MENINGKATKAN KOMPETENSI STRATEGIS, PENALARAN ADAPTIF, DAN DISPOSISI PRODUKTIF SISWA SMA MELALUI CONCEPT-RICH INSTRUCTION.
MENINGKATKAN KOMPETENSI STRATEGIS,
PENALARAN ADAPTIF, DAN DISPOSISI PRODUKTIF SISWA SMA MELALUI CONCEPT-RICH INSTRUCTION
(Penelitian Kuasi Eksperimen pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Subang)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam Pendidikan Matematika
Oleh
SRI AGUNG IRA ROCHYANI NIM 1201199
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
(2)
(3)
ABSTRAK
Sri Agung Ira R. (2015). Meningkatkan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA Melalui Concept-Rich Instruction
Kecakapan matematis siswa SMA, khususnya kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif masih rendah. Untuk itu diperlukan suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut, dalam hal ini Concept-Rich Instruction. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif melalui Concept-Rich Instruction ditinjau dari:(a) keseluruhan kelas, dan b) kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Penelitian dilakukan dalam bentuk kuasi eksperimen dan pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Desain penelitian menggunakan
Non-equivalent Control Group Design, dengan subjek sampel 80 siswa kelas XI
pada SMA Negeri Kabupaten Subang. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari tes yang berisi soal-soal untuk mengukur kompetensi strategis dan penalaran adaptif siswa pada pokok bahasan Aturan Segitiga, dan angket untuk mengukur disposisi produktif siswa. Hal yang diperoleh adalah: (a) Kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa yang memperoleh Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, (b) Peningkatan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa yang memperoleh
Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa, (c) Terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis dan penalaran adaptif siswa yang memperoleh Concept-Rich Instruction dilihat dari kemampuan siswa (tinggi, sedang dan rendah), (d) Tidak terdapat perbedaan peningkatan penalaran adaptif siswa yang memperoleh Concept-Rich Instruction dilihat dari kemampuan siswa (tinggi, sedang dan rendah).
Kata Kunci: Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, Disposisi Produktif,
(4)
ABSTRACT
Sri Agung Ira R. (2015). Improving Students’ Strategic Competence, Adaptive Reasoning, and Productive Disposition with Concept-Rich Instruction
High school students’ mathematical proficiency, especially strategic
competence, adaptive reasoning, and productive disposition are still low. For that reason, we need to develop a certain teaching and learning process that supports the improvement of it, which is Concept-Rich Instruction. The purpose of this research is to improve students’ strategic competence, adaptive reasoning, and productive disposition with Concept-Rich Instruction in terms of: (a) whole classroom, and b) students’ mathematical prior knowledge (high, middle, and low). This is a quasi-experimental and purposive sampling research with Non-equivalent Control Group Design, involving 80 subjects of 11th grade students in Kabupaten Subang. The instruments are strategic competence and adaptive reasoning paper test on Triangles Rules, and also a productive disposition-questionnaire. The results are: (a) The CRI students’ strategic competence, adaptive reasoning, and productive disposition is better than the regular students’, (b) The improvement of CRI students’ strategic competence, adaptive reasoning,
and productive disposition is better than the regular students’, (c) There’s a different improvement of the CRI students’ strategic competence and adaptive
reasoning in terms of students’ mathematical prior knowledge, (i) The mathematical prior knowledge categories in CRI students’ productive disposition statistically has no differences, it means that all the categories has the same improvement in productive disposition.
Keywords: Strategic Competence, Adaptive Reasoning, Productive Disposition, Concept-Rich Instruction.
(5)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN. ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR. ... x
DAFTAR LAMPIRAN. ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. RumusanMasalah... 9
C. Tujuan Penelitian. ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. DefinisiOperasional ... 11
BAB II KAJIAN TEORI ... 14
A. Pendekatan Saintifik ... 14
B. Concept-Rich Instruction ... 16
C. Teori Belajar yang Mendukung ... 27
D. Kecakapan Matematis ... 30
E. Kajian Kerangka Berpikir ... 38
F. Penelitian yang Relevan ... 40
G. Hipotesis Penelitian ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
A. Desain Penelitian ... 43
B. Subjek Penelitian ... 44
C. Instrumen Penelitian ... 45
D. Teknik Analisis Data ... 60
(6)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69
A. Hasil Penelitian ... 69
1. Kompetensi Strategis ... 70
2. Penalaran Adaptif ... 81
3. Disposisi Produktif ... . 91
B. Pembahasan ... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 114
DAFTAR PUSTAKA ... 116
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Aktivitas Guru dalam Concept-Rich Instruction... 24
Tabel 3.1 Kategori KAM ... 45
Tabel 3.2 Kriteria Pengelompokkan KAM Kelas Eksperimen dan Kontrol .. . 46
Tabel 3.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... . 46
Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Kompetensi Strategis ... . 47
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Penalaran Adaptif ... 49
Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 51
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Validitas Tes Kompetensi Strategis ... 52
Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Validitas Tes Penalaran Adaptif ... 52
Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 53
Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Reliabilitas Tes Kompetensi Strategis ... 54
Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Reliabilitas Tes Penalaran Adaptif ... 54
Tabel 3.12 Klasifikasi Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 54
Tabel 3.13 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Kompetensi Strategis ... 55
Tabel 3.14 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Penalaran Adaptif ... 55
Tabel 3.15 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ... 56
Tabel 3.16 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kompetensi Strategis ... 56
Tabel 3.17 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Penalaran Adaptif ... 57
Tabel 3.18 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Kompetensi Strategis... 57
Tabel 3.19 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Penalaran Adaptif ... 57
Tabel 3.20 Skala Disposisi Produktif ... 59
Tabel 3.21 Klasifikasi N-Gain ... 61
Tabel 3.22 Waktu Penelitian ... 67
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kompetensi Strategis ... 70
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor N-Gain Kompetensi Strategis... 72
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Kompetensi Strategis ... 73
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kompetensi Strategis ... 74
Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rerata Skor Pretes Kompetensi Strategis ... 75
(8)
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kompetensi Strategis... 77
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kompetensi Strategis ... 77
Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor N-Gain Kompetensi Strategis ... 78
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kompetensi Strategis Menurut Kategori KAM ... 79
Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor N-Gain Kompetensi Strategis Kelas CRI Berdasarkan KAM ... 79
Tabel 4.12 Hasil Uji ANOVA Satu Jalur Skor N-Gain Kompetensi Strategis .. 80
Tabel 4.13 Hasil Uji Tamhane’s Skor N-Gain Kompetensi Strategis... 80
Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Penalaran Adaptif ... 81
Tabel 4.15 Statistik Deskriptif Skor N-Gain Penalaran Adaptif ... 83
Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Penalaran Adaptif ... 84
Tabel 4.17 Hasil Uji Kesamaan Rerata Skor Pretes Penalaran Adaptif ... 85
Tabel 4.18 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Postes Penalaran Adaptif ... 86
Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Penalaran Adaptif ... 87
Tabel 4.20 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor N-Gain Penalaran Adaptif ... 88
Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Penalaran Adaptif Berdasarkan KAM ... 88
Tabel 4.22 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor N-Gain Penalaran Adaptif Berdasarkan KAM Kelas CRI ... 89
Tabel 4.23 Hasil Uji ANOVA Satu Jalur Skor N-Gain Penalaran Adaptif Berdasarkan KAM Kelas CRI ... 90
Tabel 4.24 Hasil Uji Scheffe Skor N-Gain Penalaran Adaptif ... 90
Tabel 4.25 Statistik Deskriptif Disposisi Produktif ... 90
Tabel 4.26 Statistik Deskriptif Skor N-Gain Disposisi Produktif ... 92
Tabel 4.27 Hasil Uji Normalitas Skor Angket Awal dan Angket Akhir Disposisi Produktif ... 94
Tabel 4.28 Hasil Uji Kesamaan Rerata Skor Angket Awal Disposisi Produktif ... 95
Tabel 4.29 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Angket Akhir Disposisi Produktif ... 95
(9)
Tabel 4.31 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Disposisi Produktif ... 97 Tabel 4.32 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor N-Gain Disposisi Produktif... 98 Tabel 4.33 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Disposisi Produktif
Berdasarkan KAM ... 98 Tabel 4.34 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor N-Gain Disposisi Produktif
Kelas CRI Berdasarkan KAM ... 99 Tabel 4.35 Hasil Uji Anova Satu Jalur Skor N-Gain Disposisi Produktif
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lima Komponen dari Concept-Rich Instruction ... . 17
Gambar 2.2 Contoh Latihan 1 ... . 18
Gambar 2.3 Contoh Latihan 2 ... . 19
Gambar 2.4 Contoh Latihan 3 ... 19
Gambar 2.5 Representasi pada Komponen Dekontekstualisasi ... 20
Gambar 2.6 Contoh Rekontekstualisasi ... 23
Gambar 2.7 Jalinan Mathematical Proficiency ... 31
Gambar 2.8 Five Strands of Mathematical Proficiency ... 36
Gambar 2.8 Kerangka Berpikir ... 39
Gambar 4.1 Rerata Skor Pretes dan Postes Kompetensi Strategis ... 71
Gambar 4.2 Rerata Skor N-Gain Kompetensi Strategis ... 71
Gambar 4.3 Skor N-Gain Kompetensi Strategis pada Tiap Kategori KAM ... 72
Gambar 4.4 Rerata Skor Pretes dan Postes Penalaran Adaptif ... 82
Gambar 4.5 Rerata Skor N-Gain Penalaran Adaptif ... 82
Gambar 4.6 Skor N-Gain Penalaran Adaptif pada Tiap Kategori KAM ... 83
Gambar 4.7 Rerata Skor Angket Awal dan Angket Akhir Disposisi Produktif 91 Gambar 4.8 Rerata Skor N-Gain Disposisi Produktif ... 92
Gambar 4.9 Skor N-Gain Disposisi Produktif pada Tiap Kategori KAM ... 92
Gambar 4.10 Aktivitas Siswa Berdiskusi Kelompok ... 108
Gambar 4.11 Guru Memberikan Scaffolding ... 108
Gambar 4.12 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok ... 109
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... . 120
Lampiran A.2 Lembar Kerja Siswa ... . 141
Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Kompetensi Strategis ... . 183
Lampiran A.4 Kisi-Kisi Soal Penalaran Adaptif ... 187
Lampiran A.5 Kisi-Kisi Skala Disposisi Produktif... 189
Lampiran A.6 Soal Tes Kompetensi Strategis ... 191
Lampiran A.7 Soal Tes Penalaran Adaptif ... 195
Lampiran A.8 Angket Disposisi Produktif ... 199
Lampiran A.9 Lembar Observasi Guru ... 201
Lampiran A.10 Lembar Observasi Siswa ... 202
Lampiran B.1 Hasil Perhitungan Anates Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Tes Kompetensi Strategis ... 203
Lampiran B.2 Hasil Perhitungan Anates Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Tes Penalaran Adaptif ... 204
Lampiran B.3 Hasil Perhitungan Anates Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kompetensi Strategis ... 205
Lampiran B.4 Hasil Perhitungan Anates Uji Daya Beda Butir Soal Tes Kompetensi Strategis ... 206
Lampiran B.5 Hasil Perhitungan Anates Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Penalaran Adaptif ... 207
Lampiran B.6 Hasil Perhitungan Anates Uji Daya Beda Butir Soal Tes Penalaran Adaptif ... 208
Lampiran C.1 Data Pengelompokkan Siswa Berdasarkan KAM ... 209
Lampiran C.2 Data Pretes, Postes, dan N-Gain Kompetensi Strategis Kelas Eksperimen ... 212
Lampiran C.3 Data Pretes, Postes, dan N-Gain Kompetensi Strategis Siswa Kelas Kontrol ... 213
Lampiran C-4 Data Pretes, Postes, dan N-Gain Penalaran Adaptif Siswa Kelas Eksperimen ... 214
(12)
Lampiran C-5 Data Pretes, Postes, dan N-Gain Penalaran Adaptif Siswa
Kelas Kontrol ... 215 Lampiran C-6 Data Angket Awal, Angket Akhir, dan N-Gain Disposisi
Produktif Siswa Kelas Eksperimen ... . 216 Lampiran C-7 Data Angket Awal, Angket Akhir, dan N-Gain Disposisi
Produktif Siswa Kelas Kontrol ... . 217 Lampiran C.8 Deskripsi Statistik Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kompetensi
Strategis ... . 218 Lampiran C.9 Deskripsi Statistik Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Penalaran
Adaptif ... 219 Lampiran C.10 Deskripsi Statistik Angket Awal, Angket Akhir, dan N-Gain
Disposisi Produktif ... 220 Lampiran C.11 Pengolahan Data dan Uji Statistik Pretes, Postes, dan N-Gain
Kompetensi Strategis ... 221 Lampiran C.12 Pengolahan Data dan Uji Statistik Pretes, Postes, dan N-Gain
Penalaran Adaptif ... 223 Lampiran C.13 Pengolahan Data dan Uji Statistik Angket Awal, Angket
Akhir, dan N-Gain Disposisi Produktif ... 225 Lampiran C.14 Deskripsi Statistik Skor N-Gain Kompetensi Strategis
Berdasarkan KAM ... 227 Lampiran C.15 Deskripsi Statistik Skor N-Gain Penalaran Adaptif
Berdasarkan KAM ... 228 Lampiran C.16 Deskripsi Statistik Skor N-Gain Disposisi Produktif
Berdasarkan KAM ... 229 Lampiran C.17 Pengolahan Data dan Uji Statistik N-Gain Kompetensi Strategis
Berdasarkan KAM ... 230 Lampiran C.18 Pengolahan Data dan Uji Statistik N-Gain Penalaran Adaptif
Berdasarkan KAM ... 232 Lampiran C.19 Pengolahan Data dan Uji Statistik N-Gain Disposisi Produktif
Berdasarkan KAM ... 234 Lampiran C.20 Konversi Data Angket Awal dan Akhir Disposisi Produktif
(13)
(14)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi, pendidikan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia dengan kompetensi yang unggul yang disertai kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis, kritis, dan kreatif. Kompetensi tersebut dapat dimiliki siswa melalui pelajaran matematika dikarenakan matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa untuk berpikir rasional (Irwan, 2011).
Matematika mendasari perkembangan teknologi manusia, sehingga matematika memegang peranan yang sangat penting. Beberapa peranan matematika dalam perkembangan teknologi diantaranya adalah penggunaan logika matematika sebagai dasar pemrograman, struktur data, sistem digital, basis data, teori komputasi, rekayasa perangkat lunak, dan lainnya yang mempergunakan logika secara intensif.
Melalui pembelajaran matematika, kriteria sumber daya manusia yang unggul dapat dimiliki seperti yang tercantum dalam Kompetensi Inti pada Kurikulum 2013 bahwa siswa SMA mampu: (1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya; (2) Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia; (3) Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah; (4) Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
(15)
2
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban global. Melalui pembelajaran matematika inilah diharapkan mampu dilahirkan generasi-generasi dengan kompetensi unggul yang mampu membangun bangsa dan menghadapi persaingan global.
Persaingan global tidak hanya menuntut kemampuan berhitung, melainkan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu siswa harus dapat mengadaptasi pengetahuan yang mereka peroleh, mampu belajar konsep dan keterampilan baru, mampu menerapkan penalaran matematis pada suatu masalah, serta perlu memandang matematika sebagai alat yang berguna yang harus diasah terus menerus. Atau secara singkat, siswa harus cakap secara matematis (Kilpatrick et al., 2001: 144). Istilah mathematical proficiency muncul dari gerakan reformasi pada tahun 1980-an dan 1990-an yang menekankan pada pengembangan
“kekuatan matematika”, dan melibatkan penalaran, memecahkan masalah,
menghubungkan ide-ide matematis, serta mengkomunikasikan matematika kepada orang lain. Untuk mewakili semua aspek keahlian, kompetensi, pengetahuan dan fasilitas dalam matematika, dipilihlah mathematical proficiency sehingga mampu mewadahi semua hal yang diperlukan agar sukses dalam matematika.
Kecakapan matematis (mathematical proficiency) terdiri dari pemahaman konseptual (conceptual understanding), kelancaran prosedural (prosedural fluency), kompetensi strategis (strategic competence), panalaran adaptif (adaptive reasoning), dan disposisi produktif (productive disposition). Kelima jalinan kecakapan matematis ini merupakan satu kesatuan yang saling menjalin satu sama lain, sehingga bukan sesuatu yang terpisah-pisah. Dalam pengembangannya setiap jalinan saling mempengaruhi berkembangnya jalinan lain, sehingga pada akhirnya menjadikan siswa cakap dalam matematika.
Tujuan pembelajaran matematika menekankan akan pentingnya keterampilan proses berpikir, namun kenyataan di lapangan belum menunjukkan apa yang diharapkan. Wahyudin (1999) mengemukakan bahwa kebanyakan guru dalam mengajar matematika menggunakan metode ceramah dan ekspositori dimana guru asyik
(16)
3
menerangkan materi di depan kelas, sedangkan siswa mendengarkan, mencatat, melakukan latihan, menghafal, dan menyelesaikan pekerjaan rumah, sehingga siswa jarang sekali diajak untuk menganalisis dan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Padahal seharusnya siswa didorong untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui bimbingan guru. Pandangan ini berdasar kepada pandangan bahwa
matematika adalah aktivitas kehidupan manusia atau “mathematics as human sense-making and problem solving activity” (Verschaffel dan Corte, dalam Turmudi, 2008: 7). Dalam pembelajaran matematika, siswa harus dirangsang untuk mencari sendiri, melakukan penyelidikan sendiri, melakukan pembuktian terhadap suatu dugaan yang mereka buat sendiri, dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau pertanyaan gurunya (Turmudi, 2008: 2).
Dalam belajar matematika, siswa harus memahami makna dan pemahaman konsep, prinsip, hukum, aturan dan kesimpulan yang diperoleh. Ini berarti, pemahaman dan penalaran yang merupakan kemampuan penting dalam belajar matematika perlu dimiliki setiap siswa. Selain itu, siswa juga harus memiliki sikap positif terhadap matematika, karena menurut Furner dan De-Hass (2011) sikap negatif terhadap matematika akan berdampak kepada pemilihan lapangan kerja siswa di masa yang akan datang, dimana siswa dengan sikap negatif yang tinggi cenderung akan menghindari wilayah STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Jadi, untuk menjadi sumber daya manusia yang unggul selain memiliki keterampilan berpikir, juga diperlukan sikap positif terhadap matematika.
Kurangnya informasi bahwa matematika adalah ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan sikap negatif siswa terhadap matematika yang secara langsung akan berdampak pada pencapaian prestasi belajar matematika siswa (Clute and Humbree dalam Karimi, 2009). Sikap negatif terhadap matematika akhirnya dapat menjadi penghalang bagi siswa untuk berprestasi dalam matematika (Ashraft, et al. dalam Geist, 2007). Masalah ini dapat dieliminir jika siswa mampu meningkatkan disposisi produktif, karena merupakan faktor utama yang menentukan kesuksesan belajar (Kilpatrick, et al., 2001).
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di tingkat ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, kemampuan matematis siswa Indonesia dapat
(17)
4
dikatakan tertinggal. Indonesia mengikuti Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) yang dilaksanakan oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011.
Dalam Mullis et al. (Lidinillah; 2011) dilaporkan bahwa selama keikutsertaannya, nilai siswa-siswa SLTP Indonesia selalu di bawah rata-rata standar nilai TIMSS. Pada TIMSS 2011, siswa Indonesia hanya memperoleh peringkat 38 dari 42 negara dengan perolehan nilai 386 jauh dari nilai rata-rata yaitu 500.
Soal-soal dalam TIMSS terdiri dari 2 (dua) dimensi, yaitu: content domain yang terdiri dari bilangan, aljabar, geometri, dan pengolahan data serta cognitive domain yang terdiri dari pengetahuan (knowing), penerapan (applying) dan penalaran (reasoning). Rahasia negara-negara yang siswanya mencapai prestasi tinggi dalam bidang matematika di TIMSS adalah karena pembelajaran matematika dilakukan dengan lebih menekankan pada aspek penalaran dan pemecahan masalah. Berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia dimana secara umum siswa hanya diberikan materi oleh guru, untuk kemudian diberikan contoh soal beserta penyelesaian, dan siswa diminta mengerjakan soal yang serupa. Hal ini tentunya tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah yang diwakili oleh kompetensi strategis dan penalaran adaptif dalam kecakapan matematis.
Selain TIMSS, terdapat juga PISA (Programme for International Student
Assessment) yang merupakan penelitian mengenai program penilaian siswa tingkat
internasional yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD). PISA bertujuan untuk menilai sejauh mana siswa yang duduk di
akhir tahun pendidikan dasar (siswa berusia 15 tahun) telah menguasai pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk berpartisipasi sebagai warga negara atau anggota masyarakat yang bertanggungjawab. Aspek yang dinilai dalam studi PISA meliputi literasi matematis, literasi membaca, dan literasi sains.
Tiga komponen besar yang diidentifikasi pada studi PISA berdasarkan PISA 2012 Draft Mathematics Framework, yaitu konten, proses dan konteks. Komponen konten dalam studi PISA dimaknai sebagai isi atau materi atau subjek matematika yang dipelajari di sekolah, yaitu meliputi perubahan dan keterkaitan (change and
(18)
5
ketidakpastian data (uncertainty). Komponen proses dalam studi PISA dimaknai sebagai hal-hal atau langkah-langkah seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam situasi atau konteks tertentu dengan menggunakan matematika sebagai alat sehingga permasalahan itu dapat diselesaikan yang melibatkan kemampuan dalam komunikasi, matematisasi, representasi, penalaran dan argumentasi, menentukan strategi untuk memecahkan masalah, penggunaan bahasa simbol, bahasa formal, dan bahasa teknis sebagai alat matematika. Komponen konteks dalam studi PISA dimaknai sebagai situasi yang tergambar dalam suatu permasalahan yang diujikan yang dapat terdiri atas konteks pribadi (personal), konteks pekerjaan (occupational), konteks sosial
(social) dan konteks ilmu pengetahuan (scientific).
PISA sudah berjalan lima kali terhitung mulai tahun 2000 sampai sekarang, dan selama itulah Indonesia selalu menduduki peringkat 10 besar di dunia dari belakang. Pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara. Dalam pembelajaran matematika di Indonesia, masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan untuk mengaplikasikan konsep dan kurang digunakan sebagai sumber inspirasi penemuan atau pembentukan konsep. Akibatnya, antara matematika di kelas dengan di luar kelas (dalam kehidupan sehari-hari) seolah-olah terpisah, sehingga siswa kurang memahami konsep (Suharta: 2002). Untuk memperbaiki kenyataan seperti itu, dibutuhkan keseriusan dari berbagai pihak untuk merubah bentuk pembelajaran matematika di Indonesia menjadi lebih konseptual, mengedepankan penalaran dan kreativitas dari masing-masing murid.
Dalam belajar matematika, siswa harus memahami makna dan pemahaman konsep, prinsip, hukum, aturan dan kesimpulan yang diperoleh. Ini berarti, pemahaman dan penalaran yang merupakan kemampuan penting dalam belajar matematika perlu dimiliki setiap siswa. Hasil dari pembelajaran yang teacher-centered cenderung membentuk siswa yang merasa cukup dengan hapal dan bisa menggunakan rumus saat pembelajaran, dan setelahnya mereka lupa. Demikian pula pada saat latihan siswa hanya diberikan soal yang biasa, tidak bervariasi, sehingga hanya menjadikan siswa mampu mengerjakan soal matematika sesuai dengan algoritma yang telah diketahui sebelumnya, tanpa memahami konsep dari materi yang dipelajarinya.
(19)
6
Pembelajaran yang efektif mendorong terjadinya pengembangan kecakapan matematis sepanjang waktu (Kilpatrick, et al., 2001). Pembelajaran tersebut menuntut agar pengembangan kelima jalinan dalam kecakapan matematis dilakukan seimbang dan menyeluruh. Selain itu pengembangan profesionalitas guru harus didesain secara sistematis dan berkelanjutan sehingga dapat mencapai kualitas yang tinggi agar dapat meningkatkan kecakapan matematis siswa. Kecakapan matematis bukan suatu hal alami yang dimiliki sejak lahir, melainkan suatu gabungan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan keyakinan yang diperoleh siswa dengan bantuan dan dukungan guru, kurikulum, serta lingkungan belajar yang mendukung. Untuk itulah diperlukan suatu pembelajaran yang mampu memfasilitasi peningkatan kecakapan matematis siswa.
Pembelajaran saintifik sebagai salah satu komponen utama dalam Kurikulum 2013 merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Kegiatan pembelajaran dikembangkan dengan pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. (1) Mengamati adalah kegiatan yang dilakukan dengan memaksimalkan pancaindra dengan cara melihat, mendengar, membaca, menyentuh, atau menyimak, berupa materi yang berbentuk fakta, yaitu fenomena atau peristiwa dalam bentuk gambar, video, rekaman suara, atau fakta langsung yang bisa disentuh, dilihat, dan sebagainya; (2) Menanya adalah proses mengkonstruksi pengetahuan berupa konsep, prinsip dan prosedur hingga berpikir metakognitif melalui diskusi kelompok atau diskusi kelas. Tujuannnya agar siswa berpikir secara kritis, logis, dan sistematis; (3) Mencoba adalah kegiatan untuk meningkatkan keingintahuan siswa, mengembangkan kreativitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini; (4) Mengasosiasi adalah kegiatan dengan tujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/ mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik; (5) Mengomunikasikan adalah
(20)
7
sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan atau unjuk karya (Suyawan, dkk. : 2013).
Studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Subang mengenai kemampuan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa memberikan hasil yang kurang memuaskan. Pembelajaran saintifik yang baru dilaksanakan satu tahun pelajaran diduga belum mampu meningkatkan kecakapan matematis siswa, dalam hal ini kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif. Rerata skor yang diperoleh siswa pada kompetensi strategis dan penalaran adaptif berturut-turut adalah 35,64 dan 23,27. Nilai ini masih menunjukkan selisih yang cukup besar jika dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimal yakni 67. Pada sekolah yang diteliti khususnya terdapat temuan bahwa kegiatan menanya dan mengasosiasi belum dilaksanakan secara optimal. Pada kegiatan menanya, siswa seharusnya mengalami proses mengkonstruksi pengetahuannya berupa konsep, prinsip, dan prosedur melalui diskusi kelompok ataupun diskusi kelas, adapun pada kegiatan mengasosiasi, siswa dikondisikan agar memiliki kemampuan berpikir melalui kegiatan menganalisis, mengelompokkan, menyimpulkan, menalar, dan memprediksi atau mengestimasi. Selain itu, evaluasi yang diberikan kepada siswa pun masih mengukur tingkat pemahaman saja sehingga belum menyentuh tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti penalaran dan pemecahan masalah.
Secara umum siswa belum memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pertanyaan, hal ini dapat distimulus dengan memberikan situasi nyata yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari ataupun melalui pembelajaran lintas kurikulum. Pada kegiatan mengasosiasi, siswa dapat memaksimalkan perannya dengan memberikan pengkontrasan konsep yang satu dengan yang lain agar siswa dapat membangun konsep tersebut dengan lebih baik. Untuk itu, diperlukan pendekatan pembelajaran lain yang mampu menyempurnakan pendekatan saintifik dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif.
Concept-Rich Instruction dapat menjawab pertanyaan mengapa siswa perlu
(21)
8
mengeksplorasi perbedaan antara pengalaman belajar langsung dan dimediasi, yang ditandai dengan pentingnya mengembangkan proses kognitif dalam diri siswa dan selanjutnya mendorong pemikiran reflektif pada siswa dan guru. Selanjutnya
Concept-Rich Instruction menawarkan strategi khusus yang mendorong kemampuan
metakognisi dan berpikir tingkat tinggi, serta bertujuan untuk meningkatkan penalaran dan pemecahan masalah matematis yang juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum 2013 yang sejatinya perlu dijembatani melalui pendekatan saintifik.
Concept-Rich Instruction didasarkan pada pandangan konstruktivis bahwa
konsep bukan hanya fakta yang harus dihafal dan kemudian diingat, melainkan bahwa pengetahuan siswa berkembang melalui sebuah proses aktif beradaptasi dengan pengalaman baru. Penelitian di lapangan mengindikasikan peran guru yang teramat besar dalam proses belajar bermakna, karena tanpa perantara guru kebanyakan siswa tidak memahami konsep-konsep dasar, tidak mampu membuat koneksi antar konsep dalam matematika, serta tidak mampu menyelesaikan masalah non rutin yang berbeda dengan apa yang mereka temui di kelas (Ben Hur, 2006).
Di dalam proses pembelajaran, Concept-Rich Instruction tidak memberitahu siswa mengenai apa, mengapa, dan bagaimana suatu konsep secara langsung ataupun dengan self-directed inquiry. Guru tetap dibutuhkan untuk membimbing investigasi siswa terhadap pengalaman mereka yang berkaitan dengan konsep dan membantu siswa membuat koneksi menuju kepada pemahaman penuh terhadap suatu konsep. Pada prosesnya, terdapat lima komponen dalam Concept-Rich Instruction, yaitu: (1)
Practice; (2) Decontextualization; (3) Meaning; (4) Recontextualization; dan (5) Realization (Ben Hur, 2006).
Pada komponen practice, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kompetensi strategis dan penalaran adaptifnya, sekaligus pemahaman konseptual, kelancaran prosedural, serta disposisi produktif. Pada komponen decontextualization siswa dituntun untuk melakukan pengkontrasan antara konsep yang sedang dipelajari dengan konsep lain yang berhubungan dan secara khusus menekankan pada kompetensi strategis, sedangkan pada komponen meaning jalinan kecakapan matematis yang ditekankan adalah pemahaman konseptual. Pada komponen recontextualization, siswa
(22)
9
dapat mengembangkan kemampuan penalaran adaptif, dan pada komponen realization siswa dapat mengembangkan disposisi produktif beserta keempat jalinan kecakapan matematis yang lain. Pada Concept-Rich Instruction, kegiatan menanya dan mengasosiasi akan lebih terfasilitasi, selain itu komponen realization menawarkan konsep lintas kurikulum yang dapat memberikan pengetahuan tambahan terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan nyata dan keterkaitannya dengan mata pelajaran lain. Melalui komponen-komponen tersebut, diduga bahwa Concept-Rich Instruction dianggap mampu memfasilitasi pengembangan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa.
Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa sudah semestinya menjadi perhatian pada penerapan pembelajaran. Hal ini terkait dengan efektivitas implementasi
Concept-Rich Instruction terhadap berbagai level kemampuan siswa. Jika hasilnya
merata di semua level kemampuan siswa, yaitu tinggi, sedang dan rendah, maka dapat digeneralisasikan bahwa pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction dapat diterapkan pada semua level kemampuan dalam meningkatkan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa.
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti: Peningkatan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA melalui
Concept-Rich Instruction.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan masalah yang teridentifikasi dalam latar belakang penelitian, penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan kecakapan matematis siswa SMA, dalam hal ini kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa melalui penerapan Concept-Rich Instruction dalam pembelajaran matematika. Rumusan
masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah penerapan pembelajaran Concept-Rich
Instruction dapat meningkatkan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa SMA?”
Rumusan masalah umum di atas dapat dijabarkan menjadi beberapa sub rumusan masalah sebagai berikut:
(23)
10
1. Apakah kompetensi strategis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?
2. Apakah peningkatan kompetensi strategis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kompetensi strategis siswa berdasarkan kategori KAM pada kelas dengan pembelajaran Concept-Rich Instruction ?
4. Apakah penalaran adaptif siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
biasa?
5. Apakah peningkatan penalaran adaptif siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?
6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan penalaran adaptif siswa berdasarkan kategori KAM pada kelas dengan pembelajaran Concept-Rich Instruction ?
7. Apakah disposisi produktif siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan
Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
biasa?
8. Apakah peningkatan disposisi produktif siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?
9. Apakah terdapat perbedaan peningkatan disposisi produktif berdasarkan kategori KAM pada kelas dengan pembelajaran Concept-Rich Instruction ?
C. Tujuan penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi secara objektif dan ilmiah berkaitan dengan peningkatan kecakapan matematis siswa SMA melalui pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction. Secara lebih rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
(24)
11
1. Untuk mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kompetensi strategis siswa SMA antara yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich
Instruction dan pembelajaran biasa berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang,
rendah).
2. Untuk mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan penalaran adaptif siswa SMA antara yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich
Instruction dan pembelajaran biasa berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang,
rendah).
3. Untuk mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan disposisi produktif siswa SMA antara yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich
Instruction dan pembelajaran biasa berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang,
rendah).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan yang berarti dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika terutama untuk mengembangkan kecakapan matematis siswa, dalam hal ini kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif. Adapun masukan-masukan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang perbedaan pencapaian dan peningkatan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa antara yang mengikuti pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction dan pembelajaran biasa berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, rendah);
2. Memberikan alternatif pendekatan pembelajaran matematika di SMA agar dapat dikembangkan menjadi lebih baik dengan mengoptimalkan yang sudah baik dan memperbaiki kelemahan dan kekurangannya.
E. Definisi Operasional
1. Pembelajaran Matematika biasa adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yang terdiri dari mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
(25)
12
2. Pembelajaran Matematika dengan Concept-Rich Instruction adalah pembelajaran yang membimbing investigasi siswa terhadap pengalaman mereka yang berkaitan dengan konsep dan membantu siswa membuat koneksi menuju kepada pemahaman penuh terhadap suatu konsep, serta memiliki lima komponen, yaitu: Practice,
Decontextualization, Meaning, Recontextualization, dan Realization. Concept-Rich Instruction yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penggabungan dengan
pendekatan saintifik.
3. Kompetensi strategis (strategic competence) adalah kemampuan untuk merumuskan, mempresentasikan, dan memecahkan masalah yang melibatkan pengalaman dengan strategi pemecahan masalah dan fleksibilitas pendekatan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (i) memahami masalah; (ii) menemukan kata-kata kunci serta mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dari suatu permasalahan,; (iii) menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk; (iv) menemukan hubungan matematis yang ada di dalam suatu masalah; (v) memilih dan mengembangkan metode penyelesaian yang efektif dalam menyelesaikan suatu permasalahan; (vi) menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.
4. Penalaran adaptif (adaptive reasoning) adalah kapasitas untuk berpikir secara logis, merefleksikan dan memperkirakan jawaban, eksplanatif atau memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan dan menjustifikasi atau menilai kebenarannya secara matematis. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (i) menyusun dugaan; (ii) memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran dari suatu pernyataan; (iii) memeriksa kesahihan suatu argument.
5. Disposisi produktif (Productive disposition) adalah kecenderungan untuk bersikap positif terhadap matematika dan memandang matematika sebagai sesuatu yang berguna dalam kehidupan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (i) tidak mudah menyerah; (ii) percaya diri terhadap kemampuan; (iii) memiliki keingintahuan yang tinggi; (iv)antusias/semangat dalam belajar; (v) mau berbagi pengetahuan dengan teman yang lain; (vi) memandang matematika sebagai sesuatu yang berguna dalam kehidupan.
(26)
13
6. Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1) peningkatan kompetensi strategis yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dan diperoleh dari skor pretes, postes, dan KAM; (2) peningkatan penalaran adaptif yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dan diperoleh dari skor pretes, postes, dan KAM; (3) peningkatan disposisi produktif yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi yang diperoleh dari skor angket awal dan angket akhir siswa.
7. Kemampuan awal matematis adalah pengetahuan matematika yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung, yaitu berdasarkan pada rerata hasil tes formatif siswa pada semester sebelumnya dengan kategori tinggi, sedang dan rendah.
(27)
43
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitan
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen karena subjek pada penelitian ini tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek penelitian apa adanya. Pemilihan penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa subjek penelitian sudah dikelompokkan ke dalam kelas-kelas yang telah ada dan tidak dimungkinkan untuk mengelompokkan siswa secara acak. Dalam penelitian ini diambil dua kelas sebagai sampel, yaitu kelas eksperimen yang diberi treatment berupa pembelajaran Concept-Rich Instruction dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran biasa. Adapun desain penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol
non-ekuivalen (Ruseffendi, 2006) berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan:
O : pretes dan postes tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif, angket awal dan angket akhir disposisi produktif
X : Pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction --- : Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Faktor kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dalam penelitian ini juga diperhatikan, yaitu untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh pembelajaran Concept-Rich Instruction terhadap kecakapan matematis siswa. Kategori kemampuan awal matematis diperoleh dari rata-rata data hasil tes formatif siswa pada semester sebelumnya. Adapun Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, yaitu pembelajaran Concept-Rich Instruction; variabel terikat, yaitu kecakapan matematis yang terdiri dari kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif; variabel kontrol, yaitu kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) dan pembelajaran biasa.
(28)
44
B. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 2 Subang, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan peringkat sekolah, SMA Negeri 2 Subang termasuk dalam klasifikasi sekolah sedang. Pemilihan tempat penelitian dengan klasifikasi sekolah sedang bertujuan meminimalisir pengaruh luar dalam pelaksanaan penelitian seperti kemampuan siswa yang tinggi pada sekolah klasifikasi tinggi dan kemampuan yang rendah pada sekolah klasifikasi rendah.
Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Tujuan dilakukan pengambilan sampel dengan teknik ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal kondisi subyek penelitian dan waktu penelitian. Sampel penelitian ini terdiri dari dua kelompok siswa kelas XI SMA Negeri 2 Subang dengan pertimbangan:
a. Secara purposive sampling yaitu pemilihan kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal ini kelas XI. Usia siswa kelas XI semester 1 berkisar antara 15-16 tahun, berdasarkan teori yang dikemukakan Piaget usia tersebut masuk pada tahapan operasional formal. Karakteristik pada tahapan ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia, sehingga dianggap telah mampu mengembangkan kemampuan kompetensi straegis, penalaran adaptif, dan disposisi produktifnya.
b. Passing grade SMA Negeri 2 Subang tahun pelajaran 2012/2013 adalah 22,75;
tahun pelajaran 2013/2014 adalah 22,50; dan tahun pelajaran 2014/2015 adalah 22,65. Dalam tiga tahun terakhir, passing-grade relatif sama sehingga input siswa di SMAN 2 Subang juga relatif memiliki kemampuan yang sama, artinya jika penelitian dilakukan di kelas X, di kelas XI, atapun kelas XII akan memberikan hasil yang relatif sama.
c. Pembagian kelas pada setiap tingkatan dilakukan secara acak, artinya setiap kelas terdiri dengan siswa dengan kemampuan yang heterogen dan relatif sama untuk setiap kelas. Dari sepuluh kelas di tingkatan kelas XI, diambil kelas XI MIA 1 dan XI MIA 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
(29)
45
d. Berdasarkan studi pendahuluan, peneliti mengasumsikan bahwa kemampuan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa SMA Negeri 2 Subang masih rendah.
e. Terdapat beberapa materi yang cocok diterapkan sehingga dapat melihat kemampuan kompetensi strategis, penalaran adaptif, dan disposisi produktif siswa masih rendah dengan menggunakan Concept-Rich Instruction.
f. Pemilihan siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berdasarkan keacakan yang sesungguhnya, karena jika dilakukan pengacakan dikhawatirkan dapat mengganggu proses pembelajaran di sekolah.
C. Instrumen Penelitian
Perolehan data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis instrumen, yaitu tes dan non tes. Instrumen tes berupa seperangkat soal tes untuk mengukur kompetensi strategis dan penalaran adaptif, sedangkan instrumen non tes berupa angket disposisi produktif siswa, angket respon siswa, wawancara, dan lembar observasi.
1. Kemampuan Awal Matematis (KAM)
Kemampuan awal matematis adalah kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Tujuan pengkategorian KAM adalah untuk mengetahui tingkatan pengetahuan siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Berdasarkan kemampuan awal matematis siswa yang diperoleh, siswa dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah. KAM diklasifikasikan berdasarkan hasil tes formatif siswa.
Menurut Somakim (2010) kriteria pengelompokan pengetahuan awal matematika siswa berdasarkan skor rerata ( ̅) dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kategori KAM
Nilai Siswa Kategori Kelompok Siswa KAM ≥ ̅ + SB Tinggi
̅–SB ≤ KAM < ̅ + SB Sedang KAM < ̅– SB Rendah
Data pengelompokkan KAM pada kelas eksperimen dan kelas control dapat dilihat selengkapnya pada lampiran C.1. Dari hasil perhitungan data tes-tes formatif
(30)
46
siswa diperoleh ̅ dan SB = 7,06 sehingga kriteria pengelompokan kemampuan awal matematis siswa adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2
Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika (KAM) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Nilai KAM Kategori KAM
Skor KAM ≥ Tinggi
≤ skor KAM < Sedang
Skor KAM < Rendah
Berikut adalah pengelompokan siswa berdasarkan kategori tinggi, sedang, dan rendah pada kelas eksperimen dan kontrol:
Tabel 3.3
Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KAM
Kelompok Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Total
Tinggi 7 8 15
Sedang 27 26 53
Rendah 6 6 12
Total 40 40 80
2. Tes Kompetensi Strategis dan Penalaran Adaptif
Instrumen tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif dikembangkan dari materi pembelajaran yang akan diteliti. Tes yang digunakan untuk mengukur kompetensi strategis dan penalaran adaptif siswa yaitu soal berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban masing-masing butir soal.
Tes kemampuan kompetensi strategis dan penalaran adaptif terdiri dari seperangkat soal pretes dan postes yang dibuat relatif sama. Pretes diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal siswa pada kedua kelas dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kompetensi strategis dan penalaran adaptif sebelum mendapatkan perlakuan, sedangkan postes diberikan dengan tujuan untuk mengetahui perolehan kompetensi strategis dan penalaran adaptif dan ada tidaknya peningkatan yang signifikan setelah mendapatkan perlakuan yang berbeda. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari suatu
(31)
47
perlakuan dalam hal ini pembelajaran Concept-Rich Instruction terhadap kompetensi strategis dan penalaran adaptif.
Adapun indikator dari kompetensi strategis menurut Kilpatrick, et al. (2001) adalah sebagai berikut :
a. Memahami masalah
b. Menemukan kata-kata kunci serta mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dari suatu permasalahan.
c. Menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk dan memilih penyajian yang cocok untuk membantu memecahkan permasalahan.
d. Menemukan hubungan matematis yang ada di dalam suatu masalah.
e. Memilih dan mengembangkan metode penyelesaian yang efektif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
f. Menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.
Berikut adalah kriteria penskoran kemampuan kompetensi strategis yang akan digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 3.4
Pedoman Penskoran Kompetensi Strategis
Indikator Respon Skor
Memahami Masalah Tidak berbuat (kosong) atau semua interpretasi salah (sama sekali tidak memahami masalah)
0 Hanya sebagian interpretasi masalah yang benar 1 Memahami masalah secara legkap;
mengidentifikasi semua bagian penting dari permasalahan; termasuk dengan membuat diagram atau gambar yang jelas dan sederhana menunjukkan pemahaman terhadap ide dan proses masalah
2
Menemukan kata kunci dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dari suatu permasalahan.
Tidak berbuat (kosong) atau tidak menemukan kata kunci
0 Sebagian kata kunci penyelesaian masalah
ditemukan
1 Keseluruhan kata kunci ditemukan dan akan
mengarah kepada pengembangan hubungan matematis dari masalah tersebut
2
Menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk dan memilih penyajian yang
Tidak berbuat (kosong) atau tidak dapat menyajikan masalah secara matematis
0 Menyajikan masalah secara matematis dalam satu bentuk
(32)
48
Indikator Respon Skor
cocok untuk membantu memecahkan
permasalahan
Menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk
2 Memilih penyajian yang cocok dari berbagai
bentuk penyajian masalah dan akan mengarah kepada pengembangan metode penyelesaian yang benar
3
Menemukan hubungan matematis yang ada di dalam suatu masalah
Tidak berbuat (kosong) atau tidak menemukan hubungan matematis dari masalah yang disajikan
0 Sebagian hubungan matematis dari masalah
matematika yang disajikan ditemukan
1 Keseluruhan hubungan matematis dari masalah
matematika yang disajikan ditemukan dan akan mengarah kepada pengembangan metode penyelesaian yang benar
2
Memilih dan mengembangkan metode penyelesaian yang efektif dalam menyelesaikan suatu permasalahan
Tidak berbuat (kosong) atau semua strategi yang dipilih salah
0 Sebagian rencana sudah benar atau
perencanaannya tidak lengkap
1 Keseluruhan rencana yang dibuat benar dan akan
mengarah kepada penyelesaian yang benar bila tidak ada kesalahan perhitungan
2
Menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan
Tidak ada jawaban atau jawaban salah akibat perencanaan yang salah
0 Penulisan salah, perhitungan salah, hanya
sebagian kecil jawaban yang dituliskan; tidak ada penjelasan jawaban; jawaban dibuat tetapi tidak benar
1
Hanya sebagian kecil prosedur yang benar, atau kebanyakan salah sehingga hasil salah
2 Secara substansial prosedur yang dilakukan benar dengan sedikit kekeliruan atau ada kesalahan prosedur sehingga hasil akhir salah
3
Jawaban benar dan lengkap
Memberikan jawaban secara lengkap, jelas, dan benar termasuk dengan membuat diagram atau gambar
4
Adapun indikator dari penalaran adaptif menurut Kilpatrick, et al. (2001) adalah sebagai berikut :
a. Menyusun dugaan
b. Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran dari suatu pernyataan c. Memeriksa kesahihan suatu argumen
(33)
49
Berikut adalah kriteria penskoran kemampuan penalaran adaptif yang akan digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 3.5
Pedoman Penskoran Penalaran Adaptif
Indikator Respon Skor
Menyusun dugaan
Tidak berbuat (kosong) atau semua dugaan salah (sama sekali tidak memahami masalah)
0 Hanya sebagian dugaan masalah yang benar 1 Menyusun dugaan secara lengkap;
mengidentifikasi semua bagian penting dari permasalahan; termasuk dengan membuat diagram atau gambar yang jelas dan sederhana menunjukkan pemahaman terhadap ide dan proses masalah
2
Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran dari suatu pernyataan
Tidak berbuat (kosong) atau tidak memberikan alasan sama sekali
0 Sebagian alasan sudah benar atau pembuktiannya tidak lengkap
1 Keseluruhan pembuktian yang diberikan benar 2
Memeriksa kesahihan suatu argumen
Tidak ada pemeriksaan atau jawaban salah akibat pembuktian yang salah
0 Penulisan salah, perhitungan salah, hanya
sebagian kecil jawaban yang dituliskan; tidak ada penjelasan pembuktian; pembuktian dibuat tetapi tidak benar
1
Hanya sebagian kecil prosedur pembuktian yang benar, atau kebanyakan salah
2 Secara substansial prosedur pembuktian yang
dilakukan benar dengan sedikit kekeliruan atau ada kesalahan prosedur sehingga hasil akhir salah
3
Pembuktian benar dan lengkap
Memberikan pembuktian secara lengkap, jelas, dan benar termasuk dengan membuat diagram atau gambar
4
Sebelum tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif digunakan dilakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Soal tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif ini diujicobakan pada siswa kelas XII yang telah menerima materi Aturan dalam Segitiga. Tahapan yang dilakukan pada uji coba tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif sebagai berikut:
(34)
50
1) Analisis Validitas Tes
Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Ruseffendi, 2010). Oleh karena itu, tingkat kevalidan suatu instrumen tergantung pada sejauh mana ketepatan instrumen tersebut dalam melaksanakan fungsinya (Suherman & Kusumah, 1990). Adapun validitas terdiri dari: a) Validitas Teoritik
Menurut Suherman & Kusumah (1990) validitas teoritik adalah validitas instrumen yang dilakukan berdasarkan pertimbangan teoritik atau logika. Validitas teoritik terdiri dari validitas isi dan validitas muka. Validitas isi adalah validitas yang berkenaan dengan kesesuaian instrumen dengan materi yang akan ditanyakan, baik menurut per butir soal maupun menurut keseluruhan soal (Ruseffendi, 2010). Validitas isi dimaksudkan untuk membandingkan antara isi instrumen (soal) dengan indikator. Validitas muka disebut validitas bentuk soal atau validitas tampilan, yaitu kesesuaian susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkan penafsiran ganda (Suherman & Kusumah, 1990). Jadi suatu instrumen dapat dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya oleh siswa.
Sebelum soal tes digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas muka dan validitas isi oleh para ahli yang kompeten. Uji validitas isi dan muka untuk soal tes kecakapan matematis diberikan kepada 3 orang penimbang. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan tes dari segi redaksional soal. Adapun untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian soal dengan indikator dan materi matematika wajib SMA kelas XI peminatan Matematika dan Ilmu Alam (MIA).
b) Validitas Empirik Butir Tes
Validitas empirik butir soal adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan koefisien korelasi pearson (Suherman & Kusumah, 1990). Perhitungan validitas butir soal uraian dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir soal menggunakan rumus koefisien korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:
(35)
51
2 2
2
2
Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan: xyr = validitas soal
N = banyaknya siswa yang mengikuti tes X = nilai tes siswa
Y = skor total
Kemudian untuk menguji keberartian koefisien korelasi soal uraian digunakan statistik uji t yang dikemukakan oleh Sudjana (2002) yaitu:
2 1 2 xy xy r n r t
Keterangan: t = daya beda.
Bila thitungttabel (� = 5%) maka soal valid tetapi bila thitungttabel, maka soal tersebut tidak valid dan tidak digunakan untuk instrumen penelitian. Klasifikasi koefisien validitas menurut Suherman dan Kusumah (1990: 147) untuk melihat tingkat kevalidan soal dapat dilihat seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisien Validitas
Nilai rxy Validitas
0,80 <rxy 1,00 Sangat Tinggi
0,60 < rxy 0,80 Tinggi
0,40 < rxy 0,60 Sedang
0,20 < rxy 0,40 Rendah
0,00 < rxy 0,20 Sangat Rendah
rxy 0,00 Tidak Valid
Perhitungan validitas butir soal menggunakan software Anates V.4 For
Windows. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir soal dengan skor total. Data hasil perhitungan
Anates untuk uji validitas dan reliabilitas tes kompetensi strategis selengkapnya terdapat pada lampiran B.1. Hasil validitas butir tes kompetensi strategis disajikan pada tabel berikut:
(36)
52
Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Validitas Tes Kompetensi Strategis No. Butir
Soal Korelasi
Interpretasi
Validitas Signifikasi
1 0,660 Tinggi Signifikan
2 0,575 Sedang Signifikan
3 0,914 Sangat tinggi Sangat Signifikan
4 0,886 Sangat tinggi Sangat Signifikan
5 0,707 Tinggi Signifikan
Data hasil perhitungan Anates untuk uji validitas dan reliabilitas tes penalaran adaptif selengkapnya terdapat pada lampiran B.2. Hasil validitas butir tes penalaran adaptif disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8
Hasil Perhitungan Validitas Tes Penalaran Adaptif No. Butir
Soal Korelasi
Interpretasi
Validitas Signifikasi
1 0,909 Sangat tinggi Sangat Signifikan
2 0,876 Sangat tinggi Sangat Signifikan
3 0,751 Tinggi Sangat Signifikan
4 0,837 Sangat tinggi Sangat Signifikan
5 0,841 Sangat tinggi Sangat Signifikan
6 0,769 Tinggi Sangat Signifikan
7 0,741 Tinggi Sangat Signifikan
2) Analisis Reliabilitas Tes
Instrumen penelitian harus reliabel. Instrumen yang reliabel menurut Suherman & Kusumah (1990) mempunyai reliabilitas yang tinggi. Reliabilitas instrumen adalah ketetapan instrumen tes dalam mengukur dan ketetapan siswa dalam menjawab instrumen tes tersebut (Ruseffendi, 2010), artinya hasil pengukuran pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda akan relatif sama. Untuk mengukur reliabilitas digunakan perhitungan Cronbach Alpha untuk soal berbentuk uraian (Suherman & Kusumah, 1990) dengan rumus sebagai berikut.
2 2 11 1 1 t i s s n n r Keterangan: 11
(37)
53
n = banyaknya butir soal
2
i s
= jumlah varians skor tiap butir soal 2
t
s = varians skor total
Sedangkan untuk menghitung varians skor digunakan rumus:
N N x x s i i i 2 2 2
Keterangan:N = banyaknya sampel/peserta test xi = skor butir soal ke-i
i = nomor soal
Klasifikasi koefisien reliabilitas soal menurut Guilford (Ruseffendi, 2006: 189) dapat dilihat seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.9
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai r11 Reliabilitas
0,80 < r11 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r11 0,80 Tinggi 0,40 < r11 0,60 Sedang 0,20 < r11 0,40 Rendah
r11 0,20 Sangat Rendah
Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak, maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-cronbach dengan bantuan program
Anates V.4 for Windows. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan
membandingkan rhitung dan rtabel, dengan kriteria jika rhitung> rtabel maka soal reliabel, sedangkan jika rhitung rtabel maka soal tidak reliabel.
Untuk � = 5% dengan derajat kebebasan dk= 40 diperoleh harga rtabel = 0,304. Hasil perhitungan dari uji coba instrumen kompetensi strategis diperoleh rhitung = 0,86, artinya soal tersebut reliabel karena 0,93 > 0,304 dan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Untuk � = 5% dengan derajat kebebasan dk= 38 diperoleh harga rtabel = 0,312. Hasil perhitungan dari uji coba instrumen penalaran adaptif diperoleh rhitung = 0,93, artinya soal tersebut reliabel karena 0,93 > 0,312 dan termasuk dalam kategori sangat
(38)
54
tinggi. Rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas untuk tes kemampuan kompetensi strategis dan penalaran adaptif terdapat pada tabel berikut:
Tabel 3.10
Hasil Perhitungan Reliabilitas Kompetensi Strategis rhitung rtabel Kriteria Kategori
0,81 0,323 Reliabel Sangat Tinggi
Tabel 3.11
Hasil Perhitungan Reliabilitas Penalaran Adaptif
rhitung rtabel Kriteria Kategori
0,96 0,323 Reliabel Sangat Tinggi
Hasil analisis menunjukkan bahwa soal kompetensi strategis dan penalaran adaptif telah memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian.
3) Analisis Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran menyatakan tingkat kesukaran suatu butir soal. Untuk menghitung indeks kesukaran soal yang berbentuk uraian (Jihad & Haris, 2009) digunakan rumus:
Maks
n S S
IK A B
Keterangan:
IK = indeks kesukaran tiap butir soal
SA = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok atas
SB = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok bawah
n = jumlah siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah Maks = skor maksimal
Klasifikasi koefisien indeks kesukaran menurut Suherman & Kusumah (1990) dapat dilihat seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.12
Klasifikasi Interpretasi Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah IK = 1,00 Soal terlalu mudah
(39)
55
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.3. Adapun hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk indeks kesukaran dengan menggunakan software Anates V.4 for Windows dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.13
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Kompetensi Strategis No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 66,29 Sedang
2 48,48 Sedang
3 56,82 Sedang
4 41,52 Sedang
5 60,62 Sedang
Dari tabel tersebut diperoleh kesimpulan bahwa soal tes kompetensi strategis yang terdiri dari 5 soal memiliki tingkat kesukaran sedang.
Data hasil perhitungan Anates untuk uji validitas dan reliabilitas tes penalaran adaptif selengkapnya terdapat pada lampiran B.5. Rangkumannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.14
Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Penalaran Adaptif No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 59,09 Sedang
2 43,75 Sedang
3 64,20 Sedang
4 64,77 Sedang
5 60,80 Sedang
6 67,61 Sedang
7 43,75 Sedang
Dari tabel sebelumnya dapat disimpulkan bahwa soal tes penalaran adaptif siswa yang terdiri dari 7 soal memiliki tingkat kesukaran sedang.
4) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda dari butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut dalam membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman & Kusumah, 1990). Untuk menghitung daya pembeda digunakan rumus (Jihad & Haris, 2009):
(40)
56
Maks 2
1
N S S
DP A B
Keterangan:
DP = daya pembeda
SA = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok atas
SB = jumlah skor yang dicapai siswa kelompok bawah
N = jumlah siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah
Maks = skor maksimal
Klasifikasi koefisien daya pembeda menurut Suherman & Kusumah (1990) dapat dilihat seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.15
Klasifikasi Nilai Daya Pembeda
DP Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Sedang 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
Hasil perhitungan Anates uji daya beda butir soal tes kompetensi strategis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.4. Adapun hasil rangkumannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.16
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kompetensi Strategis No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 37,12 Sedang
2 31,52 Sedang
3 63,64 Baik
4 47,88 Baik
5 50,00 Baik
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa soal tes kompetensi strategis yang terdiri dari 5 soal memiliki 2 soal dengan daya pembeda yang sedang, dan 3 soal dengan daya pembeda yang baik.
(41)
57
Hasil perhitungan Anates uji daya beda butir soal tes penalaran adaptif selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.5. Hasil rangkumannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.17
Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Penalaran Adaptif No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 43,18 Baik
2 44,32 Baik
3 32,95 Sedang
4 52,27 Baik
5 48,86 Baik
6 32,95 Sedang
7 42,05 Baik
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa soal tes kemampuan penalaran matematis siswa yang terdiri dari 7 soal memiliki 5 soal daya pembeda yang baik dan 2 soal daya pembeda yang sedang.
3. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes
Kesimpulan dari semua perhitungan analisis hasil ujicoba soal tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif disajikan secara lengkap pada tabel berikut:
Tabel 3.18
Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Kompetensi Strategis No. Soal Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi
Validitas Reliabilitas
1 Sedang Sedang Signifikan
0,86
2 Sedang Sedang Signifikan
3 Sedang Baik Sangat Signifikan
4 Sedang Baik Sangat Signifikan
5 Sedang Baik Signifikan
Tabel 3.19
Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Penalaran Adaptif No. Soal Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi
Validitas Reliabilitas
1 Sedang Baik Sangat Signifikan
0,93
2 Sedang Baik Sangat Signifikan
3 Sedang Cukup Sangat Signifikan
(42)
58
No. Soal
Interpretasi Tingkat Kesukaran
Interpretasi Daya Pembeda
Interpretasi
Validitas Reliabilitas
5 Sedang Baik Sangat Signifikan
6 Sedang Cukup Sangat Signifikan
7 Sedang Baik Sangat Signifikan
Berdasarkan analisis hasil ujicoba tes kompetensi strategis dan penalaran adaptif dapat disimpulkan bahwa semua soal dapat digunakan dalam penelitian.
4. Angket Disposisi Produktif Siswa
Instrumen non tes disposisi produktif siswa berupa lembaran angket yang diberikan ke kelas eksperimen dan kelas kontrol pada awal dan akhir pembelajaran. Pernyatan pada lembar angket tersebut diberikan bertujuan untuk mengetahui disposisi produktif siswa terhadap pembelajaran matematika dengan Concept-Rich Instruction.
Skala angket disposisi produktif yang digunakan adalah skala likert dengan lima pilihan jawaban, yaitu: sangat setuju (ST), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Masing-masing apabila diubah kedalam bentuk skor, berturut-turut menjadi 4, 3, 2 dan 1 untuk pernyataan positif dan untuk pernyataan negatif skor merupakan kebalikannya. Empat pilihan jawaban tersebut digunakan untuk mencegah pilihan jawaban yang dipilih siswa ke pilihan netral (N).
Skala angket disposisi produktif yang telah disusun kemudian di uji validitas konstruksi psikologik dengan meminta pertimbangan teman-teman mahasiswa dan dosen SPs UPI, dosen pembimbing dan guru matematika mengenai kesesuaian antara pernyataan dan indikator yang telah ditentukan.
Indikator disposisi produktif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Tidak mudah menyerah
2) Percaya diri terhadap kemampuan 3) Memiliki keingintahuan yang tinggi 4) Antusias/ semangat dalam belajar
5) Mau berbagi pengetahuan dengan teman yang lain
(1)
114
Sri Agung Ira R, 2015
Meningkatkan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA Melalui Concept-Rich Instruction
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7. Disposisi Produktif siswa yang memperoleh pembelajaran melalui Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
8. Peningkatan disposisi produktif siswa yang memperoleh pembelajaran melalui Concept-Rich Instruction lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Kedua kelompok, baik siswa yang memperoleh pembelajaran melalui Concept-Rich Instruction maupun pembelajaran biasa memperoleh peningkatan dengan klasifikasi rendah.
9. Tidak terdapat perbedaan peningkatan disposisi produktif siswa yang memperoleh pembelajaran melalui Concept-Rich Instruction berdasarkan kategori KAM. Seluruh siswa memperoleh peningkatan dengan klasifikasi rendah.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Dari kelima komponen Concept-Rich Instruction yang paling berkontribusi dalam peningkatan kompetensi strategis dan penalaran adaptif adalah komponen decontextualization dan recontextualization, dan untuk peningkatan disposisi produktif adalah komponen realization, sehingga untuk penelitian lanjutan diharapkan lebih menyelidiki usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan aktivitas pembelajaran dalam komponen lainnya yakni, practice dan meaning.
2. Kemungkinan adanya kendala-kendala pelaksanaan Concept-Rich Instruction pada awal pembelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa belajar mandiri, memecahkan masalah dan berdiskusi bisa menghambat dalam keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu, disarankan agar guru membantu siswa mengatasi masalah menggunakan teknik scaffolding.
3. Disposisi produktif siswa perlu dikembangkan melalui Concept-Rich Instruction yang lebih berkelanjutan dalam kurun waktu yang lebih lama.
4. Pada penelitian selanjutnya, hendaknya observasi siswa dan guru dilaksanakan lebih optimal sehingga dapat meminimalisir biasnya hasil penelitian.
5. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian dilengkapi dengan memandang faktor lain yang mungkin diduga memberi pengaruh dan belum dilibatkan dalam
(2)
115
Sri Agung Ira R, 2015
Meningkatkan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA Melalui Concept-Rich Instruction
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian ini, seperti level sekolah dan gender pada model pembelajaran Concept-Rich Instruction.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Afrilianto, M. (2012). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical thinking.[online]. Tersedia: http:\\www.e-journal-stkipsiliwangi.ac.id.html. [16 Oktober 2013]
Arem, C.A. (2009). Conquering Math Anxiety: A Self-Help Workbook, Third Edition. Belmont: Brooks/ Cole.
Ball, D.L. (2003). Mathematical Proficiency For All Students. RAND Mathematics Study Panel.
Ben-Hur, M. (2006). Concept-Rich Mathematics Instruction: Building a Strong Foundation for Reasoning and Problem Solving. Virginia: ASCD.
Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Furner, J.M. dan DeHass, A.G. (2011). How do Students’ Mastery and Performance Goals relate to Math Anxiety?. [online]. Tersedia: http:\\www.webs.anokaramsey.edu.html. [30 Desember 2012]
Geist, E. (2010). The Anty-Anxiety Curriculum: Combating Math Anxiety in the Classroom. [online]. Tersedia: http:\\www.thefreelibrary.com.html [30 Desember 2012]
Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globalisasi. PPS IKIP Malang.
Irwan. (2011). Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Matematika. Jurnal Pendidikan Vol.12, 2011.[online]. Tersedia: http:\\www. ml.scribd.com.html. [15 Oktober 2013]
Jihad, A & Haris, A. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Karimi, A. dan Venkatesan, S. (2009). Mathematics Anxiety, Mathematics Performance and Academic Hardiness in High School Students. [online]. Tersedia: http:\\www.krepublishers.com/.../IJES.html. [30 Desember 2012] Khairani, A.Z. (2011). The Development and Construct Validation of The Mathematics Proficiency Test for 14-years old. Jurnal Asia Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 26, no.1, 2011 [online]. Tersedia: http:\\web.usm.my/…tin/.html. [15 Oktober 2013]
(4)
117
Sri Agung Ira R, 2015
Meningkatkan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA Melalui Concept-Rich Instruction
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kilpatrick, et al. (2001). Adding It Up:Helping Children Learn Mathematics. Washington DC: National Academy Press.
Lidinillah, D.A.M (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Mandur, dkk. (2011). Kontribusi kemampuan Koneksi, Kemampuan Representasi, dan Disposisi Matematis terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai [online]. Tersedia: http:\\pasca.undiksha.ac.id/e-journal.html. [15 Oktober 2013]
Nopriyana, T. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Geometri Van Hiele Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Geometri dan Disposisi Matematis. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
NCES. (2011). Comparing NAEP, TIMSS, and PISA in Mathematics and Science. [online]. Tersedia: http:\\nces.ed.gov/timss.html. [21 Januari 2014]
Ostler, E. (2011). Teaching Adaptive and Strategic Reasoning Through Formula Derivation. International Journal Of Mathematics Science Education Vol.4, 2011.[online]. Tersedia: http:\\www.pdfalive .net.html. [30 Oktober 2013]
Rosyana, T. (2013). Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Kelancaran Berprosedur dan Kompetensi Strategis Siswa SMP. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Dalam Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajarkan Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2006). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang.
Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito
Samuelsson, J. (2010). The Impact of Teaching Approahes on students’
Mathematical Proficiency in Sweden. International Electric Journal Of Mathematics Education Vol.5, no. 2. [online]. Tersedia: http:\\www. iejme.com/022010/d2.html. [15 Oktober 2013]
(5)
118
Sri Agung Ira R, 2015
Meningkatkan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA Melalui Concept-Rich Instruction
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Stacey, K. (2011). The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia. IndoMS.J.M.E Vol.2 July 2011. [online]. Tersedia: http:\\www, jims.b.org?...2011/12/abstract_IndoMS.html. [21 Januari 2014]
Sudjana (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suganda, A.T. (2013). Pembelajaran Matematika dengan Brain-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas X Madrasah Aliyah. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sugandi, M.M (2013). Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi dan Disposisi Matematis Siswa SMP. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sugiyono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan pemahaman matematika sistem SMA dikaitkan dengan kemampuan penalaran logik siswa dan beberapa unsur proses belajar mengajar, studi deskriptif analitis terhadap siswa SMA Negeri dari tujuh Kota di Jawa Barat. Disertasi pada PPS UPI: tidak diterbitkan
Sumarmo. (2003). Pembelajaran Ketrampilan Membaca pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah. Bandung: FPMIPA UPI. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA UPI, tanggal 25 Agustus 2003.
Suharta, I. G., 2002. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Pengembangan dan Pengimplementasian Prototipe I dan II Topik Pecahan. Jurnal Matematika Universitas Negeri Malang.
Suherman, E & Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika: untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Suyawan, dkk. (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika (Peminatan). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
(6)
119
Sri Agung Ira R, 2015
Meningkatkan Kompetensi Strategis, Penalaran Adaptif, dan Disposisi Produktif Siswa SMA Melalui Concept-Rich Instruction
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tasker, R. (1992). Effective Teaching: “What Can a Constructivist View of
Learning Offer?”. The Australian Science Teacher Journal Vol.38 no.1. [online]. Tersedia: http:\\ link.springer.com/article/10.1007/BF02461633. [21 Januari 2014]
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Matematika. FPMIPA UPI Bandung.
Turmudi (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika : Paradigma Eksploratf dan Investigatif. Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahyudin (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran.(Pelengkap
untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon-guru Profesional)
Wheatley, G.H. (1991). Constructivist Perspectives on Science and Mathematics Learning. Journal Science Education, Vol.75 (1), 9-21. [online]. Tersedia: http:\\onlinelibrary.wiley.com. [21 Januari 2014]
Widjayanti, D.B. (2011). Mengembangkan Kecakapan Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Strategi Perkuliahan Kolaboratif Berbasis Masalah. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, UNY, 2011. [online]. Tersedia: http:\\www.eprints.uny.ac.id.html. [15 Oktober 2013]
Whyte, J. dan Anthony, G. (2012). Math Anxiety: The Fear Factor in the Mathematics Classroom. [online]. Tersedia: http:\\www.teacherswork.ac.nz.html. [30 Desember 2012]
Yager, R.E. (1991). The Constructivist Learning Model: Towards Real Reform in Science Education. [online]. Tersedia: http:\\ www.sedl.org/cgi-bin/mysql/picbib-output.cgi?searchuniqueid=64. html [30 Desember 2012] Yavuz, G. (2007). Mathematics Anxiety of Ninth Grade Students. [online].
Tersedia: http:\\www.ispaweb.org.html. [30 Desember 2012]
Zakaria, E. dan Nordin, N.M. (2007). The Effects of Mathematics Anxiety on Matriculation Students as related to Motivation and Achievement [online]. Tersedia: http:\\www.ejmste.com/v4n.html. [15 Oktober 2012]