdapat dua dimensi yang dipertimbangkan oleh pakar yaitu struktur dan isi layanan. Dimensi struktur layanan berkenaan dengan judul, penggunaan istilah, sistematika, keterbacaan, kelengkapan dan kesesuaian antar komponen program.


(38)

Dimensi ini layanan berkenaan dengan rasional, landasan pengembangan program, visi dan misi program, tujuan, komponen program, sasaran program, pengembangan tema, serta evaluasi. Deskripsi hasil penimbangan pakar terhadap dimensi layanan dijelaskan sebagai berikut.

Tabel 3.6

Hasil Penimbangan Pakar Terhadap Program Konseling Spiritual Teistik

Aspek Layanan Hasil Penimbangan Pakar

a. Rasional Rasional merupakan dasar pemikiran dan asumsi program yang menjadi landasan teoritis dan empiris serta pertimbangan rujukan ilmiah yang menjadi dasar pengembangan program konseling spiritual teistik.

Hasil pertimbangan pakar menyatakan sudah cukup memadai. Akan tetapi untuk kesempurnaan rancangan layanan, pakar menyarankan agar deskripsi profil karakter transendensi dijabarkan secara lisan tidak dalam bentuk angka, tabel, dan grafik.

b. Landasan Pengembangan Program

Dalam landasan pengembangan program dijabarkan landasan hukum yang mendasari pengembangan program konseling spiritual teistik.

Hasil pertimbangan pakar menyatakan landasan pengembangan program sudah memadai. c. Visi dan Misi Program Dalam visi dan misi program diturunkan dari

profil karakter transendensi siswa SMA. Hasil pertimbangan pakar menyatakan visi dan misi program sudah memadai.

d. Tujuan Tujuan merupakan gambaran perilaku yang diharapkan setelah siswa mengikuti layanan. Hasil pertimbangan pakar, tujuan program telah memadai, namun lebih disesuaikan dengan profil karakter transendensi yang pencapaiannya paling rendah.

e. Komponen Program Pada komponen program dikemukakan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ke dalam komponen program konseling layanan responsif.


(39)

dalam proses konseling spiritual teistik, strategi konseling, dan teknik konseling ditujukan kepada satuan layanan konseling.

f. Sasaran Program Dalam sasaran program diuraikan kepada siapa program itu ditujukan/dikembangkan.

Menurut pertimbangan para pakar, sasaran program sudah cukup jelas.

g. Pengembangan Tema Pengembangan tema merincikan secara spesifik tema kegiatan konseling yang telah ditetapkan. Pengembangan tema dijabarkan dalam satuan layanan konseling spiritual teistik.

Menurut pertimbangan para pakar, isi layanan konseling sudah memadai, hanya terdapat beberapa istilah yang perlu disesuaikan misalnya pada istilah aspek yang harus dicapai diganti dengan standar kompetensi serta dalam setiap satuan layanan konseling mencantumkan referensi yang digunakan.

h. Evaluasi Rumusan evaluasi dilakukan dalam setiap aktivitas layanan , jadi setiap sesi layanan

disiapkan jurnal konseling spiritual teistik. Selain itu evaluasi keberhasilan dilaksanakan dengan mengukur kembali karakter transendensi siswa setelah mendapat layanan.

Hasil penimbangan para pakar memandang sudah cukup memadai.

3. Tahap Pelaksanaan Konseling Spiritual Teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA

Dalam tahap pelaksanaan konseling spiritual teistik dijabarkan sebagai berikut:

1) Menetapkan kelompok yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok yang akan dijadikan kelompok kontrol.

Kelompok yang diberikan konseling spiritual teistik ditetapkan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang tidak diberikan konseling


(40)

sebagai kelompok eksperimen adalah siswa yang tergolong dalam kategori rendah dan rendah sekali dari kelas XI IPA 1, XI IPA 2, dan XI IPA 3 yang berjumlah 23 siswa, sedangkan untuk kelompok kontrol adalah siswa yang tergolong dalam kategori rendah dan rendah sekali dari kelas XI IPS 1, XI IPS 2, dan XI IPS 3 yang berjumlah 23 siswa.

2) Memberikan pretest untuk kedua kelompok

Yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang bertujuan untuk mengetahui tingkat karakter transendensi sebelum diberikan konseling.

3) Memberikan konseling spiritual teistik terhadap kelompok eksperimen Konseling spiritual teistik dilaksanakan selama enam kali pertemuan. Berikut ini merupakan penjabaran konseling spiritual teistik yang diberikan kepada kelompok eksperimen.

A. Rasional

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Makna karakter yang dikemukakan oleh Thomas Lickona

(1991: 51). adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a

morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada


(41)

serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Peterson dan Seligman (2004:13) mengaitkan secara langsung character strength dengan kebajikan karena character strength dipandang sebagai unsur-unsur yang membangun kebajikan (virtues). Menurut Peterson dan Seligman (2004:14) character strength adalah karakter/watak positif yang berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya.

Berkaitan dengan kekuatan karakter, Menurut Peterson dan Seligman (2004) Kekuatan karakter tergolong menjadi 24, yaitu: kreativitas, keingintahuan, keterbukaan pemikiran, kecintaan belajar, perspektif, kecerdasan, kegigihan, integritas, vitalitas, kasih, kebaikan, kecerdasan bermasyarakat, kependudukan, keadilan, kepemimpinan, pengampunan, kerendahan hati, kebijaksanaan, pengaturan diri, pengagum keindahan, berterima kasih, harapan, humor, dan keagamaan. Tergolong kepada 6 virtue/keutamaan yaitu Kebijaksanaan dan pengetahuan, Kemanusiaan, Kesatriaan, Berkeadilan, Temperance, dan Transendensi.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian,


(42)

sehingga nantinya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan pancasila. Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter.

Thomas Lickona (1991: 79) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab, (5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan (8) Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat.

Penyusunan program ini dikhususkan kepada keutamaan transendensi yang menekankan kepada kekuatan spiritual dan menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta serta menyediakan arti kehidupan, sikap dan


(43)

perilaku tidak baik yang dicerminkan siswa menyiratkan bahwa siswa kurang memiliki nilai-nilai transendensi sebagai dasar kekuatan dan keutamaan karakter manusia. Karena dengan transendensi, siswa dapat menghindarkan diri dari godaan dan menguatkan diri siswa saat berada dalam situasi yang sulit.

Transendensi terdiri dari kemampuan siswa mengapresiasi keindahan dan keunggulan, rasa bersyukur, rasa humor, harapan dan orientasi terhadap masa depan, dan spiritualitas.

Gambaran umum karakter transendensi siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung kelas XI Tahun Ajaran 2012/2013 dari 142 siswa sebanyak 10 siswa berada pada kategori sangat tinggi, 24 siswa pada kategori tinggi, 61 siswa pada kategori sedang, 39 siswa pada kategori rendah, dan 8 siswa pada kategori sangat rendah.dari gambaran tersebut, mayoritas siswa berada pada kategori sedang.

Karakter transendensi siswa SMA terdiri dari 5 aspek yaitu (1) apresiasi keindahan dan keunggulan; (2) rasa bersyukur; (3) harapan dan orientasi masa depan; (4) rasa humor; (5) spiritualitas. Dilihat dari aspek apresiasi keindahan dan keunggulan, 7 siswa berada pada kategori sangat tinggi, 24 siswa pada kategori tinggi, 60 siswa pada kategori sedang, 41 siswa berada pada kategori rendah, dan 10 siswa berada pada kategori sangat rendah. Pada aspek apresiasi keindahan ddan keunggulan mayoritas siswa berada pada kategori sedang.

Gambaran rasa bersyukur siswa mayoritas berada pada kategori sedang dengan rincian 5 siswa berada pada kategori sangat tinggi dalam bersyukur, 33


(44)

siswa pada kategori tinggi, 55 siswa pada kategori sedang, 42 siswa pada kategori rendah, dan 5 siswa berada pada kategori rendah sekali.

Pada aspek memiliki harapan dan orientasi masa depan mayoritas berada pada kategori sedang dengan penjabaran sebanyak 2 siswa berada pada kategori sangat tinggi, 18 siswa pada kategori tinggi, 66 siswa pada kategori sedang. 49 siswa pada kategori rendah, dan pada kategori sangat rendah sebanyak 7 siswa.

Aspek memiliki rasa humor sebanyak 3 siswa berada pada kategori sangat tinggi, 33 siswa pada kategori tinggi, sebanyak 49 siswa pada kategori sedang, 48 siswa pada kategori rendah, dan 9 siswa mempunyai rasa humor yang sangat rendah. Pada aspek ini, mayoritas siswa berada pada kategori sedang.

Dilihat dari aspek spiritualitas, mayoritas siswa berada pada kategori sedang dengan penjabaran sebanyak 6 siswa pada kategori sangat tinggi, 29 siswa berada pada kategori tinggi, 67 siswa pada kategori sedang, 35 siswa pada kategori rendah, dan 5 siswa pada kategori spiritualitas sangat rendah.

Dari gambaran kelima aspek diatas, masih terdapat siswa yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Pada kategori rendah dan sangat rendah dalam setiap aspek diperlukan upaya peningkatan agar karakter transendensi siswa SMA dapat mencapai kategori yang lebih tinggi.

Kepala Kantor Kementerian Agama Abdul Rosyid, S.Ag, MM (2012) mengatakan bahwa menggagas dan mengkaji kembali pendidikan karakter tampaknya perlu untuk dilakukan. Kurikulum pendidikan juga harus dirubah, jangan hanya mementingkan IPTEK sehingga mengesampingkan pendidikan akhlak atau pendidikan agama. Mencetak anak agar unggul dibidang pengetahuan


(45)

memang penting namun hal yang mendasar sekali untuk dibangun adalah mental spiritual generasi penerus bangsa dengan pendidikan agama yang baik. Dengan daya-daya spiritual, manusia dapat melampaui dirinya, berkembang terus sebagai makhluk yang self-trancendence (selalu mampu berkembang melampaui dirinya). Djawad Dahlan (2005: 15) menjelaskan bahwa pendidikan perlu menerjemahkan nilai-nilai baru yang sesuai dengan fitrah kemanusiannya kemudian mendorongnya untuk terwujud dan tercapainya tujuan pendidikan yaitu dengan cara dihadapkan pada nilai-nilai abadi yang melandasi hidup dan kehidupan umat manusia. Nilai-nilai abadi yang sesuai dengan fitrah manusia adalah nilai-nilai agama. Sebab fitrah manusia adalah makhluk beragama. Syamsu Yusuf & Juntika (2005:135) menjelaskan bahwa secara hakiki manusia adalah makhluk beragama (homoreligius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama sebagai rujukan sikap dan perilakunya.

Konseling spiritual teistik adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan. Manusia mengalami putus hubungan dengan Tuhan akibat dosa. Akibat lanjutan dari dosa adalah manusia mengalami luka batin yang perlu disembuhkan melalui relasi konseling. Proses penyembuhan dicapai melalui strategi konseling yang merupakan rencana dasar intervensi guna mencapai tujuan konseling, yaitu penyembuhan luka batin. Strategi yang dibangun atas dasar asumsi manusia sebagai citra Allah itu terdiri atas berbagai teknik konseling.


(46)

B. Tujuan

Tujuan secara umum dari program konseling spiritual teistik ini adalah untuk meningkatkan karakter transendensi siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung kelas XI Tahun Ajaran 2012/2013. Sedangkan tujuan secara khusus dijabarkan berdasarkan aspek yang tergolong rendah yaitu:

1. Meningkatkan apresiasi siswa terhadap keindahan dan keunggulan

2. Meningkatkan rasa bersyukur siswa kepada Allah SWT dan terhadap kebaikan orang lain.

3. Meningkatkan rasa optimis dan harapan siswa akan masa depan yang lebih baik

4. Meningkatkan rasa humor siswa serta kemampuan siswa menyenangkan orang lain

5. Meningkatkan spiritualitas siswa dalam hal memaknai ibadah. C. Asumsi

Penyusunan program didasari atas beberapa anggapan dasar sebagai berikut. 1. Karakter transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan

manusia dengan alam semesta dan menyediakan arti kehidupan, yang terdiri dari apresiasi keindahan dan keunggulan, bersyukur, harapan, rasa humor, dan spiritualitas (Peterson & Seligman, 2004).

2. Maslow described self-transcendence as a person‟s ability to obtain a unitive consciousness with other humans (1964; 1968). Maslow mengambarkan transendensi diri merupakan kemampuan untuk mendapatkan kesadaran unitive dengan manusia lain. Orang yang memiliki transendensi diri mampu


(47)

melihat dunia dan tujuan nya di dunia dalam kaitannya dengan manusia lain pada skala yang lebih global.

3. Transendensi merefleksikan kemampuan individu dalam berkorban dan mengurangi kepentingan diri sendiri untuk memperoleh keutuhan hubungan dengan diri dan lingkungan berdasarkan pada dimensi ketuhanan (Amran & Dryer, 2008:29).

4. Konseling spiritual teistik dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religious), berprilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya (Syamsu Yusuf,2009:36).

D. Sasaran Program

Sasaran program yaitu siswa dari kelas XI IPA 1, XI IPA 2, dan XI IPA 3 SMA Laboratorium percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang berada dalam kategori rendah dan rendah sekali berjumlah 23 siswa.

E. Strategi

Dalam program ini, Strategi konseling dilakukan dengan cara kelompok (konseling kelompok) dan dengan proses tahap kegiatan sebagai berikut:

1. Fase Eksperientasi (experience) atau disebut juga fase action, peneliti memulai kegiatan konseling kelompok dengan skenario yang telah ditentukan dan mengarahkan siswa untuk mengekspresikan perasaan-perasaan yang menjadi beban psikologisnya.


(48)

2. Fase Identifikasi (identify) dimana peneliti melaksanakan proses identifikasi dan refleksi pengalaman selama proses konseling berlangsung. Siswa diajak mengidentifikasi kaitan permainan/materi yang diberikan degan keadaan dirinya.

3. Fase Analisis (analyze), dalam fase ini peneliti mengajak siswa untuk merefleksikan dan memikirkan kaitan antara proses konseling dengan kondisi psikologis yang sedang dihadapinya. Sehingga dapat digunakan untuk membuat rencana perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan diri. 4. Fase Generalisasi (generalitation), dalam fase ini peneliti mengajak siswa

membuat rencana perbaikan terhadap kelemahan yang dihadapi oleh siwa. Rencana perbaikan dapat berupa jadwal atau siswa dihadapkan pada pertanyaan yang menanyakan sikap atau perilaku siswa jika dihadapkan pada suatu permasalahan.

Teknik konseling yang digunakan dalam proses konseling adalah pemberian informasi tentang konsep-konsep spiritual (teaching spiritual concept), merujuk kepada kitab suci (reference to scripture), konfrontasi spiritual (spiritual confrontation), dan doa bersama konselor dengan konseli (counselor and client prayer). Teknik konseling diuraikan dalam bentuk kegiatan pada satuan layanan konseling spiritual teistik.

Pelaksana program konseling spiritual teistik adalah peneliti. Program direncanakan selama 6 kali pertemuan dengan alokasi waktu per 1 pertemuan selama 40 menit. selain sebagai pelaksana peneliti juga berperan sebagai perencana dan penilai pelaksanaan program.


(49)

F. Evaluasi

Untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan program yang telah dilaksanakan diperlukan adanya evaluasi. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan hasil.

Evaluasi proses, dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas konseling spiritual teistik dari segi prosesnya. Evaluasi proses memperhatikan proses-proses sebagai berikut:

1. Partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegiatan konseling spiritual teistik 2. Pemahaman siswa atas materi-materi yang disajikan/diinformasikan atau

terhadap masalah yang dialaminya

3. Suasana penyelenggaraan konseling spiritual teistik

4. Pemahaman siswa terhadap tahapan konseling yang dilakukan

Evaluasi hasil dimaksudkan untuk memperoleh informasi efektifitas konseling spiritual teistik dari segi hasilnya. Evaluasi hasil diperoleh dengan membandingkan skor pencapaian siswa kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, hasil wawancara, observasi, dan jurnal harian.

(Satuan Layanan Konseling Spiritual teistik terlampir)

4) Memberikan posttest untuk kedua kelompok

Tujuan posttest yang diberikan kepada kedua kelompok adalah melihat sejauh mana karakter transendensi siswa setelah diberikan konseling spiritual teistik


(50)

4. Tahap Penilaian Efektivitas Konseling Spiritual Teistik untuk Meningkatkan Karakter Transendensi Siswa SMA

Tahap penilaian efektivitas konseling spiritual teistik dilaksanakan untuk memperoleh fakta empirik mengenai efektivitas konseling spiritual teistik guna meningkatkan karakter transendensi siswa SMA.

Konseling dinyatakan efektif atau tidak berdasarkan dari hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen yang diberi perlakuan. Bila ada peningkatan yang diperoleh dari hasil pretest ke posttest untuk kelompok eksperimen, konseling spiritual teistik dinyatakan efektif, namun sebaliknya jika tidak ada perubahan atau menurun, konseling spiritual teistik dinyatakan tidak efektif.

E. Analisis data

Rumusan penelitian diformulasikan ke dalam hipotesis sebagai berikut: “konseling spiritual teistik efektif untuk meningkatkan karakter transendensi

siswa SMA”. Teknik statistik yang digunakan untuk uji hipotesis penelitian

adalah uji dua data sampel independen, uji t independen digunakan untuk menganalisis keefektifan konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa SMA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tujuan uji t adalah untuk membandingkan kedua data pra-layanan dan pascalayanan tersebut sama atau berbeda. Gunanya untuk menguji kemampuan generalisasi yang berupa dua variable berbeda dengan menggunakan rumus dari Furqon (2002:170) yaitu sebagai berikut:


(51)

t = √ Keterangan:

t = t hitung

Y1 = nilai rata-tara sampel 1 Y2 = nilai rata-rata sampel 2

Sgab = simpangan baku gabungan kedua sampel n1 = banyaknya sampel 1


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Secara umum, tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas program konseling spiritual teistik yang dapat meningkatkan karakter transendensi siswa Kelas XI SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling spiritual teistik efektif untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan siswa pada aspek karakter transendensi terutama rasa bersyukur dan spiritualitas.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diberikan rekomendasi kepada pihak sebagai berikut:

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Rekomendasi kepada pihak pelaksana layanan bimbingan dan konseling SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung berupa program konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa SMA. Guru bimbingan dan konseling seyogianya mengimplementasikan konseling spiritual teistik sebagai salah satu pendukung peningkatan karakter siswa. Untuk mendukung diterapkannya rumusan program konseling tersebut, guru bimbingan dan konseling harus memahami konseling spiritual teistik baik dalam hal konsep maupun teknik konseling. Pelaksanaan konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa akan lebih efektif jika dilaksanakan secara


(53)

berkelanjutan karena menekankan kepada kebiasaan siswa yang terus menerus dilakukan dan dipraktikan .

2. Peneliti Selanjutnya

Keterbatasan proses dan hasil penelitian tidak dapat dipisahkan dari keterbatasan peneliti dalam mengelola kegiatan penelitian. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk:

a. Sebagai bahan informasi awal tentang karakter transendensi siswa dan berbagai isu serta dasar-dasar konseptual yang berimplikasi secara metodologis bagi penelitian selanjutnya, disarankan dilakukan penelitian yang sama tetapi karakteristik respondennya berbeda, misalnya dari latar belakang kehidupan beragama di keluarga.

b. Mengujicobakan konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa pada jenjang pendidikan yang lain, dengan memperluas tahap pelaksanaan layanan, dan kontrol yang baik terhadap varibel-variabel yang dapat mengancam proses pelaksanaan layanan seperti kompetensi peneliti, kondisi siswa, serta proses pemberian konseling.

c. Melakukan penelitian dan pengembangan model konseling spiritual teistik yang khusus untuk mengembangkan karakter transendensi.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an.

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir.(2001). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Abdullah.(2013). Sabar Dalam Islam. [online]. Tersedia: http://dakwah-islam.org/sabar-dalam-islam.html (Tanggal 5 Juli 2013)

Agus Akhmadi.(2013). Terapi “Pengguna Obat” dengan Pendekatan Konseling Spiritual. Kajian Materi Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama BK MA.

Amran yosi & dryer, D. Christoper. (2008). The integrated spiritual intelligence scale (ISIS): development and preliminary validation. [online].

Tersedia:www.yosiamran.net/docs/7_dimensions_of_SI_PA_confr_paper_ Yosi_Amran.pdf. (10 Juli 2012).

Bono G, Emmon, R.A. & McCullough,M E. (2004). Gratitude in Practice and the Practice of Gratitude in p.a. Linley & S.Joseph (eds), in the Practice of Positive Psychology (pp. 464-481). New York: John Wiley & Sons.

Borg, W.R, Gall,M.D. (2003). Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Cavanagh, Michael. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Campbell & Stanley.1978. Experimental and Quasi-Experimental Designs for Research. Boston: Houghton Mifflin Company

Dahlan, Djawad. (2003). Perspektif filosofis-Religius Dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Kumpulan Makalah Utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling.

Damnon, Willian. (2002). Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.

Davidovitch Nitza. (2010). Effects of Congruence and Character-Strength Deployment on Work Adjustment and Well-Being. International Journal of Business and Social Science. Vol. 1 No. 3; December 2010


(55)

Ehwan. (2009). Ingin Hidup Mewah, 25% Pelacur Sukabumi adalah Siswi Sekolah!!.[online]. Tersedia: http://jurnalkita- indonesiana.blogspot.com/2010/04/gaya-hidup-hedonisme-dikalangan-pelajar.html (1 Juli 2013).

Emmons, Robert A. (2007). Thanks! : How The New Science of Gratitude Can Make you Happier. New York: Houghton Mifflin Company.

Franzini,L.R (2001). Humor in Therapy: The Case for Training Therapist in Its Uses and Risk [61 paragraf]. The journal of general psychology

Haidt, J.& Keltner, D. (2004). Appreciation of Beauty and Excellence [Awe, Wonder,Elevation], in: C. Peterson & M.E.P. Seligman (Eds) Character strengths and virtues. A handbook of classification. (Oxford, Oxford University Press), 537-552

Ikatan Dai Indonesia Jawa Timur.(2012). Canda dan Humor dalam Islam. Buletin Jum'at As Salam No. 38 Th. 2012.[online]. Tersedia: http://download-filesuka.blogspot.com/2013/05/canda-dan-humor-dalam-islam.html (Tanggal 10 Juni 2013).

Kholisemar. (2011). Makalah Islam dan Optimisme.[online]. Tersedia:

http://kholisemar.blogspot.com/2011/11/makalah-islam-dan-optimisme.html. (Tanggal 10 Juni 2013)

Koesoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Lyubomissky, Sonja. (2007). Eigth Ways Gratitude Boosts Happiness from the How of Happiness. [online]. Tersedia: http:// www.gratefulness.org/ readings/eight_boosts_gratitude.htm. (tanggal 10 Juni 2013).

Makhmudah, Lilya.(2012). Efektifitas Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Marjan, Anwar. (2012). Dimarahi Ibu, Siswi SMA Nekat Bunuh Diri.[online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/03/12/058389640/Dimarahi-Ibu-Siswi-SMA-Nekat-Gantung-Diri. (01 Juni 2013)

Miller,Geri.(2003). Incorporating Spirituality In Counseling and Psychotherapy. London: John Wiley & Sons,Inc.(SAGE publications).


(56)

Moh.Salleh Albakri. (2010). Definisi Syukur Menurut Al-Quran. [online]. Tersedia: http://msalleh.wordpress.com/2010/06/26/definisi-syukur-menurut-al-quran/. (10 Juni 2012)

Nurmi, J.E (1989). Adolescents Orientation to the Future Development of Interest and Plans, And Attributions and Affect, In the Life-Span Context. Helsinski societas scientiarum fennica.

Nurmi,J.E. (1991) How Do Adolescents See Their Future? A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Helsinski academic press, inc.

Peterson, Christopher & Seligman, Martin E. P. (2004). Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification.. Oxford: Oxford University Press.

Prasetyawan, Hery.(2013). Pentingnya Nilai Agama Sebagai Pembangun Karakter Bangsa. [online]. Tersedia: http:// herryprasetyawan2009. blogspot.com/2013/01/pentingnya-nilai-agama-sebagai.html

Qoyyimah, Nur Rohmah H. (2010). Perbedaan Tingkat Syukur Ditinjau Dari Kepribadian (Big Five Personality) Pada Ponpes Putri AHAF joyosuko – Malang. Skripsi. Tidak Diterbitkan.

Rusmana. Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Sartika, Ika.(2011). Efektifitas Program Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Sifat-Sifat Kerosulan Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo S.B. Alqoe dkk. (2008). Beyond Reciprocity: Gratitude and Relationships In

Everyday Life. jurnal ilmiah Emotion, edisi Juni 2008.

Seligman, Martin E.P., et. al. (2005), Positive Psychology Progress, American Psychological Association Journal, Vol. 60, No.5, 410-421

Sholihah, Nurul Ajeng & Istiana Kuswardani. (2012). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis Dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Ponsel Pada Remaja. Skripsi Universitas Setia Budi. Tidak Diterbitkan.


(57)

Sjarkawi. (2009). Pembentukan Kepribadian Anak- Peran Moral, Intelektual, Emosional, Dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Diri. Jakarta: Bumi Aksara.

Sinaga, Juster Donal. (2012). Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasih Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tesis program studi bimbingan dan konseling sekolah pascasarjana upi bandung: Tidak diterbitkan.

Standard, Rebecca P, Sandhu DS, & Painter Linda. (2000). Assessment of Spirituality in Counseling. Journal of Counseling & Development, Spring 2000, Volume 78. America: American Counseling Association.

Suhariyanto.(2012). Pentingnya-Penanaman-Spiritual pada anak. [online]. Tersedia: http://suhariyanto.blogspot.com/2011/02/pentingnya-penanaman-spiritual.html.(9 Oktober 2012)

Suherman. (2011). Pendidikan Dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI Press

Sumantri. (2013). Diduga Gagal UN, Siswi SMA Bunuh Diri. [online]. Tersedia: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/24/3/156439/-Diduga-Gagal-UN-Siswi-SMA-Bunuh-Diri (01 Juni 2013)

Surya,M. (2003). Psikologi konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Syihab, Quraisy. 2010. Do’a dan optimism.[online]. Tersedia: http://www.sudeska.net/2010/01/05/quraish-shihab-do%E2%80%99a-dan-optimisme/ (Tanggal 10 Juni 2013)

Synder, C.R. , Shane J. Lopez (2005), Handbook of Positive Psychology, Oxford : Oxford University Press.

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.

Ubay shidiq, Abdullah. (2008). Hubungan Emosional Spiritual Quetion dengan Shalat. [online]. Tersedia: http:// abdullahubaysidik.blogspot.com /2008/04/hubungan-esq-dengan-shalat_23.html. (tangal 10 Juni 2013)

Uhar, Suharsaputra. (2012). Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan). Bandung: Refika Aditama.

Wijayanti, Herlani & Fivi Nurwianti.(2010). Kekuatan Karakter dan Kebahagiaan Pada Suku Jawa. Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, 114.


(58)

Wildan, Muhammad. (2010). Berbagai Masalah Muncul Karena Lemahnya Karakter Bangsa. [online]. Tersedia: http://bpplsp-reg5.go.id/berita-252-id-berbagai-masalah-muncul-karena-lemahnya-karakter-bangsa.html. _____.(2009). Metode Penelitian Experimen Semu (Quasi-Experimental

Research). [online]. Tersedia:

http://pakguruku.blogspot.com/2009/10/metode-penelitian-experimen-semu-quasi.html (Tanggal 17 Pebruari 2013)

_____. (2011). Tidak Dibelikan Motor, Siswa SMA Gantung Diri. [online]. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com/node/161640. (01 Juni 2013). Yusuf, Syamsu. (2009). Konseling Spiritual Teistik. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, Syamsu & Juntika Nurihsan. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(1)

berkelanjutan karena menekankan kepada kebiasaan siswa yang terus menerus dilakukan dan dipraktikan .

2. Peneliti Selanjutnya

Keterbatasan proses dan hasil penelitian tidak dapat dipisahkan dari keterbatasan peneliti dalam mengelola kegiatan penelitian. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk:

a. Sebagai bahan informasi awal tentang karakter transendensi siswa dan berbagai isu serta dasar-dasar konseptual yang berimplikasi secara metodologis bagi penelitian selanjutnya, disarankan dilakukan penelitian yang sama tetapi karakteristik respondennya berbeda, misalnya dari latar belakang kehidupan beragama di keluarga.

b. Mengujicobakan konseling spiritual teistik untuk meningkatkan karakter transendensi siswa pada jenjang pendidikan yang lain, dengan memperluas tahap pelaksanaan layanan, dan kontrol yang baik terhadap varibel-variabel yang dapat mengancam proses pelaksanaan layanan seperti kompetensi peneliti, kondisi siswa, serta proses pemberian konseling.

c. Melakukan penelitian dan pengembangan model konseling spiritual teistik yang khusus untuk mengembangkan karakter transendensi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur`an.

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir.(2001). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Abdullah.(2013). Sabar Dalam Islam. [online]. Tersedia: http://dakwah-islam.org/sabar-dalam-islam.html (Tanggal 5 Juli 2013)

Agus Akhmadi.(2013). Terapi “Pengguna Obat” dengan Pendekatan Konseling Spiritual. Kajian Materi Diklat Teknis Fungsional Peningkatan Kompetensi Guru Pertama BK MA.

Amran yosi & dryer, D. Christoper. (2008). The integrated spiritual intelligence scale (ISIS): development and preliminary validation. [online].

Tersedia:www.yosiamran.net/docs/7_dimensions_of_SI_PA_confr_paper_ Yosi_Amran.pdf. (10 Juli 2012).

Bono G, Emmon, R.A. & McCullough,M E. (2004). Gratitude in Practice and the Practice of Gratitude in p.a. Linley & S.Joseph (eds), in the Practice of Positive Psychology (pp. 464-481). New York: John Wiley & Sons.

Borg, W.R, Gall,M.D. (2003). Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Cavanagh, Michael. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Campbell & Stanley.1978. Experimental and Quasi-Experimental Designs for Research. Boston: Houghton Mifflin Company

Dahlan, Djawad. (2003). Perspektif filosofis-Religius Dalam Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Kumpulan Makalah Utama Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling.

Damnon, Willian. (2002). Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.

Davidovitch Nitza. (2010). Effects of Congruence and Character-Strength Deployment on Work Adjustment and Well-Being. International Journal of Business and Social Science. Vol. 1 No. 3; December 2010


(3)

Ehwan. (2009). Ingin Hidup Mewah, 25% Pelacur Sukabumi adalah

Siswi Sekolah!!.[online]. Tersedia:

http://jurnalkita- indonesiana.blogspot.com/2010/04/gaya-hidup-hedonisme-dikalangan-pelajar.html (1 Juli 2013).

Emmons, Robert A. (2007). Thanks! : How The New Science of Gratitude Can Make you Happier. New York: Houghton Mifflin Company.

Franzini,L.R (2001). Humor in Therapy: The Case for Training Therapist in Its Uses and Risk [61 paragraf]. The journal of general psychology

Haidt, J.& Keltner, D. (2004). Appreciation of Beauty and Excellence [Awe, Wonder,Elevation], in: C. Peterson & M.E.P. Seligman (Eds) Character strengths and virtues. A handbook of classification. (Oxford, Oxford University Press), 537-552

Ikatan Dai Indonesia Jawa Timur.(2012). Canda dan Humor dalam Islam. Buletin Jum'at As Salam No. 38 Th. 2012.[online]. Tersedia: http://download-filesuka.blogspot.com/2013/05/canda-dan-humor-dalam-islam.html (Tanggal 10 Juni 2013).

Kholisemar. (2011). Makalah Islam dan Optimisme.[online]. Tersedia:

http://kholisemar.blogspot.com/2011/11/makalah-islam-dan-optimisme.html. (Tanggal 10 Juni 2013)

Koesoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Lyubomissky, Sonja. (2007). Eigth Ways Gratitude Boosts Happiness from the How of Happiness. [online]. Tersedia: http:// www.gratefulness.org/ readings/eight_boosts_gratitude.htm. (tanggal 10 Juni 2013).

Makhmudah, Lilya.(2012). Efektifitas Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Kesadaran Beragama Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Marjan, Anwar. (2012). Dimarahi Ibu, Siswi SMA Nekat Bunuh Diri.[online]. Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2012/03/12/058389640/Dimarahi-Ibu-Siswi-SMA-Nekat-Gantung-Diri. (01 Juni 2013)

Miller,Geri.(2003). Incorporating Spirituality In Counseling and Psychotherapy. London: John Wiley & Sons,Inc.(SAGE publications).


(4)

Moh.Salleh Albakri. (2010). Definisi Syukur Menurut Al-Quran. [online]. Tersedia: http://msalleh.wordpress.com/2010/06/26/definisi-syukur-menurut-al-quran/. (10 Juni 2012)

Nurmi, J.E (1989). Adolescents Orientation to the Future Development of Interest and Plans, And Attributions and Affect, In the Life-Span Context. Helsinski societas scientiarum fennica.

Nurmi,J.E. (1991) How Do Adolescents See Their Future? A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Helsinski academic press, inc.

Peterson, Christopher & Seligman, Martin E. P. (2004). Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification.. Oxford: Oxford University Press.

Prasetyawan, Hery.(2013). Pentingnya Nilai Agama Sebagai Pembangun Karakter Bangsa. [online]. Tersedia: http:// herryprasetyawan2009. blogspot.com/2013/01/pentingnya-nilai-agama-sebagai.html

Qoyyimah, Nur Rohmah H. (2010). Perbedaan Tingkat Syukur Ditinjau Dari

Kepribadian (Big Five Personality) Pada Ponpes Putri AHAF joyosuko –

Malang. Skripsi. Tidak Diterbitkan.

Rusmana. Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling kelompok di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Sartika, Ika.(2011). Efektifitas Program Konseling Spiritual Teistik Untuk Meningkatkan Sifat-Sifat Kerosulan Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo S.B. Alqoe dkk. (2008). Beyond Reciprocity: Gratitude and Relationships In

Everyday Life. jurnal ilmiah Emotion, edisi Juni 2008.

Seligman, Martin E.P., et. al. (2005), Positive Psychology Progress, American Psychological Association Journal, Vol. 60, No.5, 410-421

Sholihah, Nurul Ajeng & Istiana Kuswardani. (2012). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis Dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Ponsel Pada Remaja. Skripsi Universitas Setia Budi. Tidak Diterbitkan.


(5)

Sjarkawi. (2009). Pembentukan Kepribadian Anak- Peran Moral, Intelektual, Emosional, Dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Diri. Jakarta: Bumi Aksara.

Sinaga, Juster Donal. (2012). Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasih Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tesis program studi bimbingan dan konseling sekolah pascasarjana upi bandung: Tidak diterbitkan.

Standard, Rebecca P, Sandhu DS, & Painter Linda. (2000). Assessment of Spirituality in Counseling. Journal of Counseling & Development, Spring 2000, Volume 78. America: American Counseling Association.

Suhariyanto.(2012). Pentingnya-Penanaman-Spiritual pada anak. [online]. Tersedia: http://suhariyanto.blogspot.com/2011/02/pentingnya-penanaman-spiritual.html.(9 Oktober 2012)

Suherman. (2011). Pendidikan Dalam Perspektif Bimbingan dan Konseling. Bandung: UPI Press

Sumantri. (2013). Diduga Gagal UN, Siswi SMA Bunuh Diri. [online]. Tersedia: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/24/3/156439/-Diduga-Gagal-UN-Siswi-SMA-Bunuh-Diri (01 Juni 2013)

Surya,M. (2003). Psikologi konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Syihab, Quraisy. 2010. Do’a dan optimism.[online]. Tersedia: http://www.sudeska.net/2010/01/05/quraish-shihab-do%E2%80%99a-dan-optimisme/ (Tanggal 10 Juni 2013)

Synder, C.R. , Shane J. Lopez (2005), Handbook of Positive Psychology, Oxford : Oxford University Press.

Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.

Ubay shidiq, Abdullah. (2008). Hubungan Emosional Spiritual Quetion dengan

Shalat. [online]. Tersedia: http:// abdullahubaysidik.blogspot.com

/2008/04/hubungan-esq-dengan-shalat_23.html. (tangal 10 Juni 2013)

Uhar, Suharsaputra. (2012). Metode Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan). Bandung: Refika Aditama.


(6)

Wildan, Muhammad. (2010). Berbagai Masalah Muncul Karena Lemahnya Karakter Bangsa. [online]. Tersedia: http://bpplsp-reg5.go.id/berita-252-id-berbagai-masalah-muncul-karena-lemahnya-karakter-bangsa.html. _____.(2009). Metode Penelitian Experimen Semu (Quasi-Experimental

Research). [online]. Tersedia:

http://pakguruku.blogspot.com/2009/10/metode-penelitian-experimen-semu-quasi.html (Tanggal 17 Pebruari 2013)

_____. (2011). Tidak Dibelikan Motor, Siswa SMA Gantung Diri. [online]. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com/node/161640. (01 Juni 2013). Yusuf, Syamsu. (2009). Konseling Spiritual Teistik. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, Syamsu & Juntika Nurihsan. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.