Hubungan Antara Tipe Self-Esteem dan Produktivitas Kerja Pada Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit "X" Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai keeratan antara tipe Self-esteem dan produktivitas kerja pada perawat Instalasi

Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan studi

korelasional dengan metode pengambilan data kuesioner. Jumlah populasi dari penelitian ini sebanyak 98 responden dari tiap-tiap instalasi rawat inap di Rumah

Sakit “X” Bandung.

Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah kuisioner Tipe Self-esteem yang dikonstruksi peneliti berdasarkan pada aspek-aspek dimensi Self-esteem dari Epstein. Alat ukur ini terdiri dari 44 item. Skala yang digunakan adalah skala nominal. Data yang diperoleh diolah secara manual menggunakan Contigency coeffisien dengan Uji signifikan sebesar 0,05. Perhitungan validitas menggunakan rumus Chi-square dari program SPSS 17.0 dan diperoleh dari 44 item terdapat 2 item yang ditolak yaitu item no 5 dan item no 27. Perhitungan reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach dari program SPPS 17.0 menunjukan bahwa dimensi Competence memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,734 yang artinya tingkat kepercayaan yang tinggi dan dimensi Worthiness memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,952 yang artinya tingkat kepercayaan yang sangat tinggi

Kesimpulan yang diperoleh adalah tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem tinggi dan produktivitas kerja. Lalu, tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence) dan produktivitas kerja. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness) dan produktivitas kerja. Terakhir, tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem rendah dan produktivitas kerja.

Berdasarkan pada hasil tersebut, peneliti mengajukan saran untuk peneliti selanjutnya memperbaiki pilihan jawaban untuk dimensi Competence, menggunakan nilai Performance appraisal berupa angka yang belum dikonvensikan menjadi huruf mutu, karena data tersebut lebih akurat untuk diuji secara statistik.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………i

LEMBAR PENGESAHAN………ii

ABSTRAK………...…..iii

KATA PENGANTAR………..….iv

DAFTAR ISI………..vi

DAFTAR TABEL……….x

DAFTAR BAGAN……….xi

DAFTAR LAMPIRAN………xii

BAB I PENDAHULUAN………...…1

1.1 Latar Belakang Masalah……….1

1.2 Identifikasi Masalah………...10

1.3 Maksud dan Tujuan………...10

1.3.1 Maksud Penelitian………...10

1.3.2 Tujuan Penelitian……….10

1.4 Kegunaan Penelitian………10

1.4.1 Kegunaan Teoritis……….………..10

1.4.2 Kegunaan Praktis………11

1.5 Kerangka Pemikiran………..12

1.6 Asumsi……….21


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..23

2.1 SELF-ESTEEM……….23

2.2.1 Pengertian Self-esteem sebagai Kompetensi (competence) dan Keberhargaan (worthiness)………23

2.2.2 Kompetensi (Competence)………25

2.2.3 Keberhargaan (Worthiness)……….25

2.3 Tipe Hasil Self-esteem………..………….26

2.3.1 Self-esteem Tinggi………...26

2.3.2 Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence)……….27

2.3.3 Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness) …....28

2.3.4 Self-esteem Rendah……….29

2.4 Produktivitas kerja………...29

2.4.1 Pengertian Produktivitas kerja……….29

2.4.2 Faktor-faktor Pendukung Produktivitas kerja………….31

2.4.3 Metode Pengukuran Produktivitas kerja………31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………..33

3.1 Rancangan Penelitian………...33

3.2 Bagan Prosedur Penelitian………...33

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………34

3.3.1 Variabel Penelitian……….34

3.3.2 Definiai Operasional………..34


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

3.3.2.2 Definisi Operasional Produktivitas kerja………...36

3.4 Alat Ukur Tipe Self-esteem………..36

3.4.1 Data Pribadi……….37

3.4.2 Validitas Alat Ukur Tipe Self-esteem...37

3.4.3 Reliabilitas Alat Ukur Tipe Self-esteem………...38

3.5 Populasi Sasaran………...40

3.6 Teknik Analisa Data……….40

3.7 Hipotesa Statistik………..40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………41

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian………41

4.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia………41

4.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………….42

4.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir…..42

4.1.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan……..43

4.1.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Kerja……….43

4.2 Gambaran Hasil Penelitian………..44

4.2.1 Hasil Korelasi antara Tipe Self-esteem dan Produktivitas kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap………...…44

4.2.2 Hasil Frekuensi Tipe Self-esteem pada Perawat Instalasi Rawat Inap………..44

4.2.3 Hasil Frekuensi Produktivitas kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap………..45


(5)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...…50

5.1 Kesimpulan……….…50

5.2 Saran………...51

5.2.1 Saran Teoritis………...51

5.2.2 Saran Praktis………51

DAFTAR PUSTAKA………...52

DAFTAR RUJUKAN………..53


(6)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Gambaran Alat Ukur………36

Tabel 4.1 Tabel Usia...41

Tabel 4.2 Tabel Jenis Kelamin………...42

Tabel 4.3 Tabel Pendidikan Terakhir………42

Tabel 4.4 Tabel Status Pernikahan………43 Tabel 4.5 Tabel Masa kerja………..43

Tabel 4.6 Tabel Korelasi antara Tipe Self-esteem dan Produktivitas kerja……44

Tabel 4.7 Tabel Frekuensi Tipe Self-esteem………...44


(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran………21 Bagan 3.1 Bagan Rancangan Penelitian………34


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Kuesioner pengambilan data Tipe Self-esteem LAMPIRAN II : Kisi-kisi alat ukur Tipe Self-esteem

LAMPIRAN III : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Tipe Self-esteem LAMPIRAN IV : Tabulasi Silang hasil pengambilan data

LAMPIRAN V : Perhitungan Manual

LAMPIRAN VI : Company Profile Rumah Sakit “X” LAMPIRAN VII : Data Mentah


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Rumah sakit adalah salah satu instansi perawatan kesehatan yang dilakukan oleh para tenaga medis profesional, seperti dokter, perawat dan tenaga ahli medis lainnya. Umumnya, rumah sakit didirikan untuk membantu memberikan dan melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan, memberikan pendidikan bagi tenaga medis, membantu penelitian dan pengembangan kesehatan, melaksanakan pelayanan medis, melakukan upaya kesehatan yang bersifat pencegahan, rehabilitasi dan pemulihan. Layanan kesehatan yang diberikan pun beragam dan sesuai dengan kebutuhan pasien yang berkunjung. Secara umum, layanan yang disediakan setiap rumah sakit adalah instalasi gawat

darurat, instalasi rawat jalan, fisioterapi dan instalasi rawat inap

(http://en.wikipedia.org/wiki/Hospital).

Rumah Sakit “X” kota Bandung adalah salah satu rumah sakit swasta yang digunakan sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelayanan dan pengembangan tugas untuk tenaga profesi dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Berperan kepada masyarakat dengan menyediakan fasilitas Kamar Bedah, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Laboratorium dan Instalasi Rawat Inap. Rumah Sakit “X” kota Bandung memiliki visi menjadikan salah satu rumah sakit swasta pendidikan rujukan dan penyedia layanan kesehatan terkemuka bagi masyarakat Jawa Barat pada tahun 2013 sebagai wujud cinta kasih


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha kepada Allah, sedangkan misi dari Rumah Sakit “X” ini adalah memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang bermutu sesuai dengan harapan pelanggan, menjadi wahana pendidikan, penelitian di bidang kesehatan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang professional dan beretika dan melandasi pelayanan sebagai wujud Cinta Kasih Allah (http://www.rs“x”.com/profil/kata-pengantar.html).

Pelbagai upaya pun dilakukan oleh pihak Rumah Sakit “X” kota Bandung untuk memenuhi visi dan misi tersebut. Diantaranya dengan mempekerjakan tenaga medis yang memiliki kinerja yang memadai dalam menjalankan tugas-tugas. Salah satu tenaga medis yang dituntut untuk menampilkan kinerja yang memadai dan memiliki pengaruh kerja yang cukup berdampak bagi kelancaran proses pelayanan kesehatan adalah perawat. Menurut PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, mendefinisikan perawat adalah seseorang yang telah lulus dan mendapatkan ijazah dari pendidikan kesehatan yang diakui pemerintah (http://ners.unair.ac.id/materikuliah/peran/fungsiperawat.pdf).

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, mengurangi penderitaan dan melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, perawat dituntut untuk memiliki kesiapan fisik dan psikis serta keterampilan yang memadai dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, pengasuh, dan rekan kerja dokter (Lumenta,1989).

Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus perhatian adalah profesi perawat bagian Instalasi Rawat Inap. Sebagaimana tanggung jawab perawat secara umum, perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” kota Bandung juga memiliki


(11)

3

beberapa tanggung jawab yang wajib dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit “X”, dikatakan bahwa Perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” wajib mengikuti operan atau pergantian shift yang dilaksanakan 3 kali sehari. Saat pergantian shift inilah, perawat yang akan jaga diberi tugas dari perawat sebelumnya mengenai penanganan apa saja yang belum dikerjakan dan atau hal-hal yang dikerjakan setiap jam kepada pasien, misalnya mengecek tekanan darah dan suhu tubuh.

Melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan rencana asuhan. Berdasarkan catatan keperawatan tentang keadaan pasien, perawat menentukan rencana penanganan sesuai arahan dokter, mengkaji keterangan umum mengenai pasien, termasuk riwayat penyakit. Mengikuti program bimbingan atau pelatihan. Pihak Rumah Sakit “X” cukup sering melakukan pelatihan-pelatihan untuk perawat yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pasien. Biasanya pelaksanaan dari pelatihan tersebut didasarkan pada keluhan-keluhan pasien tentang kinerja perawat dan sikap perawat selama merawat pasien dan juga didasari oleh perkembangan terkini tentang ilmu keperawatan.

Melakukan persiapan, pemeriksaan, diagnosis. Perawat Instalasi Rawat Inap mempersiapkan beberapa tindakan medis kepada pasien yang akan melakukan pemeriksaan lanjut, misalnya jika ada pasien gagal ginjal yang akan di USG, maka perawat menyiapkan beberapa pantangan seperti harus puasa, banyak minum air putih dan menahan buang air kecil. Melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan kolega, melalui penyuluhan. Memasukan data tindakan ke komputer. Perawat Instalasi Rawat Inap juga dituntut untuk cekatan


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha dalam mengoperasikan program di komputer, terutama untuk membuat keterangan tentang pasien. Selanjutnya, perawat wajib melakukan pemeriksaan kepada pasien setiap saat.

Mengingat besarnya tuntutan tanggung jawab yang dibebankan kepada Perawat Instalasi Rawat Inap, maka diharapkan setiap Perawat Instalasi Rawat Inap mampu menjaga kinerja seoptimal mungkin dan menghasilkan produktivitas kerja yang baik. Namun untuk menghasilkan kinerja yang optimal, tidak menutup kemungkinan para Perawat Instalasi Rawat Inap akan diperhadapkan dengan ketidakpuasan atau kekurangnyamanan pasien dalam menggunakan layanan jasa perawatan medis. Berdasarkan LPP (Lembar Pengaduan Pasien) periode April-Oktober 2010 dari Bagian Marketing Rumah Sakit “X”, diperoleh informasi mengenai beberapa keluhan pasien atas kinerja Perawat Instalasi Rawat Inap, yaitu pasien menyampaikan bahwa ada beberapa perawat yang kurang bersikap ramah, kurang sopan dan kurang menghormati pasien maupun keluarga pasien, perawat juga kurang menanggapi kebutuhan pasien, kurang memberikan informasi yang dibutuhkan pasien ataupun keluarga pasien, perawat kurang menjaga ketenangan selama bekerja, dan perawat kurang terampil atau teliti saat melakukan pemeriksaan.

Berdasarkan dari informasi di atas, dapat dilihat bahwa adanya ketidaksesuaian antara kinerja perawat Instalasi Rawat Inap dengan harapan masyarakat yang menerima jasa pelayanan mereka, dalam hal ini pasien. Perawat Instalasi Rawat Inap merasa sudah bekerja secara optimal, mengikuti setiap aturan yang berlaku atau ditetapkan pihak Rumah Sakit namun tidak bagi pasien.


(13)

5

Menurut L.Greenberg (dalam Sinungan, 2008), mendefinisikan produktivitas kerja sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Yang artinya adalah terdapat perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil dan terdapat perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum. Masukan disini dibatasi pada masukan kerja atau banyaknya sumber daya manusia yang terlibat dalam organisasi tersebut dan menghasilkan pelayanan jasa yang memuaskan. Kualitas kerja seorang Perawat Instalasi Rawat Inap, ditentukan dari bagaimana Perawat Instalasi Rawat Inap mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu keperawatan yang telah diperolehnya yang tercermin dari kecakapan atau keterampilan dan mampu mempertahankan kinerja yang seoptimal mungkin untuk menghasilkan kualitas kerja yang baik. Selain itu, keberhasilan Perawat Instalasi Rawat Inap diukur dari penampilan kerja dan bagaimana usaha yang dikerahkan saat menjalankan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan profesional untuk mencapai memenuhi visi dan misi yang ditetapkan Rumah Sakit “X”.

Berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala Bagian Keperawatan dan Bagian Personalia Rumah Sakit “X” Bandung, diperoleh informasi mengenai sistem penilaian kinerja perawat Instalasi Rawat Inap. Prosedur sistem penilaian terhadap kinerja Perawat Instalasi Rawat Inap dilakukan setiap 3 bulan sekali yang dilakukan oleh Kepala Ruangan yang kemudian diperiksa oleh Kepala Bidang Keperawatan dan diserahkan kepada bagian Personalia. Terdapat 2 kategori penilaian yaitu Penilaian berdasarkan Kinerja yang terdiri dari beberapa


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha hal terkait job description Perawat Instalasi Rawat Inap dan Non-kinerja yang terdiri dari 3 indikator yaitu Kedisiplinan (ketidakhadiran atau mangkir, keterlambatan dan ijin), Budaya kerja (Penyelesaian tugas, pengembangan diri, dan komitmen kerja) dan Sikap kerja (Kepemimpinan, customer service, loyalitas). Metode penilaiannya menggunakan metode observasi dengan teknik

checklist. Nilai mutu yang diberikan adalah A (Baik Sekali), B (Baik), C (Cukup)

dan D (Kurang) dengan bobot persentase untuk Kinerja sebesar 50 % dan Non kinerja (Kedisiplinan 10 %, Sikap kerja 20 % dan Budaya kerja 20 %). Kriteria penilaian untuk Non-kinerja bergradasi antara 1-6 dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam setiap indikator. Proses pengolahan hasil menggunakan rumus dengan cara, menentukan nilai dari setiap item, kemudian menjumlahkannya untuk diperoleh nilai akhirnya dan selanjutnya ditentukan predikatnya.

Menurut Erich Fromm (dalam Sedarmayanti, 2006), pencapaian produktivitas kerja yang optimal tidak terlepas dari adanya pengaruh individu itu sendiri. Dengan kata lain, Perawat Instalasi Rawat Inap harus berkembang menjadi pribadi yang produktif bagi profesinya sebagai tenaga kesehatan yang profesional. Seorang Perawat Instalasi Rawat Inap dikatakan sebagai pribadi yang produktif apabila mereka mampu memberikan penilaian yang positif terhadap diri mereka, memiliki keyakinan dan penghargaan terhadap diri mereka atas apa yang telah mereka raih dari profesinya sebagai Perawat Instalasi Rawat Inap.

Secara umum, Self-esteem diartikan sebagai suatu penilaian mengenai positif-negatif yang mengarah pada suatu objek, yang disebut diri (Morris


(15)

7

Rosenberg,1965 dalam Mruk, 2006), artinya individu menilai hal-hal positif-negatif dari dirinya secara pribadi. Dan menurut Mruk (2006) Self-esteem merujuk pada status kehidupan tentang kompetensi seseorang ketika ia menghadapi tantangan kehidupan dengan cara yang berharga di sepanjang waktu (Self-esteem

is the lived status of one’s competence at dealing with the challenge of living in a worthy way over time). Setiap hari Perawat Instalasi Rawat Inap akan dihadapkan

dengan tantangan kerja yang relatif tidak stabil, perawat akan menghadapi situasi kerja yang sibuk, tugas rutin harian yang harus diselesaikan, menghadapi keluhan-keluhan pasien yang beragam dan kedatangan pasien rawat inap baru. Dalam situasi yang menantang inilah, Perawat Instalasi Rawat Inap dituntut untuk mampu menjaga profesionalitas dan bersikap optimis. Dengan kata lain, mampu menilai dirinya secara positif baik dalam hal kompetensinya maupun keberhargaan dirinya dan mempertahankan kinerja mereka secara optimal.

Berdasarkan pada dual model of Self-esteem, Self-esteem memiliki dua dimensi yaitu kompetensi (competence) diartikan sebagai penilaian individu mengenai kemampuan atau keterampilan dalam hal fisik, kognitif, dan sosial. Sedangkan keberhargaan (worthiness) diartikan sebagai penilaian akan kebermaknaan diri, makna dari aksi kita yang berhubungan dengan konsep moral atau nilai-nilai sosial (social values) dan nilai-nilai diri (self-values). Dengan kata lain, apabila seorang Perawat Instalasi Rawat Inap mampu menghayati kemampuan atau keterampilan dan memaknai aksi dari tindakannya berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasikan perawat, maka diharapkan perawat tersebut dapat meningkatkan ataupun menjaga produktivitas kerja secara optimal.


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha Dari dua pendekatan tersebut, maka dihasilkan empat tipe Self-esteem. Tipe pertama yaitu esteem tinggi. Perawat Instalasi Rawat Inap yang

Self-esteem tinggi, memiliki penilaian pada kompetensi dan keberhargaan yang tinggi.

Perawat Instalasi Rawat Inap menunjukan perilaku yang mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan berdaya juang tinggi. Perawat Instalasi Rawat Inap ini akan menunjukan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optimal.

Tipe kedua yaitu Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence), perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki Self-esteem berdasarkan kompetensi menunjukan penilaian kompetensi yang tinggi tetapi menilai rendah rasa keberhargaan diri. Perawat Instalasi Rawat Inap dengan tipe ini, menutupi kurang rasa keberhargaan diri dengan melakukan setiap hal sebaik mungkin. Perawat Instalasi Rawat Inap dengan Self-esteem berdasarkan kompetensi akan menghasilkan tampilan kinerja atau produktivitas kerja yang optimal.

Tipe ketiga yaitu Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness). Perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki Self-esteem berdasarkan keberhargaan menunjukan rasa keberhargaan diri yang tinggi tetapi memiliki penilaian pada kompetensi yang rendah. Perawat Instalasi Rawat Inap ini cenderung melakukan pelbagai usaha demi mendapatkan penerimaan dari orang-orang sekitar mereka. Untuk itu, prestasi kerja yang dihasilkan bukan semata-mata atas dasar dari kemampuan yang dimiliki melainkan pada upaya untuk mendapatkan penilaian yang baik dari orang lain. Perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki Self-esteem berdasarkan keberhargaan menunjukan tampilan kerja atau produktivitas kerja kurang optimal.


(17)

9

Tipe keempat yaitu Self-esteem rendah, perawat Instalasi Rawat Inap dengan Self-esteem rendah menunjukan penilaian yang rendah pada kompetensi dan keberhargaan diri. Perawat Instalasi Rawat Inap dengan tipe ini cenderung menghasilkan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang kurang optimal. Perawat Instalasi Rawat Inap dengan Self-esteem rendah menunjukan adanya rasa takut, cenderung berhati-hati, kurang inisiatif dan berupaya untuk menghindari konflik yang terjadi.

Dari penjabaran yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara masing-masing Tipe Self-esteem dengan Produktivitas Kerja Perawat Instalasi Rawat Inap, mengingat pentingnya setiap Perawat Instalasi Rawat Inap menjaga kinerja secara optimal dan perwujudan atas visi dan misi yang ditetapkan Rumah Sakit “X” Kota Bandung bagi Perawat Instalasi Rawat Inap sebagai tenaga kesehatan yang berkualitas.


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari penelitian ini, ingin diketahui seperti apakah hubungan antara tipe

Self-esteem dan produktivitas kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah

Sakit “X” Kota Bandung

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang hubungan tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai derajat hubungan antara tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Kota Bandung.

1.4. KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1. Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi mengenai hubungan antara tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Kota Bandung ke dalam bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara tipe Self-esteem dan Produktivitas


(19)

11

Kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Kota Bandung.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada Kepala Bagian Keperawatan dan Kepala Ruangan di tiap-tiap Instalasi Rawat Inap mengenai tipe Self-esteem pada perawat Instalasi Rawat Inap yang kurang optimal, sehingga diharapkan dapat memberikan dorongan berupa pelatihan dan atau konseling dalam mengoptimalkan Self-esteem yang dimiliki. Dengan harapan, perawat Instalasi Rawat Inap yang memperoleh dorongan tersebut dapat menilai dirinya sebagai individu yang layak dan memiliki kompetensi untuk menjalani tugas-tugas keperawatan dengan optimal.


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

Setiap rumah sakit mengharapkan dapat memberikan jasa pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat luas. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima. Mutu pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling berpengaruh adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan aset utama rumah sakit yang memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Berhasil atau gagalnya fungsi-fungsi tersebut sangat bergantung pada sejauhmana kualitas yang dimiliki manusia itu sebagai tenaga kerja. Salah satu tenaga kerja medis yang cukup berdampak bagi kelancaran pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah perawat.

Perawat merupakan salah satu inti dari pelayanan kesehatan yang dituntut untuk memiliki kesiapan fisik dan psikis serta keterampilan yang memadai dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, pengasuh, dan rekan kerja dokter (Lumenta, 1989). Setiap profesi perawat memiliki beberapa tugas pokok yang wajib dipenuhi tatkala berinteraksi dengan pasien. Terutama perawat Instalasi Rawat Inap. Perawat Instalasi Rawat Inap harus siap siaga bertugas dengan waktu kerja yang telah ditetapkan pihak rumah sakit, terampil dan cekatan saat melakukan tindakan medis kepada pasien, bersikap sopan dan ramah ketika berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien, dokter, perawat lain, dan staf kerja lainnya serta mampu menjalin kerjasama yang baik dengan dokter dan rekan sekerja.


(21)

13

Oleh karena besarnya tanggung jawab dari perawat Instalasi Rawat Inap, maka penting untuk mereka mempertahankan kinerja yang optimal disetiap tindakan atau tugas harian. Menurut L.Greenberg (dalam Sinungan, 2008), mendefinisikan produktivitas kerja sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Yang artinya adalah terdapat perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil dan terdapat perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum. Masukan disini dibatasi pada masukan kerja atau banyaknya sumber daya manusia yang terlibat dalam organisasi tersebut dan menghasilkan pelayanan jasa yang memuaskan. Untuk menghasilkan kinerja yang produktif dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung. Dalam Sinungan 2000, terdapat tujuh faktor pendukung kerja yang produktif, yaitu kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi dan hubungan kerja yang harmonis.

Sejauh mana kualitas pelayanan Rumah Sakit “X” dalam merawat pasien terlihat dari bagaimana sumber daya manusia, dalam hal ini Perawat Instalasi Rawat Inap dalam mengerahkan kemampuan dan keterampilan serta mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam melayani masyarakat luas. Produktivitas individu terlihat dari bagaimana seorang perawat Instalasi Rawat Inap melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja (job performance) dan menghasilkan pelayanan jasa kesehatan yang memuaskan.


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha Pengukuran produktivitas kerja dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan observasi yang dilakukan oleh Kepala Ruangan di Rumah Sakit “X” berdasarkan pada indikator yang sudah ditetapkan untuk menilai kinerja perawat Instalasi Rawat Inap. Proses penilaian kinerja dilakukan tiap 3 bulan sekali dengan nilai mutu A (Baik Sekali), B (Baik) C (Cukup) dan D (Kurang). Dan apabila mereka berhasil memperoleh penilaian kerja yang memuaskan, maka mereka mendapatkan suatu hadiah atau bonus dari prestasi tersebut.

Peningkatan produktivitas tenaga manusia dapat diwujudkan melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan yang menunjang agar mampu mengemban tugas dan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, jika Perawat Instalasi Rawat Inap kurang mampu menilai dirinya sebagai pribadi yang berkualitas baik dari maka apapun usaha yang dilakukan kurang membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu, penting untuk perawat Instalasi Rawat Inap memiliki penghargaan terhadap diri yang baik, yang menunjangnya untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang berlaku di masyarakat dan sesuai dengan dirinya.

Perawat Instalasi Rawat Inap yang mampu menilai kemampuannya atau keterampilan dan memaknai aksi dari tindakannya dengan positif, maka diharapkan perawat Instalasi Rawat Inap tersebut dapat menjalani tugas-tugas keperawatannya dengan baik guna tercapainya produktivitas kerja yang memuaskan. Dengan kata lain, perawat Instalasi Rawat Inap harus berkembang menjadi pribadi produktif yang mampu memberikan penilaian yang positif terhadap diri mereka, memiliki keyakinan dan penghargaan terhadap diri mereka


(23)

15

atas apa yang telah mereka raih. Pribadi yang produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya, atau dengan kata lain memiliki rasa percaya diri (Self-confidence), harga-diri (Self-esteem) dan konsep diri (Self-concept) (Erich Fromm dalam Sedarmayanti, 2006).

Dalam definisi yang dikemukakan oleh Mruk (2006) dikatakan bahwa

Self-esteem adalah status kehidupan tentang kompetensi seseorang ketika ia

menghadapi tantangan kehidupan dengan cara yang berharga di sepanjang waktu (Self-esteem is the lived status of one’s competence at dealing with the challenge

of living in a worthy way over time). Artinya adalah bahwa setiap hari perawat

Instalasi Rawat Inap dihadapkan dengan tantangan kerja yang relatif tidak stabil, seperti keadaan pasien yang dapat berubah sewaktu-waktu, pencatatan rekam medis pasien, dan tugas-tugas pokok harian lainnya yang harus diselesaikan. Dalam keadaan yang demikian, perawat Instalasi Rawat Inap dituntut tetap mampu menampilkan kinerja yang optimal, optimis, bersikap profesional, dan tetap mampu menilai dirinya secara positif baik tentang kompetensinya dan keberhargaan dirinya sebagai individu yang bernilai.

Berdasarkan pada dua dual model of Self-esteem, Self-esteem memiliki dua dimensi yaitu kompetensi (competence) dan keberhargaan (worthiness). Kompetensi (competence) diartikan sebagai penilaian individu mengenai kemampuan atau keterampilan dalam hal fisik, kognitif dan sosial. Seorang perawat Instalasi Rawat Inap dikatakan memiliki keterampilan fisik, apabila perawat Instalasi Rawat Inap memiliki keadaan fisik yang menunjangnya untuk bekerja secara tepat, misalnya memiliki kesehatan, kekuatan tubuh dan mampu


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha bergerak cepat saat pasien membutuhkan pertolongannya. Selanjutnya, keterampilan kognitif terlihat dari bagaimana seorang perawat Instalasi Rawat Inap mampu belajar secara cepat dan memiliki kemampuan-kemampuan yang menunjangnya untuk bekerja dengan baik seperti kemampuan menghafal, mengingat dan menangkap instruksi yang disampaikan serta kemampuan untuk mengontrol diri, dalam artian mampu memfokuskan perhatian, konsentrasi dan emosi saat berhadapan dengan pasien. Keterampilan sosial, dilihat dari bagaimana perawat Instalasi Rawat Inap mampu melakukan interaksi dengan orang lain, misalnya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain (persuasi) dan keberanian dan kemampuan untuk bersikap tegas kepada orang lain.

Sedangkan keberhargaan (worthiness) berkaitan dengan makna dari aksi kita dengan mengikutsertakan nilai-nilai seperti nilai-nilai sosial (Social-values) yang menyangkut hal yang diinginkan, merasa berharga dalam suatu hubungan dan nilai-nilai diri (Self-values). Nilai sosial umum menyangkut hal yang diinginkan dapat digambarkan melalui bagaimana individu mengetahui standar moral yang jelas menurut lingkungan. Lalu, merasa berharga dalam suatu hubungan dapat digambarkan melalui individu merasa layak untuk dicintai,mendapatkan perhatian dan mampu mengekspresikan rasa cinta dan merasa nyaman dan diterima dalam relasi pertemanan. Kemudian, nilai diri individual dapat digambarkan dengan individu memiliki standar moral yang jelas dan merasa puas dengan penampilan tubuh. Dengan komponen keberhargaan ini, ketika perawat instalasi rawat inap melakukan pekerjaannya, maka perawat


(25)

17

merasa berharga atau memiliki perasaan positif pada dirinya untuk dapat meraih dan melakukan pekerjaan tersebut dengan baik.

Terdapat empat tipe dari Self-esteem yaitu Self-esteem tinggi, Self-esteem rendah, Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence), dan Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness) Tipe pertama Self-esteem tinggi. Umumnya, perawat Instalasi Rawat Inap dengan tipe ini, menunjukan penilaian yang tinggi pada kompetensi dan rasa keberhargaan diri. Perawat Instalasi Rawat Inap ini menunjukan kemampuan menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang cepat, memiliki daya juang yang tinggi dan juga optimis dapat berhasil dalam bekerja terutama ketika menghadapi kegagalan. Perawat Instalasi Rawat Inap ini juga yakin bahwa mereka dapat sukses dalam pekerjaan yang mereka geluti karena menilai memiliki kemampuan yang memadai. Selain itu, Perawat Instalasi Rawat Inap juga menilai diri sebagai pribadi yang menarik, disukai dan dapat diterima dalam lingkungan pekerjaan, sehingga dalam berelasi dengan pasien atau keluarga, dokter, perawat dan karyawan lainnya terbina secara harmonis. Maka dikatakan, bahwa perawat Instalasi Rawat Inap dengan tipe ini dapat menunjukan produktivitas kerja atau mampu mencapai prestasi kerja yang memuaskan dan menilai bahwa mereka layak memperoleh penilaian yang baik dari lingkungan sekitar, dalam hal ini lingkungan Rumah Sakit “X” Bandung.

Tipe kedua yaitu Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence), perawat Instalasi Rawat Inap menunjukan penilaian yang tinggi pada kompetensi tetapi menilai rendah rasa keberhargaan diri. Perawat Instalasi Rawat Inap ini berusaha untuk menutupi rasa keberhargaan yang rendah dengan berfokus pada


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha kompetensi mereka, terutama yang berhubungan dengan profesi mereka sehingga mereka pun cenderung fokus pada kegiatan-kegiatan yang memungkinkan mereka menghindari melihat atau mengalami kurangnya rasa keberhargaan dalam diri. Perawat Instalasi Rawat Inap ini, memusatkan perhatian mereka pada kompetensi atau dengan kata lain mereka terus berupaya mendalami keterampilan-keterampilan yang menunjang mereka untuk berprestasi. Perawat Instalasi Rawat Inap akan mengerahkan energi mereka untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Maka Perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki

Self-esteem berdasarkan kompetensi menunjukan unjuk kerja yang luar biasa atau

mampu menghasilkan produktivitas kerja. Akan tetapi, penilaian terhadap kompetensi yang tinggi tersebut tidak disertai dengan penilaian terhadap keberhargaan dirinya. Perawat Instalasi Rawat Inap merasa tidak disukai, merasa tidak menarik bagi orang lain. Perawat Instalasi Rawat Inap merasa kurang mendapatkan perhatian ataupun dukungan dari lingkungan sekitar, terutama lingkungan kerjanya, sehingga dalam membina relasi mereka terlihat kaku. Oleh karena itu, Perawat Instalasi Rawat Inap berusaha terus untuk menutupi kekurangan rasa berharga tersebut, dengan menambah pengetahuan dan kompetensi agar tidak melakukan kesalahan yang dapat membuat dia merasa gagal dan tidak berharga dalam pekerjaan tersebut.

Tipe ketiga yaitu Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness), perawat Instalasi Rawat Inap memiliki penilaian atas rasa keberhargaan diri yang tinggi tetapi memiliki penilaian yang rendah pada kompetensi. Perawat Instalasi Rawat Inap ini lebih memfokuskan diri pada kualitas positif dalam diri seperti,


(27)

19

mudah bergaul, mudah membantu orang lain, mudah disukai, menarik dan lain sebagainya. Fokus perhatian dari perawat Instalasi Rawat Inap ini adalah penerimaan dari lingkungan sekitarnya, yaitu lingkungan kerja mereka dan menghindari penilaian buruk mengenai diri mereka dan atau permasalahan-permasalahan yang membuat mereka menjadi tidak menarik lagi. Perawat Instalasi Rawat Inap juga berusaha untuk memenuhi atau mencapai harapan yang ditetapkan orang tua atau pasangan atau lingkungan sosial, patuh secara berlebihan atau mereka merasa orang lain memang sudah seharusnya melihat dirinya sebagai orang yang spesial. Meskipun demikian, penilaian tersebut tidak disertai dengan penilaian yang tinggi terhadap kompetensi mereka. Dalam bekerja, perawat Instalasi Rawat Inap akan melakukan pelbagai usaha untuk menutupi kekurangmampuan mereka pada bidang area tertentu dengan mekanisme-mekanisme seperti meminimalkan kegagalan, menyangkal kekurangan, menggabungkan diri dengan orang-orang yang dapat menerima mereka. Hal tersebut memungkinkan Perawat Instalasi Rawat Inap menghindari penilaian yang buruk atau penolakan dari lingkungan kerja. Maka dapat dikatakan, tampilan kerja atau produktivitas kerja yang dihasilkan bukan didasari pada penilaian akan kemampuan atau keterampilan melainkan pada upaya untuk mendapatkan penilaian yang baik dari lingkungan kerja mereka.

Tipe keempat yaitu Self-esteem rendah. Perawat Instalasi Rawat Inap dengan tipe ini menunjukan penilaian yang rendah pada kompetensi dan rasa keberhargaan diri. Perawat Instalasi Rawat Inap ini menunjukan sikap penakut dan cenderung berhati-hati, kurang berinisiatif, menghindari konflik atau


(28)

20

Universitas Kristen Maranatha masalah,, tidak merasa nyaman, menunjukan kecemasan bahkan depresi dan sebagainya. Perawat Instalasi Rawat Inap mengalami kurangnya motivasi karena rendahnya insiatif untuk mencari tahu atau mereka merasa cemas atau takut untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Perawat Instalasi Rawat Inap juga merasa tidak dapat melakukan tugas-tugas baru dalam pekerjaan dan merasa inferior dibandingkan rekan lainnya. Perawat Instalasi Rawat Inap merasa tidak akan dapat bergaul dengan baik dengan rekan kerja dan tidak akan menarik bagi orang lain untuk mau berteman denganya. Perawat Instalasi Rawat Inap pun merasa tidak memiliki harapan dan merasa pesimis untuk dapat meraih kinerja yang optimal. Maka dapat dikatakan, perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki

Self-esteem rendah, menunjukan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang


(29)

21

Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit

“X” Kota Bandung Produktivitas kerja Empat Tipe Self-esteem, yaitu 1. Self-esteem tinggi

2. Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence) 3. Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthines) 4. Self-esteem rendah

Empat Kriteria Penilaian kinerja Perawat Instalasi Rawat Inap, yaitu : 1. A (Baik Sekali) 2. B (Baik) 3. C (Cukup) 4. D (Kurang)

K O R E L A S I

Sistem penilaian kinerja Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X”, yaitu :

- Metode Observasi yang dilakukan oleh Kepala ruangan dalam kurun waktu 3 bulan

Self-esteem, yang dilihat dari 2 dimensi, yaitu Competence dan Worthiness


(30)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 ASUMSI

1. Perawat dengan tipe Self-esteem tinggi, menunjukan performance kerja yang optimal dan penerimaan sosial yang tinggi.

2. Perawat dengan tipe Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence), lebih berfokus pada prestasi kerja yang optimal.

3. Perawat dengan tipe Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness), menunjukan lebih berfokus pada penerimaan sosial.

4. Perawat dengan tipe Self-esteem rendah, cenderung menampilkan performance kerja dan penerimaan sosial yang rendah.

5. Secara menyeluruh, Self-esteem akan memiliki kaitan dengan produktivitas kerja, sehingga dapat menentukan seberapa berhasil perawat instalasi rawat inap dalam menjalankan tugas-tugas keperawatannya.

1.7 HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan antara Tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung.

2. Tidak terdapat hubungan antara Tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tipe Sefl-esteem dan produktivitas kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung. Penjelasan mengenai hubungan tersebut terlampir sebagai berikut :

1. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem tinggi dan produktivitas kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap kompetensi dan rasa keberhargaan diri tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optimal. 2. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem berdasarkan kompetensi

(competence) dan produktivitas kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap kompetensi yang tinggi tetapi tetapi menilai rendah rasa keberhargaan diri tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optima.

3. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem berdasarkan keberhargaan

(worthiness) dan produktivitas kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat

Instalasi Rawat Inap terhadap rasa keberhargaan diri yang tinggi tetapi tetapi memiliki penilaian pada kompetensi yang rendah tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivtas kerja yang optimal.


(32)

58

Universitas Kristen Maranatha 4. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem rendah dan produktivitas

kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap kompetensi dan rasa keberhargaan diri yang rendah tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optimal.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dan dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu :

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti selanjutnya, memperbaiki pilihan jawaban dari dimensi

Competence dari kata “Sering” menjadi “Sesuai” dengan alasan lebih

menggambarkan tentang penghayatan dirinya sebagai pribadi yang memiliki keterampilan atau kemampuan yang baik.

2. Selanjutnya ,disarankan juga untuk menggunakan nilai Performance

appraisal berupa angka yang belum dikonvensikan menjadi huruf mutu,


(33)

59

5.2.2 Saran Praktis

Bagi setiap Kepala Ruangan dan Kepala Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung, dapat memberikan dorongan berupa pelatihan dan atau konseling bagi perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki Self-esteem rendah,

Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence) dan Self-esteem berdasarkan

keberhargaan (worthiness), agar dapat meningkatkan keberhargaan diri mereka dan melatih kompetensi mereka sehingga dapat meningkatkan Self-esteem yang lebih baik lagi.


(34)

60 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Mruk, Christopher J. 2006. Self-esteem Research, Theory, and Practice Toward

a Positive Psychology of Self-esteem 3rd Edition. Springer Company.

Lumenta, Benyamin dr. 1989. Perawat, Citra, Peran dan Fungsi. Yogyakarta : Kanisius

Sinungan, Muchdarsyah, Drs. 2000. Produktivitas : Apa dan Bagaimana. Ed 2. Cetakan 4. Jakarta : Bumi Aksara

Sedarmayanti, Dra.,M.Pd. 1995. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas

Kerja. Bandung : Ilham Jaya.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology : A step-by-step Guide For

Beginners. London : Sage Publications

Siegel, Sidney. 1986. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu sosial. Cet 2. Jakarta : Gramedia.


(35)

DAFTAR RUJUKAN

Siti Nur Maya. 2011. Hubungan antara Tipe Self-esteem dan Orientasi Masa

Depan Bidang Pekerjaan Pada Mahasiswa Psikologi Yang Sedang Menempuh

Mata Kuliah Usulan Penelitian di Universitas “X” Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Hospital).

(http://ners.unair.ac.id/materikuliah/peran/fungsiperawat.pdf)

(http://www.rs“x”.com/profil/kata-pengantar.html).


(1)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 ASUMSI

1. Perawat dengan tipe Self-esteem tinggi, menunjukan performance kerja yang optimal dan penerimaan sosial yang tinggi.

2. Perawat dengan tipe Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence), lebih berfokus pada prestasi kerja yang optimal.

3. Perawat dengan tipe Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness), menunjukan lebih berfokus pada penerimaan sosial.

4. Perawat dengan tipe Self-esteem rendah, cenderung menampilkan performance kerja dan penerimaan sosial yang rendah.

5. Secara menyeluruh, Self-esteem akan memiliki kaitan dengan produktivitas kerja, sehingga dapat menentukan seberapa berhasil perawat instalasi rawat inap dalam menjalankan tugas-tugas keperawatannya.

1.7 HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan antara Tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung.

2. Tidak terdapat hubungan antara Tipe Self-esteem dan Produktivitas Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung.


(2)

57 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tipe Sefl-esteem dan produktivitas kerja pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Bandung. Penjelasan mengenai hubungan tersebut terlampir sebagai berikut :

1. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem tinggi dan produktivitas kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap kompetensi dan rasa keberhargaan diri tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optimal. 2. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem berdasarkan kompetensi

(competence) dan produktivitas kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap kompetensi yang tinggi tetapi tetapi menilai rendah rasa keberhargaan diri tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optima.

3. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness) dan produktivitas kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap rasa keberhargaan diri yang tinggi tetapi tetapi memiliki penilaian pada kompetensi yang rendah tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivtas kerja yang optimal.


(3)

58

Universitas Kristen Maranatha 4. Tidak terdapat hubungan antara tipe Self-esteem rendah dan produktivitas

kerja. Artinya bahwa penilaian Perawat Instalasi Rawat Inap terhadap kompetensi dan rasa keberhargaan diri yang rendah tidak menunjukan adanya hubungan dengan tampilan kerja atau produktivitas kerja yang optimal.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dan dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu :

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti selanjutnya, memperbaiki pilihan jawaban dari dimensi Competence dari kata “Sering” menjadi “Sesuai” dengan alasan lebih menggambarkan tentang penghayatan dirinya sebagai pribadi yang memiliki keterampilan atau kemampuan yang baik.

2. Selanjutnya ,disarankan juga untuk menggunakan nilai Performance appraisal berupa angka yang belum dikonvensikan menjadi huruf mutu, karena data tersebut lebih akurat untuk diuji secara statistik.


(4)

59

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis

Bagi setiap Kepala Ruangan dan Kepala Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung, dapat memberikan dorongan berupa pelatihan dan atau konseling bagi perawat Instalasi Rawat Inap yang memiliki Self-esteem rendah, Self-esteem berdasarkan kompetensi (competence) dan Self-esteem berdasarkan keberhargaan (worthiness), agar dapat meningkatkan keberhargaan diri mereka dan melatih kompetensi mereka sehingga dapat meningkatkan Self-esteem yang lebih baik lagi.


(5)

60 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Mruk, Christopher J. 2006. Self-esteem Research, Theory, and Practice Toward a Positive Psychology of Self-esteem 3rd Edition. Springer Company.

Lumenta, Benyamin dr. 1989. Perawat, Citra, Peran dan Fungsi. Yogyakarta : Kanisius

Sinungan, Muchdarsyah, Drs. 2000. Produktivitas : Apa dan Bagaimana. Ed 2. Cetakan 4. Jakarta : Bumi Aksara

Sedarmayanti, Dra.,M.Pd. 1995. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung : Ilham Jaya.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology : A step-by-step Guide For Beginners. London : Sage Publications

Siegel, Sidney. 1986. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu sosial. Cet 2. Jakarta : Gramedia.


(6)

61 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Siti Nur Maya. 2011. Hubungan antara Tipe Self-esteem dan Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Pada Mahasiswa Psikologi Yang Sedang Menempuh

Mata Kuliah Usulan Penelitian di Universitas “X” Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Hospital).

(http://ners.unair.ac.id/materikuliah/peran/fungsiperawat.pdf)

(http://www.rs“x”.com/profil/kata-pengantar.html).