EFEKTIVITAS PELATIHAN TATA RIAS PENGANTIN SUNDA PUTRI DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN KETERAMPILAN TISAGA CATERIAS KOTA CIMAHI.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

MOTTO... iv

ABSTRAK... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Identifikasi Masalah ... .. 6

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... .. 8

F. Manfaat Penelitian ...12

G. Kerangka Berfikir ...13

BAB II LANDASAN TEORETIK...14

A. Konsep Pelatihan... 14

B. Konsep Efektivitas ... ..27

C. Konsep Pembelajaran dalam PLS... 32

D. Konsep Pemberdayaan Masyarakat... 41

E. Konsep Kewirausahaan ...52

F. Pelatihan Keterampilan Tata Rias Pengantin sebagai Bentuk Pembelajaran PLS... 57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 63

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... . 63

B. Subjek Penelitian... 66

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data... ... 68

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 82


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 85

A. Gambaran Objek Penelitian………..………….……... 85

B. Pelaksanaan Pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri ………102

C. Efektivitas Pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri ………..111

D. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat ... 115

E. Pembahasan Hasil Penelitian ………..………136

F. Temuan Hasil Penelitian ……….164

G. Keterbatasan Hasil Penelitian ...166

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...167

A. Kesimpulan...167

B. Rekomendasi...170

DAFTAR PUSTAKA ...173

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 178


(3)

Tabel

3.1 Responden Penelitian ………... ... ....66

3.2 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... ..68

3.3 Pedoman Observasi ………. 70

3.4 Pedoman Wawancara ……….. 72

3.5 Pedoman Studi Dokumentasi ……….. 79

4.1 Kurikulum Pelatihan TRP Sunda Putri Putri ………...86


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.1Kerangka Berfikir Efektivitas Pelatihan ... 16

2.1 Hubungan Fungsional antara Komponen, Proses dan Tujuan PNF...40

2.2 Ciri-Ciri dan Watak Wirausahawan...52

4.1 Struktur Organisasi LPK Tisaga Caterias ...94

4.2 Perubahan Sikap Warga Belajar Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias ...154


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Keputusan Direktur Program Pasca Sarjana tentang Pengangkatan Pembimbing Penulisan Tesis ………...………..178

2. Surat Permohonan Izin mengadakan Studi Lapangan/Penelitian …..………180 3. Surat Izin Mengadakan Studi Lapangan/Penelitian dari LPK

Tisaga Caterias Kota Cimahi ………...………..……….181 4. Foto-Foto LPK Tisaga Caterias dan Kegiatannya ………...… 182 5. RIWAYAT HIDUP PENULIS... 190


(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebijaksanaan peningkatan peranan perempuan dalam persfektif gender telah disadari oleh Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1980-an. Kebijaksanaan tersebut dilaksanakan melalui program yang khusus diperuntukkan bagi perempuan untuk mengejar ketinggalannya, pengintegrasian peranan, kepentingan dan aspirasi perempuan dalam program umum. Kebijaksanaan umum tentang peningkatan kedudukan dan peranan perempuan dalam pembangunan, yaitu: perlu memperhatikan keanekaragaman perempuan Indonesia serta kebutuhan, kepentingan dan aspirasinya. Program peningkatan peranan perempuan perlu menjangkau semua kelompok perempuan, tetapi perhatian utama akan ditujukan kepada perempuan golongan ekonomi lemah dipedesaan, daerah rawan sosial ekonomi diperkotaan serta daerah nelayan, perempuan yang menjadi kepala keluarga serta generasi muda perempuan.

Secara psikologis perempuan, sebagaimana laki-laki, membutuhkan aktualisasi diri demi pengembangan dirinya dan sesuatu yang pada akhirnya juga berdampak positif terhadap pengembangan umat manusia pada umumnya. Berdasarkan proyeksi BPS (Anwar, 2007: 7), ”perempuan Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 105.266.200 jiwa (50.23%) dari total penduduk 210.485.600 jiwa”.

Berdasarkan pernyataan itu, dapat dilihat bahwa secara umum kaum perempuan mendominasi kuantitas penduduk Negara Republik Indonesia ini. Hal ini menunjukkan akses perempuan untuk lebih terlibat dalam lapangan kerja di bidang publik, juga sangat besar. Meskipun dalam realita, keberpihakan sering terjadi ketimpangan.


(7)

Masih cukup kentara adanya diskriminasi dalam akses publik. Kita bisa berasumsi bahwa setelah menamatkan sekolah, maka perempuan menikah dan lebih sibuk dengan urusan-urusan domestik. Ini menjadi lebih parah jika dihubungkan dengan semakin terbatasnya akses penguasaan sumber daya di tingkat domestik dengan semakin memudarnya nilai-nilai kultural masyarakat pada masa lalu (Khaidir, A., 2005: 3).

Keadaan lain memperlihatkan, telah terjadi rendahnya otonomi perempuan. Otonomi perempuan dimaksudkan sebagai perempuan yang otonom, independen, dan mandiri dalam segala hal termasuk tentang tubuh dan kesehatannya. Rendahnya otonomi perempuan terhadap tubuhnya tampak pada besarnya jumlah kematian ibu melakirkan (AKI) di Indonesia. Naqiyah, N., (2005: 2), dengan mengutif dari http/www.yahoo.com. 14 Februari 2003 menyebutkan bahwa: ”...Penyebab tingginya AKI, antara lain: (1) kurangnya akses kesehatan bagi perempuan, (2) kurangnya informasi, (3) aborsi yang tidak aman, (4) pendarahan, (5) pendidikan rendah, (6) kurangnya kesadaran hak reproduksi, dan (7) 50% ibu hamil terkena anemia dan kurang gizi”.

UNESCO merekomendasikan pentingnya persamaan hak dan kesempatan bagi perempuan pada bidang pendidikan memasuki abad XXI. Menurutnya:

”beberapa tujuan fundamental masyarakat internasional tentang persamaan akses oleh perempuan atas pendidikan untuk menghapuskan illiteracy bagi perempuan dan perbaikan akses untuk perempuan terhadap pelatihan keterampilan, sains dan teknologi pendidikan, serta pendidikan berkelanjutan.” (Delors dalam Anwar, 2007: 93)

Strategi pengembangan perempuan, meliputi perhatian ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan perempuan yang tergolong dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, untuk mendapat kesempatan yang lebih besar dalam menuntut pendidikan pasca pendidikan dasar, mendorong makin ikut berperannya perempuan dalam mengembangkan dan memafaatkan kemajuan ilmu dan teknologi bagi pembangunan. Langkah-langkah pokok kebijakan tersebut, dilaksanakan melalui


(8)

penyusunan rencana dan pelaksanaan program peningkatan kedudukan dan peranan perempuan secara lintas sektoral, menyusun program khusus yang diperuntukkan bagi perempuan, agar dapat mengejar ketinggalannya dari kaum pria di berbagai bidang, meningkatkan kegiatan pendidikan bagi perempuan baik kegiatan sektoral maupun kegiatan khusus peranan perempuan, dan mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha di sektor formal dan informal dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kesejahteraan dan produktivitas kerja serta peningkatan perlindungan kerja bagi perempuan.

Beberapa program pengembangan perempuan yang telah dilakukan di Indonesia diantaranya PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) yang dikenal dengan sepuluh programnya: (1) penghayatan dan pengamalan Pancasila, (2) gotong royong, (3) pangan, (4) sandang, (5) Perumahan dan tata laksana rumah tangga, (6) pendidikan dan keterampilan, (7) kesehatan, (8) pengembangan kehidupan berkoperasi, (9) kelestarian lingkungan hidup, dan (10) Perencanaan sehat. Selain program PKK, juga terdapat POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) untuk BALITA, juga terdapat kegiatan pendidikan bagi perempuan (ibu-ibu) berupa pembinaan anak dan pola hidup sehat. Organisasi Dharma Wanita yang menghimpun istri pegawai negeri sipil, yang tersebar diseluruh instansi pemerintah dari pusat sampai ke Kecamatan. Organisasi Dharma Pertiwi yang menghimpun istri para pajurit TNI, Organisasi Patayat Nahdatul Ulama, Aisiyah. Bagi generasi muda terdapat Nasyiatul Aisiyah, IPPNU, KOHATI, dan berbagai organisasi kepemudaan lainnya yang anggotanya juga terdapat perempuan. Dalam bidang media massa, juga diadakan siaran pedesaan yang diperuntukan bagi masyarakat tani, mahasiswa KKN. Di tingkat desa sendiri ada kelompok akseptor, dan kelompok arisan yang dibentuk atas prakarsa dan swadaya masyarakat setempat (Anwar, 2007: 96).

Dalam mengantisipasi rendahnya tarap hidup keluarga, maka selain perlunya motivasi peran serta perempuan untuk meningkatkan upaya penanggulangan permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, juga perlunya ditingkatkan lagi bantuan teknik keterampilan dan pengetahuan yang berkaitan dengan usaha-usaha pemberdayaan perempuan. Dalam hal ini pendidikan luar sekolah dengan komponen latihan dan bimbingan dapat berperan sebagai upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewiraswastaan para perempuan melaui lembaga-lembaga


(9)

sosial ditingkat desa. Beberapa kajian mengungkapkan bahwa faktor ekonomi merupakan alasan yang dikemukakan perempuan untuk mencari nafkah, dan semakin rendah status sosial perempuan maka semakin besar kemungkinan mereka untuk bekerja. Dalam hal ini lebih parah lagi bagi istri golongan berpenghasilan rendah cenderung lebih berperan dalam memperoleh penghasilan keluarga.

Pemerintah Indonesia melalui program-programnya di bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS), yang semakin hari semakin dipacu untuk tumbuh dan berkembang, berupaya mengadakan pelatihan-pelatihan di berbagai bidang keterampilan sebagai usaha untuk membuka seluas-luasnya kesempatan belajar bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang kurang beruntung yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah lebih tinggi / anak-anak putus sekolah.

Kursus dan pelatihan-pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengermbangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Salah satu usaha sektor jasa yang potensial untuk berkembang dan tampaknya selalu dibutuhkan dari waktu ke waktu seiring kemajuan zaman dan kompleksitas kehidupan masyarakat adalah usaha jasa Tata Rias Pengantin.

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwasanya keterampilan dibidang Tata Rias Pengantin mempunyai prospek yang marketable dan dibutuhkan semua kalangan masyarakat, hal ini berkaitan erat dengan fungsi Tata Rias Pengantin sebagai kebutuhan utama bagi keluarga yang menyelenggarakan syukuran pesta pernikahan putra-putrinya. Dimana diketahui bahwa pernikahan pasangan manusia (pasangan pengantin) adalah hal alamiah terjadi dalam kurun perkembangan kehidupan manusia umumnya.


(10)

Pelatihan Profesi Bidang Tata Rias Pengantin merupakan salah satu bentuk pendidikan yang diselenggarakan melalui jalur PLS dengan mengutamakan pembekalan keterampilan guna meningkatkan kecakapan hidup bagi masyarakat, yang berguna untuk kepentingan diri pribadinya maupun bisa di manfaatkan bagi kepentingan dunia kerja dan profesinya.

Standarisasi dan sertifikasi suatu keterampilan untuk mendapatkan legalitas atau pengakuan sudah menjadi keharusan bagi masyarakat diera global ini. Untuk itu Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) yang berperan aktif didalamnya selayaknya mengikuti persyaratan ini. Lembaga-lembaga yang bersangkutan harus menyiapkan dan membekali warga belajarnya dengan keterampilan yang bersertifikasi dan mendapat pengakuan global, termasuk dalam bidang keahlian keterampilan Tata Rias Pengantin sebagai modal untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat agar lebih baik dengan membuka lapangan kerja atau berusaha hidur secara mandiri.

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap warga belajar pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi diketahui bahwa mereka merupakan warga masyarakat yang benar-benar berminat dan membutuhkan pelatihan Tata Rias Pengantin termasuk dari kalangan pegawai, pelajar, mahasiswa dan lain sebagainya.

Penyelenggaraan pelatihan keteramplan Tata Rias Pengantin di Sunda Putri LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi dimaksudkan: (1). Memberi bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap kemandirian serta jiwa kewirausaan warga belajar menjalankan kehidupannya, atau berusaha mandiri membuka lapangan kerja. (2). Memberi bekal pengetahuan dan keterampilan berusaha secara profesional sehingga warga belajar


(11)

memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak dan akhirnya memberi danpak meningkatkan kesejahteraan kehidupan warga belajar secara ekonomi dan sosial.

B. Identifikasi Masalah

Dunia kerja pada umumnya tak mudah untuk diraih tanpa perjuangan dan tanpa memiliki keterampilan yang relevan dengan pekerjaan yang diidamkan oleh seseorang. Tentunya seseorang dituntut untuk memiliki kompetensi yang mumpuni agar mampu meraih peluang kerja yang sangat kompetitif.

Sehubungan dengan itu banyak macam kursus/pelatihan termasuk bagi kaum perempuan diantranya kursus/pelatihan Tata Rias Pengantin. Kursus ini terbentuk di berbagai daerah oleh berbagai sentra pelatihan yang telah menghasilkan banyak lulusan dalam berbagai gaya pengantin. Data sementara yang dapat dijaring melalui penelitian PLS, para lulusan cukup banyak tetapi dalam persentase kecil mampu memanfaatkan untuk hasil kursus/pelatihan dengan alasan belum merasa mampu, sehingga tak berani berusaha, selain daya dukung fasilitas yang diperlukan belum dimiliki. Hal ini diduga erat kaitannya dengan proses pelatihan/ kursus itu sendiri yang belum efektif. Indikasi inilah yang mendorong adanya minat untuk meneliti tentang efektivitas pelatihan, khususnya yang diselenggarakan LPK Tisaga Caterias.

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Bersandarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis membuat rumusan masalah secara global sebagai berikut: Apakah benar pelatihan keterampilan tata rias pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi dipandang efektif, dan memberikan kontribusi berarti bagi lulusannya?


(12)

Untuk merinci masalah yang dirumuskan diatas, maka disertakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi objektif LPK Tisaga Caterias sebagai penyelenggara pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri Putri?

2. Bagaimana program pelaksanaan pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias?

3. Bagaimanakah efektivitas penyelenggaraan pelatihan keterampilan tata rias pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias dalam rangka pemberdayaan perempuan?

4. Apakah faktor pendukung dan penghambat efektivitas penyelenggaraan pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, dengan merujuk pada perumusan masalah diatas, maka terbagi pada dua katagori yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Tujuan Umum,

Secara umum kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran deskriptif tentang efektivitas penyelenggaraan pelatihan keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri yang dilakukan LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi dalam kaitannya dengan konsep pemberdayaan perempuan.

b. Tujuan Khusus,

Adapun secara terperinci, tujuan yang ingin diwujudkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(13)

1. Peneliti ingin mengetahui kondisi objektif LPK Tisaga Caterias Kota

Cimahi sebagai lembaga yang melakukan program pelatihan Tata Rias

Pengantin Sunda Putri dalam rangka pemberdayaan perempuan,

2. Peneliti ingin mengetahui proses pelaksanaan program pelatihan Tata Rias

Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias,

3. Peneliti ingin mengetahui efektivitas penyelenggaraan pelatihan

keterampilan tata rias pengantin Sunda Putri yang dilaksanakan oleh LPK

Tisaga Caterias dalam korelasinya dengan pemberdayaan perempuan,

4. Peneliti ingin mengetahui faktor penghambat dan pendukung proses

penyelenggaraan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias,

yang selanjutnya dapat memberi wawasan kepada berbagai pihak terkait

dalam membantu keberhasilan penyelenggaraan pelatihan-pelatihan yang

relevan.

E. Definisi Operasional

Dalam Kegiatan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa istilah yang perlu dijelaskan definisinya, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pelatihan adalah ”serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian tertentu atau pengetahuan tertentu” (Simamora, H., 1995: 287). Sementara Khemani dalam Nurdin, S., (2005: 8) mengartikan ”pelatihan dengan proses komunikasi yang terencana yang menghasilkan perubahan atas sikap, pengaruh dan keterampilan dalam hubungannya dengan sasaran didik, khususnya yang berkaitan dengan pola prilaku yang diinginkan”.


(14)

Dalam penelitian kali ini, pelatihan yang dimaksudkan adalah pelatihan keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri yang dilaksanakan LPK Tisaga Caterias dengan maksud warga belajar belajarnya mempunyai keahlian dan keterampilan yang menjadi sumber pekerjaan dan mata pencaharian mereka dalam menjalankan kehidupannya.

2. Efektivitas menurut Emirson dalam Handayaningrat, S., (1981: 16) adalah ”pengukuran dalam arti tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan, dan sebaliknya kalau sasaran atau tujuan itu tidak tercapai maupun tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan maka dikatakan tidak efektif”. Sedangkan Siagian, S., (2003: 151) mengemukakan bahwa: ”Efektivitas berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan, artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak baik sangat tergantung kepada, bilamana, cara melakukan dan berapa biaya yang dikeluarkan”.

Efektivitas dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu keadaan yang berhubungan dengan keberhasilan sebuah pengajaran. Sudjana, N., (2008: 34-38), menyimpulkan bahwa keberhasilan pengajaran dapat ditinjau berdasarkan dua keberhasilan kriteria berikut, yaitu:

a. Kriteria keberhasilan dari segi proses pengajaran (by process), terdiri dari: 1) Perencanaan yang sistematik

2) Kegiatan belajar yang diikuti secara wajar, tanpa paksaan. 3) Penggunaan metode dan media yang sesuai

4) Kemampuan warga belajar mengontrol diri sendiri (self control) 5) Keterlibatan semua warga belajar


(15)

7) Keberadaan sarana belajar yang memadai

b. Kriteria keberhasilan dari segi hasil pengajaran (by product), tediri dari: 1) Perubahan tingkah laku warga belajar secara menyeluruh

(komprehensif) a) Aspek kognitif b) Aspek Afektif c) Aspek psikomotor

2) Hasil pembelajaran berdaya guna bagi warga belajar untuk diaplikasikan dalam kehidupannya

3) Hasil pembelajaran tahan lama diingat oleh warga belajar 4) Proses perubahan diyakini berasal dari proses pengajaran.

3. Keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri mengandung pengertian sebagai keterampilan merias terhadap calon pasangan pengantin yang akan melangsungkan pesta pernikahan berdasarkan gaya tradisi Suku Sunda.

Dalam penelitian ini, Keterampilan tata rias pengantin Sunda Putri diperoleh warga belajar melalui suatu paket pelatihan yang dilaksanakan LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi untuk memberikan bekal hidup (life skill) bagi wajib belajar yang berhubungan dengan kecantikan/ tata rias pengantin dan diberikan dalam kurun waktu tiga bulan, mulai tanggal 1 juli 2007 sampai dengan 30 september 2007.

4. Pemberdayaan (empowering), dengan mengutif pendapat Mulyana, E., (2007: 68) adalah:

Merupakan usaha yang menganut prinsip ekosistem yang penuh peduli terhadap ketersediaan, kemanfaatan dan kesinambungan, erat kaitannya dengan pembentukan prilaku manusia yang berwawasan masa depan,


(16)

sehingga masyarakat belajar yang peduli ke dunia luar, kompetitif yang dibangun dengan kolaboratif. Pemberdayaan tidak sekedar menghasilkan nilai tambah tetapi nilai manfaat yang berorientasi kebutuhan masyarakat.

Kindervatter dalam Mulyana, E., (2007: 48), Memberikan batasan pemberdayaan dipandang dari hasilnya yaitu; “people gaining an understanding of and control over social, economic, and or political forces in order to improve their standing in society“. Batasan ini lebih menekankan pada produk akhir dari proses pemberdayaan, yaitu masyarakat memperoleh pemahaman dan mampu mengontrol daya-daya sosial, ekonomi dan pilitik agar bisa meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat.

Pemberdayaan, dalam penelitian ini dimaksudkan adalah, upaya menumbuhkan kekuatan-kekuatan warga belajar baik secara individu maupun kelompok untuk dapat mengantisipasi kelemahan-kelemahan dibidang sosial, ekonomi, politik, dalam rangka eksistensinya dimasa depan.

5. Warga Belajar (WB) adalah sebutan bagi orang yang terlibat belajar dalam dunia PLS. Dalam penelitian ini WB adalah perempuan peserta pelatihan tata rias pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias, yang bermodalkan semangat dan kemauan dengan keadaan awalnya tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan sama sekali tentang tata rias pengantin dan atau hanya sebatas tahu tetapi tidak bisa mempraktekan keterampilan itu, atau telah mempraktekan keterampilan itu tapi tanpa didukung dengan ilmu tata rias pengantin yang sesuai petunjuk teknis standar nasional.

6. Faktor pendukung dan faktor penghambat adalah dua faktor yang saling bertolak belakang. Dalam penelitian ini, faktor pendukung adalah faktor yang membantu mendukung terciptanya efektifitas proses pelatihan tata rias


(17)

pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias, sedangkan faktor penghambat adalah sebaliknya.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat terhadap dua hal, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, yang dapat dijelaskan berikut ini:

a. Manfaat Teoritis,

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat terhadap pengembangan Ilmu PLS, terutama berkaitan dengan pengembangan konsep pelatihan, konsep pembelajaran, dan konsep pemberdayaan (empowerment).

b. Manfaat Praktis,

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai sumber inspirasi untuk melakukan penelitian topik sejenis yang lebih mendalam, dengan konsep pendekatan yang berbeda.

2. Instansi terkait pemegang kebijakan Program PLS, sebagai masukan dalam konsep, perencanaan, penyelenggaraan dan pengembangan program-program PLS.

3. Pengelola, penyelenggara LPK Tisaga Caterias sebagai masukan pengembangan program keterampilan kearah yang lebih baik dan bermanfaat.

4. Bagi masyarakat luas, sebagai informasi dan pembuka wawasan bahwa keterampilan Tata Rias Pengantin adalah salah satu keterampilan alternatif untuk meningkatkan kualitas kehidupan.


(18)

G. Kerangka Berfikir

Gambar 1.1.

Kerangka Berfikir Efektivitas Pelatihan Sumber Acuan : Mulyana, E., (2007: 16)

(Dimodifikasi)

Pelatihan Efektif

• Faktor Pendukung • Faktor Penghambat

Outcome Output Proses Input Alumni warga belajar (Perempuan yang mandiri) Proses Pelatihan:

1) Perencanaan yang sistematik 2) Kegiatan belajar

yang diikuti secara wajar, tanpa paksaan. 3) Penggunaan

metode dan media yang sesuai 4) Kemampuan

warga belajar mengontrol diri sendiri (self kontrol) 5) Keterlibatan

semua warga belajar 6) Suasana

menyenangkan 7) Keberadaan

sarana belajar yang memadai

Produk-alumni warga belajar: 1) Perubahan

tingkah laku warga belajar menyeluruh (komprehensif) a) Aspek kognitif b) Aspek Afektif c) Psikomotor 2) Hasil

pembelajaran berdayaguna untuk diaplikasikan dalam kehidupan 3) Hasil

pembelajaran tahan lama diingat oleh warga belajar 4) Proses perubahan

diyakini berasal dari proses pengajaran. WB Pelatihan Keterampilan Tata rias pengantin (Kaum Perempuan)

Modal semangat dan kemauan:

• Tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang tata rias pengantin • Hanya sebatas

tahu tetapi tidak bisa

mempraktekan. • Telah terlibat

keterampilan, tapi tanpa didukung dengan ilmu yang sesuai petunjuk teknis standar nasional.


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dimana peneliti bermaksud mendeskripikan tentang proses penyelenggaraan suatu program pelatihan keterampilan berikut faktor-faktor pendukung dan penghambatnya dalam menjalankan efektivitas kegiatannya. Dengan pendekatan kualitatif ini diharapkan dapat menghasilkan suatu gambaran objek yang akan diteliti secara utuh dan menyeluruh. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution, S.,(1996: 9) yang menyatakan bahwa: ”salah satu ciri penelitian naturalistik kualitatif adalah mencari makna dibelakang kelakuan atau perbuatan sehingga dapat memahami masalah atau situasi”, dan pendapat Moeleong, LJ., (1995: 22) yang menyebutkan: ”apabila variabel-variabel yang ditemukan untuk diteliti merupakan sesuatu yang hanya dapat distudi dalam konteks alamiah, maka penelitian naturalistik merupakan sesuatu yang layak dipilih”.

Pendekatan kualitatif naturalistik ini dipilih dengan beberapa pertimbangan yang mengacu pada pendapat Sudjana, N., dan Ibrahim, (2009: 197-198), yaitu:

(a) Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung.

(b) Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, cuplikan tertulis dari dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan bilangan statistik. Peneliti segera melakukan analisis komparasi, sepanjang tidak menghilangkan


(20)

data aslinya. Hasil analisis berupa pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, bagaimana suatu fenomena itu terjadi dalam konteks lingkungannya.

(c) Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Dalam penelitian kualitatif, data dan informasi yang dibutuhkan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Pertanyaan-pertanyaan di atas mengungkap suatu proses bukan hasil dari suatu kegiatan. Apa yang ia lakukan, mengapa hal itu dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak bisa dilakukan dengan ukuran frekuensi atau perhitungan enumirasi.

(d) Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Peneliti memulai dari dari lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik-kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut

(e)Penelitian Kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada asumsi-asumsi apa yang dimiliki orang mengenai hidupnya.

Penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan deskripsi secara alamiah, menyeluruh dan utuh mengenai kondisi objektif suatu penyelenggaraan pelatihan keterampilan dan mengungkap factor-faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan didalamnya, maka karena dasar inilah, metode penelitian bersifat studi kasus. Trisnamansyah, S., (2008:14), yang mengatakan bahwa, “dalam penelitian pendidikan, studi kasus (case study) sering dipergunaan manakala seorang peneliti memilih pendekatan kualitatif”. Studi kasus bertujuan untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan dan interaksi lingkungan suatu unit social, individu,


(21)

kelompok, lembaga. Penelitian kasus ini adalah penelitian yang mendalam mengenai unit kehidupan sosial tertentu seperti individu, kelompok, keluarga, lembaga atau masyarakat yang hasilnya merupakan gambaran lengkap dan terorganisasi secara baik mengenai unit tersebut. Dalam kaitan ini Sudjana, N., dan Ibrahim, (2009:69), mengemukakan pengertian studi kasus sebagai berikut :

Pada dasarnya studi kasus (case study) mempelajari secara intensif seseorang individu yang dipandang mempunyai suatu kasus tertentu. Terhadap kasus-kasus tersebut peneliti mempelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang ia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

Pengertian tersebut, secara khusus ditujukan kepada individu sebagai objek perhatian dari studi kasus tersebut, tetapi pada dasarnya studi kasus ini menyelidiki banyak aspek, namun sedikit objek. Studi kasus usaha menggambarkan keadaan yang sesungguhnya waktu sekarang, sehingga dapat dijadikan dasar untuk penyelidikan selanjutnya terhadap keadaan tersebut. Metode ini bertujuan untuk pelaporan hasil proses data yang objektif tentang masalah yang diteliti dan dilengkapi dengan kesimpulan deskriptif secara kualitatif.

Selanjutnya, langkah-langkah Penelitian yang ditempuh peneliti mengacu pada pendapat Sudjana dalam Dameira, R., (2007: 60-61), yaitu sebagai berikut :

1. Merumuskan masalah Penelitian apapun harus dimulai dengan adanya masalah, yakni pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang jawabannya dicari peneliti di lapangan.

2. Menentukan jenis informasi yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti menetapkan informasi apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan masalah yang telah dirumuskan tersebut. Oleh karena itu yang perlu dikaji lebih lanjut adalah


(22)

informasi yang berhubungan dengan kondisi, peristiwa dan gejala yang ada pada saat penelitian dilakukan.

3. Menentukan prosedur pengumpulan data; setelah penentuan informasi yang dibutuhkan, langkah selanjutnya adalah menentukan cara-cara pengumpulan data. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yaitu instrument atau alat pengumpul data dan sumber data.

4. Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data; data dan informasi yang telah diperoleh merupakan informasi atau data kasar. Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Prosedur yang dilakukan antara lain: a) pemeriksaan data; b) klasifikasi data; c) tabulasi data; d) menghitung frekuensi data; e) perhitungan lebih lanjut; f) memisualisasikan data; dan g) menafsirkan data sesuai dengan pertanyaan penelitian.

5. Menarik kesimpulan; berdasarkan hasil pengolahan data, peneliti menyimpulkan hasil penelitian dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan mensistensikan semua jawaban dalam satu kesimpulan yang merangkum permasalahan-permasalahan secara keseluruhan.

B. Subjek Penelitian

Arikunto, S., (1993: 102) mendenifisikan bahwa : "subjek penelitian adalah benda, hal atau orang, tempat dan data untuk variabel penelitian yang dipermasalahkan mereka. Agar pengamatan terhadap individu dapat lebih mendalam, maka subjek yang diteliti dibatasi". Subjek penelitian adalah sangat penting kedudukannya, karena merupakan sumber informasi dalam penelitian, dan dapat dipergunakan sebagai landasan dasar sebuah rancangan dan teori muncul. Subjek yang dipilih sebagai


(23)

informan didasarkan pada asumsi bahwa mereka memiliki cukup informasi tentang fokus penelitian. Sebagian dari mereka dipilih sebagai informan utama (key informan). Sedangkan dalam penjaringan responden selanjutnya mempunyai peluang yang sama untuk dipilih, sesuai dengan teknik sampling purposif.

Data utama atau data primer dalam penelitian ini, sebagaimana lazimnya pendekatan kualitatif bersumber dari manusia (human subject), berupa informasi verbal dalam wujud tanggapan, pendapat, maupun pandangan (persepsi) dan tindakan/ prilaku subjek sesuai dengan konteksnya. Data lainnya berupa kumpulan fenomena yang dapat memberikan kontribusi pemahaman terhadap penelitian dan informan atau responden. Dalam penelitian ini responden atau informan ditentukan melalui subjek penelitian.

Selain data primer, peneliti juga menjaring data yang bersifat nonhuman data sebagai data sekunder melalui studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Yang menjadi perhatian peneliti dalam teknik ini adalah catatan-catatan maupun dekumen resmi atau dokumen-dokumen tak resmi berkenaan dengan berbagai aktivitas kreatif dan tulisan-tulisan kepustakaan lain yang dapat memberikan infomasi terhadap fokus penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah penyelenggara pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias, sumber belajar dan warga belajarnya. Diambil delapan orang responden sebagai subjek penelitian, yakni; satu orang penyelenggara, satu orang sumber belajar dan enam orang warga belajar. Dengan ini akan mendeskripsikan kondisi objektif penyelenggaraan pelatihan, efektifitas pelatihan, dan faktor pendukung dan penghambat efektivitas penyelenggaraan.


(24)

Tabel 3.1. Responden Penelitian

No Responden Jumlah Inisial Ket.

1. Penyelenggara 1 orang Deni Daniman (GDD)

2. Sumber Belajar 1 orang Neneng Rifa (HNR) 3. Warga belajar 6 orang • Siti Sa’adah (ASS)

• Elida Hafni (BEH)

• Jemiyem (CJM)

• Nafsijah (DNF)

• Tia Pratiwi (ETP)

• Wiwin Novianty (FWN)

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif memfokuskan perhatian pada upaya untuk memahami prilaku, persepsi, dan sikap dari sasaran penelitian. Dalam penelitian kualitatif atau naturalistik, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama yang terjun kelapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan imformasi yang dibutuhkan berkenaan dengan fokus penelitian. Peneliti langsung terjun melakukan observasi dan pengamatan kepada subjek penelitian dan melakukan rangkaian aktivitas untuk mendapatkan kelengkapan data yang dibutuhkan.

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder , yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data


(25)

dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi), wawancara (interview), dokumentasi, dan gabungan (triangulasi) Sugiono, A., 2005 : 62-63)

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dalam natural setting (kondisi yang alamiah) yaitu menemui subjek penelitian secara langsung , sumber data primer yaitu peserta pelatihan dan tutor, dan didukung oleh sumber data sekunder yaitu melalui data-data yang tersedia di LPK Tisaga Caterias. Teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam (in-depth interview), studi dokumentasi, dan gabungan (triangulasi).

Langkah-langkah yang diambil pada saat pengumpulan data kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan

Perencanaan meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diarahkan [ada kegiatan pengumpulan data. Kemudian merumuskan situasi penelitian, lokasi yang dipilih serta informan-informan sebagai sumber data.

2. Memuali Pengumpulan Data

Sebelum pengumpulan data dimulai, peneliti berusaha untuk menciptakan hubungan baik, menumbuhkan kepercayaan serta hubungan akrab dengan individu-individu dan kelompok yang menjadi sumber data. Peneliti memulai wawancara dengan beberapa informan yang telah dipilih untuk kemudian dilanjutkan dengan teknik bola salju atau sumber check. Pengumpulan data melalui interview dilengkapi dengan data pengamatan dan data dokumen.


(26)

3. Pengumpulan Data Dasar

Pada tahap ini, pengumpulan data lebih diintensifkan dengan wawancara yang lebih mendalam, observasi dan pengumpulan dokumen yang lebih intensif. Dalam pengumpulan data dasar peneliti benar-benar “melihat, mendengarkan, membaca dan merasakan “apa yang ada. Sementara pengumpulan data terus berjalan, analisis data mulai dilakukan, dan keduanya terus dilakukan berdampingan.

4. Pengumpulan Data Penutup

Pengumpulan data berakhir setelah peneliti meninggalkan lokasi penelitian, dan tidak melakukan pengumpulan data lagi. Batas akhir penelitian tidak bias ditentukan sebelumnya, tetapi dalam proses penelitian sendiri. Akhir masa penelitian terkait dengan masalah, kedalaman dan kelengkapan data yang diteliti. Peneliti mengakhiri pengumpulan data setelah mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan.

Adapun teknik pengumpulan data dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah merujuk pada pendapat Trisnamansyah, S., (2008:57) dapat digambarkan menurut tabel berikut ini:

Tabel 3.2.

TEKNIK DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Pendekatan Jenis Data Teknik

Pengumpulan Data

Instrumen Bentuk

Instrumen Kualitatif Deskriptif,

Naratif

• Observasi

• Wawancara

• Studi Dokumenter

• Pendekatan observasi tak berstruktur

• Pendekatan wawancara tak berstruktur

• Pendekatan studi

dokumentasi tak berstruktur

• Catatan lapangan

• Catatan lapangan

• Catatan lapangan

Sumber : Handout Perkuliahan Prodi PLS Program S-2 SPS – UPI. Hal : 57


(27)

a. Observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, untuk memperoleh data atau informasi tentang kondisi subjek penelitian dan lokasi pelaksanaan pembelajaran pelatihan seperti: kondisi kelas, penggunaan waktu, kondisi laboraturium pelatihan, juga kondisi pelaksanan pelatihan dan termasuk kondisi informasi yang telah lulus dan sudah berhasil mandiri.

Observasi ini digunakan untuk mengetahui dari dekat kegiatan dan peristiwa yang berkenaan dengan kegiatan pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi. Obsaervasi dilakukan dengan cara mengamati, mendengarkan atau bahkan merasakan apa yang dialami oleh subjek pelatihan.

Adapun alasan penggunaan teknik observasi dalam penggunaan teknik ini, dengan merujuk pendapat Moeleong, LJ., (1996: 126) adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, dan perilaku lainnya, (2) Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagai yang dilihat oleh subjel penelitian, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan panutan para subjek pada keadaan waktu, (3) Pengamatan memungkinkan peneliti untuk merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek, (4) Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama baik pihaknya maupun dari pihak subjektif .

Observasi yang peneliti lakukan di LPK Tisaga Caterias ini adalah sebagai berikut:

1. Keberadaan fasilitas kelengkapan yang dimiliki LPK Tisaga Caterias, hal ini menyangkut sarana dan prasarana, dokumentasi kelengkapan media administrasi, foto-foto kegiatan, dan kelengkapan penunjang lainnya. Hal ini dilakukan dalam


(28)

rangka memperoleh kelengkapan informasi untuk menunjang data yang berkorelasi dengan topik bahasan penelitian

2. Proses penyelenggaraan pelatihan keterampilan tata rias pengantin yang dilakukan di LPK Tisaga Caterias, hal ini dimaksudkan untuk mengamati indikasi penyelenggaraan yang berkaitan dengan konsep efektifitas dalam proses (efektifitas by proses).

3. Orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pelatihan keterampilan tata rias pengantin, yang terdiri dari penyelenggara, sumber belajar dan warga belajar belajar, dengan maksud mengamati indikator efektivitas pelatihan yang berhubungan dengan hasil pelatihan (efektifitas by product).

Tabel 3.3.

PEDOMAN OBSERVASI

Pokok-Pokok Data Objek Pengamatan Keterangan

1.Kondisi LPK Tisaga Caterias

2. Kondisi Pelaksana Belajar Mengajar

3. Pelaksanaan Pelatihan

4. Kondisi Penunjang

1. Lokasi keberadaan LPK Tisaga Caterias Tisaga Caterias

2. Kondisi Sarana Dan Prasarana

• Ruang Kelas

• Media dan alat peraga pembelajaran

• ATK

• Barang-barang lain 1. Sumber belajar/ instuktur 2. Warga belajar/ peseta didik 1. Pendekatan Pelatihan 2. Materi Pelatihan

3. Metode, teknik dan media pelatihan

4. Waktu pelatihan 5. Evaluasi Pelatihan 1. Lingkungan masyarakat

sekitar


(29)

b. Wawancara

Wawancara dilakukan pada penyelenggara, sumber belajar serta peserta pelatihan yang sedang melaksanaan kegiatan pelatihan maupun alumni warga belajar. Wawancara dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab, dilakukan dengan sistematik berdasarkan tujuan penelitian, dilakukan langsung pada subjek penenelitian dan informan terdiri dari orang-orang yang dianggap mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, hasil dan pengaruh program pelatihan.

Moleong, LJ., (1998), menyatakan ada 6 (enam) jenis pertanyaan yang dapat diajukan dalam wawancara yaitu: (1) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku, (2) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai, (3) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan, (4) Pertanyaan tentang pengetahuan, (5) Pertanyaan yang berkaitan dengan indera, dan (6) Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi.

Bertolak dari ciri-ciri penggunaan pertanyaan dalam wawancara dalam penelitian ini, wawancara ditujukan kepada informan (sumber informasi utama), untuk memperoleh data tentang perencanaan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, hasil dan pengaruh pelatihan tata rias pengantin berbasis pemberdayaan perempuan di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi yang berhubungan dengan konsep efektivitas.

Wawancara dilakukan dalam bentuk interviu formal dan informal, yang berpedoman pada pedoman wawancara, sebagaimana terlampir dalam lampiran. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah dengan berusaha menangkap informasi secara alamiah, apa adanya tanpa direkayasa dari subjek penelitian. Pertanyaan dalam wawancara berkisar pada pendapat sunjek penelitian tentang kondisi objektif penyelenggaraan pelatihan, efektifitasnya dan faktor pendukung dan penghambatnya dalam rangka pemberdayaan perempuan.


(30)

Tabel 3.3.

INSTRUMEN WAWANCARA

RESPONDEN POKOK-POKOK DATA

PERTANYAAN PENELITIAN Penyelenggara

• GDD

1. Kondisi Objektif LPK Tisaga Caterias

2. Proses Pelaksanaan Pelatihan

1. Apa yang menjadi tujuan umum dan khusus pelaksanaan pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

2. Bagaimana kemampuan LPK Tisaga Caterias? 3. Bagaimana rancangan struktur pembelajaran dan

manajemen kelas ?

4. Apa nilai, aspirasi dan visi LPK Tisaga Caterias ? 5. Bagaimana latar belakang kehidupan peserta warga

belajar?

6. Sumber pembiayaan kegiatan pelatihan keterampilan tata rias pengantin berasal dari mana ?

7. Alokasi pembiayaan digunakan untuk kegiatan apa saja ?

8. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki LPK Tisaga?

9. Bagaimana keadaan sarana yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

10. Bagaimana keadaan ruangan yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

11. Apakah media yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

12. Apakah keadaan ruang belajar yang digunakan mendukung kegiatan pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

13. Apakah keadaan lingkungan masyarakat mendukung kegiatan pelatihan keterampilna tata rias pengantin ? 1. Bagaimana penyusunan materi program pelatihan

keterampilan tata rias pengantin ?

2. Apa materi/ isi pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

3. Apa pendekatan yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

4. Apa metode yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengangtin ?

5. Apa teknik yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

6. Bagaimana suasana pembelajaran, dilihat dari fisik, psikologis dan kelembagaan?

7. Materi apa yang diberikan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

8. Materi penunjang apakah yang diberikan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

9. Bagaimana cara melakukan penilaian pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

10. Aspek-aspek apa saja yang dinilai dalam pelatihan keteranpilan tata rias pengantin ?


(31)

3. Hasil Pelatihan 1. Aspek Kognitif

2. Aspek Afektif

3. Aspek Psikomotor

1. Pengetahuan apa yang telah dimiliki alumni warga belajar setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

2. Bagaimana perbandingan pengetahuan alumni warga belajar tentang keterampilan tata rias pengantin sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan di LPK Tisaga Caterias?

1. Apakah alumni warga belajar telah memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan usaha setelah mengikuti poelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

2. Apakah alumni warga belajar telah memiliki orientasi pada tugas dan hasil setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

3. Apakah alumni warga belajar telah memiliki kemampuan dalam mengembangkan usaha tata rias pengantin ?

4. Apakah alumni warga belajar telah memiliki sikap keorisinilan untuk mengembangkan usaha tata rias pengantin ?

5. Apakah alumni warga belajar telah memiliki orientasi ke masa depan dalam mengembangkan usaha tata rias pengantin ?

1. Setelah memahami pengetahuan tentang tata rias pengantin, tindakan apa yang akan dilakukan alumni warga belajar?

2. Apakah alumni warga belajar dapat mempraktekan pengetahuan tentang menjahit setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

3. Apakah alumni warga belajar dapat mengembangkan lebih lanjut bekal keterampilan tata rias yang telah dimilikinya ?

4. Keterampilan apa saja yang dimiliki alumni warga belajar setelah mengikuti kegiatan pelatihan tata rias pengantin?

5. Apakah manfaat lain yang alumni warga belajar peroleh setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

6. Apakah alumni warga belajar dapat bekerja sama dengan orang lain yang punya profesi sama sebagai perias pengantin ?


(32)

Sumber Belajar 1. Aspek Perencanaan

2. Aspek Pelaksanaan

3. Aspek Hasil

1. Apakah yang menjadi tujuan umum dan khusus pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

2. Bagaimana penyusunan materi pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

3. Apa materi/isi pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

4. Bagaimana cara menentukan kriteria keberhasilan pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

5. Bagaimana keadaan ruangan yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

1. Bagaimana bobot materi yang diberikan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ini ? 2. Materi penunjang apa yang diberikan dalam

pelatihan keterampilan tata rias pengantin ini ? 3. Bagaiamana urutan langkah pelaksanaan pelatihan

keterampilan tata rias pengantin ini ?

4. Pendekatan apakah yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

5. Metode dan teknik apakah yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

6. Sarana apakah yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

7. Bagaimana keadaan sarana yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

8. Media apakah yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

9. Bagaimana cara melakukan penilaian pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

10. Siapakah yang melakukan penilaian hasil pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

11. Aspek-aspek apa saja yang dinilai dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

12. Apakah hasil pelatihan keterampilan dapat dikembangkan dan dijadikan sumber mata pencaharian bagi alumni warga belajarnya ?

13. Apakah keadaan ruang belajar yang digunakan di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi mendukung proses belajar?

14. Apakah keadaan lingkungan masyarakat mendukung kegiatan pelatihan keterampilan tata rias pengantin ini ?

15. Apakah lingkungan masyarakat mendukung pasar kerja lulusan pelatihan keterampilan tata rias pengantin ?

1. Pengetahuan apa saja yang dimiliki alumni warga belajar setelah mengikuti pelatihan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?


(33)

pengantin, tindakan apa yang telah dilakukan alumni warga belajar LPK Tisaga Caterias ?

3. Apakah alumni warga belajar LPK Tisaga Caterias pernah memperoleh pengetahuan dan keterampilan tata rias pengantin sebelum mengikuti pelatihan? 4. Apakah alumni warga belajar telah memiliki

orientasi pada tugas dan hasil setelah mengikuti pelatihan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias ?

5. Apakah alumni warga belajar LPK Tisaga Caterias telah memiliki orientasi ke masa depan dalam mengembangkan kemampuan dibidang tata rias pengantin ?

6. Apakah alumni warga belajar LPK Tisaga Caterias dapat menerapkan teori dalam praktek keterampilan tata rias pengantin ?

7. Apakah alumni warga belajar warga belajar LPK Tisaga Caterias mampu mengembangkan lebih lanjut tentang keterampilan tata rias pengantin yang diperolehnya ?

8. Apakah pengetahuan dan keterampilan tata rias pengantin yang telah diperoleh dapat meningkatkan kehidupan / penghasilan alumni warga belajar LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi ?

9. Apakah manfaat lain yang dapat diperoleh alumni warga belajar setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi ?

Warga belajar A. Aspek Latar Belakang

Kehidupan Warga Belajar

B. Aspek Perencanaan Pelatihan

1. Bagaimana hubungan warga belajar dengan keluarganya?

2. Bagaimanakah cara memperoleh pendapatan keluarga sehari-hari? Apakah yang melatarbelakangi minat untuk mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

3. Bagaimana hubungan dengan tetangga di lingkungan sekitar?

4. Kegiatan dan profesi apakah yang dilakukan warga belajar sebelum mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi?

1. Kapan dan dari mana warga belajar mengetahui adanya program pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Cateria di Cimahi? 2. Apakah yang menjadi alasan warga belajar

mengikuti program pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

3. Apakah yang menjadi tujuan dan motivasi warga belajar mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

4. Apa tanggapan warga belajar terhadap pelaksanaan program pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi?

5. Apakah harapan warga belajar setelah mengikuti program pelatihan keterampilan tata rias pengantin? 6. Bagaimanakah cara yang dilakukan LPK Tisaga

Caterias dalam merekrut calon peserta pelatihan? 7. Bagaimana persyaratan yang ditentukan LPK Tisaga


(34)

C. Aspek Pelaksanaan Pelatihan

D. Aspek Hasil Pelatihan • Aspek kognitif

• Aspek afektif

Caterias untuk menjadi calon peserta pelatihan? 8. Apakah LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi bekerja

sama dengan pihak lain dalam merekrut calon peserta pelatihan?

1. Materi apa yang diberikan instruktur dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

2. Bagaimana bobot materi yang diberikan instruktur dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin? 3. Materi penunjang apakah yang diberikan instruktur

dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin? 4. Bagimanakah langkah yang dilakukan instruktur

dalam melaksanakan pelatihan?

5. Pendekatan apakah yang digunakan instruktur dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

6. Metode dan teknik apakah yang digunakan instruktur dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

7. Sarana apakah yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

8. Bagaimana keadaan sarana yang digunakan dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

9. Bagaimana keeadaan ruangan yang disediakan LPK Tisaga Caterias dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

10. Apakah media yang di gunakan instruktur dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

11. Bagaimana cara instruktur dalam mengadakan penilaian dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

12. Aspek-aspek apa sajakah yang dinilai oleh instruktur dalam pelatihan keterampilan tata rias pengantin? 1. Apa saja pengetahuan yang telah warga belajar

peroleh setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

2. Apakah yang akan dilakukan warga belajar belajar setelah memahami materi pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

3. Apakah warga belajar juga memperoleh pengetahuan tentang tata rias pengantin, selain dari LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi?

4. Apakah warga belajar memiliki pengetahuan tentang tata rias pengantin sebelum mengikuti pelatihan di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi?

5. Bagaimana perbandingan pengetahuan keterampilan tentang tata rias pengantin warga belajar, sebelum dan sesudah mengikuti program pelatihan keterampilan di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi? 6. Bagaimana pengetahuan tentang kewirausahaan

yang telah warga belajar peroleh di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi?

1. Apakah warga belajar telah memiliki keberanian dan kepercayaan diri untuk mengembangkan usaha tata rias pengantin setelah mengikuti pelatihan di LPK Tisaga Caterias?


(35)

• Aspek psikomotorik

tugas dan hasil setelah mengikuti pelatihan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias?

3. Apakah warga belajar telah memiliki kemampuan untuk mengembil resiko dalam mengembangkan usaha tata rias pengantin?

4. Apakah warga belajar telah memiliki kemampuan kepemimpinan dalam mengembangkan usaha tata rias pengantin?

5. Apakah warga belajar telah memiliki orientasi ke masa depan untuk mengembangkan usaha tata rias pengantin?

6. Apakah warga belajar telah mampu mempraktekan pengetahuan tentang keterampilan tata rias pengantin?

7. Apakah warga belajar siap untuk mengembangkan keterampilan tata rias pengantin?

8. Apakah warga belajar dapat mengembangkan lebih lanjut usaha tata rias pengantin?

1. Setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin ,apakah warga belajar telah merasa memiliki keterampilan dimaksud?

2. Apakah manfaat lain yang warga belajar peroleh setelah mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin?

3. Apakah warga belajar sudah dapat bekerja sama dengan orang lain, sesama profesi penata rias pengantin?

c. Studi dokumentasi

Untuk melengkapi kedua teknik yang telah dikemukakan diatas, maka dalam pengumpulan data ini dipergunakan pula teknik studi dokumentasi, hal ini dilakukan untuk melacak berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelatihan dan dokumen-dokumen lain yang dimilki oleh LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi. Tujuan dari studi dokumentasi ini yaitu untuk mendapatkan data-data bukti fisik yang berupa informasi tertulis yang berkaitan dengan penelitian ini. Dokumentasi yang diteliti berupa bahan-bahan tertulis atau laporan-laporan yang menyangkut data peserta dan kondisi secara keseluruhan mengenai pelatihan keterampilan tata rias pengantin di LPK Tisaga Caterias Kota Cimahi.

Data yang ingin didapat melalui studi dekumentasi ini adalah berhubungan dengan kondisi objektif LPK Tisaga Caterias, proses penyelenggaraan pelatihan yang


(36)

dikaitkan dengan konsep efektivitas, faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan.

Analisa SWOT akan digunakan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan akan mengungkap deskripsi data secara lengkap namun terkelompokkan secara akurat sehingga memudahkan penganalisaan dan pembahasannya. Penerapan analisa ini adalah dengan dirumuskan faktor kekuatan, kelemahan yang dimiliki dan peluang dan tantangan yang dihadapi, dan disusun pola dasar penyusunan rencana kegiatan/ program. Apabila faktor kekuatan dikaitkan dengan peluang, maka akan dapat dilihat tiga kemungkinan, yaitu: (1) faktor kekuatan lebih besar dari peluang yang ada. Pada situasi ini program/ kegiatan dapat mengkonsentrasikan diri pada pemantapan program dan menghindari penurunan kualitas. (2) Faktor kekuatan lebih kecil dari peluang. Disini program/ kegiatan dapat memanfaatkan peluang dengan mengadakan penyeragaman garis program dan penganekaragaman mutu program. Sehingga peluang-peluang yang terbuka dapat dimanfaatkan. (3) Faktor kekuatan sama dengan faktor peluang. Dalam situasi ini program/ kegiatan memfokuskan diri pada peningkatan kualitas dan mencari peluang yang baru.

Apabila kekuatan dikaitkan dengan tantangan, situasi yang dihasilkan akan menggambarkan: (1) Fakor kekuatan lebih besar dari faktor tantangan. Disini program/ kegiatan dapat memperkenalkan program-program baru karena tidak akan ada hambatan yang berarti. (2) Faktor kelemahan lebih sedikit dari faktor tantangan. Pada situasi ini program/ kegiatan akan memperhemat programnya agar mampu mengubah tantangan menjadi peluang; (3) Faktor kekuatan sama dengan faktor tantangan. Disini dapat diperkenalkan program baru, karena tantangan harus dikendalikan dengan program-program yang berkualitas.


(37)

kemungkinan yang akan terjadi: (1) faktor kelemahan lebih menonjol dan peluang. Disini program/kegiatan harus berusaha mengurangi kalau tidak dapat menghapuskan kelemahan-kelemahan yang ada, dengan cara meneliti dimana sebenarnya kelemahan tersebut, kemudian diperbaiki. Perbaikan dapat dengan cara tambal sulam atau mengganti dengan yang baru yang lebih mampu memanfaatkan peluang; (2) Faktor kelemahan lebih kecil dari peluang. Disini peluang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin sambil memperkuat program; (3) Faktor kelemahan sama dengan kuatnya peluang. Disini seluruh kekuatan harus dikerahkan untuk memperkuat program agar peluang dapat dimanfaatkan.

Apabila faktor kelemahan dikaitkan dengan tantangan, juga akan ditemukan keadaan sebagai berikut: (1) faktor kelemahan lebih kuat dari faktor tantangan. Disini harus ada penggantian program; (2) Faktor kelemahan lebih kecil dari tantangan. Dalam keadaan ini faktor tantangan harus dihilangkan, kecuali dapat diubah atau dimanfaatkan menjadi peluang; (3) Faktor kelemahan sama kuatnya dengan tantangan. Dalam situasi ini kelemahan harus segera diperangi.

Tabel 3.5.

PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI

Pokok-Pokok Data Jenis Pedoman Keterangan

A. Administrasi pendidik

B. Buku Administrasi Pembelajaran C. Buku pengelolaan

Keuangan

D. Pengorganisasian

E. Daftar inventaris sarana prasarana F. Daftar orang tua

1. Garis Besar Program jar 2. Rencana Pelaksanaan m 1. Absen Siswa

1. Buku penerimaan 2. Buku Pengeluaran 1. SK Organisasi

2. Tugas dan tanggung jawab pendidik

1. Data sarana program 2. Data perlangkapan


(38)

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini merupakan riset deskriptif yang bersifat eksploratif, dimana

peneliti ingin mencari gambaran keadaan dan status fenomena, dalam hal ini fenomena

penerapan hasil pelatihan tata rias pengantin dalam pemberdayaan warga belajar di

Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) Tisaga Caterias Kota Cimahi.

Data dalam penelitian ini umumnya berupa narasi deskriptif kualitatif, karena

itu analisisnya bersifat naratif kualitatif dengan mencari kesamaan-kesamaan dan

perbedaan-perbedaan informasi.

Analisis data dilakukan tidak menunggu sampai semua data terkumpul,

melainkan dilakukan secara berangsur selesai mendapatkan sekumpulan data dari

observasi, atau wawancara, atau studi dokumenter. Penafsiran dilakukan tidak bersifat

menggeneralisasikan atau mencari jawaban terbanyak, tetapi diarahkan untuk

menemukan esensi atau realita mendasar dari kenyataan sebenarnya tentang fenomena

penyelenggaraan pelatihan tata rias pengantin dalam pemberdayaan warga belajar di

Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) Tisaga Caterias Kota Cimahi.

Dalam proses analisis juga dilakukan kegiatan mencari kesamaan-kesamaan dan

perbedaan-perbedaan, baik dalam persepsi, rencana, dan pelaksanaan pada pimpinan

lembaga maupun antara pimpinan dengan warga belajarnya.

Setelah data terkumpul, maka peneliti segera melakukan pengolahan data,

dengan cara sebagai berikut:


(39)

b. Disusun secara sistematis sesuai dengan rumusan masalah penelitian.

a. Dilakukan triangulasi yaitu pengecekan data hasil wawancara dari informan

dicek dengan pengamatan dan dicek lagi dengan data dokumenter.

b. Apabila data masih belum lengkap, maka pengumpulan data diulangi lagi

deangan observasi, wawancara dan studi dukumen lain. Hal ini dalam

rangka menemukan kenyataan yang sesungghnya (validitas).

c. Data dicek dari informan ranking pertama, informan ranking kedua dan seterusnya, sesuai dengan prosedur yang dilakukan pada informan rangking pertama (member check).

d. Kalau diperlukan, maka dilakukan proses cek dan cek, analisis dan re-analisis sehingga ditemukan hasil yang akurat.

e. Pembuatan kesimpulan, dilakukan dengan membuat jawaban atas pertanyaaan-pertanyaan sebagaimana diungkapkan pada bagian identifikasi dan perumusan masalah diatas. Dalam pembuatan kesimpulan proses analisis data ini dilanjutkan dengan mencari hubungan antara apa yang dilakukan (what), bagaimana melakukan (how), dan bagaimana hasilnya (how is the effect) Prosedur Penelitian.

E. Kredibilitas Data

Kredibilitas data diperlukan untuk mengukur keakuratan data yang diperoleh, maka memerlukan pengamatan dan keikutsertaan peneliti dalam situs penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan terhadap data dan informasi yang di kumpulkan.


(40)

Ketekunan pengamatan, perpanjangan waktu pengamatan akan memperoleh keadaan dan informasi yang sebenarnya dan bukan merupakan hal yang semu, sehingga jika perpanjangan waktu pengamatan akan makin nampak keadaan yang sebenarnya tentang keaslian objek penelitian. Maka dalam melaksanakan penelitian ini memerlukan ketekunan pengamatan secara langsung pada totalitas penyelenggaraan terkait di LPK Tisaga Caterias. Ketekunan pengamatan ini bermaksud untuk menemukan faktor-faktor penunjang dan penghambat dalam penyelenggaraan pelatihan keterampilan tata rias pengantin terhadap warga belajar sehingga tergambar konsep efektivitasnya.

Pengecekan melalui diskusi dengan teman sejawat yang mengetahui keadaan penelitian dan juga nara sumber yang berperan dalam kegiatan sehari-hari tentang keadaan penelitian, hal ini bertujuan agar dalam penilitian tetap mempertahankan kejujuran dan sikap terbuka untuk menerima masukan-masukan sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda antara peneliti dengan sumber informasi, selain itu pemeriksaan data melalui diskusi berfungsi untuk memantapkan peneliti dalam mengungkapkan data dan informasi yang berkaitan dengan keadaan penelitian.

Kecukupan referensi, berfungsi sebagai pembanding teroritis terhadap kebenaran data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan melalui penyajian data dan informasi yang dilakukan oleh nara sumber pelatihan tata rias pengantin. Pengecekkan informan, sebagai instumen kunci, tetap dipelihara untuk memperoleh data perkembangan warga belajar, oleh karena itu pengecekan informan yang terlibat sangat menentukan kebenaran dan informasi pelatihan keterampilan tata rias pengantin. Kriteria uraian secara rinci merupakan paparan analisis dari data terhadap peneliti hal ini disebut keteralihan data dan informasi.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Penelitian ini secara umum telah mencapai tujuannya yaitu memperoleh gambaran pelatihan keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri, sebagai upaya pemberdayaan perempuan di LPK Tisaga Caterias. Pelatihan ini dikembangkan mengacu pada teori dan metode program PLS. PLS sebagai proses pemberdayaan, mengandung makna bahwa program-program pendidikan ini harus ditunjukan untuk mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri atau membantu masyarakat agar mampu menbantu diri mereka sendiri dalam rangka menciptakan masyarakat yang mandiri, berswadaya, dan berdaya.

Kesimpulan akhir, yang merupakan jawaban dari perumusan masalah sebagaimana dikemukaan pada bagian awal tesis ini, adalah dapat dikemukakan jawaban berkut ini:

1. LPK Tisaga Caterias adalah suatu lembaga yang bergerak dalam penyelenggaraan kursus dan pelatihan tata rias pengantin, dengan segala kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), ancaman (threats) didalamnya, dapat diukur dalam kapasiatas yang sesungguhnya. Kekuatan LPK Tisaga Caterias adalah faktor-faktor yang menjadi daya tahan berdiri kokohnya keberadaan lembaga, sedangkan kelemahannya adalah merupakan faktor-faktor sebaliknya dari kekuatan. Peluang LPK Tisaga Caterias adalah faktor-faktor yang menjadi potensi daya dukung untuk bisa menjadikan lembaga berkembang dan maju, sementara ancaman merupakan faktor-faktor sebaliknya dari peluang yakni faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat perkembangan dan kemajuannya.


(42)

2. Pelaksanaan program pelatihan keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias, merupakan suatu program pelatihan yang diselenggarakan berdasarkan predural yang terukur. Perencanaan dilakukan sebulan sebelumnya secara matang dengan melibatkan berbagai pihak terkait, baik pihak internal lembaga maupun pihak eksternal pendukung, seperti Subdin PLS Kota Cimahi. Perencanaan proses pembelajaran pelatihan menyangkut komponen-komponen pembelajaran menyangkut tujuan pembelajaran, materi ajaran, metode mengajar, media dan sumber belajar, evaluasi pembelajaran, dan lain-lain. Upaya pelatihan yang diselenggarkan Tata Rias Pengantin Sunda Putri merupakan upaya yang dapat dijadikan model pelatihan untuk peningkatan kemandirian dan pemberdayaan bagi kaum perempuan. Pelaksanaan pelatihan Tata Rias Pengantin Sunda Putri dilakukan dengan jadwal yang telah diperhitungkan diawali dari jam 09.00 WIB dengan instruktur yang berada pada kualifikasi ketat. Keahlian instruktur dalam memberikan pelatihannya dengan membawakan metode yang tepat dan media yang sesuai menjadikan pelaksanaan pelatihan berjalan lancar dan penuh kekeluargaan, hal ini dibuktikan oleh absensi tingkat kehadiran warga belajar yang rata-rata 95% tiap pertemuan. Evaluasi pelatihan walaupun tidak secara khusus dipersiapkan sebelumnya, namun ternyata berlangsung efektif dengan penilaian secara spontanitas, baik berupa pemberian apresasi dengan pertanyaan langsung maupun berbentuk pemantauan yang lainnya.

3. Efektifitas pelatihan berhasil diwujudkan dalam proses penyelenggaraan pelatihan keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias. Hal ini diketahui dengan terpenuhinya kriteria keberhasilan dalam sebuah konsep pelatihan/pembelajaran. Kriteria keberhasilan program pelatihan ketermpilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri itu berhubungan dengan dua hal, yaitu:


(43)

a. Dari segi proses (by process), dimana hal ini berkenaan dengan keberhasilan pada: (1) Perencanaan yang sistematik, (2) Kegiatan belajar yang diikuti secara wajar, tanpa paksaan, (3) Penggunaan metode dan media yang sesuai, (4) Kemampuan warga belajar mengontrol diri sendiri (self kontrol), (5) Keterlibatan semua warga belajar, (6) Suasana menyenangkan, (7) Keberadaan sarana belajar yang memadai.

b. Kriteria keberhasilan dari segi hasil (by product), yakni keberhasilan keadaan hal berikut: (1) Perubahan tingkah laku warga belajar secara menyeluruh (kognitif, afektif, psikomotor), (2) Hasil pembelajaran berdaya guna bagi warga belajar untuk diaplikasikan dalam kehidupannya, (3) Hasil pembelajaran tahan lama diingat oleh warga belajar, (4) Proses perubahan diyakini berasal dari proses pengajaran.

4. Faktor pendukung yang dapat menjadikan proses penyelenggaraan pelatihan keterampilan Tata Rias Pengantin Sunda Putri di LPK Tisaga Caterias berjalan efektif adalah: (1) Moralitas dan mentalitas pengurus LPK Tisaga Caterias yang berjiwa sosial dan familier. (2) Tujuan lembaga jelas dan kurikulumnya terukur, (3) LPK Tisaga Caterias melalui pimpinannya, mempunyai pengalaman yang cukup panjang, (4) Mitra pendukung LPK Tisaga Caterias banyak, (5) Dukungan Masyarakat penuh, (6) LPK Tisaga Caterias merupakan lembaga baru, (7) Pendekatan dan metode pembelajaran sesuai dengan jiwa orang dewasa.

Faktor penghambat dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) SDM yang kurang, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, Para pengurus seluruhnya bukan berasal dari latar belakang PLS, (2) Manajemen pengelolaan lembaga tidak berjalan profesional, (3) Kemampuan biaya, fasilitas sarana dan prasarana terbatas, (4) Kemampuan LPK


(44)

Tisaga Caterias yang tidak bisa mengimbangi perkembangan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), (5) Krisis ekonomi.

B. Rekomendasi

Rekomendasi adalah suatu pernyataan yang ditujukan kepada suatu pihak atau beberapa pihak yang berisi saran, masukan bahkan permintaan dari seseorang atau sebuah organisasi setelah menimbang dan memperhatikan berbagai hal yang terjadi pada pihak-pihak tersebut dengan tujuan utuk kebaikan dan kemaslahatan, baik bagi pihak-pihak tersebut maupun pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dan berkaitan dengan terselenggarakannya suatu program tersebut.

Rekomendasi dalam penelitian ini ditujukan kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Penyelenggara LPK Tisaga Caterias sebagai masukan pengembangan program keterampilan kearah yang lebih baik dan bermanfaat.

Penyelenggara LPK Tisaga Caterias telah memberikan pelayanan yang baik bagi peserta pelatihannya, baik dari segi fasilitas maupun sumber belajarnya, namun tidak ada salahnya bila mengadakan persiapan dan perencanaan yang lebih matang dalam penyelenggaraan program pelatihan, sehingga segala sesuatunya dapat berjalan dengan lebih terukur dan terarah. Dalam kenyataan dilapangan masih telihat adanya kekurang disiplinan tentang penggunaan waktu pembelajaran, seperti pelaksanaan pembelajaran yang tidak tepat waktu dan ketidakteraturan penjadwalan dalam penyelenggaraan pembelajaran. Berkenaan dengan proses penyelenggaraan, penyelenggara perlu melakukan pembenahan agar pelaksanaannya lebih komunikatif terhadap warga belajar, selanjunya perlu mengadakan evaluasi internal secara kontinyu untuk perbaikan-berbaikan dari segala kekurangan yang ada. Dilapangan masih


(45)

terdapat indikasi kekurangsiapan persediaan alat-alat peraga, seperti: baju pengantin, make up, asesoris pengantin dan lain-lain.

2. Bagi alumni lulusan LPK Tisaga Caterias.

Para alumni setelah memperoleh pengetahuan, wawasan, motivasi dan keterampialan dari pelatihan yang diselenggarakan LPK Tisaga Caterias tidak berhenti untuk terus mengimplementasikan yang diperolehnya. Selanjutnya, koordinasi dan silaturahim harus tetap dijalin baik diantara sesama alumni, maupun dengan pihak penyelenggara sebagai media konsultasi atau berbagi pengalaman. Kenyataan menunjukkan, para alumni sebuah pelatihan biasanya menganggap segalanya selesai ketika pelatihan berakhir, sehingga tidak lagi harus belajar, tidak lagi menjalin berhubungan atau berkomunikasi. Sesungguhnya pengalaman dan tantangan pada masing-masing lapangan tidak bisa sama, dunia terus berkembang dan maju, sehingga transfer informasi harus terus dijalin, ilmu harus terus diperbaharui. Seyogianya semangat yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan harus pula menjadi motivasi untuk terus mengembangkan diri dan menggali berbagai daya dan upaya yang bermanfaat.

3. Instansi terkait pemegang kebijakan Program PLS.

Instansi terkait PLS, seperti Subdin PLS Depdiknas sering memberikan perhatian terhadap lembaga-lembaga penyelenggara kursus dan pelatihan sifatnya fluktuatif, artinya adakalanya serius kalau lagi banyak program bantuan atau subsidi, tetapi di lain waktu biasa-biasa saja, apalagi tidak ada anggaran bantuan. Apapun keadaannya perhatian harus tetap konsisten. Lembaga seperti ini sangat terbukti memberikan dampak manfaat bagi masyarakat, terutama yang berhubungan dengan peningkatan ekonomi, terlebih pada saat situasi krisis. Perhatian berbentuk bantuan


(1)

172

dana bukan satu-satunya bentuk perhatian, tetapi pembinaan, monitoring dan penyaluran lulusan sangat penting dilakukan instansi terkait tersebut.

Upaya pemberdayaan perempuan atau pemberdayaan masyarakat melalui proteksi atau pemberian bantuan materi adalah sangat berarti, walaupun bukan satu-satunya cara yang bisa ditempuh. Pemberdayaan pada hakekatnya bukan hanya pemenuhan kebutuhan ekonomi, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, harga diri serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Sebagai konsep budaya dan pembangunan yang berpusat pada rakyat, pemberdayaan tidak saja bertujuan untuk menumbuh kembangkan nilai sosial ekonomi, tetapi juga mengembangkan dan mempertahankan nilai tambah sosial budaya.

4. Bagi peneliti lain.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna, maka peneliti merekomendasikan kepada peneliti lain:

a. Peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan tema yang sama pada lokasi yang berbeda untuk mengkaji, membandingkan dan memperkaya kajian penyelenggaraan program pelatihan berbasis pemberdayaan perempuan.

b. Peneliti lain diharapkan dapat mengkaji lebih dalam tentang hasil penelitian ini untuk lebih disempurnakan dalam penelitian pengembangan pelatihan berbasis pemberdayaan masyarakat, khususnya pemberdayaan perempuan diberbagai sektor kehidupan selaian bidang pemanfaatan ekonomi keluarga melalui keterampilan rias pengantin.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian yang lebih luas di berbagai lembaga atau satuan PLS yang berkaitan dengan model pelatihan yang dipandang efektif dalam pemberdayaan masyarakat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I., (1995), Media Pendidikan Suatu Pengantar, Pusat Pelayanan dan Pengembangan Media Pendidikan IKIP Bandung.

Abidin, HM., Tarikh: Artikel Suara Ulama 1/30/2001 7:02:36 PM, Hak Perempuan Menurut Pandangan Islam.

Ali, M., dan Rekan, (2007), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Pedagogiana Press, UPI Bandung.

Anwar, (2007), Manajemen Pemberdayaan Perempuan, Perubahan Sosial Melalui Pembelajaran Vocasional Skills pada Keluarga Nelayan, Alfabeta, Bandung. Arikunto, S., (2006), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, S., (1988), Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S., (1991), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, S, (2008), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), PT Bumi Aksara, Jakarta

Arikunto, S., dan Rekan, (2007). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis bagi Praktisi Pendidikan, PT Bumi Aksara, Jakarta.

Artasasmita, R., (1985), Pedoman Merencanakan Sistem Kuikulum dalam Latihan Pendidikan Luar Sekolah, Usaha Nasional, Surabaya.

Dameria, R., (2007), Pengelolaan Pembelajaran Bidang Studi di Lembaga Bimbingan Belajar sebagai Suplementer Pendidikan Formal, Sekolah Pasca Sarjana, Upi, Bandung.

Dharma, A., (1998), Perencanaan Pelatihan, Pusdiklat Pegawai Depdikbud, Jakarta. Depdiknas RI., (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

Depdiknas RI., (2003), Undang-Undang RI No. 20 Tahun 3003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta

Depdiknas RI., (2000), Kurikulum dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Ujian Nasional Kursus Diklusemas Tata Rias Pengantin, Direktorat PLS, Dirjen PLSP, Depdiknas, Jakarta

Depdiknas RI., (2003), Modul Diklat Management of Trainers, Pusdiklat Pegawai Depdiknas, Sawangan Depok.

Depdiknas RI., Tim Pokja Gender (2005), Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender, P3M, Politeknik Surakarta.


(3)

174 Desmon, (2006), Model Pelatihan dan Pembinaan Kewirausahaan Berkelanjutan

sebagai Upaya Pemberdayaan Perempuan, Studi Pengembangan Pelatihan dan Pembinaan Kewirausahaan Berkelanjutan bagi Perempuan di Kabupaten Solok, Program Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Echols, JM., dan Hassan Shadily (1986), Kamus Inggris – Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta.

Garna, JK., (1992), Teori-Teori Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Gita Setra, (2007), Himbauan dari dan untuk Lapangan, Jurnal BP-PLSP Regional II Jaya Giri.

Hadita, A., (2003), Peningkatan Keterampilan Perempuan di dalam Program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Suatu Studi Deskriptif tentang Pemberdayaan Perempuan dalam Peningkatan Keterampilan Industri Rumah Tangga Bidang Pangan di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut, Program Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Hakim, A., (2008), Efektivitas Proses Pembelajaran Pelatihan dalam Peningkatan Kompetensi Guru Bahasa Inggris Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Al-Shafa Institute Bandung, Sekolah Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Hamalik, O., (1993). Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Han, C., dan Isye Soentoro, (2004), Rias Pengantin, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Handayaningrat, S., (1981) Pengantar Studi Ilmu Administrasi Pendidkan, Bumi Aksara, Jakarta.

Hasan, ES., (2003), Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah, Untuk Tugas penyusunan Makalah, Program Pasca Sarjana UPI, Bandung

Hasan, ES., (2007), Strategi Menciptakan Manusia yang Bersumber Daya Unggul, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, UPI, Bandung. Hasan, ES., (2008), Reoptimalisasi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah dalam

Konstalasi Teoritis dan Praktis, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, UPI, Bandung

Hikmat, H., (2006), Strategi Pemberdayaan Masyarakat, (Edisi Revisi), Penerbit Humaniora, Bandung.

Khaidir, A., Selasa 15 Pebruari 2005, Minangkabau Sebagai Basis Kultural Dan Pemberdayaan Perempuan.

Kindervatter, S., (1979), Non Formal Education as an Empowering Process, Amherst: Centre for International and Education.


(4)

Mulyana, E., (2007), Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Pespektif Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Mutiara Ilmu, Bandung.

Moekijat, (1993), Evaluasi Pelatihan, Mandar Maju, Bandung.

Moleong, L J, (2000), Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung. Nasution S., (1996), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. Naqiyah, N., (2005), Otonomi Perempuan, Bayu Publishing, Malang, Jawa Timur. Nawawi, H., (1986), Administrasi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta.

Nurdin, S., (2005), Dampak Pelatihan Otomotif terhadap Perolehan Kesempatan kerja yang Layak bagi Anak Jalanan di Panti Sosial Binaan Karya Marga Sejahtera Ciganjeng-Ciamis, Program Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Pardosi, (2007), Efektivitas Kegiatan Ekstra Kurikuler di Sekolah Dasar Negeri di Pekan Baru, UNRI, Pekan Baru, Riau,

Rustono, WS., (2005), Pelatihan Kecakapan Hidup Montir Elektronika dalam Pengembangan Kemandirian Pemuda Putus Sekolah di Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Tasikmalaya, Program Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Safuri, M., (2005), Evaluasi Program. Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat. Yayasan Pengkajian Pendidikan Non Formal Indonesia Y-PIN Indonesia. Saryoto, N., (2003), Tata Rias Pengantin Solo Putri, Meutia Cipta Sarana, Depok

Utara.

Sedarmayanti, (2001), Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar Madju, Bandung.

Siagian, S., (2003), Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta. Simamora, H., (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE-YKPN, Yogyakarta. Steers, RM., (1985), Efektivitas Organisasi, Erlangga, Jakarta.

Sugiono, A., (2005), Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudjana, HD., (2001), Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Falah Production, Bandung

Sudjana, HD., (2004) Manajemen Program Pendidikan, untuk Pendidikan NonFormal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Falah Production, Bandung.

Sudjana, HD., (2006), Evaluasi Program PLS, Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber daya Manusia, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.


(5)

176 Sudjana, HD., (2007), Sistem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi, Falah

Production, Bandung.

Sudjana, HD., (2005), Strategi Pembelajaran, Falah Production, Bandung.

Sudjana, N., (2008), Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung

Sudjana, N., dan Ibrahim, (2009), Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Sinar Baru Algensindo, Bandung

Suharto, E., (2006), Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, PT. Refika Aditama, Bandung.

Suhendi, S., (2000), Tata Rias Pengantin Sunda Putri, Sunda Siger dan Sukapura, PT. Carina Indah Utama, Jakarta.

Sumaatmaja, N., (1998), Geografi Pembangunan Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan, Alumni. Bandung.

Suryadi, A., (2007), Peningkatan Mutu dan Pencitraan Pendidikan NonFormal dan Informal, Makalah dalam Simposium di Aula UPI Bandung, Dirjen PNFI, DEPDIKNAS.

Sutisna, E., (2007), Penyelenggaraan Program Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) dalam Rangka Pemberdayaan Pemuda, Studi Kasus pada KUPP bidang Tanaman Hias Jenis Ruskus di Kecamatan TanjungSari Kabupaten Sumedang, Sekolah Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Sutresna, D., (2008), Upaya Pembekalan Kemampuan Hidup Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Dasar Dalam Program Pengentasan Anak Jalanan, Studi Kasus Pelaksanaan Pelatihan Anak Jalanan di Yayasan Bahtera, Sekolah Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Tayibnapis, FY., (2000), Evaluasi Program, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Trisnamansyah, S., (2007), Teori dan Perkembangan Implementasi Program Pendidikan Nonformal, Sekolah Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Trisnamansyah, S., (2008), Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Materi Pokok Pekuliahan, Program Studi PLS, Sekolah Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Trisnamansyah, S., (2008), Metode Penelitian Handout Perkuliahan Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Program S-2 SPS-UPI, Bandung.

Triyono, (2008), Studi Dampak Pelatihan Kewirausahaan Budi Daya Pisang dalam Peningkatan Kemandirian Anggota Kelompok Tani, (Studi Deskriptif pada Kelompok Tani Pisang di Desa Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Jawa Barat), PPS, UPI, Bandung.


(6)

Uno, M., (2005), Etiket, Sukses Membawa Diri di Segala Kesempatan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarni, J., (2008), Pemberdayaan Perempuan melalui Program Keaksaraan Fungsional (KF), Studi Kasus pada Kelompok Belajar Keaksaraan Fungsional Rama Shinta Binaan PKBM Tunas Hidup Desa Cibatok Satu Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Sekolah Pasca Sarjana, UPI, Bandung.

Yuliartha, E., (2007), The Wedding Book Rayakan Pesta Cinta Impianmu, Gagas Media, Jakarta Selatan.