PEMBELAJARAN MENULIS HURUF HIRAGANA MENGGUNAKAN MEDIA STORY BOARD GAME YANG DIINOVASI DARI SUGOROKU GĒMU : Studi Kasus terhadap Siswa Kelas X SMAN 1 Rancaekek Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAK...iv

SINOPSIS...vi

DAFTAR ISI...xiv

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR GAMBAR...xviii

DAFTAR LAMPIRAN...xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan dan Batasan Masalah...8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...10

D. Metode Penelitian...12

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Huruf Hiragana...15

B. Pembelajaran...20

C. Media Pembelajaran...22


(2)

E. Permainan Sugoroku dan Board Game...27

F. Cerita yang Digunakan dalam Permainan...29

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian...35

B. Populasi dan Sampel Penelitian...35

C. Instrumen Penelitian...37

1. Instrumen Skala Penilaian...37

2. Instrumen Tes...38

 Validitas Butir Soal...39

 Reliabilitas...41

 Indeks Kesukaran...42

 Daya Pembeda...44

3. Instrumen Angket...47

D. Teknik Pengumpulan Data...47

E. Teknik Pengolahan Data...47

F. Langkah-langkah Penelitian...48

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana Menggunakan Media Story Board Game 1. Media Story Board Game...49


(3)

B. Proses Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana Menggunakan Media Story Board Game...60 C. Hasil Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana Menggunakan Media Story

Board Game...63 D. Tanggapan Pembelajar Terhadap Penggunaan Media Story Board Game

untuk Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana...68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...72 B. Saran...73

DAFTAR PUSTAKA...74


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Untuk menyampaikan makna dari suatu bunyi secara tertulis digunakanlah lambang-lambang atau simbol-simbol yang selanjutnya disebut huruf oleh penggunanya. Dalam bahasa Indonesia digunakanlah huruf Romawi untuk menyampaikan makna dari suatu bunyi secara tertulis. Sedangkan dalam bahasa Jepang digunakan huruf Hiragana, Katakana, Kanji, dan Romaji untuk menyampaikan makna dari suatu bunyi tertentu. Seperti yang dikatakan Sutedi (2008: 7) bahwa:

Bahasa Jepang dikenal sebagai bahasa yang kaya dengan huruf, tetapi miskin dengan bunyi. Karena, bunyi dalam bahasa Jepang terdiri dari lima buah vokal, dan beberapa buah konsonan yang diikuti vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka. Jumlah suku kata (termasuk bunyi vokal) dalam bahasa Jepang hanya 102 buah, dan tidak ada suku kata tertutup atau kata yang diakhiri dengan konsonan kecuali bunyi [N] saja. Tentunya dengan keterbatasan bunyi seperti ini, bagi penutur bahasa Jepang akan sulit untuk mempelajari bahasa lain. Di samping itu, dalam bahasa Jepang ada konsonan rangkap dan bunyi vokal yang dipanjangkan sampai dua ketukan, serta aksen yang semuanya berfungsi sebagai pembeda arti.

Untuk menyampaikan bunyi yang jumlahnya terbatas (102 bunyi), digunakan empat macam huruf, yaitu:

1. Huruf Hiragana 2. Huruf Katakana 3. Huruf Kanji 4. Huruf Romaji

Bahasa Jepang menggunakan huruf yang tersebut di atas untuk mengungkapkan bunyi. Hal ini berbeda dengan bahasa Indonesia yang menggunakan huruf Romawi untuk mengungkapkan bunyi. Sehingga


(5)

seperti bahasa Inggris atau bahasa lain yang menggunakan huruf yang sejenis daripada mempelajari bahasa Jepang. Perbedaan penggunaan huruf tersebutlah yang membuat pembelajar orang Indonesia kesulitan untuk mempelajari bahasa Jepang. Tetapi kesulitan tersebut bukan masalah bila yang dipelajari hanya bahasa Jepang percakapan yang tidak memerlukan kemampuan mambaca dan menulis.

Meskipun begitu, dianggap kurang memuaskan bila hanya mempelajari bahasa Jepang percakapan. Karena untuk menguasai bahasa Jepang dan bahasa lain pada umumnya diperlukan seluruh kemampuan berbahasa baik input maupun output. Kemampuan input berupa kemampuan untuk menyerap bahasa atau kemampuan untuk mengerti apa yang dikatakan atau dituliskan dalam bahasa tersebut. Dalam hal ini, kemampuan input tersebut adalah kemampuan menyimak suatu pembicaraan dalam bentuk percakapan dan kemampuan memahami suatu bacaan misalnya dalam bentuk naskah. Sedangkan kemampuan output adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut. Output yang dimaksud adalah kemampuan menyampaikan ide, pikiran, atau pendapat secara lisan dalam percakapan dan kemampuan untuk menuliskan apa yang ingin kita sampaikan kepada orang lain dalam bentuk tulisan.

Huruf Hiragana dalam pelajaran bahasa Jepang diumpamakan seperti pintu masuk dimulainya upaya besar pembelajar untuk mempelajari bahasa Jepang. Tetapi, mempelajari huruf Hiragana yang berjumlah 46 huruf yang


(6)

hanya menggambarkan bunyi dasar (seion). Ditambah bunyi variasi, dan perubahannya untuk menggambarkan:

Bunyi dakuon (bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk tulisan kana yang memakai tanda dakuten [ ] ),

Bunyi handakuon (bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk tulisan kana yang memakai tanda handakuten [ ] ) ,

 Bunyi yoo’on (bunyi-bunyi yang dapat digambarkan dengan bentuk tulisan yang terbentuk dari huruf-huruf Hiragana , , , に, , み, り, , , , atau ditambah huruf-huruf ゃ, ゅ, atau ょ ukuran kecil), dan

Bunyi tokushuon (bunyi yang khas atau bunyi yang istimewa; tidak terbentuk dari sebuah konsonan, tidak mengandung bunyi vokal, tidak dapat berdiri sendiri membentuk sebuah silabel)

(Sudjianto dan Dahidi, 2007: 75-77)

sehingga huruf Hiragana yang harus dikuasai lebih dari 46 huruf.

Cara termudah untuk menguasai huruf Hiragana adalah dengan menuliskannya berkali-kali sebanyak mungkin. Berdasarkan pengalaman penulis dan pembelajar lainnya ketika mulai belajar huruf Hiragana, cara termudah untuk menguasainya adalah dengan menuliskannya. Karena bisa membacanya belum tentu bisa menuliskannya. Sedangkan apabila dapat menuliskannya cenderung bisa membacanya.

Pada saat mulai belajar huruf Hiragana dengan menuliskannya, penulis menulis kata-kata atau kalimat dalam bahasa Indonesia menggunakan huruf Hiragana. Cara ini terbukti efektif bagi penulis. Karena hanya dalam beberapa minggu, tidak sampai sebulan penulis sudah mampu menulis huruf Hiragana dengan lancar tanpa lama berpikir.

Tetapi cara tersebut melelahkan dan menjemukan. Sehingga tidak sedikit pembelajar pemula bahasa Jepang yang berhenti belajar bahasa Jepang


(7)

bahkan sebelum mulai mempelajari apapun. Hal ini pernah terjadi ketika penulis mengajar ekstrakulikuler di sebuah sekolah menengah saat tingkat dua dahulu. Saat itu, penulis meminta para pembelajar tersebut untuk latihan menulis dengan memberikan lembar kerja menulis Hiragana dalam buku kotak-kotak. Pada awalnya para pembelajar tersebut antusias dalam menuliskan huruf tersebut. Tetapi setelah beberapa pertemuan, jumlah pembelajar yang mengikuti ekstrakulikuler tersebut berkurang. Dan ketika ditanyai alasan mereka jarang mengikuti ekstrakulikuler seperti pertama kali masuk, mereka menjawab mereka lelah dan bosan bila harus terus-menerus latihan menulis seperti anak TK.

Hanya orang yang memiliki komitmen dan motivasi tinggi yang merasa harus mempelajari bahasa Jepang saja yang sanggup melakukan latihan drill menulis terus-menerus sampai mereka menguasai huruf tersebutlah yang mampu bertahan mempelajari bahasa Jepang.

Di sekolah menengah khususnya kelas X (kelas X SMAN 1 Rancaekek), bahasa Jepang dijadikan program bersama yang wajib dipelajari siswa kelas X dengan beban 2 jam pelajaran yang totalnya 90 menit per minggu. Dan dalam silabusnya, terdapat kompetensi dasar (KD) menulis kata, frasa, dan kalimat dengan huruf (Hiragana, Katakana, Kanji) yang tepat.

Pengajar harus menyisihkan waktu untuk mengenalkan dan membuat siswa belajar huruf Hiragana. Karena keterbatasan waktu, kebanyakan pengajar (termasuk penulis saat melaksanakan PLP) menugaskan siswa untuk latihan menulis Hiragana di rumah. Tetapi banyak siswa yang tidak


(8)

mengerjakan tugas tersebut apalagi bila pengajar tidak berjanji memberikan nilai dan hasil tulisan tidak diperiksa pengajar. Mereka merasa tugas yang diberikan pengajar tidak diberi umpan balik dan tidak diapresiasi. Sedangkan bila menyisipkan pembelajaran menulis huruf pada materi yang diajar pada pembelajaran hari itu dirasa kurang efektif. Karena pembelajaran menjadi tidak maksimal sehingga fokus guru dan siswa terbagi.

Kebanyakan pengajar, hanya melihat apakah siswa mengerjakan tugas atau tidak, lalu memberi paraf sebagai bentuk apresiasi tanpa memberikan umpan balik lain berupa komentar atau memperbaiki cara menulis siswa. Hal itu dikarenakan terlalu merepotkan bila harus memeriksa seluruh hasil tulisan siswa lalu memberikan komentar untuk perbaikan sebagai umpan balik. Misalnya, saat penulis melaksanakan PLP penulis mendapat kesempatan mengajar 5 kelas. Masing-masing kelas diikuti 40-45 pembelajar (siswa) sehingga sulit bila penulis harus memeriksa dan memberi umpan balik untuk masing-masing siswa.

Karena itulah penulis mencoba membuat media pembelajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut. Media tersebut penulis namai story board game karena permainan tersebut termasuk salah satu permainan berjenis board game yakni permainan menggunakan papan permainan seperti halnya monopoli, ular tangga, dll. Diberi sebutan story karena papan permainan yang dirancang oleh penulis berupa permainan menggunakan cerita. Sehingga secara tidak langsung, para pemain dikondisikan untuk bermain berdasarkan cerita yang terdapat pada papan permainan tersebut. Di saat yang bersamaan


(9)

pembelajar pun dapat belajar dan berlatih menulis huruf Hiragana. Karena permainan tersebut dilakukan secara berkelompok, maka secara tidak langsung para pemain lainnyalah yang akan berperan mengawasi dan mengapresiasi tulisan pembelajar. Cerita yang digunakan dalam pembuatan media tersebut adalah cerita rakyat Jepang Momotaro, Tsuru no Ongaeshi dan Nihon no Bakemono (Zashiki warashi, Oni, Kappa dan Tengu). Mengenai cerita yang penulis gunakan dalam permainan tersebut akan dibahas dalam BAB II.

Pembuatan media pembelajaran menulis huruf tersebut terinspirasi dari permainan sugoroku modern yang aturan permainannya mirip permainan ular tangga. Sedangkan sugoroku adalah jenis permainan Jepang yang menggunakan papan. Dalam Wikipedia Ensiklopedia Online dijelaskan bahwa sugoroku mirip seperti permainan backgammon atau snake and ladder di Negara Barat, sebagaimana yang tertera:

Sugoroku (双 六) refers to two different forms of Japanese board game, one similar to western backgammon, called ban-sugoroku, and the other similar to western Snakes and ladders. (Wikipedia, 25 Oktober 2012: http://en.wikipedia.org/wiki/Sugoroku)

Dengan kata lain, sugoroku itu berarti permainan yang menggunakan papan. Dalam perkembangannya, sugoroku dijadikan permainan yang dimodifikasi untuk tujuan tertentu, misalnya untuk tujuan edukasi dapat berupa permainan yang dirancang dalam upaya edukasi sehingga dapat digunakan untuk pembelajaran yang sekaligus menghibur, misalnya dalam pembelajaran lingkungan (ekologi), seperti yang terdapat dalam situs TOKYO GAS (Lampiran F.9 TOKYO-GAS, 31 Oktober 2012:


(10)

http://www.tokyo-gas.co.jp/ecocom/donguri/yakuwari/sugoroku/index.html). Pada BAB II akan lebih dijelaskan mengenai sugoroku dari berbagai sumber.

Penulis sebagai peneliti akan melakukan uji coba dalam pembelajaran secara nyata untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pembelajaran menggunakan media tersebut. Maka dari itu perlu diadakannya penelitian mengenai pembelajaran menggunakan media tersebut. Dan, penulis menetapkan SMA Negeri 1 Rancaekek untuk percobaan aplikasi media tersebut dalam pembelajaran karena terdapat kondisi yang memerlukan dilakukannya penelitian tersebut dan penulis pun pernah melakukan pengajaran dalam rangka PPL (Program Pengalaman Lapangan).

Oleh karena itu, sebagai bentuk laporan atas penelitian yang telah dilakukan, maka penulis mengajukan judul skripsi “PEMBELAJARAN MENULIS HURUF HIRAGANA MENGGUNAKAN MEDIA STORY


(11)

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diutarakan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis huruf Hiragana menggunakan media story board game?

2. Bagaimana proses pembelajaran menulis huruf Hiragana menggunakan media story board game?

3. Bagaimana hasil pembelajaran menulis huruf Hiragana menggunakan media story board game?

4. Bagaimana tanggapan pembelajar terhadap penggunaan media story board game yang digunakan dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana?

Agar penelitian ini tidak meluas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Huruf Hiragana yang digunakan dalam pembelajaran ini yakni hurufあ hingga huruf yang total berjumlah 46 huruf, huruf yang dikenai tanda dakuten dan handakuten yang berjumlah 25 huruf, beserta huruf yang menggambarkan bunyi yoo’on yang berjumlah 33 huruf.

2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan, menjabarkan, memotret segala permasalahan yang disampaikan di atas, kemudian dibeberkan apa adanya.


(12)

3. Perencanaan pembelajaran yang dimaksud dalam rumusan masalah di atas terbatas pada penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) menggunakan media story board game yang cocok digunakan dalam pembelajaran di kelas X SMAN 1 Rancaekek.

4. Proses pembelajaran yang dimaksud dalam rumusan masalah adalah kegiatan pembelajaran menggunakan media story board game berupa aktivitas guru dan siswa yang digambarkan melalui skala aktivitas guru dan siswa. Penelitian dilaksanakan selama tiga kali/ tiga pertemuan. Pertemuan pertama adalah pembelajaran huruf Hiragana dari huruf あ s./d. huruf yang total berjumlah 25 huruf. Pertemuan kedua mempelajari huruf Hiragana dari huruf s./d. huruf yang total berjumlah 21 huruf beserta peraturan penulisan vokal panjang, konsonan rangkap, penulisan partikel wa, o, dan e ( 、 、 ). Sedangkan pertemuan ketiga mempelajari huruf Hiragana yang dikenai tanda dakuten, handakuten, dan huruf yang menggambarkan bunyi you’on yakni: 、 、ぐ、げ、ご、 、 、ず、ぜ、ぞ、 、 、 づ 、 で 、 ど 、 、 、 、 、 、 、 、 、 、 、 キ ャ 、

ゅ 、 ょ 、 ゃ 、 ゅ 、 ょ 、 ゃ 、 ゅ 、 ょ 、 ゃ 、

ゅ 、 ょ 、 ゃ 、 ゅ 、 ょ 、 に ゃ 、 に ゅ 、 に ょ 、 ゃ 、 ゅ 、

ょ 、 ゃ 、 ゅ 、 ょ 、 ゃ 、 ゅ 、 ょ 、 み ゃ 、 み ゅ 、 み


(13)

5. Hasil pembelajaran yang dimaksud dalam rumusan masalah tersebut diambil dari evaluasi pembelajaran menulis Hiragana yang terdapat dalam format penilaian RPP berupa tes essai tertulis yang menguji kemampuan menulis huruf tertentu. Sedangkan post-test terakhir dilakukan untuk mengetahui hasil belajar pembelajar setelah tiga pertemuan.

6. Sedangkan tanggapan yang dimaksud dalam rumusan masalah berupa pendapat dan kesan siswa setelah melaksanakan pembelajaran menggunakan permainan story board game tersebut. Pendapat dan perasaan siswa tersebut tertuang dalam instrumen berupa angket.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas dari rumusan masalah di atas, yaitu untuk:

1. Memperoleh model perencanaan yang tepat sebelum menerapkan media tersebut dalam pembelajaran. Termasuk di dalamnya proses penyesuaian media story board game agar cocok untuk pembelajaran di SMA dan untuk memperoleh model penerapan media tersebut dalam bentuk RPP.

2. Mengetahui aktivitas guru dan aktivitas pembelajar (siswa) selama proses pembelajaran menulis huruf Hiragana dengan menggunakan media story board game.


(14)

3. Mengetahui hasil belajar dari evaluasi yang dilakukan setelah pembelajaran menggunakan media story board game tersebut.

4. Mengetahui tanggapan pembelajar (siswa) terhadap penggunaan media story board game untuk pembelajaran menulis huruf Hiragana.

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Manfaat Teoritis :

Memberikan gambaran umum mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil belajar, dan tanggapan pembelajar (siswa) dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana terhadap siswa kelas X SMAN 1 Rancaekek Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian berikutnya yang lebih mendalam mengenai pembelajaran menulis huruf Hiragana atau efektifitas media story board game tersebut dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana atau mengispirasi pembelajaran lainnya menggunakan media yang mirip dengan media tersebut dan dapat dipergunakan sebagai sumber referensi pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar.

 Manfaat Praktis :

1. Bagi pembelajar dapat membantu meningkatkan semangat dalam belajar menulis Hiragana. Dapat dijadikan sumber belajar yang menghibur.

2. Bagi pengajar, dapat menambah referensi mengenai media pembelajaran sehingga dapat menginspirasi untuk lebih kreatif


(15)

dalam membuat media pembelajaran, khususnya pembelajaran menulis huruf baik huruf Hiragana, Katakana, atau bahkan Kanji. 3. Bagi lembaga, dapat menjadi sumber data yang menyajikan

informasi mengenai bagaimana perencanaan, pelaksanaan, hasil belajar dan tanggapan pembelajar mengenai penggunaan media story board game dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana yang diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi pengajaran dan pembelajaran.

4. Bagi penulis, dengan melakukan penelitian ini dapat memperdalam pengetahuan dan pengalaman mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dan media pembelajaran khususnya media pembelajaran yang berupa game edukasi.

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yakni penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sutedi, (2009:58). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan perencanaan, pelaksanaan, hasil belajar dan tanggapan siswa menggunakan media story board game dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana.


(16)

Jenis penelitian deskriptif yang digunakan dalam metode ini yakni studi kasus. Studi kasus menurut Bogdan dan Biklen dalam Syamsudin dan Damaianti (2007: 175) “merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar (a detailled examination of one setting) atau satu orang subjek (one single subject) atau satu tempat penyimpanan dokumen (one single depository of documents) atau satu peristiwa tertentu (one particular event)”.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Rancaekek Tahun Ajaran 2012/2013.

Sampel penelitian ini menggunakan teknik purposif yang totalnya berjumlah 43 orang. Sampel penelitian ini diambil dari satu kelas yakni kelas X-8.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yakni skala penilaian, angket, dan tes. Skala penilaian digunakan selama proses pelaksanaan pembelajaran menulis huruf Hiragana untuk mengetahui apakah guru mampu menerapkan hal-hal yang tertuang dalam RPP. Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan pembelajar terhadap pembelajaran menulis huruf Hiragana menggunakan media story board game. Sedangkan tes essai tertulis digunakan untuk mengevaluasi hasil pembelajaran siswa.


(17)

4. Teknik Pengumpulan Data

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik observasi yang dituangkan dalam skala penilaian, teknik angket, dan hasil evaluasi pembelajaran berupa tes menulis.

5. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah. Skala penilaian diolah dengan mengkonversikannya ke dalam skala 100. Angket diolah dengan persentase. Sedangkan hasil evaluasi pembelajaran diolah dengan mencari rata-rata nilai (mean).

6. Langkah-langkah Penelitian

 Menyampaikan surat permohonan untuk melakukan penelitian di SMAN 1 Rancaekek.

Merencanakan RPP dan membuat media story board game yang akan diuji coba. (RPP Terlampir)

 Membuat instrumen penelitian lalu diuji coba di luar kelas sample kemudian meminta persetujuan ahli (dosen pembimbing).

 Melaksanakan penelitian dalam bentuk uji coba media dan mengumpulkan data-data hasil tes dan angket.

 Mengolah data hasil penelitian.  Menyimpulkan.

 Melaporkan dalam bentuk skripsi


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yakni penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sutedi, (2009:58). Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini untuk menggambarkan perencanaan, pelaksanaan, hasil belajar dan tanggapan siswa menggunakan media story board game dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana.

Jenis penelitian deskriptif yang digunakan dalam metode ini yakni studi kasus. Studi kasus menurut Bogdan dan Biklen dalam Syamsudin dan

Damaianti (2007: 175) “merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar

(a detailled examination of one setting) atau satu orang subjek (one single subject) atau satu tempat penyimpanan dokumen (one single depository of documents) atau satu peristiwa tertentu (one particular event)”.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Data penelitian bisa bersumber dari manusia atau bukan manusia. Manusia yang dijadikan sebagai sumber data disebut dengan populasi penelitian, kemudian sebagian dari populasi tersebut yang dianggap bisa mewakili seluruh karakter dari populasi yang ada dapat dipilih untuk


(19)

Jadi, sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili untuk dijadikan sumber data. (Sutedi, 2009: 179)

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Rancaekek Tahun Ajaran 2012/2013.

Sampel penelitian ini menggunakan teknik purposif yang totalnya berjumlah 43 orang. Sampel penelitian ini diambil dari satu kelas yakni kelas X-8 (43 orang).

Teknik penyampelan secara purposif yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas pertimbangan peneliti itu sendiri, dengan maksud atau tujuan tertentu yang bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. (Sutedi, 2009: 181). Penelitian ini mengenai pembelajaran menulis huruf Hiragana sehingga yang layak menjadi sampelnya hanya murid kelas X yang sedang atau akan belajar huruf tersebut. Alasan pemilihan kelas X-8 karena:

 Kelas yang guru Mata Pelajaran Bahasa Jepang kelas X berikan pada peneliti yakni kelas X-5, X-6, X-7, X-8, dan X-9 dan semuanya diberikan pembelajaran menulis huruf Hiragana menggunakan media story board game.

Kelas X-5 dan X-7 sudah peneliti gunakan untuk uji coba media story board game tahap awal (media masih berupa bentuk kasar/prototipe).  Sebagian kelas X-7 dan X-6 digunakan untuk menguji instrumen tes.  Jadwal KBM kelas X-6 dan X-9 pagi pukul 07.00. Pembelajaran di kelas

ini tidak efektif karena kekurangan waktu yang disebabkan sering adanya siswa yang terlambat, juga waktu ±15 menit pertama sebelum belajar


(20)

digunakan untuk mengaji, dan hafalan surat Al-qur’an lainnya yang menyebabkan KBM tidak berjalan sesuai RPP.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yakni skala penilaian, angket, dan tes. Skala penilaian digunakan selama proses pelaksanaan pembelajaran menulis huruf Hiragana. Dan angket digunakan untuk mengetahui tanggapan pembelajar terhadap pembelajaran menulis huruf Hiragana menggunakan media story board game. Sedangkan tes essai tertulis digunakan untuk mengevaluasi hasil pembelajaran siswa. Instrumen skala penilaian, angket dan tes telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing (Drs. Sugihartono, M.A.) kemudian dilakukan eksperts judgment oleh ahli (Dedi Suryadi, M. Ed., Ph.D). sedangkan instrumen tes (post-test) dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembedanya.

1. Instrumen Skala Penilaian

Instrumen skala dapat digunakan untuk mengukur sikap, minat, perhatian, atau penilaian dari responden terhadap sesuatu hal. Skala penilaian dapat digunakan untuk memperoleh data yang berupa informasi baik yang berhubungan dengan kegiatan maupun keadaan melalui penilaian seseorang.


(21)

observer yakni penampilan mengajar guru dengan peneliti sendiri sebagai guru modelnya dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Yang menjadi observer dalam penelitian ini yakni Bapak Jajang Permana, S.Pd. selaku guru mata pelajaran bahasa Jepang kelas X. Format skala penilaian terlampir (Lampiran B.3, B.4, dan B.5).

2. Instrumen Tes

Tes yang digunakan untuk evaluasi pembelajaran menulis huruf Hiragana yakni tes tertulis berupa essai dimana siswa diminta menuliskan kata-kata yang menggunakan huruf Hiragana tertentu. Tes evaluasi pembelajaran dilaksanakan setelah pembelajaran selesai sebanyak tiga kali sesuai dengan jumlah pertemuan dilakukannya penelitian. Format tes evaluasi terlampir dalam RPP (lampiran A. 16, A. 17, dan A. 18).

Setelah pembelajaran selesai, dilaksanakanlah post-test (lihat Lampiran B. 2. Post-test dan kisi-kisinya) untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan media tersebut. Sebelumnya instrumen post-test (lihat Lampiran B. 2. Post-test dan kisi-kisinya) tersebut dikonsultasikan kepada dosen pembimbing (Drs. Sugihartono, M.A.) untuk kemudian dilakukan judgment oleh ahli (Dedi Suryadi, M. Ed., Ph.D). Setelah itu dilakukan uji coba tes kepada 31 orang non sampel dalam populasi yang sama yang juga diberi pembelajaran dengan media tersebut (sebagian pembelajar kelas X-6 dan


(22)

X-7) untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembedanya.

Validitas Butir Soal

Untuk menguji validitas konstruk, digunakan pendapat dari ahli (expert judgment). Sedangkan untuk menguji validitas isi instrument tersebut diujicobakan, dan dianalisis dengan analisis item. Analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total. (Sugiyono, 2010: 353)

Cara mencari koefisien validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus korelasi product moment

memakai angka kasar (raw score) : rxy= N XY− Y Y

N X2− X2 N Y2Y2 … (Suherman

dan Sukjaya,

1990:154) dengan :

rxy= koefisien korelasi antara variebel x dan variable y X = skor tiap butir soal tes uji coba yang akan dicari koefisien validitasnya

Y = skor total hasil tes uji coba tiap testi N = banyak testi


(23)

Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Validitas

Validitas Interpretasi

0,90 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 < rxy≤ 0,90 Tinggi 0,40 < rxy≤ 0,70 Sedang 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah 0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat

rxy≤ 0,00 Tidak valid

Dari hasil perhitungan, didapat nilai validitas butir yang disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 6. Hasil Perhitungan Nilai Validitas Tiap Butir Soal

No. Soal Validitas Interpretasi

1 0,96 Sangat tinggi

2a 0,68 Sedang

2b 0,61 Sedang

2c 0,58 Sedang

2d 0,58 Sedang

2e 0,67 Sedang

2f 0,61 Sedang

3a 0,60 Sedang

3b 0,60 Sedang

3c 0,70 Sedang

3d 0,55 Sedang

3e 0,60 Sedang

3f 0,75 Tinggi

3g 0,75 Tinggi

3h 0,60 Sedang

4a 0,50 Sedang


(24)

4c 0,47 Sedang

5a 0,42 Sedang

5b 0,41 Sedang

5c 0,47 Sedang

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa butir soal tes yang digunakan seluruhnya valid sehingga tidak perlu ada yang dibuang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.5.

Reliabilitas

Perangkat tes dikatakan memiliki reliabilitas jika dapat mengukur secara ajeg, artinya meskipun berkali-kali tes tersebut digunakan pada sampel yang sama dengan waktu yang tidak terlalu lama, akan menghasilkan data yang sama pula. (Sutedi, 2009: 220)

Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian reliabilitas internal dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu.

Untuk menghitung koefisien reliabilitas bentuk uraian digunakan rumus Cronbach Alpha seperti berikut :

= �

�− − � ………… (Suherman dan Sukjaya,

1990:194) dengan :

= koefisien reliabilitas n = banyak butir soal (item)

� = jumlah varians skor tiap soal


(25)

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177) sebagai berikut ini.

Tabel 7. Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien reliabilitas Interpretasi

rxy≤ 0,20 Korelasi sangat rendah 0,20 < rxy ≤ 0,40 Korelasi rendah 0,40 < rxy≤ 0,60 Korelasi sedang 0,60 < rxy ≤ 0,80 Korelasi tinggi

0,00 ≤ rxy ≤ 1,00 Korelasi sangat tinggi

Berdasarkan data hasil perhitungan, Menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177) nilai koefisien reliabilitas tersebut menyatakan bahwa soal yang dibuat reliabilitasnya sedang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.4.

Indeks Kesukaran

Untuk menghitung indeks kesukaran soal bentuk uraian dapat digunakan rumus sebagai berikut:

�� = �

���

dengan:

IK = indeks kesukaran 

X = rata-rata bobot tiap soal SMI = skor maksimum ideal


(26)

Klasifikasi indeks kesukaran butir soal berdasarkan Suherman dan Sukjaya (1990:215) yang disajikan

dalam tabel berikut :

Tabel 8. Kriteria Indeks Kesukaran (IK)

IK (Indeks Kesukaran) Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

Dari hasil perhitungan diperoleh indeks kesukaran tiap butir soal yang disajikan pada Tabel 9. di bawah ini:

No.soal

Indeks Kesukaran Interpretasi

1

�� = 186,51613

208 = 0,9

Soal mudah 2a

�� = 1,677

2 = 0,84

Soal mudah 2b

�� = 1,7419

2 = 0,87

Soal mudah 2c

�� = 1,8387

2 = 0,92

Soal mudah 2d

�� = 1,613

2 = 0,81

Soal mudah 2e

�� = 1,484

2 = 0,74

Soal mudah 2f

�� = 1,774

2 = 0,89

Soal mudah 3a

�� = 1,355

2 = 0,68

Soal sedang 3b

�� = 1,226

2 = 0,61


(27)

3c

�� = 1,194

2 = 0,6

Soal sedang 3d

�� = 1,065

2 = 0,53

Soal sedang 3e

�� = 1,226

2 = 0,61

Soal sedang 3f

�� = 1,26

2 = 0,63

Soal sedang 3g

�� = 1,258

2 = 0,63

Soal sedang 3h

�� = 1,29

2 = 0,65

Soal sedang 4a

�� = 1,065

2 = 0,53

Soal sedang 4b

�� = 0,806

2 = 0,4

Soal sedang 4c

�� = 1,065

2 = 0,53

Soal sedang 5a

�� = 0,484

1 = 0,48

Soal sedang 5b

�� = 0,258

1 = 0,26

Soal sukar 5c

�� = 0,323

1 = 0,32

Soal sedang

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa soal yang dibuat cenderung mudah-sedang. Perhitungan Selengkapnya dapat dilihat di Lampiran C.3.

Daya Pembeda

Suherman dan Sukjaya dan Sukjaya (1990: 199) mengatakan,

Daya pembeda adalah seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara test yang mengetahui jawaban dengan benar dan dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi menjawab dengan salah).


(28)

Cara menentukan daya pembeda untuk tes tipe uraian adalah sebagai berikut:

��=� −�

��� ………….. (Suherman dan Sukjaya, 1990:160)

Keterangan:

DP = Daya pembeda

� = Rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal

� = Rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal SMI = Skor Maksimum Ideal

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang disajikan dalam tabel 10. berikut (Suherman dan Sukjaya, 1990: 202):

Tabel 10. Klasifikasi Daya Pembeda

Klasifikasi DP Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat Buruk 0,00 < DP ≤ 0,20 Buruk 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang disajikan dalam tabel 11. berikut:

No.soal Daya Pembeda Interpretasi

1

��= 205,5−153,125

208 = 0,25

Cukup

2a

��= 2−1,375

2 = 0,3125

Cukup

2b

��= 2−1,375

2 = 0,3125


(29)

2c

��= 2−1,5

2 = 0,25

Cukup

2d

��= 2−1,25

2 = 0,375

Cukup

2e

��= 1,875−0,75

2 = 0,5625

Baik

2f

��= 2−1,375

2 = 0,3125

Cukup

3a

��= 2−0,625

2 = 0,6875

Baik

3b

��= 1,875−0,5

2 = 0,6875

Baik

3c

��= 1,875−0,375

2 = 0,75

Sangat baik

3d

��= 1,75−0,25

2 = 0,75

Sangat baik

3e

��= 2−0,5

2 = 0,75

Sangat baik

3f

��= 2−0,375

2 = 0,8125

Sangat baik

3g

��= 1,875−0,625

2 = 0,625

Baik

3h

��= 2−0,625

2 = 0,6875

Baik

4a

��= 1,75−0,625

2 = 0,5625

Baik

4b

��= 1,625−0,375

2 = 0,625

Baik

4c

��= 1,75−0,625

2 = 0,5625

Baik

5a

��= 0,875−0,25

1 = 0,625


(30)

5b

��= 0,625−0,00

1 = 0,625

Baik

5c

��= 0,75−0,125

1 = 0,625

Baik

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda tiap butir soal cukup-sangat baik. Tidak ada soal dengan daya pembeda yang buruk.

Berdasarkan data di atas maka seluruh butir soal dapat digunakan tanpa ada yang harus dibuang. Perhitungan selengkapnya lihat Lampiran C.2.

3. Instrumen Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran menggunakan media story board game tersebut. Angket digunakan satu kali setelah seluruh kegiatan penelitian selesai yakni pada saat post-test atau pertemuan ke-4. Format angket terlampir pada Lampiran B.1.

D. Teknik Pengumpulan Data

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik observasi yang dituangkan dalam skala penilaian, teknik angket, dan hasil evaluasi pembelajaran berupa tes menulis.

E. Teknik Pengolahan Data


(31)

dengan persentase. Sedangkan hasil evaluasi pembelajaran diolah dengan mencari rata-rata nilai (mean).

F. Langkah-langkah Penelitian

 Menyampaikan surat permohonan untuk melakukan penelitian di SMAN 1 Rancaekek.

Merencanakan RPP dan membuat media story board game yang akan diuji coba. (RPP Terlampir pada Lampiran A. 16, A.17, dan A. 18)  Membuat instrumen penelitian lalu diuji coba di luar kelas sample

kemudian meminta persetujuan ahli (dosen pembimbing).

 Melaksanakan penelitian dalam bentuk uji coba media dan mengumpulkan data-data hasil tes dan angket.

 Mengolah data hasil penelitian.  Menyimpulkan.

 Melaporkan dalam bentuk skripsi


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari data-data dalam BAB IV sebelumnya dapat disimpulkan bahwa RPP dan Media yang digunakan sudah layak pakai. Dan dalam proses pelaksanaannya sudah baik.

Sedangkan hasil pembelajaran menunjukkan pembelajaran tersebut sudah baik karena rata-rata hasil postest menunjukkan nilai di atas KKM yakni 84 (KKM Bahasa Jepang kelas X= 70). Dan dengan tanpa bermaksud membandingkan, peneliti menguji kelas lain non sampel yang tidak diberikan treatment yakni kelas X-1 s./d. X-4 dengan soal tes yang sama. Dari data yang diperoleh, kelas 1 yang memiliki nilai UTS yang tidak jauh berbeda dengan X-8 ( nilai UTS X-1 = 55,95 , sedangkan nilai UTS X-X-8= 55,93) memperoleh rata-rata nilai 19,09 atau 19,1. Hal ini tentu jauh berbeda dibandingkan kelas X-8 dengan rata-rata 84.

Hasil angket pun menunjukkan sebagian besar siswa menganggap game belajar menulis Hiragana tersebut menarik (69%), yang merasa terbantu belajar menulis huruf Hiragana dengan dilaksanakannya pembelajaran ini ada 83,3%, pembelajar yang merasa senang belajar dengan media tersebut sebanyak 71,43 %, dan pembelajar yang termotivasi untuk belajar huruf Hiragana secara mandiri ada 69%.


(33)

B. SARAN

Penelitian ini belumlah sempurna karena belum dilakukan eksperimen untuk mengetahui efektifitas penggunaan media tersebut dalam pembelajaran dibanding media lain. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan diadakannya penelitian lanjutan yang berjudul:

- Efektivitas media story board game dalam pembelajaran menulis huruf Hiragana


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Djamarah, Syaiful Bahri. dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Kindaichi, Haruhiko. 1979. Gakushuu Kokugo Hyakka Jiten. Tokyo: Sanseido

MGMP Jawa Barat. 2008. Mengenal Bahasa Jepang 1. Bandung: MGMP Jawa Barat

Ogawa, Yoshio. 1985. Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo: Taishuukanshoten

Rahmawati, Indah. 14 desember 2010. Media permainan meningkatkan motivasi

belajar siswa

http://www.dinaspendidikan- parepare.info/index.php?option=com_content&view=article&id=335:media-

permainan-meningkatkan-motivasi-belajar-siswa&catid=59:artikel-pembelajaran 9 november 2012

Siregar, Eveline. dan Nara, Hartini. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Sudjianto. dan Dahidi, Ahmad. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Oriental

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta


(35)

Sugoroku.net. 2012. http://www.sugoroku.net/index_e.html [26 Oktober 2012]

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

__________. 2009. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Syamsudin dan Damaianti, Vismaia S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Rosdakarya

Tokyo-gas.co.jp. 2012. Error! Hyperlink reference not valid. [31 Oktober 2012]

UPI. 2008. Pedoman Penilaian dalam Pendidikan Akademik UPI 2008. Bandung: Tidak diterbitkan

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2012. Sugoroku. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Sugoroku [26 Oktober 2012]

http://life.ou.edu/ stories/ momotarou.html (9 November 2012)

http://www.bugei.com.br/japones/monogatari/index.asp?show=text&name=tsurun oongaeshi ( 9 November 2012)

http://en.wikipedia.org/wiki/Hiragana (9 november 2012)

http://belajarpsikologi.com/metode-permainan-dalam-pembelajaran/ (9 november 2012)


(1)

Satiti Budi N, 2013

Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana Menggunakan Media Stori Board Game Yang Di Inovasi Dari Sugoroku Game

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 5b

��= 0,625−0,00

1 = 0,625

Baik

5c

��= 0,75−0,125

1 = 0,625

Baik

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda tiap butir soal cukup-sangat baik. Tidak ada soal dengan daya pembeda yang buruk.

Berdasarkan data di atas maka seluruh butir soal dapat digunakan tanpa ada yang harus dibuang. Perhitungan selengkapnya lihat Lampiran C.2.

3. Instrumen Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran menggunakan media story board game tersebut. Angket digunakan satu kali setelah seluruh kegiatan penelitian selesai yakni pada saat post-test atau pertemuan ke-4. Format angket terlampir pada Lampiran B.1.

D. Teknik Pengumpulan Data

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik observasi yang dituangkan dalam skala penilaian, teknik angket, dan hasil evaluasi pembelajaran berupa tes menulis.

E. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah. Skala penilaian diolah dengan mengkonversikannya ke dalam skala 100. Angket diolah


(2)

dengan persentase. Sedangkan hasil evaluasi pembelajaran diolah dengan mencari rata-rata nilai (mean).

F. Langkah-langkah Penelitian

 Menyampaikan surat permohonan untuk melakukan penelitian di SMAN

1 Rancaekek.

Merencanakan RPP dan membuat media story board game yang akan

diuji coba. (RPP Terlampir pada Lampiran A. 16, A.17, dan A. 18)  Membuat instrumen penelitian lalu diuji coba di luar kelas sample

kemudian meminta persetujuan ahli (dosen pembimbing).

 Melaksanakan penelitian dalam bentuk uji coba media dan

mengumpulkan data-data hasil tes dan angket.  Mengolah data hasil penelitian.

 Menyimpulkan.

 Melaporkan dalam bentuk skripsi


(3)

Satiti Budi N, 2013

Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana Menggunakan Media Stori Board Game Yang Di Inovasi Dari Sugoroku Game

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari data-data dalam BAB IV sebelumnya dapat disimpulkan bahwa RPP dan Media yang digunakan sudah layak pakai. Dan dalam proses pelaksanaannya sudah baik.

Sedangkan hasil pembelajaran menunjukkan pembelajaran tersebut sudah baik karena rata-rata hasil postest menunjukkan nilai di atas KKM yakni 84 (KKM Bahasa Jepang kelas X= 70). Dan dengan tanpa bermaksud membandingkan, peneliti menguji kelas lain non sampel yang tidak diberikan

treatment yakni kelas X-1 s./d. X-4 dengan soal tes yang sama. Dari data yang

diperoleh, kelas 1 yang memiliki nilai UTS yang tidak jauh berbeda dengan X-8 ( nilai UTS X-1 = 55,95 , sedangkan nilai UTS X-X-8= 55,93) memperoleh rata-rata nilai 19,09 atau 19,1. Hal ini tentu jauh berbeda dibandingkan kelas X-8 dengan rata-rata 84.

Hasil angket pun menunjukkan sebagian besar siswa menganggap game belajar menulis Hiragana tersebut menarik (69%), yang merasa terbantu belajar menulis huruf Hiragana dengan dilaksanakannya pembelajaran ini ada 83,3%, pembelajar yang merasa senang belajar dengan media tersebut sebanyak 71,43 %, dan pembelajar yang termotivasi untuk belajar huruf Hiragana secara mandiri ada 69%.


(4)

B. SARAN

Penelitian ini belumlah sempurna karena belum dilakukan eksperimen untuk mengetahui efektifitas penggunaan media tersebut dalam pembelajaran dibanding media lain. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan diadakannya penelitian lanjutan yang berjudul:

- Efektivitas media story board game dalam pembelajaran menulis huruf


(5)

Satiti Budi N, 2013

Pembelajaran Menulis Huruf Hiragana Menggunakan Media Stori Board Game Yang Di Inovasi Dari Sugoroku Game

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Djamarah, Syaiful Bahri. dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Kindaichi, Haruhiko. 1979. Gakushuu Kokugo Hyakka Jiten. Tokyo: Sanseido

MGMP Jawa Barat. 2008. Mengenal Bahasa Jepang 1. Bandung: MGMP Jawa Barat

Ogawa, Yoshio. 1985. Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo: Taishuukanshoten

Rahmawati, Indah. 14 desember 2010. Media permainan meningkatkan motivasi

belajar siswa

http://www.dinaspendidikan- parepare.info/index.php?option=com_content&view=article&id=335:media-

permainan-meningkatkan-motivasi-belajar-siswa&catid=59:artikel-pembelajaran 9 november 2012

Siregar, Eveline. dan Nara, Hartini. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Sudjianto. dan Dahidi, Ahmad. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Oriental

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suherman, Erman. dan Sukjaya, Yaya. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah


(6)

Sugoroku.net. 2012. http://www.sugoroku.net/index_e.html [26 Oktober 2012]

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

__________. 2009. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Syamsudin dan Damaianti, Vismaia S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Rosdakarya

Tokyo-gas.co.jp. 2012. Error! Hyperlink reference not valid. [31 Oktober 2012]

UPI. 2008. Pedoman Penilaian dalam Pendidikan Akademik UPI 2008. Bandung: Tidak diterbitkan

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2012. Sugoroku. [Online]. Tersedia:

http://en.wikipedia.org/wiki/Sugoroku [26 Oktober 2012]

http://life.ou.edu/ stories/ momotarou.html (9 November 2012)

http://www.bugei.com.br/japones/monogatari/index.asp?show=text&name=tsurun oongaeshi ( 9 November 2012)

http://en.wikipedia.org/wiki/Hiragana (9 november 2012)

http://belajarpsikologi.com/metode-permainan-dalam-pembelajaran/ (9 november 2012)