HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN AKTIVITAS PROTEIN KINASE C (PKC) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2.

HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN AKTIVITAS
PROTEIN KINASE C (PKC) PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2

TESIS

Oleh :
CICA MARIA
BP : 1021212056

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2014
0

No. Alumni Unand :

Cica Maria

No. Alumni Fakultas:


BIODATA
a) Tempat/Tgl Lahir : P. Kijang/11
November 1980
b) Program Studi : S2 Ilmu Biomedik
c) No. BP : 1021212056
d) Predikat Lulus :
i)
e) Lama Studi : Tahun

f) Nama Orang Tua : H. Marzuki
Hj. SitiHasiah

g) Fakultas : Kedokteran
h) Tanggal Lulus : 27 April 2014

i) IPK :
j) Alamat : Perum KDA Parkit 9 No. 21 Batam Centre.
Kota Batam
HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN AKTIVITAS PROTEIN KINASE C (PKC)
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

CICA MARIA
Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Militus dibedakan
atas DM tipe 1 dan DM tipe 2, pada DM tipe 2 selain kekurangan insulin juga disertai resistensi insulin. Diabetes
mellitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan di beberapa Negara berkembang, insidensi dan prevalensi DM
Tipe 2 mencakup lebih dari 90% dari semua kasus diabetes di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan studi terbaru,
Indonesia telah memasuki epidemi DM Tipe 2. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi merupakan penyebab penting
masalah ini. Pada kondisi kadar glukosa darah yang tinggi > 400 mg/dl atau hiperglikemia mengakibatkan kerusakan
mitokondria yang selanjutnya akan memicu timbulnya berbagai jenis Reactive Oxygen Species (ROS) yang dikenal
dengan radikal bebas memicu terjadinya stress oksidatif yang akan berakibat buruk terhadap mitokondria dimana terjadi
perubahan fungsi membrane mitokondria. Tujuan dalam penelitian ini adalah Mengetahui pengaruh hiperglikemia
terhadap Protein Kinase C (PKC) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.
Metode Penelitian: Desain dalam penelitian ini menggunakan desain Study Comparative dengan pendekatan
CrossetionalJumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 orang dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol
(Non DM) dan kelompok perlakuan (DM) masing-masing sebanyak 35 orang. Pemeriksaan kadar gula darah secara
enzimatik. Pemeriksaan aktivitas Protein Kinase C (PKC) serum dengan mengunakan metode Enzyme Linked Essay
(ELISA).
HasilPenelitan:diperoleh rata-rata kadar HbA1c pada penderita DMT 2 sebesar 8,98±1,66(%), gula darah puasa pada
pasien DM tipe 2 rata-rata 147 ± 14,57 mg/dl sedangkan non DM 74,02 ± 7,84 mg/dl. Rata-rata aktivitas Protein Kinase
C (PKC) pada penderita DM tipe 2 sebesar 0,54 ± 0,48ng/mL sedangkan non DM rata-rata 0,30 ± 0,22 ng/mL terjadi

peningkatan 1,8 kali lipat pada penderita DM tipe 2 dibandingkan non DM dengan nilai p = 0,009< 0,05. Hasil analisis
diperoleh nilai korelasi lemah yaitu r = 0,290 antara kadar gula darah puasa dengan aktivitas Protein Kinase C (PKC),
nilai p value =0,016< 0,005.
Kesimpulan: Terdapat hubungan hiperglikemia dengan aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada penderita
DM Tipe 2.
Kata Kunci: Hiperglikemia,Protein Kinase C (PKC), Diabetes Melitus Tipe 2

Tesis ini telah dipertahankan di depan sidang penguji dan dinyatakan lulus pada tanggal 27April 2014.
Abstrak telah di setujui oleh penguji.
Tanda
Tangan

1.

2.

3.

4.


5.

Nama
Terang

Dr. Eti Yerizel, MS

Prof. Dr. dr.
Fadil Oenzil,
PhD. Sp.GK

Prof.Dr.dr.Eryati
Darwin, PA (K)

Prof.Dr. dr. Nasrul Dra. Elisa Anas,
Zubir, Sp.PD.
MS
KGEH

Mengetahui

Ketua Program Studi : Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, MS,SpGK
Nama
Tanda Tangan
Alumnus telah mendaftar ke Program Pascasarjana/ Universitas dan mendapat No. Alumnus

No. Alumnus Pascasarjana
No. Alumnus Universitas

Nama :
Nama :

3

Petugas Pascasarjana / Universitas
TandaTangan :
TandaTangan :

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS
Program Studi Ilmu Biomedik
Tesis, 27April 2014

Oleh: Cica Maria
HUBUNGAN HIPERGLIKEMIADENGANAKTIVITAS PROTEIN
KINASE C (PKC) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Militus dibedakan atas DM
tipe 1 dan DM tipe 2, pada DM tipe 2 selain kekurangan insulin juga disertai
resistensi insulin. Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia
dan di beberapa Negara berkembang, insidensi dan prevalensi DM Tipe 2
mencakup lebih dari 90% dari semua kasus diabetes di berbagai penjuru dunia.
Berdasarkan studi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi DM Tipe 2.
Perubahan gaya hidup dan urbanisasi merupakan penyebab penting masalah ini.
Pada kondisi kadar glukosa darah yang tinggi > 400 mg/dl atau hiperglikemia
mengakibatkan kerusakan mitokondria yang selanjutnya akan memicu timbulnya
berbagai jenis Reactive Oxygen Species (ROS) yang dikenal dengan radikal bebas
memicu terjadinya stress oksidatif yang akan berakibat buruk terhadap
mitokondria dimana terjadi perubahan fungsi membrane mitokondria. Tujuan
dalam penelitian ini adalah Mengetahui pengaruh hiperglikemia terhadap Protein
Kinase C (PKC) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.

Metode Penelitian: Desain dalam penelitian ini menggunakan desain Study
Comparative dengan pendekatan CrossetionalJumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 70 orang dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (Non
DM) dan kelompok perlakuan (DM) masing-masing sebanyak 35 orang.
Pemeriksaan kadar gula darah secara enzimatik. Pemeriksaan aktivitas Protein
Kinase C (PKC) serum dengan mengunakan metode Enzyme Linked Essay
(ELISA).
HasilPenelitan:diperoleh rata-rata kadar HbA1c pada penderita DMT 2 sebesar
8,98±1,66(%), gula darah puasa pada pasien DM tipe 2 rata-rata 147 ± 14,57
mg/dl sedangkan non DM 74,02 ± 7,84 mg/dl. Rata-rata aktivitas Protein Kinase
C (PKC) pada penderita DM tipe 2 sebesar 0,54 ± 0,48ng/mL sedangkan non DM
rata-rata 0,30 ± 0,22 ng/mL terjadi peningkatan 1,8 kali lipat pada penderita DM
tipe 2 dibandingkan non DM dengan nilai p = 0,009< 0,05. Hasil analisis
diperoleh nilai korelasi lemah yaitu r = 0,290 antara kadar gula darah puasa
dengan aktivitas Protein Kinase C (PKC), nilai p value =0,016< 0,005.
Kesimpulan: Terdapat hubungan hiperglikemia dengan aktivitas Protein Kinase
C (PKC) pada penderitaDM Tipe 2.
Kata Kunci: Hiperglikemia,Protein Kinase C (PKC), Diabetes Melitus Tipe 2
4


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2011).
Diabetes melitus dapat dibedakan atas Diabetes Melitus tipe 1 (DM
Tipe 1) atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan Diabetes
Melitus tipe 2 (DM Tipe 2) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Pada Diabetes Melitus tipe 2 selain kekurangan insulin, juga
disertai resistensi insulin yaitu adanya insulin tidak bisa mengatur kadar gula
darah untuk keperluan tubuh secara optimal, sehingga ikut berperan terhadap
peningkatan kadar gula darah. Diabetes Melitus tipe 2 biasanya muncul
setelah umur 30 - 40 tahun, bahkan timbul pada umur 50 dan 60 tahun. Hasil
penelitian menunjukkan tingkat kekerapan Diabetes Melitus tipe 1 sekitar 10
- 20% dan Diabetes Melitus tipe 2 adalah 80 - 90% dari seluruh penderita
diabetes (Widowati, 2008).
Berbagai komplikasi diakibatkan oleh rendahnya kontrol diabetes,

komplikasi tersebut antara lain berupa penyakit vaskular sistemik (percepatan
aterosklerosis), penyakit jantung, penyakit mikrovaskuler pada berbagai
penyebab kebutaan dan degenerasi retina (retinopati diabetik), katarak,
kerusakan ginjal dan kerusakan saraf tepi (neuropati diabetik) (Setiawan, dan
Suhartono, 2005).
16

Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan
datang, diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia pada abad 21. World Health Organization(WHO) membuat
perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20
tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,
pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang
(Sudoyo. et al, 2009). Berdasarkan WHO bahwa diabetes melitus termasuk
salah satu pembunuh terbesar di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Menurut
data WHO jumlah penderita diabetes di Indonesia menempati urutan ke-6 di
dunia setelah India, China, Rusia, Jepang dan Brazil (Widowati, 2008).
Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki
epidemi Diabetes Melitus tipe 2. Berbagai penelitian epidemiologi

menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 diberbagai penjuru dunia. WHO
memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup
besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang Diabetes Melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, senada dengan International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang Diabetes Melitus dari 7,0 juta pada tahun 2009 manjadi 12,0
juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan
keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 2 - 3 kali lipat pada tahu 2030. Laporan dari hasil penelitian
diberbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-an
17

menunjukkan sebaran prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 antara 0,8% di
Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado.Menurut kriteria
diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2011,
seseorang dikatakan menderita diabetes jika keluhan klasik ditemukan, maka
pemeriksaan glukosa plasma darah sewaktu > 200 mg/dl dan memiliki kadar
gula darah puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik. Pada diabetes

melitus pasti tidak lepas dengan istilah hiperglikemia.
Hiperglikemia disebabkan kelainan sekresi insulin atau gangguan
kerja insulin (Johansen et al., 2005). Hiperglikemia terjadi disebabkan oleh
karena tubuh tidak memiliki cukup insulin atau insulin tidak dapat merubah
glukosa menjadi energi. Keadaan hiperglikemia dapat memberi indikasi
bahwa diabetes tersebut tidak terkontrol (ADA, 2010). Hiperglikemia, terjadi
karna penyebaran glukosa kedalam sel terhambat serta metabolismenya
terganggu, dalam keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan lemak. Pada diabetes melitus seluruh proses tersebut terganggu,
glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga energi utama diperoleh dari
metabolisme protein dan lemak (Ganiswarna, 1995). Pada kondisi kadar gula
darah yang amat tinggi (> 400 mg/dl) dapat menimbulkan radikal bebas yang
sangat berbahaya melalui reaksi autooksidasi glukosa. Autooksidasi
menunjukan kemampuan glukosa melakukan enolisasi dan menimbulkan
molekul oksigen yang tereduksi. Molekul oksigen yang tereduksi ini berupa
anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida (Tjokroprawiro,
1997 dalam Arsono, 2005). Hiperglikemia mengakibatkan kerusakan pada

18

mitokondria yang selanjutnya akan memicu timbulnya berbagai jenis ROS
(Reactive Oxygen Species) yang dikenal dengan radikal bebas.
Radikal bebas adalah senyawa yang mempunyai satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan maka elektron tersebut cenderung menarik
elektron dari senyawa disekitarnya, dengan demikian radikal bebas ini sangat
reaktif dan dapat menyerang lipid membran sel, protein, enzim dan
Deoxyribose Nucleid Acid (DNA) (Wiyono, 2003).Peningkatan glukosa
secara endogen membuat mitokondria akan memproduksi Adenosin Triposfat
(ATP) dalam jumlah yang banyak untuk melakukan metabolisme glukosa.
Dampak negatif dari kerja ini adalah peningkatan produksi super oksida (O2o)
yang akan berubah menjadi hydrogen peroksida (H2O2) selanjutnya akan
dikonversi menjadi H2O-O2 oleh enzim glutation peroksidase dan katalase
bila O2o- diproduksi terus menerus, maka enzim ini akan bersifat antioksidan
akan lumpuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan yang disebut stres
oksidatif (Halliwell and Gutteridge, 2004).
Stress oksidatif berakibat buruk terhadap mitokondria, dimana
terjadi perubahan fungsi membran mitokondria. Hal ini dibuktikan oleh
Russel et al., (2007), dimana pada kultur sel berasal dari neuron ganglion
radiks dorsalis bila dipaparkan kadar gula yang tinggi akan menyebabkan
perubahan pada mitokondria. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
terdapat

pembentukan ROS, pembengkakan mitokondria, perubahan

permeabilitas mitokondria, menginduksi translokasi sitokrom C ke sitosol
dan menginduksi kaspase tiga sehingga sel mengalami apoptosis.
Reactive Oxygen Species (ROS) yang terjadi berlebihan juga
merusak DNA, sehingga memutuskan rantai DNA dan modifikasi basa.
19

Pemutusan rantai DNA akan mengaktifkan enzim Poli ADP - Ribose Poly
merase (PARP) yang diduga menyebabkan kematian sel (Halliwell and
Gutteridge,

2004).

Aktivasi

PARP

akan

menginbisi

kerja

enzim

glyceraldehide-3-Phosfat dehydrogenase (GADPH), suatu enzim yang sangat
penting dalam proses glikolisis intrasel. Gangguan proses glikolisis ini
mengakibatkan proses glikosis mencari jalur hulu (upstream) yang abnormal
yaitu polyol pathway, glikasi protein, hexosamin pathway dan aktivitas
Protein Kinase C (PKC) jalur hulu yang abnormal ini berpotensi
meningkatkan

pembentukan

ROS

yang

berlebihan,

sehingga

akan

memperparah kerusakan mitokondria dan akan semakin meningkatkan
aktivitas PARP dan akan semakin meningkatkan gula darah yang tak
terkendali.
Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan Diacylglycerol (DAG)
dan kenaikan DAG akan mengaktifkan aktivitas Protein Kinase C (PKC).
Aktivitas PKC menyebabkan perubahan-perubahan fungsi sel vaskuler
(Arsono, 2005). Peningkatan kadar glukosa dapat menghasilkan Reactive
Oxygen Species (ROS) pada sel β melalui jalur autooksidasi glukosa, aktivasi
Protein Kinase C

(PKC), pembentukan metilglioksal dan glikasi,

metabolisme heksosamin, pembentukan sorbitol, dan fosvorilasi oksidatif
(Robertson, 2004).
Protein Kinase C (PKC) adalah keluarga dari sedikitnya 11 serin
atau serotonin protein kinase isoenzim yang terlibat dalam beberapa respon
seluler seperti pertumbuhan, perkembangan, ekspresi gen, angiogenesis,
memilah protein didalam sel disktrik. PKC umumnya membutuhkan kalsium
dan DAG untuk aktivasinya. Pada
20

pasien

diabetes, peningkatan kadar

glukosa menyebakan peningkatan DAG dan selanjutnya memicu aktivasi
PKC. Pengaruh dari ekstraaktivasi berbeda dan merugikan fungsi vaskular
dengan peningkatan permeabilitas vaskular. Aktivasi PKC diakibatkan dari
pengaruh dari AGE, DAG dan stress oksidatif, Aktivasi PKC yang meningkat
akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah mikrovaskular yang akan
mengakibatkan timbulnya neovaskularisasi dari pembuluh darah yang juga
berakibat pada kehilangan penglihatan (Piconi, 2010).

Berdasarkan latar

belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian ini tentang hubungan
hiperglikemia dengan aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada Diabetes
Melitus tipe 2.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Bagaimanakah aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada penderita
Diabetes Melitus tipe 2 dan non Diabetes Melitus?

1.2.2

Bagaimanakah perbedaan aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada
penderita Diabetes Melitus tipe 2 dan non Diabetes Melitus?

1.2.3

Apakah ada hubungan kadar glukosa darah puasa dengan aktivitas
Protein Kinase C (PKC) pada penderita Diabetes Melitus tipe 2?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan hiperglikemia dengan Protein Kinase C (PKC)
pada penderita Diabetes Melitus tipe 2.

21

1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mengetahui aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada penderita
Diabetes Melitus tipe 2 dan non Diabetes Melitus.

2.

Mengetahui perbedaan aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada
penderita Diabetes Melitus tipe 2 dan non Diabetes Melitus.

3.

Mengetahui hubungan kadar gula darah dengan aktivitas Protein
Kinase C (PKC) pada pasien Diabetes Melitus tipe 2?

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.4.1 Akademik
Meningkatkan pengetahuan tentang hubungan hiperglikemia dengan
aktivitas Protein Kinase C (PKC) pada penderita Diabetes Melitus
tipe 2 serta memberikan ide yang bermanfaat untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Klinisi
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh para klinisi dalam
penatalaksanaan pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 di masa
mendatang.
1.4.3 Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkat pengetahuan
dan memberikan informasi bagi masyarakat tentang

hubungan

hiperglikemia pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan
komplikasi yang ditimbulkan.

22