PEMBELMARAN BERBASIS MULTIKULTUR PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA MARDI YUANA KOTA SERANG.

(1)

i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATAPENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 14

C. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian ... 14

D. Definisi Istilah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II PERENCANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTUR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA A. Multikultur ... 17

1. Pengertian Multikultur ... 17

2. Ruang Lingkup Pembelajaran Multikultur ... 23

3. Pembelajaran Multikultur dan Interkultur ... 25


(2)

ii

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 30

1. Pengertian Bahasa ... 30

2. Fungsi Bahasa ... 41

3. Peranan Bahasa Nasional dalam Masyarakat Multikultur ... 43

C. Telaah Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ... 44

1. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 44

2. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 45

3. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 46

D. Ragam Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia ... 48

E. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 50

F. Desain Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 51

G. Faktor-faktor yang Berpengaruh Sistem Pembelajaran ... 52

H. Teori-Teori Pembelajaran yang Mendukung Pembelajaran ... 62

I. Kurikulum Flurasi dan Multikultur ... 70

BAB III METODOLOG1 PENELITIAN A. Metode Deskriptif Studi Kasus ... 81

B. Subjek Penelitian ... 85

C. Teknik Pengumpulan Data ... 102

D. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian ... 105


(3)

iii

BAB IV DESKRIPS1 PENELITIAN DAN PEMBARASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 109 1. Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 109 2. Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 116 3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Multikultur pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 125 4. Kesulitan-kesulitan Pembelajaran Berbasis Multikultur pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 127 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Multikultur pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 132 2. Implementasi Pembelajaran Berbasis Multik-ultur pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 142 3. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 151 4. Pemahaman Guru Bahasa Indonesia Mengenai

Pembelajaran Berbasis Multikultur ... 160 5. Sarana dan Prasarana yang Mendukung Pembelajaran

Bebasis Multikultur ... 165 6. Persamaan dan Perbedaan Perencanaan dan Implementasi

Pembelajaran Berbasis Multikultur dengan Pembelajaran Yang bukan Multikultur ... 167


(4)

iv BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ... 174 B. Rekomendasi ... 179

DAFTAR PUSTAKA ... 181 LAMPIRAN


(5)

v

DAFTAR TABEL, BAGAN DAN GAMBAR

Tabel

3.1 Kepala sekolah yang Pernah menjabat di SMA Mardi Yuana ... 3.2 Personil SMA Mardi Yuana peserta didik Mardi Yuana ... 3.3 Jumlah peserta didik tahun 2007 / 2008 ... 3.4 Deskripsi asal usul daerah dan suku siswa SNIA Mardi Yuana ... 4.1 Pengamatan aktivitas guru dan siswa ... 4.2 Mengenai evaluasi pembelajaran berbasis ... 4.3 Mengenal arti pembelajaran berbasis multikultur ... 4.4 Persaman dan perbedaan Pembelajaran Berbasis Multikultur dan

pembelajaran yang bukan Multikultur ...

Bagan

Bagan 3.1 Alur penclitian dengan paradigma Naturalistik ...

Gambar


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Budaya merupakan hal kreativitas manusia dalam memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan karya, rasa dan cipta yang bermanfaat untuk kehidupannya. Manusia yang berbudaya, dapat dikatakan manusia yang memahami kehidupannya, artinya ketika dia berpikir, dan berperasaan dalarn hal ini menggunakan logika, rasa dan naluri, dalam bertindak dan bertutur bahasa sehingga dapat bermanfaat bagi manusia itu sendiri dan lingkungannya.

Menumbuhkan pemahaman lintas budaya mutlak diperl_ukan dalam masyarakat Indonesia yang multietnik dan multikultur. Adapun cara yang dilakukan bisa melalui pendidikan dalam keluarga, sosialisasi nilai-nilai dalam inasyarakat baik melalui pergaulan sosial maupun media, dan melalui pendidikan multikultur, yaitu pendidikan yang dapat menfasilitasi siswa dalam memahami materi pembelajaran tanpa adanya kendala perbedaan latar belakang cultural.

"Pentingnya multikultural menjadi lebih urgensial ketika dilihat darirealitas kondisi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan suku, agama, bahasa dan budaya. Jumlah penduduk hampir mencapai 210 juta jiwa, dengan kandungan budaya diantaranya 13.000 pulau besar dan kecil, 300 suku yang menggunakan hampir mencapai 210 jenis bahasa, dengan 6 agama ( Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu ) masirh ada ribuan aliran sekte yang dapat diterima masyarakat, sampai aliran yang dianggap sesat ( meskipun terminologi ini masih pro-kontra)". Tersedia di http://ikassurabaya.blogspotcom/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikultur.


(7)

Fenomena yang lain misalnya sering terjadi , hubungan dengan stereotipe, prasangka sosial, dan rasisme di Indonesia hingga kini masih menguat., diantaranya Sebagaimana yang dikatakan Supriadi dalam supardan, ( 2001 : 9 )

Misalnya adanya ungkapan-ungkapan, " Padang Bengkok", Batak Retenir dan Tukang Copet, "Jawa Koek", dan sebagainya. Sedang bukti nyata adanya rasisme dapat didengar dan dipahami dengan meletusnya " Tragedi Sambas" maupun "Sampit " di Kalimantan.

Naisbit (:994 : 15 ) sebagai tokoh futuris ternama, telah memprediksi bahwa " suku bangsa ataupun etnis dapat menjadi boomerang bangsa yang kurang arif dalam melakukan kebijakan politiknya. Kelompok minoritas ini bias menjadi korban intimidasi dari kelompok mayoritas, bias menjadi ancaman bagi perkembangan demokrasi, maupun konflik terbuka sesama etnik minoritas itu sendiri".

Toffler ( dalam Supardan 1992: 10 ) menyatakan :

"di masyararakat industri misal, rasisme secara khas membentuk mayoritas yang menindas minoritas. Bentuk patologi sosial ini masih merupakan ancaman terhadap demokrasi sedang dalam proses menjadi terorisme domestik. Selain konflik tradisional antara mayoritas dan minoritas, pemerintah demokratik juga sekarang harus berusaha mengatasi perang terbuka antara berbagai kelompok minoritas yang saling bersaing".

Toffler, menyatakan bahwa pentingnya golongan minoritas yang selama ini sering dianggap kecil artinya atau dipandang sebelah mata tanpa mengabaikan mayoritas. Masyarakat dalam sistem dan struktur apapun, apakah sistem kimiawi, negara, komputer, lalulintas, kalau terlalu jauh aturan-aturan tradisional dilaluinya, berarti itu melanggar dan bertindak dengan aneh. Kerangka acuan bagi keadilan sosial, kini diibaratkan telah api dalam sekam yang siap meledak jika dibakar.

Apakah ada hubungan kausalitas atau tidak, antara kebhinekaan bangsa Indonesia dengan potensi konflik, tetapi kurun waktu sekitar 50 tahun, pertumbuhan darah dan konflik terjadi secara hampir berurutan. Diawali dari


(8)

peristiwa G.30.S// PKI, dimana peristiwa tersebut masih menjadi pertanyaan besar masyarakat etnis China di Jakarta tahun 1998, konflik antara Islam dan Kristen Maluku 1999-2003, konflik suku di Papua yang menelan korban ratusan nyawa. Semua ini secara hipotetis dapat dikatakan bahwa masyarakat kurang mampu menerima adanya perbedaan

Sedikitnya seiama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok.

Perkembangan selanjutnya multikulturalisme tersebut cepat meluas, multkulturalisme sekarang telah berkembang menjadi semacam keyakinan, sikap dan kebijakan. Mu1_tikulturisme tidak hanya sekedar semboyan, retorika politik, atau pengakuan simbolis terhadap kekayaaan realitas sosial. Multikulturalisme telah menjadi pengakuan sejati terhadap kelompok yang mendukung dan selaras dengan identitas nasional.

Supriadi ( 2001:37 ) dan Supardan ( 2002 : 35 ), berpendapat bahwa "terdapat empat kemungkinan kombinasi multikultularisme. Pertama ; negara dengan realitas etnik dan budaya yang heterogen serta menerima ide multikulturalisme. Kedua; negara dengan realitas etnik dan budaya yang heterogen, tetapi kebijakan pemerintahnya cenderung mengarah ke monokulturalisme. Ketiga ; negara dengan realitas etnik atau ras yang homogennya dan memelihara kebijakan yang monokulturalistik.Keempat; negara dengan derajat homogenitas etnik/ras yang tinggi tetapi sangat


(9)

menghargai multikulturaisme. Amerika Serikat, Kanada, India, Australia, Malayasia adalah contoh kelompok negara yang pertama. RRC adalah contoh kelompok negara yang kedua. Israel yang mempercayai keunggulan ras Yahudi sebagai " Umat Terpilih Tuhan' dapat dimasukkan kategori ketiga"

Pertanyaannya, Indonesia dengan demikian masuk kelompok mana? Secara teoritis dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, termasuk kategori pertama, seperti Amerika yang bersemboyan E Pluribus Unum ( Unity in Diversty).

Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia.

"Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama". Tersedia di (http: //re-searchenginess.com/muhaemin604.htm1

Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali


(10)

"kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.

Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian, kalau ingin mengatasi segala problematika masyarakat dimulai dari penataan secara sistematik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah proses belajar mengajar untuk memperbaiki realitas masyurakat, perlu dibentuk melalui proses pembelajaran multikultural, yaitu pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia sehingga terwujud ketenangan dan ketentaraman tatanan kehidupan masyarakat.

Perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata "uh. huh". Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya, individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang statusnya rendah hanya menerima saja, dalam budaya lain justru sebaliknya.

"masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam proses belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagian hasil belajar". Tersedia di http:// www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/iNo 026, pendekatan hamid hasan.htm

Indonesia berdiri di atas kemajemukan suku bangsa dan bahasa serta serentetan perbedaan lainnya. Kebhinekaan merupakan cerminan jiwa keindonesiaan. Sehingga, ironi sekali jika ada anak bangsa yang menolak


(11)

keragaman dan mencintai penyeragaman. Di sisi lain, penyeragaman ini dilakukan oleh para pengambil kebijakan dengan alasan menyatukan bangsa Indonesia. Padahal, mereka telah mengebiri kearifan budaya lokal dengan nuansa non-keindonesiaan.

Dalam masyarakat yang mengedepankan musyawarah dan dialog sebagai cin masyarakat sipil, mengedepankan pribadi, apalagi menjelelc-jelakkan, seseorang merupakan pelanggaran dalam dunia masyarakat sipil. Ini membuktikan bahwa masyarakat kita belum siap menghadapi perbedaan. Kita bersatu bila menghadapi musuh bersama. Tetapi, akan saling menyerang jika menghadapi musuh yang lahir dari perbedaan ideologi, jika memang benar ada ideologi. Artinya, menghormati pendapat orang lain, toleran dengan pilihan orang lain belum terpatri dengan kuat. Padahal, sekali lagi, Indonesia ada karena kemajemukan bangsa.

Semangat memahami, menghargai, dan toleran terhadap kebhinekaan untuk semua sendi kehidupan. Pemahaman akan kebhinekaan seyogyanya mengeksistensikan jiwa Indonesia. Sejarah membuktikan, bahwa pilar bangsa Indonesia adalah kebersatuan atas keragaman. Semangat ini mulai pudar seiring menguatnya identitas lokal. Kearifan budaya lokal memang perlu ditanamkan sej ak dini sebagai penguat identitas kebangsaan.

Tidak akan ada pemahaman multikultural jika tidak memahami dan menyadari kultur dirinya sendiri. Multikultural akan menjadi kultur baru bagi mereka yang menyadari bahwa ikatan keberbedaan merupakan keniscayaan. Semangat multikultal berdiri di atas kokohnya kultur-kultur lokal.


(12)

Pendidikan multikultural bukan berarti memberikan pelajaran kebhinekaan di lembaga pendidikan. Pendidikan multikuitural lebih kepada menanamlcan nilai-nilai dan semangat memahami dan tolerans terhadap perbedaan. Bagaimana pun, semangat ini akan mentah kembali jika proses emansipatoris multikultural tidak mulai dipraksiskan.

Sekolah, dari tingkat dasar hingga atas, merupakan media yang dinilai efektif untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan itu. Sebab, pendidikan terawal yang diperoleh anak-anak kita adalah melalui institusi sekolah. Bahkan, hampir setengah waktunya sepanjang hari dihabiskan di sekolah. Dengan waktu tersebut, para siswa berinteraksi dengan teman, guru dan lingkungan yang berbeda dengan dirinya.

Proses emansipatoris berjalan ketika mereka menyadari, perbedaan dihadapan mereka bukan untuk dihindari. Sebab, perbedaan merupakan sebuah keniscayaan. Perlu ditanamkan sikap mereka terhadap perbedaan itu. Sikap menghadapi perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit, berat badan, atau difabilitas bahkan agama.

Pendidikan multikultural melalui sekolah ini melibatkan kesadaran berbagai pihak. Pertama, guru. Peran guru sangat dibutuhkan dalam proses akulturasi multikultur ini. Bagaimana seorang guru fasih menerangkan kepada siswanya bahwa temannya yang berwarna kulit lebih hitam atau lebih putih itu bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk berteman. Bagaimana seorang guru merangsang pemikiran siswanya bahwa temannya yang berbeda suku dan bahasa tidak membatasi me: eka untuk bersahabat. Bahkan, seorang guru pun harus


(13)

mampu mengelaborasi pentingnya kebhinekaan itu pada temannya yang dilabel atau berbeda agama sekali pun.

Selain kefasihan guru, peran kedua melalui lingkungan sekolah. Lingkungan yang multikultur pun diperlukan dalam proses konsienstiasi ini. Lingkungan sekolah multikultur di dalamnya tidak hanya terdiri dari orang-orang yang berjenis kelamin sama dari suku dan bahasa yang sama pula. Intinya, sekolah multikultur bukan sekolah yang monokultur. Dengan sekolah yang multikultur diaharapkan akan dapat timbul potensi - potensi budaya yang terpendam dari masing-masing siswa, dengan budaya yang dibawanya.

Dari sisi fisik, lingkungan sekolah multikultur pun di-setting mengapresiasi perbedaan. Cat sekolah yang warna-warni, tumbuhan beragam jenis, pakaian non-seragam, kelas yang tidak melulu harus berupa ruangan. Sekolah multkultur mengedepankan rasa menghormati dan toleran terhadap perbedaan bukan saja dalam aspek manusiawi, tetapi juga pada sisi lingkungan sekitarnya.

Ketiga, kurikulum yang multikultur. Ditenggarai kurikulum di era Orde Baru ddak mencerminkan kebhinekaan. Semangat bangsa, Bhineka Tunggal Ika, baru dipaparkan pada wilayah kognisi. Pancasila baru sekedar dihapal. Padahal, nilai-nilai Pancasila yang dirumuskan founding father negeri ini sebagai pemersatu bangsa.

Kurikulum yang digunakan sekarang ini di sekolah lebih mengedepankan kebutuhan pasar kerja. pasar membutuhkan lulusan-lulusan yang mudah


(14)

beradaptasi dengan suasana lapangan kerja. Oleh karena itu, kompetensi yang distandardkan pun disesuaikan dengan kompetensi lapangan kerja.

Menyadari bahwa manusia memiliki perbedaan sehingga harus mampu memanusiakan manusia melalui kebhinekaan membutuhkan proses panjang. Salah satu konsistensi ini melalui pendidikan multikultur berbasis sekolah. Diharapkan dari proses ini akan lahir generasi-generasi yang multikultur. Menyadari, memahami, dan toleran terhadap kebhinekaan dan kemajernukan.

"Pengembangan kurikulum untuk negara yang besar, penuh ragam, dan miskin, seperti Indonesia, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan filosofi, visi, dan teori yang dianut para pengambil

keputusan mengenai kurikulum" Tersedia

(http://www.pdk.go.id/jurnaUno.026/pendekatan hamid hasan.htm)

Rasional tentang pentingnya pendidikan multikultur, karena strategi pendidikan ini dipandang memiliki keutamaan, keutamaan, terutama dalam (1) memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa sehingga tercipta manusia ( warga negara ) antarbudaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasaan nonviolent ) ; (1) menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalarn mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat ; (3) model pembelajaran multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran yang lebih efesien dan efektif, terutama memberikan kernampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan memiliki komitmen yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk ; ( 4 ) memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam penyelesaian


(15)

dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat Indonesia dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.

Kondisi yang keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun sec ara negatif orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain. Setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior dari kelompok etnik atau ras lain.

Demikian pula dengan kemampuan berbahasa yang dimiliki seseorang, mengingat bahasa dan manusia tidak dapat dipisahkan, maka sesungguhnya kualitas dan gaya bahasa seseorang merupakan indikator kualitas kepribadiannya serta kultur dari mana dibesarkan. Bahasa adalah cerminan jiwa, oleh karena itu pembelajaran bahasa Indonesia dengan siswa bermacam-macam kultur yang dimiliki, sangat memberikan tantangan unik bagi kita sebagai guru bahasa Indonesia atau guru mata pelajaran yang lainnya, artinya guru harus mampu menempatkan diri ketika mengaiar dengan menghadapi berbagai kultur. Kemudian timbul pertanyaan, " apakah penampilan guru sesuai dengan eksistensi multikultur di sekolah ? Apakah bahasa yang digunakan oleh guru sesuai dengan semangat persatuan antar budaya atau ras ? Dengan pertanyaan tersebut diatas, diharapkan guru mampu memposisikan diri sebagai agen of change juga sebagai fasilitor untuk mempersatukan siswanya dengan keberagaman kultur yang dimiliki.

"Menarik apa yang dikatakan, Chaer dan leonie Agustina, (1995 : 123), bahwa perkembangan bahasa banyak bergantung pada penutur atau


(16)

pengguna bahasa itu sendiri, baik variasi maupun struktur bahasa yang sudah ada. Masyarakat penutur bahasa adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai verbal repertori ( semua bahasa beserta ragamragamnya) yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur yang sama, mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di masyarakat itu".

Dengan demikian antara kultur dengan bahasa yang dimiliki masing-masing etnik atau ras dapat mempengaruhi atau prasangka dengan simbol dan tanda yang berbeda-beda masing-masing etnik, tetapi sebaliknya apabila menggunakan bahasa Indonesia sebagai media antara entik atau ras, akan menimbulkan keeratan komunikasi serta rasa empati yang saling mendalam antara etnik.

Oleh karena itu sekolah sebagai media untuk menampung budaya-budaya lokal ( Cultur wisdom ) yang dapat mensejahterakan manusia dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh budaya lokal. Contoh, budaya kehidupan orang baduy, pikukuh hidup atau pedoman budaya sekitar, seperti teu wasa aing, mipit kudu amit ngala kudu menta, artinya tidak akan mengambil hak atau kepunyaan orang lain, karena kalau mengambil sesuatu hak atau kepunyaan orang lain harus meminta izin kepada yang berhak atau yang punya. Nilai bahasa dengan multikultur, merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, seorang berbahasa mencerminkan kultur yang dimiliki orang tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, selama mengajar di SMA, dapat dinyatakan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia, adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran bahasa Indonesia masih bersifat teacher centered, artinya sebagai besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan


(17)

menggunakan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Pendekatan ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa pasip atau menerima apa adanya dari guru. Hal ini akan menghambat kreativitas siswa. 2. Siswa sebagai salah satu sumber pembelajaran belum dimanfaat sepenuhnya

oleh guru melakukan pengajaran sastra, dalam mengungkapkan nilai-nilai budaya yang ada di dalam pengajaran sastra tersebut. Sehingga siswa kurang memahami makna-makna nilai-nilai budaya daerah maupun budaya nasional yang ada di dalam pengajaran sastra.

3. Guru belum sepenuhnya menggunakan analisis nilai antar budaya yang ada di lingkungan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, diantaranya melalui studi eksploratif masing - masing budaya dari siswa, ketika pembelajaran bahasa Indonesia akan di mulai. Dengan melakukan studi eksploratif lintas kultur, diharapkan siswa mengenal b»daya da: i masing-masing siswa. Studi eksploratif tersebut melalui bedah lintas budaya, dengan cara mengenal bahasa, adat, suku, makanan, dan budaya masing-masing.

Berdasarkan pemahaman peneliti mengenai latar belakang diatas, maka ada persoalan yang sangat mendasar dikalangan siswa ( khususnya siswa SMA ) terjadi konflik atau kurang empati atau simpati dikalangan siswa yang berbeda etnik atau ras, dikarenakan sekolah belum mengakomodir potensi - potensi budaya lokal dalam situasi pembelajaran.

Demikian juga keberadaan SMA Mardi Yuana Kota Serang yang mempunyai potensi dan memiliki berberagaman budaya, suku dan bahasa yang


(18)

beragam dari berbagai daerah yang berada di Indonesia. SMA Mardi Yuana merupakan salah satu sekolah yang berada ditengah-tengah pusat kota, dengan keberagaman penduduk dari berbagai budaya Indonesia, hal ini merupakan potensi sekaligus tantangan bagi guru atau sekolah, karena dengan berbagai etnik atau agama sekolah agar mudah membaurkan siswa dalam pembelajaran berbasis multilculur. Tetapi sekolah apabila tidak mampu membaurkan atau mengkomunikasikan dengan berbagai kultur dalam situasi pergaulan atau menyetting pembelajaran yang menyenangkan, maka yang akan terjadi siswa etnosentris masing-masing kultur. Tentunya generasi-generasi yang akan datang, harus diberdayakan melalui sekolah sebagai fasilitator dan guru sebagai inovator dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru harus mampu menerapkan kurikulum atau pembelajaran sesuai dengan multikulur siswa yang dihadapi.

Serang merupakan salah satu kota yang mayoritas penduduknya memeluk agama tertentu yamg paling dominan , dengan demikian merupakan sebuah potensi yang harus dikomunikasikan dan dibaurkan dengan berbagai kultur yang ada di Banten. Melalui Sekolah Mardi Yuana inilah, peneliti berharap agar pembelajaran berbasis multikultur mampu menunjukkan, bahwa keberagaman kultur di tengah-tengah kota yang berbasis agama tertentu ternyata dapat hidup dengan damai dan tidak ada konflik budaya, suku dan agama.

Oleh karena itu peneliti, merumuskan permasalahan penelitian, adalah Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis multikulur dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Mardi Yuana di Kota serang ?


(19)

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah 1. Fokus Penelitian

Setelah melakukan pengamatan terhadap situasi sosial dan budaya, keragaman multikultur, maka tempat yang ditetapkan adalah SMA MARDIYUANA Serang. Adapun fokus penelitian diarahkan pada kelas yang berbasis multikultur dengan pelajaran bahasa Indonesia, dengan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah penerapan pembelajaran berbasis multikulur dengan pembelajaran bahasa Indonesia ?

C. Pertanyaan - Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka pertanyaan-pertanyaan penelitiannya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran berbasis multikulur pada pembelajaran bahasa Indonesia ?

2. Bagaimanakah implementasi pembelajaran berbasis multikutur pada pembelajaran bahasa Indonesia ?

3. Bagaimanakah evaluasi pembelajarar~ berbasis multikulur pada pembelajaran bahasa Indonesia ?

4. Apakah kesulitan-kesulitan yang dialami dalam pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia ?

D. Definisi Istilah

Berikut ini akan dijelaskan beberapa istilah yang dipandang penting untuk dipahami pengertiannya, yaitu :


(20)

1. Multikulturisme merupakan konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan yang dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajukan budaya, suku, etnis, dan agama. ( Naim dan sauqi, 2008:126 )

2. Pembelajaran Berbasis Multikultur adalah pendekatan pembelajaran kultur mengedepankan keragaman sosial, budaya, aspirasi, dan kemampuan ekonomi dalam proses belajar, sehingga suasana pembelajaran yang tidak diskriminatif terhadap siswa. Dengan kata lain keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran yang harus diperhatikan oleh guru maupun pengembangan kurikulum.

3. Pembelajaran- Bahasa Indonesia adalah proses interaksi pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berbasis multikulur.

E. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian yang dilakukan ini, bertujuan untuk mengimplementasikan bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran berbasis multikultur pada pelajaran bahasa Indonesia, yang meliputi :

1. Perencanaan pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

2. Implementasikan pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia

3. Bentuk evaluasi pembelajaran berbasis multikultur dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia


(21)

4. Menemukan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran berbasis multikultur dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan profesi guru khususnya mengenai pembelajaran berbasis multikultur, terutama dalam pelajaran bahasa Indonesia.

Adapun manfaat penelitian pembelajaran berbasis multikultur pada mata pelajaran bahasa Indonesia, sebagai berikut ;

1. Bagi siswa, akan berdampak agar memahami dan mampu menempatkan diri dalam hidup keberagaman budaya atau ras, sehingga pemahaman kultur sendiri tidak merasa eklusif ditengah-tengah kehidupannya

2. Bagi guru, akan berdampak peningkatan kualitas mengajar, terutama menggunakan perencanaan dan mengimplementasikan pembelajaran berbasis multikultur, sehingga guru juga dapat menempatkan dan memposisikan sebagai fasilitator budaya untuk memberikan pemahaman keberagaman yang terjadi dilingkungan sekolah terhadap siswa.

3. Bagi peneliti, akan berdampak pada pengembangan kualitas diri serta profesionalitas untuk meningkatkan keilmuan, khususnya dalam memahami pembelajaran berbasis multikultur dan sebagai bahan masukan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Deskriftif Study Kasus

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, karena mengumpulkan berbagai data dengan cara bertatap muka atau komunikasi langsung antara peneliti dengan yang diteliti.

Dengan penelitian kualitatif ini peneliti menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam kehidupan dan pemikirannya.

"Sebagaimana dijelaskan oleh Mc Millan dan Seumacher, dalarn Syamsuddin dan Damaianti, 2006 : 73 ), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan yang juga disebut investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara tatap muka langsung dairberinteraks.i dengan orang-orang di tempat penelitiad'

Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada satu fenomena saja.

"Sesuai dengan yang dijelaskan, Syaodih ( 2007 : 99 ) Penelitian ini difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya. Satu fenomena tersebut bisa berupa seorang pimpinan sekolah atau pimpinan pendidikan, sekelompok siswa, suatu program, suatu proses, satu penerapan kebijakan, atau satu konsep Syaodih" ( 60 : 2007 )

Jadi penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menemukan fenomena, kejadian, yang tidak dapat diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan yang lainnya.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh, Strauss dan Corbin dalam Syamsuddin dan Damaianti, 2006: 73 )


(23)

"Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya" Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif study kasus, karena. menggambarkan satu. subjek dan latar yang memerlukan penjelasan lebih rinci dan memerlukan perhatian yang intensif dan rinci.

Selanjutnya, menurut Bodga dan BikIen dalam Syamsuddin dan Damaianti, 2006 : 175 ), "menjelaskan bahwa studi kasus merupakan pengufflan secara rinci terhadap satu. latar ( a detailed examination of one setting ) atau. satu, subjek ( one single sbject ) atau, satu tempat penyimpanan dokumen ( one single depository of documents ) atau. satu peristiwa tertentu ( one particular event )"

Kemudian Surachmad ( dalarn Syamsudin dan Damaianti 2006 : 175 "menjelaskan , bahwa pendekatan studi kasus sebagai suatu. pendekatan dengan memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan rinci.

Dengan demikian, bahwa penelitian kualitatif, kelompok yang diteliti adalah kelompok yang memiliki kekhususan, keunggulan, inovasi, atau bisa juga bermasalah. Kelompok yang diteliti merupakan satuan sosial budaya yang bersifat alamiah dan saling berinteraksi secara individual atau kelompok.

Penelitian kualitatif menggainbarkan sifat dari data penelitian yang realistic sesuai dengan pemahaman dan pemikiran nara sumber. Rencana penelitian ini bersifat emergent atau berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan.

Penelitian ini juga mengunakan paradigrna naturalistik - kualitatif, Paradigina naturalistik mengacu kepada kondisi lingkungan alamiah ( natural ),


(24)

dengan tujuan agar memperoleh data secara alamiah atau apa adanya seperti ditegaskan Lincoln& Guba dalam Hany Siswany ( 1985: 189

"We suggest that inquiry must be carried out in natural setting because phenomena of study, whatever they may be, take their meaning as much from their contexts as they do from themselves .... No phenomenenon can be understood out of relationship to the time and context spawne, harbord, and supported if”

Hal dapat, digambarkan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut :

SETTING ALAMIAH

SETTING ALAMIAH Membutuhkan

TACIT KNOWLEGDE METODE KUALITATIF

SAMPEL PURPOSIF RANCANGAN LANJUTAN ANALISIS DATA INDUKTIF GROUNDED THEORY

HASIL YANG DISEPAKATI

LAPORAN KASUS Dimuat dalam Meliputi Diulang sampai melimpah Berdasarkan Menggunakan Mengusahakan INTERPRETASI IDIOGRAFI yang terdiri atas

APLIKASI TENTATIF

Batas ditetapkan Berdasarkan focus Yang berkaitan dengan Masalah, evaluasi atau

kebijakan Diuji melalui • Kredibilitas • Transferabilitas • Dependabilitas • Konfirmabilitas


(25)

Bagan 1. Alur penefitian dengan paradigma Naturalist & Keterangan gambar bagan

Penelitian melalui pendekatan naturalistik dilaks~inakan dalarn lingkungan, dimana konteks berpengaruh dalam memberi arti/pengertian. Dalam hal ini, dituntut human instrument atau peneliti berlaku sebagai instrumen, yang secara penuh mengadaptasikan diri ke dalam situai yang dimasukinya. Human instrument dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode yang sesuai dengan tuntutan penelitian.

Pendekatan naturalistik - kualitatif dipandang sesuai dengan masalah penelitian ini dengan beberapa alasan :

Penelitian ini mencoba untuk mengungkap pemikiran dari para guru mengenai rumusan dan implementasi pembelajaran berbasis multkultur di sekolah secara umum, dan juga secara khusus untuk mengungkap implementasi pembelajaran berbasis multikultur pada mata pelaJaran bahasa Indonesia. hal ini dapat terungkap melalui penelitian dengan pendekatan naturalistik -kualitatif sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh Bogdan & BikIen. (1982 : 29) Qualitive research has the natural setting as the direct source of data and the resercher is the key instrument. Peneliti tnernasuki bagian dari suatu lingkungan dan melakukan penelitian yang berkenaart dengan konteks lingkungan tersebut. Asurnsi peneliti adalah bahwa perilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan, dan ditekankan oleh Nasution 1988 : 32 ) bahwa " penelitian natulistik mengutarnakan pandangan menurut pendirian masing-masing orang.


(26)

Penelitian ini berfokus pada proses pernbelajaran bahasa Indonesia di lingkungan sekolah yang berbasis multikultur. Kegiatan implementasi pernbelajaran berbasis multikultur dapat terungkap melalui penelitian kualitatif sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh peneliti.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini, adalah guru, siswa dan proses-proses interaktif yang terjadi antara guru dengan siswa dan sesarna selarna pernbelajaran berlangsung. Guru yang dimaksud adalah Bapak BS, S.Pd, beliau adalah guru bahasa Indonesia di SMA Mardi Yuana , mengajar di kelas XII IPS 1. Bapak BS,S.1'd mengajar sudah 6 tahun di SMA Mardi Yuana, dan menjadi guru tetap di SMP Cipocok Jaya 1 Kota Serang. Selanjutnya guru lain yang diteliti adalah Ibu TM, S.Pd, beliau adalah wakil kepala sekolah bidang k-urikulum, di SMA Mardi Yuana, beliau mengajar mata pelaJaran maternatika, dan menjadi guru tetap yayasan, beliau sudah mengajar selarna 17 tahun di SMA Mardi Yuana Kota Serang.

1. Profil Sekolah

a. Sejarah dan letak sekolah

SMA Mardi Yuana Serang pertama kali berdiri pada tahun 1951 / 1952. Alarnatnya berada di J1. Haji Abdullah No 2 Serang. Kepala Sekolah pertarna :adalah Pater Blummen OFM, kemudian digantikan oleh Romo A.S Wirio Suwamo ( Romo Tono ) 0M Pada saat itu SMA Mardi Yuana hanya mernbuka satu jurusan saja, sehingga dikenal sebagai " SMA C ". Pada tahun 1955 jumlah


(27)

kelas tetap tidak bertambah. Jumlah siswanya per kelas antara 20 sampai 30 siswa.

Tahun 1970-an pernedintah menetapkan bahwa setiap SMA harus membuka tiga jurusan. SMA A untuk jurusan bahasa, SMA B untuk jurusan Pasti Alam dan SMA C untuk jurusan Sosial. Karena jumlah siswa tidak bertambah banyak, ditainbah penetapan pemerintah unt-uk membuka tiga jurusan, SMA Mardi Yuana makin mengalami kesulitan untuk membiayai operasional sekolah maupun penggajian guru-gurunya. Akhimya diputuskan unt-uk membubarkan diri. Siswa-siswanya disalurkan ke SMA A Negeri Serang atau sekolah lain berdasarkan pilihan orang tuanya.

Pada tahun 1978 / 1979 , atas usul banyak orangtua terutaina yang beragama Kristen dan Katolik, Bapak J. Djemingoen dengan dukungan Romo FX Teguh Suwamo, Pr ( Ketua Perwakilan Yayasan Mardi Yuana Serang - Cilegon ) menghadap Suster Yoanita SFS ( Ketua Yayasan Mardi Yuana Pusat ) unt-uk meminta izin menghidupkan kembali SMA Mardi Yuana Serang. Atas dukungan Mgr. Ignatius Harsono, Pr ( Uskup Bogor ) dan kesanggupan Bapak Dj emingoen untuk hanya meminjain nama " Mardi Yuana ", tetapi mandiri dibidang keuangan dan tenaga pengajar, mulailah dibuka peneriman siswa baru, dengan SK.

Pendirian Sekolah No : 107 / 102. Kep / E .79 dari Kanwil Depdiknas tanggal 29 Nopember 1979 dengan No Data Sekolah : 3002010001 . Lokasi sekolah berpindah ke RKH Syam'un no 3 Serang. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada siang hari.


(28)

Dalam lima tahun, perkembangan sekolah cukup meyakilikan. Hal ini terbukti dari kesanggupan untuk mengelola uang sekolah guna membiayai operasional sekolah dan menggaji para guru. Pada bulan April 1983 Romo Teguh Suwarno mengundurkan diri sebagai Ketua Perwakilan , kemudian yayasan mengangkat Romo T. Suhardi, Pr sebagai Ketua Perwakilan yang baru. Dengan Surat bemomor 71 / MY-IV/83 tanggal 23 april 1983 tentang penyetaraan uang sekolah, Yayasan Mardi Yuana Pusat meminta supaya pengelolaan sekolah diserahkan kepada yayasan. Dengan legowo Bapak J. Djemingoen menyerahkan pengelolaan sekolah terutarna keuangan ke Yayasan Pusat, sementara beliau tetap sebagai Kepala Sekolah disamping tugasnya sebagai guru tetap ( PNS ) di SMA Negeri Serang. Bapak J.13 jemingoen menjabat Kepala Sekolah mulai dari tahun 1978 - 1988. Setelah itu digantikan olch :

1. Drs.M.Marseldalry(1988-1994)

2. F. Sunyoto, BA ( 1994 - 1996 3. Drs. Theo Sukendro ( 1996 - sekarang

SMA Mardi Yuana Serang sampai sekarang masih secara bersama-sama menggunakan gedung yang sama dengan SMP Mardi Yuana Serang. Adapun yang fasilitas yang dimiliki :

1. Keliling tanah seluruhnya 160 meter, yang sudah dipagar permanen termasuk pagar hidup ) 110 meter

2. Luas tanah seluruhnya 1.168 M2, Bangunan 720 M2, halaman 252 M2, Lapangan Olah raga 98 M2, Kebun 60 M2 dan lain-lain 38 M2


(29)

4. Perlengkapan Sekolah seperti : Komputer, mesin ketik , lemari, kursi gurlj, meja siswa, kursi siswa dan lain-lain

SMA Mardi Yuana Serang terletak di pusat kota Serang, tempatnya di JI K-H. Syamun No. 3 Serang Kelurahan Kota Baru. SMA Mardi Yuana Serang pertama kali berdiri tahun 1951/1952, berlokasi di J1. H. Abdullah No. 2 Serang. Tahun 1970 pemerintah menetapkan bahwa setiap SMA harus membuka tiga jurusan. Karena jumlah siswa tidak bertambah banyak, akan mempersulit penjurusan dan biaya operasional sekolah maka diputuskan untuk membubarkan diri. Tahun 1978/1979 atas usul masyarakat, SNIA Mardi Yuana didirikan kembali melalui SK pendirian sekolah No. 107/102.Kep/E.79 dari Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Barat. Nomor data Sekolah/Nornor Statistik Sekolah adalah ..3002010001/ 304020101003. Lokasi sekolah pindah ke J1. KH Syarn'un No. 3 Serang sampai dengan sekarang.

Adapun letak SMA Mardi Yuana sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Pemukiman Penduduk Kel. Kota Baru 2. Sebelah Timur berbatasan dengan alun-alun Kota Serang

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan SMP Mardi Yuana


(30)

2. Personil Sekolah

SMA Mardi Yuana Serang sejak berdiri telah dipimpin oleh empat Kepala Sekolah yang terdiri dari.


(31)

TABEL 1

KEPALA SEKOLAH YANG BERNAH MENJABAT SMA MARDI YUANA DI KOTA SERANG

NAMA PERIODE

Drs. Djemingoen 1978-1988

Drs. M. Marsel da Iry 1988-1994

F. Sunyoto, BA 1994-1996

Drs. Theo Sukendro 1996-sekarang

Jumlah seluruh personil sekolah ada sebanyak 28 orang, terdiri dari atas guru 23 orang, karyawan tata usaha 3 orang, satpam 1 orang dan pesuruh 1 orang

TABEL 2.

PERSONIL SMA MARDI YUANA KOTA SERANG

NO NAMA JABATAN STATUS

1 Drs. Theo sukendro Kepala Sekolah GTY

2 Drs. Marsel da Iry Bahasa Inggris /Agama

Sie Humas

Pengembangan diri Seni Suara

GTY

GTY

3 B. Totong Sumartadi Biologi

Sie Sarana Prasarana Pengembangan diri Karya Ilmiah Remaja

GTY

GTY

4 Tatiana Winarsih, S.Pd Ekonomi Sie Kurikulum


(32)

5 M. Srimunarsih, S.Pd Matematika Pembina OSIS

GTY

6 Titik Listyorini, S.Pd Bahasa Inggris Pembina Pramuka

GTY

7 Drs. Sibol Simamora Geografi

Pengembangan diri

GTY

8 Frans. Widarto Komputer

Pengembangan diri Mulok

Sie. Kesiswaan

GTY

9 Drs. Bambang Supriyadi PKN Honorer

10 Drs. Dwi Suryanto Bahasa Indonesia Honorer

11 Simon Radus, BA Agama Honorer

12 Sutiadi, BA Matematika Honorer

13 Leo Agung S, S.Pd Pendidikan Seni Honorer

14 Drs. Sutrisno Fisika Honorer

15 Yeti Nurhayati, S.Pd Sejarah Honorer

16 FX Wardoyo, S.Pd P. Jasmani Honorer

17 Drs. Budi Santoso Bahasa Indonesia Honorer

18 Stefanus Y, S.Pd Lab. Bahasa Honorer

19 Rahmani Yuli, S.Pd Kimia Honorer

20 Ag. Murwani TU/Bendahara PTY

21 Suyati Tata Usaha PTY

22 Sarono Pustakawan PTY

23 Yusuf Kusmawan Pekerya PTY

24 Mito Satpam PTY

Dari sejumlah guru, hanya 5% yang berstatus guru PNS. Sisanya 48% guru GTY dan 47% sebagai guru honorer


(33)

a. Latar Belakang Kurikulum SMA Mardi Yuana

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulurn Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragarn mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kornpetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (S1) dan Standar Kornpetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utarna bagi satuan pendidikan dalam mengernbangkan kurikulum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 2012003) tentang Sistern Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 1912005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulurn pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKI, serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional


(34)

Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalarn UU 20/2003 dan PP 19/2005.

Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Urnurn yang mernuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kol-fipetensi dan Kornpetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran arnanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP. 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikernbangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.

Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :

a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, b) belajar untuk memahami dan menghayati,

c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan

e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui prosw belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.


(35)

b. Visi dan Misi SMA Mardi Yuana

Tantangan zarnan yang mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan dunia yang semakin tanpa batas mamacu SMA Mardi Yuana Serang ikut serta dalam mempersiapkan anak bangsa yang mampu bersaing untuk meningkatkan derajat bangsa indonesia dengan bangsa lain, sebagai mitra pemerintah dalam bidang pendidikan, maka SNIA Mardi Yuana Serang ingin ikut mencerdaskan masyarakat propinsi Banten khususnya di Kabupaten Serang, melalui visi antara lain; mencerminkan cita-cita sekolah ingin ikut serta membantu pemerintah meningkatkan kualitas bangsa indonesia yang cerdas diberbagai bidang kehidupan. Untuk mewujudkannya, Sekolah menentu-kan langkah-langkah strategis yang dinyatakan dalam misi yaitu sebagai berikut :

1). Meningkatkan kecoprdasan intelektual, emosional dan spiritual 2). Mengusahakan terwujudnya berbudi pekerti luhur

3). Mengembangkan ketrampilan akademik

4). Membangun suasana belajar yang produktif dan kreatif

Demikian visi dan misi SMA Mardi Yuana, selanjutnya visi dan misi tersebut dtuangkan dalam bentuk tujuan pendidikan SMA Mardi Yuana yang lebih spesipik.


(36)

c. Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas.

Pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) bert-ujuan memberikan bekal kemampuan lanjutan yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di Sekolah Menengah Pertama (SMP), untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan perkembangannya serta mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat untuk mengikuti pendidikan tinggi.

Dengan pemyataan tersebut pendidikan mempunyai arti dan peran yang sangat penting dalm kehidupan manusia. Namun dernikian keberhasilan pendidikan bukan hanya menj adi tanggung jawab orang tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah, tetapi merupakan hasil kerjasama yang terkoordinasi antara orang tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah.

Sekolah sebagai institusi pendidikan yang utaina dalam memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peserta didik diharapkan mampu memberikan motivasi dan dorongan kepada para peserta didik, supaya dengan bekal yang dimiliki mampu menghadapi tantangan pada masa yang akan datang. Untuk itu sekolah dituntut untuk menjawab tantangan yang ada dengan mempersiapkan diri dalam berbagai hal, salah satunya adalah meningkatkan mutu sekolah dengan menarnbah kelengkapan sarana dar. prasarana yang memadai.


(37)

d. Tujuan Sekolah Menengah Atas

1. Memberi kesempatan belaJar bagi lulusan SMP atau sederajat

2. Mempersiapkan peserta didik kejenjang pendidikan yang lebih tinggi 3. Mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan kernampuan

3. Prord Siswa

Jumlah peserta didik pada tahun pelaJaran 2007/2008 seluruhnya bedumlah 499 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merata. Peserta didik di kelas X ada sebanyak 4 rombongan belajar. Peserta didik pada program IPA baik di kelas XI maupun di kelas XII hanya satu rombongan belajar. Sedangkan pada program IPS di Kelas XI dan Kelas XII masing-masing ada tiga rombongan belajar.

Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1, sejumlah 31 orang, dengan berbagal latar belakang budaya, suk-u, bahasa dan agama.

Sebagian besar siswa bertempat tinggal di kabupaten Serang dan ada sebagian kecil yang datang dari Kota Cilegon, Kab. Pandeglang. Dan Kab Tangerang.


(38)

Adapun secara keseluruhan jumlah siswa sebagai berikut : TABEL 3

JUMLAH PESERTA DIDIK TAHUN 2007/2008

NO NAMA JABATAN STATUS

X 28 31 59

XI-IPA 9 19 28

XI-IPS 17 14 31

XI-IPA 15 14 29

XI-IPS 27 22 49

JUMLAH 257 242 499

Siswa yang berada di SMA Mardlyuana, berasal darl berbagal daerah, suku, budaya dan agama, karena mereka rnengikuti kedua orangtuannya dalam mencari nafkah, sehingga wajah keindonesiaan di sekolah ini sangat terasa. Dengan latar belakang yang bermacam-macam inilah , keberadaan di kelas pun tempat duduk mereka selalu berlainan suku dan budaya, tidak kitaj'wnpal sekolah pada umumnya, yaitu heterogen dari segi kultur dan etnisitas. Bhlnneka Tunggal Ika, yang menjadi lambang keberagainan di Indonesia, di sekolah ini nampak sekall, karena mereka sering berbaur ( meltingpot ) dalam berbagal kegiatan, misalnya memperingati hari-hari besar nasional, dengan menggunakan pakaian adat masing-masing, memperingati hari besar agama, misalnya agarna Kristen, Islatn dan Konghucu dan sejenisnya, mereka selalu saling menghonnati.

Daerah asal mereka hampir dari Sabang sampai Merauke, yaitu, Medan Surnatera Utara ), Palembang ( Sumatera Selatan ) Pekan Baru ( Riau ) Bukit Tinggi ( Sumatera Barat) Jarnbi, Lampung, Serang, Pandeglang dan Rangkas


(39)

Bitung ( Banten ), Purwakarta, Bogor dan Bandung ( Jawa Barat), Jawa Tengah, Salatiga (Yogyakarta), Madura, Jawa Timur), Pontianak ( Kalimantan Barat, Manado ( Sulawesi Utara ) dan Flores ( Nusa Tenggara Timur) Cerminan kebergaman di SMA Mardi Yuana, menunjukan Indonesia.

Kecil di wilayah Kota Serang, dengan adanya penduduk Ko~a Serang yang multietnis, schingga perlu internalisasi nilal - nilai keberagaman di sekolah sekolah, untuk meminimalkan prasangka-prasangka sosial dan ekonomis yang berbeda dengan yang berlainan etnis.

Oleh karena itu upaya tersebut harus dilakukan guru dan tenaga kependidikan melalui sekolah-sekolah, terutarna sekolah yang berbasis mutlietnik atau multikultur. Siswa SMA Mardi Yuana ini cukup unik dari segi latarbelakang suku berasal, dengan daerah yang berbeda-beda dari seluruh Indonesia, tetapi secara keseluruhan hampir didominasi olch suku cina atau warga Indonesia keturunan dengan asal daerah yang berbeda-beda.

Keunikan ini merupakan potensi sekaligus tantangan bagi SMA Mardi Yuana, satu sisi menarnpilkan multietnis dari segi budaya, akan tetapi dari segi penampilan atau sosok siswa hampir dik-uasai oleh etnis tertentu, yaitu warga. Indonesia keturunan. Hal ini dapat menjadikan suatu konflik dengan etnis teilentu apabila guru tidak mampu memberikan pelayanan dengan memberikan kenyamanan untuk sernua etnis atau budaya dalarn proses pernbelajaran di sekolah.

Upaya-upaya ini harus dilakukan oleh guru di SMA Mardi Yuana, agar potensi - potensi siswa yang berbeda j kultur diarahkan ke hal- hal yang


(40)

bermanfaat untuk sernua etnis yang ada di SMA Mardi Yuana. Oleh karena itu siswa harus diarahkan untuk mengenal dan memaharni bahasa daerah asal dan budaya ternan-temannya, sehingga yang mayoritas tidak merasa insklusif ditengah-tengah teman-temannya.

Pengelolaan kelas agar efektif dalam mengelola siswa yang berbasis multikultur, maka guru-guru di SMA Mardi Yuana didatangkan oleh plhak pengelola atau Yayasan dari Jakarta, berasal dari berbagai suku atau daerah, harnpir seluruh Indonesia. Guru-guru tersebut berasal dari Yogyakarta, Flores, Batak dan sunda. Kornpisisi guru yang beragam budaya ini, diharapkan dapat memberikan warna yang baik dalam memandang perbedaan - perbedaan latar belakang siswanya, sehingga mampu menciptakan pernbelajaran yang menghargai suku atau budaya satu sama lain. Perlu diketahui, bahwa mayoritas siswa berasal dari warga keturunan Tionghoa, hampir 53 %, tetapi mereka berasal dari beragam daerah di seluruh Indonesia, mulai Bangka hingga Flores, dari jumlah 173 siswa yang beragarn, siswa Tionghoa be~umlah 96 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu penanganan yang serius bagaimana caranya agar warga Tionghoa mampu berbaur dengan warga Indonesia yang berbeda - beda, atau sebaliknya warga Tionghoa mampu menyesuaikan diri dengan keadaan di luar sekolah.

Keseharian mereka atau siswa ketika dalam berkornunikasi atau bergaul di dalam kelas atau di luar kelas, tidak memperlihatkan insklusif, mereka mampu melihat suatu perbedaan sebagai sesuatu yang harus diahadapi, contohnya ketika mereka ducluk di bangku ketika di kelas, berbeda asal daerah atau suku, misaInya


(41)

Cina dengan warga Indonesia atau sebaliknya warga Indonesia dengan warga Tionghoa juga, mereka bekornunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Dengan kekayaan pluralisme atau berinacam-macam multikutlur yang dimiliki SMA Mardi Yuana, Kota Serang, merupakan sebuah potensi untuk menanamkan sikap, nilai persarnaan dan perbedaan budaya sejak dibanglcu sekolah sehingga ketika siswa tersebut hidup berdampingan dengan yang berbeda kultur, etnik, againa dan kepentigan - kepentingan yang lain, dianggap sebagai angurah dari Tuhan yang harus disyukuri.

Dengan demikian, keberadaan budaya dan suleu di SMA Mardi Yuana sanagat beragam, hal ini merupakan suatu potensi yang harus dibina oelh guru dalam membentuk membentuk karakter mereka, agar saling menerima satu sarna lain. SMA Mardi Yuana merupakan salahsatu sekolah di provinsi banten yang menyelenggarakan pendidikan multientis harnpir dari seluruh Indonesia, akan tetapi mereka kebanyakan warga keturunan Tionghoa atau Cina. Keberadam warga minoritas ini harus selalu dijaga ditengah-tengah kota yang berbasis agarna tertentu, dalain hal ini islam.

Secara lengkap keberagainan di SNU Mardi Yuana tertera tabel dibawah ini.


(42)

TABLE 4.

TENTANG DESKRIPSI ASAL USUL DAERAH DAN SUKU SISWA SMA MARDIYUANA DI KOTA SERANG

Keterangan :

B : Batak T : Toraja B : Bangka P1 : Palembang T : Tionghoa F : Flores Bu : BUgis D : Dayak S : Sunda G : Gorontalo A : Ambon


(43)

Berdasarkan tabel diatas, bahwa deskripsi keberagaman asal daerah dan kultur atau budaya, maka presentase asal budaya dan daerah sangat beragam,yang mendominasi daerah asal atau suku tertentu than sehingga dapat membentuk proses pembudayaan dan pendidikan yang merupakan media efektif untuk melahirkan generasi yang memiliki pandangan yang mampu menjadikan keragaman sebagai bagian yang harus diapresiasi secara konstruktif. Sebab, pendidikan bersifat sistemik, dengan tingkat penyebaran keberagaman yang cukup tinggi, merata dan meluas di SMA Mardiyuana, dapat dijadikan suatu bentuk Icekuatan dalarn mengali potensi budaya dari berbagai daerah.. Oleh karena itu, lembaga pendidikan yang berbasis multikultur menjadi sarana yang cukup efektif untuk menjadi tujuan yang ideal, dalam hidup keberagaman.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan study dolcumentasi. Ketiga teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalarn memperluas bahan dan data yang diperlukan selama penelitian. Sehingga mendapatkan hasil yang penelitian yang valid dan realibitasnya dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Dengan teknik yang digunakan adalah metode wawacara dilakukan sebagai pendalarnan untuk memperoleh informasi, dan observasi, untuk melihat pergaulan suatu komunitas multikutur yang berada di SMA Mardi Yuana Kota Serang dan studi dokumen, mempelaJari sumber-sumber yang dapat dijadikan teori untuk memperkuat bahan - bahan yang harus teliti


(44)

1. Observasi

Observasi adalah sernua kegiatan yang dilakukan unt-uk mengamati, merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang diharapkan. Menurut, Nasution ( dalam Sugiyono, 2007 64 observasi adalah dasar sernua ilmu pengetahuan. Peneliti hanya dapat beke~a berdasarkan data, yaitu fakta mengenal dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Kemudian Marshall ( dalam Sugiyono, 2007: 64 ) menyatakan bahwa though observation, the researcher learn about behavior and meaning attached to those behavior". Melalui observasi, peneliti belaJar tentang perilaku, dan makna dari perilaku". Sedangkan Sanfiah faisal, ( dalam Sugiyono, 2007 : 64 ) "mengklasifikasi observasi menjadi observasi berpartisipsi ( participant observation, observasi yang secara terang-terangan dan tersamar ( obsert observation dan covert observation.

Observasi merupakan alat yang sangat arnpuh yang dibutuhkan dalam penelitian kualitatif Dalam penelitian ini, observasi dilakukan di sekolah dan di kelas untuk mengamati kegiatan belaJar mengajar materi Bahasa Indonesia, yaitu. Kemudian mengamati guru dalam melaksanakan proses pernbelajaran bahasa Indonesia dengan siswa yang beragam budaya atau multikultur, mengarnati respon siswa terhadap materi pernbelajaran berlangsung di kelas serta mengamati ketika siswa beristirahat atau bergaul di lingkungan sekolah.

Kegiatan observasi ini dilak-ukan berulang - ulang sampai diperoleh respon yang terarnati oleh peneliti dan agar terbiasa siswa menerima kehadiran peneliti sehingga respon berlak-u apa adanya.


(45)

2. Wawancara

Nasution (1996:69), mengatakan " observasi saja tidak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya harus dilengkapi oleh wawancara. Dengan melakukan wawancara peneliti dapat memasuki dunia pikiran dan perasuan guru mitra". Esterberg ( dalam sugiyono, 2007 : 78 ) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur Tujuan wawancara adalah sebagai berikut :

" Untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain, bagaimana pandangnya tentang hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi. Teknik ini akan peneliti tempuh dengan melakukan wawancara secara hati-hati dan mendalarn berdasarkan instrumen yang telah dipersiapkan dan bersifat terbuka dengan maksud pertanyaaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan" (Nasution, 1996: 73 )

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan berbagai pihak diantaranya kepala sekolah, guru bahasa Indonesia sebagai mitra dan peserta didik di kelas maupun di luar kelas.

Wawancara dengan Kepala Sekolah untuk memperoleh gambaran mengenai latar belakang siswa dengan berbagai keragaman yang ada, sehingga setelah peneliti mendapat gambaran mengenai pergaulan komunitas multikultur yang ada, diharapkan mainpu menganalisa sebagai langkah awal penelitian.

Wawacara dengan guru bahasa Indonesia, untuk memperoleh penjelasan mengenai pendekatan dan strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang biasa dilakukan oleh guru bidang studi bahasa tersebut.


(46)

Wawancara dengan peserta didik, bertujuan untuk mengenal lebih dekat mengenai bahasa dan kebiasaan masing - masing daerah asalnya.

Wawancara ini dilakukan dalam lintas budaya siswa yang berbeda-beda, sehingga peneliti mampu mengenali multikultur yang ada di lingkungan SMA Mardi Yuana.

D. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap yaitu, tabap persiapan, tahap pelaksanaan ( pekedaan lapangan dan pengujian), dan tahap analisis

.

1. Tahap persiapan

Kegiatan dalain tahap persiapan ini meliputi (a) survey pendahuluan dan studi literatur, ( b ) menyusun rancangan penelitian, ( c ) memilih lokasi penelitian

a) Survey pendahuluan dan studiliteratur

Sebelum menyusun rancangan penelitian, terleblh dahulu dilakukan studi literatur dan survey pendahuluan. Melalui studi literatur dan dokumen niengenai Kurikulum bahasa Indonesia, untuk melihat rancangan pembelaJaran yang sesuai dengan pembelajaran berbasis multikultur pada pelajaran bahasa Indonesia. Kemudian mengamati dalam bentuk implementasi pembelajaran di kelas. Selanjutnya mengarnati proses pergaulan siswa ketika di luar jam pelaJaran atau


(47)

istirahat dengan sesarna siswa, serta mengamati kondisi lingkungan atau fasilitas yang mendukung.

b) Menyusun rancangan penelitian

Berdasarkan hasil survey pendahuluan, selanjutnya disusun rancangan penelitian kepada para dosen pembimbing untuk dikonsultasikan dengan arahan para pembimbing. Sehingga dosen pembimbing pada intinya menyetujui rancanganini, dengan catatan permasalahan yang mungkin dapat berubah sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

c) Memilih Lokasi penefitian

Menetapkan lokasi penclitian ini disesuaikan dengan karateristik budaya sekolah. Sekolah Mardi Yuan merupakan salah satu sekolah favorit dengan latar belakang siswa berbeda - beda budaya dan ras. Peneliti memilih sekolah ini, karena keberadaannyai ditengah - tengah kota serta dengan keberagainan latarbelakang budaya, sosial yang berbeda. Guru- guru di sekolah ini memiliki motivasi yang tinggi sehingga prestasi sisw yang baik setara dengan sekolahsekolah favorit lainnya, ketersedlaan fasilitas yang memadai sehingga siswa lebih leluasa berkreasi dan melakukan kreativitas dan adanya beragamnya suku hampir dari seluruh Indonesia. Selama ini sekolah tersebut belum pemah terjadi konflik budaya atau agarna, sehingga ketertarikan peneliti untuk memilih SMA Mardiyuana unt-uk dijadikan sebagai penelitian, sekolah tersebut terletak di Kota Serang, tepatnya dekat alun alun Kota Serang.


(48)

E. Teknik Analisis Data

Tahap analisis data dilakukan setelah data dari lapangan terkumpul. Pendekatan naturalistik dilakukan melalui pengukuran dari memperhatikan hubungan konsep abstrak dengap bagian data. Pengukuran ini berkenaart dengan mempredisikan dan mengekspalanasikan ternuan di mana peneliti memperhatikan hubungan antara telnuan yang diperoleh dari kepala sekolah, guru dan siswa serta kegiatan belaJar mengajar dan pembauran siswa ketika jam pelaJaran maupun diluarjam pelaJaran di linglcungan sekolah.

Adapun analisa data yang dilakukan sebagai berikut

1. Mendekrisipkan data secara lengkap dan detail sesuai dengan fokus masalah yang dilakukan, selanjutnya analisis dan interpretasi mengenai proses pernbelajaran berbasis multikultur.

2. Menganalisis hambatan dan daya dukung pelaksanaan pernbelajaran berbasis multikultur

Mendeskripsikan data secara lengkap yang dimaksud ole-h peneliti, meneliti berberapa dokumen persiapan mengajar, mulai dari program tahunan, program semester, silabus dan RPP ( Rencana Pelaksanan Pembelajaran ) yang berbasis KTSP di SMA Mardi Yuana. Selanjutnya peneliti, mengamati implementasi pembelaJaran berbasis multikultur pada mata pelaJaran bahasa Indonesia, mulai dari kegiatan awal, yang dimulai dengan apersepsi atau pendahuluan, cara pengorganisasian materi, analisis kultur . Tahap berikutnya kegiatan inti, mulai guru mengadakan studi eksplorasi pengetahuan siswa,


(49)

mempersentasikan hasil, peer group analysis ( membentuk kelompok diksusi ), expert opinion, refieksi dan melakukan rekornendasi serta membangun kornitmen bersama. Tahap Kegiatan Akhir, diamati mulai dari meni-njau ulang pelaJaran, menentukan prosedur evaluasi dan mengadakan tindakan lanjut ( Tugas mandiri atau tugas kelompok.


(50)

BAB V

SIMPULAN DAN REK0MENDAS1

Pada bab ini, dijelaskan beberapa kesimpulan dan ternuan-ternuan hasil penelitian, implikasi ternuan, saran-saran dan rekomendasi kepada pihak yang terkait dalam proses pembelajaran berbasis multikultur di SMA Mardi Yuana Kota Serang, dapat disimpulkan sebagai berikut

5.1 Simpulan

Berdasarkan deskripsi dan analisa hasil penclitian mengenai pembelajaran berbasis multikulltur di SMA Mardi Yuana Kota Serang, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perencanaan PernbelaJaran Berbasis Multiikultur

RPP ( Rencana Pelaksana Pembelajaran ) di SMA Mardi Yuana, secara umum berbeda dengan RPP yang dengan pembelajaran berbasis multikultur. Adapun komponen - kornponen RPP dalam pembelajaran berbasis multikultur, sebagai berikut :

1) Pokok bahasan, kelas, semester

2) Korapetensi dasar, tujuan pembelajaran Khusus.

3) Poses belajar mengajar. Adapun hal-hal yang harus persiapkan, diantaranya strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan sumber.

4) Kegiatan Inti Pembelajaran


(51)

5) Melakukan penilaian hasil belajar, dengan melakukan refieksi dan menyampaikan informasi tindak lanjut. Berdasarkan kriteria RPP pernbelajaran berbasis multikultur diatas, bahwa RPP yang dibuat guru dalam pembelajaran yang dilaksanakan secara umum tidak ada perbedaan yang mendasar, hanya ada berberapa point yang belum dikembangkan oleh guru tersebut dalam merencanakan proses pembelaja,ran berbasis multkultur tersebut, dalam menent-ukan startegi pembelajaran, di dalam pernbelajaran berbasis multikultur harus mencanturnkan analisis isi dan i analisis nilai, sedangkan dalarn pembelajaran bukan multikultur tidak mencanturnkan analisis isi dan analisi isi.

Kesulitan yang dialami guru dalam merencanakan pembelajaran, ketika menentukan dan mengembangkan indikator, terutwna dalam merumuskan kata kerja operasional. Kornponen - kornponen yang ada dalam RPP tersebut . diantaranya tercantum Standar kompetensi, kompetensi dasar, Indikator atau tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan merancang langkah-langkah kegiatan pembelajaran, misaInya menentukan kegiatan awal atau pendahuluan, dengan apersepsi, dilanjutkan memberikan motivasi dan mengaitkan dengan pelajaran yang Ialu. Kegiatan inti, yang dilaksanakan oleh guru dengan mengunakan metode diskusi, dan inquiri , seharusnya menggunakan metode yang lebih variatif, sehingga guru dapat mengelola pembelajaran baik dan menent-ukan penilaian yang tercantum di dalatn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, telah menggunakan prosedur, bentuk dan jenis penilaian pada umumnya. Namun prosedur penilaian, yang dilakukan adalah selarna proses kegiatan belajar


(52)

mengajar, sedangkan jenis penilaian yang dgunalcan secara lisan, bentulc penilaiannya essay terbatas. Dalam. pembelajaran berbasis multikultur untulc menentulcan hasil pembelajaran atau penilaian, tidak hanya menggunakan essay terbatas dan essay tidak terbatas, tetapi lebih mengali kepada potensi analc, misaInya menggimakan penilaian asli ( otentik assernent ) contolmya fortofolio, catatan, wawacara dan produk.

2. Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultur.

Pada tahap ini, implementasi pembelajaran berbasis multikultur yang dilaksanakan guru pada dasamya telah sesuai dengan RPP, baik dalam. menentulcar. indikator pernbelajaran, kegiatan pernbelajaran materi, metode, teknik, dan bentulc evaluasi, sertt penggunaan media pernbelajaran. Adapun, perbedaannya dengan pembelajaran berbasis multikultur dan pembelajaran yang bulcan multikultur diantaranya adanya eksplorasi diri dan lingkungan sosial budaya, presentasi hasil, setelah rnengeksplorasikan siswa mempersentasikan hasil eksplorasi ( baik individual maupun kelompok ) terhadap masalah lokal yang menarik bagi dirinya, dihadapan teman-temannya atau kelompok lainnya. Selanjutnya melakukan Peer group analysis teman lain yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok, agar memberikan lcomentar. Kegiatan selanjutnya, expert opinion, guru memberikan lcomentar mengenai hasil hasil eksplorasi yang dipresentasikan. Teralchir dalam. implementasi pernbelajaran berbasis multikultur, yaitu refieksi, rekornendasi dan membangun lcomitmen, antara guru dan siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Pembelajaran yang bukan


(53)

berbasis multkultur dalam mengimplementasikan pembelajaran di mulai dari kegiatan awal, selanjutnya melakukan apersepsi, untuk menghubungkan materi yang akan disampaikan dengan materi yang Ialu, dengan tujuan untuk memotivasi siswa agar mengik-uti pembelajaran dengan baik, setelah itu guru memulai kegiatan inti. Kegiatan Inti dalam pembelajaran bukan multikultur ini, dimulai dengan membentuk kelompok disk-usi. Dalam diskusi tersebut siswa mengemukakan pendapatnya, dengan menyebutkan nama kelompoknya sesuai daerah asal masing-masing. Dengan demikian pengelolaan kelas dibentuk secara kelompok. Seianjutnya setiap kelompok maju ke depan kelas untuk memapark-an hasil diskusi kelompoknya, seperti biasa setiap kelompok menyebutkan daerah asal masing berdasarkan kesepakatan kelompok yang telah dibuat. kemudian berdiskusi dengan berkelompok untuk mendiskusikan soal yang diberikan kepada masing - masing kelompok. Adapun buku sumber yang digunakan dalam kegiatan pembelaJaran ini sangat terbatas, yaitu hanya satu buku sumber, Buku Teks Ganeca Exact, hal 188, seharusnya guru menggunakan lebih dari buku sumber pembelajaran, agar wawasan guru ketika memberikan materi pembelaJaran dan menyimpulkan terhadap masalah yang dibahas cukup mendalam dan luas. Media pembelajaran yang digunakan guru mitra adalah koran seharusnya terlebih dahulu memerintahkan siswa membawa bahan bacaan, mulai dari media cetak hingga media intemet, agar siswa lebih memahami mengenai materi yang akan disampaikan. Media yang dapat digunakan misalnya koran, majalah dan lingkungan sebagai sumber belajar, apalagi SMA Mardi Yuana terletak


(54)

ditengah-tengah kota, sehingga lebih memungkinkan ketersediam bahan ajar dan sumber belaJar lebih banyak.

Evaluasi yang digunakan dalam implementasi pembelajaran berbasis mutlikultur berbeda dengan pembelajaran yang bukan multikultur, adapun perbedaannya, pembelajaran berbasis multikultur menggunakan evaluasi dengan prosedur, bentuk dan jenis penilaian variatif. Adapun prosedur penilaian , yang digunakan dalam pembelajaran berbasis multikultur yaitu pre test, proses dan post test dan dilengkapi dengan otentik assement (penilaian secara otentik ), misalnya fortofolio, catatan, perfonnance test, proyek dan produk. Sedangkan evaluasi yang digunakan dalam pernbelajaran yang bukan multikultur, menggunakan bentuk dan teknik tidak menggunakan otentik assement penilaian otentik ). Dalam pernbelajaran yang bukan multikultur, bentuk penilaian yang digunakan, essay terbatas, dan essay tidak terbatas, sedangkan prosedur penilaiannya lisan dan tertulis. Dalarn melaksanakan evaluasi pembelajaran bukan multikultur guru hanya menggunakan evaluasi melalui berupa tes saja jarang menggunakan otentik assement (penilaian secara ash ) atau berupa non test, seharusnya evaluasi lebih variatif dalm Evaluasi yang dilakukan selarna pernbelajaran berbasis multikultur ini, siswa tidak seluruh dapat dinilai oleh guru karena melakukan evaluasi dengan menggunakan prosedur proses selama kegiatan belaJar mengajar sehingga hasil berupa dokumen penilaian siswa tidak ada. Seharusnya evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tuJuan dan konten yang dikembangkan. Sehingga hasil pembelaJaran dapat bermakna dan diketahui secara jelas, apabila dalam


(55)

menggunakan test dikombinasikan dengan menggunakan prosedur pre test atau post test, bukan hanya menggunakan proses test, dengan jenis bukan hanya test lisan, akan tetapi digunakan juga test tertulis.

5.2Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengamatan dan. analisa dalam pembelaJaran berbasis multikultur di SMA Mardi Yuana Kota Serang, maka pada bagian ini dikemukakan rekomendasi yang diperkirakan dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait tentang pentingnya pembelaJaran berbasis multikultur di sekolah.

1. Bagi guru bahasa Indonesia di sekolah diharapkan terus berusaha untuk mengembangkan profesionalisme baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan pengembangan professional dalam jabatan in service training), MGMP, Workshop, dan kegiatan in House ( IHT di sekolah masing-masing. Oleh karena itu dalam menggunakan pembelaJaran berbasis multikultur diharapkan guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai perancang, fasilitor budaya, pengelola pembelaJaran sekaligus menjadi teladan atau model dalam pembelajaran. Mengingat pembelajaran berbasis multikultur mengharuskan guru untuk mengubah pola pembelajaran dari teacher centered ke student centered, dan mengelola pernbelajaran dengan berbagai alternative kegiatan pernbelajaran yang memungkinkan siswa terbuka lebar untuk saling berbaur, memahami dan mengembangkan rasa toleransi yang tinggi terhadap kenyataan lingkungan yang beragam etnis, budaya dan kepentingan-kepentingan lainnya. Dengan pengelolaan pernbelajaran berbasis multkultur,


(56)

dapat menciptakan rasa nyarnan dan saling memahami diantara berbagai keragaman tersebut, dan akhimya terciptalah pembelajaran yang menyenangkan sernua pihak.

2. Kepala sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk mengembanakan potensinya dan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pernbelajaran, serta mengujicobakan berbagai model pembelajaran yang aktual, baik melalui wadah peligembangan professional guru seperti MGMP maupun kegiatankegiatan lain, seperti penataran, workshop dan sebagainya yang perlu diberdayakan.

3. Untuk peneliti selanjutnya, harus dapat mengkaji dan menelaah masalah masalah mengenai pembelaJaran berbasis multikultur secara luas pada jenjang SMA/MA. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sentuhan dan pengalaman yang lebih luas kepada guru-guru bahasa Indonesia, tentang pembelajaran yang merangsang aktivitas dan kreativitas siswa untuk membangun mindset (pemikiran) siswa, sehingga kualitas proses dan hasil pernbelajaran dapat lebih meningkat di masa yang akan datang.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, 1990 ) Penelitian Kualitatif dalam bidang bahasa dan Malang: Yayasan asih asuh Malang

Bruner, J ( 1998 ) Constructivist Theory Tersedia

http://www.jaring.com.my/webblog/comments.php?id=3603

Dahar, RW. ( 1998 ) Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga

Supardan, Dadang, ( 2004 ) Pembelajaran Berbasis Sejarah Pendekatatan Multikultural dan Perseptif Sejarah Lokal, Nasional, Global, untuk Integrasi. Bangsa ( Studi Kluasi Eksperimental Terhadap Siswa Sekolah Menengah Umurn di Kota Bandung ). Disertasi PPS UPI Bandung Tidak diterbitkan.

Guntur, Henry Tarigan, 1993 Strateg-1 Pengajaran Dan Pembelajaran Bahasa, Bandung: Angkasa

Http:// lubis grafura.wordpress.com/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikulur.

Http:// ikassurabaya.blogspot.com/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikulur.

Http:// www.pdk.go.id/balitbana/Publikasi/Jumal/No 026, pendekatan _hamid_hasan.htm

Http:// www.wahanakeban-Rsaan.org/index.php?option--com - content&t ... Lutan, Rusli, ( 2001 ) Keniscayaan Pluralitas Budaya Daerah, Analisis Dampak Sistem Nilai Budaya Terhadap Eksistensi Bangsa, Bandung : Angkasa

Syamsudin dan Dainaianti ( 2006 ) Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia dan Rosda Karya


(1)

tengah kota, sehingga lebih memungkinkan ketersediam bahan ajar dan sumber belaJar lebih banyak.

Evaluasi yang digunakan dalam implementasi pembelajaran berbasis mutlikultur berbeda dengan pembelajaran yang bukan multikultur, adapun perbedaannya, pembelajaran berbasis multikultur menggunakan evaluasi dengan prosedur, bentuk dan jenis penilaian variatif. Adapun prosedur penilaian , yang digunakan dalam pembelajaran berbasis multikultur yaitu pre test, proses dan post test dan dilengkapi dengan otentik assement (penilaian secara otentik ), misalnya fortofolio, catatan, perfonnance test, proyek dan produk. Sedangkan evaluasi yang digunakan dalam pernbelajaran yang bukan multikultur, menggunakan bentuk dan teknik tidak menggunakan otentik assement penilaian otentik ). Dalam pernbelajaran yang bukan multikultur, bentuk penilaian yang digunakan, essay terbatas, dan essay tidak terbatas, sedangkan prosedur penilaiannya lisan dan tertulis. Dalarn melaksanakan evaluasi pembelajaran bukan multikultur guru hanya menggunakan evaluasi melalui berupa tes saja jarang menggunakan otentik assement (penilaian secara ash ) atau berupa non test, seharusnya evaluasi lebih variatif dalm Evaluasi yang dilakukan selarna pernbelajaran berbasis multikultur ini, siswa tidak seluruh dapat dinilai oleh guru karena melakukan evaluasi dengan menggunakan prosedur proses selama kegiatan belaJar mengajar sehingga hasil berupa dokumen penilaian siswa tidak ada. Seharusnya evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tuJuan dan konten yang dikembangkan. Sehingga hasil pembelaJaran dapat bermakna dan diketahui secara jelas, apabila dalam


(2)

menggunakan test dikombinasikan dengan menggunakan prosedur pre test atau post test, bukan hanya menggunakan proses test, dengan jenis bukan hanya test lisan, akan tetapi digunakan juga test tertulis.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengamatan dan. analisa dalam pembelaJaran berbasis multikultur di SMA Mardi Yuana Kota Serang, maka pada bagian ini dikemukakan rekomendasi yang diperkirakan dapat bermanfaat bagi pihak yang terkait tentang pentingnya pembelaJaran berbasis multikultur di sekolah.

1. Bagi guru bahasa Indonesia di sekolah diharapkan terus berusaha untuk mengembangkan profesionalisme baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan-kegiatan pengembangan professional dalam jabatan in service training), MGMP, Workshop, dan kegiatan in House ( IHT di sekolah masing-masing. Oleh karena itu dalam menggunakan pembelaJaran berbasis multikultur diharapkan guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai perancang, fasilitor budaya, pengelola pembelaJaran sekaligus menjadi teladan atau model dalam pembelajaran. Mengingat pembelajaran berbasis multikultur mengharuskan guru untuk mengubah pola pembelajaran dari teacher centered ke student centered, dan mengelola pernbelajaran dengan berbagai alternative kegiatan pernbelajaran yang memungkinkan siswa terbuka lebar untuk saling berbaur, memahami dan mengembangkan rasa toleransi yang tinggi terhadap kenyataan lingkungan yang beragam etnis, budaya dan kepentingan-kepentingan lainnya. Dengan pengelolaan pernbelajaran berbasis multkultur,


(3)

dapat menciptakan rasa nyarnan dan saling memahami diantara berbagai keragaman tersebut, dan akhimya terciptalah pembelajaran yang menyenangkan sernua pihak.

2. Kepala sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk mengembanakan potensinya dan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pernbelajaran, serta mengujicobakan berbagai model pembelajaran yang aktual, baik melalui wadah peligembangan professional guru seperti MGMP maupun kegiatankegiatan lain, seperti penataran, workshop dan sebagainya yang perlu diberdayakan.

3. Untuk peneliti selanjutnya, harus dapat mengkaji dan menelaah masalah masalah mengenai pembelaJaran berbasis multikultur secara luas pada jenjang SMA/MA. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sentuhan dan pengalaman yang lebih luas kepada guru-guru bahasa Indonesia, tentang pembelajaran yang merangsang aktivitas dan kreativitas siswa untuk membangun mindset (pemikiran) siswa, sehingga kualitas proses dan hasil pernbelajaran dapat lebih meningkat di masa yang akan datang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, 1990 ) Penelitian Kualitatif dalam bidang bahasa dan Malang: Yayasan asih asuh Malang

Bruner, J ( 1998 ) Constructivist Theory Tersedia http://www.jaring.com.my/webblog/comments.php?id=3603

Dahar, RW. ( 1998 ) Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga

Supardan, Dadang, ( 2004 ) Pembelajaran Berbasis Sejarah Pendekatatan Multikultural dan Perseptif Sejarah Lokal, Nasional, Global, untuk Integrasi. Bangsa ( Studi Kluasi Eksperimental Terhadap Siswa Sekolah Menengah Umurn di Kota Bandung ). Disertasi PPS UPI Bandung Tidak diterbitkan.

Guntur, Henry Tarigan, 1993 Strateg-1 Pengajaran Dan Pembelajaran Bahasa, Bandung: Angkasa

Http:// lubis grafura.wordpress.com/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikulur.

Http:// ikassurabaya.blogspot.com/2007/09/10, pembelajaran berbasis multikulur.

Http:// www.pdk.go.id/balitbana/Publikasi/Jumal/No 026, pendekatan _hamid_hasan.htm

Http:// www.wahanakeban-Rsaan.org/index.php?option--com - content&t ... Lutan, Rusli, ( 2001 ) Keniscayaan Pluralitas Budaya Daerah, Analisis Dampak Sistem Nilai Budaya Terhadap Eksistensi Bangsa, Bandung : Angkasa

Syamsudin dan Dainaianti ( 2006 ) Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia dan Rosda Karya


(5)

Mahsun, ( 2005 ) Metode Penelitian Bahas, Tahapan strategi, metode. dan tekniknya, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Muhtadi, Asep Saeful, ( 2008), Kesalehan Multikultur, menelusuri nilai-nilai AI-Quran dalam praksis budaya lokal, Bandung : Pemerintah Propinsi Jawa Barat.

Nana, S. 2007 Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Rosda Karya

Nasution, S. 2007 ), Metode Research, Jakarta : Burni Aksara

Hamalik, Oemar ( 2007 ), Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosda

Hamalik,Oemar (2007 ),Proses BelajarMengajar, Jakarta: BumiAksara

Hemawan, Asep dkk ( 2008 Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka

Roffib, Moh ( 2007 ), Pendidikan Perempuan, Yogyakarta: Gama Media

Rusman, ( 2008 Manajemen Kurikulum Seri Manajemen Sekolah Bennutu : Mulia Mandiri Press.

Sulaeman, M. Mundar, ( 1995), Ilmu Budaya dasar, suatu pengantar, Bandung: PT Eresco.

Suparno, P. ( 2001 ) Filsafat Konstrukstivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta Kanisius.

Syaodih, Nana ( 2004 ) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung Yayasan Kesuma Karya


(6)

Syaodih, Nana ( 2006 ) Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip, dan Instnunen), Bandung : Yayasan Kesuma Karya

Sugiyono, ( 2095 ), Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Alfabeta.

Tilaar, H.A.R ( 2002 ), Pendidikan, Kebudayam, dan Masyarakat Madani Masyarakat Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Tilaar, H.A.R ( 2007 ), Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia, Jakarata: PT RINEKA CIPTA